Anda di halaman 1dari 102

KENDALA-KENDALA PESERTA DIDIK DALAM MENCAPAI

KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM) PADA MATA


PELAJARAN SEJARAH KELAS XI IPS DI SMA NEGERI 3
PARIAMAN

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Pendidikan (Strata 1)

ELDA NOVITA
NPM. 12020054

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT
PADANG
2016
ABSTRAK

Elda Novita (NIM: 12020054), Kendala-Kendala Peserta Didik Dalam


Mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) Pada Mata Pelajaran
Sejarah Kelas XI IPS Di SMA Negeri 3 Pariaman, Skripsi, Program Studi
Pendidikan Sejarah, Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
(STKIP) PGRI Sumatera Barat, Padang, 2016.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh dasar penetapan KKM yang berbeda


dari penetapan KKM standar Nasional yang hanya 75. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mendeskripsikan kemampuan peserta didik dalam mencapai Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) dilihat dari kompleksitas peserta didik, untuk
mendeskripsikan kemampuan peserta didik dalam mencapai Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) dilihat dari daya dukung sekolah, dan untuk mendeskripsikan
kemampuan peserta didik dalam mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
dilihat dari intake sekolah.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif dengan lokasi penelitian ini di SMA Negeri 3 Pariaman dengan
informan penelitian yaitu peserta didik kelas XI IPS2, wali kelas XI IPS2, guru
yang mengajar mata pelajaran sejarah serta wakil kurikulum SMA Negeri 3
Pariaman. Teknik pengumpulan data adalah observasi, wawancara dan
dokumentasi. Keakuratan data diuji dengan menggunakan triangulasi data
selanjutnya dianalisis dengan model interaktif yang terdiri dari reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Kemampuan dalam mencapai
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) peserta didik pada mata pelajaran sejarah
kelas XI IPS di SMA Negeri 3 Pariaman terlihat dilapangan bahwa kesulitan soal
dan kerumitan materi pembelajaran memang dialami peserta didik. 2)
Kemampuan dalam mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) berdasarkan
daya dukung, kenyataannya sarana dan prasarana yang mendukung pembelajaran
sejarah yang tersedia belum memberikan hasil yang maksimal dalam proses
pembelajaran sejarah. 3) Kemampuan dalam mencapai Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) berdasarkan intake / rata-rata peserta didik dalam Penerimaan
Siswa Baru (PSB) yang dilakukan di SMA Negeri 3 Pariaman belum sesuai
dengan penetapan intake yang seharusnya.

i
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadiran Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini yang berjudul “Kendala-Kendala Peserta didik Dalam Mencapai

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) Pada Mata Pelajaran Sejarah kelas XI

IPS di SMA Negeri 3 Pariaman”.

Penulisan ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan untuk memperoleh

gelar sarjana pendidikan STKIP PGRI Sumatera Barat. Penulis sangat menyadari

bahwa penulisan ini belum begitu sempurna karena keterbatasan pengetahuan,

waktu dan terbatasnya literatur. Namun dengan tekat dan rasa ingin tahu dalam

mengembangkan ilmu maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini telah banyak mendapatkan

bantuan, dorongan, petunjuk serta bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu

dengan setulus hati penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah

memberikan bantuan:

1. Ibu Liza Husnita, M.Pd selaku pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan, arahan dan motivasi yang sangat berarti kepada penulis dalam

menyusun skripsi ini, sehingga menjadi tulisan yang sangat bermanfaat bagi

penulis.

2. Ibu Jaenam, M.Pd selaku pembimbing II yang telah memberikan petunjuk

dan arahan dalam menyelesaikan skripsi ini dengan penuh kebijakan dan

kesabaran.

ii
3. Bapak Kaksim, M.Pd selaku penguji ujian Skripsi sekaligus Plt. Ketua

Program Studi Pendidikan Sejarah STKIP PGRI Sumatera, Ibu Meldawati,

M.Pd selaku penguji ujian skripsi dan sekaligus Plt. Sekretaris Program

Studi Pendidikan Sejarah dan Ibu Ranti Nazmi, M.Pd selaku Penguji Ujian

Skripsi, penulis banyak berterima kasih berkat saran dan nasehatnya

memotivasi penulis untuk perbaikan skripsi ini.

4. Seluruh Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah STKIP PGRI Sumatera

Barat yang telah membimbing penulis selama menjalankan perkuliahan.

5. Ibu DR. Zusmelia, M.Si selaku ketua STKIP PGRI Sumatera Barat, Ibu Sri

Imelwaty, Ph.D selaku Wakil Ketua Bidang Akademik dan Administrasi

Umum dan Bapak Jarudin, MA,Ph.D selaku Wakil Ketua Bidang

Kemahasiswaan, alumni dan kerjasama yang telah memberikan kesempatan

kepada peneliti untuk dapat menuntut ilmu di STKIP PGRI Sumatera Barat.

6. Kepala Dinas Pendidikan Kota Pariaman yang telah membantu sehingga

dapat menyelesaikan Skripsi ini.

7. Kepala sekolah SMA Negeri 3 Pariaman Ibu Elfi Junaida, M.Si dan guru-

guru yang tidak sempat saya sebutkan dan telah membantu penulis dalam

menyelesaikan Skripsi ini.

8. Ibu Elfi Gusrini selaku guru sejarah di SMA Negeri 3 Pariaman yang telah

bersedia memberikan Informasi dan telah membantu penulis dalam

menyelesaikan Skripsi ini.

iii
9. Siswa-siswi kelas XI IPS2 SMA Negeri 3 Pariaman yang telah bersedia

memberikan informasi dan telah membantu penulis dalam menyelesaikan

Skripsi ini.

10. Teristimewa sekali buat keluarga tercinta, orangtua serta kakak-kakak yang

telah memberikan kasih sayang dan telah banyak berkorban untuk penulis

serta memberikan dorongan secara moral dan material yang dibutuhkan

demi kelancaran dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

11. Serta seluruh pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini (ayu,

ulfa,heny, rika, ante risa, opa, achi asih, anya, putri, riri, umi) dan khususnya

teman-teman prodi sejarah sesi 2012 B, dan rekan-rekan seperjuangan

khususnya Pendidikan Sejarah, selain itu seluruh mahasiswa STKIP PGRI

Sumatera Barat, yang memberikan saran dan bantuan serta informasi yang

dibutuhkan demi kelancaran dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak untuk

kesempurnaan skripsi ini kemudian hari. Penulis juga mengharapkan semoga

Penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan perkembangan bagi ilmu

pengetahuan pada umumnya. Amin ya Rabbal Alamin.

Padang, Agustus 2016

Penulis

iv
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK...........................................................................................................i
KATA PENGANTAR........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................v
DAFTAR TABEL..............................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................vii
DAFTAR SINGKATAN..................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.....................................................................1
B. Identifikasi Masalah............................................................................6
C. Batasan dan Rumusan Masalah..........................................................6
D. Tujuan Masalah..................................................................................6
E. Manfaat Penelitian..............................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Landasan Teori...................................................................................8
B. Studi Relevan.....................................................................................18
C. Kerangka Berfikir..............................................................................20

BAB III METODE PENELITIAN


A. Jenis Penelitian..................................................................................21
B. Tempat dan Waktu Penelitian............................................................21
C. Informan Penelitian...........................................................................22
D. Teknik Pengumpulan Data................................................................22
E. Validitas Data....................................................................................23
F. Teknik Analisis Data.........................................................................23
BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum sekolah.................................................................26
B. Hasil Penelitian..................................................................................34
C. Pembahasan.......................................................................................60

BAB V PENUTUP
D. Kesimpulan........................................................................................64
E. Saran..................................................................................................65

DAFTAR PUSTAKA 66
LAMPIRAN 68

v
DAFTAR
Halaman
1. Nilai Ulangan Harian Semesster I.......................................................................5
2. Jumlah Siswa SMA Negeri 3 Pariaman.............................................................30
3. Sarana dan Prasarana SMA Negeri 3 Pariaman.................................................32

vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Daftar Informan...............................................................................................68
2. Pedoman Wawancara......................................................................................69
3. Soal Ulangan Harian........................................................................................73
4. Dokumentasi Penelitian...................................................................................79

vii
DAFTAR SINGKATAN
1. SMA: (Sekolah Menengah Atas)
2. KKM: (Kriteria Ketuntasan Minimal)
3. MGMP: (Musyawaah Guru Mata Pelajaran)
4. LKS: (Lembar Kerja Siswa)
5. KTSP: (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
6. SK: (Standar Kompetensi)
7. KD: (Kompetensi Dasar)

viii
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional menyatakan bahwa “Pendidikan adalah sistem usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa

dan Negara”. Dengan demikian maka pendidikan dianggap sebagai salah satu

cara untuk meningkatkan kualitas, harkat, dan martabat manusia. Pendidikan

juga dipandang sebagai salah satu sarana dalam meningkatkan kemampuan

dan keterampilan seseorang (Prayitno 2013: 5).

Tujuan pendidikan merupakan seperangkat hasil yang akan dicapai

oleh peserta didik setelah diselenggarakannya kegiatan pendidikan yang

meliputi kegiatan bimbingan pengajaran, dan atau latihan diarahkan untuk

mencapai tujuan pendidikan. Dalam konteks ini, tujuan pendidikan merupakan

suatu komponen sistem pendidikan yang menempati kedudukan dan fungsi

sentral. Itu sebabnya setiap tenaga kependidikan perlu memahami tujuan

pendidikan supaya berupaya melaksanakan tugas dan fungsinya untuk

mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan (Oemar Hamalik 2013: 3).

Keberhasilan proses pembelajaran di sekolah salah satunya dapat

dilihat dari ketercapaian Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM) adalah kriteria paling rendah untuk menyatakan

1
2

peserta didik mencapai ketuntasan dalam proses pembelajaran di kelas

terhadap bidang studi tertentu. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) harus

ditetapkan diawal tahun ajaran oleh satuan pendidikan berdasarkan hasil

musyawarah guru mata pelajaran di satuan pendidikan atau beberapa satuan

pendidikan yang memiliki karakteristik yang hampir sama. Pertimbangan

pendidikan atau forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) secara

akademis menjadi pertimbangan utama penetapan KKM.

Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dalam setiap sekolah

itu memiliki wewenang dan hak menentukan Kriteria Ketuntasan Minimal

(KKM) yang sebenarnya harus disesuaikan dengan kondisi sekolah,

kemampuan peserta didik, guru dan juga sarana prasarana yang terdapat di

sekolah tersebut. Oleh karena itu KKM tidak sama di semua sekolah, terutama

berkaitan dengan kompleksitas dan kesulitan materi pelajaran, kualitas intake

(tingkat kemampuan dasar atau potensi peserta didik yang mengikuti mata

pelajaran), dan kualitas sarana dan prasarana, patokan dari KKM yang

diturunkan. Untuk apa berusaha keras dalam belajar kalau sarana dan

prasarana kurang mendukung atau hasil belajar peserta didik rendah karena

sarana prasarana tidak mendukung.

Penentuan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) setiap sekolah

memiliki penilaian tersendiri dalam penetapannya. Ada sekolah yang

menetapkan KKM yang tinggi dengan tujuan agar peserta didiknya memiliki

nilai akhir yang memuaskan. Ada juga sekolah yang menetapkan standar

KKM itu berdasarkan standar kemampuan peserta didik yang ada. Bagi
3

sekolah yang menetapkan KKM yang tinggi, sekolah tersebut mengharapkan

bahwa semua peserta didiknya dapat mencapai nilai KKM tersebut. Tetapi

semakin tingginya KKM akan menimbulkan kesulitan tersendiri bagi peserta

didik untuk mencapainya.

Penilaian ketuntasan belajar ditetapkan berdasarkan Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM) dengan mempertimbangkan tiga komponen yang

terkait dengan penyelenggaraan pembelajaran. Ketiga komponen tersebut

adalah kompleksitas materi serta kompetensi yang harus dikuasai, daya

dukung dan kemampuan awal peserta didik (intake). Sekolah secara bertahap

dan berkelanjutan perlu menetapkan dan meningkatkan KKM untuk mencapai

ketuntasan ideal. Dalam hal ini setiap mata pelajaran memiliki karakteristik

dan hasil analisis yang berbeda, sehingga nilai KKM yang ditetapkan dalam

setiap mata pelajaran akan berbeda dan bervariasi (Mulyasa 2014: 151).

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan setiap mata

pelajaran di sekolah berbeda-beda, KKM yang ditetapkan mulai dari yang

terendah misalnya 65, dan setiap tahun ditingkatkan hingga mencapai KKM

ideal Nasional yaitu 75 bahkan lebih. Berdasarkan observasi awal yang

dilakukan peneliti pada saat Praktek Lapangan (PL) di SMA Negeri 3

Pariaman Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada mata pelajaran Sejarah di

kelas XI IPS itu mencapai 78. Kenaikan KKM tidak masalah bagi peserta

didik yang berkemampuan di atas rata-rata KKM, meskipun nilai KKM

mencapai 78. Bagi peserta didik yang mempunyai kemampuan di bawah rata-

rata KKM, ketika dilakukan Ulangan Harian (UH) dan mendapatkan nilai
4

misalnya 30 (tidak mencukupi nilai KKM), maka tindakan yang diambil guru

adalah dengan cara melakukan remedial agar peserta didik mendapatkan nilai

sesuai dengan KKM yang telah ditetapkan. Meskipun telah dilakukan

remedial, peserta didik yang mendapatkan nilai di bawah rata-rata KKM tetap

tidak bisa mencapai nilai KKM, dan akhirnya agar peserta didik ini

mendapatkan nilai ketuntasan, guru memberikan tugas pada peserta didik yang

berkemampuan di bawah rata-rata KKM agar peserta didik yang belum tuntas

mendapatkan nilai ketuntasan. Dari nilai ketuntasan yang didapat oleh peserta

didik yang berkemampuan di bawah rata-rata KKM akan sama dengan

peserta didik yang mendapatkan nilai standar Kriteria Ketuntasan Minimal

(KKM) pada ulangan hariannya, sehingga peserta didik merasa bahwa peserta

didik tersebut tidak harus berusaha keras untuk belajar karena peserta didik

berkeyakinan bahwa nilai yang peserta didik ini dapat pada akhirnya akan

sama seperti nilai peserta didik yang remedial.

Observasi awal, nilai ulangan harian semester I kelas XI IPS SMA

Negeri 3 Pariaman semester ganjil tahun ajaran 2015/2016 ada beberapa

peserta didik yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang

ditetapkan yaitu 78. Nilai ulangan harian kelas XI IPS SMA Negeri 3

Pariaman tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini.


5

Tabel 1. Nilai Ulangan Harian Semester I Kelas XI IPS SMA Negeri 3


Pariaman
NO Kelas Jumlah Nilai Jumlah yang Jumlah
Peserta KKM tuntas KKM yang tidak
didik tuntas
KKM
1 XI IPS 1 36 78 4 32
2 XI IPS 2 36 78 0 36
3 XI IPS 3 37 78 3 34
4 XI IPS 4 37 78 2 35
5 XI IPS 5 39 78 1 38
Sumber: Arsip Guru Mata Pelajaran Sejarah Kelas XI SMA Negeri 3
Pariaman.

Tabel di atas mengungkapkan bahwa ada 5 lokal pada kelas XI IPS,

banyak peserta didik yang mendapatkan rata-rata nilai ulangan harian kelas

XI IPS SMA Negeri 3 Pariaman pada mata pelajaran sejarah rendah dari

KKM yang telah ditetapkan. Karena penetapan KKM yang tinggi ini tidak

dapat dijangkau oleh kemampuan peserta didik. Sesuai tabel di atas, nilai

peserta didik yang paling rendah dapat dilihat dari kelas XI IPS 2. Sehingga

peneliti ingin melakukan penelitian terhadap kelas yang peserta didiknya

mendapatkan nilai KKM terendah. Awalnya kenaikan KKM di SMA Negeri 3

Pariaman tujuannya agar peserta didik lebih aktif dan belajar dengan giat lagi

dalam pencapaian ketuntasannya. Namun apabila dilihat kembali dari

kenaikan KKM ini, peserta didik terlihat tidak siap menerima dan juga belum

dapat terjangkau oleh kemampuan peserta didik. Berdasarkan latar belakang

yang dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “Kendala-Kendala Peserta didik Dalam Mencapai Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM) Pada Mata Pelajaran Sejarah kelas XI IPS

di SMA Negeri 3 Pariaman ”.


6

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan di atas maka

identifikasi masalah yaitu :

1. Tingginya Kriteria Ketuntasa Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah.

2. Banyak peserta didik yang tidak dapat mencapai KKM yang ditetapkan

dalam pembelajaran sejarah.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka batasan masalah dalam

penelitian ini adalah “Kendala-Kendala Peserta didik Dalam mencapai

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) Pada Mata Pelajaran Sejarah ”.

Sedangkan rumusan masalah penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kendala peserta didik dalam mencapai Kriteria Ketuntasan

Minimal (KKM) dilihat dari kompleksitas peserta didik?.

2. Bagaimana kendala peserta didik dalam mencapai Kriteria Ketuntasan

Minimal (KKM) dilihat dari daya dukung sekolah?.

3. Bagaimana kendala peserta didik dalam mencapai Kriteria Ketuntasan

Minimal (KKM) dilihat dari intake sekolah?.

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mendeskripsikan kendala peserta didik dalam mencapai Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM) dilihat dari kompleksitas peserta didik.

2. Untuk mendeskripsikan kendala peserta didik dalam mencapai Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM) dilihat dari daya dukung sekolah.


7

3. Untuk mendeskripsikan kendala peserta didik dalam mencapai Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM) dilihat dari intake sekolah.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat yakni :

1. Secara akademis

a. Memperkaya khasanah pengetahuan tentang kendala yang dihadapi

peserta didik dalam mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

b. Sebagai informasi bagi siswa SMA Negeri 3 Pariaman untuk dapat

mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan.

2. Secara praktis

a. Sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.

b. Pedoman bagi guru sejarah untuk menetapkan KKM dilihat dari

kemampuan siswa dalam mencapai KKM.


8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pengertian Kendala

Dalam kamus besar bahasa Indonesia Departemen Pendidikan

Nasional (2007: 543) kendala berarti halangan, rintangan, faktor atau

keadaaan yang membatasi, menghalangi, atau mencegah pencapaian

sasaran, kekuatan yang memaksa pembatalan pelaksanaan. Sedangkan

kendala yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kendala yang dialami

oleh peserta didik kelas XI IPS dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran

sejarah untuk mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

Kendala dalam dunia pendidikan dapat juga diartikan sebagai

kesulitan yang dihadapi oleh peserta didik. Jadi kendala belajar sama

artinya dengan kesulitan belajar yang merupakan suatu kondisi dimana

anak didik tidak dapat belajar secara wajar, disebabkan adanya ancaman,

hambatan atau gangguan belajar tertentu yang dialami oleh peserta didik

(Rohmalina Wahab, 2015: 191).

2. Pengertian KKM

Menurut Prayitno (2013: 533) Kriteria Ketuntasan Minimal

(KKM) merupakan acuan untuk menetapkan seorang peserta didik/siswa

secara minimal memenuhi persyaratan atas materi pelajaran tertentu.

Sedangkan menurut Kunandar (2013: 83) Kriteria Ketuntasan Minimal

(KKM) adalah Kriteria Ketuntasan Belajar (KKB) yang ditentukan oleh

satuan pendidikan pada awal tahun pembelajaran dengan memperhatikan:

8
9

a. Intake (kemampuan rata-rata peserta didik).


b. Kompleksitas materi (mengidentifikasi indikator sebagai penanda
tercapainya kompetensi dasar.
c. Kemampuan daya pendukung (berorientasi pada sarana dan prasarana
pembelajaran dan sumber belajar) yang dimiliki satuan pendidikan.

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) juga merupakan bagian dari

data evaluasi, sebab KKM merupakan alat ukur evaluasi untuk

menentukan tinggi rendahnya kualitas lembaga yang bersangkutan.

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang di bawah standar nasional

satuan pendidikan itu bermutu rendah, KKM satuan pendidikan yang

mencapai jenjang standar nasional, menunjukkan bahwa satuan pendidikan

itu telah mencapai standar minimal secara nasional. Apabila satuan

pendidikan memiliki KKM di atas standar nasional, maka satuan

pendidikan itu telah berada di atas standar pendidikan nasional (Abdul

Majid dan Firdaus 2014: 153).

3. Fungsi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

Menurut Kunandar (201: 84) Dalam penetapan Kriteria Ketuntasan

Minimal (KKM) memiliki beberapa fungsi, yaitu sebagai :

a. Acuan bagi pendidik dalam menilai kompetensi peserta didik sesuai

kompetensi dasar mata pelajaran yang diikuti. Setiap kompetensi dasar

dapat diketahui kepercayaannya berdasarkan KKM yang di tetapkan.

Pendidik harus memberi respons yang tepat terhadap pencapaian

kompetensi dasar dalam bentuk pemberian layanan remedial atau

layanan pengayaan sesuai dengan kebutuhan peserta didik.


1

b. Acuan bagi peserta didik dalam menyiapkan diri mengikuti penilaian

mata pelajaran. Setiap Kompetensi Dasar (KD) dan indikator di

tetapkan KKM yang harus dicapai dan dikuasai oleh peserta didik.

Peserta didik diharapkan dapat mempersiapkan diri dalam mengikuti

penilaian agar mencapai nilai melebihi KKM. Apabila hal tersebut

tidak bisa dicapai, peserta didik harus mengetahui KD-KD mana yang

belum tuntas dan perlu perbaikan atau remedial.

c. Digunakan sebagai bagian dari komponen dalam melakukan evaluasi

program pembelajaran yang dilaksanakan disekolah. Evaluasi

keterlaksanaan dan hasil program kurikulum dapat dilihat dari

keberhasilan pencapaian KKM sebagai tolak ukur. Oleh karena itu,

hasil pencapaian KD berdasarkan KKM yang ditetapkan perlu

dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang peta KD-KD tiap mata

pelajaran yang mudah atau sulit, dan cara perbaikan dalam proses

pembelajaran maupun pemenuhan sarana-prasarana belajar di sekolah.

d. Kontrak pedagogik antara pendidik dengan peserta didik dan antara

satuan pendidikan dan masyarakat. Keberhasilan pencapaian KKM

merupakan upaya yang harus dilakukan bersama antara pendidik,

peserta didik, pimpinan satuan pendidikan, dan orang tua. Pendidik

melakukan upaya pencapaian KKM dengan memaksimalkan proses

pembelajaran dan penilaian. Peserta didik melakukan upaya

pencapaian KKM dengan proaktif mengikuti kegiatan pembelajaran

serta mengerjakan tugas-tugas yang telah didesain pendidik. Orang tua


1

dapat membantu dengan memberikan motivasi dan dukungan penuh

bagi putra-putrinya dalam mengikuti pembelajaran dan belajar

dirumah. Sedangkan pimpinan satuan pendidikan berupaya

memaksimalkan pemenuhan kebutuhan untuk mendukung

terlaksananya proses pembelajaran dan penilaian disekolah dengan

baik.

e. Target satuan pendidikan dalam pencapaian kompetensi tiap mata

pelajaran. Satuan pendidikan harus berupaya semaksimal mungkin

untuk melampaui KKM yang ditetapkan. Keberhasilan pencapaian

KKM merupakan salah satu tolok ukur kinerja satuan pendidikan

dalam menyelenggarakan program pendidikan. Satuan pendidikan

dengan KKM yang tinggi dan dilaksanakan secara bertanggung jawab

dapat menjadi tolok ukur kualitas mutu pendidikan bagi masyarakat.

4. Prinsip Penetapan KKM

Menurut Kunandar (2013: 85) Penetapan Kriteria Ketuntasan

Minimal (KKM) perlu mempertimbangkan beberapa ketentuan sebagai

berikut :

a. Penetapan KKM merupakan kegiatan pengambilan keputusan yang

dapat dilakukan melalui metode kualitatif atau kuantitatif. Metode

kualitatif dapat di lakukan melalui professional judgement oleh

pendidik dengan mempertimbangkan kemampuan akademik dan

pengalaman pendidikan mengajar mata pelajaran disekolahnya.


1

Sedangkan metode kuantitatif dilakukan dengan rentang angka yang

disepakati sesuai dengan penetapan kriteria yang ditentukan.

b. Penetapan nilai kriteria kentuntasan minimal dilakukan melalui

analisis ketuntasan belajar minimal pada setiap indikator dengan

memerhatikan kompleksitas, daya dukung dan intake peserta didik

untuk mencapai ketuntasan kompetensi dasar dan standar kompetensi.

c. Kriteria ketuntasan minimal setiap Kompetensi Dasar (KD) merupakan

rata-rata dari indikator yang terdapat dalam kompetensi dasar tersebut.

Peserta didik dinyatakan telah mencapai ketuntasan belajar untuk KD

tertentu apabila yang bersangkutan telah mencapai ketuntasan belajar

minimal yang telah ditetapkan untuk seluruh indikator pada KD

tertentu.

d. Kriteria ketuntasan minimal setiap Standar Kompetensi (SK)

merupakan rata-rata KKM Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat

dalam SK tersebut.

e. Kriteria ketuntasan minimal mata pelajaran merupakan rata-rata dari

semua KKM SK yang terdapat dalam satu semester atau satu tahun

pembelajaran, dan dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar

(LHB/Rapor) peserta didik.

f. Indikator merupakan acuan atau rujukan bagi pendidik untuk membuat

soal-soal ulangan, baik Ulangan Harian (UH), Ulangan Tengah

Semester (UTS) maupun Ulangan Akhir Semester (UAS). Soal

ulangan ataupun tugas-tugas harus mampu mencerminkan atau


1

menampilkan pencapaian indikator yang diujikan. Dengan demikian,

pendidik tidak perlu melakukan pembobotan seluruh hasil ulangan,

karena semuanya memiliki hasil yang setara.

g. Pada setiap indikator atau kompetensi dasar dimungkinkan adanya

perbedaan nilai ketuntasan minimal.

5. Pendekatan Perumusan KKM

Menurut Abdul Majid dan Firdaus (2014: 153) Pendekatan

perumusan Kriteria ketuntasan minimal (KKM) menggunakan 3

pendekatan, yaitu :

a. Kompleksitas

Kompleksitas adalah tingkat kesulitan dari suatu indikator, baik

tingkat kesulitan kompetensi kata kerjanya maupun tingkat kesulitan

materinya. Tingkat kompleksitas adalah tingkat kesulitan/ kerumitan

setiap indikator, kompetensi dasar dan standar kompetensi yang harus

dicapai oleh peserta didik.

Sebagai contoh, suatu indikator dikatakan memiliki tingkat

kompleksitas tinggi apabila dalam pencapaiannya perlu didukung oleh

komponen dengan sejumlah kondisi sebagai berikut :

1) Pendidik

Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) RI.

20. Tahun 2003 pendidik merupakan tenaga professional yang

bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,

menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan


1

pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada

masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.

Seorang pendidik juga disebut dengan guru. Guru adalah

pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,

membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi

peserta didik pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan

pendidikan menengah jalur pendidikan formal (Undang-Undang

No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen) (Supardi 2013: 8).

Menurut Abdul Majid dan Firdaus (2014: 154) Aspek yang

dilihat dari pendidik dalam menentukan tingkat kompleksitas

adalah:

a) Memahami dengan benar kompetensi yang harus dibelajarkan

pada peserta didik.

b) Kreatif dan inovatif dengan motode pembelajaran yang

bervariasi.

c) Menguasai pengetahuan dan kemampuan sesuai bidang yang

diajarkan.

2) Peserta didik

Peserta didik merupakan suatu komponen masukan dalam

sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam proses

pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai

dengan tujuan Pendidikan Nasional. Sebagai suatu komponen,

peserta didik dapat ditinjau dari berbagai pendekatan, antara lain:


1

pendekatan sosial, pendekatan psikologis, dan pendekatan

edukatif/paedagogis (Oemar Hamalik 2013: 7).

Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) UU

RI. 20 Th. 2003 peserta didik adalah anggota masyarakat yang

berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses

pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis

pendidikan tertentu. Setiap pendidikan pada setiap satuan

pendidikan berhak :

(a) Mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang


dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama. (b)
Mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat,
dan kemampuannya, (c) Mendapatkan beasiswa bagi yang
berprestasi yang orangtuanya tidak mampu membiayai
pendidikannya, (d) Mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka
yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya, (e)
Pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan
lain yang setara, (f) Menyelesaikan program pendidikan sesuai
dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang
dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.

Selain dari hak yang harus diperoleh oleh peserta didik,

setiap peserta didik berkewajiban:

(a) Menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin


keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan, (b) Ikut
menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi
peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Aspek yang dilihat dari peserta didik dalam menentukan

tingkat kompleksitas adalah:

a) Kemampuan penalaran tinggi.

b) Cakap/terampil menerapkan konsep.


1

c) Cermat, kreatif, dan inovatif dalam penyelesaian tugas/

pekerjaan.

d) Tingkat kemampuan penalaran dan kecermatan tinggi agar

dapat mencapai ketuntasan belajar.

3) Waktu

Waktu yang dimaksud disini adalah berapa lama waktu

yang digunakan oleh peserta didik untuk memahami suatu

indikator pembelajaran.

b. Daya Dukung

Daya dukung adalah segala sumber daya dan potensi yang

dapat mendukung penyelenggaraan pembelajaran seperti sarana dan

prasarana meliputi perpustakaan, laboratorium, dan alat/bahan utuk

proses pembelajaran, ketersediaan tenaga pendidik dan tenaga

kependidikan, manajemen sekolah, dan kepedulian stakeholders

sekolah (Panduan Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal, Dit. P-

SMA).

Menurut Kunandar (2013: 88) kemampuan sumber daya

pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran pada masing-masing

sekolah dapat diidentifikasi sebagai berikut :

1) Sarana dan prasarana pendidikan yang sesuai dengan tuntutan

kompetensi yang harus dicapai peserta didik seperti perpustakaan,

laboratorium, dan alat/bahan untuk proses pembelajaran.


1

2) Ketersediaan tenaga, manajemen sekolah, dan kepeduliaan

stakeholders sekolah.

c. Intake/ Rata-rata

Menurut Sunarti dan Selly Rahmawati (2014: 205) Intake

adalah tingkat kemampuan rata-rata peserta didik. Intake dapat

diketahui berdasarkan:

1) Hasil seleksi Penerimaan Siswa Baru (PSB), Nilai Ujian Nasional

atau Nilai Ujian Sekolah (NUN/NUS), rapor terdahulu, dan tes

seleksi masuk atau psikotes.

2) Tingkat pencapaian KKM peserta didik pada semester atau kelas

sebelumnya.

Kemampuan (intake) rata-rata peserta didik atau kompetensi

awal peserta didik yang dapat dimanfaatkan dalam mencapai

Kompetensi Dasar (KD) dan Kompetensi Inti (KI) yang telah

ditetapkan dalam jangka waktu tertentu. Penetapan kualitas intake

bernuansa pendegradasian (penurunan) potensi peserta didik kearah

rata-rata. Kemampuan awal atau potensi peserta didik disamaratakan,

padahal diantara mereka pasti ada sejumlah peserta didik yang

berpotensi tinggi.

Tugas guru adalah mendorong pengembangan potensi peserta

didik secara optimal. Potensi yang tinggi di dorong berkembang

semakin tinggi, dan potensi yang sedang bahkan kurang pun, juga

didorong untuk mencapai hasil yang setinggi-tingginya sesuai


1

potensinya itu. Penetapan patokan pada posisi rata-rata itu di

khawatirkan tidak merangsang peserta didik yang berpotensi tinggi

untuk mencapai tingkat pencapaian yang tinggi. Disamping itu, guru-

guru yang sekedar mengandalkan KKM kurang berusaha mendorong

peserta didik-peserta didiknya mencapai penguasaan yang lebih tinggi,

apalagi tertinggi (Prayitno 2013: 534).

B. Studi Relevan

Penelitian yang relevan dengan yang penulis lakukan adalah penelitian

skripsi Dewi Yulianti (2012) dengan judul “Kemampuan Guru IPS Dalam

Menyusun Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) Materi Sejarah di SMP

Negeri 4 Lintau Buo Kabupaten Tanah Datar”. Hasil dari penelitiannya adalah

bahwa kemampuan guru dalam menetapkan kriteria ketuntasan minimal

(KKM): (1) berdasarkan kompleksitas (a) Penetapan kompleksitas

berdasarkan tingkat kesukaran pada indikator, (b) Penetapan kompleksitas

berdasarkan tingkat kesukaran pada Kompleksitas Dasar (KD). (2)

Berdasarkan daya dukung sekolah (a) Penetapan daya dukung sekolah

berdasarkan sumber belajar, (b) Penetapan daya dukung sekolah berdasarkan

media pembelajaran sejarah, (c) Ketersediaan tenaga sekolah, (3) Berdasarkan

intake siswa (a) Penetapan intake dari informasi hasil belajar siswa

sebelumnya, (b) Penetapan intake siswa berdasarkan minat belajar siswa.

Penelitian di atas relevan dengan penelitian yang peneliti lakukan karena

sama-sama meneliti tentang Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada mata

pelajaran sejarah.
1

Suryapadmi Adeningsih (2014) dengan judul “Masalah-Masalah Yang

Dihadapi siswa dalam Pembelajarana Sejarah Kelas XI IPS di SMA Semen

Padang”. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa masalah-masalah yang

dihadapi siswa dalam pembelajaran sejarah terdiri dari masalah internal dan

masalah eksternal. Masalah internal yaitu: 1) banyaknya siswa yang kurang

meminati pembelajaran sejarah, 2) kurang memperhatikan/mengikuti kegiatan

belajar, 3) kurang konsentrasi dalam belajar, 4) tidak mengulang pembelajaran

di rumah. Sedangkan masalah eksternal yaitu, 1) adanya pengaruh lingkungan

sosial, 2) sarana dan prasaranan pembelajaran yang masih kurang. Penelitian

di atas relevan dengan penelitian yang peneliti lakukan karena sama-sama

menggunakan penelitian deskriptif kualitatif.

Skripsi Frandika Jumika dengan judul “Gambaran Pelaksanaan

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata Pelajaran IPS di SMP Negeri

Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok. Hasil penelitiannya

menunjukan bahwa pelaksanaan KKM sudah berjalan lancar walaupun masih

ada kendala. Persamaan dengan penelitian peneliti adalah penelitian ini sama-

sama mengacu pada KKM dan sama-sama pada mata pelajaran IPS.

Perbedaannya adalah penelitian Frandika lebih kearah pelaksanaan KKM

dalam proses pembelajaran, sedangkan penelitian peneliti lebih memfokuskan

kepada kemampuan siswa dalam mencapai KKM.


2

C. Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir adalah kesimpulan yang bersifat sementara dari

tinjauan teoritis yang mencerminkan hubungan antar variabel yang diteliti.

Dalam pencapaian ketuntasan, peserta didik harus mendapatkan nilai sesuai

dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan pada awal

tahun pembelajaran. Setiap pencapaian KKM oleh peserta didik, terdapat

kendala peserta didik dalam pencapaian dan kendala peserta didik ini dilihat

dari indikator untuk menentukan KKM berdasarkan Kompleksitas, Daya

Dukung, dan Intake. Sesuai dengan pembahasan yang telah dikemukakan,

maka disusun kerangka pemikiran tentang kendala peserta didik dalam

mencapai KKM pada pembelajaran sejarah sebagai berikut :

Kendala peserta didik dalam mencapai KKM

Kompleksitas : Daya Dukung : Intake :


Saranadan prasarana sekolah.
Hasil seleksi penerimaan peserta didik baru, Nil
1.Pendidik. 2.Peserta didik. 3.Waktu.
Ketersediaan tenaga sekolah.
Nilai pencapaian

kkm pada kelas


pesertadidik
semesteratau sebelumnya.

Sumber : Abdul Majid dan Firdaus (2014: 153)


2

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Sesuai dengan pembahasan dan tujuan penelitian yang telah dijelaskan,

maka penelitian ini tergolong pada penelitian Deskriptif Kualitatif, yaitu

suatu bentuk penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang

apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi,

tindakan dan lain-lain dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan

uraian pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan

metode ilmiah (Moleong 2010:6). Selain itu, penelitian deskriptif merupakan

penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau

kejadian-kejadian, secara sistematis dan akurat mengenai sifat-sifat populasi

atau daerah tertentu (Nurul Zuriah 2009: 47).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 3 Pariaman yang terletak

dijalan Samaun Bakri No. 78 Pariaman Selatan. Penetapan sekolah ini sebagai

tempat penelitian tidak terlepas dari adanya permasalahan yang ditemukan

khususnya mengenai kesulitan peserta didik dalam mencapai nilai Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM). Permasalahan ini terlihat ketika peneliti

melakukan praktek mengajar lapangan serta setelah melakukan observasi

awal. Waktu penelitiannya adalah semester genap tahun ajaran 2015-2016.

21
2

C. Informan Penelitian

Dalam upaya untuk mendapatkan keterangan dan data yang relevan

dengan permasalahan yang diteliti, maka informasi yang diteliti dalam

penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS2, wali kelas XI IPS2, guru yang

mengajar mata pelajaran sejarah. Untuk menunjang data penelitian, peneliti

juga melakukan wawancara dengan wakil kurikulum di SMA Negeri 3

Pariaman.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tiga teknik yaitu:

1. Observasi

Observasi dilakukan pada saat berlangsungnya proses belajar

mengajar. Dimana observasi melakukan pengamatan dengan melihat

strategi peserta didik dalam kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh

guru dan peserta didik di Kelas XI IPS di SMA Negeri 3 Pariaman.

2. Wawancara

Wawancara yang dilakukan bersifat terbuka dan mendalam serta

terarah dan semakin memusat. Melalui wawancara akan diperoleh

informasi secara lengkap dan mendalam mengenai kendala-kendala

peserta didik dalam mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada

mata pelajaran sejarah kelas XI IPS di SMA Negeri 3 Pariaman.


2

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi merupakan kegiatan dalam rangka

pengumpulan dan pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen

seperti gambar dan nilai peserta didik.

E. Validitas Data

Hal ini dapat dicapai dengan membandingkan data hasil observasi

dengan hasil wawancara serta membandingkan hasil wawancara dengan guru

mata pelajaran dan semua pihak yang terkait dalam penelitian ini. Agar data di

percaya, maka penelitian ini menggunakan triangulasi. Menurut Iskandar

(2009: 230), triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu di luar data itu untuk keperluan pencekan atau sebagai

bahan perbandingan terhadap data.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data menggunakan model Miles dan Huberman (dalam

Sugiyono 2014: 246) yang terdiri dari tiga langkah yaitu:

1. Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dari berbagai sumber melalui observasi

wawancara dengan guru-guru dan peserta didik di SMA Negeri 3

Pariaman.

2. Reduksi Data

Merupakan proses memilah dan memilih data yang didapatkan

dilapangan. Data berbentuk catatan-catatan lapangan yang harus

ditafsirkan atau diseleksi masing-masing data yang relevan dengan fokus


2

masalah penelitian. Data yang diperoleh melalui observasi dan wawancara

dengan guru mata pelajaran kemudian dibaca, dipelajari, ditelaah, dan

direduksi dalam bentuk analisis yang terperinci serta dikelompokan sesuai

dengan bidangnya. Proses ini berlangsung secara terus menerus selama

penelitian berlangsung.

3. Penyajian Data

Dalam penyajian data, peneliti menyusun secara sistematis

sehingga data yang diperoleh dapat menjelaskan dan menjawab

permasalahan dalam penelitian. Selain itu penyajian data dilakukan

dengan hati-hati agar data yang teruji tidak menimbulkan bias sehingga

akhirnya dapat mengurangi kesahihan data yang terkumpul.

4. Kesimpulan (Verifikasi)

Pengambilan kesimpulan merupakan analisis lanjutan dari reduksi

data dan display data sehingga dapat disimpulkan tentang kebenaran

mengenai kendala peserta didik dalam mencapai Kriteria Ketuntasan

Minimal (KKM) dalam pembelajaran sejarah. Penarikan kesimpulan,

dilakukan dengan cermat dan bertahap dari kesimpulan sementara sampai

kesimpulan terakhir. Penarikan kesimpulan dapat berupa dari pemikiran

yang timbul dalam pemikiran peneliti ketika menulis dengan melihat

kembali catatan lapangan sehingga kesimpulan yang dibuat sesuai dengan

tujuan penelitian. Selain itu dalam penarikan kesimpulan, peneliti juga

tidak terlepas dari saran dari pihak lain guna tercapainya kebenaran ilmiah.

Adapun skema analisis sebagai berikut.


2

Pengumpulan
data

Display
data

Reduksi Data

Penarikan
kesimpulan

Skema Model Analisis Data Interaktif (Menurut Miles dan Huberman


dalam Sugiyono, 2012:338)
26

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Sekolah

1. Sejarah Singkat SMA Negeri 3 Pariaman

SMA Negeri 3 Pariaman merupakan salah satu sekolah menengah

atas yang terletak di Jalan Samaun Bakeri nomor 78, Desa Sikabu

Kecamatan Pariaman Selatan, Kota Pariaman. SMA Negeri 3 Pariaman

berdiri pada tahun 2004 silam. Pada awalnya hanya memiliki lebih kurang

15 orang siswa dan tempat belajar sementara bergabung dengan bangunan

Taman Kanak-kanak yang lokasinya tidak jauh dari bangunan SMA

Negeri 3 Pariaman sekarang. Pada tahun 2005 SMA Negeri 3 Pariaman

sudah memiliki bangunan sendiri yang terdiri dari 3 ruangan (kelas

X,XI,XII), 1 ruangan majlis guru, dan 1 ruangan tata usaha serta ruangan

kepala sekolah. Mulai tahun 2007 mulai ada penambahan ruangan belajar

sampai sekarang. Kepala sekolah pertama sekolah ini adalah Drs.

Zalmiruddin yang menjabat selama lima tahun dimulai dari tahun 2004

sampai dengan tahun 2009.

Kepala sekolah kedua setelah Drs. Zalmiruddin adalah Drs. Efirizal

yang menjabat selama tiga tahun dari tahun 2009 sampai dengan tahun

2012. Pada masa ini sekolah terus membuat pembangunan dan perbaikan

di sekolah. Mulai dari tahun 2012 sampai dengan sekarang, SMA Negeri 3

Pariaman dipimpin oleh Dra. Elfi Junaida, M.Si. Pada masa ini sekolah

jauh mengalami perkembangan sehingga SMA Negeri 3 Pariaman

memperoleh akreditasi A.

26
2

Prestasi-prestasi yang diperoleh SMA Negeri 3 Pariaman mulai

mengalami peningkatan dan tergolong bagus, terbukti dari banyaknya

prestasi baik di bidang akademik maupun non akademik yang telah diraih

oleh siswa-siswi maupun guru SMA Negeri 3 Pariaman semenjak tahun

2010 hingga tahun 2016 ini.

2. Visi, Misi, dan Tujuan

a. Visi Sekolah :

Adapun visi dari SMA Negeri 3 Pariaman adalah

“Menghasilkan Lulusan yang Bertaqwa, Berilmu Pengetahuan

serta Berwawasan Lingkungan”.

1. Menghasilkan lulusan yang bertaqwa maksudnya disini adalah

peserta didik selalu membaca al-qur’an sebelum memulai

pembelajaran, serta melakukan rutinitas setiap hari jum’at kultum

bersama-sama membaca asma ul-husna, shalat zuhur berjama’ah

bersama guru dan peserta didik.

2. Berilmu pengetahuan yang sesuai dengan visi sekolah adalah

peserta didik memiliki pengetahuan atau kepandaian dengan

mengikuti Olimpiade Sains tingkat Kota dan Propinsi pada seluruh

mata pelajaran, Berprestasi dalam lomba adat Minangkabau

maupun dalam bidang Olah Raga dan Kesenian.

3. Berwawasan lingkungan maksudnya adalah sekolah yang

merupakan salah satu sekolah Adiwiyata telah mengajarkan kepada


2

peserta didik untuk lebih memperhatikan dan menjaga lingkungan

sekolah. Agar lingkungan sekolah bersih dan nyaman.

b. Misi Sekolah :

Untuk merealisasikan visi di atas, Misi SMA Negeri 3 Pariaman :

1) Penghayatan dan pengamalan ajaran agama.

2) Menegakan disiplin, budi pekerti dalam menjalankan tugas dan

kewajiban.

3) Melaksanakan PBM dan BP secara efektif dan efisien.

4) Memupuk semangat dan jiwa kompetisi untuk berprestasi.

5) Peduli dengan kegiatan sosial budaya kemasyarakatan.

6) Menggunakan lingkungan sebagai media sumber belajar.

7) Menumbuhkan kreatifitas, menjaga dan mengolah l ingkungan

melalui studi yang relevan dan ekschool lingkungan.

c. Tujuan Sekolah

Tujuan sekolah sebagai bagian dari tujuan Pendidikan Nasional

adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak

mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti

pendidikan lebih lanjut. Tujuan SMA Negeri 3 Pariaman antara lain :

1) Proses pembelajaran dapat berlangsung satu sif.

2) Pembelajaran yang berkwalitas.

3) Rata- rata Ujian Nasional peringkat 1 Sumatera Barat.

4) Lulusan yang diterima di PTN 70%.

5) Juara 1 lomba Mata Pelajaran tingkat Sumatera Barat.


2

6) Juara 1 lomba MTQ tingkat Sumatera Barat.

7) Juara 1 extrakurikuler dibidang Olah Raga Sumatera Barat.

8) Juara 1 extrakurikuler dibidang Kesenian Sumatera Barat.

9) Lingkungan sekolah yang nyaman.

10) Juara lomba K-6 tingkat Kota Pariaman.

11) Anggota tetap Paskibraka Kota Pariaman dan Propinsi.

Berdasarkan penilaian akreditasi tertanggal 02 Oktober 2014

SMAN 3 Pariaman mendapatkan nilai A ( Amat Baik) dengan rincian:

(1) Standar Isi nilai 88, (2) Standar Proses nilai 88, (3) Standar

Kompetensi Lulusa nilai 89, (4) Standar Pendidik dan Tenaga

kependidikan nilai 86, (5) Standar Sarana dan Prasarana nilai 85, (6)

Standar Pegelolaan nilai 89, (7) Standar Pembiayaan nilai 89, dan (8)

Standar Penilaian Pendidikan nilai 89.

3. Struktur Sekolah

Setiap sekolah terdapat di dalamnya beberapa personil yang akan

menjalankan tugas-tugas yang telah diatur dalam aturan sekolah. Adapun

personil sekolah yang terdapat di SMA Negeri 3 Pariaman dapat dilihat

pada tabel berikut:


3

Jumlah Guru dan Tenaga Administrasi


SMA Negeri 3 Pariaman
Guru/Staf

Guru Pegawai

Tetap Tidak tetap Tetap

Tidak tetap
Sumber: Dokumentasi Karyawan TU SMA Negeri 3 Pariaman

Berdasarkan bagan di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar

guru di SMA Negeri 3 Pariaman adalah guru tetap yaitu berjumlah 62

orang: 55 orang S1 dan 7 orang S2, guru tidak tetap berjumlah 15 orang,

pegawai tetap yaitu 1 orang S1, dan 10 orang pegawai tidak tetap. Jadi

dapat disimpulkan bahwa guru di SMA Negeri 3 Pariaman lebih banyak

yang tamatan S1 dibandingkan yang tamatan S2. Begitu juga dengan

pegawai di SMA Negeri 3 Pariaman hanya satu orang yang pegawai tetap.

Selanjutnya peneliti juga melihat jumlah siswa SMA Negeri 3

Pariaman pada Tahun Pelajaran 2015/2016, terdapat pada tabel berikut ini;

Tabel 2. Jumlah Siswa Tahun Pelajaran 2015/2016 SMA Negeri 3


Pariaman
Siswa
Jurusan Jumlah
Kelas Laki-laki Perempuan
XII IPA 23 62 85
IPS 75 132 207
XI IPA 37 81 118
IPS 73 113 186
X - 163 198 361
Total 371 586 957
Sumber: Dokumentasi Karyawan TU SMA Negeri 3 Pariaman
3

Berdasarkan tabel 2 di atas dapat diketahui jumlah siswa kelas XII

IPA laki-laki berjumlah 23 orang perempuan 62 orang, XII IPS laki-laki

berjumlah 75 orang perempuan 132 orang. Jadi jumlah siswa kelas XII

adalah 292 orang. Kelas XI IPA laki-laki berjumlah 37 orang perempuan

81 orang, XI IPS laki-laki berjumlah 73 orang perempuan 113 orang. Jadi

jumlah siswa kelas XI adalah 304. Kelas X laki-laki berjumlah 163 orang

perempuan 198 orang. Jadi jumlah siswa kelas X adalah 361. Secara

keseluruhan jumlah siswa SMA Negeri 3 Pariaman adalah laki-laki 371

orang perempuan 586 orang, total adalah 957 orang. Jumlah siswa

perempuan lebih banyak dari pada jumlah laki-laki sehingga pembagian

siswa di lokalpun juga lebih banyak perempuan.

4. Keadaan Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah merupakan hal yang

paling terpenting untuk kelancaran proses belajar pembelajaran dan

peningkatan prestasi siswa secara akademik maupun non akademik.

Adapun sarana dan prasarana yang disediakan oleh SMA Negeri 3

Pariaman adalah ruangan belajar, laboratorium, perpustakaan, musholla,

WC, lapangan olahraga, kantin. Keterangan selengkapnya dapat dilihat

pada tabel berikut:


3

Tabel 3. Sarana dan Prasarana SMA Negeri 3 Pariaman


No Uraian Jumlah
1 Ruangan belajar 27
2 Laboratorium fisika 1
3 Laboratorium kimia 1
4 Laboratorium biologi 1
5 Laboratorium komputer 1
6 Perpustakaan 1
7 Musholla 1
8 WC siswa 10
9 Lapangan Volly 2
10 Ruangan guru 1
11 Ruangan wakil kepala sekolah 2
12 Ruangan kepala sekolah 1
13 Ruangan tata usaha 1
14 UKS 1
15 PIK-R 1
16 WC guru 2
17 Ruang tamu 2
18 Ruang BK 1
19 Ruang OSIS 1
20 Kantin sekolah 2
21 Laboratorium kesenian 1
22 Lapangan takraw 2
23 Proyektor 2
Sumber: Dokumentasi Karyawan TU SMA Negeri 3 Pariaman

Adapun sarana dan prasarana yang digunakan untuk belajar

tambahan adalah ruangan belajar, perpustakaan, musholla WC siswa,

ruangan guru, UKS, WC guru, kantin sekolah. Ketersediaan sarana dan

prasarana ini merupakan hal yang terpenting demi kelancaran proses

belajar tambahan.
3

5. Struktur Organisasi SMA Negeri 3 Pariaman


KEPALA SEKOLAH

Dra. Elfi Junaida, M.Si,


Dra. Elfi Junaida,

WAKIL KESISWAAN WAKIL KURIKULUM


Irwan, S.Pd, M.Pd
Desi Susanti, S.Pd

Wakil sarana dan prasarana WAKIL HUMAS


Abdul Munir, S.Kom, M.Kom
Sudirwan, S.Pd

GURU

Sumber: Dokumentasi Karyawan TU SMA Negeri 3 Pariaman

6. Kurikulum Sekolah SISWA

Kurikulum yang di gunakan di SMA Negeri 3 Pariaman adalah

kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). KTSP adalah

kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan dan dilaksanakan oleh

satuan pendidikan dengan memperhatikan standar kmpetensi dan

kompetensi dasar yang dikembangkan Badan Standar Nasional Pendidikan

(BSNP).
3

B. Hasil Penelitian

Hasil penelitian ditunjukan untuk mengetahui kendala-kendala peserta

didik dalam mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada Mata

Pelajaran Sejarah kelas XI IPS di SMA Negeri 3 Pariaman. Data dari

informan penelitian ini menggunakan teknik observasi, wawancara, dan

dokumentasi. Setelah data terkumpul, dianalisis, diseleksi, ditelaah dan

direduksi dengan demikian kesimpulannya dapat di verifikasi untuk di jadikan

temuan penelitian terhadap masalah yang diteliti.

Data yang dideskripsikan pada bagian ini adalah hasil observasi dan

wawancara yang peneliti lakukan terhadap peserta didik kelas XI IPS 2 yang

berkaitan dengan kendala-kendala peserta didik dalam mencapai Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM) pada mata pelajaran Sejarah kelas XI IPS di

SMA Negeri 3 Pariaman. Peneliti melakukan penelitian ini pada Semester

Genap 2015/2016. Data pendukung yang peneliti gunakan adalah dengan

melakukan wawancara bersama peserta didik kelas XI IPS2, guru mata

pelajaran Sejarah yang mengajar di kelas XI IPS, Wali Kelas XI IPS 2 dan

Wakil Kurikulum SMA Negeri 3 Pariaman.

Nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan setiap

sekolah itu berbeda-beda. Karena penetapan nilai KKM ini disesuaikan

dengan kompleksitas, daya dukung sekolah dan intake peserta didik yang

masuk ke masing-masing sekolah tersebut. Nilai KKM pada mata pelajaran

sejarah yang digunakan oleh guru sejarah adalah 78, sedangkan penetapan

standar nasional KKM 75. Namun ketetapan nilai 78 ini sudah disesuaikan
3

dengan komlpeksitas, daya dukung sekolah serta intake peserta didik yang

masuk di SMA Negeri 3 Pariaman, Walaupun nilai 78 itu merupakan nilai

ketuntasan yang cukup tinggi yang harus di capai oleh setiap peserta didik.

Penetapan KKM yang tinggi membuat peserta didik banyak yang tidak

dapat mencapainya. Dalam penelitian ini ditetapkan kelas XI IPS 2 sebagai

objek penelitian, karena dari kelas XI IPS1 sampai IPS5 dapat dilihat

bahwasannya kelas XI IPS2 inilah yang nilai sejarahnya banyak yang tidak

tuntas. Ketidak tuntasan dari kelas XI IPS 2 terlebih dahulu dilihat dari tatanan

kelasnya.

Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan, peneliti mengamati

bahwa struktur kelas XI IPS2 itu terdiri dari Wali Kelas Pendamping IPS2

yaitu Ibu Dewi Muharfayanti, Ketua Kelas: Alhabib Mukhsi, Wakil Ketua

Alfian, Bendahara: Putri Wahyuni, dan Sekretaris: Dewi Khairani. Pemilihan

perangkat kelas ini sudah sesuai dengan pemilihan terbuka yang dilakukan.

Selain dari struktur perangkat kelas, peneliti juga mengamati bahwa jumlah

siswa kelas XI IPS2 pada semester 2 terdiri dari 34 orang, sedangkan pada

semester I siswa IPS2 berjumlah 36 orang. Penyebab dari pindahnya 2 orang

siswa ini dikarenakan ada masalah dengan nilai mereka.

Salah satu sebab tidak tuntasnya peserta didik dalam mata pelajaran

sejarah adalah karena kondisi kelas XI IPS2 yang tidak kondusif. Hal ini

dijelaskan oleh wali Kelasnya yaitu Ibu Dewi Muharfayanti (18 Mei 2016)

yang mengatakan bahwa:

“Kendal kelas XI IPS2 indak tuntas pado mata pelajaran sejarah ko


karano sangai kurang bana samangaik baraja dibandiangkan kelas-
3

kelas lain, apolagi siswa laki-lakinyo. Tapi kalau dipasoan untuak


baraja, nyo nio untuak baraja”.

Artinya:

“Kendala kelas XI IPS2 tidak tuntas pada mata pelajaran sejarah ini
karena sangat kurang sekali semangat belajarnya dibadingkan kelas-
kelas lain, apalagi siswa laki-lakinya. Tapi kalau dipaksakan untuk
belajar, mereka mau untuk belajar”.
Kondisi kelas dan suasana belajar XI IPS 2 yang tidak kondusif dan

tidak berjalan dengan baik juga di ungkapkan oleh peserta didik Bill Khairan

Nisa (18 Mei 2016) bahwa :

“kendala banyak yang indak tuntas matapelajaransejarah karano


suasano baraja kelas XI IPS2tu kacau, ribuik, siswanyo payah diatur.
Kalau diam hanyo samo guru tertentu sajo, kayak samo wali kelas
kami. Tapi samo guru-guru lain diam hanyo sabanta sajo. IPS2 sacaro
kasadonyo dan diliek sacaro garih besar siswanyo banyak yang
pamaleh dan hanyo mangandalkan kawannyo sajo. Sadangkan dalam
pembelajaran sejarah kayak itu lo, ado disaat tanangnyo, dan ado
disaat ribuiknyo, tapi memang labiah kebanyakan ribuiknyo”.

Artinya:

“Kendala banyak yang tidak tuntas mata pelajaran sejarah karena


suasana belajar kelas XI IPS2 itu kacau, ribut, siswanya susah diatur.
Kalau diam hanya dengan guru tertentu saja, seperti dengan wali kelas
kami. Tetapi dengan guru-guru lain diam hanya sebentar saja. IPS2
secara keseluruhan dan dilihat secara garis besar siswanya banyak
yang pemalas dan hanya mengandalkan temannya saja. Sedangkan
dalam pembelajaran sejarah juga seperti itu, ada disaat tenangnya, dan
ada disaat ributnya, tetapi memang lebih kebanyakan ributnya”.

Pernyataan mengenai suasana belajar yang tidak nyaman juga

dibenarkan oleh peserta didik Yulia Karlina (18 Mei 2016), yang mengatakan

bahwa:

“IPS2 terlalu banyak main-main, anak-anaknyo paribuik, inyo ndak


fokus untuak baraja. Walaupun tagantuang guru yang maja dikelas.
Kalau samo guru yang pamberang dan sadis baru nyo bisa tanang
untuak baraja. Tapi emang banyak main-mainnyo”.
3

Artinya:

“IPS2 terlalu banyak main-main, anak-anaknya peribut, mereka tidak


fokus untuk belajar. Walaupun hanya tergantung kepada guru yang
mengajar di kelas. Kalau dengan guru yang pemarah dan sadis baru
mereka bisa tenang untuk belajar. Tetapi memang lebih banyak main-
mainnya”.

Berdasarkan wawancara dengan peserta didik tersebut, terlihat

bahwa dengan keadaan kelas yang meribut akan membuat peserta didik ini

tidak akan fokus untuk belajar. Kondisi ini akan mengganggu bagi peserta

didik lainnya yang ingin belajar. Kondisi belajar yang seperti inilah yang

akhirnya akan mempengaruhi cara belajar dan hasil pembelajaran yang

diperoleh oleh peserta didik.

Penilaian untuk akhir dari pembelajaran dapat dilihat dari

pencapaian peserta didik terhadap standar KKM yang telah ditetapkan.

Nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan setiap sekolah

itu berbeda-beda. Karena penetapan nilai KKM ini disesuaikan dengan

kompleksitas, daya dukung sekolah dan intake peserta didik yang masuk

ke masing-masing sekolah tersebut. Nilai KKM pada mata pelajaran

sejarah yang ditetapkan oleh guru sejarah adalah nilai 78 sedangkan

penetapan standar nasional KKM 75, namun ketetapan nilai 78 ini sudah

disesuaikan dengan komlpeksitas, daya dukung sekolah serta intake

peserta didik yang masuk di SMA Negeri 3 Pariaman. Walaupun nilai 78

itu merupakan nilai ketuntasan tinggi yang harus dicapai oleh setiap

peserta didik. Seperti yang dikatakan oleh Wakil Kurikulum Ibu Desi

Susanti SMA Negeri 3 Pariaman (22 April 2016) bahwa :


3

“Alasan awak manetapan nilai KKM sejarah 75 sadangkan


standar Nasional 75 karano dengan KKM yang tinggi akan
mangacu kapado kainginan siswa dalam baraja untuak
mandapekan nilai KKM yang tinggi tu”.
Artinya:

“Alasan kenapa kita menetapkan nilai KKM sejarah 78 sedangkan


standar Nasional 75 karena dengan KKM yang tinggi akan
mengacu kepada keinginan siswa dalam belajar untuk mencapai
nilai KKM yang tinggi tersebut”.

Dalam penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) ini, telah

dilakukan wawancara dengan guru mata pelajaran sejarah Ibu Elfi Gusrini

yang mengajar di kelas XI IPS (22 April 2016) bahwa:

“Dalam penetapan KKM pado mata pelajaran sejarah ko


berdasarkan 3 kriteria yaitu : intake siswa yang masuak ka
sekolah, sarana prasarana sekolah dan tingkat kesulitan materi.
Penetapan KKM 78 ko ndak samo MGMP, tapi sacaro surang di
sekolah masing-masing karano disatiok sekolah tu beda intake
samo sarana dan prasarananyo”.

Artinya:

“Dalam penetapan KKM pada mata pelajaran sejarah ini


berdasarkan 3 kriteria yaitu: intake siswa yang masuk ke sekolah,
sarana prasarana sekolah dan tingkat kesukaran materi. Penetapan
KKM 78 ini tidak dilakukan dengan MGMP, tetapi secara sendiri
di sekolah masing-masing, karena disetiap sekolah itu berbeda
intake dan sarana prasarana sekolahnya”.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ibu Desi Susanti Wakil

Kurikulum (22 April 2016) bahwa:

“Penetan KKM ditetapkan oleh masing-masing guru mata


pelajaran, siaptu di bicarakan pado saat rapek majelis umum.
Penetapan KKKM satiok mata pelajaran ko setiok guru memang
disasuaian samo criteria penetapan KKM tadi, kayak tingkat
kesulitan, daya dukung sekolah samo rata-rata siswa yang masuak.
Siap disasuaian baru sekolah yang mansahan KKM yang di
tetapkan”.
3

Artinya:

”Penetapan KKM ditetapkan oleh masing-masing guru mata


pelajaran, lalu dibicarakan pada saat rapat majelis umum.
Penetapan KKM setiap mata pelajaran ini oleh setiap guru memang
disesuaikan dengan kriteria penetapan KKM tadi, seperti tingkat
kesulitan, daya dukung sekolah dan rata-rata siswa yang masuk.
Setelah disesuaikan baru sekolah yang mensahkan KKM yang
telah ditetapkan”.

Latar belakang disusun dan ditetapkannya KKM dengan nilai atau

harga tertentu (yang setiap kali tahun dapat berubah) karena anggapan

bahwa tidak semua siswa mampu mencapai penguasaan 100% atas materi

pelajaran. Oleh karenanya, perlu diambil patokan untuk menetapkan siswa

yang “lulus” dan “tidak lulus” dalam mata pelajaran tertentu khususnya

sejarah. Patokkan dalam menyatakan peserta didik lulus ini di tetapkanlah

KKM pada mata pelajaran sejarah.

Hasil penetapan KKM oleh setiap guru atau kelompok guru mata

pelajaran disahkan oleh kepala sekolah untuk dijadikan patokan guru

dalam melakukan penilaian. KKM yang telah ditetapkan disosialisasikan

kepada pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu peserta didik, orang tua,

dan dinas pendidikan. KKM kemudian dicantumkan dalam Laporan Hasil

Belajar (LHB) pada saat hasil penilaian dilaporkan kepada orangtua/wali

peserta didik, sehingga orangtua dapat mengakses standar ketuntasan

peserta didik dengan mudah.

Nilai yang didapat oleh peserta didik inilah yang nantinya akan

memperlihatkan bahwa adanya minat peserta didik dalam pembelajaran

sejarah atau tidak. Jika peserta didik berminat dalam pembelajaran sejarah,
4

tentu hasil nilainya akan tinggi dan dapat mencapai KKM yang telah

ditetapkan, dan begitu juga sebaliknya. Kendala dari peserta didik dalam

mencapai KKM ini terlihat dari motivasi peserta didik itu sendiri. Seperti

yang diungkapkan oleh guru mata pelajaran sejarah Ibu Elfi Gusrini kelas

XI IPS dalam wawancara (22 April 2016) bahwa:

“Kendala peserta didik dalam mancapai KKM tadapek pado


motivasi peserta didik tu surang, motivasi dari dalam dirinyo atau
motivasi dari lua dirinyo. Kebanyakan peserta didik ko motivasi
dari dalam dirinyo yang kurang”.

Artinya:

“Kendala peserta didik dalam mencapai KKM terdapat pada


motivasi peserta didik itu sendiri, motivasi dari dalam diri sendiri
atau motivasi dari luar diri peserta didik. Kebanyakan mereka ini
motivasi dari dalam dirinya yang kurang”.

Kurangnya motivasi dalam diri peserta didik ini dalam belajar yang

membuat peserta didik tidak bisa mendapatkan nilai sesuai dengan standar

nilai KKM, walaupun adanya motivasi yang dilakukan oleh orang tua.

Seperti ungkapan dari salah satu wali murid yaitu ibu Kartina (19 Mei

2016: bahwa :

“Awak sabagai urang tuo taruih magiah motivasi kapado anak


kayak taruih manasihati untuak rajin baraja, untuak dapek
manamatan sekolah dan bisa malanjutan ka kuliah, indak kayak
ibunyo yang hanyo tamat SMP”.

Artinya:

“Saya sebagai orang tua selalu memberikan motivasi kepada anak,


seperti selalu menasihatinya untuk selalu rajin belajar, untuk dapat
menamatkan sekolah dan bisa melanjutkan ke perguruan tinggi,
tidak seperti ibunya yang hanya tamat SMP”.
4

Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal belajar merupakan tahapan

awal pelaksanaan penilaian hasil belajar sebagai bagian dari langkah

pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pada penetapan

Kriteria Ketuntasan Minimal itu dilihat dari 3 aspek:

1. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) Berdasarkan Kompleksitas

Kompleksitas merupakan tingkat kesulitan dan kerumitan setiap

kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik. Tingkat kesulitan yang

harus dicapai oleh peserta didik dapat dikategorikan 3 macam yaitu tinggi,

sedang dan rendah. Tingkat kesulitan dari suatu indikator, baik tingkat

kesulitan kompetensi kata kerjanya maupun tingkat kesulitan materinya.

Tingkat kompetensi kata kerja dapat dilihat melalui tingkatan ranah, baik

ranah kognitif, afektif dan psikomotor.

Tingkat kompleksitas dapat juga diukur melalui kompleksitas

materi, yakni melalui jenis materi, yang terdiri dari materi faktual, materi

konsep, materi prinsip, dan materi prosedur. Materi faktual adalah materi

yang berkaitan dengan mengingat kejadian masa lalu, yang berkaitan

dengan: orang, waktu, tempat dan kejadian. Konsep adalah materi yang

berkaitan dengan penjelasan, uraian, narasi, pendapat, definisi. Prinsip

adalah materi yang berkaitan dengan sesuatu yang tetap dan sulit untuk

diubah, seperti materi mengenai hukum, dalil, rumus. Prosedur adalah

materi yang berkaitan dengan proses, yakni adanya langkah-langkah

penyelesaian atau langkah-langkah pekerjaan, untuk mencapai atau

mendapatkan sesuatu yang abstrak menjadi kongkret, yang umum jadi


4

detail. Sistematis urutan berbentuk sistemik, yakni langkah pertama

menjadi persyaratan langkah berikutnya (Abdul Majid dan Firdaus, 2014:

155).

a. Penetapan Komplekstitas Berdasarkan Tingkat Kompleksitas

Peserta didik.

Kompleksitas peserta didik ini bisa dilihat dari faktor keluarga.

Berdasarkan pada data yang didapatkan dari tata usaha, status sosial

atau pendidikan orang tua peserta didik kelas XI IPS2, pendidikan

orang tua ada yang SD, SMP, SMA ada juga sarjana sedangkan

pekerjaan sehari-hari kebanyakan petani. Dari data yang peneliti

dapatkan kebanyakan dari peserta didik di XI IPS2 ini, pekerjaan

orangtua mereka 38% petani, ada pedagang 6%, wiraswasta 15%, dan

Pegawai Negeri Sipil (PNS)9% sedangkan 32 % lainnya bekerja

sebagai tukang jahit, tukang ojek, buruh dan nelayan. Seperti

wawancara yang dilakukan dengan Ibu dewi Muharfayanti (18 Mei

2016) bahwa:

“Kendala IPS2 banyak peserta didiknyo yang kurang


parhatian. Kabanyakan anak-anak ko sabananyo santiang tapi
nyo butuh perhatian laabiah, jadi anak-anak ko acok mambuek
masalah supayo mandapekan parhatian tadi.memang kalau
dibandiangan lokalXI IPS1 sampai lokal XI IPS5, IPS2 ko lah
yang mambutuahan parhatian labiah. Di local ko banyak anak-
anak yang bbermasalah, tarutamo dari faktor ekonoi. Dengan
karajo urang tuo petani, urang tuo sibuk untuak mancari
nafkah untuak kabutuahan ekonominyo, sahinggo anak
dirumah indak taperhatian doh”.
4

Artinya:

“Kendala IPS2 itu banyak peserta didik yang kekurangan


perhatian. Kebanyakan anak-anak ini sebenarnya pintar tetapi
mereka butuh perhatian lebih, jadi anak-anak ini sering
membuat masalah agar mendapatkan perhatian tadi. Memang
kalau dibandingkan dari kelas XI IPS1 sampai kelas XI IPS5,
IPS2 inilah yang membutuhkan perhatian lebih. Di kelas ini
banyak anak-anak yang bermasalah, terutama dari faktor
ekonomi. Dengan pekerjaan orang tua sebagai petani, orang tua
akan sibuk untuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi mereka, sehingga anak dirumah tidak terlalu
diperhatikan.”

Berdasarkan wawancara dengan Ibu dewi dapat dikatakan

bahwa, kondisi keluargalah yang banyak memicu peserta didik

melakukan masalah. Orang tua seharusnya merupakan orang yang

memberikan perhatian kepada anak, tetapi peran sebagai orangtua

sendiri tidak dilaksanakan. Sehingga anak membuat berbagai masalah

hanya untuk mendapatkan perhatian dari guru. Ini juga yang

menyebabkan kurangnya semangat anak dalam belajar. Mereka

kesekolah itu hanya akan terfokus pada sesuatu yang menarik daan

menghibur bagi mereka, seperti bermain

Kompleksitas peserta didik juga dilihat dari penggunaan Kata

Kerja Operasional (KKO) dalam pembuatan soal Ulangan Harian (lihat

lampiran soal) maupun kompleksitas dari materi pembelajaran.

Tingkat kesulitan soal yang diberikan oleh guru dengan 20 soal (15

objektif dan 5 essay) itu hanya dari jawaban atas soal tersebut yang

membingungkan bagi peserta didik. Seperti yang diungkapkan oleh

peserta didik Yelsi Ramadhani (18 Mei 2016) bahwa :


4

“Kendala soal yang diagiah tadapek pado soal objektif.


Karano soal objektif acok manjebak dan awak kurang paham.
Kalau mengenai mangarati samo soal ulangan hariannyo,
mangaratinyo, tapi karano ndak menghafal makonyo soal
ulangan tu taraso susah”.
Artinya:

“Kendala soal yang diberikan terdapat pada soal objektif.


Karena soal objektif sering menjebak dan saya kurang faham.
Kalau mengenai mengerti dengan soal ulangan hariannya
mengerti, tapi karena tidak menghafal makanya soal ulangan
itu terasa sulit”

Berbeda dengan pendapat Yelsi ini, lain halnya dengan yang

disampaikan oleh peserta didik Alhabib Mukhsi (18 Mei 2016) bahwa:

“Kendala dalam soal yang diagiah susah, karano dari


susahnyo soal-soal ulangan harian yang diagiah tu abib ndak
tuntas. Kalau diagiah persentasinyo kasulikkan soal ulangan
harian yang diagiah 30% susah, 60% gampang, 10 % sadang.
Masih ado yang indak mangarati samo maksud soal yang
diagiah dan pertanyaannyo susah bana”.

Artinya:

“Kendala dalam soal yang diberikan sulit, karena dari sulitnya


soal-soal ulangan harian yang diberikan itu abib tidak tuntas.
Kalau di persentasekan kesulitan dari soal Ulangan harian yang
diberikan itu 30% sulit, 60% mudah dan 10% sedang. Masih
ada yang tidak mengerti dengan maksud soal yang diberikan
dan pertanyaan yang terlalu sulit”.

Mengenai kompleksitas atau kesulitan materi pada mata

pelajaran ini juga telah dilakukan wawancara dengan peserta didik

kelas XI IPS2, Maudia Tunil Khaira (19 April 2016) bahwa:

“Kendalanyo tadapek pado materi sejarah yang susah,


sabananyo kalau mengenai suko samo pelajaran ssejarah tu,
awak sukonyo tapi materi sejarah banyak bana dan awak
maleh lo baraja samo mambaco buku”.
4

Artinya:

“Kendalanya terdapat pada materi sejarah yang susah,


sebenarnya kalau menyukai mata pelajaran sejarah itu, saya
suka tapi materi sejarah terlalu banyak dan saya juga malas
belajar dan baca buku”.

Selain dari ungkapan peserta didik ini, wawancara juga

dilakukan dengan peserta didik Cici Rahayu Kelas XI IPS 2 (19 April

2016) bahwa:

“Kendala materi sejarah susah bana, kkm sejarah 78 tu tinggi


lo. Kalau baraja sejarah awak ndak suko. Maleh baraja
sejarah karano mancatat, makonyo indak tuntaskarano indak
baraja dan ndak menghafal kalau ka nio ujian”.

Artinya:

“Kendala materi sejarah terlalu sulit, kkm sejarah 78 itu juga


tinggi. Kalau belajar sejarah saya juga tidak suka. Malas belajar
sejarah karena mancatat, makanya tidak tuntas karena tidak
belajaar dan tidak menghafal saat mau ujian.”

Ungkapan mengenai kesulitan materi pembelajaran sejarah dan

tidak menyukai pembelajaran sejarah juga dikatakan oleh peserta didik

kelas XI IPS2 Muhammad Jerri (19 April 2016) bahwa:

“Baraja sejarah tu susah, karano kurang mambaco dan


maparhatian guru yang manarangan pelajaran, salain tu
karano indak suko palajaran sejarah, jadi kkm 78 tu tinggi
bana”.

Artinya:

“Belajar sejarah itu sulit, karena kurang membaca dan


memperhatikan guru yang menerangkan didepan kelas, selain
itu karena tidak menyukai pelajaran sejarah, jadi kkm 78 itu
terlalu tinggi”.

Ketidaktuntasan peserta didik bukan hanya dari kesulitan soal

ulangan harian maupun sulitnya pembelajaran yang diberikan oleh


4

guru, tetapi ketidaktuntasan itu karena kurangnya kontrol dari orangtua

terhadap belajar anak. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu wali

murid Ibu Kartina (19 Mei 2016) bahwa :

“Awak ndak pernah mangontrol baraja anak di rumah, karano


awak terlalu sibuk samo karajo awak sahari-hari, awak harus
karajo untuak mamanuhi kabutuahaan sahari-hari dan untuak
mamanuahan kabutuahan anak”.

Artinya:

“Saya tidak pernah melakukan pengontrolan belajar kepada


anak di rumah, karena saya terlalu sibuk dengan pekerjaan saya
sehari-hari, saya harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari dan untuk memenuhi kebutuhan anak-anak saya”.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di SMA Negeri 3

Pariaman dalam pembelajaran sejarah peserta didik sulit untuk

memahami soal Sejarah dalam Ulangan Harian yang diberikan guru.

kurangnya pemahaman peserta didik terhadap pembelajaran sejarah

akan membuat peserta didik ini untuk mencapai KKM 78 itu sulit.

Namun, sulitnya materi dalam pembelajaran sejarah, ada juga

peserta didik yang menyukai pembelajaran sejarah. Seperti wawancara

yang dilakukan dengan peserta didik kelas XI IPS2 Indah Permata Sari

(19 April 2016) bahwa:

“Kalau materi sejarah tu emang susah, tapi awak suko


pelajaran sejarah. Pelajaran sejarah cukuik rumik, harus teliti
dan rajin supayo dapek menguasei pelajaran sejarah tu.
Dengan rajin dan teliti baru bisa mencapai kkm sejaran yang
terlalu tinggi.

Artinya:

“Kalau materi sejarah itu memang sulit, tapi saya menyukai


pelajaran sejarah. Pelajaran sejarah cukup rumit, harus teliti
4

dan rajin supaya dapat menguasai pelajaran sejarah tersebut.


Dengan rajin dan teliti baru bisa mencapai kkm sejarah yang
terlalu tinggi”.

Kesulitan soal yang dikatakan peserta didik itu sebenarnya juga

sudah ditentukan berdasarkan tingkat kesulitan soal yang dilakukan

kepada peserta didik. Tolak ukur kemampuan peserta didik dengan

tingkat kesulitan soal yang dibuat oleh guru mata pelajaran sudah

dilakukan wawancara bersama Ibu Elfi Gusrini (18 Mei 2016) bahwa:

“Tolak ukur ibu untuak manantuan tingkat kesulitan soal


ulangan harian biasonyo anak-anak labiah susah untuak
manjalehan, labiah mudah dek anak-anak manyabuikkan lai
dalam soal ujian. Samo kayak menghubungkan, siswa susah
pulo untuak manjawek pertanyaan yang berhubungan samo
manjalehan dan menghubungkan”.

Artinya:

“Tolak ukur ibu untuk menentukan tingkat kesulitan soal


ulangan harian biasanya anak-anak lebih susah untuk
menjelaskan, lebih mudah bagi mereka menyebutkan dalam
soal ujian. Sama halnya dengan menghubungkan, siswa juga
susah untuk menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan
menjelaskan dan menghubungkan”.

Persepsi peserta didik dengan sulitnya materi sejarah

seharusnya didukung untuk penggunaan buku bagi mereka secara

individu, atau kepemilikan buku yang seharusnya mereka punya satu-

persatu. Seperti ungkapan guru mata pelajaran sejarah Ibu Elfi Gusrini

(18 Mei 2016) bahwa:

“Kalau diwajiban punyo buku paket sejarah tu berarti bukunyo


dibali dilua. Untuak mawajiban tu indak ado, karano
masyarakik manila kalau sekolah lah gratis sadonyo gratis,
susah untuak mawajibkan siswa punyo buku paket sejarah.
Jadi kalau untuak siswa harus punyo, paliangan dipinjam ka
perpustakaan. Kalau misalnyo diwajibkan ka siswatu biasonyo
4

ibu yang stok buku dari perpus dan dipinjaman ka siswa


perbangku pas masuak kels, itu pun hanyo dalam jam
pelajaran. Sadangkan untuak baraja di rumah hanyo
manggunoan LKS yang sabananyo indak efektif. Tapi baa lai,
walau lah disuruah pinjam ka pustaka karano 1 buku 1 siswa
tu alah ado, nyatonyo masih banyak siswa yang indak minjam
buku tu”.

Artinya:

“Kalau diwajibkan memiliki buku paket sejarah itu berarti


bukunya dibeli diluar. Untuk mewajibkan itu tidak ada, karena
masyarakat menilai kalau sekolah sudah gratis semuanya gratis,
susah untuk mewajibkan bagi siswa mempunyai 1 buku paket
sejarah. Jadi kalau mereka harus mempunyai palingan dipinjam
ke perpustakaan. Kalau misalnya diwajibkan itu biasanya ibu
yang stok buku dari pustaka dan dipinjamkan kepada siswa
perbangku saat masuk kelas, itu hanya dalam jam pelajaran.
Sedangkan untuk belajar di rumah hanya menggunakan LKS
yang sebenarnya itu tidak efektif. Tetapi mau bagaimana
walaupun sudah disuruh meminjam ke pustaka karena untuk 1
buku 1 siswa itu sudah ada, kenyataannya masih banyak siswa
yang tidak meminjam buku tersebut.

Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan bahwa

usaha guru untuk meningkatkan siswa dalam belajar juga sudah

dilakukan untuk mempermudah peserta didik dalam pembelajaran

sejarah guru menyarankan untuk siswa meminjam buku yang telah

disediakan oleh sekolah di perpustakaan, tetapi peserta didik inilah

yang memang kurang untuk membaca sehingga mereka tetap

beranggapan bahwa materi sejarah itu sulit. Sedangkan untuk bisa

memicu siswa dalam belajar guru harus aktif dalam penggunaan model

dan media serta mencari media apa saja yang cocok untuk digunakan

pada materi tetentu.


4

Penyesuaian penggunaan Kata Kerja Operasional (KKO) dalam

soal Ulangan Harian biasanya sudah disesuaikan juga dengan

ketentuan-ketentuan yang berlaku seperti yang diungkapkan oleh ibu

Elfi Gusrini (18 Mei 2016) bahwa:

“Panggunoan Kata Kerja Operasional (KKO) yang biaso ibu


gunoan untuak soal ulangan harian tu tergantuang, kalau
dalam ujian semester biasonyo alah ditetapkan dari MGMP.
Untuak mamintak fakta atau manyabuikkan fakta 20% (10
soal) misalnyo dari 50 soal. Kalau untuak ulangan harian tu
ibu biasonyo manggunoan C1,C2,C3 saketek. Kebanyaakan tu
C2 yaitu menjelaskan”.

Artinya:

“Penggunaan Kata Kerja Operasional (KKO) yang biasa ibu


gunakan untuk soal ulangan harian itu tergantung, kalau dalam
ujian semester biasanya sudah ditetapkan dari MGMP. Untuk
meminta fakta atau menyebutkan fakta 20% (10 soal) misalnya
dari 50 soal. Kalau untuk ulangan harian ibu biasanya
menggunakan C1, C2, C3 sedikit. Kebanyakan itu C2 yaitu
menjelaskan.

Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan

di SMA Negeri 3 Pariaman, tingkat kompleksitas peserta didik dari

kesulitan materi pembelajaran sejarah dan kesulitan peserta didik

dalam guru menggunakan pertanyaan sulit yang dimengerti peserta

didik. Sehingga kesulitan inilah yang membuat peserta didik banyak

tidak tuntas dan beranggapan bahwa KKM sejarah 78 tinggi.

b. Penetapan Komplekstitas Berdasarkan Tingkat Kompleksitas

waktu

Dalam penetapan kompleksitas berdasarkan kompleksitas

waktu dilihat berapa lama waktu yang digunakan oleh peseta didik
5

untuk dapat memahami dan mengerti dengan materi pembelajaan yang

diberikan oleh guru.

Berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan bahwa

penggunaan waktu pada pembelajaran sejarah di kelas XI IPS 2 hanya I

kali dalam seminggu dan dengan waktu 3 jam. Dari banyaknya materi

yang harus dikuasai peserta didik, peserta didik ini hanya

menggunakan waktu 3 jam untuk memahami materi yang diberikan.

Seperti wawancara yang dilakukan dengan peserta didik Rahul

Febriawan (18 Mei 2016) bahwa :

“Waktu 3 jam untuak baraja sejarah alun efektif. Tapi


tergantuang muridnyo, apakah muridnyo nio mandangaan
guru dan apakah guru mampu manjalehan materi dengan baik
dalam manarimo materi pembelajaran sejarah di kelas XI
IPS2. Karano IPS2 anak-anaknyo paribuik dan dalam ulangan
harianpun nyo mancaliak punyo kawannyo”.

Artinya:

“Waktu 3 jam untuk pembelajaran sejarah belum efektif. Tetapi


tergantung siswanya, apakah siswanya mau mendengarkan
guru dan apakah guru mampu menjelaskan materi dengan baik
dalam penerimaan materi pembelajaran sejarah di kelas XI
IPS2. Karena IPS2 anak-anaknya peribut dan dalam ulangan
harianpun melihat punya temannya”.

Sama dengan pernyataan Rahul, wawancara yang dilakukan

bersama peserta didik Ratih Kumalasari (18 Mei 2016) bahwa:

“Waktu 3 jam untuak baraja sejarah tu ndak cukuik dan


waktunyo saketek bana, karano dalam baraja sejarah
materinyo banyak dan paralu dijalehan ciek-ciek. Kalau
tagesa-gesa manjalehan materi yang diagiahan guru tantu
indak sadonyo dapek awak paham doh. Seharusnyo
pembelajaran sejarah ko waktu diagiah 4 jam”.

Artinya:
5

“Waktu 3 jam untuk pembelajaran sejarah itu tidak cukup dan


waktunya terlalu sedikit, karena dalam pembelajaran sejarah
materinya banyak dan perlu dijelaskan satu persatu. Jika terlalu
tergesa-gesa dalam penjelasan materi yang diberikan guru tentu
tidak akan semuanya dapat kita pahami. Seharusnya pada
pembelajaran sejarah ini waktu yang diberikan 4 jam”.

Berdasarkan observasi dan wawancara peneliti lakukan di SMA

Negeri 3 Pariaman dengan peserta didik kelas XI IPS 2 terlihat bahwa

kemampuan siswa dalam menerima pembelajaran sejarah dengan

waktu 3 jam itu kurang. Materi yang banyak jika terlalu dipaksakan

apalagi kepada peserta didik harus lebih mendapatkan perhatian guru

dalam pembelajaran seharusnya dijelaskan dengan secara perlahan-

lahan.

Bukan hanya dari penggunaan waktu 3 jam dalam penjelasan

materi sejarah. Komplesitas waktu juga dilihat dari penggunaan waktu

dalam menjawab soal ulangan harian. Setiap kelas dari IPS1 sampai

IPS5 itu waktu dalam menjawab soal Ulangan Harian diberikan selama

2 jam pelajaran. Mengenai kesesuaian waktu 2 jam untuk menjawab

soal Ulangan Harian 20 soal (15 objektif dan 5 essay) ini sudah

dilakukan wawancara dengan peserta didik yaitu Aldian Putra (18 Mei

2016) bahwa:

“Panggunoan waktu 2 jam untuak manjawek soal ulangan


harian tu alah cukuik. Karano soal ulangan harian indak
terlalu payah sabananyo kalau awak baraja dan menhafal
sabalum ulangan. Kalau indak baraja tantu soal yang
diagiahan akan taraso payah”.

Artinya:
5

“Penggunaan waktu 2 jam untuk menjawab soal ulangan harian


itu sudah cukup. Karena soal ulangan harian tidak terlalu sulit
sebenarnya kalau kita belajar dan menghafal sebelum ulangan.
Kalau tidak belajar tentu soal yang diberikan akan terasa sulit”
.
Ungkapan sama juga disampaikan oleh Rahul Febriawan (18

Mei 2016) bahwa:

“Dengan soal 20 dan diagiah waktu untuak manjawek salamo


2 jam pelajaran tu alah cukuik. Kalau awak menghafal
mungkin 1 jam pelajaran cukuik untuak manjawek soal tu.
Kalau waktu 2 jam tu bagi siswa lain yang alah siap manjawek
soal hanyo manunggu waktu 2 jam tu habis. Jadi itu
kesempatan bagi kawan-kawan yang lain yang indak baraja di
rumah untuak mamintak jawaban kawan yang alah siap
bahkan mancontet jawaban tu”.

Artinya:

“Dengan soal 20 dan diberikan waktu untuk menjawab selama


2 jam pelajaran itu sudah cukup. Kalau kita menghafal
mungkin 1 jam pelajaran cukup untuk menjawab soal tersebut.
Kalau dengan waktu yang 2 jam itu bagi siswa lain yang sudah
siap dalam menjawab soal hanya menunggu waktu 2 jam itu
habis. Jadi itu kesempatan bagi teman-teman yang lain yang
tidak belajar di rumah untuk meminta jawaban teman yang
sudah selesai bahkan mencontet jawaban tersebut”.
Berdasarkan observasi dan wawancara yang peneliti lakukan di

SMA Negeri 3 Pariaman terlihat bahwa, waktu 2 yang diberikan oleh

guru dalam menjawab soal Ulangan Harian sebenarnya sudah berlebih.

Bagi peserta didik banyaknya waktu yang diberikan akan membuat

mereka tidak konsentrasi dan akan lebih santai lagi dalam menjawab

soal ulangan karena penggunaan waktu yang berlebih akan

mempermudah siswa untuk bertanya serta mencontek lembar jawaban

punya teman mereka yang sudah selesai. Keributan akan terjadi, dan
5

itu yang membuat waktu yang seharusnya cukup dan bahkan berlebih

ini akan terasa pendek.

2. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) Berdasarkan Daya Dukung

Sekolah

Mutu pendidikan sangat ditentukan oleh daya dukung sekolah

untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan

berkesinambungan. Sekolah yang memiliki sarana dan prasarana yang

lengkap akan memudahkan guru dan peserta didik dalam proses

pembelajaran. Begitu juga dengan sekolah yang kurang memiliki

sarana dan prasarana, tentu akan mengalami hambatan dalam proses

pembelajaran, baik dalam bentuk pelaksanaan maupun penilaian

pembelajaran.

Dalam penetapan KKM guru harus memperhatikan daya

dukung sekolah. Sekolah yang memiliki daya dukung yang tinggi

untuk menunjang proses pembelajaran bisa menetapkan nilai KKM

lebih tinggi. Tetapi sekolah yang tidak memiliki daya dukung yang

memadai penetapan KKM nya harus disesuaikan.

Mengenai sarana dan prasarana pendidikan terdapat dalam UU

Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) R.I 20 Tahun 2003 yaitu:

a) Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan


sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai
dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan
intelektual, social, emosional, dan kejiwaaan peserta didik.
b) Ketentuan mengenai penyediaan sarana dan prasarana pendidikan
pada semua satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
5

Hal ini sesuai dengan pengamatan yang dilakukan peneliti pada

tanggal 18 Mei bahwa sarana dan prasarana sekolah dalam menunjang

pembelajaran bagi peserta didik ini juga termasuk pepustakaan,

laboratorium alat/bahan untuk proses pembelajaran. Sekarang ini

ketersediaan buku di perpustakaan SMA Negeri 3 Pariaman sudah

memadai khususnya buku sejarah dan seharusnya peserta didik lebih

bisa memahami materi pembelajaran sejarah.

Dari observasi terlihat bahwa penyatuan ruang perpustakaan

dengan kantin kejujuran ini kurang efektif. Perpustakaan yang

seharusnya merupakan hanya sebagai tempat ruang baca dan belajar

bagi peserta didik itu akan terganggu dengan adanya kantin kejujuran.

Kebanyakan dari peserta didik ini datang ke pustaka dan ternyata tidak

membaca atau meminjam buku, melainkan hanya untuk belanja

makanan.

Mengenai daya dukung sekolah ini, telah dilakukan wawancara

dengan guru mata pelajaran sejarah Ibu Elfi Gusrini XI IPS (19 April

2016) bahwa:

“Mengenai daya dukung sekolah tu ado di sarana prasarana,


itu alah mamadai untuak manyusun KKM. Dimano saat kini ko
buku-buku yang masuak ka perpustakaan SMA 3 alah banyak
dan itu mamudahan siswa dalam mambaco baliak materi
pelajaran sejarah yang sudah dan yang ka dipelajari”.

Artinya:

“Mengenai daya dukung sekolah itu ada di sarana prasarana, itu


sudah memadai terhadap penyusunan KKM. Dimana saat
sekarang ini buku-buku yang masuk ke perpustakaan SMA 3
sudah banyak dan itu mempermudah siswa dalam membaca
5

kembali materi pelajaran sejarah yang sudah dan yang akan di


pelajari”.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh peserta didik kelas XI

IPS2 Ratih Kumala Sari dalam wawancara (19 April 2016) bahwa:

“Sarana dan prasarana sekolah kayak buku di perpustakaan


alah mandukuang dalam baraja sejarah. Tapi kalau sarana
prasarana sekolah kayak labor sejarah alun ado tasadio
disekolah lai”

Artinya:

“Sarana dan prasarana sekolah seperti buku di perpustakaan


sudah mendukung dalam pembelajaran Sejarah. Tapi kalau
sarana prasarana sekolah seperti labor sejarah belum tersedia di
sekolah ini”.

Berbeda dengan yang diungkapkan oleh guru sejarah dan Ratih

mengenai sudah mendukungnya sarana prasarana perpustakaan.

Wawancara yang dilakukan dengan peserta didik kelas XI IPS2 Putri

Rezky Utami (22 April 2016) bahwa:

“Kelengkapan perpustakaan di SMA 3 alun mandukuang

dalam baraja sejarah dan labor sejarah ndak lo ado doh”.

Artinya:

“Kelengkapan perpustakaan di SMA 3 belum mendukung

dalam pembelajaran sejarah dan labor sejarah juga tidak ada”.

Penetapan skor nilai KKM berdasarkan daya dukung sekolah

terutama dalam ketersediaan dan memadainya sarana prasarana

perpustakaan di SMA Negeri 3 Pariaman sebenarnya sudah memadai

dalam proses pembelajaran sejarah. Namun peserta didik kurang

berminat dalam meminjam buku di perpustakaan. Sehingga sebagian


5

dari peserta didik ini beranggapan bahwa sarana prasarana dalam

kelengkapan buku di perpustakaan masih kurang memadai.

Dalam pembelajaran tidak hanya tidak hanya dituntut

ketersediaan buku diperpustakaan untuk menunjang pembelajaran

tetapi laboratorium untuk kelas IPS seharusnya juga disediakan,

khususnya untuk menunjang pembelajaran sejarah. Tetapi ini juga

disediakan. Seperti wawancara yang dilakukan dengan Ibu Desi

Susanti (18 Mei 2016) bahwa:

“Untuak maningkatkan baraja sejarah saranaa prasarana


kayak peta alah ado tersedia, pemutaran film documenter alah
lo walaupun sakali-kali dan hanyo pado materi tartantu sajo.
Tapi labor IPS dan labor sejarah memang alun ado. Sabab ado
labor yang labiah penting yang alah ado, kayak labor fisika,
kimia, komputer biologi dan mungkin mengenai labor IPS tu ka
pikian baliak”.

Artinya:

“Untuk meningkatkan pembelajaran sejarah sarana prasarana


seperti peta sudah tersedia, pemutaran film dokumenter juga
sudah diputarkan walaupun hanya sekali-kali dan hanya pada
materi tertentu saja. Akan tetapi labor IPS dan labor sejarah
belum tersedia. Sebab ada labor yang lebih penting yang
sekarang sudah ada, seperti labor fisika, kimia, komputer,
biologi dan mungkin mengenai labor IPS itu akan dipikirkan
kembali”.

Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan bersama

guru dan peserta didik dapat disimpulkan bahwa sarana dan prasarana

kelengkapan perpustakaan dan laboratorium, di SMA Negeri 3

Pariaman ini alat atau bahan untuk proses pembelajaran juga sudah

tersedia seperti 2 infokus dalam membantu proses pembelajaran

sejarah dan juga ketersediaan peta serta globe. Dalam proses


5

pembelajaran guru hanya menggunakan media tersebut pada materi

tertentu.

Selain dari sarana dan prasarana, dalam kemampuan sumber

daya dukung pembelajaran juga adanya ketersediaan tenaga,

manajemen sekolah serta stakeholders sekolah. Ketersediaan tenaga

sekolah di SMA Negeri 3 Pariaman sudah sesuai dengan pendidikan

dan kejuruan yang telah guru-guru ini tempuh. Guru-guru yang

mengajar di SMA Negeri 3 Pariaman ini sesuai dengan tamatan ilmu

yang telah guru-guru ini dapatkan. Seperti guru sejarah yang mengajar

di kelas XI IPS2 yang merupakan lulusan dari Universitas Negeri

Padang (UNP) yang mengajar sesuai dengan ilmu yang beliau

dapatkan yaitu sejarah.

3. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) Berdasarkan Intake Siswa

Tingkat kemampuan (intake) rata-rata peserta didik di sekolah

yang bersangkutan. Pencapaian intake di kelas X dapat didasarkan

pada hasil seleksi pada saat penerimaan peserta didik baru, Nilai Ujian

Nasional/Sekolah, rapor SMP, tes seleksi masuk atau psikotes.

Penetapan intake di kelas XI dan XII berdasarkan kemampuan peserta

didik dikelas sebelumnya berupa hasil semester (Kunandar 2013: 88).

Berdasarkan data yang didapatkan dari tata usaha ditemukan

bahwa peserta didik masuk ke SMA Negeri 3 Pariaman tidak ada

melakukan tes hanya saja mengisi formulir pendaftaran dengan

membawa nilai kelulusan, kartu keluarga, akta kelahiran, kelakuan


5

baik tanpa melakukan tes intelegensi pada peserta didik. Berdasarkan

hal di atas idealnya sekolah saat menerima peserta didik melakukan tes

kemampuan intelengensi peserta didik untuk melihat sejauh mana

kemampuan calon peserta didik sehingga guru dapat memetakan

strategi dalam proses belajar mengajar.

Berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan, penetapan

dalam penerimaan siswa baru di SMA Negeri 3 Pariaman hanya secara

umum. Syarat yang biasanya yaitu Surat Keterangan Hasil Ujian

(SKHU), biasanya melihat rayonnya. Kalau diluar rayon, harus

dilakukan surat keterangan pemindahan rayon untuk memasuki SMA

3, kalau masih di dalam rayon persyarakatannya hanya SKHU.

Mengenai penetapan intake siswa ini, telah dilakukan

wawancara dengan guru mata pelajaran sejarah Ibu Elfi Gusrini kelas

XI IPS (22 April 2016) bahwa:

“Kalau nilai peserta didik yang lalu indak manjadi acuan,


yang manjadi acuan tu adalah bara nilai siswa yang masuk
partamo kali ka sekolah tu. Kalau nilai smester lalu ndak ado
hubungannyo, karano KKM tu kan 1 tahun, walaupun nilai
semester lalu tinggi tu semester 2 nyo ditinggian lo KKM nyo,
indak”.

Artinya:

“Kalau nilai peserta didik semester lalu tidak menjadi acuan,


yang menjadi acuan itu adalah berapa nilai siswa yang masuk
pertama kali ke sekolah itu. Kalau nilai semester lalu tidak ada
hubungannya, karena KKM itu kan 1 tahun, meskipun nilai
semester lalu tinggi lalu semester 2 nya ditinggikan KKM nya,
tidak”.
5

Dalam menetapkan skor intake merupakan hal yang sangat

penting bagi penetapan nilai KKM. Sedangkan hasil belajar dari

peserta didik juga menjadi pedoman untuk menetapkan kriteria

minimal yang harus dikuasai oleh peserta didik. Jadi, peserta didik

yang sebelumnya memiliki hasil belajar tinggi bisa penetapan skor

nilai intake yang tinggi pula dan begitu pula sebaliknya. Nilai yang

didapat melalui proses belajar yang dilakukan oleh peserta didik juga

tidak ada pengontrolan yang dilakukan oleh orangtua. Seperti

ungkapan dari salah satu wali murid yaitu ibu Kartina (19 Mei 2016)

bahwa :

“Awak jarang mananyoan ka anak mengenai nilai yang nyo


dapekkan di sekolah walaupun ujian yang nyo hadapi di
skolah. Tapi awak hanyo maingekkannyo untuak taruih
baraja”.

Artinya:

“Saya jarang menanyakan kepada anak saya mengenai nilai


yang ia dapatkan di sekolah maupun ujian yang ia hadapi di
sekolah. Tetapi saya hanya mengingatkannya untuk selalu
belajar”.

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang dibuat oleh guru

sejarah itu sudah disesuaikan juga dengan intake/rata-rata peserta

didik. Selain itu, penetapan KKM sejarah kelas XI IPS dengan nilai 78

memang sudah disesuaikan juga berdasarkan kurikulum yang di pakai

di sekolah tersebut, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP).
6

Seperti ungkapan yang disampaikan oleh wakil Kurikulum Ibu

Desi Susanti SMA Negeri 3 Pariaman pada saat wawancara (22 April

2016) bahwa:

“KKM sejarah yang ditetapkan dengan nilai 78 itu alah


disasuaian dengan kurikulum yang kito pakai, yaitu kurikulum
KTSP. Sadangkan manganai kenaikan KKM untuak 1 tahun ko
masih 78. Manganai kanaikan KKM baliak diliek dari
kurikulum. Panggunoan kurikulum 2013 kabanyo dengan namo
kurikulum Nasional ka di lakuan pado tahun 2018”.

Artinya:

“KKM sejarah yang ditetapkan sekolah dengan nilai 78 itu


sudah kesesuaian dengan kurikulum yang kita pakai, yaitu
kurikulum KTSP. Sedangkan mengenai kenaikan KKM untuk
1 tahun ini masih 78. Mengenai kenaikan KKM lagi dilihat dari
kurikulum. Penggunaan kurikulum 2013 kabarnya dengan
nama kurikulum Nasional akan dilakukan pada tahun 2018”.

Dalam penetapan intake pada KKM harus terlebih dahulu

mengelola informasi hasil belajar peserta didik sebelumnya, karena

sangat berpengaruh sekali dalam menentukan skor intake. Sehingga

penskoran nilai intake memang disesuaikan dengan kondisi

kemampuan siswa yang ada sebelumnya.

C. Pembahasan

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) merupakan tahapan awal

pelaksanaan penilaian hasil belajar sebagai bagian dari langkah

pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Oleh

karena itu guru disetiap satuan pendidikan harus mampu menetapkan

Kriteria Ketuntasan Minimal yang menjadi tolak ukur pencapaian

kompetensi belajar peserta didik.


6

Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) harus berdasarkan

komponen-komponen sebagai berikut: Kompleksitas atau tingkat

kesukaran atau kesulitan materi pada pembelajaran sejarah, daya dukung

sekolah yang mencakup sarana prasarana sekolah dalam mensukseskan

proses pembelajaran, seperti ketersediaan sumber belajar dan media

pembelajaran di sekolah tersebut. Serta intake atau rata-rata peserta didik,

yang juga dilihat dari kemampuan peserta didik dalaam proses

pembelajaran dari hasil belajar siswa sebelumnya.

Berdasarkan hasil temuan di lapangan tentang Kendala-kendala

peserta didik dalam mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada

mata pelajaran sejarah kelas XI IPS di SMA Negeri 3 Pariaman

memperlihatkan hasil bahwa kompleksitas (tingkat kesulitan atau

kerumitan) materi pada pembelajaran sejarah telah di sesuaikan dengan

kemampuan dari peserta didik. Tetapi kenyataannya Kriteria Ketuntasan

Minimal (KKM) berdasarkan kompleksitas dari peserta didik masih

terlihat. Terbukti dengan yang diungkapkan oleh peserta didik bahwa

masih adanya kerumitan soal Ulangan Harian yang diberikan dan

kerumitan materi pembelajaran sejarah bagi peserta didik.

Kendala dalam penetapan KKM berdasarkan daya dukung sekolah

yang dibuat oleh guru sejarah di SMA Negeri 3 Pariaman sudah sesuai

dengan tingkat daya dukung sekolah. Kenyataannya bahwa sarana

pembelajaran baik dari sumber belajar maupun media pembelajaran sudah

tersedia dalam menunjang pembelajaran peserta didik. Namun banyak


6

peserta didik yang tidak mempergunakan seperti buku yang terdapat di

perpustakaan sekolah dengan baik, untuk membantu peserta didik dalam

pembelajaran khususnya pembelajaran sejarah. Sehingga nilai KKM yang

ditetapkan oleh guru sulit bagi siswa untuk mencapainya, karena peserta

didik malas untuk meminjam buku perpustakaan maupun membaca materi

pembelajaran.

Kendala penetapan KKM oleh guru sejarah berdasarkan intake atau

kemampuan rata-rata peserta didik dalam Penerimaan Siswa Baru (PSB) di

SMA Negeri 3 Pariaman masih secara umum, persyaratannya berupa Surat

Keterangan Hasil Ujian (SKHU) dan penyesuaian jalur masuk sekolah

menengah pertama (SMP) dengan jalur masuk ke SMA yang sudah

ditentukan (rayon) sekolah yang seharusnya. Jika tidak sesuai dengan jalur

penerimaan di SMA Negeri 3 itu siswa harus melakukan surat pemindahan

untuk bisa memasuki jalur masuk ke SMA 3. Selain dari penerimaan siswa

baru (PSB), kriteria penetapan intake/ rata-rata peserta didik juga dilihat

dari nilai semester lalu atau tahun lalu.

Penetapan KKM yang tinggi ini oleh sekolah agar mengacu untuk

keinginan siswa mencapai KKM yang tinggi, serta hanya untuk

kepentingan dari tuntutan perguruan tinggi yang setiap tahunnya dalam

penerimaan siswa melihat nilai yang di capai oleh peserta didik di bangku

SMA. Namun ini kurang sebanding dengan kemampuan yang peserta

didik miliki.
6

Berdasarkan hasil wawancara dari kendala peserta didik dalam

mencapai KKM itu kurangnya motivasi dari dalam diri peserta didik itu

sendiri. Selain itu tingkat kesulitan materi yang hanya peserta didik lihat

dari banyaknya materi sejarah, kemalasan peserta didik dalam menghafal

untuk Ulangan Harian maupun ujian yang tidak mereka sukai dalam

pembelajaran sejarah dan lebih membosankan dengan banyaknya catatan-

catatan yang diberikan. Sedangkan kelengkapan sarana prasarana yang

sudah tersedia di sekolah tidak dipergunakan dalam menunjang

pembelajarannya. Ketidak sesuaian nilai KKM yang tinggi dengan

kemampuan peserta didik yang disebabkan karena upaya guru atau sekolah

agar memudahkan peserta didik memasuki perguruan tinggi.

Masalah usaha guru dan sekolah untuk nilai KKM 78 dengan

tujuan mempermudah serta tuntutan dari perguruan tinggi mungkin dapat

dipahami. Selain itu, nilai KKM yang ditetapkan di sekolah SMA Kota

Pariaman rata-rata di atas 75. Oleh karena itu guru dan sekolah tersebut

terpaksa menyamakan KKM dengan sekolah yang lain agar memiliki

standar penilaian yang sama. Akan tetapi penyetaraan tersebut harus

disesuaikan kembali dengan kemampuan peserta didik yang sebenarnya.


64

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang dilakukan dapat disimpul bahwa

Kendal-kendala peserta didik dalam mencapai Kriteria Ketuntasan

Minimal (KKM) adalah sebagai berikut :

1. Kemampuan dalam mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

peserta didik pada mata pelajaran sejarah kelas XI IPS di SMA Negeri

3 Pariaman memperlihatkan hasil bahwa kompleksitas (tingkat

kesulitan atau kerumitan) materi pada pembelajaran sejarah terlihat

dilapangan bahwa kesulitan soal dan kerumitan materi pembelajaran

memang dialami peserta didik.

2. Kemampuan dalam mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

berdasarkan daya dukung sekolah kenyataannya sarana dan prasarana

yang mendukung pembelajaran sejarah yang tersedia belum

memberikan hasil yang maksimal dalam proses pembelajaran sejarah.

3. Kemampuan dalam mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

berdasarkan intake/rata-rata peserta didik dalam penerimaan siswa

baru (PSB) yang dilakukan di SMA Negeri 3 Pariaman belum sesuai

dengan penetapan intake yang seharusnya.

64
65

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka penulis memberikan

saran-saran sebagai berikut:

1. Untuk peserta didik untuk lebih giat lagi belajar dan memperhatikan

guru dalam menjelaskan pelajaran sehingga dapat memperoleh hasil

belajar yang baik, sesuai dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

yang telah ditentukan.

2. Untuk guru diharapkan lebih mempersiapkan RPP serta lebih

memperhatikan peserta didik dalam proses pembelajaran dan

memberikan arahan serta motivasi kepada peserta didik untuk dapat

belajar dengan giat, sehingga peserta didik mendapatkan hasil belajar

sesuai dengan yang diharapkan.

3. Untuk Kepada kepala sekolah SMA Negeri 3 Pariaman agar dapat

meningkatkan sarana dan prasarana disekolah untuk menunjang

pembelajaran dan mendapatkan hasil belajar yang baik.


6

DAFTAR PUSTAKA

A. Undang-Undang

SISDIKNAS No 20 Tahun 2003.

B. BUKU

Abdul Majid, Firdaus. 2014. Penilaian Autentik Proses dan Hasil Belajar.
Bandung:Interes.

Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia.


Jakarta:Balai Pustaka.

Iskandar. 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial. Jakarta: Gaung


Persada Press.

Kunandar. 2013. Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik


Berdasarkan Kurikulum 2013. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.

Mulyasa. 2014. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013.


Bandung:PT Remaja Rosdakarya

Nurul, Zuriah. 2009. Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta:PT


Bumi Aksara.

Oemar, Hamalik. 2013. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta:PT Bumi


Aksara.

Prayitno. 2013. Kaidah Keilmuan Pendidikan Dalam Belajar dan


Pembelajaran jilid 2. Padang:UNP Press.

Rohmalina Wahab. 2015. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rajagrafindo


Persada.

Sugiyono. 2012. Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.


Bandung:Alfabeta.

Sunarti, Selly Rahmawati. 2014. Penilaian dalam Kurikulum


2013.Yogyakarta:Andi.

Supardi. 2013. Kinerja Guru. Jakarta:Rajagrafindo Persada.

66
6

C. SKRIPSI DAN JURNAL

Dewi, Yulianti. 2012. “Kemampuan Guru IPS Dalam Menyusun Kriteria


Ketuntasan Minimal (KKM) Materi Sejarah Di SMP Negeri 4 Lintau
Buo Kabupaten Tanah Datar”. Padang: Prodi Pendidikan Sejarah
STKIP PGRI Sumatera Barat.

Suryapatmi, Adeningsih. 2014. “Masalah-Masalah Yang Dihadapi Peserta


didik Dalam Pembeajaran Sejarah Kelas XI IPS Di SMA Semen
Padang”. Padang: Prodi Pendidikan Sejarah STKIP PGRI Sumatera
Barat.

http://www.e-jurnal.com/2013/09/penetapan-nilai-kriteria-ketuntasan.html.
Mohammad Nasirullah. “Penetapan Nilai Kriteria Ketuntasan Minimal
dengan Teknik Delphi di SMA Negeri Kabupaten Pamekasan”
jppendidikandd130039
6

LAMPIRAN I

DAFTAR INFORMAN

No Nama Umur/ Keterangan Tanggal


tahun wawancara
1. Desi Susanti 39 Wakil Kurikulum 22 Apil, 18
Mei
2. Dewi Muharfayanti 43 Wali Kelas XI 18 Mei
IPS2
3. Elfi Gusrini 42 Guru sejarah XI 19 April, 22
IPS2 Apri, 18 Mei
4. Kartina 50 Wali Murid 19 Mei
5. Bill Khairan Nisa 17 XI IPS2 18 Mei
6. Yulia Karlina 17 XI IPS2 18 Mei
7. Yelsi Ramadhani 17 XI IPS2 18 Mei
8. Alhabib Mukhsi 18 XI IPS2 18 Mei
9. Maudia Tunil 17 XI IPS2 19 April
Khairan
10. Cici Rahayu 17 XI IPS2 19 April
11. Muhammad Jeri 18 XI IPS2 19 April
12. Indah Permata Sari 17 XI IPS2 19 April
13. Rahul Febriawan 18 XI IPS2 18 Mei
14. Ratih Kumalasari 17 XI IPS2 19 April, 18
Mei
15. Putri Rezky Utami 17 XI IPS2 22 April
6

LAMPIRAN II

PEDOMAN WAWANCARA

A. Pedoman Wawancara Terhadap informan (peserta didik kelas XI

IPS2)

Nama :

Jabatan :

Tanggal wawancara :

1. Bagaimana menurut anda tentang suasana belajar di kelas XI IPS2?

2. Apakah yang anda lakukan ketika guru mata pelajaran tidak ada?

3. Bagaimana penerapan waktu 3 jam untuk pelajaran sejarah, apakah

sudah cukup untuk mencakup semua materi yang diajarkan guru?

4. Bagaimana menurut anda mengenai tingkat keasulitan soal Ulangan

Harian yang diberikan oleh guru?

5. Apakah anda mengerti dengan soal Ulangan Harian yang diberikan

oleh guru?

6. Apakah dengan soal Ulangan Hrian 20 dalam waktu 2 jam cukup

untuk menjawab soal Ulangan Harian?

7. Apakah kendala anda dalam mencapai KKM pembelajaran sejarah?

B. Wali kelas XI IPS

1. Menurut ibu, bagaimana kondisi kelas XI IPS2?

2. Menurut ibu, bagaimana respon siswa kelas XI IPS2 dalam menerima

pelajaran?
7

3. Bgaiamana cara ibu mengatasi siswa yang bermasalah atau

mendapatkan keluhan dari guru yang lain?

4. Apakah tindakan yang ibu lakukan untuk meningkatkan rata-rata siswa

berdasarkan Laporan Hasil Belajar (LHB) dari setiap guru mata

pelajaran?

5. Bagaimana cara ibu mengantisipasi atau menyikapi siswa yang terus

menerus melanggar aturan sekolah?

6. Sanksi yang diberikan berupa apa dan apakah sanksi itu menimbulkan

efek jera terhadap pelanggaran yang dilakukan?

C. Wali murid

2. Bagaimana cara ibu mengontrol cara belajar anak ibu di rumah?

3. Apakah ibu selalu menanyakan kepada anak ibu nilai yang didapat

dalam Ulangan Harian atau ujian disekolah?

4. Dorongan seperti apa yang ibu lakukan sebagai orang tua agar anak ibu

dapat mencapai nilai yang tinggi?

D. Guru bidang studi sejarah kelas XI IPS

1. Bagaimana cara ibu dalam menetapkan KKM sejarah?

2. Apakah daya dukung sekolah sudah memadai dalam penyusunan

KKM?

3. Apakah siswa diwajibkan untuk memiliki buku sejarah?

4. Apa tindakan yang ibu lakukan agar siswa dapat mencapai KKM yang

diinginkan?
7

5. Bagaimana sistem remedi yang ibu terapkan agar dapat menjamin

siswa dalam memenuhi standar KKM?

6. Bagaimana pemilihan penggunaan Kata Kerja Operasional (KKO)

dalam membuat soal Ulangan Harian?

7. Apa yang menjadi tolak ukur Ibu dalam menentukan tingkat kesulitan

soal Ulangan Harian yang diberikan kepada siswa?

8. Apakah menurut ibu dalam waktu 2 jam pelajaran siswa dapat

menjawab soal dengan baik?

9. Menurut ibu, apa yang menjadi kendala bagi peserta didik dalam

mencapai KKM?

E. Untuk wakil kurikulum SMA Negeri 3 Pariaman

1. Apa alasan penetapan KKM dengan nilai 78, sedangkan dari standar

nasional hanya 75?

2. Bagaimana cara penetapan KKM di sekolah?

3. Apa yang ibu ketahui tentang kesiapan siswa untuk mencapai KKM

yang ditetapkan?

4. Apa smotivasi sekolah untuk meningkatkan belajar siswa?

5. Apa tindakan yang ibu lakukan jika menemukan kelas yang memilki

rata-rata nilai rendah?

6. Bagaimana menurut ibu terhadap siswa yang ada dikelas XI IPS2?

7. Apakah kelas XI IPS2 sudah memenuhi standar kelas yang baik?

8. Apakah program sekolah sudah memadai untuk meningkatkan

pembelajaran sejarah?
7

9. Apakah usaha yang direncanakan oleh pihak sekolah untuk

meningkatkan pembelajaran sejarah dengan menyiapkan sarana

prasarana seperti labor sejarah, peta, globe dan pemutaran filem

dokumenter?
7
LAMPIRAN III

UH 2 SEJARAH
XI IPS SOAL A
SEMESTER GENAP TP 2015/2016
SMA N 3 PARIAMAN

Kerjakanlah soal-soal berikut!


Organisasi yang lahir sebelum 1920
adalah…

 Suatu bentuk ideologi yang menunjukan A. 1,2,3 B. 3,4,5


adanya kesamaan budaya, wilayah, cita-cita C. 2,3,5 E. 1,4,5
dan tujuanyang sama, yaitu… D. 2,3,4
A. Ideologi nasionalisme  Tujuan pergerakan nasional Indonesia
B. Ideologi demokrasi adalah…
C. Ideologi pan-islamisme A. Untuk meningkatkan
D. Ideologi liberalism kesejahteraan social Indonesia
E. Ideologi sosialisme B. Untuk memajukan pendidikan
 Tujuan dari pelaksanaan sumpah pemuda dan pengajaran 73irri73sia
tahun 1928 adalah…
A. Mengubah kegiatan gerakan C. Untuk mencapai kemerdekaan tanah
pemuda indonesia air bangsa Indonesia dari penindasan
B. Mempersatukan seluruh gerakan penjajahan
pemuda indonesia D. Untuk mengembangkan
C. Mempersatukan seluruh kebudayaan Indonesia
bangsa indonesia E. Untuk memperoleh keuntungan
D. Mempercepat proses di bidang perdagangan
pencapaian kemerdekaan  Munculnya gerakan nasionalisme yang
E. Mengkoordinasikan gerakan- terjadi di asia afrika adalah sebagai akibat…
gerakan politik di indonesia A. Keinginan untuk mencapai kemerdekaan
 Faktor-faktor luar negeri yang melatar B. Lemahnya kekuasaan asing
belakangi munculnya pergerakan C. Rasa tidak puas atas kemewahan
nasional Indonesia sebagai berikut, kaum imperialis
kecuali… D. Kemajuan pendidikan dari rakyat asia-
A. Masuknya paham-paham baru di eropa afrika
B. Kemenangan jepang atas rusia E. Hilangnya kepercayaan rakyat
pada tahun 1905 pada pemerintah
C. Perang kemerdekaan Indonesia  Berikut pernyataan yang tepat tentang
D. Bangkitnya nasionalisme india budi utomo, kecuali…
E. Bangkitnya gerakan nasionalisme mesir A. Budi utomo berdiri pada tanggal 20
dan turki mei 1908
 Perhatikan pernyataan berikut! B. Budi utomo didirikan oleh para
1. Budi oetomo pelajar STOVIA yang diketuai oleh
2. PKI sutomo
3. PNI C. Gagasan berdirinya BU berasal dari
4. Indische partij dr. dahidin sudirohusodo
5. SI
7

D. Ruang gerak BU terbatas di jawa A. 1,2,3 C. 1,4,5 E.2,3,4


dan Madura B. 2,3,5 D. 3,4,5
E. BU bergerak dalam bidang politik  Apa yang menyebabkan Ir. Soekarno dan
dan bersifat radikal pemimpin PNI lain nya ditangkap…
 Pada perkembangan berikutnya budi utomo A. Munculnya berita provokatif yang
kurang diminati oleh golongan muda, hal menyatakan PNI akan
ini disebabkan oleh beberapahal dibawah melaksanakan pemberontakan
ini, kecuali… terhadap pemerintah belanda
A. Budi utomo lebih B. Karena PNI organisasi yang terlarang
mengutamakan golongan priayi C. Tokoh-tokoh PNI selalu memberontak
B. Budi utomo lebih mengutamakan D. PNI banyak anggota yang membuat
reaksi belanda dari pada reaksi rakyat belanda iri terhadap Tokoh-tokoh PNI
pribumi E. Karena tokoh-tokoh PNI bergabung
C. Budi utomo tidak berpolitik dengan PPPKI
D. Budi utomo termasuk dalam  Pernyataan berikut yang benar adalah…
wadah PPPKI A. Perhimpunan Indonesia didirikan
E. Budi utomo lebih mementingkan oleh pelajar STOVIA
pemakaian bahasa belanda dari pada B. Indische partij berdiri tahun 1908
bahasa Indonesia C. PKI didirikan oleh tiga serangkai
 Ki hajar dewantara mengkritik tajam D. Budi utomo didirikan di bandung
pemerintahan colonial belanda melalu E. SI merah cikal bakal berdirinya PKI
tulisanya dalam harian de express  Perhatikan pernyataan berikut!
yang bejudul… 1. PNI
A. Max havelar 2. PKI
B. Als ik en nederlander was 3. Sarekat islam
C. Indonesia menggugat 4. Indische partij
D. Oetusan hindia 5. Budi otomo
E. Nolimetangere
 Pernyataan yang tepat tentang indische partij Dari pernyataan diatas, manakah organisasi
adalah… yang bercorak politik dari awa berdirinya...
A. Merupakan organisasi
pergerakan nasional yang A. 1,2,3 C. 1,2,4 E.1,2,5
didirikan di negeri belanda B. 2,3,4 D. 3,4,5
B. Dipimpin oleh empat serangkai  Bagaimana akhir dari organisasi SI…
C. Memiliki majalah Indonesia merdeka A. Dibubarkan belanda karena
D. Merupakan organisasi pergerakan sangat radikal
nasional yang bercorak politik B. Pecah menjadi PKI dan PSI
pertama di Indonesia C. Pemimpin SI ditangkap dan diasingkan
E. Keanggotaanya pada awalnya hanya D. SI bergabung dengan PPPKI
terbatas pada kaum muda di pulau E. anggota SI banyak yang
jawa dan Madura bergabung dengan PNI
 Perhatikan pernyataan berikut!
1. Ir. soekarno
2. Douwes deker
3. Suwardi suryaninggrat
4. Sartono
5. Ir. Anwari
Dari pernyataan diatas tokoh yang
mendirikan PNI adalah…
7

ESSAY
1. Pada perkembangannya SI terpecah
menjadi dua, yaitu SI merah dibawah 4. Jelaskan peristiwa apa yang
pimpinan darsono dan SI putih di bawah menyebabkan munculnya paham
pimpinan H. agus salim, coba anda jelaskan nasionalisme dan sosialisme!
kenapa itu bisa terjadi? 5. Tuliskanlah ciri-ciri perjuangan rakyat
2. jelaskan hubungan kehidupan melawan penjajahan bangsa asing
kekotaan dengan muncul dan sebelum abad-20 dan setalah abad-20 !
berkembangnya pergerakan
kebangsaan Indonesia!
3. Kenapa SDI berubah nama menjadi SI !
7

UH 2 SEJARAH
XI IPS SOAL B
SEMESTER GENAP TP 2015/2016
SMA N 3 PARIAMAN
Kerjakanlah soal-soal berikut!
 Suatu paham yang mengutamakan E. Mengubah kegiatan gerakan
kebebasan individu , yaitu… pemuda indonesia
A. Ideologi nasionalisme  Faktor-faktor luar negeri yang melatar
B. Ideologi demokrasi belakangi munculnya pergerakan
C. Ideologi pan-islamisme nasional Indonesia sebagai berikut,
D. Ideologi liberalism kecuali…
E. Ideologi sosialisme A. Masuknya paham-paham baru di eropa
 Munculnya gerakan nasionalisme yang B. Bangkitnya nasionalisme india
terjadi di asia afrika adalah sebagai C. Kemenangan jepang atas rusia pada
akibat… tahun 1905
A. Rasa tidak puas atas kemewahan D. Perang kemerdekaan Indonesia
kaum imperialis E. Bangkitnya gerakan nasionalisme mesir
B. Kemajuan pendidikan dari rakyat asia- dan turki
afrika  Perhatikan pernyataan berikut!
C. Keinginan untuk mencapai kemerdekaan 6. Budi oetomo
D. Lemahnya kekuasaan asing 7. PKI
E. Hilangnya kepercayaan rakyat 8. PNI
pada pemerintah 9. Indische partij
 Berikut pernyataan yang tepat tentang 10. parindra
budi utomo, kecuali…
A. Budi utomo berdiri pada tanggal 20 Organisasi yang lahir setelah 1920 adalah…
mei 1908
B. Budi utomo didirikan oleh para A. 1,2,3 B. 3,4,5
pelajar STOVIA yang diketuai oleh B. 2,3,5 E. 1,4,5
sutomo C. 2,3,5
C. Ruang gerak BU terbatas di jawa  Tujuan pergerakan nasional Indonesia
dan Madura adalah…
D. BU bergerak dalam bidang politik A. Untuk meningkatkan
dan bersifat radikal kesejahteraan sosial Indonesia
E. Gagasan berdirinya BU berasal dari dr. B. Untuk memajukan pendidikan
dahidin sudirohusodo dan pengajaran Indonesia
 Tujuan dari pelaksanaan sumpah pemuda C. Untuk mencapai kemerdekaan tanah
tahun 1928 adalah… air bangsa Indonesia dari penindasan
A. Mempersatukan seluruh gerakan penjajahan
pemuda indonesia D. Untuk mengembangkan kebudayaan
B. Mempersatukan seluruh Indonesia
bangsa indonesia E. Untuk memperoleh keuntungan
C. Mempercepat proses di bidang perdagangan
pencapaian kemerdekaan  Pada perkembangan berikutnya budi utomo
D. Mengkoordinasikan gerakan- kurang diminati oleh golongan muda, hal
gerakan politik di indonesia ini
7

disebabkan oleh beberapahal dibawah ini, melaksanakan


kecuali…
A. Budi utomo lebih
mengutamakan golongan priayi
B. Budi utomo lebih mementingkan
pemakaian bahasa belanda dari pada
bahasa Indonesia
C. Budi utomo lebih mengutamakan
reaksi belanda dari pada reaksi rakyat
pribumi
D. Budi utomo tidak berpolitik
E. Budi utomo termasuk dalam
wadah PPPKI
 Ki hajar dewantara mengkritik tajam
pemerintahan colonial belanda melalu
tulisanya dalam harian de express
yang bejudul…
A. Max havelar
B. Indonesia menggugat
C. Oetusan hindia
D. Nolimetangere
E. Als ik en nederlander was
 Pernyataan yang tepat tentang indische partij
adalah…
A. Merupakan organisasi
pergerakan nasional yang
didirikan di negeri belanda
B. Dipimpin oleh empat serangkai
C. Memiliki majalah Indonesia merdeka
D. Merupakan organisasi pergerakan
nasional yang bercorak politik
pertama di Indonesia
E. Keanggotaanya pada awalnya hanya
terbatas pada kaum muda di pulau jawa
dan Madura
 Perhatikan pernyataan berikut!
1. Ir. soekarno
2. Douwes deker
3. Suwardi suryaninggrat
4. Cipto mangunkusumo
5. Wahidin sudiro husodo
Dari pernyataan diatas tokoh yang
mendirikan Indische partij adalah…
A. 1,2,3 C. 1,4,5 E.2,3,4
B. 2,3,5 D. 3,4,5
 Apa yang menyebabkan Ir. Soekarno dan
pemimpin PNI lain nya ditangkap…
A. Munculnya berita provokatif yang
menyatakan PNI akan
7
pemberontakan terhadap
pemerintah belanda
B. Karena PNI organisasi yang terlarang
C. Tokoh-tokoh PNI selalu memberontak
D. PNI banyak anggota yang membuat
belanda iri terhadap Tokoh-tokoh
PNI
E. Karena tokoh-tokoh PNI
bergabung dengan PPPKI
 Pernyataan berikut yang benar adalah…
A. Perhimpunan Indonesia didirikan
oleh pelajar STOVIA
B. Indische partij berdiri tahun 1908
C. PKI didirikan oleh tiga serangkai
D. Budi utomo didirikan di bandung
E. SI merah cikal bakal berdirinya PKI
 Perhatikan pernyataan berikut!
1. PNI
2. PKI
3. Sarekat islam
4. Indische partij
5. Budi otomo
Dari pernyataan diatas, organisasi
yang bercorak politik dari awa
berdirinya, kecuali...
A. 1,3 C. 1,4 E. 1,5
B. 2,4 D. 3,5
 Bagaimana akhir dari organisasi SI…
A. Dibubarkan belanda karena
sangat radikal
B. Pemimpin SI ditangkap dan diasingkan
C. SI bergabung dengan PPPKI
D. anggota SI banyak yang
bergabung dengan PNI
E. Pecah menjadi PKI dan PSI
7

ESSAY
6. bagaimana akhir dari organisasi Sarekat islam!
7. Jelaskan hubungan nasionalisme di asia dengan muncul
dan berkembangnya nasionalisme di Indonesia!
8. Kenapa budi oetomo dikatakan sebagai pelopor kebangkitan nasional!
9. Jelaskan peristiwa apa yang menyebabkan munculnya paham
Nasionalisme dan liberalism!
10. Tuliskanlah ciri-ciri perjuangan rakyat melawan penjajahan bangsa
asing sebelum abad-20 dan setalah abad-20 !
Selamat Bekerja!
8

Lampiran IV

Gambar 1. Gedung SMA Negeri 3 Pariaman

Gambar 2.Wawancara bersama wakil kurikulum SMA Negeri 3 Pariaman


8

Gambar 3. Wawancara dengan guru pelajaran sejarah

Gambar 4. Wawancara dengan wali kelas XI IPS2


8

Gambar 5. Wawancara dengan salah satu wali murid

Gambar 6. Wawancara dengan peserta didik


8

Gambar 7. Wawancara dengan peserta didik

Gambar 8. Wawancara dengan peserta didik


8

Gambar 9. Wawancara dengan peserta didik

Gambar 10. Wawancara dengan peserta didik

Anda mungkin juga menyukai