Anda di halaman 1dari 18

Ketua:

Aldy Yeyutama (1930106010033)

KETENAGA Anggota Kelompok:


Aurina (193020601043)
Daniel Anggara Putra (193010601006)

KERJAAN Feka Aprilia Dewi (193020601054)


I Wayan Wira Setiawan (193010601004)
Putri Tionida Purba (193020601050)
Rasmi Selvina Br. Zebua (193010601041)
Sonia Febriana (193010601028)
Zulfani Muhendri (193010601021)
A.PENGERTIAN HUKUM
KETENAGAKERJAAN

PENGERTIAN KETENAGAKERJAAN
Ketenagakerjaan adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan
setelah selesai masa hubungan kerja, baik pada pekerjaan
yang menghasilkan barang maupun pekerjaan berupa. Dari
aspek hukum ketenagakerjaan merupakan bidang hukum
privat yang memiliki aspek publik, karena meskipun
hubungan kerja dibuat berdasarkan kebebasan para pihak,
namun terdapat sejumlah ketentuan yang WAJIB tunduk
pada ketentuan pemerintah dalam artian hukum publik.
PENGERTIAN HUKUM KETENAGAKERJAAN

Berdasarkan Undang-Undang No.13 Tahun


2013 tentang ketenagakerjaan dijelaskan
bahwa Ketenagakerjaan adalah segala sesuatu
yang berkaitan dengan tenaga kerja baik pada
waktu sebelum, selama dan sesudah masa
kerja. Peraturan tersebut dilandasi dengan
tujuan sebagai berikut:

1. Memberdayakan dan mendayagunakan


tenaga kerja secara optimal dan manusiawi
2. Mewujudkan pemerataan kesempatan
kerja dan penyediaan tenaga kerja yang
sesuai dengan kebutuhan pembangunan
nasional dan daerah
3. Memberikan pelindungan kepada tenaga
kerja dalam mewujudkan kesejahteraan
4. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja
dan keluarganya
B.Kedudukan Hukum
Ketenagakerjaan

dalam sistem Hukum Di Indonesia Pada awalnya hubungan


kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh hanya
menyangkut kepentingan perdata. Namun, saat terjadinya
perselisihan di antara mereka maka pemerintah
dibutuhkan untuk mengintervensi hal-hal ketenagakerjan
yang terkait dengan hukum publik, baik dalam aspek
hukum tata usaha negara maupun hukum pidana.
Kedudukan hukum ketenagakerjaan memiliki keterkaitan
dengan aspek hukum perdata, aspek hukum tata usaha
negara, dan aspek hukum pidana.
DALAM HUKUM PERDATA

Hukum ketenagakerjaan di bidang hukum perdata pada hakikatnya


yang memegang peranan penting di dalam hubungan industrial
adalah pihak pihaknya, yaitu buruh dan majikan saja. Hubungan
antara pengusaha dan pekerja didasarkan pada hubungan hukum
privat. Hubungan itu didasarkan pada hukum perikatan yang
menjadi bagian dari hukum perdata. Pemerintah hanya berlaku
sebagai pengawas atau lebih tepatnya dapat menjalankan fungsi
fasilitator apabila ternyata dalam pelaksanaan muncul suatu
perselisihan yang tidak dapat mereka selesaikan. Selain itu, fungsi
pengawasan dari pemerintah dapat maksimal apabila secara
filosofis kedudukan pemerintah lebih tinggi dari yang diawasi
(buruh-majikan). Hal ini belum terlaksana karena pejabat
Kemennaker sebagai salah satu organ pemerintah yang
menjalankan fungsi pengawasan, secara ekonomi masih di bawah
majikan dan secara moral masih jauh dari ideal. Hal ini disebut
sebagai oknum Kemennaker.
DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan di Bidang Hukum Administrasi
Kedudukan hukum ketenagakerjaan di dalam hukum administrasi
yang diperhatikan ada dua hal, yaitu subjek hukum dalam
penyelenggaraan negara dan bagaimana peranannya. Subjek hukum
dalam penyelenggaraan negara menyangkut tiga hal, yaitu pejabat,
HUKUM lembaga, dan warga negara, Pejabat dalam hal ini adalah pejabat
negara yang tunduk pada ketentuan hukum administrasi.
KETENAGAK Peranannya berkaitan dengan menjalankan fungsi negara di dalam
pembuatan peraturan atau pemberian izin (bes-tuur), bagaimana
ERJAAN Negara melakukan pencegahan terhadap sesuatu hal yang dapat
terjadi (politie) dan bagaimana upaya hukumnya (rechtspraak).
Pemerintah sebagai penyelenggara negara di bidang
ketenagakerjaan harus dapat melaksanakan ketiga fungsi itu dengan
baik.
DALAM HUKUM PIDANA
Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan di Bidang Hukum
Pidana Kedudukan hukum perburuhan dalam hukum
pidana adalah pentingnya penerapan sanksi hukum bagi
pelanggar peraturan perundang-undangan. Terdapat asas
legalitas dalam hukum pidana, yaitu suatu perbuatan
dikatakan sebagai perbuatan melanggar hukum apabila
perbuatan sudah dituangkan dalam suatu undang-
undang. Penerapan sanksi harus mendasarkan pada ada
tidaknya kesalahan yang dibuktikan dengan adanya
hubungan kausal antara perbuatan dengan akibat
perampasan hak seseorang, oleh karena itu harus dibuat
secara demokratis. Bentuk peraturan yang mencerminkan
situasi demokratis adalah undang-undang atau peraturan
daerah karena dalam pembuatannya melibatkan suara
atau wakil rakyat yang duduk di DPR atau di DPRD.
KELOMPOK 1

Kedudukan hukum ketenagakerjaan di


dalam tata hukum Indonesia secara teoretis
dapat dipisahkan menjadi tiga bidang yaitu
perdata, administrasi, dan pidana. Dalam
praktiknya harus dijalankan secara
berhubungan satu sama lain. Hubungan
hukum yang dilakukan oleh pengusaha dan
pekerja didasarkan pada perjanjian kerja,
pengaturannya masuk lingkup hukum
perikatan yang menjadi bagian hukum
perdata. Selama proses pembuatan,
pelaksanaan, dan berakhirnya hubungan
kerja harus diawasi oleh pemerintah sebagai
konsekuensi menjalankan fungsi bestuur,
politie dan rechtpraak. Apabila selama
proses pembuatan, pelaksanaan, dan
berkahirnya hubungan kerja terdapat
pelanggaran hukum, maka dapat diterapkan
sanksi pidana yang menjadi kajian dalam
bidang hukum pidana
C. SUBJEK DAN OBJEK HUKUM
KELOMPOK 1

KETENAGAKERJAAN

SUBJEK HUKUM KETENAGAKERJAAN

Buruh/Pekerja
Istilah buruh sangat populer dalam dunia perburuhan/
ketenagakerjaan, selain istilah ini sudah dipergunakan
sejak lama bahkan mulai dari zaman penjajahan Belanda
juga karena peraturan perundang-undangan yang lama
(sebelum Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan) menggunakan istilah Buruh. Pada Zaman
penjajahan Belanda yang dimaksudkan dengan buruh
adalah pekerja kasar seperti kuli, tukang, mandor yang
melakukan pekerjaan kasar, orang- orang ini disebutnya
sebagai "Blue Collar". Sedangkan yang melakukan
pekerjaan di kantor pemerintah maupun swasta disebut
sebagai "Karyawan/Pegawai" (White Collar).
Pengusaha
Sebagaimana halnya dengan istilah buruh, istilah majikan
ini juga sangat populer karena perundang-undangan
sebelum Undang-Undang No. 13 Tahun 2003
menggunakan istilah majikan. Dalam Undang-Undang No.
22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan disebutkan bahwa Majikan adalah "orang
atau badan hukum yang mempekerjakan buruh". Sama
halnya dengan istilah Buruh, istilah Majikan juga kurang
sesuai dengan konsep Hubungan Industrial Pancasila
karena istilah majikan berkonotasi sebagai pihak yang
selalu berada di atas sebagai lawan atau kelompok
penekan dari buruh, padahal antara buruh dan majikan
secara yuridis merupakan mitra kerja yang mempunyai
kedudukan yang sama. Karena itu lebih tepat jika
menggunakan istilah Pengusaha. Sehubungan dengan hal
tersebut, perundang-undangan yang lahir kemudian
seperti Undang-Undang No. 3 Tahun 1992
Organisasi Kerja
Dalam dunia tenaga kerja, terdapat organisasi yang
dianggotai oleh para tenaga kerja yakni organisasi tenaga
kerja. Organisasi tenaga kerja adalah alat bagi buruh
untuk melindungi dan memperjuangkan kedudukannya
dalam perbaikan nasib. Pentingnya organisasi buruh
sesuai dengan undang-undang dasar sementara 1950
pasal 29 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak
mendirikan serikat dan masuk ke dalamnya untuk
melindungi dan memperjuangkan kepentingannya.
Pendaftaran organisasi buruh diatur dalam peraturan
menteri perburuhan no 90/1995 tentang Pendaftaran
Serikat Buruh, sekarang dengan peraturan Menteri Tenaga
Kerja, transmigrasi dan koperasi No. 01/Men/1975.
KELOMPOK 1
OBJEK HUKUM
KETENAGAKERJAAN
Adapun objek hukum ketenagakerjaan
antara lain:
Pelanggaran atas suatu ketentuan dalam
terpenuhinya
1. pelaksanaan sanksi hukuman, baik
yang bersifat administratif maupun
bersifat pidana sebagai akibat
dilanggarnya suatu ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan.
2. Terpenuhinya ganti rugi banyak pihak
yang dirugikan sebagai akibat
wanprestasi yang dilakukan oleh pihak
lainnya terhadap perjanjian yang telah
disepakati.
SEJARAH HUKUM
KETENAGAKERJAAN
Sejarah Undang-Undang Ketenagakerjaan di Indonesia tak
lepas dari sejarah Perbudakan di negeri ini yang saat itu
masih disebut Hindia Belanda. Selepas era perbudakan,
pada tahun 1819 dikeluarkan Peraturan tentang
pendaftaran budak. Pada tahun 1820 ada peraturan yang
dikeluarkan Pemerintah Hindia Belanda yang mewajibkan
membayar pajak bagi pemilik budak. Kemudian pada tahun
1829 ada peraturan yang melarang mengangkut budak
yang masih anak-anak. Setelah itu pada tahun 1839 ada
peraturan tentang pendaftaran anak budak dan pengganti
nama para budak. Sebelum itu pada tahun 1825 ada
peraturan tentang budak dan perdagangan budak.
Peraturan penghapusan budak dikeluarkan
tahun 1854. Kemudian pada tanggal 1 Januari
1860 baru dinyatakan hapus sama sekali
meskipun pada praktiknya setelah tahun 1860
masih banyak orang yang berstatus budak dan
pemilik budak. Istilah budak setelah tahun
1860 itu mulai menciut. Istilah budak sudah
semakin kurang kedengeran tetapi diganti
dengan istilah lain yaitu hamba dan
perhambaan..
HUKUM
KELOMPOK 1

KETENAGAKERJAAN
Pada tahun 1880 dikeluarkan sebuah peraturan terkait
dengan para pekerja. Orang-orang yang bekerja itu
disebut koeli (kuli) dan peraturannya adalah Koeli
Ordonantie. Pada masa-masa selanjutnya peraturan Koeli
ini mulai menjadi sorotan seiring dengan penggunaan
istilah bagi pekerja yang mulai bergeser dari koeli ke
buruh. Menjelang kalahnya Pemerintah Belanda di
Indonesia, ordonnantie itu dihapuskan. Sejarah Undang-
Undang Ketenagakerjaan di Indonesia mencapai pada
puncaknya ketika negara ini merdeka dimana hukum yang
diterapkan terkait dengan ketenagakerjaan sejak saat itu
hingga kini dan di masa yang akan mendatang akan selalu
bersumber dari Undang-Undang Dasar 1945 dan
Pancasila.
PERKEMBANGAN UNDANG-UNDANG
KETENAGAKERJAAN DARI MASA KE MASA
SAMPAI SAAT INI

Sepanjang sejarah, terdapat belasan peraturan setingkat


Undang-Undang yang mengatur khusus tentang
ketenagakerjaan yang ada di Indonesia. Berbagai
peraturan tersebut di antaranya:

1. Ordonansi tentang Pengerahan Orang Indonesia


Untuk Melakukan Pekerjaan di Luar Indonesia
(Staatsblad Tahun 1887 No.8)
2. Ordonansi tanggal 17 Desember 1925 Peraturan
tentang Pembatasan Kerja Anak dan Kerja Malam bagi
Wanita Staatsblad Tahun 1925 Nomor 647)
3. Ordonansi Tahun 1926 Peraturan mengenai Kerja
Anak-anak dan Orang Muda di atas Kapal (Staatsblad
Tahun 1926 No.87)
4. Ordonansi tanggal 4 Mei 1936 tentang Ordonansi
untuk Mengatur Kegiatan-kegiatan Mencari Calon
Pekerja (Staatsblad Tahun 1936 No. 2018)
5. Ordonansi tentang Pemulangan Buruh yang Diterima
atau Dikerahkan dari Luar Indonesia (Staatsblad Tahun
1939 Nomor 545)
6. Ordonansi Nomor 9 Tahun 1949 tentang Pembatasan Kerja Anak-anak
(Staatsblad Tahun 1949 No. 8)
7. UU Nomor 1 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-
Undang Kerja Tahun 1948 Nomor 12 dari Republik Indonesia untuk
Seluruh Indonesia.
8. UU Nomor 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat
Buruh dan Majikan.
9. UU Nomor 3 tahun 1958 tentang Penempatan Tenaga Kerja Asing.
10. UU No. 8 Tahun 1961 tentang Wajib Kerja Sarjana.
11. UU No. 7 Pnps Tahun 1963 tentang Pencegahan Pemogokan dan/atau
Penutupan (Lock Out) di Perusahaan, Jawatan dan Badan yang vital
12. UU Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Mengenai Tenaga Kerja.
13. UU Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan.
14. UU Nomor 11 Tahun 1998 tentang Perubahan Berlakunya UU No. 25
Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan.
15. UU Nomor 28 Tahun 2000 tentang penetapan Perpu Nomor 3 Tahun
2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1998
tentang Perubahan Berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997
tentang Ketenagakerjaan menjadi Undang-Undang.
SEKIAN DAN TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai