Anda di halaman 1dari 6

MATERI PERTEMUAN 13 : (23 Nov)

PENGANTAR PERJANJIAN BARU:


DUNIA YUNANI-ROMAWI
(Dunia yang bersatu, dari segi politis, sosio
budaya, sosio ekonomis)

DUNIA YUNANI-ROMAWI
a. Dunia yang bersatu

Agama kristen mulai dalam suatu dunia yang dipersatukan oleh negara Roma dan
kebudayaan Yunani. Dunia itu terbentang dari perbatasan India di timur sampai dengan negeri
Spanyol di barat; dari Afrika utara di selatan sampai di sungai Rijn di Jerman dan sungai Donau
di Austria dan Bulgaria di utara. Pusat politis dunia itu ialah kota Roma yang terletak di Italia, dan
pusat kebadayaannya terdapat di kota Athena, Yunani, dan Aleksandria, Mesir. Umat Kristen
yang menghasilkan Perjanjian Baru memakai bahasa Yunani, bahasa internasional, bukan
bahasa suci, Ibrani. Sebagai ahli waris agama Yahudi dan Perjanjian Lama, agama Kristen
akhirnya memberi sumbangannya kepada dunia yang satu itu.
Tempat asal agama Kristen, yaitu Palestina, tercakup dunia itu, meski terletak di pelosok,
di pinggir sekalipun. Dilihat dari pusat Palestina memang pelosok pedalaman. Tetapi dari segi
militer strategis bagian itu penting, terutama sebagai jembatan antara negeri Mesir dan wilayah
Asia Depan. Palestina menjadi mata rantai yang tidak boleh tidak ada dalam “Imperium
Romanum” yang melingkari Laut Tengah, yang oleh orang Roma disebut “mare nostrum”, laut
kita.
Roma dari segi politis dan kebudayaan Yunani, dari segi peradaban mempersatukan
suatu dunia yang serba majemuk. Di wilayah yang luas sekali Roma menciptakan keadaan yang
cukup aman dan tentram. “Pax Romana”, kedamaian Roma, tentu saja sebagian dipaksakan dan
dipertahankan dengan kekerasan senjata. Namun kedamaian dan keamanan itu suatu kenyataan
yang amat menguntungkan bagi semua. Kedamaian itu memungkinkan komunitas antarbangsa
dan wilayah di segala tingkatan. Sebelumnya dan tanpa Roma komunikasi yang menguntungkan
bagi semua tidaklah mungkin. Kendati ada segala macam rintangan, Roma mempersatukan
dunia di sekitar Laut Tengah.
Persatuan dan komunikasi tersebut yang diperlancar melalui pelayaran yang aman dan
jaringan jalan raya yang melintasi seluruh wilayah luas itu menguntungkan juga bagi agama
Kristen. Penyebaran agama itu yang relatif pesat tidak hanya ditentukan oleh dinamika intern,
tetapi juga oleh prasarana yang diciptakan negara Roma. Melalui prasarana itu dan bahasa
budaya yang satu macam-macam gagasan dan ajaran dapat mengalir kian ke mari dan mermbat
ke mana-mana. Satu di antaranya ialah pandangan dan kepercayaan Kristen. Sejarah
kekristenan sebagian besar ditentukan oleh apa yang diciptakan orang Roma. Seandainya pada
zaman itu Roma tidak ada, orang tidak tahu bagaimana sejarah agama Kristen serta hal ihwalnya.
Tetapi pastilah sudah bahwa semuanya sangat bebeda dengan apa yang sesungguhnya menjadi
kenyataan.

b. Dari segi politis


Negara Roma seperti yang membayangi umat Kristen perdana dan karangan-karangan
Perjanjian Baru, merupakan ciptaan Kaisar Agustus (th. 20sM-14M). Nama lengkapnya: Gaius
Julius Caecar Octavianus Augustus. “Agustus” (=Mu’tabir) sebenarnya bukan nama, melainkan
gelar kehormatan. Pada masanya Yesus lahir (Luk 2:1). Pada zaman Augustus negara Roma
menjadi paling luas wilayahnya. Di sebelah selatan negaranya meliuti Afrika Utara, Mesir sampai
ke Etiopia. Di sebelah timur: Palestina, Siria, Asia depan sampai Armenia dan Laut Hitam. Di
sebelah Utara: Yunani, Bulgaria, Rumania, Yugoslavia, Austria, Jerman Barat. Di sebelah Barat:
Spanyol, Perancis, Inggris (separuh).
Betapa besar pun jasa Augustus, namun negara raksasa itu hasil sejarah yang panjang
dan rumit. Menurut kepercayaan orang Roma kota mereka sendiri didirikan pada thn 752sM.
Dengan banyak pasang surut dan kerusuhan kota itu meluaskan wilayahnya, baik melalui perang
maupun melalui persekutuan. Sekitar thn 275 sM. Roma menguasai seluruh Italia. Melalui
serangan perang dengan kota Kartago di Afrika Utara, Roma – antara thn 264-146 sM- merebut
Afrika Utara, Spanyol, Sisilia, Sardinia dan Korsika. Ini berarti: Bagian Barat Laut Tengah dikuasai
Roma. Antara thn 148-133sM Roma memperluas kekuasannya di bagian timur juga, yaitu dengan
menaklukkan Yunani dan Asia Depan. Sesudahnya langkah demi langkah kekuasaan Roma
mencaplok Perancis, Jerman dan Inggris di sebelah barat dan kawasan timur Tengah yang masih
bebas. Kaisar Augustus membulatkan keseluruhan itu, terutama dengan memasukkan Mesir ke
dalam negara Roma (pada thn 31 sM).
Tata negara negeri raksasa itu serba berbelit dan sukar digariskan. Penguasa teringgi di
Roma (yang biasanya di sebut kaisar, nama keluarga pendahulu Agustus) menghindarkan gelar
“raja”. Mengingat zaman republik dahulu mereka menerima gelar “princeps”, berarti: (warga
negara) yang utama. Jabatan itu tidak menjadi warisan turun-temurun, meskipun beberapa kaisar
mencoba menjadikannya warisan. Kedudukan kaisar sebenarnya bertumpu pada tentara.
Tentara itulah yang menentukan siapa menjabat kaisar, semua bekas panglima. Akibatnya
jabatan itu kerap kali menjadi rebutan antara para panglima tentara.
Di bawah kaisar dan sebagian di sampingnya ada suatu dewan pemerintah yang di sebut
“senatus”. Jumlah anggota 600, dari keluarga terkemuka dan paling kaya di Roma. Kemudian
ada sejumlah “ksatria”, yang berjumlah 2000. Dari mereka datanglah pegawai-pegawai negeri
tetinggi dan perwira tinggi negara.
Negara raksasa itu membutuhkan tentara besar yang terlatih baik dan terus siap siaga.
Tentara itu langsung di bawah kaisar sendiri. Tentara itu terdiri atas 25-20 “legiun” (resimen).
Tiap-tiap legiun mencakup (kalau lengkap) sebanyak 6000 orang. Ini “tentara inti”. Sebab tiap-
tiap legiun mempunai balabantuan yang sama jumlahnya dan yang diambil dari bangsa-bangsa
lain (setempat). Tentara besar itu perlu untuk mengendalikan negara raksasa yang jumlah
penduduknya antara 50.000.000 dan 100.000.000, menurut perkiraan para ahli. Di Roma saja
sudah ada sekitar 1.000.000.
Dari pusat negara, ibukota Roma, terbentang jaringan pemerintahan rangkap dua.
Terutama daerah perbatasan (seperti Palestina) langsung di bawah kaisar yang diwakili seorang
“procurator” (wali negeri). Daerah-daerah lain, yaitu yang terletak lebih ke dalam, kangsung di
bawah senatus yang di wakili seorang “proconsul” (gubernur). Tetapi ada juga daerah yang tidak
langsung diperintah oleh Roma dan pegawai-pegawainya, tetapi oleh penguasa-penguasa
setempat (entah apa gelarnya, misalnya: raja). Itu terjadi apabila penguasa setempat dengan rela
(atau terpaksa) masuk persekutan dengan Roma dan menaklukkan diri. Maka penguasa-
penguasa itu dibiarkan saja dalam kedudukannya, meskipun dalam ketergantungan pada Roma.
Begitulah terjadi di Palestina dengan Herodes Agung serta keturunannya.
Tetapi masih ada tingkat pemerintahan lain lagi, yaitu kota (yang diakui demikian).
Dengan mengambil alih tata masyarakat Yunani dahulu negara Roma, khususnya di bagian timur
negeri, bertumpu pada “kota –kota. Kota-kota yang bergaya Yunani itu sebagian besar swadaya
dan swatantra dengan otonomi yang luas sekali. Kota-kota itu mencakup kota sendiri serta
wilayah di sekitarnya yang agak luas. Daerah pedalaman tidak banyak artinya dan dianggap milik
negara saja.
Pemerintah kota Yunani terdiri atas beberapa tingkat. Puncaknya suatu dewan (boule)
warga kota terkemuka. Kemudian ada “rakyat” (demos), berarti: laki-laki dewasa kota merdeka
yang pribumi. Orang asing dan budak tidak mempunyai hak apa pun di bidang kenegaraan.
Rakyat itu turut berbicara dalam suatu pertemuan yang disebut “ekselesia”. Pelaksana keputusan
yang diambil dewan tersebut atau pertemuan “rakyat” dipilih dan ditunjuk oleh pemerintah kota.
Pegawai itu dapat orang asing atau budak.
Tentu saja di kota-kota selalu ada juga seorang wakil raja atau kaisar. Ia pun mempunyai
pegawai-pegawainya. Seberapa jauh pemerintah kota sungguh berdaulat tergantung pada sikap
dan kemauan kaisar dan raja. Pemerintah pusat dapat juga mencabut seluruh otonomi (sebagai
hukuman).
Tata hukum negara Roma membedakan tiga macam kota. Kota yang kena pajak, kota
yang bebas pajak dan kota yang disamakan dengan Roma. Kota terakhir ini biasanya didiami
oleh veteran tentara, prajurit aktif dan warga kota Roma yang dengan salah satu alasan dibuang
ke daerah. (tata pemerintah kota ini serupa dengan yang di Roma). Tetapi kendati perbedaan
menurut hukum tersebut semua kota menikmati otonomi yang agak besar pemerintahannya
sendiri.

c. Dari segi sosio-budaya

Negara Roma yang mencakup segala macam daerah, iklim, suku bangsa, bahasa dan
kebudayaan tidak hanya dipersatukan oleh tata negara dan tata hukumnya, tetapi juga oleh
kebudayaan Yunani. Alexander Agung (336-323sM) mulai membawa kebudayaan Yunani (yang
oleh daerah Alexander, Makedonia, diambil alih dari kota Atena serta taklukannya) ke luar negeri
Yunani, yaitu Asia Depan, Siria, Palestina dan Mesir. Tempat berpijak kebudayaan itu ialah kota
yang bergaya Yunani, yang dibangun Alexander (misalnya: Alexandria di Mesir) serta pengganti-
penggantinya. Tetapi terutama sejak negara Roma kuat kuasa kebudayaan itu tersebar kemana-
mana, terutama di seluruh bagian timur negara itu. Kota Roma sendiri tidak terluput. Benar
ucapan yang menjadi semacam peribahasa ini: Tentara Roma merebut Yunani, tetapi
kebudayaan Yunani mengalahkan Roma. Sebab setelah Roma secara militer menduduki negara
Yunani dan Asia Depan, kota Roma kebanjiran segalam macam “ahli” dan petualang Yunani.
Pengaruhnya sampai begitu jauh, sehingga pada zaman Perjanjian Baru bahasa Latin di Roma
sendiri terdesak oleh bahasa Yunani sebagai bahasa orang yang berpendidikan. Bahasa Latin
menjadi bahasa rakyat jelata, bahasa administrasi serta bahasa segelintir sastrawan. Orang
terdidik di Roma sebenarnya mesti menguasai dua bahasa.
Proses pengyunanian tersebut memang membutuhkan ratusan tahun. Tetapi
perkembangan itu tidak terbendung dan tahan lama. Dan benar juga, kebudayaan Yunani
mempunyai keunggulan yang sukar ditandingi kebudayaan lain yang bertemu dengannya.
Misalnya: kebudayaan Yahudi (Semit) yang sangat kuat dan bersifat keagamaan akhirnya mati
mengalah.demikian pun halnya dengan kebudayaan Mesir yang tua sekali. Pada zaman
Perjanjian Baru kebudayaan Yunani menjadi kebudayaan kalangan atas di Mesir seluruhnya.
Begitu pun di Palestina kebudayaan itu tersebar luas, terutama di kalangan atas. Dan apa yang
dewasa ini disebut “peradaban barat” sebagian besar lanjutan dari kebudayaan Yunani yang
tersebar di negara Roma. Kebudayaan setempat yang bermacam-macam di negara Roma hanya
bertahan sebagai “adat kebiasaan setempat” di bawah payung kebudayaan Yunani.
Kebudayaan-kebudayaan lain tidak berkaembang lagi.
Daya tarik dan keunggulan kebudayann Yunani terutama menghanyutkan penduduk kota,
teristimewa kalangan atas. Lama-kelamaan “berpendidikan Yunani” menjadi prasyarat untuk
”maju” di bidang politik, sosial dan ekonomi. Tanpa pendidikan itu orang tidak dapat dengan
leluasa bergerak dalam negara Roma yang luas membentang. Orang tidak dapat berdagang,
menjadi pegawai negeri atau mendapat pangkat dalam tentara kalau tidak tahu (sedikit banyak)
bahasa Yunani. Sebaliknya penduduk pedalaman, di luar kota serta wilayah di sekitarnya, hampir
saja tidak tersentuh oleh kebudayaan Yunani. Biasanya penduduk daerah langka, kecuali di
beberapa wilayah, seperti Mesir dan Palestina. Rakyat pedalaman itulah yang meneruskan
kebudayaan pribumi. Kemudian suatu “pembaharuan/kelahiran kembli” kebudayaan pribumi
berpangkal pada daerah.
Bahasa yang dipakai peradaban Yunani ialah bahasa Yunani. Pada zaman Perjanjian
Baru bahasa itu sudah lama menjadi bahasa internasional yang dapat dipakai oleh semua orang
yang berpendidikan sedikit. Bahasa “umum” ada berbagai tingkatnya. Para sastrawan dan
ilmuwan memakai bahasa Yunani yang “halus” dan baik, sering kali mau meniru sedikit bahasa
Yunani kuno, yang “asli”. Nyatanya bahasa itu toh mengalami perkembangan. Orang “biasa”
untuk keperluan sehari-hari memakai bahasa Yunani kurang murni dan malah kasar. Bahasa
Yunani sederhana itu sangat terpengaruh oleh bahasa daerah dan kurang ambil pusing tentang
tata bahasa dan kata-kata tepat.
Bahasa Yunani di wilayah negara Roma boleh dibandingkan dengan bahasa Indonesia di
negara Republik Indonesia. Bahasa itu bisa dipakai di mana-mana dan dimengerti oleh semua
orang yang pernah bersekolah. Tetapi di tiap-tiap daerah bahasa itu terpengaruh oleh logat
setempat. Dan rakyat biasa tidak ambil pusing tentang tata bahasa yang baik atau kata-kata yang
tepat. Asal dimengerti seperlunya. Lebih kurang sama kedudukan bahasa Inggris dewasa ini di
bagian besar dunia. Banyak orang “biasa” tahu sedikit banyak bahasa Inggris yang menjadi
semacam simbol status dan kemajuan.
Bahasa Yunani itulah yang menjadi saluran bagi pandangan hidup dan pemikiran khas
Yunani. Pagar yang biasanya dipasang oleh perbedaan bahasa dibongkar bahasa Yunani.
Dengan alat komunikasi itu macam-macam aliran dalam filsafat dan agama dapat merambat ke
mana-mana dengan cukup cepat. Perlu diingat bahwa tidak hanya gama Kristen disebarluas-kan
melalui bahasa Yunani itu. Di samping agama Kristen ada berbagai aliran yang memakai sarana
yang sama.

d. Dari segi sosio-ekonomis

Negara Roma dan kebudayaan Yunani-Romawi berusat di kota. Karena iu tata


ekonominya pun bertumpu pada kota. Pedalaman – tanah di luar kota – dasarnya milik negara.
Tetapi tanah yang di kelolah, tanah pertanian, umumnya di tangan segelintir tuan tanah yang
kerap kali sekaligus memegang salah satu jabatan negara atau kota. Mereka sendiri tetap tinggal
di kota. Tanahnya diawasi oleh seorang “bendahara” atau pengurus dan dikerjakan oleh budak
atau buruh. Boleh jadi disewakan kepada petani merdeka.
Pertanian di beberapa daerah cukup maju. Kota-kota besar yang tersebar di seluruh
wilayah negara Roma membutuhkan banyak bahan makan, yang persediaannya mesti terjamin.
Roma sendiri misalnya mendatangkan bahan makan tidak hanya dari pedalaman Italia tetapi
terutama dari Mesir. Tetapi kendati pertanian yang cukup baik, negeri berulang kali dilanda
kelaparan. Misalnya pada zaman pemerintahan Kaisar Klaudius (Kis 11:28).
Tambang-tambang yang menghasilkan berbagai macam logam, misalnya di negeri
Spanyol, sudah beroperasi dengan cukup efisien. Pertambangan umumnya di tangan negara dan
dikelolah oleh budak negara, tawanan perang atau orang hukuman.
Pertukangan dan industri, baik industri kecil di rumah maupun industri lebih besar, tentu
saja terdapat di kota-kota. Pertukangan dan industri ditangani oleh usahawan kecil-besar. Mereka
orang merdeka, warga kota, orang bekas budak yang dimerdekakan atau membeli
kemerdekaannya, kaum buruh dan budak-budak yang dipekerjakan oleh majikan besar kecil.
Kaum buruh dan orang yang dimerdekakan kadang-kadang membentuk semacam serikat untuk
saling mendukung dan menyediakan modal yang perlu.
Perdagangan antarkota dan antardaerah sangat luas. Kota-kota besar memang pelahap
yang rakus sekali. Mereka memerlukan segala macam barang, dari barang sederhana sampai
dengan yang paling mewah dan langka. Perdagangan itu malah menyangkut luar negeri, sampai
dengan India dan Cina. Perdagangan itu dapat cukup lancar berkat adanya jaringan jalan raya
yang cukup baik dan terpelihara dan berkat pelayaran ramai di Laut Tengah dan pantai Eropa
Barat. Negara Roma sudah membersihkan laut dari bajak dan menjamin keamanan atas dasar
pertimbangan militer dan ekonomis (persedian bagi Roma mesti lancar dan terjamin).
Guna menjalankan roda pemerintahan dan perdagangan diperlukan suatu sistem
keuangan yang lancar. Meskipun setiap daerah dan malah setiap kota dapat mencetak mata
uangnya sendiri, namun di seluruh wilayah kekuasaan Roma belaku mata uang yang dicetak oeh
pemerintah pusat. Mata dasar ialah “denarius” (perak). Uang negara itu terbukti sangat mantap
dan stabil. Selama l.k. 200 tahun tidak ada inflasi yang berarti. Mata uang pemerintah pusat
sekaligus alat propaganda. Sebab tertera padanya gambar dan nama kaisar yang sedang
menjabat dan juga peristiwa-peristiwa yang penting. Mata uang pada zaman itu memegang
peranan yang dewasa ini dipegang oleh prangko. Sehubungan dengan peredaran uang itu
tercipta juga sistem perbankan.
Masyarakat Romawi-Yunani terdiri atas beberapa “kelas sosial” yang dengan tegas
terpisah. Kelas-kelas itu kadang-kadang bentrokan, sehingga kerusuhan sosial tidak jarang
terjadi. Ada perbedaan tegas antara mereka yang mempunyai kewarganegaraan Roma (kota)
dan yang tidak mempunyai kedudukan itu dan hak khusus yang bersangkutan. Jumlah warga
negara Roma selalu agak terbatas. Pada zaman Perjanjian Baru jumlahnya sudah diperluas,
sehingga tidak hanya mencakup warga kota Roma yang pribumi dan merdeka. Tetapi jumlahnya
tidak melebihi 5.000.000 orang di seluruh kawasan negara Roma. Karena itu dapat dipahami
bahwa kewarganegaraan itu dibanggakan dan dicari serta dibeli dengan mahal (bdk. Kis 22: 25-
28). Begitu juga ada perbedaan tajam antara mereka yang berpendidikan Yunani dan yang tidak
ber-pendidikan dan berbahasa Yunani. Yang terahir ini disebut “berbaroi” (biadab) dan dianggap
rendah. Akhirnya ada perbedaan tegas antara orang merdeka, orang yang dimerdekakan dan
budak.
Lapisan teratas dalam kota Yunani-Romawi ialah sejumlah kecil pejabat (yang selalu
diambil dari kelompok yang sama) yang berkuasa, tuan-tuan tanah dan pedagang serta
usahawan besar. Merekalah yang mempunyai baik kekuasaan maupun kekayaan. Golongan
kecil itu serentak agak tertutup. Sukar dimasuki orang luar. Tentu saja di bawah pengawasan
pemerintah pusat serta wakil-wakilnya di daerah.
Di bawah lapisan teratas itu ada golongan kedua, ialah orang merdeka yang warga kota
penuh. Mereka mencari nafkahnya sebagai pegawai-pegawai kecil, tukang, usahawan kecil,
buruh dan – sedikit – petani. Tetapi lapisan itu lama-kelamaan menjadi semakin kecil. Akibat
tekanan ekonomi dan pengangguran tidak sedikit di antaranya menjadi budak atau mengikat diri
kepada orang kaya, sehingga menjadi setengah budak yang tergantung sama sekali pada
majikaannya. Tidak sedikit di antaranya pun jatuh miskin menjadi penjahat dan perampok.
Keadaan ekonomi orang merdeka macam iu tidak jarang lebih lemah dan buruk daripada lapisan-
lapisan masyarakat yang menurut tata masyarakat Yunani-Romawi lebih rendah. Kerusuhan
sosial biasanya justru timbul di antara orang merdeka warga kota yang jatuh miskin.
Ada juga sejumlah besar bekas budak, ialah mereka yang diberi kemerdekaan oleh
majikannya atau membelinya. Mereka memang benar-benar merdeka, dapat menjadi warga kota
dan warga negara Roma. Tetapi kerap kali mereka merasa diri tetep terikat pada bekas majikan
serta keluarganya. Mereka tetap merelakan jasa dan sumbangannya. Sebaliknya juga: bekas
majikan serta keluarganya merasa diri wajib melindungi dan mendukung bekas budaknya.
Lapisan yang menurut tata hukum paling bawah ialah budak. Menurut tata hukum mereka
tidak mempunyai hak apa pun dan dianggap barang milik majikannya. Hanya ada sedikit undang-
undang yang melindungi budak terhadap kesewenang-wenangan majikan. Budak-budak secara
resmi diperdagangkan di pasar dan ada perusahan khusus untuk itu. Mereka dijual-belikan
seolah-olah barang saja.
Ada berbagai caranya orang dapat menjadi budak. Tawanan perang semua menjadi
budak. Dipekerjakan dalam perusahan negara atau dijual di pasar. Orang berutang yang tidak
mampu melunasinya menjual dirinya sebagai budak atau dijadikan budak. Orang yang lahir dari
ibu-budak dengan sendirinya menjadi budak juga, meskipun misalnya ayahnya majikan ibunya.
Jumlah budak di dunia Yahudi-Romawi besar sekali. Diperkirakan bahwa mereka menjadi
sepertiga dari jumlah seluruh penduduk negeri atau paling tidak seperlima. Ada orang (apalagi
negara) yang mempunyai ribuan budak. Keluarga kaisar di Roma misalnya pernah mempunyai
sampai sebanyak 20.000 budak. Suatu keluarga dari kelas menengah memiliki sekitar delapan
budak.
Perbudakan pada zaman Perjanjian Baru umum diterima. Jarang muncul orang yang
memrotes keadaan itu. Sebagian besar tata ekonomi sebenarnya tergantung pada perbudakan.
Sebab dari situ datanglah tenaga kerja guna menjalankan roda ekonomi. Adakalanya ada
persaingan tajam antara tukang, buruh dan pegawai merdeka dengan para budak. Sebab kerja
para budak yang murah menurunkan harga barang, sehingga orang merdeka tidak dapat
bersaing lagi di pasar.
Keadaan para budak di dunia Yunani-Romawi jangan dibandingkan begitu saja dengan
nasib budak negro di Amerika Utara dan Selatan pada abad ke-17-18 Masehi; perbudakan di
bawah pengelolaan orang Kristen jauh lebih jelek daripada di bawah orang Yunani-Romawi.
Keadaan nyata memang banyak ditentukan oleh sikap dan watak si majikan. Budak negara yang
dipekerjakan di pertambangan, pembangunan negara dan perkebunan negara serta budak yang
mengolah tanah tuan-tuan tanah di luar kota memang kerap kali malang benar. Tetapi
kebanyakan budak bekerja sebagai pembantu rumah tangga, di bengkel, toko dan perusahaan
kecil. Keadaan dan nasib budak itu kerap kali lebih baik daripada buruh dan tukang merdeka.
Para budak (sama seperti orang asing) tentu saja tidak mempunyai hak politis. Tetapi
dengan seizin pemerintah mereka dapat membentuk serikat untuk melayani kebutuhan sosial
dan keagamaan. Terutama mereka membentuk serikat penguburan. Serikat-serikat macam itu
mengurus perkuburan dan upacara-upacara yang bersangkutan. Seorang budak dapat
memegang jabatan penting sekali dalam rumah tangga majikannya, perusahaan, administrasi
kota dan negara. Keahlian para budak (kedokteran, teknik, seni rupa, kesusasteraan, pendidikan
dan sebagainya) sungguh-sungguh dimanfaatkan. Dan keahlian itu menjamin kedudukan yang
cukup penting. Mereka tetap tergantung pada majikannya, tetapi tidak cukup penting. Mereka
tetap tergantung pada majikannya, tetapi tidak jarang majikan nyatanya tergantung pada budak-
budaknya. Mengingat kedudukan budak semacam itu tidak mengherankan mereka sendiri
mempunyai budak-budak!

Anda mungkin juga menyukai