2016
1
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Ruang Lingkup
C. Batasan Operasional
D. Landasan Hukum
BAB II STANDAR KETENAGAAN
A. Kualifikasi sumber daya manusia
B. Distribusi ketenagaan
BAB III STANDAR FASILITAS
A. Denah ruang
B. Standar fasilitas
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN
A. Alur pelayanan
B. Informed consent
BAB V LOGISTIK
BAB VI KESELAMATAN PASIEN
A. Pengertian
B. Tujuan
C. Tata laksana keselamatan pasien
BAB VII KESELAMATAN KERJA
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU
BAB IX PENUTUP
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Suatu kondisi kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, yang didefinisikan
sebagai abnormalitas struktural atau fungsional ginjal, dengan atau tanpa penurunan Laju
Filtrasi Glomerulus (LFG) yang bermanifestasi sebagai kelainan patologis atau kerusakan
ginjal; termasuk ketidakseimbangan komposisi zat di dalam darah atau urin serta ada atau
tidaknya gangguan hasil pemeriksaan pencitraan
2. LFG yang kurang dari 60 mL/menit/1,73 m2 lebih dari 3 bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal
Hemodialisis (HD) adalah salah satu terapi pengganti ginjal yang menggunkan alat khusus
dengan tujuan mengatasi gejala dan tanda akibat laju filtrasi glomelurus yang rendah
sehingga diharapkan dapat memperpanjang usia dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
Unit Hemodialisis adalah tempat pelayanan hemdialisis yang terdiri dari minimal 4 mesin
dialisis, didukung dengan unit permurnian air (water treatment) dan peralatan pendukung
serta mempunyai tenaga medis, minimal terdiri dari 2 Perawat`Mahir HD, 1 Dokter
bersertifikat HD, yang diawasi oleh 1 orang Dokter Internis bersertifikat HD dan disupervisi
oleh 1 orang Internis-Konsultan Ginjal Hipertensi (KGH).
Falsafah
Pada keadaan gagal ginjal, pasien membutuhkan terapi pengganti fungsi ginjal untuk
memperpanjang dan mempertahankan kualitas hidup yang optimal.Terapi pengganti ginjal
terdiri dari hemodialisis, CAPD dan transpalasi.Terapi gagal ginjal yang ideal adalah
transplantasi ginjal.Akan tetapi karena masih terdapat kendala faktor biaya dan keterbatasan
donor maka di Indonesia dialisis masih merupakan Terapi Pengganti Ginjal (TPG) yang
utama.Terapi pengganti ginjal ini merupakan sebagian dari pengobatan pasien gagal ginjal.
Selain TPG masih dibutuhkan pengobatan lain seperti vitamin D, eritropoetin, obat pengikat
fosfor, dll.
3
pemerintah dan masyarakat. Dialisis potensial menimbulkan risiko, oleh karena itu keselmatan
pasien serta kualitas pelayanan harus selalu diperhatikan
Pengorganisasian
Struktur Organisasi
Struktur Organisasi Unit Layanan Hemodialisis di dalam RS Happy Land Medical Centre dari
aspek kompetensi, SDM, fasilitas sarana serta kepemilikan menyebabkan bervariasinya
pengelolaan layanan mulai dari organisasi sampai pembiayaan di rumah sakit.
Ketenagaan
Ketenagaan pelayanan hemodialis terdiri dari :
Tenaga medis (Supervisor, Dokter Sp.PD yang bersertifikat HD, Dokter bersertifikat HD).
Perawat (Perawat Mahir dan Perawat Biasa)
Teknis
Tenaga administrasi
Dan tenaga lainnya yang mendukung program
Kompetensi
Supervisor
Seorang Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Ginjal Hipertensi (Dokter Sp-PD-
KGH) yang diakui oleh Pernefri, dan bertugas sebagai Pengawas Supervisor.Disamping
itu dapat juga bertugas sebagai Dokter Penanggung Jawab Unit Dialisis dan atau Dokter
Pelaksana Unit Hemodialisis.
Penanggung Jawab
Seorang dokter Spesialis Penyakit Dalam (Dokter Sp.PD) yang telah mendapat
pelatihan dialisis di Pusat Pelatihan Dialisis yang diakui atau dikreditasi oleh Pernefri dan
4
bertugas sebagai Penanggung Jawab Unit Dialisis. Disamping itu dapat juga bertugas
sebagai Dokter Pelaksana Unit Hemodialisis
Dokter Pelaksana
Seorang dokter yang telah mendapat pelatihan dialisis di Pusat Pelatihan Dialisis yang
diakreditasi oleh Pernefri dan bertugas sebgai Dokter Pelaksana Unit Hemodialisis
Perawat Mahir
Perawat yang telah menempuh pendidikan khusus dialisis dan perawat ginjal insentif di
pusat pelatihan dialisis yang diakui Pernefri
Perawat
Seorang lulusan Akademi Keperawatan yang memberikan asuhan keperawatan dan
membantu tugas perawat mahir HD.
Teknisi
Minimal SMU/STM atau perawat dengan pelatihan khusus mesin dialisis dan
perlengkapannya. Bertugas : menyiapkan mesin dan perlengkapannya, menjalankan
dan merawat mesin dialisis dan pengolah air, bekerjasama dengan teknisi pabrik
pembuatnya (produsen/agen).
Perijinan
Perijinan Unit Hemodialisis di RS Happy Land Medical Centre mengikuti ijin rumah sakit
dengan disertai verifikasi dari PERNEFRI setelah unit hemodialisis memenuhi persyaratan
yang diperlukan.
Pelayanan Hemodialisis
5
c. Evaluasi pasca Hemodialisis : 30 menit
Hemodialisis
6
ALUR PELAYANAN DAN RUJUKAN PASIEN HEMODIALISIS
UGD
Rawat Rawat
Inap Jalan
IC
U
Konsultasi dengan
dokter Ginjal
dan Hipertensi
HEMODIALISA
PULANG
8
Bangunan dan Prasarana
a) Ruangan Hemodialisis
Ruangan hemodialisis mempunyai kapasitas untuk 30 mesin hemodialisis.
b) Ruangan Pemeriksaan/konsultasi.
c) Ruangan dokter.
d) Ruangan perawat.
e) Ruangan reuse.
f) Ruangan pengolahan air.
g) Ruangan sterilisasi alat.
h) Ruangan Penyimpanan obat.
i) Ruangan administrasi.
j) Ruangan pendaftaran/penerimaan pasien dan rekam medik.
k) Ruang penunjang non medik yang terdiri dari pantry, gudang peralatan, tempat cuci.
l) Ruang tunggu keluarga pasien.
m) Toilet yang masing-masing terdiri dari toilet untuk petugas, pasien dan untuk
penunggu pasien.
n) Spoelhok.
4. Mempunyai fasilitas listrik dan penyediaan air bersih(water treatment) yang memenuhi
persyaratan kesehatan.
5. Mempunyai sarana untuk mengolah limbah dan pembuangan sampah sesuai peraturan
yang berlaku (septic tank besar/rujukan limbah padat infeksius).
6. Memiliki fasilitas akses untuk dapat mengirim laporan berkala ke Supervisor dan
PERNEFRI Pusat (Register PERNEFRI).
Sistem Pembiayaan
1. Sumber
9
Pola tarif terdiri dari :
Konsul dokter
Tindakan
Jasa medik
Jasa rumah sakit
Bahan dan Alat
Waktu pelayanan
Sistem pengolahan air menggunakan system Reverse Osmosis (RO) sehingga menghasilkan
air yang memenuhi persyaratan untuk keperluan Haemodialisis.
Dilakukan pemeriksaan kualitas air secara berkala sehingga melindungi pasien dari mineral
yang berlebih dan mikroorganisme.
Pengendalian Limbah
Isolasi mesin hemodialisis hanya pada pengidap virus hepatitis B (VHB), tidak pada
pengidap virus hepatitis (VHC) dan HIV.
Pemakaian dialiser proses ulang hanya diperkenankan pada pasien pengidap VHC
dan HIV dengan kewaspadaan khusus, akan tetapi dilarang pada pengidap VHB.
Dalam rekam medis dicatat diagnosis medik (berdasarkan ICD X) untuk pelaporan ke
Dinas Kesahatan yang kemudian diteruskan ke Departemen Kesehatan.
10
Sistem rujukan
A. Pengertian Rujukan
adalah suatu upaya pelimpahan tanggung jawab dan wewenang secara timbal balik
dalam pelayanan kesehatan untuk menciptakan suatu pelayanan kesehatan paripurna.
Rujukan internal adalah rujukan antar spesialis dalam suatu ruangan rumah sakit.
Rujukan eksternal adalah rujukan antar spesialis keluar rumah sakit dengan mengikuti sistim
rujukan yang ada.
Pembinaan manajemen.
B. Tujuan
Tujuan penyusunan pedoman ini adalah sebagai acuan dalam melaksanakan pelayanan
hemodialisis di RS Happy Land Medical Centre terutama bagi tenaga kesehatan unit
hemodialisis RS Happy Land Medical Centre, tenaga non medis dan pengambil kebijakan di
tingkat manajerial.
C. Manfaat
Pedoman hemodialisis RS Happy Land Medical Centre ini diharapkan bermanfaat bagi semua
pihak terutama pengelola unit pelayanan hemodialisis
11
BAB II
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
A. Pengertian
Chronic Kidney Disease ( CKD ) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible,
yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah).
B. Etiologi
Chronic Kidney Disease ( CKD ) terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal.
Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
C. Patofisiologi
Semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium yang berbeda-beda dan bagian
spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi tertentu dapat saja benar- banar rusak atau berubah
struktur.
Bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh
tetap bekerja normal. Uremia akan timbul bila jumlah nefron sudah sedemikian berkurang sehingga
keseimbangan cairan dan elektrolit yang tidak dapat dipertahankan lagi.
12
Jumlah nefron turun secara progresif
tubulus dalam tiap nefron, meskipun GFR untuk seluruh massa nefron menurun di bawah normal
13
Toksik Uremik
GFR
Sekresi parathormon
Kalsium di tulang
Met.aktif vit D
Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) def. H eritropoetin Depresi sumsum tulang
sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap proses hemolisis/perdarahan anemia
normokrom normositer.
14
1. Kelainan Saluran cerna
dikompensasi oleh flora normal usus ammonia (NH3) iritasi/rangsang mukosa lambung dan
usus.
Stomatitis uremia
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak mengandung urea dan kurang
menjaga kebersihan mulut.
Pankreatitis
Kelainan mata
Kardiovaskuler :
Hipertensi
Pitting edema
Edema periorbital
Pembesaran vena leher
Friction Rub Pericardial
Kelainan kulit
Gatal
Kering bersisik
15
3. rambut tipis dan kasar
4. Neuropsikiatri
5. Kelainan selaput serosa
6. Neurologi :
- Kelemahan dan keletihan
- Konfusi
- Disorientasi
- Kejang
- Kelemahan pada tungkai
- rasa panas pada telapak kaki
- Perubahan Perilaku
Kardiomegali.
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi ginjal yang serupa yang
disebabkan oleh desstruksi nefron progresif. Rangkaian perubahan tersebut biasanya menimbulkan
efek berikut pada pasien : bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol,
maka pasien menderita apa yang disebut SINDROM UREMIK
Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi ; kelainan volume cairan dan elektrolit,
ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan metabolit lainnya, serta anemia
akibat defisiensi sekresi ginjal.
Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan kelainan lainnya
Hiperkalemia
Hipermagnesia
Hiperurisemia
Perkemihan& Kelamin Poliuria, menuju oliguri lalu anuria
16
Protein silinder
Edema
Disritmia
Pernafasan Pernafasan Kusmaul, dispnea
Edema paru
Pneumonitis
Hematologik Anemia menyebabkan kelelahan
Hemolisis
Kecenderungan perdarahan
kristal uremik
kulit kering
memar
Saluran cerna Anoreksia, mual muntah menyebabkan penurunan BB
Stomatitis, parotitid
Gastritis, enteritis
17
Perdarahan saluran cerna
Diare
Metabolisme intermedier Protein-intoleransi, sintesisi abnormal
Konsentrasi buruk
Apati
Letargi/gelisah, insomnia
Kekacauan mental
Koma
Neuropati perifer :
Hiperparatiroidisme sekunder
Osteodistropi ginjal
6. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
18
Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
- Ureum kreatinin.
- Mikrobiologi urin
- Kimia darah
- Elektrolit
- Imunodiagnosis
Laki-laki :
CCT =
Bersihan kreatinin :
Nilai normal :
19
0,93 1,32 mL/detik/m2
- Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk ginjal, misalnya: infark
miokard.
1. Diagnostik
- USG.
- Nefrotogram.
- Pielografi retrograde.
- Pielografi antegrade.
- RetRogram
- USG.
7. Managemen Terapi
1. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal Desease ( CKD ) dan lama
terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun.
20
Tujuan terapi konservatif :
Alur manajemen terapi pada klien Cronic Kidney Desease (CKD) dan terminal sebagai berikut;
CKD
Terapi konservatif
gagal
b) Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan ekstraseluler dan hipotensi.
g) Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa indikasi medis yang kuat.
21
d) Kendalikan hiperfosfatemia.
f) Terapi hIperfosfatemia.
f) Terapi anemia.
1. Terapi simtomatik
1) Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum K +( hiperkalemia ) :
b) Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan 7,35 atau serum
bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
2) Anemia
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon eritropoetin ( ESF : Eritroportic
Stimulating Faktor ). Anemia ini diterapi dengan pemberian Recombinant Human Erythropoetin ( r-
HuEPO ) dengan pemberian30-530 U per kg BB.
b) Anemia hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia.Terapi yang dibutuhkan adalah membuang toksin asotemia
dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.
22
c) Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran cerna dan kehilangan besi pada
dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ). Klien yang mengalami anemia, tranfusi darah merupakan
salah satu pilihan terapi alternatif ,murah dan efektif, namun harus diberikan secara hati-hati.
Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia dan high output heart failure.
Hemosiderosis
Supresi sumsum tulang
Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk rencana transplantasi ginjal.
3) Kelainan Kulit
Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal, insiden meningkat pada klien yang
mengalami HD.
Keluhan :
Bersifat subyektif
Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic papula dan lichen symply
Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg, terapi ini bisa diulang apabila
diperlukan
Pemberian obat
Hidroxyzine 10 mg P.O
23
b) Easy Bruishing
Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa berhubungan denga retensi toksin asotemia
dan gangguan fungsi trombosit.Terapi yang diperlukan adalah tindakan dialisis.
4) Kelainan Neuromuskular
Terapi pilihannya :
a) HD reguler.
5) Hipertensi
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen hipertensi, tipe vasokonstriksi atau
kombinasi keduanya. Program terapinya meliputi :
1. Terapi pengganti
Adalah terapi yang menggantikan fungsi ginjal yang telah mengalami kegagalan fungsi ginjal baik
kronik maupun terminal. Pada masa sekarang ini ada dua jenis terapi :
a) Hemodialisa
b) Peritoneal dialisis, yang terkenal dengan Continous Ambulatory Peritoneal Dialisis ( CAPD ) atau
Dialisis Peritoneal Mandiri Berkesinambungan ( DPMB ).
8. Komplikasi
1. Hipertensi.
2. Hiperkalemia.
3. Anemia.
4. Asidosis metabolik.
5. Osteodistropi ginjal.
24
6. Sepsis.
7. Neuropati perifer.
8. Hiperuremia.
BAB III
HEMODIALISIS
1. Latar Belakang
Hemodialisis atau hemodialisa(haemodialysis) adalah suatu metode yang diperuntukkan bagi
para penderita gagal ginjal yang berfungsi untuk membuang produk sisa metabolisme seperti potasium
dan ureadari darah. Sisa metabolisme yang tidak dibuang dan menumpuk dalam darah akan menjadi
racun bagi tubuh. Pada penderita gagal ginjal, ginjal mereka sudah tidak dapat membersihkan darah
dari sisa metabolisme.Sehingga dibutuhkan terapi pengganti ginjal untuk menggantikan fungsi
ginjal.Saat ini hemodialisis merupakan terapi pengganti ginjal yang paling banyak dilakukan.
Tahapan gagal ginjal kronikdibagi beberapa cara, salah satunya denganmemperhatikan faal
ginjal yang masih tersisa. Bila faal ginjal yang masih tersisa sudah minimal sehingga usaha-usaha
pengobatan konservatif yang berupa diet, pembatasan minum, obat-obatan, dan lain-lain tidak
memberi pertolongan yang diharapkan lagi, keadaan tersebut diberi nama gagal ginjal terminal (GGT).
Padastadiuminiterdapatakumulasitoksinuremiadalamdarahyangdapatmembahayakankelangsunganhid
up pasien. Pada umumnya faal ginjal yang masih tersisa, yang diukur dengan klirens kreatinin (KKr),
tidak lebih dari 5 mL/menit/1,73 m 2. Pasien GGT, apa pun etiologi penyakit ginjalnya, memerlukan
pengobatan khusus yang disebut pengobatan atau terapi pengganti (TP).
Peralatan untuk terapi hemodialisis terdiri dari dializer, water treatment, larutan dialisat
(konsentrat) serta mesin hemodialisis dengan sistem monitor. Berikut bagan pada proses hemodialisa :
25
Gambar 1. Alur hemodialisis
Prinsip-prinsip dasar yang digunakan saat proses hemodialisis ada 2, yaitu dialisis dan
ultrafiltrasi (konveksi). Dialisis adalah suatu proses dimana komposisi zat terlarut dari satu larutan
diubah menjadi larutan lain melalui membran semipermiabel. Molekul-molekul air dan zat-zat terlarut
dengan berat molekul rendah dalam kedua larutan dapat melewati poripori membran dan bercampur
sementara molekul zat terlarut yang lebih besar tidak dapat melewati barier membran semipermiabel.
Proses penggeseran (eliminasi) zat-zat terlarut (toksin uremia) dan air melalui membran semipermiabel
atau dializer berhubungan dengan prose difusi dan ultrafiltrasi (konveksi).
Proses difusi
Proses difusi adalah proses pergerakan spontan dan pasif zat terlarut. Molekul zat terlarut dari
kompartemen darah akan berpindah kedalam kompartemen dialisat setiap saat bila molekul zat terlarut
dapat melewati membran semipermiabel demikian juga sebaliknya. Kecepatan proses difusi zat
terlarut tergantung kepada koefisien difusi, luas permukaan membran dializer dan perbedaan
konsentrasi.
Proses ultrafiltrasi
Proses ultrafiltrasi adalah proses pergeseran zat terlarut dan pelarut secara simultan dari
kompartemen darah kedalam kompartemen dialisat melalui membran semipermiabel. Proses
ultrafiltrasi ini terdiri dari ultrafiltrasi hidrostatik dan osmotik.
a. Ultrafiltrasi hidrostatik
1. Transmembrane pressure (TMP)
26
TMP adalah perbedaan tekanan antara kompartemen darah dan kompartemen dialisat
melalui membran. Air dan zat terlarut didalamnya berpindah dari darah ke dialisat melalui
membran semipermiabel adalah akibat perbedaan tekanan hidrostatik antara kompertemen
darah dan kompartemen dialisat. Kecepatan ultrafiltrasi tergantung pada perbedaan
tekanan yang melewati membran.
2. Koefisien ultrafiltrasi (KUf)
Besarnya permeabilitas membran dializer terhadap air bervariasi tergantung besarnya pori
dan ukuran membran. KUf adalah jumlah cairan (ml/jam) yang berpindah melewati
membran per mmHg perbedaan tekanan
(pressure gradient) atau perbedaan TMP yang melewati membran.
b. Ultrafiltrasi osmotik
Dimisalkan ada 2 larutan A dan B dipisahkan oleh membran semipermiabel, bila larutan B
mengandung lebih banyak jumlah partikel dibanding A maka konsentrasi air dilarutan B
lebih kecil dibanding konsentrasi larutan A. Dengan demikian air akan berpindah dari A ke
B melalui membran dan sekaligus akan membawa zat -zat terlarut didalamnya yang
berukuran kecil dan permiabel terhadap membran, akhirnya konsentrasi zat terlarut pada
kedua bagian menjadi sama.
27
dializer yang mempunyai pori-pori besar yang dapat melewatkan molekul yang lebih besar, dan
mempunyai permeabilitas tinggi terhadap air.
Ada 3 tipe dializer yang steril dan bersifat disposibel yaitu bentuk hollow-fiber
(capillary) dialyzer, parallel flat dialyzer dan coil dialyzer. Setiap dializer mempunyai
karakteristik masing-masing untuk menjamin efektifitas proses eliminasi dan menjaga
keselamatan penderita. Yang banyak beredar dipasaran adalah bentuk hollow-fiber dengan
membran selulosa.
28
Gambar 3. Water Treatment
b. Dialisat Bikarbonat
Dialisat bikarbonat terdiri dari 2 komponen konsentrat yaitu larutan asam dan larutan
bikarbonat.Kalsium dan magnesium tidak termasuk dalam konsentrat bikarbonat karena
konsentrasi yang tinggi dari kalsium, magnesium
danbikarbonatdapatmembentukkalsiumdanmagnesiumkarbonat.Larutanbikarbonatsangatm
udahterkontaminasimikroba karena konsentratnya merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri.Kontaminasi ini dapat diminimalisir dengan waktu penyimpanan yang
singkat.Konsentrasi bikarbonat yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya hipoksemia dan
alkalosis metabolik yang akut.Namun dialisat bikarbonat bersifat lebih fisiologis walaupun
relatif tidak stabil.Biaya untuk sekali hemodialisis bila menggunakan dialisat bikarbonat
relatif lebih mahal dibandingkan dengan dialisat asetat.
1.2.4 Mesin hemodialisis
29
Mesin hemodialisis terdiri dari pompa darah, sistem pengaturan larutan dialisat dan
sistem monitor.Pompa darah berfungsi untuk mengalirkan darah dari tempat tusukan vaskuler
kepada dializer.Kecepatannya antara 200-300 ml per menit.Untuk pengendalian ultrafiltrasi
diperlukan tekanan negatif. Lokasi pompa darah biasanya terletak antara monitor tekanan
arteri dan monitor larutan dialisat. Larutan dialisat harus dipanaskan antara 34-39 0 C sebelum
dialirkan kepada dializer, karena suhu larutan dialisat yang terlalu rendah ataupun melebihi
suhu tubuh dapat menimbulkan komplikasi. Sistem monitoring setiap mesin hemodilisis sangat
penting untuk menjamin efektifitas proses dialisis dan keselamatan penderita.
30
Bab IV
Indikasi dan kontraindikasi Hemodialisis
Indikasi
Pasien yang memerlukan hemodialisis adalah pasien GGK dan GGA untuk sementara sampai fungsi
ginjalnya pulih. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi :
Pada CRF:
1. BUN > 200 mg%
2. Creatinin > 8 mg%
3. Hiperkalemia
4. Asidosis metabolik yang parah
5. Uremic encepalopati
6. Overload cairan
7. Hb: < 8 gr% 9 gr% siap-siap tranfusi
Kontraindikasi
31
Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi yang tidak
responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak organik.Sedangkan menurut
PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler
pada hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra
indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom
hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut (PERNEFRI, 2003)
Bab V
Tujuan Hemodialisis
Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain :
1. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa metabolisme dalam
tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain.
2) Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya dikeluarkansebagai
urin saat ginjal sehat.
3) Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.
4) Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.
32
Bab VI
Komplikasi Hemodialisis
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama
tindakanhemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain :
1)Kramotot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa sampai mendekati
waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan)
yang cepat dengan volume yang tinggi.
2)Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya dialisat natrium,
penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan.
3) Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan kalsium, magnesium,
kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmiapada pasien hemodialisa.
5) Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada pasien yang
mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
6) Perdarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit.Fungsi trombosit dapat dinilai dengan mengukur
waktu perdarahan.Penggunaan heparin selama hemodialisa juga merupakan faktor risiko
terjadinya perdarahan.
7) Ganguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang disebabkan karena
hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala.
Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
33
8) Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak adekuat ataupun
kecepatan putaran darah yang lambat.
BAB VII
Prosedur Hemodialisis
Setelah pengkajian pradialisis, mengembangkan tujuan dan memeriksa keamanan peralatan, perawat
sudah siap untuk memulai hemodialisis. Akses ke system sirkulasi dicapai melalui salah satu dari
beberapa pilihan: fistula atau tandur arteriovenosa (AV) atau kateter hemodialisis dua lumen. Dua
jarum berlubang besar (diameter 15 atau 16) dibutuhkan untuk mengkanulasi fistula atau tandur AV.
Kateter dua lumen yang dipasang baik pada vena subklavikula, jugularis interna, atau femoralis, harus
dibuka dalam kondisi aseptic sesuai dengan kebijakan institusi.
Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh pompa darah. Bagian dari
sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai aliran arterial, keduanya untuk
membedakan darah yang masuk ke dalamnya sebagai darah yang belum mencapai dialiser dan dalam
acuan untuk meletakkan jarum: jarum arterial diletakkan paling dekat dengan anastomosis AV pada
vistula atau tandur untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan normal salin yang di klep selalu
disambungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa darah. Pada kejadian hipotensi, darah yang mengalir
dari pasien dapat diklem sementara cairan normal salin yang diklem dibuka dan memungkinkan
dengan cepat menginfus untuk memperbaiki tekanan darah. Tranfusi darah dan plasma ekspander
juga dapat disambungkan ke sirkuit pada keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu dengan
pompa darah. Infus heparin dapat diletakkan baik sebelum atau sesudah pompa darah, tergantung
peralatan yang digunakan.
Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit.Darah mengalir ke dalam kompartemen
darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat sisa.Darah yang meninggalkan dialiser
melewati detector udara dan foam yang mengklem dan menghentikan pompa darah bila terdeteksi
adanya udara. Pada kondisi seperti ini, setiap obat-obat yang akan diberikan pada dialysis diberikan
34
melalui port obat-obatan. Penting untuk diingat, bagaimanapun bahwa kebanyakan obat-obatan
ditunda pemberiannya sampai dialysis selesai kecuali memang diperintahkan.
Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui venosa atau selang postdialiser.Setelah
waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri dengan mengklem darah dari pasien, membuka
selang aliran normal salin, dan membilas sirkuit untuk mengembalikan darah pasien.Selang dan
dialiser dibuang kedalam perangkat akut, meskipun program dialisis kronik sering membeli peralatan
untuk membersihkan dan menggunakan ulang dialiser.
Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang tindakan dialysis karena
pemajanan terhadap darah.Masker pelindung wajah dan sarung tangan wajib untuk digunakan oleh
perawat yang melakukan hemodialisis.
BAB VIII
Pelaksanaan Hemodialisis
35
a. Perawatan sebelum hemodialisa
36
m. Memberikan tekanan secara intermitten pada UBL untuk mengalirkan udara dari dalam
dialiser, dilakukan sampai dengan dialiser bebas udara (tekanan tidak lebih dari 200
mmHg).
n. Melakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc yang
terdapat pada botol (kalf). Sisanya ditampung pada gelas ukur.
o. Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru.
p. Sambungkan ujung biru UBL dengan ujung merah ABL dengan menggunakan
konektor.
q. Menghidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dialiser baru 15-20 menit, untuk
dialiser reuse dengan aliran 200-250 ml/mnt.
r. Mengembalikan posisi dialiser ke posisi semula dimana inset diatas dan outset
dibawah.
s. Menghubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit siap untuk
dihubungkan dengan pasien (soaking).
c. Persiapan pasien.
1) Menimbang BB
3) Observasi KU
4) Observasi TTV
37
BAB IX
Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian Pre HD
Riwayat penyakit, tahap penyakit
Usia
Status emosional
Pengkajian Post HD
Tekanan darah: hipotensi
Keluhan: pusing, palpitasi
38
BAB XI
Adekuasi Hemodialisis
39
3. Tidak ada gejala akibat anemia.
4. Tercapai keseimbangan air, elektrolit dan asam basa.
5. Metabolisme Ca, dan P terkendali serta tidak terjadi osteodistrofi renal.
6. Tidak didapatkan komplikasi akibat uremia.
7. Tercapai rehabilitasi pribadi, keluarga dan profesi.
8. Kualitas hidup yang memadai.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi adekuasi hemodialisis adalah :
Aliran larutan dengan molekul besar dengan High Flux
Membran biocompatibility
Inisiasi HD
Dosis HD / Nutrisi
Pemeriksaan Kt/v; URR rutin (minimal setiap bulan)
Kualitas hidup
Adekuasi hemodialisis diukur dengan menghitun
gUreaReductionRatio(URR)dan(Kt/V).Kt/Vurea digunakan untuk merencanakan peresepan
hemodialisis serta menilai adekuasi hemodialisis, sedangkan Urea reduction ratio(URR) atau Rasio
Reduksi Urea (RRU) merupakan pedoman yang sederhana dan praktis untuk menilai adekuasi
hemodialisis.
NationalCooperativeDialysisStudy(NCDS),merupakanpenelitianprospektifskalaluaspertama
yang menilai adekuasi hemodialisis. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa ure a merupakan pertanda
yang memadai untuk penilaianadekuasihemodialisis,dantingkatkebersihanurea dapatdipakai
untukprediksikeluaran(outcome)daripenderita.Lowriedalampenelitiannyamenyimpulkanbahwabloodure
a-nitrogen(BUN)yang tinggi menyebabkan meningkatnya morbiditas.
40
diberikan karena lebih akurat menunjukkan penghilangan urea, bisa dipakai untuk mengkaji status
nutrisi pasien dengan memungkinkan perhitungan angka katabolisme protein yang dinormalisir, dan
bisa dipakai untuk peresepan dialisis untuk penderita yang memiliki fungsi renal residual.5,20. Dalam
menggunakan rumus ini diasumsikan bahwa konsep yang dipakai adalah model single-pool urea
kinetik. Cara ini merupakan penyederhanaan dari perhitungan Model Kinetic Ureum (MKU), dimana Kt
merupakan jumlah bersihan urea dari plasma dan V merupakan volume distribusi dari urea. K dalam
satuan L/menit, diperhitungkan dari KoA dializer serta kecepatan aliran darah dan kecepatan aliran
dialisat, t adalah waktu tindakan HD dalam satuan me nit, sedangkan V dalam satuan liter. Rumus
yang dianjurkan oleh NKF-DOQI adalah generasi kedua yang dikemukakan oleh Daugirdas.
Dimana :
1. Ln adalah logaritma natural.
2. R adalah BUN setelah dialisis dibagi BUN sebelum dialisis
3. t adalah lama waktu dialisis dalam jam.
4. UF adalah volume ultrafiltrasi dalam liter.
5. W adalah berat pasien setelah dialisis dalam kg.
Penghitungan dilakukan sesuai dengan Rumus Linier Daugirdas yang lebih sederhana berupa:
41
- Kt/V = -ln(R-0,008t)- UF/W) (Daugirdas, 1989)
- Kt/V = -ln(R-0,03-UF/W) (Manahan, 1989)
- Kt/V = 0,026PRU-0,46 (Dugirdas, 1990)
- Kt/V = 0,023PRU-0,284 (Basile,1990)
- Kt/V = 0,062PRU-2,97 (Kerr, 1993)
PRU = Percent Reduction Urea = (BUN sebelum HD-BUN sesudah HD) x 100/BUN
sebelum HD
42
komplikasi kardiovaskuler. Meskipun data penunjang secara klinis belum lengkap, lama HD yang
dianjurkan minimal adalah 2,5 jam.
4. Urea removal indek (URI).
Adalah indek pembersihan dari urea merupakan cara baru untuk mengukur AHD, dan masih
sangat sedikit pengalaman klinis dalam penggunaannya.
Waktu tindakan hemodialisis dapat dipakai sebagai pengukur analisis hemodialisis, independen
dari Kt/V ataupun RRU. Semakin lama tindakan hemodialisis, klirens dari molekul yang lebih besar dari
ureum diperkirakan akan lebih baik. Selain itu juga akan mengakibatkan terjadinya intravaskuler
euvolemia yang lebih baik dan dapat mengurangi komplikasi kardiovaskuler.Hemodialisis dianggap
adekuat, jika :
Morbiditas / mortalitas menurun jangka pendek / panjang
Pelaksanaan secara rutin
Kualitas hidup baik
Parameter :
Kt/v: 0,7 1,2
URR: 55 75% (rata-rata 65%)
43
2.1.4 Mengukur KT/V yang Diberikan
Secara individual semestinya kita harus selalu merencanakan dosis HD yang akan dilakukan
dalam setiap tindakan HD, adapun target minimal yang ditentukan untuk Kt/V =1,2 atau setara dengan
RRU 65% (NKF- DOQI).
Dalam merencanakan dosis HD sebaiknya diperhitungkan Kt/V 1,3 atau setara dengan RRU
70%, karena terdapatnya hal-hal yang berpengaruh :
a. Yang dilakukan lebih rendah dari yang direncanakan .
1. Aliran darah sebenarnya lebih lambat dari yang tertera dipanel.
2. Aliran darah dilambatkan karena alasan tertentu.
3. Resirkulasi.
4. Waktu tindakan HD yang sesungguhnya lebih pendek dari yang direncanakan.
5. KoA dializer lebih rendah dari yang tertera dalam spesifikasi pabrik.
6. V penderita lebih besar dari pada yang tertera dalam normogram.
b. Yang dilakukan lebih tinggi dibanding yang direncanakan.
1. Blood urea-nitrogen (BUN) paska-HD lebih rendah karena tidak tepatnya pengambilan
sample seperti resirkulasi kardiopulmonari.
2. V dari penderita lebih kecil dari pada yang tertera dalam normogram.
3. Dializer lebih efisien, waktu tindakan HD lebih panjang.
Pada umumnya kita akan memberikan jumlah dialisis maksimum yang bisa diterima penderita
dalam waktu tertentu. Idealnya memakai dializer dengan nilai KoA tinggi untuk seluruh penderita,
bahkan untuk penderita kecil dan untuk wanita. Pemakaian dializer KoA tinggi dan penggunaan larutan
dialisis bikarbonat tidak akan mengakibatkan peningkatan efek samping.
Dializer KoA tinggi biasanya relatif lebih mahal.Di beberapa tempat dimana pemakaian ulang
tidak tersedia, dan biaya yang tinggi melemahkan pemakaian dialyzer ini.Juga dibeberapa tempat yang
masih menggunakan larutan dialisis asetat, pemakaian dializer KoA tinggi bisa meningkatkan efek
samping.Terlepas dari biaya, dializer KoA tinggi (KoA >700) perlu dipakai pada pasien besar, terutama
penderita pria yang besar yang padanya V yang ditafsirkan >45 liter. Pada penderita besar dialysis
selama 4 jam, memakai dializer KoA rendah, walaupun kecepatan aliran darah tinggi tidaklah mungkin
memadai.11 Dializer KoA tinggi juga perlu dipakai dalam dialysis singkat (<3,5 jam). Kecepatan aliran
darah yang tinggi dan menggunakan dialiser KoA rendah tidak akan memberikan dialisis yang
memadai.
44
Pemakaian kecepatan aliran darah yang tinggi, dialiser KoA tinggi, dan durasi dialisis pendek
bisa memberikan penghilangan ureum yang memadai tetapi tidak selalu menjamin klearensi yang
memuaskan dari bahan berat molekul yang lebih besar, karena penghilangan bahan ini tidak meningkat
dengan kecepatan aliran darah yang tinggi. Pada saat ini banyak pusat dialisis yang memakai dializer
besar dengan membran fluks tinggi, yang memiliki klearensi molekul tengah yang lebih tinggi dari pada
dialiser yang lama. Beberapa pusat dialisis masih mendukung pendekatan dialysis yang lama dan
lambat dengan memakai dializer KoA rendah serta kecepatan arus darah relatif rendah, dan lama
dialisis 4 jam atau lebih dan memberikan Kt/V 1,0.
Dari beberapa penelitian menyatakan bahwa perlunya pemberian dosis HD yang maksimum
agar tercapai target AHD, seperti penelitian Port FK dkk melaporkan bahwa penderita dengan RRU
>75% dibanding RRU 70-75% mempunyai resiko relatif lebih rendah daripada RRU 70-75% pada
penderia berat badan rendah dan sedang. Wood HF dkk membandingkan membran high-flux dan
membran low-flux polysulfone, mendapatkan bahwa membran high-flux menurunkan resiko mortalitas
pada penderita non diabetetes.
45
kecepatan aliran darah dan atau aliran dialisat, meningkatkan luas permukaan membran dializer
dengan memakai dializer KoA tinggi.
Akhir-akhir ini meningkatkan AHD dapat dilakukan dengan meningkatkan luas permukaan
membran dializer dengan memakai memakai 2 dializer yang dihubungkan secara paralel atau secara
seri.
Ari dalam penelitiannya melaporkan bahwa penggunaan 2 coil dializer secara seri dapat
mempersingkat lama waktu HD.
Nolph dkk penelitiannya menggunakan 2 dializer paralel mendapatkan total klearens berat
molekul rendah (ureum) yang menurun, menyimpulkan terdapatnya efikasi dialisis.
Sridhar dkk penelitian pada penderita berat badan 95 kg membandingkan penggunaan 2
dializer paralel dan dializer tunggal melaporkan 2 dializer paralel dapat meningkatkan Kt/V.
Powers dkk menggunakan 2 dializer dihubungkan secara paralel pada penderita dengan berat
badan besar mendapatkan RRU meningkat bermakna.
Denninson menggunakan 2 dializer yang dihubungkan secara seri untuk meningkatkan AHD
mendapatkan perbaikan RRU dari 52% menjadi 64%, dan menyimpulkan bahwa 2 dializer seri tersebut
dapat meningkatkan RRU 23 %.
Fritz dkk membandingkan 2 dializer yang dihubungkan secara paralel dan 2 dializer yang
dihubungkan secara seri mendapatkan bahwa Kt/V dan RRU dari penderita tersebut tidak mempunyak
perbedaan yang bermakna dan juga melaporkan 83% penderta mendapatkan target adekuasi
hemodialisis dari 2 dializer yang dihubungkan secara paralel ataupun 2 dializer yang dihubungkan
secara seri.
Pada penelitian lainnya dikatakan tidak ada perbedaan 2 dializer seri dan 2 dializer paralel, tetapi
2 dializer seri mempunyai keuntungan lebih praktis dan mudah dalam pelaksanaanya. Gerhartd dkk.
Penelitiannya membandingkan 2 dializer paralel dan 2 dializer seri, pada 167 penderita masing-masing
112 penderita menggunakan 2 dializer paralel dan 55 penderita menggunakan 2 dializer seri
menyimpulkan bahwa efektifitas kedua alat tersebut hampir sama, tetapi hubungan seri lebih
mempunyai keuntungan praktis.
46
BAB XII
Kebijakan Reuse Hemodialisa RSI
A. Latar belakang
Pertimbangan biaya
First use reaction : hipotensi, nyeri punggung, mual, muntah, nyeri dada, wheezing, nafas
pendek,; akibat aktifasi complement dan ethylen oxide.
B. Identifikasi
Nama
jumlah reuse
47
pelaksana
C. Pembilasan (rinsing)
Setelah dialyzer dipakai selanjutnya dibilas untuk membersihkan residu darah untuk melihat
keutuhan masing2 fiber dan menghilangkan bahan2 organik tersisa (cegah pertumbuhan
bakteri).
Harus konsisten ; tekanan air, kecepatan aliran, jenis aliran (terus menerus, pulsatil), reverse
ultrafiltration
D. Pengujian (testing)
Volume residual dalam hollow fiber (FBV, TCV), bila < 80% tidak dipergunakan lagi.
Pengujian terhadap kecepatan ultrfiltrasi, bila > 20% tidak dipergunakan lagi.
Pengujian kebocoran
E. Sterilisasi
Disinfectant harus tetap dalam dialyser untuk waktu tertentu, minnimum 24 jam untuk
formaldehyde dan 11 jam untuk renalin.
48
Pengujian disinfectant dengan menggunakan clinitest
Pembersihan sterilant
Dialyser dibilas sebelum digunakan dengan salin dan kompartemen dialysat dibilas dengan
dialisat.
Residual desinfectant < 5 mg/L formaldehyde.( dgn reagen Schiffs dan metoda Hantzch)
Quality assurance :verifikasi bahwa apa yng tertulis diprosedur dan kebijaksanaan telah
dikerjakan dengan benar.
Quality control : menentukan bahwa material dan proses yang digunakan untuk menyiapkan
dialyser telah sesuai dengan spesifikasi bakku dari dialyser.
Harus ada protokol baku (sebagai dokumen) untuk setiap tahapan prosedur ini.
Air yg digunakan sesuai dengan standard baku untuk mencegah kontaminasi dengan sat
pirogen atau bakteri. (<200 CFU.mL dan <5 EU/ 1 ng/mL). Minamal 1 bulan sekali dilakukan
pemeriksaan ini.
Penggunaan jangka panjang perlu perhatian terutama pada status kesehatan pasien
Dialisis yang tidak efektif akibat penurunan secara progresif permukaan membran
menyebabkan chronic underdialysis. Perlu pemeriksaan FBV setiap kali selesai prosedur.
Risiko terjadinya infeksi akibat sterilisasi yang tidak adekuat, pernah dilaporkan terjadinya
outbrake infeksi dengan mycobacterium, gram negative bacteriemia, fungiemia.
Reaksi pirogenik akibat formaldehyde dan renalin. Secara bermakna berhubungan dengan
berapa kali di proses ulang.
H. Toksisitas Kumulatif
Anti-N-like antibody
49
Terjadinya hemolisis intravaskuler
DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia A and Willson, Lorraine M, 1996, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses penyakit,
Edisi empat, EGC, Jakarta
Soeparman & Waspadji, 2007, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi V, FKUI, Jakarta
Widmann, 1995, Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 9, EGC, Jakarta
Hakim RM, Depner Ta, Parker III TF.Adequacy of hemodilaysis.Am J. ofKidney Dis. 1992; 20: 107
123
Materi Pendidikan dan Pelatihan Dialisis untuk Dokter Umum dan Spesialis RSUP Dr. Kariadi
Semarang Periode Oktober 2013
Materi Pendidikan dan Pelatihan Dialisis untuk Perawat Angkatan XV RSUP Dr. Sardjito Jogjakarta
Periode Agustus 2013
50
PENUTUP
Dengan ditetapkanya Pedoman Pelayanan Unit Hemodialisa ini maka setiap personil RS
Happy Land Medical Centre agar dapat melaksanakan ketentuan tentang Pedoman Pelayanan
Unit Hemodialisa ini dengan sebaik baiknya.
Ditetapkan oleh
51
52