Anda di halaman 1dari 6

Contoh

Konsep Pengertian
empirik
1. Definisi Gambaran keadaan jiwa berupa sifat-sifat yang sudah Dalilnya :
Akhlak mendarah daging yang mendorong dilakukannya perbutan- QS. Ibrahim :
menurut perbuatan dengan mudah lagi gampang tanpa berfikir 37
al-Ghazali panjang  
Nabi Ibrahim
as.,
meninggalka
n Istri (Siti
Hajar) &
anaknya
(Ismail) di
Lembah
Bakkah /
wilayah di
lembah,
kosong,
gersang dan
sangat panas
(Tempat
menangis,
sekarang
Mekah)
2. Quwwah al-ilmi berbuah hikmah, turunannya:
    Pikirann Hikmah adalah ilmu yang bermanfaat, yakni ilmu yang dapat Dalilnya :
ya tajam mempengaruhi jiwa pemiliknya dan membimbing QS. al-
  kehendaknya untuk mendorong melakukan tindakan-tindakan Baqarah :
yang dapat membawa manfaat dan kebahagiaan dunia 128
akhirat.  
  Nabi Ibrahim
Turunannya : & Siti Hajar
Husnu at-tadbir yakni cerdas/kayyis dan lurus jalan yakin Allah
fikirannya dalam mengistimbatkan (mengambil kesimpulan). menginginka
  n yang
Jaudat adz-dzihn, yakni memiliki kemampuan untuk dapat terbaik untuk
berfikir memperoleh kebijaksanaan ketika dihadapkan pada hamba-Nya
pendapat yang mirip-mirip dan mengandung pertentanagan- dan yakin
pertentangan dalam implementasi. ada
  solusinya.
Tsiqabah ar-ra’yi, yakni mempunyai kecepatan kemampuan  
dalam menghubungkan data-data yang dimilikinya dengan
sebab akibat yang mengasilkan kemaslahatan dalam
kehidupan masyarakat.
 
Shawab azh-zhann, yakni ia akan mendapatkan taufiq dari
Allah Swt. dengan kesesuaian antara dugaan yang terdapat
dalam alam fikirannya dengan kebenaran hakiki tanpa harus
lama-lama memikirkannya.
 
 
 
3. Quwwah al-ghadhab berbuah syajaah, turunannya:
Syaja’ah,  manusia bisa berani berkorban apa saja untuk Dalilnya :
meraih kebahagian dan kemuliaan batinnya. QS. ath-
  Thalaq : 65
Turunannya :  
Al-Karam (kebaikan budi), yaitu berani mengambil sikap Karena
moderat untuk mengambil atau menerima keputusan perintah
penting   dalam berbagai masalah yang menyangkut Allah swt.,
kemaslahatan yang besar dan urusan-urusan yang mulia. Siti Hajar ;
  begitu tegar,
An-Najdah (membantu, menolong), yaitu berani dalam tabah juga
membantu atau menolong siapapun, apalagi menolong hal senantiasa
yang benar, baginya merupakan jihad. bertawakal
  hanya kepada
Kibr an-Nafs (berjiwa besar), bukan sombong juga bukan Allah
    Berjiwa
rendah diri (minder). semata.
besar
   
Al-Ihtimal (ketahanan dalam bekerja), berani bertanggung Ia juga
jawab menahan diri dalam menjalankan tugas, meski dirasa menjadi
sangat berat. cerminan
  sebagai
Al-Hilm (santun), ia dapat menahan emosi yang biasanya seorang istri
meledak-ledak, tidak terpancing dalam keadaan apapun dan yang kuat
marah. dan tak
  mudah putus
Al-Wiqar  (tenang),  menahan  diri  dari  berbicarasecara  asa meski
berlebihan,  kesia-siaan, kesulitan
banyak menunjukdan bergerak dalam perkara yang bertubi-tubi
tidakmembutuhkan gerakan. menimpanya
 
4. Quwwah al-syahwah berbuah iffah, turunannya:
    Wara 'Iffah merupakan akhlaq yang sangat dicintai oleh Allah Swt. Dalilnya :
  HR. Bukhari
Turunannya :  
‫الحياء‬/haya’, adalah sifat malu untuk meninggalkan perbuatan Siti Hajar
yang diperintahkan oleh Allah Swt. dan sebaliknya malu berupaya
melakukan perbutan yang dilarang oleh-Nya. mengurus /
  menghidupi
‫القناعة‬/qana'ah, adalah sifat menerima atau merasa cukup atas anaknya di
karunia Allah Saw., sekaligus menjauhkan diri dari sifat tidak tempat yang
puas  dan merasa kekurangan  yang berlebih-lebihan. gersang itu
  dengan
‫السخاء‬/sakha’,  yaitu sifat dermawan senang memberikan harta penuh rasa
dalam kondisi memang wajib memberi, sesuai kepantasannya sayang dan
dengan tanpa mengharap imbalan dari yang diberi dalam cinta kepada
bentuk apapun seperti pujian, balasan, kedudukan, ataupun anaknya.
sekedar ucapan terima kasih.
 
‫الوراع‬/wara’,      yaitu    meninggalkan    hal-hal   yang   
syubhat     karena    khawatir
membahayakan nasibnya di akhirat kurang baik.
 
5. Quwwah al-adl berbuah keseimbangan, turunannya:
    Tidak Keseimbangan : kekuatan jiwa manusia yang menjadi Dalilnya :
memihak dorongan tingkah lakunya akan menjadi baik kalau bersinergi QS. al-
  secara adil. Baqarah :
  125-126
Turunannya :  
Hikmah Keseimbang
Syaja’ah an :
Iffah Nabi Ibrahim
as.,  sayang
keluarga, Siti
Hajar cinta
Suami dan
Anak, Nabi
Ismail as.,
Hidmat
kepada orang
tua.
 
Hikmah :
Tempatnya
sekarang jadi
Kota Suci
(Mekah),
yang
sejahtera dan
makmur.
(Baldatun
Thayyibatun
wa Rabbun
Ghafur)
 
Syaja’ah :
Keluarga
Nabi Ibrahim
as., berani
berkorban
untuk
mashlahat
umat /
generasinya.
 
Iffah :
Keluarga
Nabi
Ibrahim, as.,
menjaga
harga diri
keluarga dan
umat.

Kisah Imam Syafi’i tidak QUNUT


Siapa tak kenal Imam Syafi’i? Bapak ushul fiqih ini tak hanya tenar karena kepakarannya di bidang
hukum Islam. Sejumlah ulama menilai, Imam Syafi’i juga layak dianggap pelopor disiplin keislaman
lainnya, seperti ilmu tafsir dan musthalah hadits.
Terlahir dengan nama Muhammad ibn Idris, Imam Syafi’i tumbuh sebagai pribadi yang cerdas dan
kritis. Memang ia sangat memuliakan dan mengagumi guru-gurunya. Namun, proses pencarian
kebenaran yang gigih membawanya ke panggung ijtihad yang mandiri. Imam Syafi’i sukses
membangun mazhabnya sendiri, terutama fiqih.

Tak pelak, Imam Syaf’i pun berbeda pandangan dengan para pendiri mazhab fiqih lain, baik gurunya
sendiri, Imam Malik; pendahulunya, Imam Hanafi; ataupun muridnya, Imam Hanbali.
Soal qunut misalnya. Imam Hanafi dan Imam Hanbali tegas bahwa qunut tak sunnah pada
sembahyang shubuh, kecuali pada sembahyang witir. “Dalam sembahyang shubuh, Nabi
melaksanakan qunut hanya selama satu bulan. Setelah itu tidak,” dalihnya.
Imam Syafi’i menolak pendapat ini. Dengan dalil yang tak kalah kuat, ia meyakini qunut shubuh juga
berstatus sunnah. Sebagai ulama yang konsekuen, Imam Syafi’i tak putus membaca qunut shubuh
sepanjang hidupnya. Selalu. Kecuali pada suatu hari yang aneh.
Ya, saat itu Imam Syafi’i meninggalkan qunut shubuh. Perilaku ganjil yang sepintas tampak
mengkhianati buah pikirannya sendiri ini terjadi di Baghdad, Iraq. Persisnya, di dekat sebuah makam.
Mengapa?

Ternyata Imam Syafi’i sedang menaruh hormat yang tinggi kepada ilmu dan jerih payah pemikiran
ulama lain, kendatipun berseberangan dengan pahamnya. Karena di tanah makam di sekitar tempat
ia sembahyang itu telah bersemayam jasad mujtahid agung, Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit alias
Imam Hanafi.
Kisah ini bisa ditemukan salah satunya di kitab "at-Tibyân" karya Hadratussyekh Muhammad Hasyim
Asy’ari

 
Konsep Pengertian Identifikasi Contoh Empirik atas
Kisah Imam Syafi’i
1. Definisi Akhlak ialah gambaran keadaan Mencintai ilmu dan ulama telah
Akhlak jiwa berupa sifat-sifat yang sudah menjadi akhlak Imam Syafi’i
menurut al- mendarah daging yang
Ghazali mendorong dilakukannya
perbutan-perbuatan dengan
mudah lagi gampang tanpa
berfikir panjang
2. Quwwah al-ilmi berbuah hikmah, turunannya:
Mempunyai kecepatan Karena kecintaannya terhadap ilmu
kemampuan dalam dan ulama, mengantarkannya
Pikirannya
menghubungkan data-data yang menjadi ulama besar yang mampu
tajam
dimilikinya dengan sebab akibat secara mandiri menjadi suatu
 
yang mengasilkan kemaslahatan madzhab dan menjadi pelopor
dalam kehidupan masyarakat  disiplin ilmu ke-Islaman
3. Quwwah al-ghadhab berbuah syajaah, turunannya:
Berani menjadikan diri sebagai Imam Syafi’i
ahli dalam hal kemuliaan dengan bersikap ta’zhim terhadap ulama
penuh kerendahan hati dan (dalam kisah kepada “Imam
menghindari perdebatan pada Hanafi”) dengan tidak melakukan
    Berjiwa
urusan-urusan yang sedikit qunut. Walaupun ulama besar itu
besar
manfaatnya  telah meninggal, tapi buah hasil
ijtihadnya yang tidak mensunnahkan
qunut tetap hidup dan agar terhindar
dari perdebatan di tempat tersebut.
4. Quwwah al-syahwah berbuah iffah, turunannya:
Meninggalkan hal-hal yang Walaupun sudah menjadi ulama
syubhat karena khawatir besar, Imam syafi’i tidak
membahayakan nasibnya di menyombongkan diri atas
Wara
akhirat kurang baik  keilmuannya yang luas dan tidak
merasa dirinya paling benar dalam
suatu keilmuan.
5. Quwwah al-adl berbuah keseimbangan, turunannya:
Tidak memihak Memposisikan diri di tengah Imam Syafi’i tidak memihak
dengan lurus (‘itidal) dalam pendapat mana yang paling benar.
empat dasar akhlak, yakni Karena beliau meyakini bahwa
 
hikmah, syaja’ah, ‘iffah dan adl sunnah atau tidaknya qunut itu dua-
duanya merupakan produk ijtihad
 
Demikian semoga bermanfaat 
 BALAS

Anda mungkin juga menyukai