NIM : 1701114093
A. Latarbelakang
kota Pekanbaru ketertiban Susila sebab masalah kesusilaan ini bukan saja merupakan
masalah hukum nasional suatu Negara melainkan sudah merupakan masalah hukum semua
Negara di dunia atau merupakan masalah global. Hal yang paling banyak mendapat sorotan
tajam di Pekanbaru yaitu masih banyak dijumpai wanita-wanita Pekerja Seks Komersial
atau yang biasa disebut dengan PSK. Prostitusi dimaknai dengan beragam pengertian.
Prostitusi adalah salah satu bentuk transaksi seksual. Secara etimologi atau arti kata,
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata prostitusi diartikan sebagai pertukaran
hubungan seksual dengan uang atau hadiah sebagai suatu transaksi perdagangan.1
Praktek prostitusi di berapa kawasan yang ada di kota pekanbaru sangat marak.
Modusnya mereka menyediakan jasa penginapan bagi para lelaki hidung belang yang ada
dikota ini.Penginapan yang disediakan langsung menyediakan para PSK sebagai layanan
yang memang disediakan khusus. Ada juga dari beberapa dari mereka yang menutupi
kegiatan prostitusi ini dengan kedok panti pijat serta salon. Dan yang tengah popular saat ini
di kota Pekanbaru yaitu adanya praktek prostitusi yang dilakukan secara online, yang mana
1
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, diakses dari https://www.kbbi.web.id/prostitusi
praktek prostitusi ini lebih mudah para lelaki hidung belang tidak perlu datang ketempat
PSK tetapi cukup melalui telepon genggam saja para lelaki hidung belang bisa melakakukan
transaksi prostitusi. Dan melakukan transaksi di Hotel atau Wisma yang ada di Kota
Pekanbaru.
salah satunya dengan komunikasi online di internet. Jika zaman dulu, operasi pelacuran
sangat sederhana bertemu secara langsung atau dari mulut ke mulut maka bersama
perkembangan teknologi, dunia pelacuran menjadi sangat canggih.2 Kita dapat bernegosiasi
dan memilih sendiri lawan jenis yang dapat diajak untuk dijadikan teman kencan sesuai
dengan selera dan tebal dompet kita. Prostitusi dan teknologi dua kata yang saling
beriringan. Prostitusi juga tidak buta teknologi. Prostitusi dengan memanfaatkan aplikasi
telekomunikasi untuk menawarkan jasa pelayanan seks kepada calon konsumen merupakan
bentuk prostitusi di dunia maya. Adanya faktor-faktor yang mendorong pekerja seks
Dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2002 Bab 6 pasal 24 menyebutkan bahwa :
1. Dilarang setiap orang melakukan atau menimbulkan persangkaan akan berbuat asusila
usaha).
2. Dilarang setiap orang yang tingkah lakunya menimbulkan persangkaan akan berbuat
3. Dilarang bagi setiap orang untuk menyuruh, menganjurkan atau dengan cara lain pada
orang lain untuk melakkan perbuatan asusila/perzinahan di jalan, jalur hijau, taman dan
tempat umum.
2
Reno Bachtiar & Edy Purnomo. Op.Cit., hlm.5
Dapat di lihat dari Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2002 Bab 6 Tentang Tertib
Sosial pasal 24 ayat 1,2,dan 3 ini menjelaskan bahwa masyarakat dilarang berbuat asusila
seperti jalan, taman dan tempat usaha. Upaya dan Pengawasan yang dapat dilakukan dan
diperlukan saat ini adalah berupa tindakan tegas berupa razia atau penertiban dari para
penegak hukum seperti Dinas Sosial, Satuan Polisi Pamong Praja (POL PP), atau pihak-
pihak terkait lainnya yang berwenang dalam menangani dan memberantas masalah ini.
Selama ini pemerintah kota Pekanbaru telah berupaya semaksimal mungkin untuk
mengatasi maraknya tindakan asusila ini yaitu melakukan upaya seperti : (Prayudha, 2014)
a. Razia rutin yang dilakukan oleh Polisi Pamong Praja yaitu tiga kali seminggu pada tahun
2001-2003, kemudian ditingkatkan menjadi setiap hari mulai tahun 2004 hingga
sekarang.
b. Melakukan pendataan terhadap para Pekerja Seks Komersial dan pasangan remaja yang
bukan muhrim nya yang tertangkap tangan pada saat dilakukannya razia.
c. Memberikan pengarahan dan pembinaan bagi mereka yang terjaring razia, dan d.
Prostitusi di Pekanbaru Sebagai kota besar, Pekanbaru memiliki masalah yang sama
dengan kota besar lainnya terkait prostitusi sebagai sebuah “syarat wajib” untuk dapat
menjadi kota besar. Oleh karenanya, Pekanbaru membuat Peraturan Daerah (Perda) Nomor
05 Tahun 2002 tentang Ketertiban Sosial. Perda ini sama halnya dengan KUHP yang tidak
Prostitusi ini adalah Dinas Sosial Kota Pekanbaru sebagaimana yang diatur dalam Peraturan
Daerah Kota Pekanbaru Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pembentukan Susunan Organisasi,
Upaya yang di tempuh Dinas Sosial dalam menanggulangi prostitusi dilakukan dengan
melakukan pembinaan dan melatih keterampilan untuk bekal menempuh hidup yang lebih
layak dan keluar dari kehidupan prostitusi. Maka dinas sosial juga bekerja sama dengan
Satpol PP dan dinas kesehatan dalam mengadakan program yang nantinya ditujukan untuk
penanggulangan prostitusi. Ini dikarenakan didalam lembaga tersebut, sudah jelas dibentuk
Mengidentifikasi Para PSK dan mucikari yang terjaring dalam razia tersebut secara
mendetail, mulai dari daerah mana mereka berasal, umur, status, latar belakang, maupun
pandangan dan keinginan mereka terhadap upaya rehabilitasi yang nanti akan dilakukan
yang lebih baik dan dapat diterima oleh masyarakat umum sehingga mereka bisa kembali
berbaur dengan yang lainnya tanpa ada melihat latar belakang social yang sebelumnya.
Semua nya itu tidak lepas dari bantuan Satuan Polisi Pamong Praja yang selalu
membantu jalannya penertiban sehingga keadaan menjadi tertib dan terkendali hingga dapat
menahan emosi-emosi yang bergejolak ketika dilakukannya operasi rutin. Satpol PP dan
Kepolisian merupakan lembaga yang aktif dalam menanggulangi masalah prostitusi yang
1. Ditingkatkan nya operasi cipta kamtibmas dengan sandi “ Operasi Pekat “ atau penyakit
tempat yang disinyalir sebagai tempat praktek prostitusi, seperti Hotel, Salon, Tempat
4. Menindak para pelaku penyedia jasa layanan PSK atau mucikari dan tempat–tempat
Sedangkan yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja dalam razia Penertiban adalah:
Mengamankan jalannya razia serta mengamankan daerah yang di razia sehingga tidak
ada satupun yang mencoba melarikan diri saat berlangsungnya operasi rutin ini.
Mengumpulkan para PSK dan mucikari yang terjaring ketika dilakukannya razia dan
mengumpulkan mereka untuk kemudian diserahkan kepada Dinas Sosial Kota Pekanbaru.
adalah Dinas Kesehatan. Tindakan yang dilakukan oleh Dinas kesehatan dalam hal
ditujukan kepada pekerja seks komersial yang sudah terdata oleh dinas sosial dengan
mengadakan klinik khusus untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke faktor
fisik dan kesehatan. Diantaranya adalah tes darah untuk diketahuinya penyakit HIV/Aids,
program skrening dimana dalam pemeriksaan ini dilakukan pengambilan sample cairan pada
kelamin untuk diketahuinya bakteri atau virus yang akan menyebabkan penyakit kelamin,
meminimalisir IMS, dan mengadakan program wajib memakai kondom. Diluar itu Dinas
pelaku prostitusi baik pengguna dan pemberi jasa prostitusi maupun mucikari menurut Perda
Kota Pekanbaru 05/2002. Usaha preventif dan represif oleh pemerintah telah dilakukan
pelacuran dapat menimbulkan akibat negatif. Tidak terkecuali dengan diterbitkan peraturan
pemerintah daerah
adalah dengan mengeluarkan peraturan daerah No. 05 Tahun 2002 tentang Ketertiban
Umum dan untuk memperkuat kebijakan maka pemerintah menerbitkan lagi peraturan
daerah kota Pekanbaru Nomor 12 Tahun 2008 tentang Ketertiban Sosial. Ketika suatu
peraturan telah ditetapkan maka sebaiknya harus diikuti dengan tindakan. Satuan Polisi
Pamong Praja sebagai implementer kebijakan di Kota Pekanbaru. Adapun tugas dari instansi
ini adalah sebagai fasilitator dan penggerak dimana mereka memiliki peran yang sangat
penting dalam penertiban prostitusi di kota Pekanbaru. Hal ini terjadi karena kurangnya
tindakan dari pihak terkait dalam melakukan penertiban serta rendahnya partisipasi
Pelanggaran dapat terjadi karena sengaja melanggar, ketidaktahuan terhadap aturan yang
dengan wacana-wacana (baik ide ataupun praktik) yang dapat mentransformasi konstelasi
3
Sharon Nitami Marreta,” Efektivitas Pelaksanaan Penertiban Prostitusi Di Kota Pekanbaru ”, JOM
FISIP Vol. 4 No. 2 – Oktober 2017, Hal 2
penggunaan internet positif dapat diperluas hingga kepada kesadaran individu melalui
pemerintahan dengan ditopang oleh regulasi yang jelas dan tegas. Selain itu perlunya
menjalin relasi dengan berbagai aktor yang memfokuskan diri pada persoalan dampak
negatif yang dibawa oleh teknologi informasi agar supaya eksistensi kekuasaan pemerintah
pekanbaru dalam menertipkanprostitusi online. Prostitusi online itu berjalan melalui dunia
virtual dan mengaitkannya dengan relasi kuasa pemerintah dalam mengatur prostitusi online
tersebut. Pemerintah dalam hal ini merupakan salah satu pihak yang memiliki kekuasaan
Adapun identifikasi masalah yang penulis temui berdasarkan fenomena diatas adalah :
1. Upaya yang di tempuh Dinas Sosial dalam menanggulangi prostitusi dilakukan dengan
melakukan pembinaan dan melatih keterampilan untuk bekal menempuh hidup yang
lebih layak dan keluar dari kehidupan prostitusi. Tapi pada kenyataannya masih banyak
kita dijumpai kegiatan Prostitusi dan para Pekerja Seks Komersial (PSK) yang terang-
terangan jajakan diri mereka di tempat umum, penginapan dan tempat usaha yang dimana
kegiatan seperti ini tidak dibenarkan dalam pasal 24 sehingga menimbulkan keresahan
Masih maraknya rumah liar (ruli) yang dijadikan warung remang-remang di Jalan
SM Amin ujung, hingga saat ini belum juga ditertibkan oleh Pemerintah Kota (Pemko)
2. Polisi Pamong Praja ndan Kepolisian juga tak lepas membantu dalam penertiban
tindakkan prostitusi. Satpol PP dan Kepolisian merupakan lembaga yang aktif dalam
untuk menanggulangi prostitusi di kota Pekanbaru dengan di tingkatkan nya operasi cipta
tempat karoke dan panti pijat sebagainya. Namun pada kenyataan nya pada saat
dilakukannya razia, para Pekerja Seks Komersial yang tertangkap tidak dikenakan
hukuman yang berarti yang bisa menimbulkan efek jera bagi mereka. Dalam
kenyataannya mereka hanya diberikan berupa surat peringatan untuk tidak mengulangi
kegiatan mereka atau memulangkan mereka kedaerah asal mereka. Tidak menutup
kemungkinan mereka bisa kembali ke kota bertuah ini, akibatnya ketika terjadi razia yang
“Langkah berani dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) Kota Pekanbaru
dengan menutup lokalisasi Maredan yang selama ini terkenal dengan maraknya aksi
mengembalikan para Pekerja Seks Komersil (PSK) ke kampung asal setelah didata dan
3. Tindakan yang dilakukan oleh Dinas kesehatan dalam hal penanggulangan prostitusi
pekerja seks komersial yang sudah terdata oleh dinas sosial dengan mengadakan klinik
khusus untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke faktor fisik dan
kesehatan. Namun pada kenyataan nya banyak para pekerja seks komersial yang
melakukan kegiatan prostitusi, para psk tidak takut terinfeksi penyakit yang dapat di
Kurang tegasnya regulasi pemerintah dalam pengaturan prostitusi baik secara online
maupun offline di sisi lain dimanfaatkan oleh para aktor pelaku praktek prostitusi untuk
semakin menguatkan eksistensi dan keuntungan yang didapatkannya. Relasi kuasa yang
terjalin dalam praktek prostitusi online telah menyebabkan ruang gerak kekuasaan
pemerintah semakin terbatasi. Internet menjadi media perkembangan prostitusi online yang
Dari uraian diatas maka penulis tertarik mengadakan penelitian dengan mengambil judul
B. Rumusan masalah.
Pekanbaru, maka adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 5 Tahun 2002 tentang Ketertiban Umum yang
Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 5 Tahun 2002 tentang Ketertiban Umum yang
D. TINJAUAN PUSTAKA
Studi Terdahulu
1. Jurnal Dian Suluh Kusuma Dewi , Yusuf Adam Hilman yang berjudul Relokasi Pekerja
Seks Komersial setelah Penutupan Lokalisasi Kedung Banteng, dalam jurnal JURNAL
ILMU PEMERINTAHAN Kajian Ilmu Pemerintahan dan Politik Daerah Volume 4– Nomor
1, April 2019, (Hlm 1-12), berdasarkan hasil penelitian dapat di simpulkan Pelaksanaan
penutupan lokalisasi kedung banteng di dasarkan pada kebijakan gubernur dan peraturan
bupati, yaitu: 1). SK tanggal 20 Oktober 2011, No: 460/031/2011; Perihal Penanganan
Lokalisasi WTS di Jawa Timur. 2). Peraturan Bupati Nomor 1 Tahun 2015 tentang
Ponorogo.
2. jurnal AGUS DEDI Dosen Kopertis Wilayah IV Jabar-Banten DPK FISIP Universitas
Galuh Ciamis yang berjudul Kapabilitas Sistem Politik Sebagai Parameter Keberhasilan
Suatu Pemerintahan, berdasarkan hasil penelitian dapat di simpulkan Hasil penelitian ini
juga sekaligus memberikan gambaran tentang beberapa capaian dari kapabilitas sistem
politik pemerintahan Indonesia saat ini cukup signifikan. Walaupun ada beberapa
kapabilitas sistem politik yang belum terlaksana sesuai dengan harapan masyarakat. Hal ini
terjadi karena saat ini sumber daya manusia yang ada di Indonesia belum semuanya mampu
3. jurnal Donie Tuah Fitriano Putra yang berjudul Kapabilitas Dynamic Governance Dalam
Pencapaian Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2012 –2017, dalam
jurnal Kemudi: Jurnal Ilmu Pemerintahan Volume 04 Nomor 02 Februari 2020 berdasarkan
dynamic governance. Di mana empat dari enam indikator dalam dynamic governance,
yaitu: thinking across, able people, agile process dan culture belum terwujud pada
ekonomi dari daerah lain tidak dilakukan. Dukungan able people yang masih kurang optimal
karena dalam pengisian jabatan - jabatan struktural, walaupun sudah melalui seleksi terbuka
(open bidding) masih didapati indikasi melanggar aturan. Kemudian agile process tidak
berjalan karena terlambatnya pemerintah Provinsi Kepulauan Riau merespon gejala - gejala
4. Jurnal Dian Fitriani Afifah Neneng Yani Yuningsih yang berjudul ANALISIS
(Trafficking) Perempuan Dan Anak Di Kabupaten Cianjur, dalam jurnal CosmoGov, Vol.2
No.2, Oktober 2016, dari hasil penelitian dapat di simpulkan Angka perdagangan manusia di
Kabupaten Cianjur terus meningkat setiap tahunnya, walaupun telah memiliki Perda No 03
Tahun 2010, Peraturan Bupati tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda, P2TP2A, dan Gugus
Tugas sebagai lembaga koordinasi yang memiliki program kerja. Kebijakan-kebijakan
tersebut belum mampu untuk meminimalisir permasalahan ini, sehingga Cianjur masih
menempati peringkat ke-tiga di Jawa Barat sebagai Kabupaten dengan angka korban
trafficking yang tinggi. Walaupun menurut Riant Nugroho 60 persen keberhasilan kebijakan
5. Jurnal Diah Setiowati yang berjudul Evaluasi Perda Nomor 6 Tahun 2011 Tentang
PEMERINTAHAN Volume: Nomor: Tahun 2013 Halaman dari hasil penelitian dapat di
Kabupaten Batang belum dapat diimplementasikan dengan baik. Implementasi Perda tidak
berjalan baik karena komunikasi antara implementator dengan kelompok sasaran kurang
dilakukan secara intensif, sumber daya implementasi kebijakan yang berasal dari pelaksana
masih ada yang memiliki tingkat pendidikan rendah sehingga kurang memahami SOP, serta
masih terdapat anggota yang belum memiliki komitmen dan kejujuran terhadap tujuan
Perda.
Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 5 Tahun 2002 Tentang Ketertiban Umum, dalam
Jurnal JOM, Vol 1 Nomor 1 tahun 2014, dari penelitian inidapat disimpulkan Berdasarkan
hasil penelitian pengolahan data dan analisa data yang telah dilakukan, maka kesimpulan
Pekanbaru Nomor 5 Tahun 2002 Tentang Ketertiban Umum di kecamatan Lima Puluh yaitu
Pemerintah dalam hal ini Dinas Sosial Kota Pekanbaru yang mana sebagai badan yang
masalah pekerja seks komersial ini. Badan itu sendiri berada di dalam Dinas Sosial langsung
yang berperan memberikan penyuluhan, bimbingan, pelatihan dan rehabilitasi bagi mereka
yang ingin kembali membaur dengan masyarakat lainnya. Pemerintah telah melakukan
tidakan tegas kepada para pekerja seks komersial berupa sanksi bagi mereka yang terjaring
dalam operasi penertiban. Sebagai Dinas yang berwenag, Dinas Sosial tidaklah lupu dari
bantuan dari Dinas-Dinas lain seperti Satpol PP, Kepolisian, Dinas Kesehatan bahkan
hingga Departemen Agama. Mereka semua mempunyai fungsi dan peranan masingmasing
Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang 2014, yang berjudul
Prostitusi (Studi di Kawasan Wisata Tretes Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan), dari
penelitian ini dapat disimpulkan. Lemahnya penegakan hukum tersebut adalah faktor
hukumnya, faktor penegak hukum, faktor fasilitas/sarana dan faktor masyarakat yakni
lingkungan tersebut. Karena adanya kelemahan dari 5 faktor tersebut yang menjadi tolak
ukur suatu peraturan, maka dapat dikatakan Perda No. 10 Tahun 2001 tidak berlaku efektif.
Adapun faktor-faktor penghambat bagi Satuan Polisi Pamong Praja yaitu tidak adanya
lembaga khusus untuk menangani para PSK, kurangnya sarana dan prasarana, minimnya
jumlah Anggota Sat Pol PP, banyaknya faktor kepentingan dalam perputaran perekonomian
disekitar tempat prostitusi, kebocoran informasi tentang operasi/razia dan tidak adanya
8. Skripsi Anissa Safira Hidayat 1210832026 Jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial Dan
Ilmu Politik Universitas Andalas 2017, yang berjudul Implementasi Peraturan Daerah
Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Pemberantasan Pelacuran Dan Perbuatan Asusila Di Kota
Jambi, dari penelitian ini dapat disimpulkan Berdasarkan dari hasil penelitian yang
dapat disimpulkan bahwa dalam peraturan ini sangat positif untuk diterapkan di Kota Jambi
menimbang adanya lokalisasi yang sudah tua dan dikenal masyarakat dalam maupun luar
Provinsi Jambi, yaitu Payosigadung dan Langit Biru. Sebelum adanya Perda tentang
pemberantasan pelacuran dan perbuatan asusila, pemerintah Kota Jambi khususnya Satpol
PP tidak memiliki aturan hukum yang tegas sehingga tidak memberikan efek jera kepada
para pelaku. Perda Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Pemberantasan Pelacuran dan Perbuatan
Asusila berjalan sejak tanggal 13 Oktober 2014 seiring dengan penutupan 2 lokalisasi
9. Skripsi Adis Puji Astuti 1110112000040 Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial
Dan Ilmu Politik Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta 2017 yang berjudul
Kebijan Walikota Surabaya Dalam Penutupan Lokalisasi Dolly Surayabaya Tahun 2014,
dari penelitian ini dapat di simpulkan Terdapat Political Will Walikota Surabaya dalam
Nomor 7 tahun 1999 dan surat Gubernur Jawa Timur. Dengan beberapa alasan yang
disampaikan Walikota Surabaya untuk menutup Lokalisasi Dolly. Pertama letraknya yang
berbaur dengan pemukiman masyarakat umum; kedua terdapatnya peraturan daerah yang
melarang perdangan manusia; dan ketiga pertimbangan dampak sosial yang buruk bagi
10. Skripsi Rusi Ariyanti 079715537 Program Studi Administrasi Negara Dapertemen Ilmu
Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Airlangga 2009 yang berjudul Inkonsistensi Kebijakan
Pemerintah Kota Surabaya Terkait Dengan Masalah Prostitusi Di Surabaya, dari penelitian
ini dapat di simpulkan Fase pembuatan keputusan dalam kebijakan ini bergaya pemuasan,
yaitu hanya untuk memuaskan opini publik yang berkembang sebelum keputusan itu
diambil.selain itu berkembangnya dua opini berlawanan membuat keputusan yang diambil
menjadi Peraturan Daerah bertentangan apa yang diundangkan melalui SK Walikota
sehingga muncul inkonsistensi antara Peraturan Daerah No.7 Tahun 1999 dengan SK