Anda di halaman 1dari 22

AUDIT KLINIS SECTIO CAESARIA

TAHUN 2019

0
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of Membrane
(PROM)merupakan keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Namun,apabila
ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu, maka disebut sebagai ketuban
pecah dini pada kehamilan prematur atau Preterm Premature Rupture of Membrane
(PPROM). Pecahnya selaput ketuban tersebut diduga berkaitan dengan perubahan proses
biokimiawi yang terjadi dalam kolagen matriks ekstraseluler amnion, korion dan apoptosis
membran janin.1
Etiologi pada sebagian besar kasus dari KPD hingga saat ini masih belum diketahui.
KPD pada kehamilan aterm merupakan variasi fisiologis, namun pada kehamilan preterm,
melemahnya membran merupakan proses yang patologis. KPD sebelum kehamilan preterm
sering diakibatkan oleh adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri
yang terikat pada membran melepaskan substrat, seperti protease yang menyebabkan
melemahnya membran. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa matriks metaloproteinase
merupakan enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi.2
Menurut hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003,
angka kematian ibu di Indonesia sebesar 307 per 1000 kelahiran hidup atau setiap jam
terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal karena berbagai sebab. Salah satu penyebab
langsung kematian ibu adalah karena infeksi sebesar 20-25% dalam 100.000 kelahiran
hidup dan KPD merupakan penyebab paling sering menimbulkan infeksi pada saat
mendekati persalinan.3 Prevalensi KPD berkisar antara 3-18 % dari seluruh kehamilan. Saat
kehamilan aterm, 8-10 % wanita mengalami KPD dan 30-40 % dari kasus KPD merupakan
kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan. KPD diduga dapat berulang
pada kehamilan berikutnya. Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya risiko morbiditas
pada ibu maupun janin.2
Ketuban pecah dini merupakan kasus paling banyak pada tahun 2018 di ruangan
Obstetri dan ginekologi RSUD dr. H. Ibnu Sutowo Batuaja. Selain itu, secara umum
kejadian ketuban pecah dini biasanya tidak berdiri sendiri. Oleh sebab itu, audit medis pada
ketuban pecah dini perlu dilakukan agar luaran / outcome dan prognosis pasien ketuban
pecah dini dan bayinya agar ditingkatkan.

1
BAB II
HASIL DAN EVALUASI AUDIT MEDIS

Pengumpulan data diambil dengan teknik random sampling dari rekam medis
pasien bulan Januari 2019 sampai dengan Juni 2019 setelah dilakukan pemilihan kriteria
baik kriteria proses, kriteria terapi dan kriteria luaran. Adapun ketiga kriteria tersebut yaitu
asesmen awal yang dilakukan dalam 24 jam, pemberian antibiotik profilaksis dan lama hari
pasien dirawat.
Kriteria
NO. RM 1 2 3 ADHERENCE KETERANGAN
1 278541 + + + 100%  1 hari
2 278541 + + + 100%  2 hari
3 142199 + + + 100%  2 hari
BEDREST
4 143125  + + - (3HR) 100% TOTAL
5 285562  + + + 100%  2 HARI
IBU BEDREST
6 285291 + + - 100% TOTAL, 5 HARI
1 hari, Bayi
7 284113 + + + 100% meninggal
8 284879  + + + 100% 2 hari
9 214677 + + + 100%  1 hari
KPD ±1 jam,2
10  281040 + - + 75% HARI
11  208512 + + + 100%  1 hr
4 hr HAMIL 34
MINGGU,
12  054612 + + - 75% BEDREST TOTAL 
13  258590 + + - 75%  SC, LOS 3 HR
+
14 281781  + + 100%  1 hari
15 284078 + + + 100%  1 hari
16 282128  + + + 75% 2 hari
17 286813  + - + 75% 2 hari
18 142199 + + + 100% 2 hari
19 143123 + + + 100%  2 hari
20 164133 + + + 100% 2 hari
21 273964  + + + 100% 2 hari
22  281781 + + + 100% 2 hari
23  258590 + + + 100% 2 hari
 LOS 3 hari
karena kala II
24  054612 + + - 75% lama
25  208512 + + + 100%  2 hari
26  282128 + + + 100%  2 hari
 KPD 15 menit,
27  284078 + - + 75% 2 hari
 LOS 3 hari
karena nyeri
28  214677 + + - 75% post SC

2
Keterangan:
Kriteria 1 : Asesmen awal 1x24 jam
Kriteria 2 : Pemberian antibiotik profilaksis
Kriteria 3 : Lama hari rawat <2 hari

Asesemen awal berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan


100%. Artinya setiap pasien yang datang dengan diagnosis ketuban pecah dini telah
dilakukan asesmen dalam jangka waktu kurang dari 1x24 jam sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan berdasarkan clinical pathway.
Pemberian antibiotik profilaksis secara umum diberikan pada seluruh sampel yang
dikumpulkan sebesar 92,9%. Ada dua kasus tidak diberikan antibiotik profilaksis karena
ketuban pecah dini terjadi kurang dari 1 jam dan tidak djumpai adanya tanda-tanda infeksi.
Kriteria luaran yaitu dari lama hari dirawat menunjukkan bahwa lama hari dirawat
dengan diagnosis ketuban pecah dini pada sampel yaitu 78,57%. Ada 6 kasus yang
menunjukkan bahwa lama hari dirawat dengan diagnosis ketuban pecah dini yaitu lebih dari
dua hari. Banyak variasi yang berperan serta menentukan lama hari dirawat seperti pilihan
terapi yang diberikan berdasarkan keadaan klinis pasien maupun umur kehamilan (kasus
nomor 4,6, dan 12). Sedangkan, kasus nomor 13 dan 28 lama hari rawat lebih dari dua hari
lebih ditentuken oleh karena pilihan penatalaksaan dengan sectio caesaria yang
memerlukan waktu pemulihan lebih lama dibandingkan dengan persalinan pervaginam.

LOS
6

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
RM R M RM R M RM R M RM R M RM RM R M RM R M RM R M RM R M RM R M RM R M RM R M RM R M RM R M RM

Kasus Standar

3
BAB III

3.1. KETUBAN PECAH DINI (KPD)


2.
3.
3.1.
3.1.1. Definisi KPD
Ketuban pecah dini atau spontaneus/early/premature rupture of membrans
(PROM)merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum
menunjukkan tanda-tanda persalinan/inpartu (keadaan inpartu didefinisikan sebagai
kontraksi uterus teratur dan menimbulkan nyeri yang menyebabkan terjadinya efficement
atau dilatasi serviks) atau bila satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan
atau secara klinis bila ditemukan pembukaan kurang dari 3 cm pada primigravida dan
kurang dari 5 cm pada multigravida. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik
pada kehamilan aterm maupun preterm. Saat aterm sering disebut dengan aterm prematur
rupture of membrans atau ketuban pecah dini aterm. Bila terjadi sebelum umur kehamilan
37 minggu disebut ketuban pecah dini preterm / preterm prematur rupture of membran
(PPROM) dan bila terjadi lebih dari 12 jam maka disebut prolonged PROM.2

3.1.2. Etiologi KPD


Secara teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnyaelastisitas yang
terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban denganperubahan yang besar. Hilangnya
elastisitas selaput ketuban ini sangat eratkaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat
terjadi karena penipisan olehinfeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput
terdapat padaamnion di daerah lapisan kompakta, fibroblas serta pada korion di
daerahlapisan retikuler atau trofoblas, dimana sebagaian bear jaringan kolagen terdapatpada
lapisan penunjang (dari epitel amnion sampai dengan epitel basal korion).Sintesis maupun
degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas daninhibisi intrleukin-1 dan
prostaglandin. Adanya infeksi dan inflamasimenyebabkan bakteri penyebab infeksi
mengeluarkan enzim protease danmediator inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin.
Mediator ini menghasilkan kolagenase jaringan sehingga terjadi depolimerisasi kolagen
padaselaputkorion/amnion menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudahpecah
spontan. Selain itu mediator terebut membuat uterus berkontraksisehingga membran mudah
ruptur akibat tarikan saat uterus berkontraksi.4
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapiditemukan
beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban pecah dini, antara lain:
1. Infeksi
Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukupuntuk
melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat bakteripatogen di dalam

4
vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi neonatalakan meningkat 10
kali.Ketuban pecah dini sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan oleh adanyainfeksi.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat padamembran melepaskan
substrat seperti protease yang menyebabkan melemahnyamembran. Penelitian terakhir
menyebutkan bahwa matriks metalloproteinase merupakan enzim spesifik yang terlibat
dalam pecahnya ketuban oleh karenainfeksi.2
2. Defisiensi vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan
kolagen.Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan mempunyaielastisitas
yang berbeda tergantung kadar vitamin C dalam darah ibu.2
3. Faktor selaput ketuban
Pecahnya ketuban dapat terjadi akibat peregangan uterus yang berlebihan
atauterjadi peningkatan tekanan yang mendadak di dalam kavum amnion, disamping juga
ada kelainan selaput ketuban itu sendiri. Hal ini terjadi sepertipada sindroma Ehlers-
Danlos, dimana terjadi gangguan pada jaringan ikat olehkarena defek pada sintesa dan
struktur kolagen dengan gejala berupahiperelastisitas pada kulit dan sendi, termasuk pada
selaput ketuban yangkomponen utamanya adalah kolagen. Dimana 72 % penderita dengan
sindroma Ehlers-Danlos ini akan mengalami persalinan preterm setelah sebelumnya
mengalamiketuban pecah dini preterm.2
4. Faktor umur dan paritas
Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan amnionakibat
rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya.2
5. Faktor tingkat sosio-ekonomi
Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkaninsiden
KPD, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak, sertajarak kelahiran yang
dekat.2
6. Faktor-faktor lain
Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan menyebabkan pecahnyaselaput
ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang langsung dari kavumuteri. Beberapa
prosedur pemeriksaan, seperti amniosintesis dapatmeningkatkan risiko terjadinya ketuban
pecah dini. Pada perokok, secara tidaklangsung dapat menyebabkan ketuban pecah dini
terutama pada kehamilanprematur. Kelainan letak dan kesempitan panggul lebih sering
disertai dengan KPD, namun mekanismenya belum diketahui dengan pasti. Faktor-
faktorlain,seperti : hidramnion, gamelli, koitus, perdarahan antepartum, bakteriuria, pH
vagina di atas 4,5, stres psikologis, serta flora vagina abnormal akanmempermudah
terjadinya ketuban pecah dini.2
Berdasarkan sumber yang berbeda, penyebab ketuban pecah dini mempunyai
dimensi multifaktorial yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
 Serviks inkompeten.

5
 Ketegangan rahim yang berlebihan : kehamilan ganda, hidramnion.
 Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang.
 Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah belum masuk
pintu atas panggul, disproporsi sefalopelvik.
 Kelainan bawaan dari selaput ketuban.
 Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban dalam
bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.5

3.
3.1.
3.1.1.
3.1.2.
3.1.3. Epidemiologi KPD
Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat aterm, 8-10 %
wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakankehamilan
preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan.KPD diduga dapat berulang pada
kehamilan berikutnya, menurut Naeye pada tahun 1982 diperkirakan 21% rasio berulang,
sedangkan penelitian lain yang lebihbaru menduga rasio berulangnya sampai 32%. Hal ini
juga berkaitan denganmeningkatnya risiko morbiditas pada ibu atau pun janin. Komplikasi
seperti :korioamnionitis dapat terjadi sampai 30% dari kasus KPD, sedangkan
solusioplasenta berkisar antara 4-7%. Komplikasi pada janin berhubungan dengankejadian
prematuritas dimana 80% kasus KPD preterm akan bersalin dalam waktukurang dari 7 hari.
Risiko infeksi meningkat baik pada ibu maupun bayi. Insiden korioamnionitis 0,5-1,5%
dari seluruh kehamilan, 3-15% pada KPD prolonged, 15-25% pada KPD preterm dan
mencapai 40% pada ketuban pecah dini dengan usia kehamilan kurang dari 24 minggu.
Sedangkan insiden sepsis neonatus 1 dari500 bayi dan 2-4% pada KPD lebih daripada 24
jam.2
Proporsi KPD di Rumah Sakit Sanglah periode 1 Januari 2005 sampai 31Oktober
2005 dari 2113 persalinan, proporsi kasus KPD adalah sebanyak 12,92%.Sedangkan
proporsi kasus KPD preterm dari 328 kasus ketuban pecah dini baikyang melakukan
persalinan maupun dirawat secara konservatif sebanyak 16,77%sedangkan sisanya adalah
KPD dengan kehamilan aterm. Kontribusi KPD inilebih besar pada sosial ekonomi rendah
dibandingkan sosial ekonomi menengahke atas.2

3.1.4. Patofisiologi KPD


Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya
selaputketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang
inidipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen
matriksekstraseluler pada selaput ketuban.2

6
Gambar 3.1. Gambar skematik struktur selaput ketuban saat aterm.2

Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunanjumlah


jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatanaktivitas
kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan olehmatriks
metaloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapatmemecah
komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksidalam selaput
ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triplehelix dari kolagen fibril (tipe
I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2dan MMP-9 yang juga memecah
kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban jugadiproduksi penghambat metaloproteinase / tissue
inhibitor metalloproteinase(TIMP). TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8,
MMP-9 dan TIMP-2menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai
aktivitas yangsama dengan TIMP-1.2
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan olehkarena
aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebihtinggi. Saat mendekati
persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitudidapatkan kadar MMP yang
meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMPyang akan menyebabkan terjadinya
degradasi matriks ektraseluler selaputketuban. Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut
dapat menyebabkan degradasipatologis pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase
diketahui meningkat padakehamilan aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada
preterm didapatkankadar protease yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1
yangrendah.2
Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya gangguan pada
struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini.Mikronutrien lain yang
diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecahdini adalah asam askorbat yang
berperan dalam pembentukan struktur triple helixdari kolagen. Zat tersebut kadarnya

7
didapatkan lebih rendah pada wanita denganketuban pecah dini. Pada wanita perokok
ditemukan kadar asam askorbat yangrendah.2
Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa
mekanisme.Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus
aureusdanTrikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan
terjadinyadegradasi membran dan akhirnya melemahkan selaput ketuban.Respon terhadap
infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsangproduksi sitokin, MMP, dan prostaglandin
oleh netrofil PMN dan makrofag.Interleukin-1 dan tumor nekrosis faktor α yang diproduksi
oleh monosit akanmeningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion. Infeksi
bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksiprostalglandin oleh selaput ketuban
yang diduga berhubungan dengan ketubanpecah dini preterm karena menyebabkan
iritabilitas uterus dan degradasi kolagenmembran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat
menghasilkan fosfolipase A2 yangmelepaskan prekursor prostalglandin dari membran
fosfolipid. Respon imunologisterhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin
E2 oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga
terlibatdalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asamarakidonat
menjadi prostalglandin. Sampai saat ini hubungan langsung antaraproduksi prostalglandin
dan ketuban pecah dini belum diketahui, namunprostaglandin terutama E2 dan F2α telah
dikenal sebagai mediator dalam persalinanmamalia dan prostaglandin E2 diketahui
mengganggu sintesis kolagen padaselaput ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1
dan MMP-33.Indikasi terjadi infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik, yaitu
temperatur rektal ibu dimana dikatakan positif jika temperatur rektal lebih38°C,
peningkatan denyut jantung ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan leukositdan cairan
vaginal berbau.2

Tabel 3.1. Frekuensi gejala yang berhubungan dengan infeksi intra-amniotik.2

Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks ekstraseluler
padajaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan menurunkan konsentrasiMMP-1
dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi TIMP pada fibroblas serviksdari kelinci
percobaan. Tingginya konsentrasi progesteron akan menyebabkanpenurunan produksi
kolagenase pada babi walaupun kadar yang lebih rendahdapat menstimulasi produksi

8
kolagen. Ada juga protein hormon relaxin yangberfungsi mengatur pembentukan jaringan
ikat diproduksi secara lokal oleh seldesidua dan plasenta. Hormon ini mempunyai aktivitas
yang berlawanan denganefek inhibisi oleh progesteron dan estradiol dengan meningkatkan
aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat
sebelumpersalinan pada selaput ketuban manusia saat aterm. Peran hormon-hormontersebut
dalam patogenesis pecahnya selaput ketuban belum dapat sepenuhnya
dijelaskan.2
Kematian Sel Terprogram
Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian
selterpogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar robekan selaputketuban.
Pada korioamnionitis terlihat sel yang mengalami apoptosis melekatdengan granulosit,
yang menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinyakematian sel. Kematian sel
yang terprogram ini terjadi setelah proses degradasimatriks ekstraseluler dimulai,
menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibatdan bukan penyebab degradasi tersebut.
Namun mekanisme regulasi dariapoptosis ini belum diketahui dengan jelas.2

Peregangan Selaput Ketuban


Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput
ketubanseperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga
merangsangaktivitas MMP-1 pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari sel
amniondan korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang
aktifitaskolegenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbanganproses
sintesis dan degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya menyebabkanpecahnya selaput
ketuban.2

Gambar. 3.2. Mekanisme multifaktorial menyebabkan ketuban pecah dini.2

3.1.5 Diagnosis KPD

9
Menegakkan diagnosis KPD secara tepat sangat penting, karena diagnosis yang
positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu awal atau
melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosis yang negatif
palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan
mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu, diperlukan diagnosis
yang cepat dan tepat. Diagnosis KPD ditegakkan dengan cara:
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesa pasien dengan KPD merasa basah pada vagina ataumengeluarkan cairan
yang banyak berwarna putih jernih, keruh, hijau,atau kecoklatan sedikit-sedikit atau
sekaligus banyak, secara tiba-tiba dari jalan lahir. Keluhan tersebut dapat disertai dengan
demam jika sudah ada infeksi. Pasien tidak sedang dalam masa persalinan, tidak ada nyeri
maupun kontraksi uterus. Riwayat umur kehamilan pasien lebih dari 20 minggu.4
Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan uterus lunak dan tidak adanya nyeri
tekan. Tinggifundus harus diukur dan dibandingkan dengan tinggi yang diharapkanmenurut
hari pertama haid terakhir. Palpasi abdomen memberikan perkiraanukuran janin dan
presentasi.4
2. Pemeriksaan dengan spekulum
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD untuk mengambil sampel cairan ketuban
di forniks posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan pemeriksaan
bakteriologis.5
Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban pecah dini adalah :
1. Pooling : Kumpulan cairan amnion pada fornix posterior.
2. Nitrazine Test : Kertas nitrazin merah akan jadi biru.
3. Ferning : Cairan dari fornix posterior di tempatkan pada objek glass dan
didiamkan dan cairan amnion tersebut akanmemberikan gambaran seperti daun pakis.8
Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukanuntuk memeriksa adanya cairan
amnion dalam vagina. Perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari ostium
uterieksternum apakah ada bagian selaput ketuban yang sudah pecah.Gunakan kertas
lakmus. Bila menjadi biru (basa) adalah airketuban, bila merah adalah urin. Karena cairan
alkali amnionmengubah pH asam normal vagina. Kertas nitrazine menjadi biru bila terdapat
cairan alkali amnion. Bila diagnosa tidak pasti, adanyalanugo atau bentuk kristal daun pakis
cairan amnion kering(ferning) dapat membantu. Bila kehamilan belum cukup
bulanpenentuan rasio lesitin-sfingomielin dan fosfatidilgliserol membantudalam evaluasi
kematangan paru janin. Bila kecurigaan infeksi,apusan diambil dari kanalis servikalis untuk
pemeriksaan kultur serviks terhadap Streptokokus beta group B, Clamidia
trachomatisdanNeisseria gonorea.4

3. Pemeriksaan dalam

10
Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan dan dilatasi serviks.
Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikanbagian presentasi janin dan menyingkirkan
kemungkinan prolapstali pusat. Periksa dalam harus dihindari kecuali jika pasien
jelasberada dalam masa persalinan atau telah ada keputusan untukmelahirkan.4
4. Pemeriksaan penunjang
 Dengan tes lakmus, cairan amnion akan mengubah kertas lakmusmerah menjadi biru.
 Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000/mm3 kemungkinan adainfeksi.
 USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia kehamilan, letakjanin, letak
plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air ketuban.
 Kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janinsecara dini atau
memantau kesejahteraan janin. Jika ada infeksi intrauterin atau peningkatan suhu,
denyut jantung janin akan meningkat.
 Amniosintesis digunakan untuk mengetahui rasio lesitin-sfingomielin dan
fosfatidilsterol yang berguna untuk mengevaluasi kematangan paru janin.4

3.1.6. Diagnosis Banding KPD


Fistula vesiko vaginal pada kehamilan.4
3.1.7. Penatalaksanaan KPD
Konservatif
 Rawat di rumah sakit.
 Berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak tahan dengan
ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari).
 Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar
atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
 Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa
negatif : beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin.
Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
 Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada infeksi, berikan
tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam.
 Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi.
 Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).
 Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk memacu kematangan
paru janin dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap
minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason
i.m 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.7

Aktif
11
 Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal pikirkan seksio
sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4
kali.
 Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan diakhiri
jika :
a. Bila skor pelvik < 5, lakukanlah pematangan serviks, kemudian induksi. Jika
tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
b. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.9

Tabel. 3.2 Penatalaksanaan ketuban pecah dini.7

12
Gambar. 3.3 Alur penatalaksanaan ketuban pecah dini.8
3.1.8. Komplikasi KPD
 Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi di dalam 24 jam
setelah ketuban pecah. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah
ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam.
Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.1
 Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu
terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis.
Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini
prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum, insiden infeksi
sekunder pada ketuban pecah dini meningkat sebanding dengan lamanya periode
laten.1

13
 Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat
hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat
janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin
gawat.1
 Sindroma deformitas janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta
hipoplasia pulmonal.1

3.1.9. Prognosis KPD


Ditentukan berdasarkan umur dari kehamilan, penatalaksanaan dan komplikasi-
komplikasi yang mungkin timbul.2

14
BAB IV
PEMBAHASAN

PasienNy. D usia25 tahun datang ke IGD Rumah Sakit A.W.Sjahranie Samarinda


13 Juli 2012 pukul 14.45 WITA dengan keluhan utama keluar air dari jalan lahir. Setelah
melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka didapatkan
diagnosis G1P0A0 gravid36 minggu+ Tunggal hidup + presentasi kepala + inpartu kala I
fase laten+ Ketuban Pecah Dini
Diagnosis KPD didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium. Diagnosis KPD yang tepat sangat penting untuk menentukan penanganan
selanjutnya. Oleh karena itu, usaha untuk menegakkan diagnosis KPD harus dilakukan
dengan cepat dan tepat.

4.1. Anamnesis
Pada kasus, berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan yang sesuai dengan
teori ,yaitupasien mengeluhkan keluar air-air dari jalan lahir sejak ± 5 jam SMRS hingga
membasahi selembar sarung. Air-air tersebut jernih dan berbau amis. Selain itu, pasien juga
mengakui keluar lendir darah dari jalan lahir ± 3 jam SMRS. Perut kencang-kencang
dialamin pasien sejak ± 3 hari SMRS yang dirasakan semakin hari semakin sering. Pasien
rutin periksa kehamilan di bidan, namun belum pernah melakukan pemeriksaan dengan
USG di dokter Sp.OG
Berdasarkan teori, diagnosis KPD 90% dapat ditegakkan melalui anamnesis. Dari
anamnesis didapatkan pasien merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang
banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas dan perlu juga diperhatikan
warna keluarnya cairan tersebut. His belum teratur atau belum ada serta belum ada
pengeluaran lendir darah.

Teori Kasus
 Pasien merasa basah pada vagina.  Pasien datang dengan keluhan keluar air-
 Mengeluarkan cairan banyak tiba- air dari jalan lahir
tiba dari jalan lahir.  Riwayat keluar air ketuban dari jalan
 Warna cairan diperhatikan. lahir sejak 5 jam sebelum masuk rumah
 Belum ada pengeluaran lendir darah sakit.
dan berbau khas  Cairan yang keluar jernih dan berbau
 His belum teratur atau belum ada. amis
 Perut kencang-kencang sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit, makin lama
makin sering

15
4.2 Pemeriksaan Fisik
Pada kasus, pemeriksaan fisik secara umum dalam batas normal, baik pemeriksaan
tanda vital, maupun status generalisata dari pasien. Pada pasien tidak didapatkan adanya
tanda-tanda infeksi. Suhu pasien normal yaitu 37,4o C. Denyut nadinya juga dalam batas
normal, yaitu 80 kali per menit.
Berdasarkan teori, pemeriksaan fisik pada kasus KPD ini penting untuk menentukan
ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu. Hal ini terkait dengan penatalaksanaan KPD
selanjutnya dimana risiko infeksi ibu dan janin meningkat pada KPD. Umumnya dapat
terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Selain itu juga didapatkan adanya nadi
yang cepat.
Teori Kasus
Tanda-tanda infeksi: Tidak ada tanda-tanda infeksi:
 Suhu ibu >38o C  Suhu ibu 37,4o C
 Nadi cepat  Nadi 80 kali /menit

4.3 Pemeriksaan Inspekulo


Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan inspekulo. Pemeriksaan ini tidak
dilakukan karena sebelumnya pasien memiliki riwayat keluar air-air. Cairan yang keluar
berwarna jernih mengalir.
Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah pemeriksaan pertama
terhadap kecurigaan KPD. Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar
cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE). Pada pasien KPD akan tampak cairan keluar
dari vagina. Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna, bau dan pHnya. Air
ketuban yang keruh dan berbau menunjukkan adanya proses infeksi.
Teori Kasus
 Pemeriksaan dengan spekulum tampak  Tidak dilakukan pemeriksaan dengan
keluar cairan dari OUE spekulum.
 Tampak cairan keluar dari vagina  Riwayat keluar air ketuban.
 Cairan yang keluar diperiksa warna, bau  Cairan jernih, pH diperiksa dengan
dan pHnya kertas Lakmus
 Air ketuban yang keruh dan berbau
menunjukkan adanya proses infeksi.

4.4 Pemeriksaan Dalam


Pada kasus, pasien ini hanya dilakukan pemeriksaan dalam pada saat pertama kali
datang untuk menentukan ada tidaknya pembukaan. Pada saat di lakukan pemeriksaan
dalam pada pasien ini belum dapat mengevaluasi ketuban karena pembukaan portio masih 1
cm, dengan konsistensi tebal lunak, ketuban (-).
16
Pemeriksaan dalam vagina dibatasi seminimal mungkin dan hanya dilakukan kalau
KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan pada pasien
dengan KPD akan ditemukan selaput ketubannya negatif. Pemeriksaan dalam pada saat
pasien datang pertama kali adalah penting untuk menilai apakah sudah ada pembukaan
sehingga pasien berada dalam kondisi inpartu.
Teori Kasus
Pemeriksaan dalam dilakukan: Pemeriksaan dalam dilakukan:
 Seminimal mungkin untuk mencegah  Saat pertama kali datang.
infeksi.  Untuk memantau kemajuan
 KPD sudah dalam persalinan. persalinan.
 KPD yang dilakukan induksi persalinan.  Selaput ketuban tidak dapat
 Selaput ketuban negatif. dievaluasi

4.5 Pemeriksaan Laboratorium


Berdasarkan pemeriksaan tersebut dan penunjang, yaitu : laboratorium bahwa
leukosit pasien dalam batas normal (10.200 / mm3) dan kesimpulannya bahwa air ketuban
tidak menunjukkan adanya proses infeksi.
Pada pasien ini dilakukan tes lakmus.Sekret vagina ibu hamil pHnya adalah 4-5,
dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning. Tes Lakmus (tes nitrazin), jika
kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH
air ketuban adalah 7 – 7,5.
Teori Kasus
 Pemeriksaan leukosit untuk mengetahui  Leukosit: 10.200
yanda-tanda infeksi  Dilakukan pemeriksaan pH dengan
 Kertas lakmus merah berubah menjadi biru tes lakmus, hasilnya pH 8
 pH air ketuban adalah 7 – 7,5

4.6 Pemeriksaan Penunjang


Pada pasien ini, selama kehamilan tidak pernah melakukan pemeriksaan USG di dr.
Sp.OG. Pada kasus ini, tidak dilakukan pemeriksaan NST.
Pemeriksaan USG pada kasus KPD dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan
ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit.
Namun sering terjadi kesalahan pada keadaan oligohidromnion. Pemeriksaan NST
dilakukan untuk menilai gambaran denyut jantung janin dalam hubungannya dengan
gerakan/aktivitas janin. Interprestasi NST dikatakan reaktif jika terdapat paling sedikit 2
kali gerakan janin dalam waktu 20 menit pemeriksaan yang disertai adanya akselerasi
paling sedikit 10-15 dpm, frekuensi dasar (baseline) denyut jantung janin diluar gerakan
janin antara 120-160 x/menit dan variabilitasnya antara 6-25 dpm. Adapun indikasi
dilakukan pemeriksaan kardiotokografi diantaranya hipertensi dalam kehamilan, kehamilan
17
dengan diabetes mellitus, kehamilan post-term, IUGR, ketuban pecah dini, gerakan janin
berkurang, kehamilan dengan anemia, kehamilan ganda, oligohidramnion, polihidramnion,
riwayat obstetrik buruk, dan kehamilan dengan penyakit ibu.6

Teori Kasus
 Pemeriksaan leukosit untuk mengetahui  Pada pasien ini tidak pernah
tanda-tanda infeksi melakukan pemeriksaan USG.
 USG untuk melihat jumlah cairan  NST pada kasus ini tidak dilakukan
ketuban dalam kavum uteri
 NST reaktif jika:
1. Terdapat paling sedikit 2 kali gerakan
janin dalam waktu 20 menit
pemeriksaan yang disertai adanya
akselerasi paling sedikit 10-15 dpm,
2. Frekuensi dasar (baseline) denyut
jantung janin diluar gerakan janin
antara 120-160 kali/menit dan
3. Variabilitasnya antara 6-25 dpm.

4.7 Penatalaksanaan
Pada kasus ini, keluar air ketuban dari jalan lahir atau dalam hal ini pecahnya
ketuban dicurigai terjadi 5 jam sebelum masuk rumah sakit, sementara belum ada tanda-
tanda inpartu pada pemeriksaan dalam, tidak dilakukan pemeriksaan NST untuk menilai
keadaan janin dan pasien diobservasi.
Kebanyakan penulis sepakat mengambil2 faktor yang harus dipertimbangkan dalam
mengambil sikap atau tindakan terhadap pasien KPD, yaitu umur kehamilan dan ada
tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu. Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan
infeksi pada ibu. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis
KPD ditegakkan. Beberapa penulis menyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera
diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan pasien akan menjadi inpartu dengan
sendirinya. Induksi dilakukan dengan memperhatikan Bishop score, jika > 5 induksi dapat
dilakukan, sebaliknya jika < 5, dilakukan pematangan serviks, jika tidak berhasil akhiri
persalinan dengan seksio sesarea.
Teori Kasus
 Pemberian antibiotik profilaksis dapat  Pasien diberikan injeksi antibiotik
menurunkan infeksi pada ibu Cefotaxime 3 x 1gr
 Bila skor pelvik <5, lakukan pematangan  Dilakukan induksi dengan gastrul ¼
serviks, kemudian induksi. tablet pervaginam yang dilanjutkan
 Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan. dengan drip oxytocin
18
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan, pasien pada kasus ini didiagnosis sebagai KPD. Kasus yang ditemukan sudah
sesuai dengan teori yang ada. Penatalaksanaan KPD pada pasien ini pada umumnya tepat,
walaupun ada beberapa perlakuan yang sebaiknya dilaksanakan tidak dilakukan, seperti
pemeriksaan USG dan NST

19
BAB V
PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus atas pasien Ny. D yang berusia 25 tahun datang ke
rumah sakit dengan keluhan utama perut kencang. Setelah melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, maka didapatkan G1P1A0 gravid36 minggu+
Tunggal hidup + presentasi kepala + inpartu kala I fase laten+ ketuban pecah dini. Pada
pasien ini dilakukan persalinan spontan pervaginam dengan induksi gastrul.

Diagnosis akhir pada pasien ini adalah PIA0 partus aterm + ketuban pecah dini.
Secara umum penegakkan diagnosis maupun penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat
dan sesuai dengan teori.

20
DAFTAR PUSTAKA

Soewarto, S. 2009. Ketuban Pecah Dini. Dalam: Winkjosastro H., Saifuddin A.B., dan
Rachimhadhi T. (Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Hal. 677-680.
Ketuban Pecah Dini. 2011. Diambil dari situs http://www.scribd.com/doc/6174
2900/Lapsus-KPD-singaraja.html. diakses pada tanggal 16 Juli 2012.
Ketuban Pecah Dini. 2011. Diambil dari situs http://www.scribd.com/doc/
59744828/ketuban-pecah-dini-2.html. diakses pada tanggal 16 Juli 2012.
Ketuban Pecah Dini. 2011. Diambil dari situs http://www.scribd.com/doc/
65772733/KPD.html. diakses pada tanggal 16 Juli 2012.
Gde Manuaba, I.B. Ketuban Pecah Dini (KPD). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan &
Keluarga Berencana. Jakarta: EGC; 2001. Hal: 229-232.
Ketuban Pecah Dini. 2011. Diambil dari situs http://www.scribd.com/doc/
65476803/tinjauan-pustaka-KPD.html. diakses pada tanggal 16 Juli 2012.
Saifudin A.B. 2006. Ketuban Pecah Dini, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Hal : 218-220.
Ketuban Pecah Dini. 2011. Diambil dari situs http://www.scribd.com/doc/ 50265897/BAB-
I.html. diakses pada tanggal 16 Juli 2012.

21

Anda mungkin juga menyukai