Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH Solusi untuk Tanah yang Menyempit

karena Pembangunan Industri dan Sejenisnya


NAMA : JOVANT ARRYZONA PUTRA PRAMUDYA
KELAS : X MIA 1
NO ABSEN : 19

Alih fungsi lahan pertanian terus terjadi menjadi kawasan


perkebunan, industri dan perumahan. Meski telah memiliki
UU yang mengatur larangan alih fungsi lahan pertanian
sejak beberapa tahun lalu, saat ini kurang dari separuh
kabupaten/kota menindaklanjutinya.
Aba Kumbara, petani, tengah berjalan di pematang sawah di Kampung caringin,
Desa Sukamakmur, Cikarang Utara. Dia baru saja menyelesaikan pekerjaannya
merawat tanaman yang mulai ditumbuhi bulir-bulir padi.
Bersama dengan puluhan petani, Aba mengelola lahan seluas lebih dari 400 hektar
dan masih mempertahankannya meski sudah banyak lahan pertanian yang beralih
menjadi perumahan.
 Apakah kebijakan pemerataan ekonomi Presiden Jokowi tepat sasaran?
 Kasus beras: Dari penggerebekan hingga harga yang ‘mencekik petani’
 Tanpa dihadiri SBY, pidato Jokowi akui pembangunan 'belum merata'
Aba mengatakan masih mendapatkan keuntungan dari pertanian walaupun sedikit,
menjadi alasan utama dalam mempertahankan sawahnya. Dia bisa memahami para
petani yang melepas lahan miliknya karena kebutuhan biaya untuk perawatan dan
penghasilan yang tak seimbang.
"Biasanya pertama kondisi tanah kurang bagus, juga udah ga seimbang antara
pengolahan tanah sampai dengan hasil panen dengan biaya udah ga sama, dengan
pupuk dan obat-obatan makin mahal , petani itu banyak menjual karena kebutuhan
hidup, taraf kehidupannya semakin menurun," kata Aba.
Sejak awal 1990an, pembangunan kawasan perumahan dan industri yang
meningkat di kawasan Kabupaten Bekasi- terutama Cikarang - yang menyebabkan
lahan pertanian semakin menyusut.
'Lahan abadi'
Data Dinas Kabupaten Bekasi lahan pertanian menyusut sekitar 1.500 hektar per
tahun, pada 2014 masih ada 52.000 hektar, sementara pada 2017 ini jumlahnya
berkurang menjadi 48.000. Lahan-lahan pertanian ini beralih menjadi kawasan
perumahan ataupun industri.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bekasi Abdullah Karim mengatakan tengah
berupaya untuk menghentikan laju peralihan lahan pertanian menjadi perumahan
ataupun industri.
Karim menyebutkan tengah menyusun rancangan peraturan daerah atau raperda
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan atau LP2B, yang ditargetkan selesai pada
akhir tahun ini.
"Dalam raperda ini kita batasi lahan abadi yang tidak boleh dialih fungsi dari lahan
pertanian itu kita batasi 33 hektar, jadi itu yang dipertahankan melalui regulasi
Sudah ditentukan di 13 kecamatan paling banyak itu Desa Perbayuran, Sukawangi,
Sukatani," jelas Karim.
Karim mengatakan para petani yang lahanya masuk dalam kawasan lahan
pertanian pangan berkelanjutan akan diberikan kompensasi.
"Rencananya akan ada kompensasi untuk petani pemilik sawah, berupa bantuan
lebih banyak, lantas dari segi pajak PBB mungkin ada pengurangan ada insentif
untuk para petani," kata dia.
Dinas Pertanian Kabupaten Bekasi memastikan raperda sudah melewati proses
kajian akademik, pemetaan dan sedang dalam tahap pembahasan.
Petani di Cikarang, Aba menyambut baik rencana penetapan ini, tetapi penentuan
lahan harus dengan kajian yang akurat dan juga petani harus diberi kompensasi.
"Ada lahan hijau dan kuning, kalau bisa dipertahankan untuk lahan hijau karena
layak untuk daerah pertanian untuk swasembada pangan, kalau diubah dalam perda
untuk menjadi daerah kuning bisa untuk permukiman," jelas Aba.
Dia pun berharap kompensasi berupa benih, pupuk bersubsidi ditingkatkan untuk
para petani yang sawahnya masuk dalam daftar lahan pertanian yang tak boleh
dialihfungsikan.
"Selain itu aliran irigasi juga harus diperbaiki agar hasil panen padinya lebih bagus
lagi," ungkap Aba.
Perlindungan sulit diterapkan
Tak hanya kabupaten Bekasi tetapi di daerah yang menjadi lumbung pangan
seperti Karawang dan Subang. Data Kementerian Pertanian menunjukkan luas
lahan sawah 44% berada di Pulau Jawa memiliki luas lahan sawah 3,4 juta hektar,
dari total persawahan di Indonesia mencapai 7,74 hektar.
Meski perlindungan lahan pertanian telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 41
tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan
sejumlah aturan turunannya telah diterbitkan pada 2012 lalu, tetapi dalam
pelaksanaannya masih menemui hambatan.
"Baru sekitar 215 dari 600an kabupaten/kota yang menetapkan, itu pun kita harus
ketat memperhatikannya karena persepsi daerah berbeda-beda tentang lahan
pertanian yang berkelanjutan, ini yang harus dikawal, "jelas Direktur Jenderal
Prasarana dan Sarana Pertanian Pending Dadih Permana.
Dadih juga mengatakan seringkali yang menghambat pelaksanaan lahan pertanian
berkelanjutan ini karena adanya perbedaan persepsi antar pejabat di daerah.
"Karena dinas pertanian itu perangkatnya bupati seringkali dinas pertanian tidak
maksimal memberikan masukan, walaupun ini merupakan amanat undang-
undang," jelas Dadih.
Dosen Institut Pertanian Bogor IPB Dwi Andreas Santosa memperkirakan lahan
pertanian di Pulau Jawa yang paling banyak beralih fungsi, dan pemeirntah daerah
tidak terlalu memperhatikan UU tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan dalam menyusun tata ruangnya.
"Kenyataan di daerah-daerah kemudian mereka dalam proses penyusunan RT RW
dan proses lain terkait dengan tanah tidak terlalu memperhatikan UU itu kalau
lahan sawah dibiarkan jadi lahan sawah dan pertanian otomatis pemasukan PAD
(Pendapatan Asli Daerah) kan tidak begitu besar," jelas Dwi.
Dengan mengalihkan lahan pertanian menjadi permukiman dan industri akan lebih
mendatangkan keuntungan bagi pemasukan daerah, terutama dari sektor pajak.

Cetak lahan pertanian baru


Dwi menyebutkan kajian terhadap data BPS pada 2003-2013 menunjukkan
508.000 hektar lahan pangan telah berpindah kepemilikan.
"Di daerah dari yang ada 500 ribu katakanlah produktivitas sekiar 3 juta ton gabah
kering panen per musim, atau 1,5 juta ton beras," jelas Dwi.
Untuk mengimbangi laju alih fungsi lahan pertanian dan mendukung swasembada
pangan, pemerintah juga melakukan pencetakkan sawah baru.
"132 ribu yang tercetak memang telah dimanfaatkan oleh masyarakat, tapi
namanya cetak sawah baru tentu kondisinya tidak sama dengan sawah yang lama,"
jelas Dadih.

Anda mungkin juga menyukai