Anda di halaman 1dari 16

BUKU PEDOMAN HEMODIALISA

RSUD DOLOKSANGGUL

2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan masalah besar di Indonesia. Prevalensi PGK di
Indonesia dilaporkan sebanyak 12,5% dari populasi dewasa. Diperkirakan saat ini terdapat
sekitar 80.000 pasien yang memerlukan pengobatan pengganti ginjal di Indonesia. Sedangkan
tindakan hemodialisis di Indonesia baru mendekati angka 15.000 orang pada tahun 2010.
Sehingga jumlah pasien yang belum terlayani sangatlah besar.
Pada usia anak, belum ada data nasional mengenai angka kejadian PGK maupun jumlah
pasien yang memperoleh pengobatan pengganti ginjal. Data lokal di ……. Jakarta (tahun
1991-1995) menyebutkan angka kejadian PGK pada anak sebesar 4,9% dari 668 penderita
penyakit ginjal yang dirawat inap, dan 2,6% dari 865 penderita penyakit ginjal yang berobat
jalan. Belum semua anak yang terindikasi memperoleh pengobatan pengganti ginjal, dapat
menjalani dialisis atau transplantasi ginjal akibat keterbatasan fasilitas dan sumber dana.
Sementara studi epidemiologi di Jepang melaporkan angka kesintasan yang cukup besar yaitu
77%, jika dialisis atau transplantasi ginjal dapat dilakukan pada anak yang mengalami gagal
ginjal terminal (GGT). Terapi definitif pada kasus GGT adalah transplantasi ginjal, namun
pelaksanaan transplantasi tersebut memerlukan kesiapan orangtua baik secara psikologis
maupun finansial. Oleh sebab  itu upaya pengadaan pelayanan hemodialisis pada anak mutlak
diperlukan, untuk memberikan angka kesintasan yang baik bagi anak dengan GGT,
sementara menanti kesiapan tindakan transplantasi ginjal.
Melihat besarnya jumlah tindakan dan kecenderungan peningkatan jumlah pasien yang
memerlukan dialisis, maka sangatlah penting bagi dokter untuk memperhatikan kualitas
pelayanan dengan cara menerapkan manajemen dan penatalaksanaan terpadu yang dibantu
oleh tenaga medik dan paramedik lainnya.

B. Tujuan
Buku panduan ini bertujuan untuk memberikan suatu pedoman dalam pelaksanaan pelayanan
hemodialisis sehingga didapatkan suatu pelayanan yang baku, berkualitas dan komprehensif.

C. Ruang Lingkup
Unit kerja hemodialisis baik untuk pasien dewasa maupun anak yang sedang menjalani
hemodialisis rutin maupun akut.

D. Dasar Hukum
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 812/Menkes/Per/VII/2010 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Dialisis pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
BAB II
KETENTUAN UMUM

A. Pengertian Pelayanan Hemodialisis


Hemodialisis (HD) adalah salah satu terapi pengganti ginjal yang menggunakan alat khusus
dengan tujuan mengatasi gejala dan tanda akibat laju filtrasi glomerulus yang rendah
sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.

Pelayanan HD terdiri dari:


1. HD rutin (Maintenance Hemodialysis)
Pelayanan HD rutin diberikan kepada pasien PGK stadium 5 dalam kondisi yang stabil
dan telah disetujui untuk mendapatkan terapi pengganti ginjal rutin.
2. HD akut
Pelayanan HD akut diberikan baik kepada pasien dalam kondisi yang tidak stabil yaitu
pasien PGK maupun bukan PGK yang dikarenakan kondisi tertentu mengalami penurunan
fungsi ginjal mendadak sehingga memerlukan dialisis.

B. Struktur Organisasi

Direktur Utama

Direktur Keuangan Direktur Medik dan Keperawatan Direktur Umum dan Operasional

Direktur Pengembangan dan Pemasaran Direktur SDM dan Pendidikan

Kepala Departemen Ilmu Penyakit Dalam Instalasi Rawat Jalan

Divisi Ginjal Hipertensi Kepala Unit Hemodialisis Departemen Anak

Unit Hemodialisis IGD

ICU

Instalasi Sanitasi Teknisi Mesin DPJP ruang HD Administrasi Gizi

Instalasi Farmasi CSSD Dokter Pelaksana HD Provider Laboratorium

Perawat Mahir HD

Keterangan:
Garis Koordinasi
C. Pengorganisasian

IMPROVEMENT
PROCESS Pengendalian Perbaikan Pembahasan kasus
dokumen berkesinambungan bermasalah/kematian

CORE PROCESS
Dokter Poliklinik/Ruangan: Discharge planning
Internal: Informed consent HD
P Ruang rawat gedung Skrining infeksi P
A A Penimbangan berat badan A
S Ruang rawat Anak pasca-HD (pasien stabil) S
I ULB Bagian Penjadwalan unit HD
I
E ICUDewasa & anak untuk mendapatkan jadwal HD Pelaksanaan HD: E
ICCU Persiapan alat dan
N N
URJT Persetujuan HD bahan
IGD dari Konsultan TU Unit HD: Evaluasi sebelum
M PJT K
penjelasan syarat dilakukan HD
A Kencana Memulai prosedur HD E
administrasi dan biaya
S Monitoring L
U Terminasi HD U
K Eksternal: Informed consent HD A
Rujukan RS lain Pengisian rekam medik oleh dokter Penimbangan berat badan R
Travelling Dialysis jaga ruang HD dan perawat pre-HD (pasien stabil)

SUPPORTING
PROCESS Water treatment Teknisi Instalasi Gizi Laboratorium
Instalasi Sanitasi system Mesin

Penanganan Dialyzer reuse


CSSD Provider Instalasi Farmasi
limbah

D. Ketenagaan
Ketenagaan pelayanan hemodialisis terdiri dari:
1. Tenaga medis: Kepala Unit Hemodialisis, Dokter SpPD Konsultan Ginjal
Hipertensi, Dokter SpPD yang bersertifikat HD, Dokter Spesialis Anak
Konsultan Nefrologi, Peserta Pendidikan Dokter Spesialis
2. Perawat mahir HD
3. Teknisi mesin
4. Tenaga administrasi
5. Dan tenaga pendukung lainnya
E. Kompetensi
1. Kepala Unit Hemodialisis adalah Dokter SpPD-KGH.
2. Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) hemodialisis adalah Dokter SpPD-
KGH dan/atau Dokter SpPD yang telah mempunyai sertifikat pelatihan HD di
pusat pendidikan yang terakreditasi dan disahkan oleh PB PERNEFRI, serta
Dokter SpA(K).
3. Dokter pelaksana hemodialisis adalah Peserta Pendidikan Dokter Spesialis Sp-I.
4. Perawat mahir HD adalah Perawat yang bersertifikat pelatihan HD di pusat
pendidikan yang terakreditasi dan disahkan oleh PB PERNEFRI.

F. Klasifikasi dan Uraian Tugas


1. Kepala Unit
Seorang Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Ginjal Hipertensi (Dokter
SpPD-KGH) yang diakui oleh PERNEFRI, bertugas sebagai Kepala Unit
sekaligus Supervisor. Disamping itu juga dapat bertugas sebagai Dokter
Penanggung jawab Unit Dialisis dan/atau Dokter Pelaksana Unit Hemodialisis.
2. Penanggung jawab
Seorang Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Ginjal Hipertensi (Dokter
SpPD-KGH) dan/atau Dokter Spesialis Penyakit Dalam (Dokter SpPD) yang
telah mempunyai sertifikat pelatihan HD di pusat pendidikan yang terakreditasi
dan disahkan oleh PB PERNEFRI serta Dokter Spesialis Anak Konsultan
(Dokter SpA(K)). Disamping itu juga dapat bertugas sebagai Dokter Pelaksana
Unit Hemodialisis.
3. Dokter Pelaksana
Peserta Pendidikan Dokter Spesialis Sp-I Penyakit Dalam yang sedang
menjalani stase di Divisi Ginjal Hipertensi dan PPDS Sp-I Departemen Ilmu
Kesehatan Anak Divisi Nefrologi.
4. Perawat Mahir
Perawat yang telah menempuh pendidikan khusus dialisis dan perawat ginjal
intensif di pusat pelatihan dialisis yang diakui PERNEFRI.
5. Teknisi
Petugas teknik khusus mesin HD yang disediakan oleh provider. Bertugas untuk
menyiapkan mesin dan perlengkapannya, menjalankan dan merawat mesin
dialisis dan pengolah air.

BAB III
MATERI DAN ISI PANDUAN

A. Konsep Pelayanan Hemodialisis


1. Dilakukan secara komprehensif
2. Pelayanan dilakukan sesuai standar
3. Peralatan yang tersedia harus memenuhi ketentuan
4. Semua tindakan harus terdokumentasi dengan baik
5. Harus ada sistem monitor dan evaluasi

B. Prosedur Pelayanan Hemodialisis


1. Tindakan inisiasi hemodialisis (HD pertama) dilakukan setelah melalui
pemeriksaan/konsultasi dengan Konsultan Ginjal Hipertensi atau Konsultan
Nefrologi Anak atau Dokter Spesialis Penyakit Dalam (Dokter SpPD) yang telah
bersertifikat HD.
2. Skrining infeksi: HBsAg, AntiHCV, AntiHIV.
3. Tindakan HD pertama kali pada dewasa maupun anak memerlukan waktu kurang
lebih 1-3 jam.
4. Setiap tindakan hemodialisis rutin pada dewasa dan anak terdiri dari:
- Persiapan pelaksanaan hemodialisis: 30 menit
- Pelaksanaan hemodialisis: 5 jam
- Evaluasi pasca hemodialisis: 30 menit
Sehingga untuk setiap pelaksanaan hemodialisis rutin diperlukan waktu mulai dari
persiapan sampai dengan waktu pasca hemodialisis minimal 6 jam.
5. Tindakan hemodialisis akut pada dewasa dan anak mempertimbangkan kondisi
hemodinamik (kardiovaskular). Apabila tidak memungkinkan dilakukan HD maka
dapat dilakukan modalitas terapi lain seperti SLED ataupun CRRT.
6. Setiap pasien HD rutin wajib dilakukan pemantauan hemodinamik minimal setiap
1 jam oleh perawat.
7. Pasien dengan kondisi yang tidak stabil dilakukan monitoring yang lebih ketat.
8. Harus memberikan pelayanan sesuai standar profesi dan memperhatikan hak
pasien termasuk membuat informed consent.

C. Alur Pasien dalam Pelayanan Hemodialisis


Pasien hemodialisis ……. dapat berasal dari:
1. Instalasi Rawat Jalan
2. Instalasi Rawat Inap (termasuk ruang rawat intensif)
3. Instalasi Gawat Darurat
4. Rujukan dari Rumah Sakit/Institusi Kesehatan lainnya

Kegiatan selanjutnya adalah:


1. Pemeriksaan/penilaian/asesmen
2. Hemodialisis
3. Bisa dikembalikan ke tempat semula/Dokter pengirim
4. Diberikan discharge planning setiap akhir sesi dialisis

D. Persyaratan Minimal Obat dan Alat Kesehatan Habis Pakai

OBAT
No. Nama Obat Satuan Kekuatan
1 Adrenalin HCL Ampul 1 mg
2 Dexamethason Flacon 10 mg
3 Dopamine Ampul 50 mg dan 200 mg
4 Dobutamin Ampul 250 mg
5 KCl 1 Meq/ml Flacon 25 ml
6 Heparin 5.000 IU Vial 5.000 IU/ml
7 Protamin Sulfat Ampul 50 mg/ml
8 Bikarbonat Natrikus 8,4% Flacon 25 ml dan 100 ml
9 Anti Histamin Ampul
10 Clonidin Ampul 0,15 mg
11 Dextrose 40% Flacon 25 ml
12 Diazepam Ampul 10 mg
13 Lidocain HCl 2% Ampul 20 mg/ml
14 NaCl 0,9% Kolf 500 ml
15 Dextrose 5% dan 10% Kolf 500 ml
16 Nicardipin Ampul 10 mg, 20 mg
17 Nitrogliserin Ampul 5 ml, 10 ml
18 Nifedipin Tablet 5 mg
19 Captopril Tablet 12,5 mg
20 Isosorbid Dinitrate Tablet 5 mg
21 Paracetamol Tablet 500 mg
22 H2O2 Larutan 3%
23 Iodine Povidone Larutan 10%
24 Antiseptic (Salvon, Larutan
Hibiscrub, dll)
25 Alkohol 70% Larutan

ALAT KESEHATAN HABIS PAKAI


No. Nama Alat Kesehatan
1 Hollow fiber berbagai ukuran
2 Blood line
3 Jarum dialisis
4 Disposable syringe
5 Kassa steril
6 Blood set
7 Masker disposable
8 Sarung tangan steril
9 Apron disposable
10 Plester
11 Oksigen tabung
12 Havox/Sunclin (untuk desinfektan mesin sesuai dengan petunjuk
pabrik)
13 Campuran Perasetic acid dan H2O2 (untuk dialiser proses ulang)
E. Persyaratan Minimal Bangunan dan Prasarana
1. Unit hemodialisis mempunyai bangunan dan prasarana yang sekurang-kurangnya
terdiri dari:
a. Ruangan hemodialisis:
- Ruangan hemodialisis sekurang-kurangnya mempunyai kapasitas
untuk 4 mesin hemodialisis.
- Rasio mesin hemodialisis dengan luas ruangan sekurang-kurangnya
sebesar 1:8 m2.
b. Ruangan isolasi untuk pasien Hepatitis B. Tidak diwajibkan untuk
menyediakan ruangan isolasi khusus untuk kasus infeksi lain seperti TB, avian
influenza, dan-lain-lain.
c. Ruangan pemeriksaan/konsultasi
d. Ruangan dokter
e. Ruangan perawat (nurse station)
f. Ruangan reuse
g. Ruangan pengolahan air (water treatment)
h. Ruangan sterilisasi alat
i. Ruangan penyimpanan obat
j. Ruangan pimpinan
k. Ruangan administrasi
l. Ruangan pendaftaran/penerimaan pasien dan rekam medik
m. Ruang penunjang non medik yang sekurang-kurangnya terdiri dari pantry,
gudang peralatan, tempat cuci.
n. Ruang tunggu keluarga pasien
o. Toilet yang masing-masing terdiri dari toilet untuk petugas, toilet untuk
pasien, dan toilet untuk penunggu pasien.
p. Spoelhok
2. Seluruh ruangan harus memenuhi persyaratan minimal untuk kebersihan,
ventilasi, penerangan, dan mempunyai sistem keselamatan kerja dan kebakaran.
3. Mesin hemodialisis yang digunakan dalam pelayanan harus dikalibrasi secara
berkala sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4. Mempunyai fasilitas listrik dan penyediaan air bersih (water treatment) yang
memenuhi persyaratan kesehatan.
5. Mempunyai sarana untuk mengolah limbah dan pembuangan sampah sesuai
peraturan yang berlaku (septic tank besar/rujukan limbah padat infeksius).
6. Dianjurkan memiliki fasilitas akses internet agar dapat mengirim laporan berkala
ke manajemen rumah sakit dan PERNEFRI Pusat (Indonesian Renal Registry).

F. Persyaratan Minimal Peralatan


Satu unit hemodialisis mempunyai peralatan meliputi:
1. Sekurang-kurangnya 4 mesin hemodialisis yang siap pakai dan jenis mesin
hemodialisis tersebut harus terdaftar di Departemen Kesehatan.
2. Tempat tidur/kursi untuk tempat pasien yang sedang menjalani hemodialisis.
3. Peralatan medik standar seperti stetoskop, tensimeter, timbangan berat badan, dan
sebagainya dengan jumlah sesuai kebutuhan.
4. Peralatan resusitasi kardipulmoner yang sekurang-kurangnya terdiri dari ambu
viva, defibrillator, suction, endotracheal tube.
5. Peralatan reuse dialiser manual atau otomatik.
6. Peralatan pengolahan air sehingga air untuk dialisis memenuhi standar
Association for the Advancement of Medical Instrumentation (AAMI).
7. Peralatan sterilisasi alat medis.
8. Generalor listrik berkapasitas sekurang-kurangnya sebesar kebutuhan untuk
menjalankan mesin hemodialisis yang ada.
9. Peralatan pemadam kebakaran.
10. Peralatan komunikasi eksternal (telepon dan fax).
11. Peralatan untuk kegiatan perkantoran.
12. Peralatan untuk mengelola limbah dan sampah.
13. Perlengkapan dan peralatan lain sesuai kebutuhan.

G. PATIENT SAFETY
1. Pengendalian Infeksi
Unit dialisis wajib menyediakan dan memonitor kesehatan lingkungan untuk
meminimalkan transmisi agen infeksius didalam dan antar unit serta rumah sakit
di sekitarnya atau kawasan publik lainnya.

Pencegahan transmisi infeksi diantara pasien hemodialisis meliputi:


a) Pengendalian infeksi di unit hemodialisis
- Pengendalian infeksi ditujukan untuk mencegah transmisi virus
bloodborne dan bakteri patogenik lainnya diantara pasien.
- Pemeriksaan serologik rutin untuk infeksi virus Hepatitis B.
- Vaksinasi Hepatitis B.
- Isolasi pasien dengan hasil HBsAg positif.
b) Surveilans untuk mencari infeksi dan efek samping lainnya.
c) Pelatihan dan edukasi pengendalian infeksi.

2. Kualitas Air dan Dialisat


Kondisi ini mengacu pada standar Association for the Advancement of Medical
Instrumentation (AAMI).
Kemurnian air. Kadar maksimum kontaminan kimiawi yang diperbolehkan
dalam air yang dipakai untuk persiapan dialisat dan konsentrat bubuk di fasilitas
dialisis dan untuk memproses ulang dialiser disajikan pada tabel dibawah ini.

Pihak supplier water treatment system wajib merekomendasikan suatu sistem


yang mampu memenuhi standar tersebut pada saat instalasi diberikan analisis air.
Setelah instalasi water treatment, penyimpanan dan sistem distribusi, user
bertanggung jawab untuk monitoring kontinyu kadar kontaminan kimiawi di
dalam air dan harus memenuhi standar AAMI. Pemeriksaan kontaminan kimiawi
dilakukan setiap enam bulan.
Bakteriologi air. Air yang dipakai untuk persiapan dialisat atau konsentrat bubuk
di fasilitas dialisis dan untuk memproses ulang dialiser wajib memiliki kadar
bakteri (total viable microbial count) kurang dari 200 CFU/ml dan kadar
endotoksin kurang dari 2 EU/ml.
Direktur operasional bertanggung jawab untuk menjamin supplier agar dapat
memenuhi persyaratan tersebut pada saat instalasi dilakukan baik pada water
treatment system, penyimpanan dan distribusi.
Pemeriksaan bakteri dan endotoksin wajib dilakukan satu bulan sekali.
Bakteriologi dialisat ultrapure. Dialisat ultrapure harus mengandung total viable
microbial count kurang dari 0.1 CFU/ml dan kadar endotoksin kurang dari 0.03
EU/ml.
User bertanggung jawab untuk monitoring bakteriologi dialisat setelah instalasi.
Prasarana. Fasilitas dialisis wajib mengembangkan rencana cadangan apabila
sistem pemurnian air dan distribusinya mengalami kegagalan.
Sistem pemurnian air. Sistem pemurnian air terdiri dari 3 bagian dasar: bagian
pre-treatment (sediment filter, cartridge filter, softener, dan carbon adsorption
bed), proses pemurnian primer (reverse osmosis) dan deionisasi dan ultrafiltrasi.
Lingkungan. Sistem pemurnian air dan penyimpanannya harus dilokasikan di
area yang aman yang mudah diakses untuk user. Lokasi yang dipilih harus
mempertimbangkan ruang untuk meminimalkan panjang dan kompleksitas sistem
distribusi. Akses ke sistem pemurnian air harus dibatasi hanya untuk staf yang
bertanggung jawab untuk monitoring dan pemeliharaan sistem.
Penyimpanan air dan distribusinya. Sistem penyimpanan air dan distribusinya
harus dirancang khusus untuk memudahkan kontrol bakterial, termasuk
pengukuran untuk mencegah kolonisasi bakteri dan memudahkan proses
desinfeksi rutin.
Bagian dasar tangki penyimpanan air berbentuk kerucut atau mangkuk dan harus
mengalir dari titik terendah dari dasar.
Sistem distribusi air berbentuk loop kontinyu dan dirancang untuk meminimalkan
proliferasi bakteri dan pembentukan biofilm. Sistem distribusi air dibuat dari
bahan yang tidak menambah unsur kimia seperti aluminium, tembaga, timah dan
seng atau kontaminan bakteri pada air yang telah dimurnikan.

3. Dialiser Pakai Ulang (reuse)


Persyaratan:
- Tidak dilakukan pada pasien VHB (+) dan HIV (+)
- Reuse hanya untuk dipakai pada pasien yang sama.
- Dialiser harus diberikan label.
- Kualifikasi personil: Personil yang melakukan reuse harus
mendapatkan pendidikan yang adekuat, pelatihan atau pengalaman
untuk dapat memahami dan melakukan prosedur.
- Dokter di fasilitas dialisis wajib memberikan kursus pelatihan untuk
melakukan proses dialiser pakai ulang.
- Semua pasien harus diberikan informed consent mengenai pemakaian
dialiser proses ulang.
- Peralatan yang dipakai untuk reuse harus dirancang, dibuat dan diuji
untuk melakukan proses yang dikehendaki.
- Personil yang melakukan reuse wajib mengenakan sarung tangan dan
apron saat menangani dialiser selama inisiasi dan terminasi dialisis dan
selama prosedur reprosesing.
- Alat yang di-reuse, menunggu untuk di-reuse, atau sudah di-reuse
sebaiknya disimpan untuk meminimalkan kerusakan maupun
kontaminasi.
- Pengukuran performa dialiser menggunakan total cell volume (TCV).
Diharapkan dapat mencapai TCV minimal 80% dari TCV awal.
- Pemeriksaan integritas membran seperti tes kebocoran tekanan udara
sebaiknya dilakukan diantara pemakaian.
- Prosedur reuse hanya dilakukan sampai maksimal 7 kali pada satu
dialiser yang sama.

4. Lingkungan Fisik
- Fasilitas dialisis dirancang, dibangun, dilengkapi dan dipelihara untuk
menyediakan lingkungan yang aman, fungsional dan nyaman untuk
pasien, staf dan masyarakat.
- Fasilitas dialisis harus menerapkan proses dan prosedur untuk
mengelola kedaruratan medis dan non medis yang mungkin
mengancam kesehatan atau keselamatan pasien, staf, atau masyarakat.
Kedaruratan yang dimaksud meliputi, namun tidak terbatas pada,
kebakaran, kegagalan peralatan atau daya, terkait perawatan, gangguan
pasokan air, dan bencana alam yang sering terjadi di wilayah geografis
setempat.

H. Sistem Pembiayaan
1. Sumber:
- Biaya sendiri (out of pocket)
- Jaminan: PT Askes, Jamkesmas, Jamkesda, Gakin, SKTM
- Perusahaan
- Lain-lain
2. Pola tarif terdiri dari:
- Konsultasi dokter
- Tindakan:
a. Jasa medik
b. Jasa rumah sakit
c. Bahan dan alat

I. Pengendalian Limbah
Mengikuti pengendalian limbah di rumah sakit.

J. Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- Pelaksanaan kewaspadaan universal (universal precaution) yang ketat (pasien,
staf, penggunaan alat medik/non medik) merupakan kunci utama dalam
pencegahan transmisi.
- Penataan ruang, aksesibilitas, penerangan dan pemilihan material harus sesuai
dengan ketentuan yang mengacu pada patient safety.
- Isolasi mesin hemodialisis hanya diharuskan pada pengidap virus Hepatitis B
(VHB), tidak pada pengidap virus Hepatitis C (VHC) dan HIV.
- Pemakaian dialiser proses ulang pada kasus infeksi hanya diperkenankan pada
pasien pengidap VHC, akan tetapi dilarang pada pengidap VHB dan HIV.

K. Pencatatan dan Pelaporan


- Dalam rekam medik dicatat diagnosis medik (berdasarkan ICD X dan ICD 9
CM) untuk pelaporan ke manajemen RS.
- Mengirim laporan ke Indonesian Renal Registry PERNEFRI secara berkala
tiap bulan.
BAB IV
MONITORING DAN EVALUASI

A. Evaluasi dan Pengendalian Mutu


Kegiatan evaluasi terdiri dari:
a. Evaluasi internal: dinilai dari SDM, sarana dan prasarana hemodialisis.
Sumber daya manusia
- Unit dialisis bertanggungjawab untuk menjamin adanya proses
penyempurnaan berkesinambungan dan menetapkan prioritas strategi
untuk menilai kualitas dan perbaikan.
- Program peningkatan kualitas harus mewakili semua disiplin yang terlibat
dalam perawatan pasien HD, termasuk dokter, perawat, ahli gizi dan staf
administrasi.
Sarana dan prasarana hemodialisis
- Pemeliharaan sarana dan prasarana penunjang hemodialisis merupakan
tanggung jawab unit hemodialisis bersama-sama dengan provider dan
pimpinan rumah sakit.

b. Evaluasi eksternal: dinilai dari kegiatan hemodialisis (jumlah pasien, adekuasi


hemodialisis, morbiditas dan mortalitas, tarif hemodialisis yang dimonitor oleh
Dinkes).
- Unit hemodialisis wajib melakukan monitoring kontinyu terhadap proses
yang berkaitan dengan pelaksanaan dialisis seperti Kt/V, standar reuse,
dan sebagainya.
- Harus dipertimbangkan untuk penyediaan sumber daya manusia dan
pelatihan untuk mendukung penilaian outcome klinis selain kematian
meliputi angka rawat inap, kualitas hidup, kepuasan pasien, dan angka
transplantasi ginjal.
BAB VI
PENUTUP

Dengan meningkatnya jumlah penderita yang memerlukan pelayanan hemodialisis, maka


sepatutnya menjadi perhatian unsur-unsur pemberi pelayanan untuk meningkatkan dan
mengembangkan pelayanan demi pemenuhan kebutuhan tersebut. Selain sarana dan
prasarana, pengembangan dan peningkatan sumber daya manusia juga perlu diperhatikan.

Upaya terus menerus untuk mengacu pada standar pelayanan terbaik sehingga tercapai
kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik yang baik menjadi target pelayanan unit
hemodialisis.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai