Anda di halaman 1dari 12

LANDASAN IDEOLOGI SEKOLAH ISLAM TERPADU MENURUT DESIMINASI FILSAFAT

PENDIDIKAN ISLAM AL-GHOZALI

Muhammad Resky
(41182911200005)
Fakultas Agama Islam, Prodi Pendidikan Agama Islam,
email: Muhammadreski824@gmail.com
Abstract
With the establishment of an integrated Islamic school in the twenty-first century, a great deal has changed
in the field of Islamic education. Surau, Islamic boarding schools, Madrasas, and schools are among the
various Islamic-based schools in Indonesia. The battle of campus mosque activists in many parts of
Indonesia is inextricably linked to the establishment of this integrated Islamic institution. An ideological
foundation is required to accomplish a flawless aim. Ideology in education is critical to the success of an
education that leads to the afterlife through the formation of kholifah and abdulloh. This research approach
is library research, which is a literature review research that involves gathering diverse sources and
analyzing the research problem's consequences. It's only that the author's comparison sources are
restricted, so he or she interprets the information according to his or her abilities. The purpose of this study
is to investigate the basis that is utilized as the ideology of an integrated Islamic school in implementing
the adoption of general science and religious knowledge in one curriculum, in order to ensure that the
world of Islamic education is not crushed by the times.
Key Word: Al-Ghozali, Pendidikan, Filsafat

Abstark
Pada abad 21 banyak sekali perbuhan dalam dunia pendidikan islam dengan lahirnya sekolah islam terpadu.
Dominasi sekolah berbasis islam sudah banyak di Indonesia seperti Surau, pesantren, Madrasah dan
sekolah. Munculnya sekolah islam terpadu ini tak luput dari perjuangan para aktivis masjid kampus yang
tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Untuk menggapai tujuan yang sempurna dibutuhkan landasan
ideologi. Ideology dalam sebuah pendidikan sangatlah penting dalam menunjang kesuksesan sebuah
pendidikan yang mengarahkan kepada kehidupan akhirat dengan menjadikan kholifah dan abdulloh..
Metode penelitian ini bersifat library research yang merupakan penelitian kajian pustaka dengan
mengumpulkan berbagai macam sumber, menganalisa yang ada implikasinya dengan masalah penelitian.
Hanya saja kenyataan sumber-sumber yang penulis jadikan bahan perbandingan sangatlah terbatas,
kemudian penulis olah sesuai dengan kemampuan penulis. Adapun hasil dari tulisan ini yaitu mengupas
landasan yang dijadikan ideologi sekolah islam terpadu dalam mengimplementasikan mengadopsi ilmu
umum dan ilmu agama dalam satu kurikulum agar dunia pendidikan islam tidak terlindas oleh zaman.
Kata Kunci: Al-Ghozali, Education, Philosophy
Pendahuluan
Memahami filsafat ini sangatlah penting bagi cendikiawan dalam mengkaji sebuah disiplin ilmu.
Karna pada dasarnya filsafatlah yang melahirkan berbagai cabang ilmu pengetahuan. Tak bisa dipungkiri,
betapa pentingnya filsafat ini selalu berkaitan dalam proses kemajuan dalam dunia pendidikan.
Dalam perjalan sejarah filsafat, tranmisi keilmuan dari Yunani ini dapat meluas ke berbagai pelosok
dunia dalam rentang waktu 500 tahun Sebelum Masehi. Namun demikian, jauh sebelum Yunani, ada
berbagai daerah yang mengembangkan suatu pradaban seperti Mesir, India dan Irak. sehingga berfilfasat
bukanlah hak monopoli. Dapat ditelisik dari berbagai karya dan pengaruh dalam pemikiran Yunani. Sebagai
contoh yang realistisnya, banyak tokoh yang mengutip dan memberikan untaian hikmahnya seperti
Aristoteles, Plato yang bersumber dari pendeta Mesir Purba (Ritaudin, 2017).
Menurut sudut pandang Chia Luen (1952: 14) dalam karyanya General Characteristics ov Chinese
Thought, bahwasannya dataran Cina sudah terlebih dahulu mengembangkan filsafat sejak era Confusius,
yaitu pada abad ke-6 Sebelum Masehi, Sedangkan dari wilayah Asia bagian Selatan seperti India sudah
berkembang dalam empat tahap yang sudah sempurna dalam pengembangannya. Tahap tersebut yaitu The
Vedic Period (1500-600 SM), The Epic Period (600 SM s/d 200 M), The Sutra Period ( 200 M) dan
dilanjutkan The Scholastic Period (Abad II M.). Oleh karna itu, fislafat bukanlah Yunani saja yang
menelurkan filsafat, melainkan dari non Yunani juga banyak yang melahirkan filsafat ini. Al-Ghozali turut
ikut serta megambil andil dalam tradisi ilmiah dan filsafat yang sangat berperang penting . saat Solomon
Munk Menorehkan karyanya pada tahun 1844 bahwasannya Al-ghozali “menikam filsafat yang
membuatnya tidak pulih lagi di Timur,” tentu saja yang terlintas dalam benak pikiran adalah adalah kitab
Tahafut yang khusus di sorot dalam Bab Ketujuh Belasnya tentang mengkritik teori kausalitas (sebab
akibat). Namun ada hal yang sangat menakjubkan yaitu sekitar tahun 1989 yang bertepatan dengan 145
tahun Al-Ghozali semakin mercusuar yang ditulis dalam karya Muhammad ‘Abid al-jabiri (1989:209)
bahwa pemikiran Al-ghozali “telah meninggalkan luka yang akut dalam Nalar Arab yang tetap menganga
bahkan hingga sekarang.” Sehingga pemikiran Al-Ghozali ini meresap pada setiap Pendidikan Islam di
berbagai negara seluruh dunia termasuk di Indonesia.
Lembaga Pendidikan yang sudah dikenal luas diberbagai kalangan seperti sekolah islam terpadu,
madrasah atau pesantren yang berbasis islam dimana mata pelajaran yang diajarkan lebih condong kepada
pelajaran agama, jika dipresentasekan mata pelajaran agama yang diajarkan yaitu 30% dan selebihnya mata
pelajaran umum. Kurang lebih sudah 20 tahun belakangan ini banyak sekali lembaga pendidikan islam
yang mengadopsi mata pelajaran umum di lembaga pendidikan. Timbulnya lembaga islam yang
mengadopsi mata pelajaran umum ini menimbulkan dualisme dalam system pendidikan di Indonesia
dengan menyalurkan desiminasi ilmu agama dan ilmu umum yang menjadi satu dalam sebuah lembaga
pendidikan menjadi intevensi pemikir barat dan pemikir timur. Pemikir barat yang dimaksud disini yaitu
orang-orang barat yang menganut islam orientalis mendikotomi spesifikasi ilmu pengetauhan umum
dengan ilmu agama, berbanding terbalik dengan para tokoh-tokoh islam kala itu dimana ilmu pengetahuan
umum dikuakkan oleh para tokoh-tokoh islam dengan berbagai interpretasi dalam berbagai bidang
kelimuan seperti, Al-Khawarijmi yang lihai dalam bidang ilmu matematika, Ibnu Sina yang ahli dalam
bidang ilmu kedokteran yang juga menjadi filosof islam. Tak bisa dipungkiri, pendidikan yang ada di
Indonesia sudah berhasil mengadopsi ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum namun kerap dianggap
gagal dalam merespons kemajuan dan perkembangan zaman (Hasan, 2011: 4-5). Awal masa 1980, bibit
lahirnya sekolah islam ini dilahirkan oleh sekelompok mahasiswa islam yang menjadi akar agen perubahan
pendidikan dengan memiliki keprihatinan atas pendidikan di Indonesia ini. sehingga membuat mereka
terdorong untuk (Qodir, 2019). Dengan pejuangan mereka itulah kini sekolah islam terpadu sudah mencapai
di titik 1000 sekolah dengan kemajuan yang berkembang di setiap tahunnya dibawah naungan jaringan
Sekolah Islam Terpadu yang teroganisir, namun ada juga yang tidak bergabung kedalam Jaringan Sekolah
Islam terpadu diperkirakan sekitar 10.000 sekolah (Suyatno, 1970).
Tujuan dari penulisan ini adalah mendekontruksi yang kemudian merekontruksi bangunan dalam
dunia pendidikan sekolah Islam seperti kurikulum, media, metode dalam pembelajaran dan lainnya. Untuk
itu maka sangatlah penting untuk dibahas efektivitas, efisiensi dan standarisasi pengajaran yang relevan
dengan pemikiran Al-Ghozali (Assya’bani, 2020). Dalam berbagai karya ilmiah, menurut Anton Bakker
(1986:10) agar lebih murni dan dan menjaga kemurnian data-data yang signifikan diperlukan metode dasar
sesuai objek yang dikaji, karena pada dasarnya metode dalam karya ilmiah ini sangatlah berguna dalam
menulis karya ilmiah untuk mendapatkan data yang maksimal dan memuaskan serta dapat dipertanggung
jawabkan, Dalam menyelesaikan tulisan ini, penulis menggunakan metode penelitian yang bersifat
kualitatif dimana penulis melakukan penelitian kepustakaan (library research) untuk membahas diskursus
yang harus di bahas dalam penelitian ini berdasarkan pemikiran Ghozali. Dalam menyajikan karya ini,
penulis membahas secara umum biografi Al-Ghozali, kemudian menelisik lebih dalam pemikiran Ghozali
dalam sumbangsihnya filsafat terhadap pendidikan.
Biografi Al-Ghozali
Nama lengkap Imam Ghozali adalah iAbu Hamid Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad ibn
Tā’ūs Ahmadal-Tūsi al-Shāfi’i (1058-1111 M) beliau kelahiran dari kota Tabaran-Tus, Khurāsān, Persia,
kini menjadi negara Iran yang terletak di Timur Tengah. Imam Ghozai dalam sudut pandang pemikiran
Barat akrab disebut dengan ALgazel. (Copleston, 1972: 115-116).
Menurut Sirajuddin (2007:155) orang tua Al-Ghazali getol mengusut ilmu tasawuf, karena itu orang
tua Al-Ghazali hanya mau makan menurut output bisnis tangannya sendiri menurut menenun wol. Orang
tuanya jua populer pencinta ilmu & selalu berdo’a supaya anaknya kelak sebagai seseorang ulama. Amat
disayangkan ajalnya nir memberi kesempatan kepadanya buat menyaksikan keberhasilan anaknya sinkron
menggunakan do’anya. Walaupun hidupnya sangat perihatin dengan penuh kesengsaraan, namun ayahnya
hidup berdekatan dengan para ulama dan sufi, hal inilah yang menjadi imbasnya terhadap implikasi
ketertarikan seorang ayah kepada para orang sholeh sehingga Al-Ghozali menjadi pribadi yang sholeh yang
terkenal juga tokoh sufi yang bergelar hujjatul Islam. Al-Ghozali memiliki saudara kandung bernama
Ahmad, mereka berdua tinggal bersama sahabat ayahnya yakni Ahmad ibn Muhammad yang masyhur
dengan ahli tasawuf dan fikih dari negri Thus (Nafi, 2017). Sebelium ayahnya Ghozali wafat, beliau masih
menyempatkan untuk menitipkan Al-Ghozali dan saudaranya kepada sahabatnya agar dididik menjadi baik.
Tak berjalan lama, ayah Al-ghozali meninggal dunia dan meninggalkan warisan kepada dua putranya Al-
Ghozali untuk mencari ilmu di madrasah, dimadrasah inilah Al-Ghozali menemukan Yusuf Al-Nassaj
seseorang pengajar sufi termasyhur pada masa itu (Bakker, 1978:63). Di kalangan mayoritas Islam Sunni
Al-Ghozali ini menjadi pusat perhatian terbesar dalam mengkaji setiap pemikirannya untuk dipelajari dan
menjadi induknya ilmu tasawwuf dalam dunia sufistik (Fathorrahman 2019).
Menurut Prakosa (2012: 53), Imam Ghazāli ini hidup dan tinggal di bawah kekuasaan kekhalifahan
Bani Abbasiyah yang berpusat di Baghdad (750-1258 M). Dalam kurun waktu selama empat tahun, Imam
Ghozali menjadi maha guru di Bagdad. Tolak ukur pada ketaatan pada agama terhadap Islam Sunni beliau
mengkritisi ajaran yang jabarkan oleh tokoh filsafat yang terkenal yaitu Ibn Farabi dan Ibnu Sinna dalam
sebuah karyanya yang disebut Intentiones Philosophorum. Pengaruh dari pemikiran Imam Ghozali sangat
luas terhadap aliran Ariestotelian dalam buku Tahâfut al-falâsifa yang sangat melawan pemikiran yang
berlandaskan dengan asas rasionalitas saja dalam berfikir, hal ini sangat spesifik dengan pemikiran
Muktazilah dimana dalam memandang moralitas adalah suatu tindakan yang rasional dalam melihat serta
menilai mana yang baik dan mana yang buruk, tidak berdasarkan pada tuntunan agama dan dalil yang
bersumber dari Al-qur’an dan Hadits (Mondin, 1991: 220). Imam Ghozali menelurkan karya yang sangat
monumental yang dikaji hamper di seluruh dunia khusunya para pakar pemikir islam yang menggeluti duni
tasawwuf yaitu kitab Revival of the Religious Sciences (Ihyâ’ ‘ulûm al-dîn). Menjabarkan serta
menjelaskan pandangannya yang condong terhadap tasawwuf dan perilaku yang sesuai dengan tuntuna
ajaran agama dengan menjalankan syariat serta mengamalkan sifat-sifat yang disukai Allah. Untuk itu,
kemurnian suatu ibadah kepada Allah harus dengan dingiringi dengan ilmu, karena Al-Ghozali menulis
dalam karyanya yang monumental pada bab 1 membahas tentang keutamaan ilmu. Kemudian dilanjut
dengan pembersihan jiwa dari berbagai penyakit hati. Kitab itu ditulis saat beliau berusia lanjut yang sudah
tua renta menuju meninggalkan Baghdad dan hidup di Syria. Imam Ghozali mendirikan sekolah disana dan
menkontemplasi ilmunya sampai akhir hayat. Sebagai seorang ulama besar di zamannya, al-Ghazâlî
mempunyai beberapa murid. Di antara Ghazâlî mempunyai beberapa murid. Di antara mereka adalah al-
Qâdî Abû Nasr Ahmad ibn ‘Abd Allâh ibn ‘AAbû Fath Ahmad ibn ‘Alî ibn Muhammad Burhân, Abû
Mansûr Muhammad ibn Ismâ‘îl, al-Sadîd Abû Sa‘îd Muhammad ibn As‘ad, Abû ‘Abd Allâh Muhammad
ibn ‘Abd Allâh ibn Tumirat, Abû Hâmid Muhammad ibn ‘Abd al-Muhammad ibn Yahya, Abû Tâhir
Ibrâhîm ibn al-Muhammad, Abû al-Hasan Sa‘ad al-Qâdî Abû Nasr Ahmad ibn ‘Abd Allâh ibn ‘Abd al-
Rahmân alAbû Fath Ahmad ibn ‘Alî ibn Muhammad Burhân, Abû Mansûr Muhammad ibn Ismâ‘îl, al-
Sadîd Abû Sa‘îd Muhammad ibn As‘ad, Abû ‘Abd Allâh Muhammad ibn ‘Abd Allâh ibn Tumirat, Abû
Hâmid Muhammad ibn ‘Abd al-Mulk, Abû ‘Abd Allâh ibn ‘Alî, Muhammad ibn Yahya, Abû Tâhir Ibrâhîm
ibn al-Muttahir, Abû Fath Muhammad ibnHasan Sa‘ad al-Khayr, Abû Muhammad Sâlih ibn Muhammad
ibn Rahmân al-Khamqarî,Abû Fath Ahmad ibn ‘Alî ibn Muhammad Burhân, Abû Mansûr Muhammad ibn
Ismâ‘îl, alSadîdAbû Sa‘îd Muhammad ibn As‘ad, Abû ‘Abd Allâh Muhammad ibn ‘Abd Allâh ibnMulk,
Abû ‘Abd Allâh ibn ‘Alî, Abû Sa‘îdMuttahir, Abû Fath Muhammad ibnKhayr, Abû Muhammad Sâlih ibn
Muhammad ibn Hamuwîyah dan lain sebagainya (Arif, 2019).
Karya-Karya Al-Ghazali
Al-Ghozali sebagai pemirikir yang besar dalam bidang tasawuf, beliau juga alim alamah dalam
bidang filsafat. Tidak bisa dipungkiri dengan karya-karya beliau yang banyak sekali sehingga kontribusinya
dalam dunia pendidikan sangatlah besar khusunya dunia pendidikan Islam. Karangan yang monumentalnya
selain Ihya’ Ulumuddiin 4 jilid ini adalah kitab Fatihatul Ulum yang merupakan karya besar yang
membahas seluk pendidikan yang dilahirkan oleh Al-ghozali ini merupakan bentuk penyempurnaan yang
palin utama terhadap pendidikan di wliyah Eropa pada saat itu, dapat dikamparasikan dengan pendidikan
modern kala itu (Setiyawan, 2016).

Dalam Heri (2009:342) Al-Ghazali sebagai seorang yang ahli pikir Islam yang dalam ilmunya
banyak menulis buku-buku yang meliputi berbagai lapangan ilmu pengetahuan, antara lain filsafat, ilmu
kalam, fiqh, tafsir, taSawuf, akhlak, dan otobiografinya. Di dalam Mukkaddimah kitab Ihya ‘Ulum ad-Din,
Dr. Baedhowi Tabhana yang dikutip oleh Zainuddin, dkk (1991:19-21), menulis hasil karya-karya al-
Ghazali yang dapat disusun menurut kelompok ilmu pengetahuan sebagai berikut: 1. Kelompok Filsafat
dan Ilmu Kalam, yang meliputi:
a. Maqasid al-Falasifah (Tujuan-tujuan para filosof)
b. Tahaful al-Falasifah (Kerancuan para filosof)
c. Al-Iqtishad fi al-I’tiqad (Moderasi dalam aqidah)
d. Al-Maqashidul Asna fi Ma’ani Asmillah al-Husna (Arti nama-nama Allah yang husna)
e. Faishatul Tafriqoh bainal Islam wa az-Zindiqi (Perbedaan antara Islam dan Zindiq), dan masih banyak
lainnya (Rizal 2014).

Komparasi pemikiran Pendidikan Al-Ghozali Dan Al-Farabi


A. Al-Farabi
Dalam studi islam, para pemikir pendidikan mengemukakan desiminasi mereka masing-masing
diantaranya adalah Al-Ghozali membahas dunia pendidikan. Pada dasarnya semua pemikir studi keislaman
ini tidak hanya berasal dari timur saja melainjan juga berasal dari barat seperti Jhin Locke, Al-Ghozali
dengan pemikir barat memiliki persamaan walaupun memiliki latar belakang dan dasar pemikiran yang
tentunya banyak yang merdeka. (Yuliana and Abror., 2019).
berbicara komparasi studi banding antara pemikiran kedua tokoh yang memiliki intelektual tinggi Al-
Ghozali dengan Al-Farabi memiliki persamaan yang sangat lurus dalam konteks filsafat dan agama.
Diantara pandangan Farabi menyinggung pendidikan yaitu mewakili filsafat, keimanan, moralitas yang
bersangkut pautnya dengan agama (Nurmuhyi, 2016). Dapat di paparkan sebagai berikut :
a. Desiminasi pemikiran Al-Farabi menyinggung konteks pendidikan dengan tujuan untuk mendapatkan
untauan-untaian permata pengetahuan, keterampilan, serta budaya. Dalam tinjauan pemikiran Al-
Farabi, tujuan akhir dari sebuah pendidikan dalam pribadi seseorang yaitu menggapai kesempurnaan
iman dengan membimbing personal dalam menyelami pengetahuan secara teoritis dan
mengimplementasikan kehidupan sehari-hari agar sampai kepada Allah (Setiyawan, 2016). Dalam
menggapai kesempurnaan ilmu, maka mengacu pada kompetensi dasar setiap mata pelajaran yang
terkandung dimensi afektif yakni dengan menonjolnya sikap spiritualisme dalam pribadi seorang
murid, Kemudian dimensi kognitif dan dimensi psikomotorik (Santosa and Abdillah 2021).
b. Klasifikasi Ilmu dalam desiminasi Al-Farabi yaitu sistematis yang sudah masyhur dalam karyanya
“Ihsha al-ulum” al-Farabi membangun klasifikasi ilmu yang terperinci namun tetap terpadu,
berdasarkan tiga pengelompokkan utama ilmu: Metafisik, Matematik, dan Ilmu-ilmu Alam (Halik
2013).

Dapat ditarik kesimpulan bahwasannya kurikulum pendidikan islam inilah tidak ada dikotomi terhadap ilmu
agama dan ilmu umum dengan mengkolaborasikan ilmu pengetahuan umum dan agama dalam satu padu
menuju Allah.
c. Aspek pendidik, Tidak ada konsep secara jelas namun seorang pendidik dan peserta didik harus tidak
boleh lepas dari kehidupan masyarakat karena masyarakat tempat mempraktikkan ilmu yang dimiliki
seseorang.
d. Ada dua metode dasar pendidikan. Pertama adalah metode yang disesuaikan untuk rakyat biasa dengan
langkah persuasif. Sedangkan, metode kedua adalah demonstratif. Al-Farabi juga mengadopsi metode
filsuf Yunani, Plato. Ia menggunakan metode dialog atau perdebatan,

B. Desiminasi Al-Ghozali

Tujuan yang paling utama dan utama dalam dunia pendidikan yaitu adalah mengarahkan pesrta didik
untuk mengimplementasikan akhlak secara signifikan menuju mendekatkan kepada Allah dengan cara
mencari ridho-Nya bukan mencari kemegahan dunia. Al-Ghozali merujuk pada QS. Al-Dzariyat:56 yang
membahas rumusan pendidikan untuk memaparkan tujuan dari pendidikan. Tujuan Pendidikan yang
dirumuskan Al-Ghozali dipengaruhi oleh ilmu tasawwuf dengan menekankan menvari kehidupan akhirat
dengan hidup sederhana di dunia ini (Setiyawan 2016).
Membahas paradigm dunia pendidikan ini seorang tokoh ulama yang masyhur Ahmad Fuad al-
Ahwani menyatakan bahwa Ghozali ini banyak menorah perhatian yang penuh kepada dunia pendidikan,
dengan pendidikan ini lah yang akan menyongsong kehidupan manusia yang lebih mulia dan dekat dengan
tuhannya(Musfioh 2014). Menurut pandangan Al-Ghazali, jika anak menerima ajaran dan kebiasaan hidup
yang baik, maka ia menjadi baik, begitu pula sebaliknya. Ada beberapa konsep di bidang pendidikan yang
ditawarkannya, yakni:
a. Aspek Tujuan Pendidikan, Al Ghazali menekankan tugas pendidikan adalah mengarah pada realisasi
tujuan keagamaan dan akhlak, dimana fadhilah (keutamaan) dan taqarrub kepada Allah merupakan
tujuan yang paling penting dalam pendidikan (Nata, 2015). Menurut Al Ghazali, tujuan pendidikan
yaitu pembentukan insan paripurna, baik di dunia maupun di akhirat. Menurut Imam Al Ghazali pula
manusia dapat mencapai kesempurnaan apabila mau berusaha mencari ilmu dan selanjutnya
mengamalkan fadilah melalui ilmu pengetahuan yang dipelajarinya. Fadhilah ini selanjutnya dapat
membawanya untuk dekat kepada Allah dan akhirnya membahagiakannya hidup di dunia dan di
akhirat. Menurut Al Ghazali tujuan utama pendidikan Islam itu adalah ber-taqarrub kepada Allah Sang
Khaliq, dan manusia yang paling sempurna dalam pandangannya adalah manusia yang selalu
mendekatkan diri kepada Allah (Agus 2018). Tujuan pendidikan jangk panjang ialah pendekatan diri
kepada Allah. Pendidikan dalam prosesnya harus mengarahkan manusia menuju pengenalan dan
kemudian pendekatan diri kepada Tuhan pencipta alam. Selajutnya Al-Ghazali mengutip sebuah hadis
sebagai berikut. ”barang siapa menambah ilmu (keduniawian) tetapi tidak menambah hidayah, ia tidak
semakin dekat dengan Allah, dan justru semakin jauh dari-Nya.” (H.R. Dailami daRI Ali) Menurut
konsep ini, dapat dinyatakan bahwa semakin lama seseorang duduk dibangku pendidikan, semakin
bertambah ilmu pengetahuannya, maka semakin mendekat kepada Allah. Tentu saja, untuk
menentukan itu tujuan itu bukanlah sistem pendidikan sekular yamg memisahkan antara ilmu-illmu
keduniaan dari nilai-nilai kebenaran dan sikap religius, juga bukan sistem islam yang konservatif.
Tetapi, sistem pendidikan yang integral. Sistem inilah yang dapat membentuk manusia melaksanakan
tugas-tugas kekhalifahan (Nasihuddin, 2020).
b. Kurikulum pendidikan. Menurut Desiminasi yang disusun oleh Al-Ghazali tidak lepas dari
pandangan beliau tentang tujuan pendidikan itu sendiri yaitu mendekatkan diri kepada Tuhan.
Tolak ukur keberhasilan dari ilmu yaitu mengamalkan ilmu dalam kehidupan sehari-hari sehingga
personal menjadi lebih dekat kepada Allah (Safrony, 2013). Menurut Al-Ghazali kurikulum
pendidikan itu terdapat dua hal yang menarik. Pertama, pengklasifikasiannya terhadap ilmu
pengetahuan dan segala aspek yang berkaitan dengannya. Kedua, pemikirannya tentang manusia
berikut dengan segala potensi yang dibawa. Pada hakikatnya semua manusia itu esensinya sama,
yakni ia sudah kenal betul dengan pencipta, selalu mendekat kepada-Nya dan hal ini tidak akan
berubah (Yuliana and Abror 2019).
c. Pendidk, Menurut al-Ghazali, pendidk dalam perspektif al-Ghozali yaitu sangatlah penting terhap
pendidikan. Kena pada hakikatnya pendidikan tanpa pendidik tidak akan bisa terlaksanakan dunia
pendidikan. Pendidik harus bersih jiwanya dan dekat kepaa Allah menurut Al-Ghozali.
d. Peserta Didik, peserta didik harus yang pertama, membersihkan hati dari berbagai macam penyakit
hati seperti bujukan-bujukan untuk melakukan maksiat, hati, iri, dengki, keyakinan dan pandangan
yang buruk dan akhlak tercela. Dalam usaha mencari ilmu, seharusnya seorang peserta didik
menghilangkan beberapa sifat yang kotor dari dalam dirinya seperti iri, dengki, dusta, ujub, dan
bujukan yang condong kepada keduniawiaan agar menjadi bersih dan memudahkan ilmu masuk ke
dalam hatinya untuk mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari (Mudjab Mahali 1984:158).
Sebagaimana yang termaktub dalam kitab yang dikarang oleh Imam al-Ghazali yang sangat
monumental, beliau menjelaskan bahwa ada tiga hal yang dapat merusak dan merupakan bibit dari
kotornya hati. Adapun ketiga sifat itu adalah hasud, riya‟ dan rasa ujub (rasa ingin dudengarkan
oleh orang lain). Solusi dari hal tersebut adalah membiasakan diri untuk berbuat baik walaupun di
dalam hati masih kotor yang selalu berbuat kebaikan ingin dilihat, dipuji dan didengarkan oleh
orang. Untuk membentengi moral peserta didik dari berbagai hal yang buruk yaitu takwa kepada
Allah yang selalu melihat kita dalam keadaan sepi maupun ramai dimanapun berada, kemudian
mengamalkan asketisisme dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Ramli, pendidikan akhlak sangat
mempunyai esesnsi dan makna yang sangat penting bagi kehidupan agar membentuk pribadi
seorang anak menjai manusia yang berbudi pekerti dan humanisme (TAS’ADI 2016). Warga
negara yang berbudi pekerti dapat ditinjau dari sisi psikologis yang sesungguhnya melekat dalam
pribadi seseorang. Menurut imam Fakhrudin Ar-Razi seorang ilmuwan muslim pakar psikolog
menjabarkan dalam kitabnya yaitu watak kepribadian seseorang dapat dilihat dengan beragam
tehnik (Fuad: 2019). Dalam menggapai hati yang bersih dari berbagai penyakit hati agar selalu
menuntun perilaku manusia untuk tidak iri, dengki, hasud, riya’ dan ujub dapat dilatih sedini
mungkin dan ditanamkan oleh pendidik contoh-contoh perilaku yang baik kepada peserta didik
(Bazemool, Salim. 2015). Karna pada dasatrnya dalam mencari ilmu itu harus memiliki etika yang
baik dan menghindari perilaku tercela dalam menuntut ilmu. Perilaku yang tercela dapat menjadi
factor penghambat yang sangat besar bagi peserta didik dalam memperoleh ilmu yang berkah,
perilaku yang tercela atau dapa disebut perilaku buruk datang dari nafsu, dan nafsu akan selalu
menjerumuskan kepada perilaku tercela yang bertentangan dengan etika yang diajarkan oleh syariat
islam. Oleh sebab itu peserta didik harus waro’ dan tidak ceroboh dalam mengendalikan dirinya
agar tidak terjerumus kepada hal-hal yang sombong akibat dari bisikan setan dalam hari yang kotor.
Kedua, niat Peserta didik harus lurus untuk memperbaiki diri dan menuntut ilmu, yaitu bertujuan
mencari ridho Allah SWT serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, menghidupkan
agamanya Allah, menerangi hati dan menghias jiwa. Dalam sebuah hadits diterangkan
bahwasannya memiliki niat yang lurus sangat penting.

Niat menjadi tolak ukur terhadap suatu amalan yang menjadi tendensi suatu perbuatan yang dinilai
banyaknya pahala atau sedikit yang didapat. Niat adalah perkara hati yang kaitannya sangat penting
dalam mengerjakan segala sesuatu. Al Zarnuji (2007) menjelaskan seharusnya bagi seorang peserta
didik harus berniat kuat mencari ridho Allah semata bukan untuk kepentingan duniawi (Noer and
Sarumpaet 2017). Dalam agama Islam tentu saja ini dipandang sangat penting dalam dunia
pendidikan, dikawal dan dijaga untuk selalu digantungkan kepada Allah SWT agar selain bernilai
ibadah, tujuannya adalah supaya kondisi. psikologis dan psikis manusia selalu terjaga, terarah,
memiliki tujuan yang jelas dan tentunya selalu dalam koridor nilai positif. Seandainya perkara niat
ini tidak dikawal dan dituntun oleh agama, tentu banyak orang yang tidak bermoral layaknya manusia
pada fitrahnya, seperti zaman jahiliyah sebelum datangnya Nabi Muhammad SAW yang pada waktu
itu mengalami degradasi moral. perlu disadari bahwa satu perbuatan bisa saja timbul dari berbagai
niat yang berbeda, maka dari itu kita sangat harus memperhatikan dengan benar perkara niat ini,
supaya tetap lurus. Pintu menuju keikhlasan adalah niat. Oleh sebab itu, ketika ingin mencapai
keikhlasan, langkah pertama adalah memperbaiki niat dalam hati kita. KH. Hasyim Asy’ari
berpandangan bahwa seorang peserta didik harus memperbaiki, mengokohkan, dan meluruskan
niatnya sebagai media dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan seperti itu akan
mendapatkan arah dan tujuan yang sangat jelas kepada seorang murid. Hal yang sangat perlu
diperhatikan adalah orientasi peserta didik dalam mencari ilmu, seorang peserta didik jika dalam
mencari ilmu dia berdasarkan pada keikhlasan kepada Allah semata maka ia mendapatkan manfaat
untuk agamanya sesuai ajaran Islam.
e. Metode dan media, dalam perspektif Al-Ghozali Metode dan media harus adanya konsep yang jelas
seperti Riyadhoh yang di timbang dari aspek psikologis peserta didik dan sosiologisnya (Shofan,
2021).
Dapat penulis jabarkan secara singkat hasil dari komparasi kedua tokoh filosf berikut ini :
Pengertian Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat adalah sebuah ilmu yang mempelajari seluruh fenomena dan berbagai perspektif manusia
yang secara kritis dan menjelaskan secara detail terhadap konseptual yang sangat mendasar atau dapat
disebut berfikir sampai ke akar-akar sampai mendasar. peristilahan kata filsafat itu sendiri dapat di tinjau
dari dua kacamata yang segimatik dan segi praktis. Jika ditelisik dari kacamata sematik, kata filsafat ini
berasal dari bahasa Arab yakni “Falsafah” dan dalam bahasa Yunani dapat disebut dengan “Philosophia”,
kata “Philosophia ini memiliki dua akar kata, yaitu Philos yang memiliki arti cinta, suka. Sedangkan shopia
memiliki arti pengetahuan atau disebut juga hikmah. Dapat dipahami dari uraian diatas, philosophia adalah
cinta pada kebenaran atau kebijaksanaan. Sedangkan jika penulis tinjau dari kacamata praktis, filsafat dapat
diberi makna yaitu berfikir, namun bedanya tidak semua yang berfikir itu dapat dikategorikan kedalam
filsafat. Karena filsafat itu berfikir sesuatu sampai keakar-akarnya secara mendalama serta detail terhadap
objek yang di teliti (Nursikin 2016).
Filsafat pendidikan Islam, dalam pandangan Jalauddin Said menurut Rahmat Hidayat dan Henny
Syafriana Nasution menyatakan bahwasannya kajian filsafat pendidikan Islam ini sudah beranjak dari kajian
falsafat pendidikan yang termuat dalam al-Qur’an dan Hadis yang telah diterapkan oleh Nabi Muhammad swt.,
baik selama periode Makkah maupun selama periode Madinah. Falsafat Pendidikan Islam yang lahir bersamaan
dengan turunnya wahyu pertama itu telah meletakkan dasar kajian kokoh, mendasar, menyeluruh serta terarah
ke suatu tujuan yang jelas, yaitu sesuai dengan tujuan ajaran Islam itu sendiri (Ilham 2020). Oleh karnanya
filsafat pendidikan islam ini sudah ada pada zama Rosululloh Saw.
Definisi ini memberi kesan bahwa filsafat pendidikan Islam sama dengan filsafat pada umumnya.
Dalam arti bahwa filsafat pendidikan Islam mengkaji tentang berbagai masalah yang ada hubungannya
dengan pendidikan, seperti manusia sebagai subjek dan objek pendidikan, kurikulum, metode, lingkungan,
guru, dan sebagainya. Bedanya dengan filsafat pendidikan pada umumnya bahwa di dalam filsafat
pendidikan Islam semua masalah kependidikan tersebut selalu didasarkan kepada ajaran Islam yang
bersumberkan al-Qur’an dan al-Hadits. Dengan kata lain bahwa kata Islam yang mengiringi kata filsafat
pendidikan itu menjadi sifat, yakni sifat dari filsafat pendidikan tersebut (Nur Azizah 2021)
Walapun begitu, bukan berarti filsafat ini dikategorikan sebagai ilmu hakikat yangt tidak termaktub
dalam Al-Qur’an. Filsafat sebagai ilmu hakikat terdapat dalam Al-Qur’an disebut dengan kata hikmah,
sedangkan kata Al-hikmah disebutkan dalam alQur’an sebanyak 20 ayat (Asy’arie,1991:14)..
Filsafat adalah kegiatan manusia terutama aspek berpikirnya. Pemikiran manusia ini kemudian
menjadi pengetahuan bagi manusia untuk menjalani hidup di dunia ini. Filsafat dengan demikian dapat
menjadi pandangan hidup manusia. Selanjutnya, Haris Hermawan (2009). Filsafat adalah perilaku. Sebuah
perilaku hayati & perilaku terhadap kehidupan. Dengan melakukan penyikapan terhadap hayati maka insan
perlu mengetahui hakikat hayati ini. Pengetahuan mengenai hayati ini sebagai penerang jalan kehidupan.
Setelah insan mempunyai jalan kehidupan maka insan bisa mencapai tujuan hidupnya (Titus, 1984).
Muzayyin Arifin, dalam Tolhah (2015:384) menyampaikan bahwa filsafat pendidikan Islam dalam
hakikatnya merupakan konsep berpikir mengenai kependidikan yang bersumberkan atau berlandaskan
ajaran-ajaran kepercayaan Islam mengenai hakikat kemampuan insan buat bisa dibina & dikembangkan,
dan dibimbing sebagai insan Muslim yang semua pribadinya dijiwai sang ajaran Islam. Definisi ini
memberi kesan bahwa filsafat pendidikan Islam sama menggunakan filsafat dalam biasanya. Dalam arti
bahwa filsafat pendidikan Islam menelaah mengenai aneka macam perkara yang terdapat hubungannya
menggunakan pendidikan, misalnya insan menjadi subjek & objek pendidikan, kurikulum, metode,
lingkungan, guru, & sebagainya. Bedanya menggunakan filsafat pendidikan dalam biasanya bahwa pada
pada filsafat pendidikan Islam seluruh perkara kependidikan tadi selalu didasarkan pada ajaran Islam yang
bersumberkan al-Qur’an & al-Hadits. Dengan istilah lain bahwa istilah Islam yang mengiringi istilah
filsafat pendidikan itu sebagai sifat, yakni sifat berdasarkan filsafat pendidikan tadi (Tolchah 2015).
Implementasi Akhlak Pendidik dan Peserta Didik
Dunia akademis dapat memberikan solusi berasal persoalan yang terdaji di masyarakat. Etika
akademis artinya hakikat kegiatan ilmiah yang berlangsung di global akademik pada perguruan tinggi
secara universal, mirip kejujuran, ketelitian, keterbukaan, rendah hati, menerima kritikan dan lain-lain.
Etika akademis merupakan nilai-nilai sosial dan budaya yg sudah disepakati masyarakat Pendidikan
sebagai norma yang pada patuhi bersama warga. Menurut (Mujib dan Mudzakkir, 2014: 113-114) Etika
peserta didik Peserta didik dalam Pendidikan islam artinya individu yg tumbuh dan berkembang, baik
secara fisik juga psikis uantuk mencapai tujuan pendidikannya melalui lembaga Pendidikan. peserta didik
sebagai seorang yang memerlukan penegetahuan (ilmu) bimbingan dan pengarahan dari pendidik, mujib
memaparkan berberapa kode etik atau etika akademis. Dalam hasratnya mendapatkan ilmu, jiwa seorang
murid akan tergugah karena merasakan kesegaran mendapatkan ilmu. Meskipun pahit dan tidak mudah,
namun pada dasarnya hati nurani manusia mempunyai hasrat untuk menggapai dan meraih sesuatu, dari
hasrat inilah semangat itu timbul dan membuat manusia sangat semangat dalam melakukan setiap perilaku
dan kegiatan, baik itu yang bersifat perolaku yang dinilai positif seperti belajar, mencari rezeki atau bekerja
untuk keluarga dan berdagang. Adapun jika semangat yang muncul ini digunakan untuk melaksanakan
kegiatan negatif maka harus diluruskan, baik dengan perkataan maupun perbuatan (Mohamad Kholil,
2007:22).
Menjabarkan Akhlak dalam perspektif Al-ghozali terhadap sekolah Islam Terpadu, banyak sekali
guru-guru yang akhlaknya sudah memenuhi keriteria desiminasi Al-Ghozali dalam meninjau pendidikan
yang ideal berdasarkan filsafat pendidikan. Diantara akhlak yang dijabarkan Al-ghozali dalam kitab
Bidayatul Hidayah ada berberapa bab adab. Dalam sekolah islam terpadu ini, materi yang diajarkan terdapat
didalamnya pendidikan akhlak dengan memberikan kurikulum pendidikan Akidah dan Akhlak maka
peserta didik menjadi insan yang kamil. Dalam kitab biayatul bidayah karangan Hujatul islam Al-Ghozali
diterangkan bab adab dalam hidup bermasyarakat, yaitu: adab dalam melaksanakan kegiatan sehari hari,
cara meninggalkan meninggalkan maksiat, dan adab kepada sesama manusia. Bab adab kepada sesama
manusia mencakup adaba manusia. Bab adab kepada sesama manusia mencakup adab kepada orang tua,
adab seorang murid, adab seorang guru, dan adab kepada seluruh manusia. kepada orang tua, adab seorang
murid, adab seorang guru, dan adab kepada seluruh manusia.Adab kepada seluruh manusia mencakup adab
kepada sahabat karib (seorang yang dikenal), Adab kepada seluruh manusia mencakup adab kepada sahabat
karib (seorang yang dikenal), adab kepada kenalan (hanya kenal namun bukan sahabat karib), dan adab
kepada orang yangnya kenal namun bukan sahabat karib), dan adab kepada orang yang tidak dikenal atau
disebut awam (Arif, 2019). Secara umum, Secara umum, poin-poin tersebut bisa digambarkan melalui table
berikut :
Dari tabel diatas dapat penulis tarik titik temu bahwasannya seorang peserta didik itu harus memiliki akhlak
dalam pendidikan. Begitupun yang diajarkan dalam sekolah islam terpadu yang ada di indonesia, setiap
sekolah mengajarkan kurikulum akhlak dan aqidah, agar peserta didik memiliki akhlak yang mulia dan
aqidah yang kuat untuk menuju insan kamil.
Kesimpulan
Dapat penulis ambil kesimpulan bahwasannya sekolah islam terpadu yang berada di indonesia
semuanya sudah mengadopsi pemikiran Al-Ghozali dalam mengimplementasikan kurikulum sekolah
disetiap daerah. Tak bisa dipungkiri ilmu umum dan ilmu agama sudah membaur dalam satu sekolah
sehingga umat islam tidak tertinggal dan tertindas oleh berkembangnya zaman. Selain diajarkan konsep
agama, berbagai ilmu umum seperti sains dan tehnologi juga diajarkan di sekolah-sekolah islam terpadu,
maka tak heran jika biaya yang ditawarkan cukup tinggi. Dengan lahirnya sekolah islam terpadu ini
membuat masyarakat muslim antusias dalam reislamisasi dengan menunjukkan eksistensinya. Oleh karna
itu konsep ideologi sekolah islam terpadu ini tak luput dari tokoh pemikiran para filsuf seperti Al-Ghozali
sebagai dasar utama dalam islamisasi di bidang pendidikan.
Saran
Sebaiknya pemerataan pendidikan islam di indonesia dengan lahirnya cabang baru sekolah islam
terpadu haruslah di pantau oleh pemerintah apa ideologi yang dianutnya. Sebab jikalau tidak begitu makan
akan terafiliansi lembaga pendidikan islam yang pemikirannya terjerumus kedalam pemikiran radikal
(intoleransi). Ini bisa menimbulkan bahaya yang besar seebab jikalau tidak di pantau maka pemikiran-
pemikiran ulama salaf seperti Al-Ghozali akan pudar dan bukan menjadi tujuan utama bagi sekolah-sekolah
islam.
Daftar Pustaka
Abuddin Nata, Perspektif Tentang Pola Hubungan Guru-Murid, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2015).
Asy’arie, Musa, 1991. Filsafat Islam:Kajian Ontologis, Epistemologis,Aksiologis, Historis, Prospektif.
Editor Irma fatimah Arifin, H.M. FilsafatPendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993).
Anton Bakker, Metode Filsafat (Ghalia Indonesia: Jakarta, 1986).
Agus, Zulkifli. 2018. “Pendidikan Islam Dalam Perspektif Al-Ghazali.” Raudhah Proud To Be
Professionals : Jurnal Tarbiyah Islamiyah 3, no. 2: 21–38.
https://doi.org/10.48094/raudhah.v3i2.28.
Arif, Muhamad. 2019. “ADAB PERGAULAN DALAM PERSPEKTIF AL-GHAZÂLÎ: Studi Kitab
Bidâyat Al-Hidâyah.” Islamuna: Jurnal Studi Islam 6, no. 1: 64.
https://doi.org/10.19105/islamuna.v6i1.2246.
Assya’bani, Ridhatullah. 2020. “Naturalisasi Filsafat Islam Dalam Pemikiran Al-Ghazali.” Khazanah:
Jurnal Studi Islam Dan … 18, no. 2: 243–60. http://jurnal.uin-
antasari.ac.id/index.php/khazanah/article/view/3563.
Copleston, Frederick. A History of Medieval Philosophy. London: Methuen, 1972.
Bakker, JWM. 1978. Sejarah Filsafat dalam Islam. Yogyakarta: Kanisius.
Fathorrahman, Fathorrahman. 2019. “Filsafat Pendidikan Islam Dalam Perspektif Al-Ghazali Dan Ibnu
Khaldun.” Tafhim Al-’Ilmi 10, no. 2: 108–20. https://doi.org/10.37459/tafhim.v10i2.3427.
Halik, Abdul. 2013. “Dialektika Filsafat Pendidikan Islam (Argumentasi Dan Epistimologi).” Istiqra I, no.
1: 22–28.
Hermawan, Heris. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Departement Agama.
Ilham, Dodi. 2020. “Persoalan-Persoalan Pendidikan Dalam Kajian Filsafat Pendidikan Islam.” Didaktika
9, no. 2. https://jurnaldidaktika.org/179.
Ilmiah, Jurnal, and Multi Sience. 2021. “Jurnal Ilmiah Multi Sience” 3, no. 1: 147–72.
“KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF AL-GHOZALI M. Nasihuddin Dosen Tetap STIT
Muhammadiyah Tempurrejo Ngawi.” n.d., 27–44.
Ladzi Safrony. 2013. Al-Ghazali Berbicara tentang Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Aditya Media
Publishing.
Musfioh, Imroh Atul. 2014. “Pemikiran Pendidikan Islam Perspektif Al-Ghazali.” SYAMIL: Jurnal
Pendidikan Agama Islam (Journal of Islamic Education) 2, no. 1: 14.
https://doi.org/10.21093/sy.v2i1.493,
Mohamad Kholil. 2007. Etika Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Titian Wacana.
Muhammad ‘abid al-Jabiri, Takwin al-‘Aql al-‘Arabi (Beirut: Markaz Dirasat al-Wahdat al- ‘Arabiyyah,
1989), 290.
Muhammad Nafi, Pendidikan dalam Konsepsi Imam Al-Ghazali (Yogyakarta: Deepublish, 2017).
Mulyadhi Kartanegara, Integrasi Ilmu dalam Perspektif Filsafat Islam.(Tangerang Selatan: UIN Jakarta
Press, 2003).
Mudjab Mahali. 1984. Pembinaan Moral di Mata Al-Ghozali, (Yogyakarta: BPFE
Mujib dan Muzakir. 2014. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana.
Mondin, Battista. 1991. A History of Mediaeval Philosophy. Roma: Urbaniana University Press.
Noorhaidi Hasan, “Islamizing Formal Education: Integrated Islamic School and New Trend in Formal
Education Institution in Indonesia” Artikel Online di S. Rajartanam School of International Studies
Singapore, Februari 2011.
Nurmuhyi, M. A. (2016). Pendidikan Akal Budi Perspektif Al-Farabi (Telaah Filosofis atas Pemikiran
Pendidikan Al-Farabi). Tarbawy : Indonesian Journal of Islamic Education, 3(2), 185–192.
https://doi.org/10.17509/t.v3i2.4522.
Noer, Muhammad Ali, and Azin Sarumpaet. 2017. “Konsep Adab Peserta Didik Dalam Pembelajaran
Menurut Az-Zarnuji Dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Karakter Di Indonesia.” Al-Hikmah:
Jurnal Agama Dan Ilmu Pengetahuan 14, no. 2: 181–208. https://doi.org/10.25299/al-
hikmah:jaip.2017.vol14(2).1028.
Nur Azizah, Siti. 2021. “Media Pembelajaran Dalam Perspektif Al-Qur’an Dan Al-Hadits.” Jurnal
Literasiologi 6, no. 1. https://doi.org/10.47783/literasiologi.v6i1.242.
Nursikin, Mukh. 2016. “Aliran-Aliran Filsafat Pendidikan Dan Implementasinya Dalam Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Islam.” Attarbiyah 1, no. 2: 303–34.
https://doi.org/10.18326/attarbiyah.v1i2.303-334.
Prakosa, Heru. “Al-Ghazali dan Thomas Aquinas: Hidup Harmoni Sebagai Buah Ketaqwaan”, dalam
BASIS. No. 11-12 (2012).
Ritaudin, M. Sidi. 2017. “Mengenal Filsafat Dan Karakteristiknya.” Kalam 10, no. 2: 127.
https://doi.org/10.24042/klm.v9i1.324.
Rizal, Ahmad Syamsu. 2014. “Filsafat Pendidikan Islam Islami.” Jurnal Pendidikan Agama Islam - Ta’lim.
Santosa, Sedya, and Karim Abdillah. 2021. “Pemikiran Muhammad Athiya Al-Abrasyi Tentang Pendidikan
Dan Relevansinya Dengan Dunia Modern.” Jurnal Pendidikan Islam Al-Ilmi 4, no. 2: 156.
https://doi.org/10.32529/al-ilmi.v4i2.982.
Setiyawan, Agung. 2016. “Konsep Pendidikan Menurut Al- Ghazali Dan Al-Farabi.” Tarbawiyah, Vol. 13,
No.1, Edisi Januari - Juni 2016 Vol. 13, N: 51–72.
Suyatno, Suyatno. 1970. “Sekolah Islam Terpadu; Filsafat, Ideologi, Dan Tren Baru Pendidikan Islam Di
Indonesia.” Jurnal Pendidikan Islam 2, no. 2: 355. https://doi.org/10.14421/jpi.2013.22.355-377.
Sarvepalli Radhakrisnan, (ed.), History of Philosophy Eastern and Western, Vol. I & II, (London, 1952).
TAS’ADI, RAFSEL. 2016. “Pentingnya Etika Dalam Pendidikan.” Ta’dib 17, no. 2: 189.
https://doi.org/10.31958/jt.v17i2.272.
Tolchah, Moch. 2015. “Filsafat Pendidikan Islam: Konstruksi Tipologis Dalam Pengembangan
Kurikulum.” Tsaqafah 11, no. 2: 381. https://doi.org/10.21111/tsaqafah.v11i2.274.
Titus, H. Arold, 1984. Perosalan-persoalan Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang.

Yuliana, Elfa, and M Reza Wahyu Al-hadi Abror. 2019. “Komparasi Pemikiran Pendidikan Al-Ghazali
Dan John Locke Perspektif Pendidikan Islam Dan Barat.” Jurnal Penelitian Tarbawi: Pendidikan
Islam Dan Isu-Isu Sosial 4, no. 1: 93–106.
https://jurnal.iaihnwpancor.ac.id/index.php/tarbawi/article/view/207.
Zuly Qodir. 2009. Gerakan Sosial Islam: Manifesto Kaum Beriman (Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Zainuddin, dkk 1991 Seluk-Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, Bumi Aksara, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai