Anda di halaman 1dari 13

PANDUAN BUDAYA KESELAMATAN RUMAH

SAKIT BERMUTU

RUMAH SAKIT KHUSUS IBU DAN ANAK

PERMATA BUNDA

EDISI 1

RUMAH SAKIT KHUSUS IBU DAN ANAK PERMATA


BUNDA

JL. Ngeksigondo No.56, Prenggan, Kotagede, Kota Yogyakarta


Telp: (0274) 376092/081285653664
email: rskiapermatabunda@gmail.com
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Budaya keselamatan merupakan hal yang mendasar di dalam
pelaksanaan keselamatan di rumah sakit. Rumah sakit harus menjamin
penerapan keselamatan pasien pada pelayanan kesehatan yang
diberikannya pada pasien. Upaya dalam pelaksanaan keselamatan pasien
diawali dengan penerapan budaya keselamatan. Hal tersebut dikarenakan
budaya keselamatan akan menghasilkan penerapan keselamatan pasien
yang lebih baik.
Budaya keselamatan merupakan pondasi dalam usaha penerapan
keselamatan pasien yang merupakan prioritas utama dalam layanan
kesehatan. Pondasi keselamatan pasien yang baik akan meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Meningkatkan keselamatan pasien melalui penegembanagan budaya
keselamatan
Tujuan Khusus
Terciptanya budaya keselamatan di rumah sakit

C. LANDASAN HUKUM
1. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 66 tahun 2016 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Rumah Sakit
2. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 11 tahun 2017 tentang
Keselamatan Pasien
3. Keputusan Menteri Kesehatan No. 432 tahun 2007 tentang Pedoman
Manajemen Kesehatan dan Keselamatam Rumah Sakit

2
D. DEFINISI
Budaya keselamatan di rumah sakit adalah lingkungan yang kolaboratif
dimana staf klinis memberlakukan satu sama lain secara hormat dengan
melibatkan serta memberdayakan pasien dan keluarga.
Budaya keselamatan juga merupakan hasil dan nilai-nilai, sikap, persepsi,
kompetensi dan pola prilaku individu dan kelompok yang menentukan komitmen
terhadap keselamatan serta kemampuan manajemen rumah sakit. Dicirikan
dengan komunikasi yang berdasarkan rasa saling percaya, dengan persepsi yang
sama tentang pentingnya keselamatan, dan dengan keyakinan akan manfaat
langkah-langkah pencegahan.

3
BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup Budaya Keselamatan meliputi seluruh staf Rumah Sakit beserta
seluruh pihak yang terkait dengan kegiatan pelayanan Rumah Sakit, baik dibidang
klinis maupun non klinis.
Adapun ruang lingkup dimensi pelaksanaan Budaya Keselamatan meliputi:
1. Komunikasi terbuka
2. Komunikasi dan umpan balik mengenai insiden
3. Frekuensi pelaporan insiden
4. Dukungan manajemen untuk keselamatan pasien
5. Respon non punitive (tidak menghukum)
6. Pembelajaran organisasi terhadap suatu kesalahan untuk peningkatan
selanjutnya
7. Persepsi keselamatan pasien secara keseluruhan dalam bentuk prosedur dan
system yang baik untuk mencegah kesalahan
8. Jumlah staf yang cukup untuk menyelesaikan seluruh beban kerja
9. Ekspektasi dan upaya atasan dalam meningkatkan keselamatan pasien
10. Kerja sama dalam tim unit kerja

4
BAB III
KEBIJAKAN

1. Direktur RS menciptakan dan mendukung budaya keselamatan di


seluruh area di RS sesuai peraturan perundangan .

5
BAB IV
TATALAKSANA
BUDAYA KESELAMATAN PASIEN

Hal-hal penting menuju budaya keselamatan


1. Staf rumah sakit mengetahui bahwa kegiatan operasional rumah sakit
berisiko tinggi dan bertekad untuk melaksanakan tugas dengan konsisten
serta aman
2. Regulasi serta lingkungan kerja mendorong staf tidak takut mendapat
hukuman bila membuat laporan tentang KTD dan KNC;
3. Karumkit mendorong tim keselamatan pasien melaporkan insiden
keselamatan pasien ke tingkat nasional sesuai dengan peraturan perundang-
undangan;
4. Mendorong kolaborasi antar staf klinis dengan pimpinan untuk mencari
penyelesaian masalah keselamatan pasien

Budaya keselamatan sangat terkait dengan aspek perilaku, adapun perilaku yang
tidak mendukung budaya keselamatan pasien adalah
1. Perilaku yang tidak layak (inappropnate)
Seperti kata-kata atau bahasa tubuh yang merendahkan atau menyinggung
perasaan sesame staf, misalnya mengupat, memaki
2. Perilaku yang menganggu (disruptive)
Antara lain perilaku yang tidak layak yang dilakukan secar berulang, bentuk
tindakan verbal atau nonverbal yang membahayakan atau mengintimindasi
staf lain, dan “celetukan maut” adalah komentar sembrono di depan pasien
yang berdampak menurunkan kredibilitas staf klinis lain. Contoh
mengomentari negative hasil tindakan atau pengobatan staf lain di depan
pasien, misalnya óbatnya ini salah, tamatan mana dia…?”, melarang perawat
untuk membuat laporan KTD, memahami staf klinis lainnya di depan pasien,
kemarahan yang ditunjukan dengan melempar alat bedah dikamar operasi,
serta membuang rekam medis di ruang rawat
3. Perilaku yang melecehkan (harassment)
Terkait dengan ras, agama dan suku termasuk gender

6
4. Pelecehan seksual

Tenaga kesehatan tidak dapat dikenakan sangsi jika berperilaku sebagaimana


contoh-contoh berikut ini:
1. Menyampaikan pendapat pribadi atau profesional pada saat diskusi, seminar
atau pada situasi lain:
a. Menyampaikan pendapat untuk kepentingan pasien kepada pihak lain,
(dokter, perawat atau petugas lain) dengan cara yang sopan dan pantas
b. Pandangan profesional
c. menyampaian pendapat pada saat diskusi kasus
2. menyampaikan ketidak setujuan atau ketidak puasan atas kebijakan melalui
tata cara yang berlaku di rumah sakit
3. menyampaikan kritik konstuktif atau kesalahan pihak lain dengan cara yang
tepat, tidak bertujuan untuk menjatuhkan atau menyalahkan pihak tersebut

Tenaga kesehatan dapat dikenakan sangsi jika berperilaku tidak pantas misalnya:
1. Merendahkan atau mengeluarkan perkataan tidak pantas kepada pasien dan
atau keluarganya
2. Dengan sengaja menyampaikan rahasia, aib, atau keburukan orang lain
3. Menggunakan bahasa yang mengancam, menyerang, merendahkan, atau
menghina
4. Membuat komentar yang tidak pantas tentang tenaga medis di depan pasien
atau didalam rekam medis
5. Tidak peduli, tidak tanggap terhadap permintaan pasien atau tenaga
kesehatan lainnya
6. Tidak mampu bekerjasama dengan anggota tim asuhan pasien atau pihak
lain tanpa alasan yang jelas
7. Perilaku yang dapat diartikan sebagai menghina, mengancam, melecehkan,
atau tidak bersahabat kepada pasien dan atau keluarganya
8. Melakukan pelecehan seksual baik melalui perkataan ataupun perbuatan
kepada pasien

7
Budaya keselamatan pasien mencakup mengenali dan menunjukan masalah yang
terkait dengan sistem yang mengarah pada perilaku yang tidak aman. Pada saat
yang sama, rumah sakit harus memelihara pertanggungjawaban dengan tidak
mentoleransi perilaku sembrono. Pertanggungjawaban membedakan kesalahan
unsur manusia (seperti kekeliruan), perilaku yang beresiko (contohnya mengambil
jalan pintas), dan perilaku semberono (seperti mengabaikan langkah-langkah
keselamatan yang sudah ditetapkan)

Kelompok medis merupakan model dalam menumbuhkan budaya keselamatan


yang meliputi :
a. Partisipasi penuh dari semua staf untuk melaporkan bila ada insiden
keselamatan pasien, tanpa ada rasa takut untuk melaporkan dan disalahkan
(no blame culture)
b. Mendorong kolaborasi antar staf klinis dengan pimpinan untuk mencari
penyelesaian masalah keselamatan pasien
c. Sangat menghormati satu sama lain, antar kelompok professional dan
d. Tidak terjadi sikap saling menganggu

Rumah Sakit mendukung hal-hal penting menuju terciptanya budaya keselamatan


dengan:
1. Menanamkan tekad kepada staf untuk melaksanakan tugas dengan konsisten
dan aman
2. Melaksanakan just culture yaitu suatu model pembentukan budaya terbuka
adil dan pantas, menciptakan budaya belajar, merancang sistem-sistem yang
aman serta mengelola perilaku yang terpilih (human error, at risk behavior,
dan rackless behavior)
3. Tidak menyalahkan staf atas suatu kekeliruan; sebagai contoh, ketika ada
komunikasi yang buruk antara pasien dan staf, ketika perlu pengambilan
keputusan secara cepat, dan ketika ada kekurangan faktor manusia dalam
pola proses pelayanan. Bila ada kesalahan tertentu yang merupakan
perilaku yang sembrono maka membutuhkan pertanggungjawaban. Contoh
dari perilaku sembrono mencakup kegagalan dalam mengikuti pedoman

8
kebersihan tangan, tidak melakukan time-out sebelum mulainya operasi,
atau tidak memberi tanda pada lokasi pembedahan.

A. PELAKSANAAN BUDAYA KESELAMATAN


Untuk mendukung terwujudnya budaya keselamatan di Rumah Sakit, pada
pelaksanaannya diadakan kegiatan sebagai berikut:
1. Sosialisasi budaya keselamatan kepada seluruh personel RSKIA
Permata Bunda
2. Melakukan evaluasi rutin dengan jadwal yang tetap dengan
menggunakan beberapa metode, survei resmi, wawancara staf, analisis
data, dan diskusi kelompok.
3. Rumah Sakit mendorong agar dapat terbentuk kerja sama untuk
membuat struktur, proses, dan program yang memberikan jalan bagi
perkembangan budaya positif ini.
4. Rumah Sakit menanggapi perilaku yang tidak terpuji dari semua
individu dari semua jenjang rumah sakit, termasuk manajemen, staf
administrasi, staf klinis, dokter tamu atau dokter part time, serta
anggota representasi pemilik.

B. SISTEM PELAPORAN BUDAYA KESELAMATAN


Sistem pelaporan apabila terjadi masalah yang terkait dengan budaya
keselamatan dengan tetap menjaga kerahasiaan, sederhana, dan mudah
diakses oleh pihak yang memiliki kewenangan untuk melaporkan masalah
yang terkait dengan budaya keselamatan secara tepat waktu.
Adapun mekanisme sistem pelaporan Budaya Keselamatan adalah sebagai
berikut:
1. Pelaporan insiden keselamatan
a. Apabila terjadi suatu insiden (KNC/KTD/KTC/KPC) di rumah
sakit, wajib segera ditindaklanjuti (dicegah / ditangani) untuk
mengurangi dampak / akibat yang tidak diharapkan.

9
b. Setelah ditindaklanjuti, segera membuat laporan insidennya
dengan mengisi Formulir Laporan Insiden pada akhir jam
kerja/shift kepada Atasan langsung. (Paling lambat 2 x 24 jam );
diharapkan jangan menunda laporan.
c. Setelah selesai mengisi laporan, segera menyerahkan kepada
Atasan langsung pelapor.
d. Atasan langsung akan memeriksa laporan dan melakukan grading
risiko terhadap insiden yang dilaporkan selanjutnya melakukan
investigasi sederhana
e. Setelah selesai melakukan investigasi sederhana, laporan hasil
investigasi dan laporan insiden dilaporkan ke Sub Komite
Keselamatan Pasien di RS.
f. Sub Komite Keselamatan Pasien di RS akan menganalisa kembali
hasil Investigasi dan Laporan insiden untuk menentukan apakah
perlu dilakukan investigasi lanjutan (RCA) dengan melakukan
Regrading.
g. Hasil RCA, rekomendasi dan rencana kerja dilaporkan kepada
Kepala Rumah Sakit/Wakarumkit/Kabag/Kabid.
h. Rekomendasi untuk "Perbaikan dan Pembelajaran diberikan
umpan balik kepada unit kerja terkait serta sosialisasi kepada
seluruh unit di Rumah Sakit
i. Unit Kerja membuat analisa kejadian di satuan kerjanya masing -
masing
j. Monitoring dan Evaluasi Perbaikan oleh Sub Komite
Keselamatan Pasien di RS.
2. Pelaporan perilaku yang tidak mendukung budaya keselamatan
a. Personel rumkit membuat laporan kronologis kejadian secara
tertulis dalam amplop tertutup kepada Wakarumkit / Kabag
Wasintern
b. Wakarumkit/ Kabag Wasintern melakukan analisis terhadap
laporan tersebut

10
c. Bila diperlukan personel yang melaporkan dapat dimintai
keterangan, dalam memberikan keterangan harus bersikap
kooperatif, terbuka, dan jujur dalam investigasi masalah;
d. Wakarumkit/ Kabag Wasintern selanjutnya akan menindaklanjuti
dengan memberikan rekomendasi tindak lanjut terhadap kejadian
yang menyangkut perilaku tidak mendukung budaya keselamatan
e. Laporan akan diteruskan kepada Kepala Rumah Sakit sebagai
dasar pembelajaran

11
BAB V
DOKUMENTASI

Budaya keselamatan rumah sakit didokumentasikan melalui

1. Laporan kejadian
2. Ringkasan dokumen dokumen proses dan tindak lanjut kejadian
3. Formulir survey budaya keselamatan pasien Rumah Sakit Khusus Ibu dan
Anak Permata Bunda
4. Laporan evaluasi hasil survey budaya keselamatan pasien

Diharapkan dokumentasi kegiatan dan kejadian dapat menjadi dasar bahan


perbaikan kedepan dalam mewujudkan budaya keselamatan pasien

12
BAB VI
PENUTUP

Demikian Panduan Budaya Keselamatan Pasien ini dibuat, untuk


digunakan sebagai acuan dalam menciptakan budaya keselamatan pasien di
Rumah Sakit Khusus Ibu Dan Anak Permata Bunda.

Ditetapkan di: Yogyakarta


Pada tanggal : 7 Maret 2022
Direktur RSKIA Permata Bunda

Drg. Wiwik Lestari, MPH


NIP: 3.0222.111

13

Anda mungkin juga menyukai