Anda di halaman 1dari 5

Budaya Keselamatan Area Rumah Sakit

Direktur Rumah Sakit melaksanakan, melakukan monitor, dan mengambil tindakan untuk memperbaiki
program budaya keselamatan di seluruh area rumah sakit.

Budaya keselamatan dapat diartikan sebagai berikut: “Budaya keselamatan di rumah sakit
adalah sebuah lingkungan yang kolaboratif karena staf klinis memperlakukan satu sama lain
secara hormat dengan melibatkan serta memberdayakan pasien dan keluarga. Pimpinan
mendorong staf klinis pemberi asuhan bekerja sama dalam tim yang efektif dan mendukung
proses kolaborasi interprofesional dalam asuhan berfokus pada pasien.
 
Budaya keselamatan juga merupakan hasil dari nilai-nilai, sikap, persepsi, kompetensi, dan
pola perilaku individu maupun kelompok yang menentukan komitmen terhadap, serta
kemampuan manajemen pelayanan kesehatan maupun keselamatan. Budaya keselamatan
dicirikan dengan komunikasi yang berdasar atas rasa saling percaya dengan persepsi yang
sama tentang pentingnya keselamatan dan dengan keyakinan akan manfaat langkah-langkah
pencegahan. Tim belajar dari kejadian tidak diharapkan dan kejadian nyaris cedera.Staf klinis
pemberi asuhan menyadari keterbatasan kinerja manusia dalam sistem yang kompleks dan
ada proses yang terlihat dari belajar serta menjalankan perbaikan melalui brifing.
 
Keselamatan dan mutu berkembang dalam suatu lingkungan yang mendukung kerja sama
dan rasa hormat terhadap sesama tanpa melihat jabatan mereka dalamrumah sakit. Direktur
rumah sakit menunjukkan komitmennya tentang budaya keselamatan dan medorong budaya
keselamatan untuk seluruh staf rumah sakit. Perilaku yang tidak mendukung budaya
keselamatan adalah:
 
 perilaku yang tidak layak (inappropriate) seperti kata-kata atau bahasa tubuh yang
merendahkan atau menyinggung perasaan sesama staf, misalnya mengumpat dan
memaki;
 perilaku yang mengganggu(disruptive)antar lain perilaku tidak layak yang dilakukan
secara berulang, bentuk tindakan verbal atau nonverbal yang membahayakan atau
mengintimidasi staf lain, dan “celetukan maut” adalah komentar sembrono di depan
pasien yang berdampak menurunkan kredibilitas staf klinis lain. Contoh mengomentari
negative hasil tindakan atau pengobatan staf lain di depan pasien, misalnya “obatnya ini
salah, tamatan mana dia...?”, melarang perawat untuk membuat laporan tentang kejadian
tidak diharapkan, memarahi staf klinis lainnya di depan pasien, kemarahan yang
ditunjukkan dengan melempar alat bedah di kamar operasi, serta membuang rekam
medis di ruang rawat;
 perilaku yang melecehkan (harassment) terkait dengan ras, agama, dan suku
termasuk gender;
 pelecehan seksual.
Hal-hal penting menuju budaya keselamatan.
1. Staf rumah sakit mengetahui bahwa kegiatan operasional rumah sakit berisiko tinggi
dan bertekad untuk melaksanakan tugas dengan konsisten serta aman.
2. Regulasi serta lingkungan kerja mendorong staf tidak takut mendapat hukuman bila
membuat laporan tentang kejadian tidak diharapkan dan kejadian nyariscedera.
3. Direktur Rumah Sakit mendorong tim keselamatan pasien melaporkan insiden
keselamatan pasien ke tingkat nasional sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
4. Mendorong kolaborasi antar staf klinis dengan pimpinan untuk mencari penyelesaian
masalah keselamatan pasien.
Komitmen organisasi menyediakan sumber daya, seperti staf, pelatihan, metode pelaporan
yang aman, dan sebagainya untuk menangani masalah keselamatan. Masih banyak rumah
sakit yang masih memiliki budaya untuk menyalahkan suatu pihak yang akhirnya merugikan
kemajuan budaya keselamatan. Just culture adalah model terkini mengenai pembentukan
suatu budaya yang terbuka, adil dan pantas, menciptakan budaya belajar, merancang sistem-

Pusdiklat-Batan, 2012 1
Deteksi dan Pengukuran Radiasi

sistem yang aman, serta mengelola perilaku yang terpilih (human error, at risk behavior, dan
reckless behavior). Model ini melihat peristiwa-peristiwa bukan sebagai hal-hal yang perlu
diperbaiki, tetapi sebagai peluang-peluang untuk memperbaiki pemahaman baik terhadap
risiko dari sistem maupun risiko perilaku
 

Pimpinan rumah sakit menerapkan, memantau dan mengambil tindakan


serta mendukung Budaya Keselamatan di seluruh area rumah sakit.

Budaya keselamatan di rumah sakit merupakan suatu lingkungan


kolaboratif di mana para dokter saling menghargai satu sama lain, para
pimpinan mendorong kerja sama tim yang efektif dan menciptakan rasa
aman secara psikologis serta anggota tim dapat belajar dari insiden
keselamatan pasien, para pemberi layanan menyadari bahwa ada
keterbatasan manusia yang bekerja dalam suatu sistem yang kompleks
dan terdapat suatu proses pembelajaran serta upaya untuk mendorong
perbaikan.

Budaya keselamatan juga merupakan hasil dari nilai-nilai, sikap,


persepsi, kompetensi, dan pola perilaku individu maupun kelompok
yang menentukan komitmen terhadap, serta kemampuan mengelola
pelayanan kesehatan maupun keselamatan

Keselamatan dan mutu berkembang dalam suatu lingkungan yang


membutuhkan kerja sama dan rasa hormat satu sama lain, tanpa
memandang jabatannya. Pimpinan rumah sakit menunjukkan
komitmennya mendorong terciptanya budaya keselamatan tidak
mengintimidasi dan atau mempengaruhi staf dalam memberikan
pelayanan kepada pasien

Direktur menetapkan Program Budaya Keselamatan di rumah sakit yang


mencakup:

1. Perilaku memberikan pelayanan yang aman secarakonsisten


untuk mencegah terjadinya kesalahan padapelayanan berisiko tinggi.

2 Pusdiklat-Batan, 2013
2. Perilaku di mana para individu dapat melaporkankesalahan dan
insiden tanpa takut dikenakan sanksiatau teguran dan diperlakuan
secara adil (just culture)
3. Kerja sama tim dan koordinasi untuk menyelesaikanmasalah
keselamatan pasien.
4. Komitmen pimpinan rumah sakit dalam mendukungstaf seperti
waktu kerja para staf, pendidikan, metode yang aman untuk
melaporkan masalah dan hal lainnya untuk menyelesaikan masalah
keselamatan.
5. Identifikasi dan mengenali masalah akibat perilaku yang tidak
diinginkan (perilaku sembrono).
6. Evaluasi budaya secara berkala dengan metode seperti kelompok
fokus diskusi (FGD), wawancara dengan staf, dan analisis data.
7. Mendorong kerja sama dan membangun sistem, dalam
mengembangkan budaya perilaku yang aman.
8. Menanggapi perilaku yang tidak diinginkan pada semua staf pada
semua jenjang di rumah sakit, termasuk manajemen, staf administrasi,
staf klinis dan nonklinis, dokter praktisi mandiri, representasi pemilik
dan anggota Dewan pengawas.
Perilaku yang tidak mendukung budaya keselamatan di antaranya
adalah: perilaku yang tidak layak seperti kata- kata atau bahasa tubuh
yang merendahkan atau menyinggung perasaan sesama staf, misalnya
mengumpat dan memaki, perilaku yang mengganggu, bentuk tindakan
verbal atau nonverbal yang membahayakan atau mengintimidasi staf
lain, perilaku yang melecehkan (harassment) terkait dengan ras,
agama, dan suku termasuk gender serta pelecehan seksual.

Seluruh pemangku kepentingan di rumah sakit bertanggungjawab


mewujudkan budaya keselamatan dengan berbagai cara.

Saat ini di rumah sakit masih terdapat budaya menyalahkan orang lain
ketika terjadi suatu kesalahan (blaming culture), yang akhirnya
menghambat budaya keselamatan sehingga pimpinan rumah sakit
harus menerapkan perlakuan yang adil (just culture) ketika terjadi
kesalahan, dimana ada saatnya staf tidak disalahkan ketika terjadi
kesalahan, misalnya pada kondisi:

Pusdiklat-Batan, 2012 3
Deteksi dan Pengukuran Radiasi

1. Komunikasi yang kurang baik antara pasien dan staf.


2. Perlu pengambilan keputusan secara cepat.
3. Kekurangan staf dalam pelayanan pasien.
Di sisi lain terdapat kesalahan yang dapat diminta
pertanggungjawabannya ketika staf dengan sengaja melakukan
perilaku yang tidak diinginkan (perilaku sembrono) misalnya

1. Tidak mau melakukan kebersihan tangan.


2. Tidak mau melakukan time-out (jeda) sebelum operasi.
3. Tidak mau memberi tanda pada lokasi pembedahan.
Rumah sakit harus meminta pertanggungjawaban perilaku yang tidak
diinginkan (perilaku sembrono) dan tidak mentoleransinya.
Pertanggungjawaban dibedakan atas:

1. Kesalahan manusia (human error) adalah tindakanyang tidak


disengaja yaitu melakukan kegiatan tidaksesuai dengan apa yang
seharusnya dilakukan.
2. Perilaku berisiko (risk behaviour) adalah perilaku yang dapat
meningkatkan risiko (misalnya, mengambil langkah pada suatu proses
layanan tanpa berkonsultasi dengan atasan atau tim kerja lainnya yang
dapat menimbulkan risiko).
3. Perilaku sembrono (reckless behavior) adalah perilaku yang
secara sengaja mengabaikan risiko yang substansial dan tidak dapat
dibenarkan.
Pelaksanaan dalam Manajemen Rumah Sakit :

1. Pimpinan rumah sakit menetapkan Program Budaya alam maksud


dan tujuan serta mendukung penerapannya secara akuntabel dan
transparan
2. Pimpinan rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan
menyediakan informasi (kepustakaan dan laporan) terkait budaya
keselamatan bagi semua staf yang bekerja di rumah sakit.

4 Pusdiklat-Batan, 2013
3. impinan rumah sakit menyediakan sumber daya untuk
mendukung dan mendorong budaya keselamatan di rumah sakit.
4. Pimpinan rumah sakit mengembangkan sistem yang rahasia,
sederhana dan mudah diakses bagi staf untuk mengidentifikasi dan
melaporkan perilaku yang tidak diinginkan dan menindaklanjutinya
5. Pimpinan rumah sakit melakukan pengukuran untuk
mengevaluasi dan memantau budaya keselamatan di rumah sakit serta
hasil yang diperoleh dipergunakan untuk perbaikan penerapannya di
rumah sakit
6. Pimpinan rumah sakit menerapkan budaya adil (just culture)
terhadap staf yang terkait laporan budaya keselamatan tersebut.
Share this:

Pusdiklat-Batan, 2012 5

Anda mungkin juga menyukai