KLINIS
INSTALASI HEMODIALISA
RSU MENTENG MITRA AFIA
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ruang Lingkup
Batasan Operasional
Landasan Hukum
BAB II STANDAR KETENAGAAN
Kualifikasi sumber daya manusia
Distribusi ketenagaan
BAB III STANDAR FASILITAS
Denah ruang
Standar fasilitas
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN
Alur pelayanan
Informed consent
BAB V LOGISTIK
BAB VI KESELAMATAN PASIEN
Pengertian
Tujuan
Tata laksana keselamatan pasien
BAB VII KESELAMATAN KERJA
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU
BAB IX PENUTUP
BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan Pelayanan
1. Memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita
penurunan fungsi ginjal agar tetap aktif dan produktif selain usaha untuk
memperpanjang hidup
2. Memberikan pengetahuan mengenai perlunya cuci darah dan usaha
meningkatkan kualitas hidup kepada pasien dan keluarga
Landasan Hukum
Dalam pelayanan Hemodialisa di RSU Menteng Mitra Afia memiliki landasan
hukum sebagai berikut:
1. UU no. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
2. UU no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
3. UU no. 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
4. PP no. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
5. Permenkes nomor 812 tahun 2010 tentang penyelenggaraan Pelayanan
Dialisis pada Fasilitas Kesehatan
6. Permenkes nomor 56 tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah
Sakit
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
KUALIFIKASI
NAMA
NO KEBUTUHAN
JABATAN SERTIFIKAS PENGALAMAN
PENDIDIKAN
I KERJA
Konsultan
Supervisor >5 tahun sebagai
1. Ginjal 1
instalasi HD dr.sp PD KGH
Hipertensi
Dokter
S1 Kedokteran- ACLS,Pelatih >5tahun sebagai
3. pelaksana 1
dokter umum an HD pelaksana HD
instalasi HD
Distribusi Ketenagaan
Dengan perbandingan 3 perawat mahir untuk 4 pasien Hemodialisa dan saat ini
mesin Hemodialisa yang beroperasi di RSU Menteng Mitra Afia berjumlah 6 unit,
maka berikut ini diuraikan standar ketenagaan serta distribusi ketenagaan yang
terdapat di RSU Menteng Mitra Afia
Kebutuhan
Kualifikasi
No Jabatan Kebutuhan
Pendidikan Pelatihan
1 Supervisor HD SpPD-KGH 1
PPGD / BLS /
4 Perawat Pelaksana IGD D3 Keperawatan BTLS / 4
BCLS/HD
PPGD / BLS /
5 Kepala Ruangan HD S1-Keperawatan BTLS / 1
BCLS/HD
Kualifikasi
No Jabatan Kebutuhan
Pendidikan Pelatihan
1 Supervisor HD SpPD-KGH 1
STANDAR FASILITAS
DENAH RUANG
STANDAR FASILITAS
Instalasi hemodialisa adalah fasilitas tempat pasien dengan gagal ginjal baik akut
maupun kronik untuk mendapatkan pelayanan hemodialisa. Instalasi hemodialisa
RSU Menteng Mitra Afia memiliki keseluruhan 6 mesin, dimana 1 mesin
digunakan untuk kelas VIP dan 1 mesin lainnya disediakan sebagai cadangan
apabila terjadi kerusakan mendadak dari mesin hemodialisa. Akses ruangan
hemodialisa, dirancang mudah menuju ruangan ICU misalnya memiliki lift
khusus pasien. Di dalam ruangan hemodialisa diberikan fasilitas AC dan TV
untuk kenyamanan pasien selama proses hemodialisa berlangsung.
3. R.Cuci Darah Ruang dimana pasien Min 7,2 m2 per Tempat tidur
mendapatkan tindakan cuci darah tempat tidur pasien,mesin HD
4. R.Isolasi Cuci Ruangan dimana pasien isolasi Min 9 m2 per Tempat tidur
Darah yaitu dengan hasil HbsAG (+) tempat tidur pasien,mesin HD
mendapatkan tindakan cuci darah khusus untuk R.
isolasi, tensimeter dan
stetoskop khusus
untuk R.Isolasi
8. Ruang Tangki Air Ruang tempat meletakkan tangki Tergantung Tangki air dan pompa
Harian yang menampung air yang telah kapasitas tangki
disterilisasi untuk dapat air
digunakan pada mesin
Hemodialisa atau mesin
pembersih dialiser.
9. Ruang Reuse Ruang tempat pembersihan Min 4-6 m2 Bak cuci dialiser
Dialiser dialiser agar dapat dipergunakan (Kitchen Zinc), alat
kembali. Reuse dialiser
(pembersih filter),alat
dekontaminasi dialiser
reuse
10. Gudang Ruang penyimpanan alat-alat Sesuai kebutuhan Lemari atau rak
Hemodialisa
11. Ruang Kepala Ruang tempat kepala ruang Sesuai kebutuhan Kursi,meja ,
Instalasi HD Instalasi Hemodialisa bekerja dan komputer,printer dan
melakukan kegiatan perencanaan ATK lainnya
dan manajemen
13. Pantry Sebagai tempat untuk menyiapkan Sesuai kebutuhan Perlengkapan dapur,
makanan dan minuman bagi kursi, meja,Zinc
mereka yang ada di instalasi HD
dan sebagai tempat istirahat
petugas
TATALAKSANA PELAYANAN
4. INFORMED CONSENT
Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif
antara dokter dengan pasien dan bertemunya pikiran tentang apa yang akan dan
apa yang tidak akan dilakukan tehadap pasien. Definisi operasionalnya adalah
suatu pernyataan sepihak dari orang yang berhak (yaitu pasien, keluarga atau
walinya) yang isinya berupa ijin atau persetujuan kepada dokter untuk melakukan
tindakan medik sesudah orang yang berhak tersebut diberi informasi secukupnya.
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
Pengertian
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi:
assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan
tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko.
Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan
yang seharusnya dilakukan.
Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya kejadian yang tidak diharapkan di rumah sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian yang tidak diharapkan.
KESELAMATAN KERJA
Keselamatan Kerja
Pengendalian Bahaya di Rumah Sakit
Risiko bahaya yang terjadi di rumah sakit adalah akibat faktor-faktor lingkungan
kerja yang bersumber dari bahan-bahan yang dipergunakan dalam suatu proses
produksi, hasil produksi, sisa produksi serta peralatan dan sarana dalam
melakukan pekerjaan serta keadaan cuaca ditempat kerja.
Faktor-faktor lingkungan kerja di RSU Menteng Mitra Afia terdiri dari faktor
fisik, faktor kimia, faktor biologi, faktor psikologi dan faktor ergonomik. Faktor-
faktor lingkungan kerja yang nilainya melampaui Nilai Ambang Batas (NAB),
maka kemungkinan dapat mengakibatkan gangguan kenyamanan kerja, gangguan
kesehatan bahkan dapat mengakibatkan penyakit akibat kerja.
1. Faktor Fisik di lingkungan Rumah Sakit
Faktor-faktor fisik yang biasanya terjadi di lingkungan kerja rumah sakit
adalah:
a. Iklim kerja
Iklim Kerja, adalah keadaan lingkungan kerja yang merupakan
perpaduan antara parameter-parameter suhu udara, kelembaban
udara, suhu radiasi, kecepatan gerakan udara dan panas
metabolisme sebagai hasil aktivitas dari seseorang. Bila melampaui
Nilai Ambang Batas (NAB) sesuai dengan Keputusan Menteri
Tenaga Kerja Nomor. KEP - 51/MEN/1999 tanggal 16 April 1999
dan Keputusan Dirjen PPM & PLP No.HK.00.06.64.44, maka akan
mengakibatkan berbagai kelainan fisik dan fisiologis.
Pengendalian bahaya fisik akibat iklim kerja dilakukan sebagai
berikut:
i. Terhadap lingkungan kerja:
Menyempurnakan sistem ventilasi
Terhadap permukaan yang mempunyai suhu permukaan tinggi
memperkecil panas radiasi
Menyediakan tempat istirahat yang cukup
Memberikan warna yang cerah pada peralatan yang memberikan
sumber panas
Memasang shielding (penyekat) antara sumber panas dan tenaga
kerja
ii. Terhadap tenaga kerja:
Memberikan air minum dekat tempat kerja yang memenuhi
syarat yang berarti cukup dan mudah dicapai dari lokasi kerja
Pada lingkungan kerja yang mempunyai suhu radiasi rendah
dianjurkan dengan pakaian kerja ringan, sedang untuk radiasi
tinggi dianjurkan dengan pakaian kerja dengan tertutup seluruh
permukaan kulit dan berwarna putih
Dihindari bagi tenaga kerja yang harus bekerja dilingkungan
panas apabila berbadan gemuk sekali dan menderita penyakit
kardio-vaskuler
iii. Terhadap lingkungan kerja yang bersuhu dingin:
Disediakan intermediate room dengan perubahan suhu yang
tidak terlalu besar sebelum masuk ke tempat kerja bersuhu
dingin
Mencegah pengeluaran panas dari tubuh dengan pakaian
pelindung
Memperbesar E-req dengan menaikan metabolisme melalui
pemberian makanan tambahan dan dalam hal-hal tertentu
Meningkatkan aktivitas
b. Kebisingan
Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki yang dapat
menimbulkan bising mengganggu (annoyance noise), yaitu
kebisingan yang tidak menghilangkan daya dengar, tetapi
mengganggu konsentrasi/ketenangan. Biasanya tingkat kebisingan
rendah dan suaranya tidak keras. Sedangkan bising yang
menyebabkan kehilangan daya dengar, yaitu kebisingan yang
menyebabkan ketulian pada tingkat kebisingan yang tinggi. Nilai
Ambang Batas Kebisingan (NAB) telah diatur dengan Keputusan
Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-51/MEN/1999 dan Keputusan
Dirjen PPM & PLP No.HK.00.06.64.44.
Kebisingan dapat menyebabkan berbagai pengaruh terhadap tenaga
kerja seperti :
Gangguan Fisiologis
Gangguan Tidur
Gangguan Komunikasi
Gangguan Psikologis
Gangguan Pendengaran
Pengendalian bahaya fisik akibat kebisingan
Pengendalian terhadap bahaya kebisingan pada prinsipnya adalah
mengurangi tingkat dan atau lamanya pemaparan, secara garis
besar usaha-usaha yang dapat ditempuh dengan cara:
i. Pengendalian secara teknis
Mengurangi kebisingan pada sumbernya, misalnya
memasang peredam pada tempat-tempat sumber bising
Merawat mesin-mesin secara teratur
Fondasi mesin harus baik, dijaga agar baut dan sambungan
tidak ada yang goyang
ii. Pengendalian secara administratif
Pengaturan secara administratif dilakukan dengan mengatur
waktu pemaparan yaitu tidak berada dilingkuan kerja yang
mempunyai kebisingan dengan intensitas melampaui Nilai
Ambang Batas (NAB)
iii. Pengendalian secara medis
Pemeriksaan sebelum bekerja
Pemeriksaan berkala
iv. Penggunaan alat pelindung diri
Ear muff (tutup telinga)
Ear plug (sumbat telinga)
c. Pencahayaan
Intensitas pencahayaan yang cukup dan distribusinya merata serta
tidak menimbulkan kesilauan, dapat terlaksana kalau perencanaan
atau desain dari pemasangan lampu ruangan kerja. Intensitas
cahaya dinyatakan dalam satuan “Lux” yaitu satuan penerangan
atau pencahayaan per m2 nya jatuh arus cahaya sebesar satu lumen.
Standart intensitas pencahayaan di tempat kerja diatur dalam
Peraturan Menteri Perburuan (PMP No.7 th 1964) tentang syarat-
syarat kebersihan di tempat kerja dan intensitas pencahayaan dan
Keputusan Dirjen PPM & PLP No.HK.00.06.64.44.
Penerangan yang buruk dapat mengakibatkan:
Kelelahan mata dengan akibat berkurangnya daya dan
efisiensi kerja
Keluhan pegal-pegal didaerah mata dan sakit kepala
disekitar mata
Kerusakan indra mata
Meningkatnya terjadinya kecelakaan
Pengendalian bahaya fisik akibat Intensitas cahaya
Membersihkan secara rutin instalasi penerangan termasuk
lampunya
Secepatnya mengganti dan memperbaiki instalasi
penerangan dan lampu-lampu yang rusak
Jika memakai penerangan alami atau sinar matahari
diupayakan agar jendela tempat jalannya masuk sinar
matahari tidak terhalang atau tertutup
Penambahan penerangan lokal apabila penerangan umum
tidak mencukupi untuk jenis pekerjaan-pekerjaan tertentu
d. Getaran
Getaran adalah merupakan salah satu faktor fisik dan biasanya
terjadi karena mesin-mesin atau alat-alat mekanis lainnya yang
dijalankan dengan suatu motor dapat menghasilkan suatu getaran
yang akan diteruskan ke tubuh tenaga kerja yang
mengoperasikannya.
Nilai Ambang Batas (NAB) intensitas getaran telah ditetapkan
dengan keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-51
/MEN/1999, Keputusan Dirjen PPM & PLP No. HK.00.06.64.44
dan menurut Internasional Standar Organisation (ISO,1979) batas
aman bagi kesehatan, yaitu getaran paling kecil yang dapat
mengganggu kesehatan adalah 14 mm/detik.
Pengaruh dari getaran adalah:
Menggangu kenyamanan kerja
Mempercepat terjadinya kelelahan
Membahayakan kesehatan
Pengendalian bahaya fisik akibat Getaran
Isolasi sumber getaran
Bila mungkin pekerjaan dilaksanakan secara remote kontrol
Mengurangi waktu pemaparan terhadap getaran, diselingi
dengan waktu istirahat yang cukup
Melengkapi peralatan mekanis yang dapat menahan atau
menyerap getaran
Merawat mesin secara rutin
e. Gelombang Radiasi
Radiasi dapat ditimbulkan oleh peralatan-peralatan dengan
kemajuan teknologi yang sangat pesat sekarang ini. Radiasi
gelombang elektromagnetik terdiri dari radiasi yang mengion dan
radiasi yang tidak mengion, seperti gelombang-gelombang mikro,
sinar laser, sinar tampak (termasuk sinar dari layar monitor), sinar
infra red, sinar ultra violet.
Nilai Ambang Batas (NAB) telah diatur menurut Keputusan
Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-51/MEN/1999 tanggal 16 April
1999.
Pengaruh dari pada radiasi adalah:
Menyebabkan kemandulan
Menyebabkan mutasi gen
Menyebabkan berbagai penyakit mata
Menyebabkan iritasi kulit
Pengendalian bahaya fisik akibat Radiasi:
Isolasi sumber radiasi
Bila mungkin pekerjaan dilaksanakan secara remote kontrol
Mengurangi waktu pemaparan terhadap radiasi, diselingi
waktu istirahat yang cukup
Menggunakan alat pelindung diri
Merawat mesin secara rutin dan pemberian makanan
tambahan
5. Keamanan Pasien
Untuk menjamin keamanan pasien selama menjalani pengobatan di RSU
Menteng Mitra Afia, perlu dilengkapi dengan adanya perlengkapan
keamanan bagi pasien, antara lain:
Pegangan tangan sepanjang tangga dan dinding.
Perlunya pegangan sepanjang tangga dan dinding dimaksudkan
agar pasien, termasuk keluarga dan karyawan dapat berpegangan
saat menaiki atau menuruni tangga, dan bagi pasien yang dalam
kondisi lemah, apabila tidak menggunakan kursi roda, dapat
berjalan dengan berpegangan pada dinding.
Toilet dilengkapi pegangan dan bel.
Pegangan di toilet pasien untuk membantu pasien yang kondisinya
lemah agar tidak terjatuh saat berada dalam toilet. Bel di toilet
ditujukan untuk memudahkan pasien meminta pertolongan apabila
terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan saat berada dalam toilet.
Pintu dapat dibuka dari luar.
Pintu toilet di ruang perawatan hendaknya dapat dibuka dari luar
agar apabila terjadi sesuatu kondisi darurat misalnya pasien terjatuh
di depan pintu, petugas dapat segera memberikan pertolongan
tanpa terhalang oleh tubuh pasien.
Tempat tidur dilengkapi penahan pada tepinya.
Penahan pada tepi tempat tidur pasien dengan jarak terali lebih
kecil dari kepala anak +/- 10 cm, agar pasien tidak mudah terjatuh
dari tempat tidur dan mencegah terjadinya kecelakaan pada anak-
anak.
Sumber listrik mempunyai penutup/pengaman.
Untuk mencegah/mengurangi bahaya yang mungkin timbul dari
sumber listrik terutama diruangan rawat inap.
Untuk mencegah terjadinya luka bakar oleh air panas, seluruh
sumber air panas perlu memiliki kendali otomatis.
Pemasokan oksigen yang cukup pada tempat-tempat penting.
Ketersediaan oksigen di semua ruang perawatan, IGD, ICU dan
kamar operasi harus selalu terjamin. Untuk itu harus dilakukan
pengecekan dan pemeliharaan rutin terhadap perlengkapan ini.
Tersedia emergency trolley dan suction.
Kamar dilengkapi dengan bel yang mudah dijangkau dan lampu
darurat.
Setiap kamar perawatan dilengkapi dengan bel yang letaknya
mudah dijangkau serta lampu darurat yang otomatis menyala ketika
dibutuhkan.
PENGENDALIAN MUTU
PENUTUP