Anda di halaman 1dari 12

TOOTHACHE OF NONODONTOGENIC ORIGIN:

A CASE REPORT

Philip Mascia, DDS, Bruce R. Brown, DDS, and Seymour Friedman, DDS

Artikel ini menggambarkan diagnosis dan perawatan seorang pasien yang

meraasakan nyeri gigi nonodontogenik. Seorang perempuan berusia 25 tahun telah

dilakukan perawatan endodontik,SUNY di Stony Brook, untuk evaluasi dan perawatan

dari nyeri yang berhubungan dengan gigi atas dan bawah kiri. Setelah pemeriksaan

intraoral dan ekstraoral, nyeri mengacu pada gigi geligi dari titik picu pada otot masseter.

Injeksi ekstraoral 3% carbocaine dilakukan pada titik picu, nyeri mereda selama 5 menit.

Pasien tidak memiliki rekurensi nyeri tersebut selama 12 bulan. Pertimbangan dari nyeri

gigi nonodontogenik harus dibuat diagnosis banding.

Diagnosis nyeri mulut merupakan tantangan bagi dokter gigi. Riwayat medis

pasien, riwayat gigi dan keadaan psikologis memiliki kontribusi pada diagnosis.

Menggunakan radiografi, tes termal, dokter dapat mengisolasi sumber nyeri pasien dan

menghasilkan diagnosis. Nyeri harus dipertimbangkan sebagai kata kualitas, durasi, pola,

eksaserbasi, dan meredanya nyeri. Karakteristik dan persepsi sumber nyeri dapat

pathognomonic untuk titik tertentu. Ketika pasien merasa nyeri difus dengan atau nyeri

memancar pada area lain, sumber nonodontogenik dapat dipertimbangkan.

Meskipun mayoritas nteri gigi berasal dari sumber odontogenik, beberapa persen

dapat disebabkan nonodontogenik. Ini harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding.

Nyeri gigi karena sumber nonodontogenik bukan merupakan patologi gigi, sebaliknya

rasa nyeri mengarah pada gigi yang berasal dari lokasi yang jauh. Semua etiologi harus
dievaluasi pada setiap individu, mengingat kadang-kadang lebih dari satu penyebab dapat

berkontribusi pada gejala. Evaluasi harus diproses sampai semua penyebab diketahui.

Nyeri myofasial memiliki karakteristik sebagai daerah tumpul, nyeri pada otot

dan kehadiran titik lunak yang terlokalisir (titik poin) pada otot yang dapat mengacu pada

daerah yang jauh.

Karakteristik Trigger Point

1. Terdapat tegangan dalam otot, ketika diraba menghasilkan nyeri dan / atau gejala

otonom regional.

2. Trigger point dapat aktif atau laten. Trigger point laten adalah salah satu yang sering

terjadi, tetapi tidak menimbulkan nyeri.

3. Trigger point ini mungkin disebabkan oleh peregangan atau kontraksi yang berlebih

dari otot:

1) Postur tubuh saat bekerja.

2) Membawa tas bahu yang berat.

3) Kehilangan occlusal stop bagian gigi posterior, hilangnya gigi posterior, atau

hilangnya dimensi vertical dikarenakan atrisi gigi atau kebiasaan buruk.

4. Palpasi dari trigger point ‘aktif’ menyebabkan rasa sakit yang menyebar luas. Ini

menunjukan otot yang sebagai penyebab trigger point dapat menjadi penyebab

ataupun tidak.

Terdapat beberapa penjelasan mengenai rasa sakit tersebut, yang paling baru

melibatkan trigeminocervical complex di sistem saraf pusat. Sistem saraf pusat menerima

input aferen dari servikal region (C1, C2) dan area yang mendapatkan supplied dari saraf
trigeminal (V1,V2,V3) salah satunya otot pengunyahan. Selanjutnya, secondary neuron

secara anatomi berdekatan satu sama lain, akan membawa input perifer ke sistem saraf

pusat yang lebih tinggi. Lalu, memungkinkan neurotransmitter dari satu jalur akan

menstimulasi jalur yang berdekatan lainnya, ini menyebabkan nosisepti input aferen dari

satu regio menjadi diinterpretasikan dari jalur lain padahal sebenarnya dari korteks.

Trigger point di daerah servikal dapat menyebabkan rasa nyeri pada gigi, otot

pengunyahan, atau di ujung-ujung saraf yang berada di sekitar mulut.

Travell dan Simons, memetakan pola dari trigger point. Beberapa dapat langsung

menyebabkan nyeri di rongga mulut dan gigi.

 Masseter: trigger point berasal dari zygomatic dapat menyebabkan nyeri yang

menyebar ke gigi posterior rahang atas. Ini adalah salah satu penyebab paling

umum dari keluhan ‘sakit gigi’ pada rahang atas. Trigger point dari angle

mandibular dapat menyebabkan nyeri yang menyebar ke gigi posterior rahang

bawah.

 Pterygoid Medial: pola nyeri di sini mirip dengan Masseter pada sudut mandibula.

Hal ini juga dapat menyebabkan keluhan seperti "sakit tenggorokan".

 Temporalis: temporalis anterior dapat merujuk rasa sakit ke gigi anterior rahang

atas. Ini juga merupakan penyebab umum dari keluhan sakit kepala.

 Trapezius: otot trapezius bisa merujuk rasa sakit ke sudut Mandibula dan di

daerah telinga.
LAPORAN KASUS
Seorang wanita kulit putih berusia 25 tahun yang tidak memiliki riwayat medis
datang ke Dental Care Center, School of Dental Medicine, State University of New York
di Stony Brook. Wanita ini mengeluh sakit spontan di sisi kiri wajahnya yang dimulai
beberapa jam sebelum kunjungan. Rasa sakit itu menyebar ke telinganya dan daerah
temporal. Dia telah mengkonsumsi 650 mg acetaminophen, namun rasa sakitnya tidak
kunjung mereda. Dia tidak bisa mengetahui sumber rasa sakitnya, apakah rahang atas
atau bawahnya. Pemeriksaan klinis menunjukkan tidak terdapat karies di bagian atas atau
kiri. Kedalaman probing periodontal berkisar antara 2 sampai 4 mm. Pemeriksaan
radiografi tidak menunjukan adanya karies atau patologi pada periapikal. Terdapat sedikit
pelebaran ligamen periodontal yang berhubungan dengan gigi #20 (35), dan ada restorasi
oklusal dangkal yang ada di gigi #14 (26) dan #19 (36) (Gambar 1 dan 2).
Semua gigi di kuadran kiri atas dan bawah, dengan pengecualian gigi #18,

didapatkan hasil test positif pada Endo Ice. Tidak ada respon saat senyawa stick yang

telah dipanaskan diaplikasikan pada gigi #18. Gigi #18 menunjukkan gejala perikumitis

saat pasien menggigit gulungan kapas dan saat gigi diketuk dengan gagang kaca mulut.

Gigi #18, #19, dan #31 didapatkan hasil test positif pada tester elektrik pulpa.

Injeksi ligamen periodontal dengan 3% karbokain digunakan untuk anestesi gigi #18.

Tester elektrik pulpa mengkonfirmasikan anestesi dan gigi #18 tidak lagi menunjukkan

gejala perikumitis. Nyeri yang menyebar di sisi kiri wajah pasien tidak diringankan

dengan anestesi selektif pada gigi #18. Kegagalan pada tes gigi standar untuk

memastikan penyebab nyeri, memerlukan pemeriksaan lebih lanjut. Pasien diperiksa

untuk mengetahui apakah nyeri myofascial merupakan faktor penyebabnya.

Hasil pemeriksaan ini adalah sebagai berikut:

Otot masseter kiri terasa lunak ketika dipalpasi pada sudut mandibula (Gambar 3).

Titik pemicu terisolasi di perut otot ini. Ketika titik pemicu dirangsang, rasa sakit

diarahkan ke rongga mulut, yang secara efektif menduplikasi keluhan utama pasien.
• Otot pterygoid medial kiri terasa lunak ketika dipalpasi (Gambar 4).

• Otot temporalis kiri terasa lunak di segmen anterior (Gambar 5).

• Tendon temporal kiri cukup menyakitkan.

Diagnosis nyeri myofascial, dengan titik pemicu otot masseter yang mengacu

pada nyeri gigi. Injeksi anestesi lokal ke daerah tersebut digunakan untuk memperbaiki

rasa sakit (Gambar 6). Teknik, seperti yang dijelaskan oleh Travell dan Simons,

melibatkan pengisolasian titik pemicu antara indeks dan jari tengah. Daerah itu diswab

dengan Betadine dan alkohol dan kemudian disemprot dengan larutan etil klorida untuk

mendapatkan anestesi topikal. Larutan Carbocaine kemudian disuntikkan. Epinephrine

tidak digunakan karena tindakan vasokonstrik pada otot. Ujung jarum diletakan sedikit

jauh ke titik pemicu dan solusinya didepositkan di lokasi. Jarum ditarik sebagian dan

diperkenalkan kembali beberapa kali dalam pola seperti kipas untuk menjangkau zona

pemicu satelit yang mungkin ada.

Segera setelah injeksi pada titik tersebut, pasien melaporkan penghentian nyeri

yang menyebar. Dia melakukannya dengan baik pasca operasi dan dirujuk untuk
dievaluasi dan kemungkinan pengobatan tambahan jika diperlukan. Dia bebas dari rasa

sakit pada pertemuan lanjutan 12 bulan.

DISKUSI

Sumber nonodontogenik harus dipertimbangkan saat mendiagnosa nyeri lisan.

Pasien mengeluhkan nyeri yang menyebar, yang etiologinya Tidak dapat ditentukan

dengan pengujian standar dan pemeriksaan radiografi, harus diberikan pemeriksaan

myofascial untuk menentukan asal usul nonodontogenik yang mungkin. Praktisi yang

memiliki kemampuan untuk mengenali rasa sakit myofascial dapat mengarahkan pasien

untuk perawatan cepat dan dalam beberapa kasus menghindari prosedur yang tidak perlu.
TINJAUAN PUSTAKA

Jenis-jenis Lokal Anestesi dalam Bidang Kedokteran Gigi

Pada proses penyuntikan dengan lokal anestesi terjadi beberapa tingkatan

aktivitas vasodilatasi. Tingkatan ini tergantung kepada obat anestesi seperti prokain yang

signifikan hingga yang minimal yaitu prilocaine, mepivacaine, lokasi yang di injeksi dan

respon dari individu (Malamed, 2013).

Vasokonstriktor adalah obat yang menyebabkan pembuluh darah menjadi

kontriksi. Obat ini di tambahkan ke dalam larutan lokal anestesi untuk memberikan efek

yang berlawanan terhadap vasodilataso yang disebabkan oleh lokal anestesi.

Vasokonstriktor ini ditambahan dengan beberapa alasan sebagai berikut (Malamed,

2013):

1. Vasokonstriktor menurunkan aliran darah di daerah injeksi.

2. Absorpsi dari obat lokal anestesi ke sistim sistim kardiovascular menurun.

3. Lokal anestesi didalam pembuluh darah yang lebih rendah menurunkan resiko

toksisitas dari obat tersebut.

4. Volume yang tinggi dari lokal anestesi pada daerah saraf akan memperpanjang

duration of action dari obat.

5. Vasokonstriktor menurunkan pendarahan pada daerah operasional.

Vasokonstriktor yang digunakan dalam lokal anestesi secara kimia sama dengan

mediator sistim saraf simpatis yaitu epinephrine dan norepinephrine (Malamed, 2013).

Lokal anestesi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi adalah lidocaine,

mepivacaine, prilocaine, bupivacaine, etidocaine, articaine procaine, dan propoxycaine.


Beberapa diantara lokal anestesi tersebut dapat digunakan tanpa vasokonstriktor, yaitu

(Tabel 1.1) (Malamed, 1997).

Tabel 1.1 Jenis-jenis Lokal Anestesi yang Tersedia dengan atau tanpa
Vasokosntriktor (Malamed, 1997).
Pada kasus ini, ditemukan bahwa pasien sudah mengkonsumsi

acetaminophen 650mg namun nyeri tidak mereda. Acetaminophen pada dasarnya

merupakan obat analgetik dan antipiretik golongan Obat Anti Inflamasi Non Steroid

(OAINS). Acetaminophen bekerja dengan cara kerja menghambat sintesis

prostaglandin terutama di Sistem Syaraf Pusat (SSP). Acetaminophen menghambat

siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin

terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase secara berbeda.

Acetaminophen menghambat siklooksigenase pusat lebih kuat dari pada aspirin,

inilah yang menyebabkan Acetaminophen menjadi obat antipiretik yang kuat

melalui efek pada pusat pengaturan panas. Namun, acetaminophen hanya

mempunyai efek ringan pada siklooksigenase perifer. Inilah yang menyebabkan

Acetaminophen hanya menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri ringan sampai

sedang. Acetaminophen tidak mempengaruhi nyeri yang ditimbulkan efek langsung

prostaglandin, ini menunjukkan bahwa parasetamol menghambat sintesa

prostaglandin dan bukan blokade langsung prostaglandin. Pada pasien ini, tidak

ditemukan adanya gejala demam maupun inflamasi lain. Nyeri pada pasien ini

bersifat nyeri alih berupa nyeri myofascial. Nyeri ini membutuhkan blokade

langsung ke reseptor penerima nyeri, sehingga dibutuhkan golongan obat lain.

Efek agen vasokonstriktor pada tekanan perfusi darah dan penyerapan oksigen

dalam otot rangka dapat beragam. Clark dan lainnya menglasifikasikan vasokonstriktor

berdasarkan aktivitas metabolitnya. Vasokonstriktor tipe A seperti noradrenaline (NAd)

dapat meningkatkan penyerapan oksigen dan metabolite efflux (perubahan yang

meningkat dan konsisten dalam metabolisme otot). Vasokonstriktor tipe B seperti


serotinin (5-HT) dapat mengurangi penyerapan oksigen. Jika asupan oksigen kurang

maka akan menyebabkan nyeri pada otot (Hoy et al, 2009).

Vasokonstriktor jenis epinefrin dapat meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan

kontraktilitas otot. Epinefrin dapat menghasilkan proses glikogenolisis pada otot, yaitu

mengubah glikogen menjadi glukosa kemudian diubah menjadi energi untuk membuat

otot kontraksi ( Laurent et al, 1998).


DAFTAR PUSTAKA

Hoy et al, 2009. The effect of vasokonstrictors on oxygen consumption in resting and

contracting skeletal muscle of the autologous pump-perfused rat hindlimb. Journal of

Physiology and Pharmacology. 3: 155-160.

Katzung, B. G. 2007. Basic & Clinical Pharmacology, Tenth Edition. United States :

Lange Medical Publications.

Laurent et al. 1998. Effect on epinephrine on muscle glycogenolysis and insulin-

stimulated muscle glycogen synthesis in human. American Journal of Physiology -

Endocrinology an Metabolism. 274: 130-138.

Malamed, S.F. 2013. Handbook of Local Anesthesia. 6th ed. St. Louis. Mosby.
Pg 39.
1997. Handbook of Local Anesthesia. 4th ed. St. Louis. Mosby.
Pg 50.

Anda mungkin juga menyukai