Anda di halaman 1dari 31

PEDOMAN PELAYANAN HIGH CARE UNIT (HCU)

RSUD DR SOEROTO NGAWI


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pelayanan High Care Unit (HCU) di Rumah Sakit perlukan ditingkatkan secara
berkesinambungan dalam rangka memenuhi kebutuhan pelayanan pengobatan,
perawatan dan pemantauan secara ketat untuk pasien yang memerlukan observasi
ketat tanpa pemakaian alat bantu pernafasan.
High Care Unit (HCU) adalah unit pelayanan di Rumah Sakit bagi pasien dengan
kondisi stabil dari fungsi respirasi, hemodinamik, dan kesadaran namun masih
memerlukan pengobatan, perawatan dan pemantauan secara ketat. Tujuannya ialah
agar bisa diketahui secara dini perubahan-perubahan yang membahayakan, sehingga
bisa dengan segera dipindah ke ICU untuk dikelola lebih baik lagi.
Pelayanan HCU adalah tindakan medis yang dilaksanakan melalui pendekatan tim
multi disiplin yang dipimpin oleh dokter spesialis yang telah mengikuti pelatihan dasar-
dasar HCU. Pelayanan HCU meliputi pemantauan pasien secara ketat, menganalisis
hasil pemantauan dan melakukan tindakan medik dan asuhan keperawatan yang
diperlukan..
Standar yang dikembangkan dengan baik akan memberikan ciri ukuran kualitatif
yang tepat seperti yang tercantum dalam standar pelaksanaannya Standar selalu
berhubungan dengan mutu karena standar menentukan mutu. Standar dibuat untuk
mengarahkan cara pelayanan yang akan diberikan serta hasil yang ingin dicapai.
Standar merupakan pernyataan-pernyataan tertulis mengenai harapan –harapan
singkat ketrampilan/kompetensi untuk memastikan pencapaian suatu hasil tertentu.
Untuk menjamin mutu asuhan yang diberikan, standar merupakan landasan normatif
dan parameter untuk menentukan tingkat keberhasilan dalam memenuhi kebutuhan
yang seharusnya. Dalam penyusunan standar diharuskan untuk memperhatikan proses
dan harapan yang akan terjadi dalam upaya meningkatkan mutu layanan.
Di RSUD dr. Soeroto Ngawi HCU yang ada model separated (conventional)
dimana HCU masih berada di setiap ruangan jadi satu dengan bangsal perawatan. Hal
ini menjadi masalah ketika SDM yang ada juga merawat pasien bangsal sehingga
dikhawatirkan pasien yang membutuhkan observasi ketat kurang optimal dalam
pemantauan. Selain itu kebutuhan sarana dan prasarana juga kurang efektif dan efisien.

1.2. Tujuan
1. Tujuan Umum .
Meningkat mutu pelayanan dan keselamatan pasien yang dirawat di HCU
2. Tujuan Khusus
a. Menyediakan, meningkatan dan mengembangkan sumber daya manusia
b. Meningkatkan sarana dan prasarana serta peralatan HCU
c. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemanfaatan pelayanan HCU
terutama bagi pasien kritis stabil yang hanya membutuhkan pelayanan
pemantuan

1.3. Ruang Lingkup


Pelayanan HCU diberikan kepada pasien dengan kondisi kritis stabil yang
membutuhkan pelayanan, pengonatan dan pemantauan secara ketat tanpa penggunaan
alat bantu (misalnya ventilator) dan terapi titrasi.

1.4. Batasan Operasional


Pelayanan High care unit digunakan bagi pasien yang membutuhkan perawatan
khusus dengan peralatan khusus yang tidak bisa dilakukan di ruang rawat inap dan
tidak memerlukan perawatan di ICU.

1.5. Landasan hukum


1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;

2. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;

3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Teknis


Pengelolaan Badan Layanan Umum Daerah

4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah
Sakit

5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2012


tentang Akreditasi Rumah Sakit

6. Permenkes 56 tahun 2014 tentang perizinan dan klasifikasi rumah sakit

7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :


129/Menkes/SK/II/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah
Sakit

8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


No.1087/MENKES/SK/VIII/2010 tentang standar kesehatan dan
keselamatan kerja di Rumah Sakit.

9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.834/


Menkes/SK/VII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan
High Care Unit (HCU) di Rumah Sakit.

10. Peraturan Daerah Ngawi Nomor 17 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 9 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan tata Kerja Lembaga Teknis Daerah;
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

2.1. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA


Tenaga yang terlibat dalam pelayanan HCU terdiri dari tenaga dokter spesialis,
dokter dan perawat. Tenaga tersebut melaksanakan pelayanan HCU sesuai dengan
kompetensi dan kewenangan yang diatru oleh masing-masing RS. Adapun susunan tim
pelayanan HCU adalah sebagai berikut :
1. Kepala Instalasi ( dibawah Instalasi Intensive Care Unit)
Dokter spesialis yang telah mengikuti pelatihan dasar-dasar HCU, yang meliputi :
a. Pelatihan pemantauan
b. Pelatihan penatalaksanaan jalan nafas dan tarapi oksigen
c. Pelatihan terapi cairan, elektrolit dan asam basa
d. Pelatihan pencegahan dan pengendalian infeksi
e. Pelatihan manajemen HCU
2. Dokter jaga dan Perawat
a. Dokter spesialis/dokter yang telah mengikuti pelatihan basic dan advance life
support
b. Perawat yang telah mengikuti pelatihan basic life support dan dapat
melakukan pemantauan menggunakan peralatan monitor.
Rasio jumlah perawat berbanding pasien di HCU sebaiknya adalah 1
perawat untuk 2 pasien SDM pelayanan HCU diharuskan untuk mengikuti
pendidikan dan pelatihan secara berkelanjutan guna mempertahankan dan
meningkatkan kompetensinya sesuai dengan perkembangan ilmu dan
teknologi kedokteran.
Program pelatihan harus diselenggarakan bagi semua staf agar dapat
meningkatkan dan menambah pengetahuan, keterampilan dan kemampuan
dalam menerapkan prosedur serta pengetahuan dan teknologi baru.
Program pengembangan dan pendidikan ekstra untuk dokter ditujukan pada
pelatihan dan pelatihan ulang ACLS,FCCS, dan PFCCS. Umtuk perawat
ditujukan
pada pelatihan Bantuan Hidup Dasar,ACLS, kardiologi dasar dan Pelatihan
ICU. Adapun evaluasi dilakukan setelah pelatihan dilaksanakan.
2.2. DISTRIBUSI dan POLA KETENAGAAN

POLA KETENAGAAN
HIGH CARE UNIT RSUD dr SOEROTO NGAWI

NO NAMA JABATAN KUALIFIKASI PENDIDIKAN SERTIFIKASI


1 Kepala Instalasi  Dokter Spesialis  Memiliki STR dan SIP yang masih
Anestesi berlaku

 RUANG HIGH CARE UNIT (HCU)

1 Kepala Ruang  Minimal S1 Keperawatan  Sertifikat manajemen ruang


 Pengalaman kerja perawatan
minimal 10 tahun di  Sertifikat PPGD/BLS/BTLS
perawatan  Sertifikat Diklat perawat ahli
 Memiliki STR dan SIP yang masih
berlaku
2 Pembimbing Klinik  Minimal S1  Sertifikat Clinical Instructur
Keperawatan  Sertifikat PPGD/BLS/BTLS
 Pengalaman kerja  Sertifikat Diklat perawat ahli
minimal 5 tahun di  Memiliki STR dan SIP yang masih
perawatan berlaku
 SK Direktur

3 Kepala Tim Jaga  Minimal S1 Keperawatan  Sertifikat PPGD/BLS/BTLS


 Pengalaman kerja  Sertifikat Diklat perawat ahli
minimal 3 tahun di  Memiliki STR dan SIP yang masih
perawatan berlaku
 SK Direktur
4 Perawat Pelaksana  Minimal D III  Sertifikat PPGD/BLS/BTLS
Keperawatan  Memiliki STR dan SIP yang masih
berlaku
BAB III
STANDAR FASILITAS

3.1. PERALATAN

No Nama Alat Jumlah


1. Bedside Monitor ( yang bisa memonitor tekanan darah Sesuai jumlah bed HCU
non-invasif secara berkala, laju nadi, EKG dan
oksimeteri)
2. Defibrilator 1 (jumlah)

3. Set Troley Emergency (termasuk alat dan obat 1 (minimal)


pembebas jalan nafas)
4. Alat penghisap lendir (suction pump) (sentral atau Sesuai jumlah bed HCU
manual)
5. Alat akses pembuluh darah , termasuk kateter vena Harus tersedia
sentral
6. Pompa infus (infusion pump/syringe pump) 1/1 TT (minimal)

7. Alat transportasi pasien (monitor, brangkar) Unit

8. Sumber oksigen (sentral/tabung) 1 unit (minimal)

3.2. SARANA DAN PRASARANA


1. Lokasi : bergantung dari model yang dipilih
Paralel HCU yaitu HCU yang terletak berdekatan (bersebelahan) dengan ICU.
2. Kebutuhan Ruangan
Ruangan HCU dibagi menjadi beberapa area yang terdiri dari :
a. Area pasien
1) Unit terbuka 12-16 m2/ tempat tidur
2) Unit tertutup 16-20 m2/ tempat tidur
3) Jarak antara tempat tidur 2 m
4) Unit terbuka mempunyai tempat cuci tangan setiap 2 tempat tidur.
5) Unit tertutup 1 ruaNgan 1 tempat cuci tangan
6) Harus ada sejumlah outlet yang cukup sesuai dengan level HCU. HCU
tersier paling sedikit 3outlet udara-tekan dan 3 pompa isap dan minimal
16 stop kontak untuk setiap tempat tidur.
7) Pencahayan cukup dan adekuat untuk observasi klinis dengan lampu TL
day light 10 watt/m2. Jendela dan akses tempat tidur menjamin
kenyamanan pasien dan personil. Desain dari unit juga memperhatikan
privasi pasien.
b. Area kerja meliputi
Ruang yang cukup untuk staf dan dapat menjaga kontak visual
perawat dengan pasien.
Ruang cukup untuk memonitor pasien, peralatan resusitasi dan
penyimpanan obat dan alat (termasuk lemari pendingin)
Ruangan yang cukup untuk mesin X-Ray mobile dan dilengkapi dengan
viewer.
Ruang untuk telepon dan sistem komunikasi lain, komputer dan
koleksi data, juga tempat untuk penyimpanan alat tulis dan terdapat
ruang yang cukup resepsionis dan petugas adminitrasi.
1) Lingkungan
Mempunyai pendingin ruangan/AC yang dapat mengontrol suhu dan
kelembaban sesuai dengan luas ruangan. Suhu 22-25˚C kelembaban
50-70%
2) Ruang penyimpanan peralatan dan barang bersih
Untuk menyimpan monitor, ventilasi mekanik, pompa infus dan
pompa syringe, peralatan dialis, alat-alat sekali pakai, cairan,
penggantung infus, troli, penghangat darah, alat hisap, linen dan
tempat penyimpanan barang dan alat bersih.
3) Ruang tempat pembuangan alat/bahan kotor
Ruang untuk membersihkan alat-alat, pemeriksaan urine,
pengosongan dan pembersihan pispot dan botol urine. Desain unit
menjamin tidak ada kontaminasi.
4) Ruang staff
Terdapat ruang terpisah yang dapat digunakan oleh staf yang
bertugas.
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

Tata laksana pelayanan High care unit jadi satu dengan instalasi Intentive care
dan ruang pulih sadar pada umumnya dikerjakan secara team work, dilakukan sesuai
asuhan keperawatan dan terdokumentasikan dengan baik.

4.1. Ruang lingkup pemantauan yang harus dilakukan antara lain :


1. Tingkat kesadaran
2. Fungsi pernafasan dan sirkulasi dengan interval waktu minimal 4 jam ata
disesuaikan dengan keadaan pasien.
3. Oksigenasi dengan menggunakan oksimeter secara terus menerus
4. Keseimbangan carian dengan interval waktu minimal 8 jam atau disesuaikan
dengan keadaan pasien.
Tindakan medik dan asuhan keperawatan yang dilakukan adalah :
1. Bantuan dasar hidup/ basic life support (BHD/BLS) dan bantuan hidup lanjut /
advanced life support (BHD/ALS)
a. Jalan nafas (airway)
Membebaskan jalan nafas, bila perlu menggunakan alat bantu jalan nafas,
seperti pipa oropharinfgeal atau pipa nasopharingeal. Dokter HCU juga
harus mampu melakukan intubasi endotrakea bila diindikasi dan segera
memindahkan/merujuk pasien ke ICU
b. Pernafasan/ventilasi (breathing)
Mampu melakukan bantuan nafas (breathing support_ dengan bag-mask-
valve
c. Sirkulasi (circulation)
Resusitasi cairan, tindakan defibrilasi, tidakan kompresi jantung luar.
2. Terapi Oksigen
Memberikan oksigen sesuai kebutuhan pasien dengan berbagai alat pengalir
oksigen, seperti : kanul nasal, sungkup muka sederhana, sungkup muka dengan
reservoir, sungkup muka dengan katup dan sebaginya.
3. Pengunaan obat-obatan untuk pemeliharaan/stabilisasi (obat inotropik, obat anti
nyeri, obat aritmia jantung, obat-obat yang bersifat vasoaktif dan lain-lain)
4. Nutrisi enteral atau nutrisi parentela campuran
5. Fisioterapi sesuai dengan keadaan pasien
6. Evaluasi seluruh tidakan dan pengobatan yang telah diberikan.
Kekhususan yang harus dimiliki :
1. Ruangan tersendiri ; letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat,
bersebelahan dengan ICU dan ruangan perawatan lain.
2. Memiliki ketentuan / kriteria penderita yang masuk, keluar serta rujukan.
3. Memiliki konsultan yang dapat dihubungi dan datang setiap saat bila diperlukan.
4. Memiliki seorang kepala ICU, seorang dokter konsultan intensive care, atau bila
tidak tersedia oleh dokter spesialis anestesiologi , yang bertanggung jawab
secara keseluruhan dan dokter jaga yang minimal mampu melakukan resusitasi
jantung paru (bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut).
5. Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien : perawat
sama pasien 2:1.
6. Memiliki lebih dari 50% perawat bersertifikat BLS dan dapat melakukan
pemantauan menggunakan peralatan monitor atau minimal berpengalaman
kerja 3 (tiga) tahun di rumah sakit.
7. Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, roentgen, kemudahan diagnostik
dan fisioterapi selama 24 (dua puluh empat) jam.
8. Memiliki ruangan isolasi atau mampu melakukan prosedur isolasi.

4.1. ALUR PELAYANAN


Pasien yang memerulukan pelayanan HCU sesuai indikasinya adalah :
1. Pasien dari ICU
2. Pasien dari IGD
3. Pasien dai Kamar Operasi atau kamar tindakan lain, seperti : kamar bersalin,
ruang dialisis.
4. Pasien dari bangsal ( Ruang Rawat Inap)
5. Pasien dari Kamar Operasi atau kamar tindakan lain, seperti kamar bersalin,
Ruang endoskopi, ruang dialisis.
Bagan 1. Alur Pelayanan HCU di Rumah Sakit

Pasien Gawat

Tidak Ya

Poliklinik IGD

Kamar Operasi ICU HCU Bangsal

Kamar jenazah

Rujuk

A. INDIKASI MASUK DAN INDIKASI KELUAR


Penentuan indikasi pasien yang masuk ke HCU dan keluar dari Hcu serta pasien
yang tidak dianjurkan untuk dirawat di HCU ditentukan berdasarkan kriteria sebagi
berikut :
1. Indikasi Masuk
a. Pasien gagal organ yang berpotensi mempunyai resiko tinggi untuk terjasi
komplikasi dan tidak memerlukan monitor dan alat bantu invasif.
b. Pasien yang memerlukan perawatan dan pengawasan perioperatif
2. Indikasi Keluar
a. Pasien yang tidak lagi membutuhkan pemantauan ketat.
b. Pasien yang cenderung memburuk dan/atau memerlukan pemantauan
dengan alat bantu invasif sehingga perlu pindah ke ICU
3. Pasien yang tidak perlu masuk HCU
a. Pasien dengan fase terminal suatu penyakit (seperti : kanker stadium akhir)
b. Pasien/keluarga yang menolak untuk dirawat di HCU (atas dasar onfored
consent)

Kebijakan Umum:

1. Peralatan di unit harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi sesuai


dengan ketentuan yang berlaku.
2. Pelayanan di unit harus selalu berorientasi kepada mutu dan keselamatan
pasien.
3. Semua petugas unit wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan dalam
K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
5. Setiap petugas harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar prosedur
operasional yang berlaku, etika profesi dan menghormati hak pasien.
6. Pelayanan unit dilaksanakan dalam 24 jam.
7. Penyediaan tenaga harus mengacu kepada pola ketenagaan.
8. Untuk melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin
bulanan minimal satu bulan sekali.

Kebijakan Khusus :

1. Ruang intensif penerimaan rujukan pasien dari rumah sakit lain sesuai dengan
standar dan fasilitas yang dimiliki dan bila pasien memerlukan perawatan intensif
yang lebih tinggi tingkatannya dapat di rujuk ke rumah sakit lain sesuai dengan
kondisi pasien.
2. Setiap tindakan kedokteran (medis) yang akan dilakukan harus ada informed
consent.
3. Pada keadaan darurat, untuk kepentingan terbaik pasien, dokter jaga ICU atau
dokter spesialis anestesi dapat melakukan tindakan kedokteran yang diperlukan
dan informasi dapat diberikan pada kesempatan pertama.
4. Apabila pasien berada dalam tahap terminal dan tindakan resusitasi diketahui
tidak akan menyembuhkan atau memperbaiki kualitas hidup pasien, dokter dapat
membuat keputusan untuk tidak melakukan resusitasi.
5. Dalam menghadapi tahap terminal, dokter HCU harus mengikuti pedoman
penentuan kematian batang otak dan penghentian peralatan life – supporting.
6. Tindakan yang bersifat kedokteran harus dikerjakan oleh tenaga medis tetapi
dengan pertimbangan yang memperhatikan keselamatan pasien tindakan –
tindakan tertentu dapat didelegasikan kepada tenaga kesehatan non medis yang
terlatih.
7. Kriteria dokter HCU adalah telah mengikuti pelatihan / pendidikan perawatan ICU
dan telah mendapat sertifikat Intensive care Medicine ( KIC, Konsultan Intensive
Care) melalui program pelatihan dan pendidikan yang diikuti oleh perhimpunan
profesi yang terkait atau kalau belum ada KIC dapat diserahkan ke dokter
spesialis anestesi
8. Mampu melakukan prosedur Critical Care biasa, antara lain :
 Memasang kateter intravascular dan peralatan monitoring, termasuk :
o Kateter arteri
o Kateter vena perifer
o Kateter vena central ( CVP )
9. Fungsi dan kewenangan Kepala unit intensif sebagai koordinator pengelolaan
pasien :Fungsi :Melakukan evaluasi menyeluruh, mengambil kesimpulan,
memberi instruksi terapi dan tindakan secara tertulis dengan mempertimbangkan
usulan anggota team.
9. Setiap bulan wajib membuat laporan kegiatan dan disampaikan kepada Direktur
Kewenangan / peran : Mampu berperan sebagai pimpinan tim dan memberikan
pelayanan di HCU, menggabungkan dan titrasi layanan pada pasien berpenyakit
kompleks atau cedera termasuk gagal organ multi sistem.
Intensivist memberi pelayanan sendiri atau dapat berkolaborasi dengan dokter
pasien sebelumnya. Mampu mengelola pasien dalam kondisi yang biasa
terdapat pada pasien sakit kritis seperti :
1. Haemodinamik tidak stabil
2. Gangguan atau gagal nafas, dengan atau tanpa memerlukan tunjangan
ventilasi mekanis.
3. Gangguan neurologis akut termasuk mengatasi hipertensi cranial
4. Gangguan atau gagal ginjal akut
5. Gangguan endokrin dan / metabolik akut yang mengancam nyawa
6. Kelebihan dosis obat, reaksi obat atau keracunan obat
7. Gangguan koagulasi
8. Infeksi serius
9. Gangguan nutrisi yang memerlukan tunjangan nutrisi
10. Setiap penggunaan peralatan medis diinformasikan kepada penanggung
jawab pasien
11. Seluruh fasililtas pelayanan yang ada di HCU baik medis maupun non
medis menjadi tanggung jawab Ka Ru termasuk pemeliharaan dan
perbaikan berkoordinasi dengan bagian teknisi.
12. Untuk pencegahan infeksi nosokomial, setiap petugas diwajibkan
mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
13. Indikasi pemeriksaan laboratorium dan radiologi berdasarkan permintaan
dari DPJP (Dokter penanggung Jawab Pasien) atau dokter konsulen lain
berkoordinasi dengan dokter penanggung jawab HCU / ICU
14. Setiap permintaan laboratorium dan radiologi dituliskan pada formulir
yang sudah ditentukan lalu di input oleh petugas administrasi untuk
selanjutnya di informasikan pada bagian terkait
15. Prosedur konsul antar spesialis / konsulen :
a. Pasien yang masuk HCU akan dirawat bersama oleh dokter
spesialis atau konsultan primer lainnya dengan dokter spesialis
anastesi
b. Dokter spesialis anastesi sebagai staf ahli yang menyediakan
sarana perawatan dan terapi melalui konsultasi efektif pada awal
pasien masuk ICU
c. Dokter spesialis anastesi menjadi dokter yang secara de facto
mengatur pelayanan pada penderita
d. DPJP pasien yang di rujuk langsung ke HCU oleh dokter jaga IGD
ialah dokter spesialis atau konsultan primer lainnya
e. DPJP utama berwenang dalam melaksanakan praktek kedokteran
yang di bantu sepenuhnya oleh seluruh perawat dan staf HCU
yang bertugas. Kewenangan tersebut harus dengan tetap
memperhatikan dan mempertimbangkan saran dari DPJP atau
dokter spesialis lain yang terkait dengan parawatan pasien
f. Bila terjadi masalah dalam penepatan DPJP utama, maka hal
tersebut dilaporkan kepada Bidang Pelayanan sesegera mungkin
g. Untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, setiap hal yang
terkait dengan mutu pelayanan dan kepentingan pasien akan di
ajukan untuk dilakukan audit medis oleh Sub Komite Audit pasien
BAB V
STRUKTUR ORGANISASI

A. STRUKTUR ORGANISASI
Secara struktural HCU dapat berada dibawah Instalasi Intensive Care
Unit .Untuk mewujudkan pelayanan HCU yang optimal perlu adanya kebijakan tata
kelola manajemen tertulis meliputi uraian tugas dan tanggung jawab yang terinci
maupun secara klinis/teknis medis yang dituangkan dalam standar prosedur operasional
HCU.
Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang optimal dari program pelayanan HCU
di rumah sakit perlu ditata pengorganisasian pelayanan dengan tugas dan wewenang
yang jelas dan terinci baik secara administratif maupun secara teknis disesuaikan
dengan jenis dan kelas rumah sakit, sarana, prasarana dan peralatan serta ketenagaan.

Bagan struktur organisai bagi rumah sakit dengan pelayanan HCU di bawah instalasi /
departemen / SMF.

Direktur

Komite Medik Bidang Pelayanan Direktur Admin Umum

Instalasi Intensive Care


unit

Kepala ICU

Koordinator

Pelayanan HCU

B. URAIAN TUGAS
Uraian tugas masing-masing personil tim adalah sebagi berikut :
1. Koordinator/ketua Tim Pelayanan HCU
Tugas pokok :
a. Menyelenggarakan upaya pelayanan HCU sesuai dengan kemampuan
ketenagaan yang ada.
b. Menyelenggarakan dan melaksanakan kerjasama lintas program dan lintas
sektoral dengan berbagai disiplin dan sektor yang terkait.

Uraian Tugas

a. Merencanakan/membuat rencana kerja kebutuhan tim setiap tahunnya.


b. Menyelenggarakan pelayanan HCU berdasarkan rencana kebutuhan
ketenagaan, sesuai kebijakasanaan yang telas ditetapkan oleh direktur
rumah sakit.
c. Menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, penelitian serta pengembangan
ilmu kedokteran.
d. Menyelenggaraan rujukan, baik di dalam maupun ke dan dari luar rumah
sakit.
e. Menyelenggarakan kerjasama dengan tim/SMF (staf Medik Fungsional) lain
di Rumah sakit, serta hubung lintas program dan lintas sektoral melalui
direktur rumah sakit.
f. Bertanggung jawab atas laporan berkala pelayanan HCU
g. Bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan HCU di rumah sakit.
h. Bertanggung jawab kepada direktur rumah sakit melalui direktur pelayanan
medik atau komite medik
i. Mengadakan supervisi dan pembinaan pelayanan HCU di rumah sakit.
j. Melkukan pengawasan, pengendalian dan penilaian pelaksaan kegiatan
pelayanan di HCU
2. Dokter spesialis/dokter
Tugas Pokok :
Melaksanakan pelayanan HCU dan membantu pelaksaan pendidikan
serta penelitian.
Uraian Tugas :
a. Bertindakan sebagai anggota tim di pelayanan HCU
b. Melaksanakan re-evaluasi pasien dan menentukan program selanjutnya bagi
pasien
c. Mengirim kembali dan menyampaikan jawaban konsultatif kepada dokter
pengirim.
d. Bertanggung jawab atas pelaksanaan program pelayanan Hcu kepada
koordinator pelayanan HCU
e. Membantu pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga medis dan
paramedis di lingkungan pelayanan HCU
f. Bekerjasama dengan semua pihak dalam membantu penelitian dan
pengembangan ilmu kedokteran intensif.
3. Perawat
Tugas Pokok :
Mengelola pelayanan dan asuhan keperawatan secara terpadu meliputan
pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, tindakan keperawatan serta
evaluasi pada pasien HCU.

Uraian Tugas :
a. Bertindak sebagai anggota tim di semua jenis pelayanan
b. Melaksanakan semua program perawatan, sesuai rencana keperawatan
yang disepakati oleh tim.
c. Melaksanakan re-evaluasi pasien dengan mengusulkan program
keperawatan selanjutnya bagi pasien
d. Bertanggung jawab atas pelaksanaan program perawatan HCU kepada
koordinator pelayanan HCU
e. Membantu pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga medis dan
paramedis di lingkungan pelayanan HCU
BAB VI

KESELAMATAN PASIEN

Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman. Didalam instalasi intensive care unit dan ruang
pulih sadarada beberapa standar yang harus dilaksanakan dalam keselamatan pasien :

 Ketepatan identitas, dalam hal ini target yang harus terpenuhi adalah 100
%. Label identitas tidak tepat apabila tidak terpasang, salah pasang, salah
penulisan nama, salah penulisan gelar ( Tn,Ny,Sdr,An ) salah jenis kelamin dan
salah alamat.
 Terpasang gelang identitas bagi pasien yang akan rawat inap, dalam hal ini
target yang harus terpenuhi adalah 100 %.
 Bagi perawat atau petugas kesehatan yang memerlukan konsul dengan dokter
via telpon harus menggunakan metode SBAR, target yang harus terpenuhi 100
%.
 Ketepatan penyampaian hasil penunjang harus 100 %.yang dimaksud tidak tepat
apabila salah ketik, salah memasukkan diberkas pasien / list pasien lain.
 Ketepatan pemberian obat yang meliputi tepat identitas/pasien, tepat obat, tepat
dosis, tepat cara/rute (oral, parental, topikal, rektal, inhalasi ), tepat waktu dan
tepat dokumentasi.

I. SASARAN KESELAMATAN PASIEN

Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua


rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan sasaran
ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety
(2007) yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI
(KKPRS PERSI), dan dari Joint Commission International (JCI).

Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan spesifik


dalam keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-bagian yang bermasalah dalam
pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus berbasis bukti
dan keahlian atas permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem yang baik secara
intrinsik adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu tinggi,
sedapat mungkin sasaran secara umum difokuskan pada solusi-solusi yang
menyeluruh.

Enam sasaran keselamatan pasien adalah tercapainya hal-hal sebagai berikut :

SASARAN I : KETEPATAN IDENTIFIKASI PASIEN

Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki/meningkatkan


ketelitian identifikasi pasien.

Maksud dan Tujuan :

Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat terjadi di hampir


semua aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan identifikasi pasien bisa
terjadi pada pasien yang dalam keadaan terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, tidak
sadar, bertukar tempat tidur/kamar/ lokasi di rumah sakit, adanya kelainan sensori, atau
akibat situasi lain. Maksud sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan
yaitu: pertama, untuk identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima
pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan
terhadap individu tersebut.

Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk


memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada proses untuk mengidentifikasi pasien
ketika pemberian obat, darah, atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain
untuk pemeriksaan klinis; atau pemberian pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan
dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang
pasien, seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas pasien
dengan bar-code, dan lain-lain. Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan
untuk identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua
identitas berbeda di lokasi yang berbeda di rumah sakit, seperti di pelayanan rawat inap,
unit gawat darurat, atau ruang operasi termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa
identitas. Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan
dan/atau prosedur agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi untuk dapat
diidentifikasi.

Elemen Penilaian Sasaran I

1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh


menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis.
4. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan /
prosedur.
5. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang
konsisten pada semua situasi dan lokasi.

SASARAN II : PENINGKATAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF

Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektivitas


komunikasi antar para pemberi layanan.

Maksud dan Tujuan

Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami
oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan
pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang
mudah terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan
atau melalui telepon. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah
pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium klinik
cito melalui telepon ke unit pelayanan.

Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau


prosedur untuk perintah lisan dan telepon termasuk: mencatat (atau memasukkan ke
komputer) perintah yang lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima perintah;
kemudian penerima perintah membacakan kembali (read back) perintah atau hasil
pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca ulang
adalah akurat. Kebijakan dan/atau prosedur pengidentifikasian juga menjelaskan bahwa
diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali (read back) bila tidak
memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat di IGD atau ICU.

Elemen Penilaian Sasaran II


1. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil
pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.
2. Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan dibacakan
kembali secara lengkap oleh penerima perintah.
3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau
yang menyampaikan hasil pemeriksaan
4. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan
komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten.

SASARAN III : PENINGKATAN KEAMANAN OBAT YANG PERLU DIWASPADAI


(HIGH-ALERT)

Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki keamanan


obat-obat yang perlu diwaspadai (high-alert).

Maksud dan Tujuan

Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen


harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan yang
perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang sering menyebabkan terjadi
kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan
dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip
dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike
Soun Alike/LASA). Obat-obatan yang sering disebutkan dalam isu keselamatan pasien
adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida
2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%, dan
magnesium sulfat =50% atau lebih pekat). Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak
mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak
tidak diorientasikan terlebih dahulu sebelum ditugaskan, atau pada keadaan gawat
darurat. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian
tersebut adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu
diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke
farmasi.

Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau


prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data yang
ada di rumah sakit. Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana saja
yang membutuhkan elektrolit konsentrat, seperti di IGD atau kamar operasi, serta
pemberian label secara benar pada elektrolit dan bagaimana penyimpanannya di area
tersebut, sehingga membatasi akses, untuk mencegah pemberian yang tidak
sengaja/kurang hati-hati.

Elemen Penilaian Sasaran III

1. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses


identifikasi, menetapkan lokasi, pemberian label, dan penyimpanan
elektrolit konsentrat.
2. Implementasi kebijakan dan prosedur.
3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika
dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah
pemberian yang kurang hati-hati di area tersebut sesuai kebijakan.
4. Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus
diberi label yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat
(restricted).

SASARAN IV : KEPASTIAN TEPAT-LOKASI, TEPAT-PROSEDUR, TEPAT- PASIEN


OPERASI

Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat-


lokasi, tepat-prosedur, dan tepat- pasien.

Maksud dan Tujuan

Salah lokasi, salah-prosedur, pasien-salah pada operasi, adalah sesuatu yang


menkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat dari
komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak adekuat antara anggota tim bedah,
kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada
prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Di samping itu, asesmen pasien yang tidak
adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung
komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan
tulisan tangan yang tidak terbaca (illegible handwritting) dan pemakaian singkatan
adalah faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi.

Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan


dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan
ini. Digunakan juga praktek berbasis bukti, seperti yang digambarkan di Surgical Safety
Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint Commission’s Universal
Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery.

Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu pada
tanda yang dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di rumah sakit
dan harus dibuat oleh operator/orang yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan saat
pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan
disayat. Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua kasus termasuk sisi
(laterality), multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi) atau multipel level (tulang
belakang).

Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk:

1. Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;


2. Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan
yang relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang; dan
3. Melakukan verifikasi ketersediaan peralatan khusus dan/atau implant2
yang dibutuhkan.

Tahap “Sebelum insisi” (Time out) memungkinkan semua pertanyaan atau


kekeliruan diselesaikan. Time out dilakukan di tempat, dimana tindakan akan dilakukan,
tepat sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit
menetapkan bagaimana proses itu didokumentasikan secara ringkas, misalnya
menggunakan checklist.

Elemen Penilaian Sasaran IV

1. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk
identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses
penandaan.
2. Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk
memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat
pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia,
tepat, dan fungsional.
3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum
insisi/time-out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakan
pembedahan.
4. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang
seragam untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat
pasien, termasuk prosedur medis dan dental yang dilaksanakan di luar
kamar operasi.

SASARAN V : PENGURANGAN RISIKO INFEKSI TERKAIT PELAYANAN


KESEHATAN

Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi


yang terkait pelayanan kesehatan.

Maksud dan Tujuan

Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam


tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien
maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai dalam semua
bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah
(blood stream infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi
mekanis).

Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan
(hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa dibaca kepustakaan WHO, dan
berbagai organisasi nasional dan internasional. Rumah sakit mempunyai proses
kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan
atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang diterima secara umum dan untuk
implementasi petunjuk itu di rumah sakit.

Elemen Penilaian Sasaran V

1. Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene


terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO
Patient Safety).
2. Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.
3. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan
pengurangan secara berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait
pelayanan kesehatan.

SASARAN VI : PENGURANGAN RISIKO PASIEN JATUH

Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko pasien


dari cedera karena jatuh.

Maksud dan Tujuan

Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi pasien
rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang
disediakan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan
mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa
termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan
keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. Program tersebut
harus diterapkan rumah sakit.

Elemen Penilaian Sasaran VI

1. Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap


2. risiko jatuh dan melakukan asesmen ulang pasien bila diindikasikan
3. terjadi perubahan kondisi atau pengobatan, dan lain-lain.
4. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka
5. yang pada hasil asesmen dianggap berisiko jatuh.
6. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan
7. cedera akibat jatuh dan dampak dari kejadian tidak diharapkan.
8. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan
pengurangan berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di rumah
sakit.
BAB VII
PENGENDALIAN MUTU

1. Ketersediaan Fasilitas dan Peralatan Ruang HCU

Dimensi mutu Keselamatan dan efektifitas

Tujuan Kesiapan fasilitas dan peralatan rumah sakit untuk memberikan


pelayanan HCU

Definisi operasional Fasilitas dan peralatan pelayanan intensif adalah ruang,


mesin, dan peralatan yang harus tersedia untuk pelayanan
intensif baik sesuai dengan persyaratan kelas rumah sakit

Frekuensi Tiga bulan sekali


pengumpulan data

Periode analisis Tiga bulan sekali

Numerator Jenis dan jumlah fasilitas dan peralatan peralatan intensif

Denominator 1

Sumber data Inventaris HCU

Standar Sesuai dengan kelas rumah sakit

Penanggung jawab Kepala instalasi HCU

3. Ketersediaan Tempat Tidur dengan monitoring

Dimensi mutu Keselamatan dan efektifitas

Tujuan Kesiapan fasilitas dan peralatan rumah sakit untuk


memberikan pelayanan bedah central

Definisi operasional Tempat tidur ruang intensif adalah tempat tidur yang dapat
diubah posisi yang dilengkapi dengan monitoring

Frekuensi Tiga bulan sekali


pengumpulan data

Periode analisis Tiga bulan sekali

Numerator Jumlah tempat tidur yang dilengkapi dengan peralatan


monitoring dan ventilator

Denominator Jumlah seluruh tempat tidur di HCU

Sumber data Inventaris HCU

Standar Sesuai dengan kelas rumah sakit

Penanggung jawab Kepala Instalasi HCU

4. Kepatuhan terhadap hand hygiene

Dimensi mutu Keselamatan

Tujuan Hand Hygiene dalam melayani pasien di ruang intensif

Definisi operasional Hand higiene adalah prosedur cuci tangan sesuai dengan
ketentuan 6 langkah cuci tangan

Frekuensi Tiga bulan sekali


pengumpulan data

Periode analisis Tiga bulan sekali

Numerator Jumlah perawat yang diamati dan memebuhi prosedur hand


hygiene

Denominator Jumlah seluruh perawat yang diamati

Sumber data Survey

Standar 100%

Penanggung jawab Kepala instalasi ICU

5. Kejadian infeksi nosokomial di Ruang ICU

Dimensi mutu Keselamatan pasien

Tujuan Mengetahui hasil penegndalian infeksi nosokomial di Ruang


ICU

Definisi operasional Infeksi nosokomial adalah infeksi yang dialami oleh pasien
yang diperoleh selama dirawat di rumah sakit yang meliputi
dekubitus, phlebitis, sepsis dan infeksi luka operasi
Frekuensi Tiap bulan
pengumpulan data

Periode analisis Tiap tiga bulan

Numerator Jumlah pasien rawat inap yang terkena infeksi nosiokomial


dalam satu bulan

Denominator Jumlah pasien rawat inap dalam peride yang sama

Sumber data Suervey, laporan infeksi nosokomial

Standar ≤ 9%

Penanggung jawab Kepala instalasi ICU

6. Rata rata pasien yang kembali ke Perawatan intensif dengan kasus yang sama < 72 jam

Dimensi mutu Efektifitas

Tujuan Tergambarnya keberhasilan perawatan intensif

Definisi operasional Pasien kembali keperawatan intensif dari ruang rawat inap
dengan kasus yang sama dalam waktu < 72 jam

Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data

Periode analisis 3 bulan

Numerator Jumlah pasien yang kembali ke perawatan intensif dengan


kasus yang sama < 72 jam dalam 1 bulan.

Denominator Jumlah seluruh pasien yang dirawat di ruang intensif dalam


periode yang sama

Sumber data Rekam medis

Standar ≤ 3%

Penanggung jawab Komite medik/mutu

7. Kepuasan Pelanggan

Dimensi mutu Kenyamanan

Tujuan Tergambarnya persepsi pasien terrhadap mutu pelayanan


instalasi ICU

Definisi operasional Kepuasan pelanggan adalah pernyataan puas oleh pelanggan


terhadap pelayanan ICU

Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data

Periode analisis 3 bulan

Numerator Jumlah kumulatif hasil kepuasan dari pasien yang disurvey


(dalam persen)

Denominator Jumlah total pasien yang di survey ( n minimal 50)

Sumber data Survey

Standar ≥ 80%

Penanggung jawab Ketua komite mutu / tim mutu


pengumpulan data
BAB VI
KESELAMATAN KERJA

A. Permasalahan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit


Bahaya-bahaya potensial di Rumah Sakit yang disebabkan oleh faktor biologi
(virus, bakteri,jamur,parasit); faktor kimia (antiseptik, reagent, gas anestesi); faktor
ergonomi(lingkungan kerja,cara kerja, dan posisi kerja yang salah); faktor fisik (suhu,
cahaya, bising, listrik, getaran dan radiasi); faktor psikososial (kerja bergilir, beban kerja,
hubungan sesama pekerja/atasan) dapat mengakibatkan penyakit dan kecelakaan akibat
kerja.
PAK di Rumah Sakit, umumnya berkaitan dengan faktor biologi (kuman patogen
yang berasal umumnya dari pasien); faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil yang
terus menerus seperti antiseptik pada kulit, gas anestesi pada hati); faktor ergonomi (cara
duduk salah, cara mengangkat pasien salah); faktor fisik (panas pada kulit, tegangan
tinggi pada sistem reproduksi, radiasi pada sistem produksi sel darah); faktor psikologis
(ketegangan di kamar bedah, penerimaan pasien gawat darurat, bangsal penyakit jiwa,
dan lain-lain).Sumber bahaya yang ada di Rumah Sakit harus diidentifikasi dan dinilai
untuk menentukan tingkat risiko, yang merupakan tolok ukur kemungkinan terjadinya
kecelakaan dan PAK.
Bahaya Fisik Diantaranya : radiasi pengion, radiasi non-pengion, suhu panas,suhu
dingin, bising, getaran, pencahayaan
Bahaya Kimia Diantaranya Ethylene Oxide, Formaldehyde, Glutaraldehyde, Ether,
Halothane, Etrane, Mercury, Chlorine
Bahaya Biologi Diantaranya Virus (misal : Hepatitis B, Hepatitis C, Influenza, HIV),
Bakteri (misal : S. Saphrophyticus, Bacillus sp., Porionibacterium sp.,
H.Influenzae, S.Pneumoniae, N.Meningitidis, B.Streptococcus,
Pseudomonas), Jamur (misal : Candida) dan Parasit (misal : S.
Scabiei)
Bahaya Cara kerja yang salah, diantaranya posisi kerja statis, angkat angkut
Ergonomi pasien, membungkuk, menarik, mendorong
Bahaya Diantaranya kerja shift, stress beban kerja, hubungan kerja, post
Psikososial traumatic
Bahaya Diantaranya terjepit, terpotong, terpukul, tergulung, tersayat, tertusuk
Mekanik benda tajam
Bahaya Listrik Diantaranya sengatan listrik, hubungan arus pendek, kebakaran,
petir,listrik statis

Kecelakaan Diantaranya kecelakaan benda tajam Diantaranya limbah medis


Limbah RS (jarum suntik,vial obat, nanah, darah) limbah non medis, limbah
cairan tubuh manusia (misal : droplet, liur, sputum)

Bahaya-bahaya potensial di Rumah Sakit dapat dikelompokkan, seperti dalam tabel


berikut :

Keselamatan kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman
baik itu bagi pekerjanya,rumah sakit maupun bagi masyarakat dan lingkungan disekitar
tempat kerja tersebut. Mengacu pada pengertian tersebut maka diharapkan setiap
petugas medis maupun non medis dapat menerapkan sistem keselamatan kerja
diantaranya ;

1. Tersedianya APD yang memenuhi standart serta dapat menggunakanya


dengan benar baik itu masker, penutup kepala, kaos tangan, skoret/apron,
kacamata, pelindung kaki dan sebagainya.
2. Tersedianya tempat pembuangan sampah yang dibedakan infeksius dan non
infeksius serta terdapatnya tempat khusus untuk pembuangan jarum ataupun
spuit bekas.
3. Aturan untuk tidak melakukan recuping jarum suntik setelah dipakai ke
pasien.
4. Setiap petugas medis menganggap bahwa setiap pasien dapat menularkan
penyakit sehingga unsur keselamatan kerja dapat terus dilaksanakan.

B. PENCATATAN DAN PELAPORAN


Pencatatan dan pelaporan di pelayanan HCU meliputi pencatatan rekam medis
pasien dan pelaporan kegiatan pelayanan Rumah sakit menjadi tanggung jawab
kepala HCU yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pencatatan rekam medis pada pelayanan Hcu sangat dibutuhakan oleh Tim
untuk pemantauan dan evaluasi yang berkesinambungan dan sebagai dasar
pertimbangan dan mengambil keputusan untuk melakukan tindakan medis serta
untuk kepentingan hukum bagi dokter/dokter spesialis. Rekam medis HCU dapat
menggunakan model rekam medis ICU atau membuat sendiri catatan terhadap
pemantauan dan intervensi yang dilakukan sesuai kebutuhan.

BAB V

PENUTUP
Petunjukan teknisi High Care Unit ini disusun dalam rangka memberikan acuan bagi
rumah sakit Happy Land dalam rangka menyelenggarakan pelayanan HCU yang
bermutu,aman,efektif dan efisien dengan mengutamakan keselamatan pasien dan diharapkan
dapat mengembangkan sumber daya (tenaga dan sarana) sehingga kelak dapat membentuk
ICU yang merupakan pelayanan lanjutan dari HCU.

Anda mungkin juga menyukai