Anda di halaman 1dari 6

SISTEM KERJA SEL SARAF

Sistem kerja saraf manusia yang terdiri dari saraf pusat dan sistem saraf
otonom. Sistem saraf pusat berfungsi mengendalikan gerakan-gerakan yang
dikehendaki, sedangkan sistem saraf otonom berfungsi mengendalikan gerakan-
gerakan yang otomatis. Sistem saraf otonom ini terdiri dari dua subsistem yaitu
sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis. Sistem saraf simpatis lebih
banyak aktif ketika tubuh membutuhkan energi. Sebaliknya, sistem saraf
parasimpatis mengontrol aktivitas yang berlangsung selama penenangan tubuh
(Murti, 2012). Sistem saraf pusat memeliki beberapa komponen namun,
komponen sel utama yang terdapat pada susunan saraf pusat adalah neuron dan
glia. Neuron memiliki beberapa bentuk, namun secara morfologi terdiri atas
empat bagian, yaitu badan sel, dendrite, axon dan axon terminal (Sukohar, 2014).
Neuron adalah satuan anatomis dan fungsional dari sel saraf. Sel neuron berperan
dalam penerimaan, pengantaran, dan pemrosesan rangsang; pencetus aktivitas sel
tertentu; dan pelepas neurotransmitter serta molekul-molekul penyampai
informasi lainnya. Sebuah neuron mempunyai badan sel atau perikarion yang
mengandung inti dan berbagai organel seluler lainnya. Neuron merupakan pusat
kegiatan dari seluruh sel saraf. Neuron sangat peka terhadap rangsang. Neuron
memiliki juluran mirip serat yang disebut prosesus. Juluran ini mampu mencapai
jarak yang jauh untuk meng- antarkan pesan. Ada dua jenis penjuluran neuron
yang umum, yaitu dendrit (juluran-juluran Panjang yang mampu menerima
rangsangan dari lingkungan), dan akson (juluran tunggal yang mampu
membangkitkan atau mengantar impuls saraf ke sel lain melalui ujung neuron).
Akson juga dapat menerima informasi dari neuron lain (Haryanto, 2013).
Cara kerja dendrit dapat diibaratkan seperti antenna, dendrit menerima
pesan dari 10.000 sel saraf lain dan mengirimkan pesan ini ke badan sel. Dendrit
juga melakukan proses awal terhadap pesan-pesan tersebut. Badan sel (cell body),
yang dibentuk secara kasar seperti bola atau piramida, mengandung mesin
biokimia yang bertugas untuk menjaga agar neuron tetap hidup. Badan sel juga
memainkan peran inti dalam menentukan apakah neuron seharusnya aktif"-
mengirimkan pesan ke neuron-neuron lainnya- hal ini tergantung pada input dari
neuron lainnya. Akson (axon-berasal dari istilah Yunani untuk "axle" atau “as
roda") berfungsi untuk mengirimkan pesan dari tubuh sel ke neuron lain, atau ke
otot dan ke sel kelenjar. Umumnya, ujung akson bercabang menjadi ranting, yang
disebut terminal akson. Pada manusia, panjang akson dapat bervariasi; mulai dari
yang panjangnya satu per empat ribu inci, hingga yang panjangnya dapat
mencapai beberapa kaki. Dendrit dan akson memberi peran ganda pada neuron.
Sebagaimana dikatakan oleh seorang peneliti, neuron pertama-tama bertugas
sebagai penangkap informasi, kemudian bertugas sebagai pengirim informasi.
Banyak akson, khususnya yang lebih besar, dibungkus dengan lapisan berlemak
yang disebut selubung mielin (myelin sheath), yang di sistem saraf pusat terbentuk
dari sel-sel glia. Batas-batas pinggir selubung ini, yang disebut node, membaginya
menjadi segmen-segmen dan membuatnya terlihat seperti ikatan sosis. Salah satu
fungsi membran mielin adalah mencegah terjadinya gangguan sinyal di antara sel-
sel yang letaknya saling berdekatan. Di samping itu, membran mielin juga
bertujuan mempercepat konduksi dari impuls saraf. Ketiadaan mielin dapat
menyebabkan sinyal saraf menjadi tidak beraturan, yang menyebabkan hilangnya
sensasi, lumpuh, kurang koordinasi, atau menyebabkan masalah penglihatan,
seperti yang dialami oleh individu yang menderita mulriple selerosis (Wade,
2013).
Impuls dapat dihantarkan melalui beberapa cara, diantaranya melalui sel
saraf dan sinapsis. Penghantaran Impuls Melalui Sel Saraf, penghantaran impuls
baik yang berupa rangsangan ataupun tanggapan melalui serabut saraf (akson)
dapat terjadi karena adanya perbedaan potensial listrik antara bagian luar dan
bagian dalam sel. Pada waktu sel saraf beristirahat, kutub positif terdapat di
bagian luar dan kutub negatif terdapat di bagian dalam sel saraf. Diperkirakan
bahwa rangsangan (stimulus) pada indra menyebabkan terjadinya pembalikan
perbedaan potensial listrik sesaat. Perubahan potensial ini (depolarisasi) terjadi
berurutan sepanjang serabut saraf. Kecepatan perjalanan gelombang perbedaan
potensial bervariasi antara 1 sampai dengan 120 m per detik, tergantung pada
diameter akson dan ada atau tidaknya selubung myelin. Bila impuls telah lewat
maka untuk sementara serabut saraf tidak dapat dilalui oleh impuls, karena terjadi
perubahan potensial kembali seperti semula (potensial istirahat). Untuk dapat
berfungsi kembali diperlukan waktu 1/500 sampai 1/1000 detik. Energi yang
digunakan berasal dari hasil pemapasan sel yang dilakukan oleh mitokondria
dalam sel saraf. Stimulasi yang kurang kuat atau di bawah ambang (threshold)
tidak akan menghasilkan impuls yang dapat merubah potensial listrik. Tetapi bila
kekuatannya di atas ambang maka impuls akan dihantarkan sampai ke ujung
akson. Stimulasi yang kuat dapat menimbulkan jumlah impuls yang lebih besar
pada periode waktu tertentu daripada impuls yang lemah.
Penghantaran Impuls Melalui Sinapsis, titik temu antara terminal akson
salah satu neuron dengan neuron lain dinamakan sinapsis. Setiap terminal akson
membengkak membentuk tonjolan sinapsis. Di dalam sitoplasma tonjolan sinapsis
terdapat struktur kumpulan membran kecil berisi neurotransmitter; yang disebut
vesikula sinapsis. Neuron yang berakhir pada tonjolan sinapsis disebut neuron
pra-sinapsis. Membran ujung dendrit dari sel berikutnya yang membentuk sinapsis
disebut post-sinapsis. Bila impuls sampai pada ujung neuron, maka vesikula
bergerak dan melebur dengan membran pra-sinapsis. Kemudian vesikula akan
melepaskan neurotransmitter berupa asetilkolin. Neurontransmitter adalah suatu
zat kimia yang dapat menyeberangkan impuls dari neuron pra-sinapsis ke post-
sinapsis. Neurontransmitter ada bermacam-macam misalnya asetilkolin yang
terdapat di seluruh tubuh, noradrenalin terdapat di sistem saraf simpatik, dan
dopamin serta serotonin yang terdapat di otak. Asetilkolin kemudian berdifusi
melewati celah sinapsis dan menempel pada reseptor yang terdapat pada membran
post-sinapsis. Penempelan asetilkolin pada reseptor menimbulkan impuls pada sel
saraf berikutnya. Bila asetilkolin sudah melaksanakan tugasnya maka akan
diuraikan oleh enzim asetilkolinesterase yang dihasilkan oleh membran post-
sinapsis (Campbell, 2011).
A. SISTEM SARAF OTONOM
Sistem saraf otonom adalah sistem saraf tepi yang berfungsi mengatur fungsi
viseral tubuh. Sistem ini bekerja bersama dengan sistem endokrin dan berbagai
nukleus batang otak untuk mengatur fungsi-fungsi vital yang diperlukan dalam
mempertahankan homeostatis, yang meliputi: respirasi, sirkulasi, metabolisme,
suhu tubuh, keseimbangan cairan, sekresi gastro-intestinal, sekresi dan fungsi
reproduktif seperti pengosongan kandung kemih. Sistem saraf otonom bekerja di
luar kehendak kesadaran dan berfungsi untuk mengendalikan gerakan-gerakan
otomatis atau tidak disadari seperti fungsi digestif proses kardiovaskular, gairah
seks dan sebagainya (Oktaviani dan Bella L, 2020).
Sistem saraf otonom terdiri atas sistem saraf simpatis dan sistem saraf
parasimpatis yang bekerja secara berlawanan. Sistem saraf simpatis bekerja
meningkatkan stimulus dan memacu kerja organ-organ tubuh, seperti
mempercepat detak jantung dan respirasi, menimbulkan vasokonstriksi pembuluh
darah perifer dan vasodilatasi pembuluh darah pusat. Sistem saraf parasimpatis
berfungsi untuk merangsang penurunan aktifitas organ-organ tubuh yang dipacu
oleh sistem saraf simpatis dan menstimulasi meningkatnya aktifitas organorgan
yang dihambat oleh sistem saraf simpatis. Sistem saraf yang berfungsi normal
akan bertambah aktifitas sistem organ yang satu sehingga memerlukan efek sistem
yang lain. Pada saat individu mengalami ketegangan, yang bekerja adalah sistem
saraf simpatis dan pada saat rileks yang bekerja sistem saraf parasimpatis. Dengan
demikian relaksasi dapat menekan rasa tegang secara timbal balik, sehingga
timbul counter conditioning (Ningsih DR, 2020).
Serat-serat saraf simpatis maupun parasimpatis mensekresikan salah satu dari
kedua bahan transmiter sinaps, asetilkolin atau norepinefrin. Serabut postganglion
sistem saraf simpatis mengekskresikan norepinefrin sebagai neurotransmitter.
Neuron- neuron yang mengeluarkan norepinefrin ini dikenal dengan serabut
adrenergik. Serabut postganglion sistem saraf parasimpatis mensekresikan
asetilkolin sebagai neurotransmitter dan dikenal sebagai serabut kolinergik.
Sebagai tambahan serabut postganglion saraf simpatis kelenjar keringat dan
beberapa pembuluh darah juga melepaskan asetilkolin sebagai neurotransmitter.
Semua saraf preganglion simpatis dan parasimpatis melepaskan asetilkolin
sebagai neurotransmitter karenanya dikenal sebagai serabut kolinergik. Sedangkan
asetilkolin yang dilepaskan dari serabut preganglion mengaktivasi baik
postganglion simpatis maupun parasimpatis (Ningsih DR, 2020).
Beberapa ujung saraf otonom postganglionik terutama saraf parasimpatis
memang mirip dengan taut neuromuskular skeletal, namun ukurannya jauh lebih
kecil. Beberapa serat saraf parasimpatis dan hampir semua serat saraf simpatis
hanya bersinggungan dengan sel-sel efektor dari organ yang dipersarafinya, pada
beberapa contoh, serat-serat ini berakhir pada jaringna ikat yang letaknya
berdekatan dengan sel-sel yang dirangsangnya. Ditempat filamen ini berjalan atau
mendekati sel efektor, biasanya terdapat suatu bulatan yang membesar yang
disebut varikositas; didalam varikositas ditemukan vesikel transmitter asetilkolin
atau norepinefrin. Didalam varikositas ini juga terdapat banyak sekali mitokondria
untuk mensuplai adenosin triphosphat yang dibutuhkan untuk memberi energi
pada sintesis asetilkolin atau norepinefrin (Ningsih DR, 2020).
Bila ada penjalaran potensial aksi disepanjang serat terminal, maka proses
depolarisasi meningkatkan permeabilitas membran serat saraf terhadap ion
kalsium, sehingga mempermudah ion ini untuk berdifusi keujung saraf atau
varikositas saraf. Disini ion kalsium berinteraksi dengan vesikel sekretori yang
letaknya berdekatan dengan membran sehingga vesikel ini bersatu dengan
membran dan menggosongkan isinya keluar. Jadi, bahan transmitter akhirnya
disekresikan (Ningsih DR, 2020).

DAFTAR PUSTAKA
Haryanto N. 2013. Ada apa dengan otak tengah. Yogyakarta: Gradien
Mediatama.
Murti T, Ismonah, Wulandari M. 2012. Perbedaan tekanan darah pada
pasien hipertensi esensial sebelum dan sesudah pemberian relaksasi otot progresif
di RSUD Tugerejo Semarang. Karya Ilmiah 1(1): 1-2.
Sukohar A. 2014. Buku ajar farmakologi neurofarmakologi-asetilkolin dan
nore efinefri. Bandar Lampung: Sai Wawai Publishing.
Wade C, Tavris C. 2013. Psikologi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Campbell, Reece, Mitchel. 2011. Biologi Jilid 3. Jakarta: Erlangga
Oktaviani, Bella L. Hubungan kebiasaan merokok elektrik (e-cigarettes) dengan
hemodinamik pada komunitas vaporizer kota malang. Universitas
Muhammadiyah Malang 2020; 7(3): 5-10.
Ningsih DR. Pengaruh relaksasi untuk kontrol emosi. Jurnal Bimbingan
Konseling Islam 2020; 2(1):79-88.

Anda mungkin juga menyukai