Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH DOKTER MUDA

SYOK PERDARAHAN

Oleh:
Shania Diva
011923143027

DEPARTEMEN ILMU ANESTESI


FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

RSUD DR. SOETOMO SURABAYA


2021
DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3
1.1 Latar Belakang...........................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5
2.1 Definisi.........................................................................................................5
2.2 Epidemiologi................................................................................................5
2.3 Etiologi.........................................................................................................5
2.4 Patofisiologi.................................................................................................6
2.5 Klasifikasi....................................................................................................7
2.6 Sign and Symptoms.....................................................................................8
2.7 Pemeriksaan Penunjang...............................................................................8
2.8 Tatalaksana..................................................................................................8
2.9 Terapi Cairan..............................................................................................11
2.10 Komplikasi...............................................................................................16
2.11 Prognosis..................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan
hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk
mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul
akibat kejadian pada hemostasis tubuh yang serius seperti perdarahan yang masif,
trauma atau luka bakar yang berat (syok hipovolemik), infark miokard luas atau
emboli paru (syok kardiogenik), sepsis akibat bakteri yang tak terkontrol (syok
septik), tonus vasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenik) atau akibat
respons imun (syok anafilaktik). Syok hipovolemik merupakan keadaan
berkurangnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan yang disebabkan gangguang
kehilangan akut dari darah (syok hemorragic) atau cairan tubuh yang dapat
disebabkan oleh berbagai keadaan. Penyebab terjadinya syok hipovolemik
diantaranya adalah diare, luka bakar, muntah, dan trauma maupun perdarahan
karena obsetri. Syok hipovolemik merupakan salah satu syok dengan angka
kejadian yang paling banyak dibandingkan syok lainnya. Syok hipovolemik pada
umumnya terjadi pada negara dengan mobilitas penduduk yang tinggi karena
salah satu penyebabnya adalah kehilangan darah karena kecelakaan kendaraan.
Sebanyak 500.000 pasien syok hipovolemik pada wanita karena khasus
perdarahan obsetri meninggal pertahunnya dan 99% terjadi pada negara
berkembang. Sebagian besar penderita meninggal setelah beberapa jam terjadi
perdarahan karena tidak mendapat perlakuan yang tepat dan adekuat.
Pengaruh sistemik akibat kehilangan darah berkaitan langsung dengan
volume darah yang keluar dari pembuluh darah. Ketika sebagian besar volume
darah dalam sirkulasi hilang, seperti pada trauma masif, penderita dapat sangat
cepat meninggal karena perdarahan. Penderita dapat mengalami perdarahan
tanpa ada petunjuk perdarahan eksternal sama sekali. Ini terjadi jika darah yang
keluar dari pembuluh terkumpul dalam rongga tubuh yang besar seperti rongga
pleura atau rongga peritoneum. Volume perdarahan juga dapat memberikan
pengaruh yang berkaitan dengan laju terjadinya kehilangan darah. Kehilangan
volume darah yang lebih besar dapat ditoleransi lebih baik jika terjadi sedikit
demi sedikit daripada terjadi secara cepat dalam jumlah yang besar.
Penatalaksanaan syok hipovolemik dapat dilakukan mulai dari saat
terjadinya kejadian, apabila pasien mengalami trauma, untuk menghindari cedera
lebih lanjut vertebra servikalis harus diimobilisasi, memastikan jalan napas yang
adekuat, menjamin ventilasi, memaksimalkan sirkulasi dan pasien segera
dipindahkan ke rumah sakit. Keterlambatan saat pemindahan pasien ke rumah
sakit sangat berbahaya. Salah satu terapi yang tepat untuk penatalaksanaan syok
hipovolemik adalah terapi cairan yang akan berdampak pada penurunan angka
mortalitas pasien. Akan tetapi terapi cairan yang tidak tepat akan menyebabkan
pasien mengalami edema paru dan gangguan elektrolit
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Syok hemoragik adalah suatu sindrom yang terjadi akibat gangguan
hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk
mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh yang biasanya
terjadi akibat perdarahan yang massif (Wirjoatmodjo, 2015)

2.2 Epidemiologi
Syok hipovolemik yang disebabkan oleh terjadinya kehilangan darah
secara akut (syok hemoragik) sampai saat ini merupakan salah satu penyebab
kematian di negara3negara dengan mobilitas penduduk yang tinggi. Salah satu
penyebab terjadinya syok hemoragik tersebut diantaranya adalah cedera akibat
kecelakaan. enurut 6H4 cedera akibat kecelakaan setiap tahunnya menyebabkan
terjadinya + juta kematian diseluruh dunia. 7ngka kematian pada pasien trauma
yang mengalami syok hipovolemik di rumah sakit dengan tingkat pelayanan yang
lengkap mencapai 89. Sedangkan angka kematian akibat trauma yang mengalami
syok hipovolemik di rumah sakit dengan peralatan yang kurang memadai
mencapai 89.8 Syok hipovolemik juga terjadi pada anita dengan perdarahan
karena kasus obstetri, angka kematian akibat syok hipovolemik mencapai +00.000
per tahun dan //9 kematian tersebut terjadi di negara berkembang. Sebagian besar
penderita syok hipovolemik akibat perdarahan meninggal setelah beberapa jam
terjadinya perdarahan karena tidak mendapat penatalaksanaan yang tepat dan
adekuat

2.3 Etiologi
Beberapa penyebab tersering pada syok hemoragik:
• Terapi antitrombosis
• Koagulopati
• Perdarahan saluran pencernaan
o Varises esofagus
o Ulkus peptikum dan duodenum
o Ca gaster dan esofagus
• Obstetrik/ginekologi
o Plasenta previa
o Abruptio plasenta
o Ruptur kehamilan ektopik
o Ruptur kista ovarium
• Paru
o Emboli pulmonal
o Ca paru
o Penyakit paru yang berkavitas: TB, aspergillosis
• Rupturaneurisma
• Perdarahan retroperitoneal
• Trauma
o Laserasi
o Luka tembus pada abdomen dan toraks
o Ruptur pembuluh darah besar
Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian sirkulasi dan sebagai
akibatnya akan menurunkan aliran balik vena. Sebagai hasilnya, curah jantung
menurun di bawah normal dan timbul syok (Guiterrez, 2016)

2.4 Patofisiologi
Perdarahan akut menyebabkan penurunan curah jantung dan tekanan nadi.
Perubahan ini dikenali oleh baroreseptor pada arkus aorta dan atrium. Dengan
berkurangnya volume darah yang beredar, terjadi peningkatan rangsang simpatis.
Reaksi ini menimbulkan peningkatan frekuensi nadi, vasokonstriksi, dan
penurunan distribusi aliran darah pada organ-organ nonvital, seperti kulit, saluran
pencernaan, dan ginjal. Pada perdarahan, terjadi respon-respon hormonal.
Corticotropin-releasing hormone terstimulasi secara langsung. Hal ini
menyebabkan pelepasan glukokortikoid dan beta endorphin. Kelenjar pituitari
posterior akan melepas vasopressin, menyebabkan retensi air pada tubulus distal.
Renin dilepaskan oleh kompleks juxta medularis sebagai respon dari penurunan
MAP (Mean Arterial Pressure), sehingga meningkatkan aldosteron dan berujung
resoprsi natrium dan air. Hiperglikemia sering didapatkan pada perdarahan akut
karena glukagon dan growth hormone meningkat pada gluconeogenesis dan
glikogenosis. Peredaran katekolamin menghambat pelepasan dan aktivitas insulin
secara relative sehingga terjadi peningkatan kadar gula darah. Semakin
memburuknya hipovolemia dan hipoksia jaringan, terjadi peningkatan ventilasi
sebagai usaha kompensasi dan dapat menjadi asidosis metabolik dari karbon
dioksida yang diproduksi. Secara keseluruhan bagian tubuh yang lain juga akan
melakukan perubahan spesifik mengikuti kondisi tersebut. Terjadi proses auto
regulasi yang luar biasa di otak dimana pasokan aliran darah akan dipertahankan
secara konstan melalui MAP. Ginjal juga mentoleransi penurunan aliran darah
sampai 90% dalam waktu yang cepat dan pasokan aliran darah pada saluran cerna
akan turun karena mekanisme vasokonstriksi dari splanknik. Pada kondisi tubuh
seperti ini pemberian resusitasi awal dan tepat waktu bisa mencegah kerusakan
organ tubuh tertentu akibat kompensasinya dalam pertahanan tubuh.

2.5 Klasifikasi
Sistem klasifikasi syok hemoragik berdasarkan dari American College of
Surgeon Committee on Trauma dibagi menjadi 4 kelas. Sistem ini berguna
untuk memastikan tanda-tanda dini syok hemoragik (American College of
Surgeons Committee on Trauma, 2017)
Tabel 2.1. Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah Berdasarkan Presentasi
Penderita Semula

2.6 Sign and Symptoms


Gejala klinis tunggal jarang ditemukan saat diagnosis syok ditegakkan.
Pasien bisa mengeluh lelah, kelemahan umum, atau nyeri punggung belakang
(gejala pecahnya aneurisma aorta abdominal). Penting diperoleh data rinci tentang
tipe, jumlah, dan lama perdarahan, karena pengambilan keputusan untuk tes
diagnostik dan tatalaksana selanjutnya tergantung jumlah darah yang hilang dan
lamanya perdarahan. Untuk perdarahan pada saluran cerna sangatlah penting
dicari asal darah dari rectum atau dari mulut. Karena cukup sulit menduga jumlah
darah yang hilang dari saluran cerna bagian bawah. Semua darah segar yang
keluar dari rectum harus diduga adanya perdarahan hebat sampai dibuktikan
sebaliknya. Syok umumnya memberi gejala klinis seperti turunnya tanda vital
tubuh: hipotensi, takikardi, penurunan urinoutput, dan penurunan kesadaran.
Kumpulan gejala tersebut merupakan mekanisme kompensasi tubuh. Gejala
umum lainnya yang bisa timbul adalah kulit kering, pucat, dan dengan
diaphoresis. Pasien menjadi bingung, agitasi, dan tidak sadar. Pada fase awal nadi
cepat dan dalam dibandingkan denyutnya, tekanan darah sistolik bisa saja masih
dalam batas normal karena kompensasi. Konjungtiva pucat, seperti yang terdapat
pada anemia kronik. Lakukan inspeksi pada hidung dan faring untuk melihat
kemungkinan adanya darah. Auskultasi dan perkusi dada juga dilakukan untuk
mengevaluasi apakah terdapat gejala hemotoraks, suara nafas akan turun, serta
suara perkusi redup di area dekat perdarahan. Periksa abdomen dari tanda
perdarahan intra-abdominal. Periksa panggul apakah ada ekimosis yang mengarah
ke perdarahan retroperitoneal. Lakukan pemeriksaan rectum untuk mengetahui
asal darah yang keluar dari rectum. Pasien dengan riwayat perdarahan vagina
dilakukan pemeriksaan pelvis lengkap dan lakukan tes kehamilan untuk
menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik (Udeani, 2015).

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Tidak ada pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis syok.
Diagnosis syok ditegakkan berdasarkan penilaian klinis dari tanda3tanda
hipoperfusi jaringan dan tidak adekuatnya oksigenasi. Syok hipovolemik
didiagnosis ketika ditemukan tanda berupa ketidakstabilan hemodinamik dan
ditemukan adanya sumber perdarahan. Diagnosis akan sulit bila perdarahan
tak ditemukan dengan jelas atau berada dalam traktus gastrointestinal atau
hanya terjadi penurunan jumlah plasma dalam darah. Setelah pendarahan
maka biasanya hemoglobin dan hematocrit tidak langsung turun sampai terjadi
gangguan kompensasi atau terjadi penghentian cairan dari luar. Fadi kadar
hematocrit di awal tidak menjadi pegangan sebagai adanya perdarahan.
Kehilangan plasma ditandai dengan hemokonsentrasi, kehilangan cairan bebas
ditandai dengan hypernatremia. Temuan terhadap hal ini semakin
meningkatkan kecurigaan adanya hypovolemia (Guiterrez, 2016)

2.8 Tatalaksana
Prinsip pengelolaan dasar syok hemoragik ialah menghentikan
perdarahandan menggantikan kehilangan volume darah. Hal penting yang harus
diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin, dan tingkat kesadaran.
Pemeriksaan pasien yang lebih rinci akan menyusul bila keadaan penderita
memungkinkan (Wirjoatmodjo, 2015)
• Airway dan Breathing
Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya
pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.

• Circulation – Kontrol perdarahan


Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas
terlihat, memperoleh akses intravena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan.
Perdarahan dari luka di permukaan tubuh (eksternal) biasanya dapat dikendalikan
dengan tekanan langsung pada tempat perdarahan.

• Disability – pemeriksaan neurologi


Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan tingkat
kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motoric dan sensorik.
Informasi ini bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan
kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan.

• Exposure – pemeriksaan lengkap


Setelah mengurus prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita harus
ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai ke jari kaki sebagai bagian dari
mencari cedera. Pemakaian penghangat cairan, maupun cara-cara penghangatan
internal maupun eksternal sangat bermanfaat dalam mencegah hipotermia.

• Dilatasi lambung – dekompresi


Dilatasi lambung sering terjadi pada penderita trauma, khususnya pada
anak-anak dan dapat mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung yang tak
dapat diterangkan, biasanya berupa bradikardia dari stimulasi nervus vagus yang
berlebihan. Distensi lambung menyebabkan terapi syok menjadi sulit. Pada pasien
tidak sadar, distensi lambung membesarkan risiko aspirasi isi lambung dan dapat
menjadi suatu komplikasi yang bisa menjadi fatal. Dekompresi lambung
dilakukan dengan memasukkan NGT.

• Pemasangan kateter urin


Kateterisasi kandung kencing memudahkan penilaian urin akan adanya
hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urin. Darah
pada uretra atau prostat dengan letak tinggi, mudah bergerak, atau tidak tersentuh
pada laki-laki merupakan kontraindikasi mutlak bagi pemasangan kateter uretra
sebelum ada konfirmasi radiografis tentang uretra yang utuh.

• Pengobatan dengan posisi kepala di bawah.


Dengan menempatkan penderita dengan kepala 5 inci lebih rendah
daripada kaki akan sangat membantu dalam meningkatkan alir balik vena dan
dengan demikian menaikkan curah jantung. Posisi kepala di bawah ini adalah
tindakan pertama dalam pengobatan berbagai macam syok.

• Akses pembuluh darah


Harus segera didapat akses ke sistem pembuluh darah. Ini paling baik
dilakukan dengan memasukkan dua kateter intravena ukuran besar sebelum
dipertimbangkan jalur vena sentral. Tempat yang terbaik untuk jalur intravena
bagi orang dewasa adalah lengan bawah atau pembuluh darah lengan bawah.
Kalau keadaan tidak memungkinkan penggunaan pembuluh darah perifer, maka
digunakan akses pembuluh sentral (vena-vena femoralis, jugularis, atau subklavia
dengan kateter besar) dengan menggunakan teknik seldinger atau melakukan vena
seksi pada vena safena di kaki. Pada anak di bawah 6 tahun, teknik penempatan
jarum intra oseus harus dicoba sebelum menggunakan jalur vena sentral. Foto
toraks harus diambil setelah pemasangan CVP pada vena subklavia atau vena
jugularisinterna untuk mengetahui posisinya dan penilaian kemungkinan
terjadinya pneumotoraks atau hematotoraks.

2.9 Terapi Cairan


o Terapi awal cairan
Untuk mengetahui jumlah volume darah seseorang, biasanya digunakan
patokan berat badan. Volume darah rata-rata pada orang dewasa kira-kira 7% dari
berat badan. Bila harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai ke jari
kaki sebagai bagian dari mencari cedera. Pemakaian penghangat cairan, maupun
cara-cara penghangatan internal maupun eksternal sangat bermanfaat dalam
mencegah hipotermia penderita gemuk maka volume darahnya diperkirakan
berdasarkan berat badan ideal. Volume darah anak-anak dihitung 8% - 9% dari
berat badan (80-90 ml/kg). Lebih dahulu dihitung EBV (Estimated Blood
Volume) penderita. Kehilangan sampai 10% EBV dapat ditolerir dengan baik.
Kehilangan 10% - 30% EBV memerlukan cairan lebih banyak dan lebih cepat.
Kehilangan lebih dari 30% - 50% EBV masih dapat ditunjang untuk sementara
dengan cairan sampai darah transfusi tersedia. Total volume cairan yang
dibutuhkan pada kehilangan lebih dari 10% EBV berkisar antara 2-4 x volume
yang hilang. Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis
cairan ini mengisi intravaskular dalam waktu singkat dan juga menstabilkan
volume vaskular dengan cara menggantikan kehilangan cairan ke dalam ruang
interstitial dan intraseluler. Larutan ringer laktat adalah cairan pilihan pertama.
NaCl fisiologis adalah pilihan kedua karena berpotensi menyebabkan terjadinya
asidosis hiperkhloremik. Kemungkinan ini bertambah besar jika fungsi ginjal
kurang baik. Pada saat awal, cairan hangat diberikan dengan tetesan cepat sebagai
bolus. Dosis awal adalah 1-2 liter pada dewasa dan 11 ml/kg pada anak, diberikan
dalam 30-60 menit pertama. Jumlah cairan yang diperlukan untuk resusitasi sukar
diramalkan pada awal evaluasi penderita. Perhitungan kasar untuk jumlah total
volulme kristaloid yang secara akut diperlukan adalah mengganti setiap millimeter
darah yang hilang dengan 3 ml cairan kristaloid, sehingga memungkinkan restitusi
volume plasma yang hilang ke dalam ruang interstitial dan intraseluler. Ini dikenal
sebagai “hukum 3 untuk 1” (“3 for 1 rule”). Namun lebih penting untuk menilai
responpenderia kepada resusitasi cairan dan bukti perfusi dan oksigenasiend-
organ yang memadai, misalnya keluar urin, tingkat kesadaran dan perfusi perifer
(Steven, 2015)
Tabel 2.2 Respon terhadap pemberian cairan awal

Jumlah produksi urin merupakan indicator yang cukup sensitive untuk


perfusi ginjal. Produksi urin yang normal pada umumnya menandakan aliran
darah ginjal yang cukup, bila tidak dimodifikasi dengan pemberian obat diuretik.
Sebab itu, keluaran urin merupakan salah satu pemantau utama resusitasi dan
respon penderita. Penggantian volume yang memadai seharusnya menghasilkan
keluaran urin sekitar 0,5 ml/kg/jam pada orang dewasa, 1 ml/kg/jam pada anakm
dan 2 ml/kg/jam pada bayi (di bawah umur 1 tahun). Bila kurang atau makin
turunnya produksi urin dengan berat jenis yang naik, maka ini menandakan
resusitasi yang tidak cukup. Keadaan ini menuntut ditambah penggantian volume
dan usaha diagnostik. Bila telah jelas ada perbaikan hemodinamik (tekanan
sistolik ≥100, nadi ≤100, perfusi hangat, urin 0,5 ml/kg/jam), infus harus
dilambatkan dan biasanya transfuse tidak diperlukan. Bahaya infus yang cepat
adalah oedem paru, terutama pasien geriatri. Perhatian harus ditunjukkan agar
jangan sampai terjadi kelebihan cairan. Namun jika hemodinamik memburuk,
teruskan cairan (2-4x estimatedbloodloss), jika membaik tetapi Hb < 8 gr,
Ht<25%, beri transfusi darah dan koloid. Bila hemodinamik tetap buruk, segera
diberikan transfuse (American College of Surgeons Committee on Trauma, 2017)
o Transfusi darah
Indikasi transfusi darah antara lain: - Perdarahan akut sampai Hb 11%
volume darah. Pemberian darah tergantung respon penderita terhadap cairan.
Tujuan utama transfuse darah adalah memperbaiki oxygen-carryingcapacity.
Perbaikan volume dapat dicapai dengan pemberian larutan kristaloid, yang
sekaligus akan memperbaiki volume interstitial dan intraseluler. Darah yang baik
digunakan adalah yang sepenuhnya crossmatched. Namun proses crossmatching
lengkap memerlukan sekitar 1 jam. Pengobatan mencakup transfusi darah
lengkap, apabila darah lengkap tidak tersedia, plasma biasanya dapat
menggantikan darah lengkap. Plasma tidak dapat memulihkan hematokrit normal,
tetapi manusia biasanya dapat bertahan pada penurunan hematokrit sampai kira-
kira sepertiga normal sebelum menimbulkan akibat serius jika curah jantung
mencukupi. Karena itu pada keadaan akut cukup beralasan untuk menggunakan
plasma dalam menggantikan darah lengkap guna mengobati syok hemoragik.
Kadang-kadang plasma juga tidak tersedia. Dalam hal ini, berbagai pengganti
plasma sudah dikembangkan, yang sama melaksanakan fungsi hemodinamika
hampir tepat dengan sasaran. Salah satunya adalah larutan dekstran. Syarat utama
suatu pengganti plasma yang benar-benar efektif adalah yang tetap tinggal di
sistem sirkulasi yaitu tidak tersaring melalui pori-pori kapiler ke dalam ruang
jaringan. Selain itu larutan tidak boleh toksik dan mengandung bahan yang
mempunyai ukuran molekul cukup besar untuk mendesak tekanan osmotik koloid.
Sejauh ini bahan yang paling memuaskan untuk tujuan tersebut adalah dekstran,
suatu polimer posakarida glukosa yang besar. Dekstran dengan besar molekul
yang sesuai tidak dapat melewati pori kapiler dank arena itu dapat menggantikan
protein plasma sebagai bahan osmotik koloid (Wirjoatmodjo, 2015)

o Evaluasi resusitasi cairan dan perfusi organ


• Umum
Tanda dan gejala perfusi yang tidak memadai, yang digunakan untuk
diagnosis syok, dapat juga digunakan untuk menentukan respon penderita.
Pulihnya tekanan darah ke normal, tekanan nadi, dan denyut nadi merupakan
tanda positif yang menandakan perfusi sedang kembali ke normal. Walaupun
begitu, pengamatan tersebut tidak memberi informasi tentang perfusi organ.
Perbaikan pada sistem saraf pusat dan peredarah darah kulit adalah bukti penting
mengenai peningkatan perfusi, tetapi kuantitas sukar ditentukan. (Steven, 2015)
• Khusus
- Capillary refill time 95%
- Urine output 0,5 ml/kg/jam (dewasa); >1 ml/kg/jam (anak)
- Syok indeks = HR/SBP (normal 0,5-0,7)

o Jenis cairan intravena


Ada 4 pilihan pokok yang selama bertahun-tahun menjadi perbantahan sengit,
yaitu:
• Transfusi darah
Ini adalah pilihan pokok apabila terdapat donor yang cocok. Hemodilusi
dengan cairan tidak bertujuan meniadakan transfusi, tetapi mempertahankan
hemodinamik dan perfusi yang baik sementara darah donor tetap perlu
ditransfusikan dalam memberikan koreksi deficit cairan ekstraseluler (ECF). Bila
darah golongan yang sesuai tidak tersedia, dapat digunakan universal donor yaitu
golongan O dengan titer anti A rendah (Rh negatif) atau packedred cell-O.
• Plasma Expander
Cairan koloid ini mempunyai nilai onkotik yang tinggi (dextran, gelatin,
HES) sehingga mempunyai volume effect lebih baik dan tinggal elbih lama di
intravaskular. Namun deficit ECF tidak dapat dikoreksi oleh pasmaexpander. Dari
segi harga juga jauh lebih mahal dibandingkan dengan Ringer Laktat. Reaksi
anafilaktik dapat terjadi pada pemberian dextran atau gelatin.
• Albumin
Albumin 5% ataupun Plasma Protein Fraction adalah alternatif yang baik
dari segi volume effect. Tetapi harganya sangat mahal dibandingkan dengan
Ringer Laktat untuk mendapatkan volume effect yang sama.
• Ringer Laktat atau NaCl 0,9%
Cairan ini mirip komposisinya dengan ECF. Meskipun pemberian infus
diikuti perembesan, namun akhirnya tercapai keseimbangan juga setelah cairan
interstitial penuh. Cairan lain seperti dextrose dan NaCl 0,45% tidak dapat
digunakan. Cairan kristaloid adalah larutan air dengan elektrolit dan atau dextrose,
tidak mengandung molekul besar. Kristaloid dalam waktu singkat sebagian besar
akan keluar dari intravaskular, sehingga volume yang diberikan harus lebih
banyak (2,5-4 kali) dari volume darah yang hilang. Kristaloid mempunyai waktu
paruh intravaskular 11-30 menit. Ekspansi cairan dari ruang intravaskular ke
interstitial berlangsung selama 30-60 menit sesudah infus dan akan keluar dalam
24-48 jam sebagai urin. Secara umum kristaloid digunakan untuk meningkatkan
volume ekstrasel dengan atau tanpa peningkatan volume intrasel. Cairan kristaloid
cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungannya yaitu mudah tersedia,
murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit efek
samping. Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan
edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah.
Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok
hipovolemik dengan hiponatremia, hipokhloremia, atau alkalosis metabolik.
Larutan RL adalah larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan eksraseluler.
RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah besasr kepada pasien dengan
kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik, kombusio, dan sindrom
syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai cairan
sementara untuk mengganti kehilangan cairan insensible (Wirjoatmodjo, 2015)
Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat
metabolism laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan
asetat dimetabolisme pada hamper seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai
tempat terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi patut
diberikan pada pasien dengan gangguan fugsi hati berat seperti sirosis hepatis dan
asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien
sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat (Steven, 2015).

2.10 Komplikasi
Penyulit akibat pemberian cairan dapat terjadi pada jantung, pada proses
metabolisme, atau pada paru. (Wiryoatmodjo, 2015)
a. Dekompensasi jantung
Dekompensasi ditandai oleh kenaikan PCWP (Pulmonary
Capillary Wedge Pressure). Bahaya terjadinya dekompensasi jantung
sangat kecil, kecuali pada jantung yang sudah sakit sebelumnya. Pada
pemberian koloid dapat mengalami kenaikan PCWP 50% yang potensial
akan mengalami dekompensasi jantung.
b. Edema paru
Akibat pengenceran darah, terjadi transient hypoalbuminemia.
Penurunan albumin ini diikuti penurunan tekanan onkotik. Batasan aman
kadar albumin terendah yang masih aman adalah 2,5 mg%. apabila
albumin perlu dinaikkan, pemberian infus albumin 11-25% dapat
diberikan dengan tetesan lambat 2 jam/100 ml. Dosis ini akan menaikkan
kadar 0,25-0,5 mg%.9 Jika terjadi edema paru, berikafurosemide 1-2
mg/kgBB. Gejala sesak napas akan berkurang setelah urin keluar 1-2 L.
Lakukan digitalisasi atau berikan dopamine drip 5- 10 µg/kgBB/menit.
Sebagai terapi simptomatik berikan oksigen.
c. Asidosis asam laktat
Pemberian Ringer Laktat tidak dapat menambah buruk asidosis
asam laktat karena syok. Asam laktat diubah hepar menjadi bikarbonat
yang menetralisir asidosis metabolik pada syok. Perbaikan sirkulasi akibat
pemberian volume justru menurunkan laktat darah karena perbaikan
transport oksigen ke jaringan, metabolismaerobic bertambah.
d. Gangguan hemostasis
Gangguan karena pengenceran ini mungkin terjadi jika hemodilusi
sudah mencapai 1,5 x EBV. Faktor pembekuan yang terganggu adalah
trombosit, pemberian FreshFrozen Plasma tidak berguna karena tidak
mengandung trombosit, sedangkat faktor V dan VIII dibutuhkan dalam
jumlah sedikit. Trombosit dapat diberikan sebagai freshblood, platelet rich
plasma, atau thrombocyteconcentrate dengan masa simpan kurang dari 6
jam pada suhu 4o C. Dextran juga dapat menimbulkan gangguan jika dosis
melebihi 10 ml/kgBB

2.11 Prognosis
Prognosis lebih berhubungan dengan keberhasilan resusitasi saat syok dan
penatalaksanaan trauma atau penyakit yang mendasari dibandingkan dengan
presentasi syok hemoragik (Steven, 2015)

DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeons Committee on Trauma. 2017. Advanced


Trauma Life Supports for Doctors. United States of America;
Gutierrez G, Reines HD, Wulf-Gutierrez ME. Clinical review:
Hemorrhagic shock. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1065003/. Published online 2nd
April 2016
Steven, Parks N. 2015. Advanced trauma life support (ATLS) for doctors.
Jakarta: Ikatan Ahli Bedah Indonesia (IKABI);
Udeani, J. Hemorrhagicshock. 2015. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/432650-overview#a0104. Last updated 6th
December 2015.
Wirjoatmodjo, Karjadi. 2015. Anestesiologi dan reanimasi modul dasar
untuk pendidikan S1 kedokteran. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional;

Anda mungkin juga menyukai