OLEH :
NIM : 2016-21-187
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PATTIMURA
2022
Pengertian Hukum Perburuan dan Ketenagakerjaan
Hukum Ketenagakerjaan dalam segi apapun dan bidang manapun hukum selalu ikut berperan
aktif. Selain hukum sebagai aturan, hukum juga berperan sebagai perlindungan.
Di dalam pemahaman hukum ketenagakerjaan yang ada dapat diketahui adanya unsur-unsur
hukum ketenagakerjaan, meliputi :
3. Adanya tingkatan pekerjaan, yang pada akhirnya akan diperolah balas jasa.
4. Mengatur perlindungan pekerja/ buruh, meliputi masalah keadaan sakit, haid, hamil,
melahirkan, keberadaan organisasi pekerja/ buruh dsb
Dari uraian di atas perlu diketahui bahwa beberapa ahli mengungkapkan pendapatnya mengenai
pengertian dari hukum ketenagakerjaan meliputi:
1. Menurut Molenaar, hukum perburuhan adalah bagian hukum yang berlaku, yang
pokoknya mengatur hubungan antara tenaga kerja dan pengusaha, antara tenaga kerja dan
tenaga kerja.
2. Menurut Mok, hukum perburuan adalah hukum yang berkenaan dengan pekerjaan yang
dilakukan oleh swapekerja yang melakukan pekerjaan atas tanggung jawab dan risiko
sendiri.
Menurut Logemann, ruang lingkup suatu hukum perburuan ialah suatu keadaan dimana
berlakunya hukum itu sendiri. Menurut teori yang dijelaskan beliau ada empat ruang lingkup
yang dapat dijabarkan dibawah ini, meliputi :
Dalam lingkup laku pribadi memiliki kaitannya dengan siapa atau dengan apa kaidah hukum
tersebut berlaku. Siapa-siapa saja yang dibatasi oleh hukum tersebut, meliputi :
I. Buruh/ Pekerja
II. Pengusaha/ Majikan
III. Penguasa (Pemerintah)
Disini ditunjukkan kapan sutu peristiwa tertentu diatur oleh suatu hukum yang berlaku.
3. Lingkup Laku Menurut Wilayah (Ruimtegebied)
Lingkup laku menurut wilayah berkaitan dengan terjadinya suatu peristiwa hukum yang di beri
batas – batas / dibatasi oleh kaedah hukum.
Secara yuridis buruh/tenaga kerja memang bebas memilih dan menentukan nasibnya, bebas
memilih dan menentukan pekerjaan yang disukainya. Hal ini dapat dipahami karena prinsip di
negara kita adalah : “tidak seorangpun boleh diperbudak, diperulur dan diperhamba”.
Perbudakan dan perhambaan merupakan perbuatan yang melanggar hak asasi manusia. Namun
secara sosiologis/kemasyarakatan buruh/tenaga kerja merupa-kan orang yang tidak bebas, karena
ia terpaksa bekerja dan mengikuti majikannya/pengusahanya di mana ia berada.
Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia merupakan tenaga kerja yang tidak mempunyai bekal
hidup yang berupa keahlian dan ketrampilan, selain tenaganya. Majikan/pengusaha yang pada
dasarnya menentukan syarat-syarat kerja bahkan dapat dikatakan pengusahalah yang
menentukan hidup dan matinya tenaga kerja. Dalam prakteknya baik secara jasmaniah dan
rohaniah tenaga kerja merupakan pihak yang tidak bebas.
Untuk melindungi tenaga kerja yang demikian tadi ada perlindungan yang diterapkan dengan
cara :
b. Menetapkan peraturan yang dibuat oleh pengusaha bersamasama dengan Serikat Pekerja yang
disebut Perjanjian Kerja Bersama/PKB.
c. Menetapkan peraturan yang dibuat oleh pengusaha yang disebut peraturan perusahaan yang
bersifat otonoom.
Dalam hal ini peraturan jenis kedua dan ketiga tidak boleh bertentangan dengan jenis pertama.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sifat hukum ketenaga-kerjaan adalah :
1. Melindungi pihak yang lemah dan menempatkan mereka pada kedudukan yang layak bagi
kemanusiaan.
2. Untuk mendapatkan keadaan sosial dalam lapangan perburuhan atau ketenagakerjaan yang
pelaksanaannya diselenggarakan dengan jalan melindungi tenaga kerja terhadap kekuasaan
pengusaha yang tidak terbatas.
Dalam hal pemaknaan sumber hukum maka ada beberapa sumber hukum perburuhan yang bisa
dijadikan rujukan dalam mengkaji persoalan perburuhan di Indonesia,yakni Undang-Undang dan
Peraturan lainnya, Kebiasaan, Yurisprudensi/Putusan hubungan industrial, Perjanjian, dan
Traktat.
Di atas sudah dijelaskan Indonesia menganut tradisi civil law, di mana keputusan legilsatif
menjadi produk hukum utamanya ketimbang yang lainn artinya Undang-undangmenjadi sumber
hukum utama dalam hukum perburuhan. Sedangkan makna peraturanlainnya adalah peraturan-
peraturan yang kedudukannya lebih rendah daripada undang-undang termasuk di dalamnya
adalah peraturan pemerintah, keputusan presiden, peraturanatau keputusan instansi lain dalam
bida perburuhan dan lain sebagainya sesuai dengan tingkatan herarki peraturan perundang-
undangan.
2. Kebiasaan
Kebiasaan (customary law) merupakan perilaku terus menerus dan dilakukan secara berulang-
ulang, sehingga perilaku yang berulang-ulang itu bisa menjadi hukum bagi para pihak yang
terkait yang terikat untuk melaksanakannya. Satu kali dilakukan dan dijadikandasar pemberian
hak kepada buruh,akan dijadikan acuan untuk selanjutnya, kecuali adaalasan-alasan yang dapat
diajukan untuk tidak melaksanakannya asalkan dibuat perjanjian/persetujuan dari pihak
buruh/pekerja. Misalnya: Pemberian bonus diakhir tahun. Jellinek juga mengungkapkan bahwa
perbuatan yang diulang secara terus menerus itu bisamempunyai kekuatan normative (die
normatieve karft des factischen) tentu hal ini dilakukankarena adanya sebab yang patut dan tidak
bertentangan dengan hukum lainnya. Kebiasaan menjadi penting dalam hukum perburuhan
karena disebabkan oleh dua hal, yakni :
• Perekembangan masalah : masalah perburuhan jauh lebih cepat dari perundang-undangan yang
ada.
• Banyak peraturan yang dibuat zaman Hindia Belanda yang tidak sesuai lagi dengankeadaan
ketenagakerjaan setelah Indonesia merdeka.
3. Yurisprudensi/Putusan pengadilan hubungan Industrial
Sudikno memberikan arti yurisprudensi itu sebagai peradilan pada umumnya (juricature
rechtpraak) yang mempunyai makna yaitu pelaksanaan hukum dalam halkonkret terhadap
tuntutan hak yang dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dandiadakan oleh suatu
negara, serta bebas dari pengaruh apa atau siapa pun dengan caramemberikan putusan yang
bersifat mengikat dan berwibawa. Walaupun demikian, Sudikno menerima bahwa yurisprudensi
dapat pula berarti ajaran hukum atau doktrin yang dimuatdalam putusan. Yurisprudensi juga
dapat berarti putusan pengadilan.Meskipun Sudikno mengatakan yang dimaksud dengan putusan
pengadilan tetapi tidaksecara teks dimaknai dengan lembaga peradilan (judikatif) tetapi juga bisa
dimaknailembaga yang diberikan kewenangan untuk membuat putusan terkait dengan sengketa
perburuhan. Seperti halnya putusan arbitrasi yang tertuang dalam pasal 49 Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Indistrial. Perlu diketahui
arbitrasi bukanlah lembaga peradilan yang masuk dalam ranah judikatif namunmempunyai
kewenangan untuk menyelesaiakan perselisihan kepentingan, dan perselisihanantar serikat
pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial
melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untukmenyerahkan penyelesaian
perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final
4. Perjanjian/Traktat
Bagi ahli hukum perburuhan Imam Soepomo mengaskan perjanjian perburuhan mempunyai
hukum seperti undang-undang. Dalam perjanjian ada asas pacta sunt servanda yakni perjanian
merupakan undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.Pengaturan mengenai asas pacta
sunt servanda diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) dan (2) KUPer yaitu :
• Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya;
• Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak,atau
karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang.
Di atas adalah perjanjian yang bersifat keperdataan (individu), dalam hal kaitannya perjanjian
antar negara itu ada konvensi atau Perjanjian internasional juga bisa dijadikansumber hukum
namun belum tentu perjanjian tersebut diiberlakukan di Indonesia kalau belum diratifikasi oleh
Indonesia sendiri. Jadi pengesahan suatu oerjanjian internasional oleh pemerintah Indonesia
dilakukan sepanjang dipersyaratkan oleh perjanjian internasional tersebut dilakukan melalui
Undang-undang.
Revolusi industri di Inggris yang kemudian berpuncak di Prancis merupakan suatu atau
perubahan yang besar bagaimana cara manusia berproduksi akibat dari ditemukannya mesin-
mesin produksi (terutama penemuan mesin uap) yang sangat efisien dalam proses produksi.
Mesin-mesin produksi secara signifikan menggeser peran tenaga manusia dalam proses produksi,
sehingga kehidupan pekerja/buruh sangat menyedihkan; upah murah, waktu kerja panjang,
belum adanya perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, tanpa jaminan sosial. Situasi ini
menumbuhkan kesenjangan sosial dan ekonomi antara pekerja/buruh dengan pemilik modal yang
semakin lebar. Timbul pemikiran dan gagasan untuk membangun hubungan industrial yang lebih
manusiawi dan berkeadilan melalui peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan (Hukum
Perburuhan) Dari waktu ke waktu peraturan perundang-undangan berkembang menjadi lebih
baik sehingga menciptakan hubungan industrial yang berkeadilan Pemahaman suatu kontrak
(1890-an) tsb terus berlanjut dan menurun dalam pengaruhnya, karena para pekerja “tidak lagi
merasa dirinya secara moral terikat” untuk menghargai kontrak.
Suatu perjanjian itu sendiri sejauh ini tidak relevan karena hal itu berdampak pada pengaruh
ekonomi dari perkerja secara individu. Sebenarnya sejak tahun 1870-an terjadi kontrak/
bertikaian perburuhan, karena pengaruh ekonomi, para kaum buruh tidak pernah diikutkan dalam
perjanjian sedangkan kalangan majikan (pengusaha) mempunyai kekuasaan tidak terbatas untuk
menentukan putusan selebihnya berada di tangan Pemerintah. Setelah kaum buruh mempunyai
senjata ampuh yaitu mogok 37 karena memiliki organisasi kuat besar (banyak anggota) sehingga
pengusaha mengandalkan perlindungan peradilan selama tahun 1880-an. Pemahaman suatu
kontrak (1890-an) tsb terus berlanjut dan menurun dalam pengaruhnya, karena para pekerja
“tidak lagi merasa dirinya secara moral terikat” untuk menghargai kontrak. Suatu perjanjian itu
sendiri sejauh ini tidak relevan karena hal itu berdampak pada pengaruh ekonomi dari perkerja
secara individu. Dari perjuangan ketiga pemimpin buruh di USA pada tahun 1870-1890 yang
dihukum mati 1 Mei 1890 oleh pemerintah Amerika Serikat. Pada hari eksekuti (1 Mei 1890
tsb), kemudian perjuangan pemimpin buruh telah dilanjutkan oleh para isterinya, maka dijadikan
setiap tanggal; “1 Mei” sebagai Hari Buruh Dunia, atau “May Day”.
Umur ILO Sudah 94 tahun bila dihitungan pada tahun 2013, dan Indonesia masuk anggota ILO
sejak 1970, juga Indonesia negara pertama di Asia dan urut ke-5 di dunia yang telah merativikasi
konvensi ILO. Perayaan Hari Buruh pada 1 Mei 2013 di Jakarta, diharapkan kaum buruh tidak
anarkis dalam memperingati Hari Buruh. Antisipasi dari pihak Polisi disiagakan 7.000 personil
yang dibantu TNI dilakukan mulai titik kumpul buruh, tempat orasi hingga membubarkan diri
buruh. Pada perayaan Hari Buruh (1 Mei 2013), kalangan kaum buruh mengajukan tuntutan
(Kompas, 25 April 2013: 27) yaitu; 1. Penghapusan sistem kerja kontrak atau outsourcing. 2.
Pemberian upah buruh layak. 3. Pemerintah revisi Permenakertran No. 13 Tahun 2012 terutama
60 item KHL (Kebutuhan Hidup Layak) menjadi 82.
PERJANJIAN KERJA
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 angka 14, Perjanjian Kerja adalah suatu
perjanjian antara pekerja dan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak
dan kewajiban kedua belah pihak.
Sedangkan menurut Subekti, perjanjian kerja memiliki definisi “Perjanjian antara seorang buruh
dan majikan, yang ditandai dengan ciri-ciri adanya upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan
adanya suatu hubungan di peratas, yaitu hubungan berdasarkan pihak satu (majikan) yang berhak
memberikan perintah-perintah yang harus ditaati oleh pihak lain (buruh)”.
Perjanjian kerja dapat dilakukan dengan dua cara, yakni secara lisan antara pekerja dan
pengusaha, dan secara tertulis yaitu melalui surat perjanjian yang ditandatangani kedua belah
pihak. Sebagai bagian dari perjanjian pada umumnya, perjanjian kerja harus memenuhi syarat
sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPer). Ketentuan ini juga tertuang dalam pasal 52 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa perjanjian kerja dibuat atas dasar :
4. Pekerjaan yang dijanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.