Anda di halaman 1dari 36

PERAN MADRASAH DINIYAH DALAM MEMBANGUN

GENERASI MILENIAL BERAKHLAK SANTUN


TERHADAP ORANG YANG LEBIH TUA
(Studi Deskriptif di Madrasah Diniyah Tarbiyatul Athfal Al-
Ikhlas Tembelang, Rojoimo, Wonosobo)

DISUSUN OLEH :
AISYAH NABILA RAHMA
AULIYA WINDI NATRIANSYAH
SRI NUR CHASANAH

MAN 1 WONOSOBO
2020
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, Alhamdulillahirabbil’alamin
Puji syukur kehadirat Allah subhana wa ta’ala yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah
Remaja dengan judul “Peran Madrasah Diniyah Dalam Membangun Generasi
Milenial Berakhlak Santun Terhadap Orang Tua”, dengan tanpa halangan suatu
apapun. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad
saw. yang kita nantikan syafaatnya di hari akhir nanti.
Selanjutnya, penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu, sehingga KIR ini dapat terselesaikan dengan baik. Harapan
kami KIR ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca sekalian.
Akhirnya, penulis mohon maaf karena menyadari bahwa KIR ini masih
belum sempurna dan membutuhkan kritik serta saran yang bersifat konstruktif
untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Wonosobo, 29 Februari 2020


Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.................................................................................. i
HALAMAN JUDUL .................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................. iii
DAFTAR ISI .................................................................................................iv
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 5
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................... 5
BAB II: LANDASAN TEORI
A. Pengertian Generasi Millenial ...........................................................7
B. Pengertian Akhlak Sopan Santun...................................................... 10
C. Pengertian Orang Tua........................................................................ 12
D. Pengertian Madrasah Diniyah .......................................................... 13
BAB III : METODE PENELITIAN
A. Jenis dan pendekatan penelitian ........................................................ 43
B. Tempat dan waktu penelitian ............................................................ 44
C. Sumber data ...................................................................................... 44
D. Fokus penelitian ................................................................................ 45
E. Teknik pengumpulan data ................................................................. 46
F. Teknik analisis data........................................................................... 48
BAB IV : PEMBAHASAN
PERAN MADRASAH DINIYAH DALAM MEMBANGUN AKHLAK
SANTUN GENERASI MILLENIAL PADA ORANG TUA
A. DESKRPSI DATA
1. Gambaran umum Madrasah Diniyah Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas
a. Profil Madin Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas................................... 52
b. Letak Geografis Madin Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas................... 52
c. Sejarah Berdirinya Madin Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas............... 54
d. Visi, Misi, peraturan Madin Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas........... 56
e. Keadaan Guru dan Murid Madin Tarbiyatul Athfal Al-
Ikhlas............................................................................................ 57
f. Kurikulum Madin Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas............................ 60
g. Sarana Prasarana Madin Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas..................
2. Proses Pembinaan Akhlak Santun di Madin
a. Pentingnya Pembinaan Akhlak ................................................... 64
b. Bentuk Usaha Pembinaan Akhlak Santun di Madin Tarbiyatul
Athfal Al-Ikhlas........................................................................... 67
c. Metode Pembinaan Akhlak Santun di Madin Tarbiyatul
Athfal Al-Ikhlas........................................................................... 69
3. Peran Madrasah Diniyah Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas Dalam
Pembinaan Akhlak Santun Generasi Millenial................................. 81
4. Pengakuan Generasi Millenial Yang Menjadi Guru Maupun Santri

B. ANALISIS DATA
1. Analisis Pentingnya Akhlak Santun Generasi Millenial Terhadap Orang
Yang Lebih Tua..................................................................................
2. Proses Pembinaan Akhlak Santun di Madin Tarbiatul Athfal Al-
Ikhlas................................................................................................. 84
3. Analisis Peran Madrasah Diniyah Tarbiatul Athfal Al-Ikhlas Dalam
Pembinaan Akhlak Santun.................................................................... 96

C. KETERBATASAN PENELITIAN ....................................................102

BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................... 105
B. Saran ................................................................................................ 107
C. Kata Penutup .....................................................................................108
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Saat ini kita sedang menghadapi era milenial, di mana jumlah populasi
generasi milenial (lahir pada 1980-1995) mendominasi. Era milenial adalah era
yang ditandai lahirnya generasi yang memiliki ciri-ciri : suka dengan kebebasan,
personalisasi, open mainded, dan sangat bergantung pada internet serta media
sosial.
Jika melihat realita, banyak generasi milenial yang mengalami perubahan
karakter menjadi pribadi yang malas; tidak bersosialisasi; cenderung melemah
dalam nilai-nilai kebersamaan, bergotong-royong, dan kehangatan lingkungan,
kepedulian sosial; cenderung bebas; kebarat-baratan; dan tidak memperhatikan
etika, adat istiadat, tata krama, dan akhlak. Hal ini terbukti dengan fenomena
kasus yang banyak melibatkan generasi milenial yang tidak berakhlak. Salah satu
kasus yang menunjukkan anak tidak berakhlak kepada orang tua, seperti kasus
berikut ini :
Anak Tendang Kepala Ibunya, di Surabaya
Pada Agustus 2019, media sosial dihebohkan oleh viralnya video seorang
anak di Surabaya, Jawa Timur yang tega menendang kepala ibunya karena tidak
diberi uang. Kasus penganiayaan yang dilakukan Andi Prasetyo ini selesai secara
kekeluargaan karena sang ibu yang sakit keras meminta untuk diselesaikan
kekeluargaan saja.

Kasus di atas menunjukan bahwa seiring perkembangan zaman semakin


sering dijumpai perilaku yang tidak santun kepada orang yang lebih tua. Banyak
generasi milenial yang menjadi sinis kepada orang tua. Sangat berat bagi mereka
untuk sekadar mencium telapak tangan kedua orang tua, bahkan juga berat untuk
tersenyum. Ucapan dan tindakan mereka seakan seperti pisau yang sering
mengiris hati. Lebih dari itu, seringkali generasi sekarang begitu mudah menyuruh
orang tuanya, sehingga tidak ada bedanya seperti pesuruh yang dihormati lebih
sekadarnya. Sebagian generasi milenial tidak mau memuliakan orang tuanya.
Berbagai kedurhakaan dilakukan di berbagai tempat dan sama sekali tidak
menunjukkan sopan santunnya sama kepada orang tua maupun orang lain yang
lebih tua.
Tidak berakhlak sopan kepada orang yang lebih tua, hal ini sangat
menyimpang dari ajaran Islam. Padahal Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya
untuk memuliakan orang tua. Seperti firman allah dalam surat al isra ayat 23

Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan


menyembah selain dia, dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai
berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali jangan mengatakan
kepada keduanya perkataan “ah” dan jangan kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
Firman Allah tersebut dijelaskan dalam tafsir Quraish Shihab (2006 443),
bahwa berbakti kepada orang tua adalah bersikap sopan kepada keduanya dalam
ucapan dan perbuatan sesuai dengan adat kebiasaan masyarakat, sehingga mereka
merasa senang terhadap kita serta mencukupi kebutuhan mereka yang sah dan
wajar sesuai kemampuan kita. Adapun yang dimaksud orang tua yaitu orang tua
kandung (bapak dan ibu), guru di sekolah dan di madrasah, dan bapak ibu mertua
bagi yang sudah menikah.
Fenomena akhlak buruk generasi saat ini terhadap rang tua, memunculkan
berbagai pertanyaan, siapa yang bertanggung jawab atas akhlak generasi milenial
ini? Disinilah peran pendidikan dipertanyakan. Pasalnya, pendidikan sangat
dibutuhkan dalam membina akhlak generasi milenial.
Terlebih, ketika fenomena tersebut terus berlanjut tanpa adanya tindakan
untuk merubah kepada kebaikan, maka akan timbul kecemasan dalam masyarakat.
Sehingga dapat diambil solusi bahwa pendidikan menjadi garda terdepan dalam
membentuk dan membina generasi milenial berakhlak sopan santun. Namun
bukan hanya pendidikan formal yang digunakan untuk membangun akhlak sopan
santun, pendidikan non formal juga sangat diperlukan, contohnya yaitu madrasah
diniyah.
Madrasah diniyah adalah lembaga pendidikan yang memberikan
pembelajaran pendidikan agama Islam yang dinukil langsung dari kitab kuning
sebagai kurikulumnya, dengan pertimbangan menjadi penyempurna pembelajaran
pendidikan agama Islam di sekolah formal.
Sebagai lembaga pendidikan, madrasah diniyah memiliki pengaruh yang
signifikan atas kemajuan dan kemandirian akhlak generasi bangsa. Sehingga,
eksistensinya tetap dibutuhkan untuk membenahi dan mengembalikan keadaan
Islam yang memiliki generasi berakhlak santun. Selain itu, keberadaannya sangat
penting untuk membangun karakter generasi milenial. Jadi, membangun akhlak
santun generasi milenial terhadap orang yang lebih tua, bisa juga dilakukan
melalui lembaga pendidikan madrasah diniyah, sebagaimana yang terjadi di
Madrasah Diniyah Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas Tembelang.

Di Madrasah Diniyah Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas, generasi milenial bukan


hanya belajar, namun juga mengajarkan ilmu (menjadi guru atau ustaz) di
lembaga pendidikan islam non formal tersebut. Dengan demikian, mereka
dibiasakan untuk memiliki akhlak sopan santun dan sangat menghargai orang tua
serta gurunya.

Berangkat dari permasalahan di atas, maka penulis berkeinginan untuk


mengadakan penelitian kualitatif yang berjudul “Peran Madrasah Diniyah
Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas Dalam Membangun Generasi Milenial Berakhlak
Santun Terhadap Orang Yang Lebih Tua”. Oleh karena itu, penulis ingin
mendalami dan menggali informasi dari Madrasah Diniyah Tarbiyatul Athfal Al-
Ikhlas Tembelang, tentang bagaimana peran madrasah tersebut dalam
menumbuhkan sikap santun pada generasi milenial.

B. Rumusan Masalah

Dari pemaparan latar belakang diatas, maka munculah masalah-masalah


sebagai berikut:

1. Bagaimana proses pembinaan akhlak santun yang dilakukan di Madrasah


Diniyah Tarbiyatul Athfal Al- Ikhlas Tembelang?
2. Bagaimana peran madrasah diniyah dalam pembinaan akhlak santun
generasi milenial terhadap orang yang lebih tua?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dirumuskan sebelumnya, maka


tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui proses pembinaan akhlak santun yang dilakukan di
Madrasah Diniyah Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas Tembelang.
2. Untuk mengetahui peran madrasah diniyah dalam pembinaan akhlak
santun generasi milenial terhadap orang yang lebih tua.

Sedangkan manfaat dari penelitian ini yang diharapkan penulis, yaitu:

1. Manfaat Teoritis
a. Untuk mengembangkan wawasan penulis mengenai peran madrasah
diniyah dalam pembinaan akhlak santun generasi milenial terhadap
orang yang lebih tua.
b. Memberikan kontribusi terhadap pengembangan khazanah keilmuan
mengenai cara membangun akhlak mulia generasi milenial melalui
peran madrasah diniyah dalam membangun akhlak santun.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Kementerian Agama, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan perhatian lebih untuk mensejahterakan madrasah-
madrasah diniyah yang telah menunjukkan peranannya dalam
pembinaan akhlak santun anak bangsa.
b. Bagi guru atau ustaz, hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan
bagi guru madrasah diniyah agar memperluas pengetahuan mengenai
peran madrasah diniyah sebagai lembaga pendidikan Islam dalam
pembinaan akhlak santun anak bangsa.
3. Bagi madrasah diniyah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
gambaran sederhana dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan
agama Islam, sehingga dapat mencapai hasil yang maksimal di Madrasah
Diniyah Tarbiyatul Athfal Al- Ikhlas Tembelang.
4. Bagi generasi milenial, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
pembelajaran sehingga dapat dijadikan salah satu pegangan dan sumber
belajar untuk bersikap santun terhadap orang yang lebih tua. Alhasil, dapat
terbentuk akhlak mulia, berupa akhlak kesantunan dalam diri generasi
milenial.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian Generasi Milenial

Milenial (juga dikenal sebagai Generasi Y, Gen Y atau Generasi


Langgas) adalah kelompok demografi setelah Generasi X (Gen-X). Menurut
Martin & Tulgan (2002), generasi Y adalah generasi yang lahir pada kisaran tahun
1978, sementara menurut Howe & Strauss (2000), generasi Y adalah generasi
yang lahir pada tahun 1982. Perbedaan pengertian ini terjadi karena adanya
perbedaan skema yang digunakan untuk mengelompokkan generasi tersebut,
karena peneliti – peneliti tersebut berasal dari negara yang berbeda.

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang termasuk generasi


milenial adalah mereka yang lahir pada tahun 1980-1995 (Berdasarkan penelitian
Bencsik, Csikos, dan Juhez (2016)).

Adapun hasil penelitian dari Bencsik & Machova (2016) menunjukkan


generasi milenial memiliki karakteristik sebagai berikut : Desire for
independence, no respect for tradition, quest for new forms of knowledge, inverse
socialization, arrogant, home office and part-time work, interim manage ment,
undervalue soft skills and EQ.
Banyak generasi milenial yang bersikap arogan dan semakin jauh dari
tradisi atau budaya sendiri. Selain itu, sebagai akibat dari ketergantungan yang
tinggi terhadap internet dan media sosial, mereka menjadi pribadi yang malas,
tidak mendalam, tidak membumi, tidak bersosialisasi, cenderung lemah dalam
nilai-nilai kebersamaan, kegotong royongan, kehangatan lingkungan, kepedulian
sosial, cenderung bebas, kebarat-baratan, dan tidak memperhatikan etika, aturan
formal, adat istiadat, tata krama, dan akhlak.
Arus globalisasi yang tidak terbendung, berbanding lurus dengan
penyimpangan akhlak generasi milenial. Banyak dari mereka yang sudah
kehilangan kesantunan dalam memperlakukan orang yang lebih tua.

B. Pengertian Akhlak Sopan Santun


Akhlak yang baik sebenarnya menjadi bagian dari esensi agama dan
sekaligus juga buah dari kesungguhan orang-orang yang bertakwa, serta pelatihan
bagi orang-orang yang ahli dalam urusan ibadah mendekatkan diri kepada Allah.
Adapun pengertian akhlak menurut Al-Ghazali jika dilihat secara
terminologi adalah “Suatu ibarat atau ungkapan tentang kondisi yang menetap di
dalam jiwa, dari keadaan dalam jiwa itu kemudian muncul perbuatan-perbuatan
dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran maupun penelitian”. Jadi, apabila
aplikasi dari kondisi tersebut muncul perbuatan-perbuatan yang baik dan terpuji
secara akal dan syara, maka kondisi tersebut disebut sebagai akhlak yang baik.
Sedangkan apabila perbuatan-perbuatan yang muncul dari kondisi yang dimaksud
adalah sesuatu yang berdampak buruk, maka keadaan yang menjadi tempat
munculnya perbuatan-perbuatan itu disebut sebagai akhlak yang buruk.
Imam Al-Ghazali mendefinisikan akhlak tersebut dengan mengkaji firman
Allah SWT, yang mengagungkan urusan jiwa dengan disandarkan hanya kepada-
Nya.

Artinya: “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Apabila telah
Aku sempurnakan kejadiannya, dan aku tiupkan kepadanya ruh (ciptaan-Ku, maka
hendaklah kalian tersungkur dengan bersujud kepadanya.” (QS.Shad [38] : 71-
72). Di dalam ayat tersebut Allah SWT, mengingatkan bahwa jasad manusia itu
dihubungkan kepada tanah, sedangkan ruh manusia dihungkan langsung kepada
Allah, Rabb seru sekalian alam.
Dari kajian pengertian akhlak menurut imam Al-Gazali, dapat dilihat
bahwa pengertian akhlakqul karimah sejatinya adalah sesuai firman Allah SWT di
al-qur’an. Maka dapat disimpulkan bahwa akhlak mulia adalah akhlak al-qur’an
dan yang pasti tercermin pada diri Rasulullah saw. Rasulullah mencerminkan
akhlaqul karimah, salah satunya yaitu bertindak sopan dan santun kepada orang
yang lebih tua, memuliakan dan berabakti kepada orang yang lebih tua, serta
bertata krama.
Adapun yang di maksud dengan akhlak santun kepada orang tua yaitu
pembiasaan karakter dalam bertata krama yang baik kepada orang yang lebih tua.
Dalam al-qur’an, banyak firman-firman Allah yang menjelaskan tentang
akhlak santun terhadap orang tua. Yang dimaksud dengan orang yang lebih tua,
yaitu orang tua kandung, guru atau ustaz, dan tetangga yang lebih tua.
 Klasifikasi Akhlak santun kepada orang yang lebih tua :
1. Akhlak santun kepada orang tua kandung.
Kewajiban anak untuk menghormati dan menaati semua perintah orang
tua, selagi tidak melanggar ketentuan ajaran agama maka wajib dilaksanakan.
Kedua orang tua adalah orang yang pertama-tama wajib dihormati setelah
pengabdian kepada Allah. Berikut Allah perintahkan dalam al-Qur’an: َ

Artinya : “Katakanlah, Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh
Tuhanmu, yaitu janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat
baiklah terhadap kedua bapak ibu ...” (Q.S. Al-An’am/6:151).

Artinya : “Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-
bapaknya. dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan aku dengan
sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu
mengikuti keduanya. hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu aku kabarkan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Q.S. Al-Ankabut/29:8)
Masih banyak lagi ayat yang memerintahkan manusia untuk senantiasa
berbakti kepada kedua orang tua. Penjabaran akhlak kepada orang tua yaitu
berbakti dengan melaksanakan nasihat dan perintahnya yang baik, memelihara
dengan penuh keikhlasan dan kesabaran, merendahkan diri di depan mereka,
berbicara kepada mereka dengan baik dan sopan, memandang mereka dengan
penuh kasih sayang dan hormat, tidak mengeluh dan menggerutu, mendoakan
kedua orang tua, berkorban untuk orang tua, dan meminta kerelaan kepada orang
tua ketika akan berbuat sesuatu.
2. Akhlak santun kepada guru.
Akhlak kepada guru hakikatnya sama seperti akhlak kepada orang tua,
karena guru adalah orang tua kedua yang mendidik untuk berakhlak baik sesuai
syari’at. Salah satu kewajiban dalam menuntut ilmu adalah melaksanakan perintah
guru, memuliakan dan menghormatinya, berupaya menyenangkan hatinya dengan
cara yang baik, tidak berjalan di hadapannya, tidak duduk di tempat duduknya,
tidak melawan apalagi menipu guru, dan meminta maaf jika berkata keliru di
hadapan guru. Tidak hanya meresapi apa yang diajarkan guru, tetapi ada hal lain
yang keberadaannya perlu diperhatikan, yaitu akhlak kepadanya. Karena guru
yang ridho kepada muridnya akan mengalirkan ilmu yang bermanfaat, sebaliknya
ketika guru tidak meridhoi muridnya maka tertutuplah pintu keberkahan dalam
menuntut ilmu.
3. Akhlak santun kepada tetangga yang lebih tua.
Tetangga adalah orang yang rumahnya dekat. Mereka memiliki kedudukan
yang khusus dan peranan yang krusial karena setiap hari pasti berinteraksi dengan
mereka. Islam mengajarkan untuk memperlihatkan sikap dan perilaku yang baik
dalam hubungan dan kehidupan bertetangga. Kepada tetangga yang umurnya
lebih tua, wajib bagi kita untuk bersikap santun dan menghormati mereka.

C. Pengertian Madrasah Diniyah (Madin)

Madrasah diniyah dilihat dari struktur Bahasa Arab berasal dari dua kata
madrasah dan al-din. Kata madrasah dijadikan nama tempat dari asal kata darosa
yang berarti belajar. Sedangkan al-din dimaknai dengan makna keagamaan. Dari
dua struktur kata yang dijadikan sau tersebut, madrasah diniyah berarti tempat
belajar masalah keagamaan, dalam hal ini agama Islam.Madrasah diniyah adalah
bagian dari lembaga pendidikan Islam.

Menurut Departemen Agama RI, madrasah diniyah adalah satu lembaga


pendidikan keagamaan pada jalur luar sekolah yang diharapkan mampu secara
terus menerus memberikan pendidikan agama islam kepada anak didik yang tidak
terpenuhi pada jalur sekolah yang diberikan melalui sistem klasikal serta
menerapkan jenjang pendidikan.

Sedangkan menurut Headri Amin, madrasah diniyah adalah madrasah-


madrasah yang seluruh mata pelajaranya bermaterikan ilmu-ilmu agama, yaitu
fiqih, tafsir, tauhid dan ilmu-ilmu agama lainya. Memperbanyak ilmu agama
merupakan sebagian besar tujuan dari pembelajaran di madrasah diniyah. Merujuk
pada hadits: “Barangsiapa yang Allah menginginkan dengannya suatu kebaikan,
maka Allah akan memahamkannya di dalam urusan agama”.
Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa madrasah diniyah
adalah lembaga pendidikan non formal yang khusus mengajarkan ilmu agama
Islam untuk melengkapi, memperkaya dan memperdalam pendidikan agama Islam
peserta didik menurut jenjangnya dalam rangka peningkatan keimanan dan
ketaqwaan kepada Allah SWT.

 Metode Pembinaan Akhlak


Diantara bentuk-bentuk pembinaan akhlak kepada anak adalah sebagai
berikut:
1. Pembinaan akhlak anak melalui pemahaman.
Pemahaman ini dilakukan dengan cara menginformasikan tentang hakikat
dan nilai-nilai kebaikan yang terkandung di dalam objek itu, seperti memberikan
pemahaman pentingnya berakhlak santun terhadap orang yang lebih tua. Proses
pemahaman ini berupa pengetahuan dan informasi tentang betapa pentingnya
akhlak santun dan betapa besarnya kerusakan yang akan diterima akibat akhlak
durhaka. Pemahaman inilah yang berfungsi memberikan landasan logis teoretis
mengapa seseorang harus berakhlak santun dan harus menghindari akhlak
durhaka.
2. Pembinaan akhlak anak melalui pembiasaan.
Pembiasaan berfungsi sebagai penguat terhadap objek pemahaman yang
telah masuk ke dalam hatinya, dimana objek tersebut telah menjadi
kecenderungan bertindak. Sehingga pembiasaan ini dilakukan agar anak terbiasa
berlaku santun terhadap orang yang lebih tua, tanpa disuruh oleh orang lain.
Pembiasaan berfungsi sebagai perekat antara tindakan akhlak dan diri.
3. Pembinaan akhlak anak melalui teladan yang baik.
Dalam diri Rasul Muhammad SAW terdapat teladan yang baik (uswatun
hasanah). Uswatun hasanah merupakan pendukung terbentuknya akhlak mulia.
Tetapi, teladan yang lebih mengena yaitu teladan yang langsung dicontohkan dari
ustaz dan ustazah di madrasah diniyah. Proses ini tampaknya seperti proses
peniruan biasa, tetapi pada kenyataannya ia adalah proses yang tidak disadari
yang memuaskan keinginan-keinginan tertentu pada seseorang.
4. Pembinaan akhlak dengan targhib dan tarhib.
Kata targhib dan tarhib dalam bahasa Indonesia berarti pujian dan
hukuman. Metode ini memberikan pelajaran dengan dorongan (motivasi) untuk
memperoleh kegembiraan dan mendapatkan kesusahan jika tidak mengikuti
kebenaran.
Dalam pelaksanaannya, pujian diberikan ketika peserta didik
melaksanakan apa yang diperintahkan oleh gurunya, sedangkan hukuman
diberikan ketika peserta didik tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan
oleh guru. Dalam firman Allah SWT.

Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya)


untuk dirinya sendiri dan Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka
(dosanya) untuk dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Rabbmu menganiaya
hamba-hambaNya”. (Q.S. Fushilat/41:46)

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis dan pendekatan penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field


Research) yaitu penelitian yang pengumpulan datanya dilakukan di lapangan.
Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan memiliki tujuan untuk
mengetahui dari peran madrasah diniyah dalam membentuk sikap santun generasi
milenial di Tembelang.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian

Peneliti melakukan penelitian di lingkungan Madrasah Diniyah Tarbiyatul


Athfal Al-Ikhlas Tembelang, Rt 05/ Rw 03, Rojoimo, Kecamatan Wonosobo,
Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2019-2020,


yaitu pada tanggal 26-29 Februari 2020.

C. Sumber Data

Sumber data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah subjek dari mana
data diperoleh. Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah:
1. Guru atau ustaz pengajar di Madrasah Diniyah Tarbiyatul Athfal Al-
Ikhlas yang berumur 21 tahun (generasi milenial).
2. Santri yang belajar di Madrasah Diniyah Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas
yang berumur 19 tahun (generasi milenial).
3. Warga sekitar yang mengenal pengajar dan santri di madrasah.

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa metode dalam


pengumpulan data, sebagai berikut:

1. Metode Wawancara (Interview)


Metode wawancara (Interview) adalah pertemuan langsung dengan nara
sumber secara berulang-ulang untuk mendapatkan berbagai data ataupun
penjelasan yang mendalam dari narasumber.

2. Metode Observasi (pengamatan)

Metode observasi atau pengamatan adalah teknik pengumpulan data,


dimana penelitian malakukan pengamatan dan pecatatan secara sistematik
terhadap gejala-gejala yang tampak pada objek penelitian.

3. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan


untuk menelusuri data historis. Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah
berlalu. Dokumen terdiri dari berbagai macam bentuk, dari tulisan misalnya
catatan harian, catatan kegiatan. Studi dokumen merupakan pelengkap dari
penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Dari
hasil penelitian observasi dan wawancara, akan lebih akurat dan kredibel dan
dapat dipercaya apabila penelitian ini didukung oleh metode dokumentasi.

E. Fokus Penelitian Data

Data yang terkait dengan penelitian ini dikumpulkan melalui studi


lapangan dengan sumber data diambil dari orang yang terlibat secara langsung
ataupun tidak langsung dengan peran madrasah diniyah, seperti para guru atau
ustaz, santri atau murid, masyarakat, dan pengawas madrasah.

Penelitian ini difokuskan pada peran madrasah diniyah dalam pembinaan


akhlak santun generasi milenial terhadap orang yang lebih tua. Sehingga secara
metodologis, penelitian ini dalam kategori penelitian kualitatif, yaitu prosedur
penelitian yang menghasilkan daya deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

F. Teknik Analisis Data


Adapun prosedur analisis datanya sebagai berikut :

1. Pengumpulan Data

Dalam sebuah penelitian, data yang berkaitan dengan penelitian sangat


penting. Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan metode observasi,
wawancara, dan dokumentasi.

2. Reduksi Data

Reduksi data adalah mempersingkat suatu data dengan meringkas. Dalam


reduksi data berarti membuang data-data yang tidak penting, sehingga dalam
melangkah ke hal-hal yang bersifat mengerucut, seperti penarikan kesimpulan
dapat mempermudah penarikan kesimpulan.

3. Penyajian Data

Penyajian data adalah suatu informasi yang sudah tersusun secara


sistematis, yang sudah memungkinkan ditarik kesimpulan dari pembahasan.
Dengan penyajian data diharapkan dalam memahami suatu persoalan yang ada
akan jauh lebih mudah dan mampu mengambil kesimpulan yang tepat.

4. Penarikan Kesimpulan

Proses dalam penarikan kesimpulan merupakan suatu hal yang terpenting


dalam suatu penelitian. Dalam menarik kesimpulan , kebenaran, kesesuain, dan
kecocokanya harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, sehingga dalam
penarikan kesimpulan harus berhati-hati dan perlu adanya pemahan yang tinggi
terhadap persoalan yang berkaitan dengan penelitian.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. DESKRIPSI DATA

1. Gambaran Umum Madrasah Diniyah Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas


Tembelang.

a. Profil Madrasah Diniyah Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas


Status Madrasah : Milik Prbadi
Kode Pos : 56316
Alamat : Jl. Tembelang, Rt 05/ Rw 03, Kelurahan Rojoimo,
Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah.
Tahun Berdiri : Madrasah Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas berdiri tahun 1978
Pondok Pesantren Al- Ikhlas berdiri tahun 1995
CASSA (creasi santri) berdiri tahun 2001
Bangunan : Tiga lantai, ada 2 gedung asrama untuk santri putra dan
putri, 5 ruang kelas, dan satu aula untuk kajian seluruh kelas
b. Lokasi Geografis Madrasah Diniyah Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas.
Madrasah Diniyah Tarbiyatul Athfal Al- Ikhlas beralamat di Jalan
Tembelang, Rt 05/ Rw 03, Kelurahan Rojoimo, Kecamatan Wonosobo,
Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah.
Madrasah ini berada di perkampungan warga dan terletak cukup jauh dari
jalan raya (sekitar 1 km dari jalan raya). Madrasah ini juga dekat dengan Masjid
As-Shafa, sehingga memudahkan kegiatan maadrasah dalam beribadah.

c. Sejarah Berdirinya Madrasah Diniyah Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas.


Madrasah Diniyah Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas didirikan oleh K.H.
Mustamid Abdul Aziz. Pada saat itu, beliau baru saja menyelesaikan pendidikan
agama di Pondok Pesantren Tegalrejo, dan untuk meneruskan ilmunya beliau
membuat madrasah diniyah untuk anak-anak yang tinggal didaerah sekitar
Tembelang.
Awalnya, beliau hanya menggunakan satu kelas di rumah beliau.
Kemudian beliau menukar rumah beliau dengan kakaknya yang tadinya di utara
berpindah di bagian selatan. Dari situ murid madin (madrasah diniyah) semakin
bertambah, kemudian dikenal hingga sekarang dengan nama Madrasah Diniyah
Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas, dimana nama ini juga digunakan sebagai nama
pondok pesantren miliknya juga.

d. Visi dan Misi Madrasah Diniyah Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas


Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Madrasah
Diniyah Tarbiyatul Athfal Al- Ikhlas, maka madrasah ini memiliki visi dan misi
demi kelancaran dan pemenuhan target yaitu meliputi:
1. Visi
“Terwujudnya Lulusan Madrasah Yang Unggul, Terampil, Berkepribadian
Akhlaqul Karimah”

2. Misi
 Menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas dan berkuantitas.
 Membekali siswa dengan life skill, baik general life skill maupun specific
life skill.
 Memadukan penyelenggaraan program pendidikan agama dan sosial.
 Menghidupkan pendidikan ber-ruh Islam, menggiatkan ibadah,
memperteguh keimanan dan akhlakul karimah.
 Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tenaga pendidik.
 Melaksanakan tata kelola madrasah yang efektif, efisien, transparan, dan
berwawasan lingkungan.

3. Perintah, Larangan, dan Hukuman di Madrasah Tarbiyatul Diniyah Athfal


Al-Ikhlas

a. Ma’murot/ perintah
 Wajib mengikuti semua kegiatan madrasah sesuai dengan tingkatan
masing-masing.
 Menjunjung kedisiplinan kegiatan belajar-mengajar.
 Menjunjung tinggi akhlakqul karimah dalam kehidupan sehari-hari.
 Menggunakan bahasa krama inggil saat kegiatan belajar mengajar.
 Menerapkan sopan santun
 Menjaga nama baik madrasah
 Izin ketika berhalangan/ udzur tidak bisa mengikuti kegiatan

b. Manhiyyat/ larangan
 Tidak boleh meninggalkan kegiatan tanpa izin.
 Bergerombol dan bergurau di waktu jamaah, mujahadah, dan kajian.
 Mengikuti kegiatan menggunakan kaos
 Menulis/ mencoret-coret dinding madrasah.
 Membawa ponsel.
 Membawa makanan dan minuman.

c. Ta’ziran/ pelanggaran kegiatan


 Membaca al-quran dan dalail berdiri satu kali
 Disowankan Al-Mukarom, bila ghoib lebih dari 3 kali dalam seminggu.
 Surat ta’liq dari Al-Mukaromdan dikembalikan kepada wali santri, apabila
melanggar ma’murot dan manhiyyat.
Tanbih : Hal yang belum tertulis dikembalikan pada kebijaksanaan pengurus
dan Al-Mukarom.

e. Keadaan Guru dan Murid Madrasah Diniyah Tarbiyatul Athfal Al-


Ikhlas
Jumlah guru di madrasah diniyah berjumlah 14 orang. Guru di madrasah
sebagian besar berasal dari desa Tembelang, namun ada dua orang yang berasal
dari luar desa. Mereka berlatar belakang pendidikan yang berbeda-beda. Namun,
latar pendidikan tidak menjadi syarat utama untuk mengajar di Madrasah Diniyah
Tarbiyatul Atfal Al-Ikhlas, karena yang diprioritaskan adalah lulusan pondok
pesantren, sehingga dapat menguasai ilmu agama. Adapun guru-guru tersebut
merupakan guru yang masih muda dan termasuk generasi milenial. Sehingga,
menjadi guru di madrasah ini bisa dikatakan juga membangun karakter generasi
milenial.
Berikut ini data nama guru atau ustaz di Madrasah Diniyah Tarbiyatul
Athfal Al-Ikhlas :
1. K.H. Mustamid Abdul Aziz 7. Teguh Haryanto
2. Gus Taufiqurahman 8. Arifin
3. Gus Luthfi 9. Yola Safitri
4. Sukamto 10. Atik Afifah
5. Fathul Qarib 11. Rina
6. Martito 12. Chomsatun
13. Siti Maysaroh 14. Risa Nur Khasanah

Untuk santri di madrasah, biasanya mereka yang rumahnya dekat, berjalan


kaki. Adapun diantara mereka yang rumahnya jauh, biasanya di antar jemput
orang tunya. Jadi, meski rumahnya jauh para santri tetap semangat dalam
memperdalam ilmu pendidikan agama Islam mereka.
Santri yang belajar di Madrasah Diniyah Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas
terdiri dari berbagai kalangan umur. Mulai dari anak kecil, remaja, hingga dewasa.
Diantara semua santri, terdapat beberapa santri yang termasuk dalam klasifikasi
generasi milenial.
f. Kurikulum Pendidikan Madrasah Diniyah Tarbiyatul Athfal Al-
Ikhlas.
Materi pendidikan Islam di madrasah diniyah telah tertuang dalam kitab-
kitab berbahasa arab maupun jawa pegon yang sesuai dengan kriteria materi
pendidikan Islam.
g. Sarana dan Prasarana Madrasah Diniyah Tarbiyatul Athfal Al-
Ikhlas.
Sarana prasarana di madrasah memilki kualitas standar dan layak, serta
sangat menunjang kegiatan belajar mengajar. Diantaranya sarana dan
prasarananya yaitu :

 5 ruang kelas
 Dampar atau meja
 Kitab dan Al-Quran
 Karpet
 Papan Tulis
 Tempat wudhu dan WC

2. Proses Pembinaan Akhlak Santun Generasi Millenial Di


Madrasah.
Membina akhlak untuk generasi milenial memang tidak mudah. Mereka
cenderung selalu ingin bebas dan tidak mau dikekang oleh aturan. Dalam hal ini,
madrasah diniyah tetap berusaha untuk membina akhlak karimah pada santri
santrinya, termasuk generasi milenial agar memiliki akhlak santun kepada orang
yang lebih tua.
Setelah melakukan penelitian di madrasah diniyah dengan menggunakan
metode wawancara, observasi, dan dokumentasi, maka peneliti menghasilkan data
mengenai peran madrasah dalam membangun akhlak santun generasi milenial
kepada orang yang lebih tua. Adapun deskripsi hasil penelitian sebagai berikut :
a. Pentingnya Pembinaan Akhlak Santun Pada Generasi Milenial
Islam sangat memperhatikan permasalahan akhlak. Hal ini di dibuktikan
dengan banyaknya firman Allah di al-qur’an yang memerintahkan kita untuk
selalu berbuat baik dan memiliki akhlak mulia. Namun demikian, para guru atau
ustaz di madin memiliki definisi yang berbeda mengenai pentingnya pembinaan
akhlak santun kepada orang tua. Berikut ini hasil wawancara dengan beberapa
guru atau ustaz di sana:
“Akhlak santun itu sangat penting demi kelangsungan kegiatan belajar.
Akhlak santun diperlukan supaya santri memiliki akhlak santun terhadap gurunya.
Bayangkan jika sedang kegiatan mengajar berlangsung tapi santrinya tidak
menghargai dan tidak mendengarkan guru yang sedang mengajar, jatuhnya malah
percuma ustaz memberikan materi. Jadi akhlak santun itu penting sekali.”

b. Bentuk Usaha Pembinaan Akhlak Santun Pada Generasi Milenial.


Usaha pembinaan akhlak yang dilaksanakan di madrasah diniyah
diungkapkan dalam hasil wawancara dengan kepala madrasah dan beberapa orang
guru, sebagai berikut:
“Awal masuk pukul 12.30 WIB, dibuka dengan berdo’a belajar bersama
di dalam kelas yang dikumpulkan dalam satu ruangan. Kemudian dilanjutkan di
kelas dengan membaca hafalan berupa do’a harian, bacaan sholat, wirid, hingga
jam 14.00 WIB.” (Chomsatun, qoriah)
Untuk lebih mempermudah penjelasan mengenai usaha-usaha
pembangunan akhlak santun di madrasah diniyah, maka penulis membuat tabel
jadwal kegiatan berikut ini.

Jadwal Kegiatan Madrasah Diniyah Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas Tahun 2020


 Kegiatan sehari-hari
No. Kegiatan Qori’ Jam KET.
1 Quran Subuh Al-Mukarom K.H. 04.30-05.30
 Sholat berjamaah Mustamid Abdul Aziz
 Sorogan Al-Quran
2 Sekolah Arab  Chomsatun 12.30-14.00
 Doa harian  Rina
 Bahasa Arab  Siti Maysaroh
 Syingir Akhlak  Risa
 Alala
3 Quran Ashar  Al-Mukarom 16.00-16.30
 Sholat berjamaah K.H.
 Sorogan Al-Quran Mustamid
 Aqidatul Awan Abdul Aziz
 Safinatun Najja  Qori’n/ qori’at
 Fiqih
4 Maghrib-isya’  Al-Mukarom 18.00-21.30
 Sholat berjamaah K.H.
maghrib dan isya’ Mustamid
 Mujahadah Abdul Aziz
 Jus Ama  Gus Taufiq
 Kajian (semua  Gus Fuad
umur)  Gus Luthfi
 Sulam taufiq  Qori’n/ qori’at
 Nasoihul ibadd
 Tafsir bismllah
 Jurumiyah
5 Kegiatan ekstra  Gus Taufiq Menyesuaikan
 Al-Barzanji  Qori’n/ qori’at
 Khitobah
 Rebana
 MTQ

 Kegiatan Tahunan

NO WAKTU KEGIATAN TAHUNAN


Khataman dan Haflah
1. Bulan Sya’ban  CASSA (creasi santri)
 Karnaval
Maulid nabi.
2. Bulan Rabbiul Awal

3. Ramadhan Tadarus, kultum, (tugas saat shalat


tarawih)

4. Idul fitri Takbiran.

Usaha membina akhlak santun para santrinya terhadap orang yang


lebih tua, juga dilakukan madrasah melalui :
1. Ceramah.
2. Ibrah/tafakkur (penenangan).
3. Tanya jawab.
4. Demostrasi.
5. Peraturan dan pelaksanaan secara continuo (berulang),
sehingga membentuk kepribadian akhlak santun.

c. Metode Pembinaan Akhlak Santun Pada Generasi Milenial.


Dalam melaksanakan pembangunan akhlak santun pada generasi milenial,
Madrasah Diniyah Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas menggunakan beberapa metode,
yaitu sebagai berikut :
 Metode Pemahaman
Secara khusus, usaha pembinaan akhlak di Madrasah Diniyah Tarbiyatul
Athfal berlangsung dalam proses pembelajaran. Dalam pembelajaran Akhlak,
guru atau ustaz memberikan penekanan-penekanan mengenai akhlak santun
terhadap orang tua. Berikut pernyataan salah satu ustaz atau guru mengenai
metode pemahaman terhadap akhlak santun yang beliau terapkan:
“Kami mengajarkan kepada semua santri tentang bagaimana adab atau tata
cara berperilaku terhadap orang tua sesuai yang diajarkan dalam al-qur’an dan
Rasulullah saw. Materi yang kami sampaikan merujuk pada kitab yang sedang
dipelajari, salah satunya adalah kitab Alala. Dari situlah dasar kami
menyampaikan bab-bab mengenai akhlak terhadap orang tua, bagaimana cara
mereka saat berbicara dengan orang tua, memandang keduanya, menyampaikan
pendapat, itu semua telah dijelaskan secara rinci dalam kitab Alala.” (M. Arifin.
Ketua Madrasah)
Kemudian, dalam pembinaan akhlak menggunakan metode pemahaman,
tidak hanya bertumpu pada mata pelajaran Akhlak, akan tetapi pada semua mata
pelajaran. Seperti diungkapkan oleh KH. Mustamid Abdul Aziz, sebagai berikut:
“Pelajaran yang lain itu dapat tercapai apabila akhlak itu berjalan. Jika
tidak ada akhlak, pelajaran yang lain mungkin saja tidak bisa masuk semuanya.
Contohnya kami mengajar Fiqih atau Tajwid dan murid tidak memiliki akhlak,
maka yang terjadi adalah ramai sendiri, bahkan berlarian kesana kemari ketika
diterangkan. Akhirnya pelajaran Fiqih atau Tajwid tidak dapat terserap oleh anak,
karena anak tidak memiliki akhlak. Diterangkan dalam kitab Adab bahwa akhlak
anak ketika guru sedang mengajar harus begini, begini, begini. Ketika hal tersebut
dipatuhi, Insya Allah anak dapat mendengarkan ceramah, dan paham.”
 Metode Pembiasaan
Proses pembinaan akhlak santun dengan metode pembiasaan yang
dilakukan di madrasah diniyah ditemukan dalam beberapa kegiatan. Seperti salim
dengan guru atau ustaz dengan cara mencium tangannya.
 Uswatun Hasanah (Teladan yang Baik)
Di madrasah diniyah, yang menjadi teladan bagi santri adalah guru atau
ustaz. Sepeti jawaban dari salah satu ustaz berikut ini:
“Guru itu secara Jawa digugu dan ditiru, tidak hanya secara lisan
memberitahu anak, tetapi perilakunya dijadikan contoh untuk anak didik, jangan
seenaknya sendiri. Bisa memberitahu secara lisan, tetapi diri sendiri tidak
dipikirkan ‘Ata’muruna bil birri tansauna anfusakum. Afala ta’qilun’. Engkau bisa
memberitahu kebaikan kepada orang-orang tetapi melalaikan diri sendiri.
Tidakkah kalian berpikir? Memanglah, diri sendiri dijadikan contoh.”
Bisa dikatakan akhlak santri di madrasah diniyah memang meniru akhlak
gurunya. Jika gurunya sudah berakhlak santun, secara otomatis santri akan meniru
akhlak yang dimilki gurunya.
 Metode Targhib dan Tarhib
Metode Targhib (pujian) tidak begitu dipraktekkan dalam proses
pembinaan akhlak santun di Madrasah DiniyahTarbiyatul Athfal Al-Ikhlas,
meningat mereka hampir tidak pernah melakukan pelanggaran dan sudah terbiasa
menaaati peraturan. Tetapi jika ditemukan santri yang kurang bersikap sopan atau
melanggar norma atau tidak berakhlak, setiap guru memiliki penyikapan yang
berbeda. Berikut beberapa penerapan metode Tarhib (hukuman):
“Ya pertama dikasih pengertian. Kalau bagi saya pribadi mbak, kalau
sudah dikasih pengertian satu, dua masih tidak ada perubahan, ya agak keras
sedikit lah. Dengan teguran atau yang lainnya. Misalkan anak itu berkata-kata
yang kotor, saya suruh untuk berdiri di depan teras madrasah atau bisa saya suruh
baca kitab di hadapan teman-temannya.”

“Kagem kula, lare tak timbali piyambak lanjeng tak paringi pangertosan
menawi tumindak kados niku lepat, supados larene mboten isin menawa ditegur
tg ngajeng rencang rencange kaliyan larene ugi gadhah raos dihargai dados
larene paham. Dados guru nggh onten adabe”
“Untuk saya, anak saya panggil sendiri kemudian saya kasih pengertian
bahwa perbuatan seperti itu salah, ini bertujuan agar anak tidak merasa malu
apabila ditegur didepan teman temannya, anak juga merasa dihargai dengan itu,
dengan seperti ini anak akan lebih paham. Jadi guru juga ada adabnya”
“Dalam pembelajaran, kalau biasanya itu kalau ramai saya beri
pertanyaan, tapi kalau beri pertanyaan ndak bisa jawab, nanti saya berikan
pemahaman bahwa ya itulah akibatnya orang yang tidak mendengarkan
keterangan dari guru, makanya kalau ada guru menerangkan itu harus
didengarkan. Disamping anda rugi itu juga merugikan temennya.”
Dalam memberikan kebijakan kepada santri, ustaz atau guru memang
tidak dengan perlakukan yang sama, karena hal itu disesuaikan dengan tingkat
ketidaksopanan dan karakteristik anak. Sehingga tidak terjadi kesalahpahaman
dalam pembinaan akhlak yang diketahui oleh anak serta orang tua, akibatnya
pembinaan akhlak itu sendiri mudah dilaksanakan.

3. Peran Madrasah Diniyah Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas dalam


Membina Akhlak Santun.
Penulis mendapatkan informasi akan pentingnya keberadaan madrasah
diniyah yang berperan dalam pembinaan akhlaqul karimah sebagai berikut:

a. Madrasah diniyah memberikan aktivitas yang positif melalui pembinaan


akhlak santun kepada generasi milenial.
“Dari pembelajaran yang dilaksanakan di Madrasah Tabiyatul Athfal Al-
Ikhlas tidak hanya mengenai ilmu agama atau kitab-kitab yang diajarkan tapi juga
akhlak dibentuk disini sehingga menjadi kebribadian atau akhlak yang baik.”
Sebagaimana diungkapkan oleh salah satu ketua Madrasah Tabiyatul
Athfal Al-Ikhlas yaitu Bapak Arifin, bahwa anak-anak yang berada di Madrasah
Diniyah aktif belajar ilmu agama. Berbeda dengan anak-anak yang tidak
bersekolah di madrasah diniyah yang berkemungkinan aktivitasnya hanya
bermain bersama teman-temannya. Madrasah diniyah dalam hal ini menunjukkan
perannya dalam membina akhlak santun dengan memberikan kesempatan anak-
anak untuk melakukan kegiatan positif, sehingga anak-anak yang belajar di
madrasah diniyah lebih mudah utuk memiliki akhlak yang santun.

b. Madrasah diniyah menjadikan santri mengahargai orang tua dan bertutur kata
halus.
Dalam proses pembinaan akhlak di madrasah diniyah para santri diajarkan
untuk menggunakan bahasa krama halus sebagai bahasa komunikasi dengan para
guru atau ustaz dan sesama teman. Sehingga anak nantinya terbiasa untuk
berbicara santun kepada siapapun terutama kepada orang tua. Hal ini merupakan
bentuk dari akhlak santun.
“Kami membiasakan apabila telah memasuki pembelajaran, untuk
mencium tangan dengan guru. Saat pembelajaran juga kami menggunakan bahasa
krama inggil agar terdengar lebih halus sehingga saat mereka berbicara dengan
guru, orang tua atau orang yang lebih tua terdengar lebih sopan, kemudian disini
juga diajarkan agar mereka merendahkan pandangan agar terlihat rasa hormat
mereka kepada orang yang lebih tua.”
Sebagai contoh kecil, di Madarasah Diniyah Tarbiyatul Athfal Al Ikhlas
diajarkan salam dan cium tangan kepada orang yang lebih tua, dari hal ini
merupakan bagian kecil dari penanaman akhlak santun.

c. Memberikan pengajaran yang tidak didapatkan di luar Madrasah dan


memberikan perbedaan antara generasi milenial yang menuntut ilmu dengan
yang tidak menuntut ilmu.
Di dalam Madrasah Tabiyatul Athfal Al-Ikhlas memberikan pengajaran
sopan santun yang lebih mendalam dengan mengajarkan perbedaan bagaimana
sopan santun kepada orang yang muda dan dengan orang yang lebih tua dengan
tujuan untuk siap mengahapi kehidupan di masyarakat yang baik dan santun.
“Kan pembinaan akhlak adalah menanamkan sejak dini perilaku anak agar
mereka memiliki perilaku yang teratur dan terarah sesuai dengan Rasulullah saw.
biar nantinya mereka siap saat menghadapi kehidupan di dalam masyarakat.
Pengarahan pada tingkah laku disini punya tujuan biar mereka punya adab
terhadap orang tua dan teman-temannya yang diajarkan melalui teori yang
dijelaskan dari guru dan juga langsung dipraktekan di dalam pembelajaran.”

4. Pengakuan Generasi Millenial yang Menjadi Guru dan Santri di


Madrasah Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas.

a. Pengakuan generasi millenial yang menjadi guru di Madrasah Tarbiyatul


Athfal Al-Ikhlas
Guru atau ustaz di Madrasah Diniyah Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas islam
terdiri dari berbagai kalangan umur. Banyak dari mereka yang lahir tahun 1985-
1997. Hal ini menunjukkan ada guru atau ustaz di madrasah tersebut yang
termasuk bagian dari generasi milenial.
Menjadi guru atau ustaz bisa menjadi suatu terobosan baru dalam rangka
membangun akhlak generasi milenial, khususnya akhlak kesantunan terhadap
orang yang lebih tua. Seperti hasil waawancara dengan salah satu uztaz kelahiran
1997.
“Saya merasa sangat beruntung dengan menjadi guru di sini ya. Karena
saya kan ditunut untuk lebih memahami materi. Dan kaitannya dengan akhlak
santun, menjadi guru yang pasti membuat saya semakin paham bagaimana adab
pada orang tua. Jadi, menjadi guru saya sekaligus belajar tentang adab
kesantunan.” (Teguh Haryanto)
Penjelasan ustaz tersebut mengindikasikan bahwa melalui madrasah,
generasi milenial dapat terbentuk karakternya dengan memberikan mereka sebuah
kepercayaan. Dalam hal ini, generasi milenial diberi kepercayaaan untuk menjadi
guru atau ustaz untuk mengajar generasi selanjutnya (generasi Z). Dengan
memberi mereka sebuah kepercayaan, tentunya membuat mereka percaya diri
dalam memaksimalkan peran mereka sebaga milenial. Hal ini juga melatih mereka
bertanggung jawab.
Adapun dalam kaitannya dengan akhlak kesantunan, menjadi guru atau
ustaz menjadikan mereka terbiasa untuk menyesuaikan diri dengan kurikulum
yang mengharuskan untuk bertata krama. Mereka juga dipercaya menjadi teladan
bagi para santri, sehingga menjadikan mereka untuk selalu menampilkan yang
terbaik dan benar dalam bersopan santun terhadap orang yang lebih tahu.
Selain itu, jelas bahwa menjadi guru atau usta\az mengharuskan generasi
milenial untuk memahami materi. Tentunya ini bermanfaat dan menjadikan
generasi milenial yang menjadi guru atau ustaz mengetahu akhlak santun terhadap
orang yang lebih tua.

b. Pengakuan generasi milenial yang menjadi santri di Madrasah Diniyah


Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas
Diantara semua santri di Madrasah Diniyah Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas,
terdapat beberapa santri yang termasuk dalam kategori generasi milenial. Di
madrasah, mereka belajar dan juga diajarkan bagaimana akhlak santun yang
benar.
Madrasah Diniyah Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas menghasilkan
pembelajaran dan pembinaan akhlak yang sesuai ajaran islam. Adapaun berikut
ini pengakuan dari milenial yang menjadi santri.
“Sebelum saya masuk kedalam madrasah ini, saya merasa belum memiliki
akhlak yang baik. Tetapi setelah saya masuk kedalam madrasah ini, saya menjadi
tahu bagaimana akhlak yang baik, khususnya akhlak kesantunan. Dari madrasah
ini, saya belajar bagaimana adab terhadap orang tua yang benar.”(Zulfa Khaeru,
santri)
Para santri di sana juga mendapatkan banyak perilaku dan akhlak terpuji
yang terbangun dalam pembelajaran di Madrasah Diniyah Tarbiyatul Athfal Al-
Ikhlas, yaitu dari penggunaan bahasa santun (krama inggil) yang benar kepada
orang yang muda dengan orang yang lebih tua, terbentuk rasa disiplin dalam
menjalankan kewajiban, dan menumbuhkan rasa santun yang diperlukan untuk
bersosialisasi dalam bermasyarakat.

B. ANALISIS DATA

1. Analisis Pentingnya Akhlak Santun Generasi Milenial


Terhadap Orang yang Lebih Tua.
Dalam kehidupan sehari-hari, tentunya tidak lepas dari pergaulan dengan
orang lain, termasuk orang yang lebih tua. Islam memberikan perhatian yang
sangat besar mengenai pembinaan akhlak santun terhadap orang tua. Hal ini
dibuktikan dengan banyak ditemukannya di dalam al-qur’an tentang perintah-
perintah untuk melakukan kebaikan (berbakti) terhadap orang tua dan mencegah
kedurhakaan. Rasulullah juga mengajarkan dan mencontohkan untuk berakhlak
atau beradab santun terhadap orang yang lebih tua.
Islam juga telah mengajarkan bagaiamana adab yang benar saat bergaul
dengan orang yang lebih tua. Dalam hal ini,tentunya terdapat perbedaan adab
antara bergaul dengan orang yang lebih tua, teman sebaya, bahkan hingga anak
kecil. Untuk itulah, pembinaan akhlak penting dalam rangka memberikan
pemahaman kepada generasi milenial tentnag adab bergaul dengan orang tua.
Pembinaan akhlak penting dikarenakan saat ini banyak terjadi kasus-kasus
penyimpangan ahlak generasi milenial, terutama hilanganya akhlak bersikap
santun terhadap orang tua. Sebagi contoh misalnya, banyak generasi milenial
sekarang yang berbicara dengan orang yang lebih tua menggunakan bahasa kasar
dan bahkan sampai memukul bapak atau ibunya hanya karena keinginan yang
mengedepankan gengsinya itu tidak dipenuhi kedua orang tuanya.
Jika fenomena di atas dibiarkan terus terjadi tanpa adapanya pembinan
akhlak, dipastikan generasi milenial akan semakin rusak dan akan banyak
memakan korban akibat krisis moral. Agama akan kehialngan pemudah saleh atau
salehahnya dan bangsa akan hancur karena ulah tidak baik generasi mudanya.
Selain itu, lahir di era saat globalisasi dengan mudahnya masuk,
menjadikan generasi milenial rentan untuk mengalamai perubahan karakter dan
mencontoh karakter luar yang tidak sesuai ajaran islam. Hal ini tentunya sangat
membahayakan masa depan mereka juga kehidupan yang tentram. Maka dari itu,
pembinaan akhlak santun diperlukan untuk memberikan mereka pemahaman
mengenai adab atau akhlak santun yang benar. Sehingga, walaupun banyak
budaya luar masuk, jika mereka punya pegangan dan akhlak santun, tentunya hal
ini tidak akan mengubah karakter baik dan santun mereka.
Sebagai generasi yang bebas, tidak mau dikekang, dan telah sedikit banyak
terpengaruh budaya luar negeri, menjadikan perbedaan tersendiri dalam
pembinaaan akhlak dibandigkan generasi sebelum-sebelumnya. Hal ini jelas
menunjukkan bahwa sudah merupakan keharusan bagi kita untuk menemukan
metode yang baru dan inovatif sehingga dapat menundukkan watak keras generasi
milenial. Perlu adanya suatu terobosan baru dalam membangun akhlak mulia
untuk generasi milenial.

2. Analisis Proses Pembinaan Akhlak Santun Generasi Millenial


Terhadap Orang yang Lebih Tua.
Kegiatan-kegiatan di Madrasah Diniyah Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas
bertujuan untuk membentuk akhlak santun. Adapun beberapa kegiatan yang dapat
membentuk akhlak santun pada anak adalah sebagai berikut :
 Mencium tangan guru.
 Meggunakan bahasa jawa krama inggil.
 Menundukkan pandangan.
 Bagi perempuan berbicara dengan volume yang rendah.
 Tegur sapa apabila bertemu guru dimanapun.
Kegiatan diatas dapat membaangun akhlak karena dengan menerapkan
kegiatan seperti itu para santri, mau tidak mau harus melakukannya karena itu
sebuah peraturan, ini menjadi pembiasaan untuk para santri.
Seperti kutipan “Dipaksa, bisa, jadi terbiasa”. Kegiatan ini diwajibkan agar
para santri menjadi bisa, dengan harapan mereka akan menjadi terbiasa, dan dari
kebiasaan- kebiasaan ini maka akan terbentuklah akhlak yang santun. Dan jika ini
dilakukan berulang-ulang, santri tidak merasakan paksaan dan mereka dapat
melakukan tanpa adanya perintah, dengan kata lain mereka senang hati melakukan
itu, maka akan terbentuk kepribadian santun pada para santri.

3. Analisis Peran Madrasah Diniyah Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas


Dalam Pembinaan Akhlak Santun.
Madrasah sebagai bagian dari institusi syar’i mengemban amanat dalam
mencerdaskan dan membina akhlaqul karimah para peserta didik melalui
pendidikan. Hal ini dikarenakan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor
yang mematangkan kepribadian manusia sehingga pendidikan akhlak perlu
diintensifkan melalui berbagai macam metode pendidikan, baik melalui
pendidikan formal maupun nonformal, langsung maupun tidak langsung.
Salah satu bentuk dari pendidikan nonformal yang ada di Indonesia adalah
madrasah diniyah. Peran madrasah diniyah sebagai lembaga pendidikan Islam
untuk memperdalam ilmu agama Islam sangatlah penting. Kondisi masyarakat di
zaman sekarang khususnya generasi muda yang mulai dilanda krisis moral dan
akhlak yang terjadi saat ini tidak bisa dianggap remeh dan harus selalu
diupayakan penanggulangannya. Pemberian bekal pendidikan Agama Islam
adalah salah satu bentuk upaya yang bisa dilakukan melalui TPQ, madrasah
diniyah, majlis ta’lim, pengajian dan lain-lain.
Madrasah Diniyah Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas masih menunjukkan
eksistensinya dan menjadi bukti bahwa madrasah diniyah memberikan peranan
yang signifikan atas akhlak kesantunan yang terbentuk pada diri generasi muslim.
Hal ini dikarenakan penyelenggaraan madrasah diniyah bertujuan tidak hanya
memberikan wawasan agama Islam bagi para santrinya, namun juga membentuk
akhlak santun sebagai pewaris tugas Rasulullah. Dengan kata lain, Madrasah
Diniyah Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas berupaya tidak hanya menekankan pada
pemberian teori-teori secara lisan, tetapi juga dipraktikkan dalam amaliyah sehari-
hari. Dalam hal ini, peran Madrasah Diniyah Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas dalam
membina akhlak santun generasi milenial adalah sebagai berikut:
1) Memberi kepercayaan generasi milenial menjadi guru atau ustaz.
Dengan menjadikan generasi milenial menjadi guru atau ustaz di madarsah
diniyah membuat kepercayaan diri generasi milenial tumbuh. Dengan memberi
mereka tanggung jawab sebagai ustaz/guru, juga dapat membantu mereka berlatih
sekaligus belajar akhlak yang baik, khususnya akhlak pada orang yang lebih tua.
2) Mengajak generasi milenial belajar di madrasah.
Madrasah sangat berperan dalam memberikan pembelajaran yang positif
pada generasi milenial. Dengan mengajak generasi milenial belajar di madrasah,
mereka menjadi mengetahui adab bersopan santun pada orang yang lebih tua.
Generasi milenial di sana mendapatkan banyak perilaku dan akhlak
terpuji yang terbangun dalam pembelajaran di Madrasah Diniyah Tarbiyatul
Athfal Al-Ikhlas, yaitu dari penggunaan bahasa santun (krama inggil) yang benar
kepada orang yang muda dengan orang yang lebih tua, terbentuk rasa disiplin
dalam menjalankan kewajiban, dan menumbuhkan rasa santun yang diperlukan
untuk bersosialisasi dalam bermasyarakat yang tidak didapatkan di dalam
pendidikan formal. Tujuannya agar generasi milenial dapat dan mau memelihara
akhlak santunnya lebih baik, madrasah lebih baik, lebih baik madrasah!

3) Madrasah diniyah menjadikan santri mengahargai ulama atau orang yang


lebih tua dan bertutur kata halus.
Madrasah Diniyah Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas mengajarkan dan
membiasakan para santrinya untuk bertata krama kepada orang yang lebih tua,
termasuk gur,ustaz. Dengan berbagai usaha pembinaan akhlak yang dilakukan
dengan beberapa metode, maka akhlak kesantunan berhasil dimiliki oleh para
santri Madrasah Diniyah Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas. Dalam setiap aktivitas,
terlihat para santri menghormati para ustaz dengan bertutur kata saat berbicara,
tidak mendahului saat ustaz berjalan, dan melaksanakan setiap perintah yang
diberikan oleh ustaz. Ketika kebiasaan-kebiasaan baik tersebut dilaksanakan
secara berulang, maka terbentuklah suatu akhlak santun.

C. KETERBATASAN PENELITIAN
Peneliti merasa masih banyak hal yang menghambat dan menjadi kendala
dalam penelitian ini. Hal itu terjadi bukan karena faktor kesengajaaan, tetapi
karena adanya keterbatasan dalam melakukan penelitian. Diantara keterbatasan
dalam penelitian ini adalah:
1. Keterbatasan dalam waktu penelitian.
Hasil penelitian ini hanya sebatas pada waktu di mana penelitian dilakukan,
tidak selalu sama dengan waktu yang berbeda. Sehingga penelitian ini belum tentu
dapat digunakan dalam waktu yang berbeda.
2. Keterbatasan dalam objek penelitian.
Dalam penelitian ini, peneliti hanya meneliti tentang peran Madrasah
Diniyah Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas dalam pembinaan akhlak kesantunan. Oleh
karena itu kemungkinan ada perbedaan hasil penelitian jika dilakukan pada objek
penelitian yang lain.
3. Keterbatasan kemampuan.
Dalam melakukan penelitian tidaklah lepas dari pengetahuan. Dengan
demikian peneliti menyadari keterbatasan kemampuan khusunya dalam
pengetahuan untuk membuat karya ilmiah. Tetapi peneliti sudah berusaha
semaksimal mungkin untuk melaksanakan penelitian sesuai dengan kemampuan
keilmuan serta bimbingan dan arahan dari guru pembimbing.
Dari berbagai keterbatasan yang peneliti paparkan diatas, maka dapat
dikatakan dengan sejujurnya bahwa inilah kekurangan dari penelitian yang
peneliti lakukan di Madrasah Diniyah Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas. Meskipun
banyak hambatan yang dihadapi dalam melakukan penelitian ini, namun peneliti
bersyukur penelitian ini dapat selesai dengan lancar.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan pembahasan mulai
dari bab pertama sampai bab empat beserta analisisnya, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Madrasah Diniyah Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas telah berupaya membina
akhlak kesantunan para santrinya, hal ini dilakukan dengan beberapa
metode, yaitu metode pemahaman, metode Pembiasaan, metode Uswatun
Hasanah (Teladan yang Baik), dan metode Targhib dan Tarhib (Pujian dan
Hukuman).
2. Melalui proses pembinaan akhlak diatas, maka didapatkan hasil yang
signifikan atas akhlak para santri. Artinya para santri Madrasah Diniyah
Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas memiliki akhlak santun terhadap orang yang
lebih tua. Hal ini dikarenakan madrasah diniyah memiliki peran-peran
sebagai berikut:
a. Memberikan aktivitas yang positif melalui pembinaan akhlak santun kepada
generasi milenial.
b. Menjadikan santri mengahargai orang tua dan bertutur kata halus.
c. Memberikan pengajaran yang tidak didapatkan di luar madrasah dan
memberikan perbedaan antara generasi milenial yang menuntut ilmu dengan yang
tidak menuntut ilmu.
3. Madrasah diniyah menjadikan generasi milenial berakhlak santun,
sehingga dapat menghargai orang yang kebih tua, menjadikan para santri
bertutur kata halus, menjadikan para santri disiplin, dan terdapat perbedaan
dimana anak yang mengikuti madrasah diniyah lebih unggul dari anak
yang tidak mengikuti madrasah diniyah.

B. Saran
1. Saran bagi madrasah
Madrasah sebagai tempat peserta didik melakukan pembelajaran,
diharapkan memberikan fasilitas dan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan
peserta didik sehingga melancarkan proses pembelajaran. Selain itu, pihak
pengelola Madrasah hendaknya memberikan peraturan yang sedikit mengikat bagi
para ustaz atau guru kaitannya dengan pembinaan akhlak, sehingga tujuan
madrasah dalam pembinaan akhlaqul karimah lebih mudah untuk dicapai.
2. Saran bagi guru
Guru sebagai pemberi informasi sekaligus pendidik dan pembimbing
dalam proses pembelajaran harus mampu menggunakan metode yang bervariasi
tetapi seefektif mungkin dan menggunakan seluruh kompetensi (kemampuan)
yang dimiliki, kemudian guru diharapkan lebih disiplin kaitannya waktu
pelaksanaan pembelajaran.
3. Saran bagi generasi milenial
Generasi milenial memiliki peranan penting dalam kemajuan agama dan
bangsa. Untuk itu, mereka harus memiliki akhlaqul karimah, khususnya akhlak
kesantunan. Sebaiknya, selain belajar di sekolah, generasi milenial juga perlu
belajar agama di madrasah diniyah, mengingat contoh dari Madrasah Diniyah
Tarbiyatul Athfal Al-Ikhlas yang sukses mendidik generasi milenial di sekitarnya.

C. Kata Penutup
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini merupakan sebuah karya
sederhana yang memungkinkan banyak ditemukan kekurangan. Oleh karena itu,
kritik dan saran dari setiap pembaca sangat penulis harapkan untuk memperbaiki
karya selanjutnya. Meskipun demikian, penulis berharap semoga hasil karya ini
dapat memberi manfaat dan inspirasi bagi penulis sendiri dan pembaca.
Aamiin
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Nasih Ulwan. 1981. Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam. Semarang:
Asy-Syifa‟.
------------------. 1992. Pedoman Anak menurut Islam: Pendidikan Sosial Anak.
Semarang: Asy-Syifa‟.
Ahmad Syarifuddin. 2008. Mendidik Anak Membaca, Menulis dan Mencintai
AlQur’an. Jakarta: Gema Insani.
Bencsik, A., Csikos, G., & Juhaz, T. (2016). Y and Z Generations at Workplaces.
Journal of Competitiveness, 8(3), 90–106. https://doi.org/10.7441/joc.2016.03.06

Bencsik, A., & Machova, R. (2016, April). Knowledge Sharing Problems from the
Viewpoint of Intergeneration Management. In ICMLG2016 - 4th International
Conferenceon Management, Leadership and Governance: ICMLG2016 (p.42).
Academic Conferences andpublishing limited.

Caspi, A., & Roberts, B. W. (2001). Personality development across the life
course: The argument for change and continuity. Psychological Inquiry, 12(2),
49–66. doi:10.1207/S15327965 PLI1202_01.
Abdullah, M. Amin. 2002. “Antara al Ghazali dan Kant : Filsafat Etika Islam”,
Cet. I. Bandung: Mizan.
Ahmad, Zainal Abidin. 1975. “Riwayat Hidup Imam Al-Ghazali”, Jakarta: Bulan
Bintang. Amin, Ahmad. 1983. “Etika, Ilmu Akhlak”, cet III, (terj)
K, H, Farid Ma‟ruf dari, Al-Akhlak,Jakarta,Bulan Bintang. Amin, Maswardi
Muhammad. 2011. “Pendidikan Karakter Anak Bangsa”, Jakarta ; Baduose
Media Jakarta.
Asmara, AS. 1994. “Pengantar Tsawuf”. PT. Raja Grafindo, Persada __________
1992. “Pengantar Studi Akhlak”, Jakarta: Rajawali Pers

Anda mungkin juga menyukai