Anda di halaman 1dari 117

I.

II.
III.
IV.PART
ONE V. PELATIHAN KADER
VI. Taruna Melati I
-pk tm i-
0 KERANGKA UMUM
Pelatihan Kader Dasar Taruna Melati I adalah proses awal atau dasar

dari pengkaderan Ikatan Remaja Muhammadiyah menuju jenjang yang lebih

1
lanjut. PK TM I menekankan pada dua aspek proses, yaitu pertama,

pemahaman dan pengamalan Islam secara riil dan kedua, pengenalan diri.

Maksud pemahaman dan pengamalan Islam secara riil adalah belajar,

memahami dan mengamalkan Islam dalam kehidupan sehari-hari. Dimulai

dari membaca al-Qur’an, ibadah mahdloh, sampai dengan membentuk

kelompok pengajian bersama ataupun Gerakan Jama’ah Dakwah Jama’ah

(GJDJ). Adapun maksud dari pengenalan diri adalah mempelajari dan

mengenali akan pribadi masing-masing melalui pengetahuan tentang hati

suci sehingga muncul kesadaran yang tinggi terhadap potensi dan

penghargaan terhadap diri sendiri, orang lain, dan masyarakat.

Pelatihan Kader Taruna Melati I (PK TM I) dalam rangka mencapai


tujuannya mengandung empat proses penting: Pertama, need assessment kader
di tempat masing-masing, kedua, sosialisasi dan rekruitment, ketiga, proses
pelatihan, dan keempat, follow up. Masing-masing proses memiliki tahapan
dan mekanismenya sendiri-sendiri yang disesuaikan berdasarkan target dan
tujuan dari pelatihan dan jenjang pengkaderan IRM.
Pelatihan Kader Dasar Taruna Melati I menggunakan model pelatihan
yang lebih menekankan pada aspek penyadaran pribadi dan kelompok akan
nilai-nilai ke-Islaman. Dengan demikian proses pelatihan ditekankan pada
proses humanizing untuk mencapai target dan tujuan.

II. TUJUAN UMUM PELATIHAN


Tujuan umum Pelatihan Kader Taruna Melati I (PK TM I) adalah proses
pembentukan karakter kader (character building), yaitu, siddiq, tabligh, amanah,
fathonah, sebagai upaya penanaman nilai-nilai dasar pergerakan dan
perjuangan Ikatan sebagaimana dalam tujuan IRM dan Muhammadiyah.

2
III. TUJUAN KHUSUS PELATIHAN
Tujuan khusus Pelatihan Kader Dasar Taruna Melati I adalah :
1. Terjadinya proses transformasi kesadaran keimanan dan ke-Islaman
kader yang terlihat dalam kehidupan sehari-hari, dimulai dari
kesadaran pribadi, kelompok dan masyarakat.
2. Terjadinya proses kesadaran akan dasar-dasar ke-IRM-an dan Ke-
Muhammadiyah-an sebagai gerakan Islam serta sosial sebagaimana
dalam maksud dan tujuan organisasi.

IV. KUALIFIKASI MATERI


Materi dalam Pelatihan Kader Taruna Melati I dikualifikasikan sebagai
berikut:
1. Agama
2. Ke-Muhammadiyah-an
3. Ke-IRM-an
4. Psikologi Þ Aspek Hati Nurani
5. Sosial Masyarakat
6. Muatan Lokal

V. KUALIFIKASI PESERTA
Pada dasarnya Pelatihan Kader Taruna Melati I ini ditujukan bagi
semua anggota IRM. Akan tetapi, prosedur pelatihan menuntut maksimal 30
orang. Oleh karena itu, jika pendaftar melebihi dari 30 orang, maka harus
diadakan kualifikasi peserta, sebaiknya sebelum satu minggu atau satu bulan
sebelum acara pelatihan berlangsung. Kualifikasi peserta ditentukan oleh
pengelola pelatihan (Tim Fasilitator) setempat dengan mempertimbangkan
pada:
1) Meminimalisir kesenjangan pengetahuan antar peserta.
2) Paket materi ditentukan berdasarkan hasil kualifikasi rata-rata
peserta.
3) Jika terdapat peserta yang diskualifikasi, maka harus didaftar
sebagai anggota dan dikelola dalam forum lain untuk mengikuti
pelatihan kader dasar selanjutnya.

3
4) Jika peserta kekurangan, maka peserta diskualifikasi
diperbolehkan mengikuti forum dan jika memiliki perkembangan
yang baik secara langsung bisa menjadi peserta

VI. FASILITATOR PELATIHAN


Fasilitator atau Pendampingn pada pelatihan bagi warga belajar PKTM
I adalah Tim Fasilitator dan Pendampingan yang telah mengikuti Pelatihan
Fasilitator dan Pendampingan I.

VII. PROSES, METODE DAN MEDIA PELATIHAN

1. Proses Belajar
Proses belajar dalam pelatihan ini menggunakan azas
pendidikan orang dewasa (androgogy) dan paedagogi serta
mengikuti pendekatan partisipatori. Latihan yang menggunakan
metode andragogi dengan pendekatan partisipatori ini menempatkan
peserta sebagai orang yang telah memiliki bekal pengetahuan,
pengalaman, keterampilan serta bertindak berdasarkan kesadaran
sendiri dan kesadaran kelompoknya. Pengalaman dan potensi yang
ada pada peserta adalah sumber yang perlu digali dalam proses
pelatihan tersebut.
Pelatih dalam hal ini adalah sebagai fasilitator yang memiliki
kemampuan untuk menggali gagasan, mengkodifikasi masalah, dan
mensistematisasi masalah peserta berdasarkan metodologi pelatihan
serta menciptakan kondisi bagaimana peserta menyelesaikan
masalahnya sendiri. Di samping itu fasilitator harus mampu
menciptakan suasana belajar di antara sesama peserta dan mampu
memotivasi peserta agar berperan aktif dalam atau selama proses

4
belajar untuk meningkatkan pengalaman dan penghayatan terhadap
suatu materi yang dibahas.

2. Metode dan Tekhnik Belajar


Metode belajar yang digunakan dalam pelatihan ini
diantaranya:
a. Pemanasan
Metode ini berfungsi untuk membina suasana forum yang
hangat dan menyenangkan untuk menarik perhatian peserta
terhadap topik yang dibahas.
b. Ceramah dan Tanya jawab
Merupakan metode yang memberikan penjelasan atau
deskripsi lisan secara sepihak (fasilitator/pemateri) tentang suatu
materi pembelajaran tertentu. Fungsinya, agar peserta
mengetahui dan memahami materi pelatihan tertentu dengan
jalan mendengarkan. Sedang tanya jawab merupakan suatu cara
untuk mengetahui apakah penjelasan sudah jelas atau belum.
c. Diskusi kelompok:
Berfungsi sebagai arena saling bertukar informasi dan
memecahkan masalah serta arena cipta dan daya analisa dalam
musyawarah untuk mencapai mufakat.
d. Bermain peran (role play):
Berfungsi sebagai penumbuh spontanitas dan ekspresi serta
mengembangkan daya analisa dan pengamatan peserta
e. Simulasi (Simulation) :

5
Berfungsi untuk meningkatkan keterampilan tertentu
melalui pengalaman berbuat dengan jalan “melakukan sesuatu”
dalam kondisi tidak nyata.
f. Diskusi Pleno :
Berfungsi sebagai arena saling pemantapan pengalaman,
saling tukar pengalaman dan analisa hasil karya pribadi atau
kelompok serta terwujudnya kesimpulan bersama.
g. Studi kasus :
Berfungsi sebagai arena saling tukar informasi dan
memecahkan masalah bersama
h. Curah pendapat / sharing :
Berfungsi membangkitnya keberanian peserta untuk
mengungkapkan pendapat dan perasaannya.
i. Ice Breaker
Berfungsi untuk memecahkan kejenuhan pada saat pelatihan
berlangsung.
j. Praktek Lapangan
Berfungsi untuk menguji dan mengolah kemampuan forum
peserta dengan praktek di lapangan.

3. Media Belajar
Media belajar yang dipergunakan untuk kelancaran pelatihan
kader TM I dengan pendidikan partisipatori adalah:
a. Bahan/materi yang berhubungan dengan pokok bahasan
b. Poster/gambar
c. Flip Chart
d. Alat permainan/game

6
e. Alat untuk simulasi
f. Lembar tugas, pengamatan
g. Buku pegangan
h. Alat tulis menulis, dll.

VIII. TEMPAT DAN LAMA PELATIHAN


Pelatihan Kader Taruna Melati I dilaksanakan di Daerah Ranting, Desa
atau Kecamatan. Pemilihan lokasi/tempat pelatihan mempertimbangkan
fasilitas yang memungkinkan untuk proses pelatihan.
Pelatihan berlangsung selama 5 hari terdiri dari kegiatan:
1. Perjalanan datang dan pulang
2. Pembukaan dan penutupan (2 sks)
3. Belajar dan berlatih (48 sks)

IX. PENYELENGGARAN PELATIHAN


1. Penanggung Jawab
Penyelenggara pelatihan adalah Pimpinan Cabang Ikatan
Remaja Muhamamdiyah bidang KPSDM. Pelatihan ini juga dapat
dilaksanakan bersama-sama antara Pimpinan Ranting atau Pimpinan
Cabang. Bidang KPSDM membentuk panitia pelaksana terdiri dari
Ketua, Sekretaris, Bendahara dan Pembantu dan dalam proses
pengelolaan pelatihan bekerja sama dengan Tim Fasilitator dan
Pendampingan Cabang atau Daerah IRM.

2. Tugas
a. Menyusun kerangka kerja dan jadwal pelatihan

7
b. Menyusun kepanitiaan pelatihan
c. Menetapkan fasilitator pelatihan
d. Bersama fasilitator menyiapkan materi, media dan sarana yang
akan digunakan dalam penyajian materi latihan.
e. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi proses kegiatan
pelatihan sejak awal sampai akhir
f. Melakukan pendampingan pasca-training

X. KURIKULUM Materi
Kurikulum Pelatihan dalam buku ini hanya salah satu contoh dari
kurikulum yang disajikan dalam pelatihan. Dalam pelaksanaannya
penyelenggara menyusun sesuai analisis kebutuhan (need assessment) dengan
mengacu pada SPI.

Kawasan Agama: Al-Islam Paket I

No Materi Metode Ket.


01 Metode Belajar Membaca Al- Metode Iqra
Qur’an
02 Ibadah Praktis Diskusi kelompok Thaharah dan
Tata-cara
Sholat, dll.
03 Sholat Lail Jama’ah
04 Sejarah Perjuangan Rasul Ceramah dan
(Shirah An-Nabawiyyah) refleksi kelompok

8
05 Tauhid Ceramah dan
Apresiasi Empatetik
06 Muatan Lokal Menyesuaikan

Kawasan Agama: Al-Islam Paket II


01 Makna Hidup Islam Ceramah dan Makna Sholat
Refleksi kelompok Wajib dan
Sholat lail, dll.
02 Akhlaq pribadi dan sosial Ceramah dan
Apresiasi empatetik
03 Sejarah al-Qur’an dan Hadits Ceramah dan
dinamika kelompok
04 Tauhid Sosial Dinamika kelompok
05 Muatan Lokal Menyesuaikan

Kawasan Ke-IRM-an dan Kemuhammadiyahan: Paket I

No Materi Metode Ket.


01 Sejarah Muhammadiyah Audio Visual
02 Organisasi Muhammadiyah Ceramah
03 Sejarah IRM Audio Visual
04 Organisasi IRM Ceramah
05 Muatan Lokal menyesuaikan

Kawasan Ke-IRM-an dan Kemuhammadiyah-an: Paket II

9
01 MKCH Muhammadiyah Ceramah dan disko
02 Muhammadiyah dan Masalah Lima Ceramah dan
simulasi
03 Paradigma Gerakan IRM Ceramah dan disko
04 Kepribadian IRM Ceramah dan
dinamika kelompok
05 Muatan Lokal menyesuaikan

Kawasan Psikologi : Paket I

No Materi Metode Ket.


01 Pengenalan diri Ceramah dan bermain
peran
02 Konsep diri dan Kepercayaan Diri Penugasan
03 Visi Misi Hidup Penugasan
04 Kepemimpinan Pribadi Permainan/game
05 Asertif Penugasan

Kawasan Psikologi : Paket II


01 Manajemen Qolbu Bermain peran dan out
bond
02 Konsep Hati Suci: Eksplorasi dan emosi
IQ, EQ, SQ empatetik
03 Ideologi dasar Penugasan
04 Olah Sukma Out bond
05 Muatan Lokal Menyesuaikan

Kawasan Sosial-Masyarakat: Paket I

No Materi Metode Ket.

10
01 Bakti Lingkungan Kunjungan
02 Studi Tokoh Kunjungan Rumah
03 Muatan Lokal Menyesuaikan

Kawasan Kawasan Sosial-Masyarakat: Paket II


01 Bakti Lingkungan II Out bond
02 Studi Hadap Masalah Studi kasus
03 Studi Tokoh II Penugasan
04 Studi Kelompok Masyarakat Penugasan
05 Muatan Lokal menyesuaikan

XI. PENDAMPINGAN DAN TINDAK LANJUT PELATIHAN

Proses terpenting pasca pelatihan adalah proses tindak lanjut dan


pendampingan. Oleh karena itu, pada Pelatihan Kader Dasar Taruna Melati I
diperlukan langkah-langkah pendampngan dan tindak lanjut sebagai berikut:

1. Pengukuhan Tim Pendampingan


Pimpinan Cabang menetapkan surat keputusan bagi
pendamping pasca pelatihan berdasarkan usulan dari warga belajar
dan kualifikasi fasilitator.
2. Pendayagunaan
Pendamping pasca pelatihan agar mengikuti prosedur dalam
melaksanakan pendampingan sebagai berikut:
a. Melakukan aktifitas pendampingan dengan berinteraksi baik
langsung maupun tidak langsung kepada warga belajar secara
kontinyu berdasarkan tujuan dan target PK TM I.
b. Mendorong warga belajar membentuk jaringan informasi
berdasarkan agenda yang telah disepakati (leaflet, buletin, jaringan)

11
berkaitan dengan pengembangan wacana dan aktivitas warga belajar
untuk mencapai target PK TM I.
c. Memfasilitasi dan mendampingi proses kursus-kursus pasca
pelatihan seperti, Kursus Al-Islam, Kursus Ke-IRM-an, Kursus Ke-
Muhammadiyahan, dll., yang mendukung bagi pancapaian target PK
TM I.

3. Aktivitas Pendampingan
Kegiatan pendampingan dapat dilakukan dengan cara:
a. Temu warga belajar untuk memberikan perkembangan informasi
masing-masing sebagaimana dalam rencana follow up.
b. Kursus periodik dengan tema sebagaimana yang disepakati oleh
kelompok warga belajar dalam rangka mengembangkan wacana
dan menambah kemampuan sebagaimana tujuan dan target PK
TM I.
c. Bakti Lingkungan yaitu mengagendakan: Kerja Bakti, Studi Hadap
Masalah, pendidikan populer, dll., kepada masyarakat sebagai
wahana seruan dan kesadaran moral kader dasar.

XII. EVALUASI PROSES


Keberhasilan suatu kegiatan pelatihan dapat dinilai dari proses, input
dan out put. Untuk Pelatihan Kader Taruna Melati I akan menggunakan
evaluasi proses yaitu evaluasi pra pelatihan, pelatihan dan pasca pelatihan.
Evaluasi pra pelatihan melalui need assessment dan sosialisasi, waktu
pelatihan melalui evaluasi input yaitu evaluasi yang mengukur tingkat
pemahaman peserta terhadap materi yang disajikan dengan menggunakan
instrumen pre dan post kontrak belajar, dan pasca pelatihan melalui uji

12
follow up dan dilaporkan melalui yudisium. Adapun parameter
keberhasilannya akan diukur melalui :

1. Evaluasi Pra Pelatihan


Evaluasi ini diberikan setelah dilakukannya need assessment
dan sosialisasi. Evaluasi di sini dimaksudkan untuk mendapatkan
atau menilai kebutuhan materi dalam pelaksanaan pelatihan. Adapun
evaluasi pra pelatihan antara lain meliputi:
a. Menilai calon warga belajar bedasarkan analisis kebutuhan kader
yang disesuaikan dengan kapasitas kemampuan kader dalam
meyerap materi dan kebutuhan calon warga belajar.
b. Uji rencana materi dan metodologi pelatihan melalui workshop
fasilitator dengan Pimpinan setempat yang telah memiliki
kualifikasi fasilitator.

2. Evaluasi Materi Pelatihan


Keberhasilan Materi Pelatihan akan diukur melalui aspek
sebagai berikut:
a. Aspek Penilaian Aktifitas dan Pemahaman Waktu Pelatihan.
Fasilitator akan menilai aspek ini, dari segi apakah
warga belajar akan dapat memahami materi sesuai dengan
kontrak belajar, lalu dapat mengimplementasikan dalam
aktifitas-aktifitas selama pelatihan (baik dari segi penugasan,
games, bermain peran, sharing, dll). Hal ini dimaksudkan untuk
memperoleh ilustrasi (mengukur tingkat pengetahuan) sampai
sejauh mana tujuan masing-masing materi pelatihan (modul)

13
dapat tercapai. Bahan evaluasinya mencakup semua materi
pelatihan yang diberikan.

b. Aspek Instrumentasi (alat bantu) evaluasi.


Untuk dapat mengukur kesempurnaan penilaian maka,
dibutuhkan instrumen sbb:
 Pree Test (tes awal) & Post Test (tes akhir).
 Catatan Harian Peserta
 Lembar Evaluasi Materi
 Sosiogram

3. Evaluasi Pasca Pelatihan


Keberhasilan suatu pelatihan dalam definisi proses justru
sangat ditentukan oleh pasca pelatihan itu sendiri. Evaluasi pasca
pelatihan ini meliputi:
a. Konsistensi antara agenda follow up yang meliputi:
1. Tugas pribadi
2. Tugas kelompok atau tugas warga belajar pasca pelatihan
dengan praktek mereka semua pasca pelatihan.
b. Inovasi, yaitu seberapa jauh warga belajar mampu memberikan
pengembangan aktivitas yang mendukung target pelatihan di
luar agenda follow up.

XIII. PENYELENGGARAAN PELATIHAN


Sebelum penyelenggaraan pelatihan dilaksanakan pastikan semuanya
sudah siap mulai dari peserta, pembicara, fasilitator, tempat, bahan-bahan
dan sarana penunjang pelatihan seperti kertas plano, spidol, alat peraga,
sampai dengan konsumsi.

14
Pada saat pelatihan berlangsung, penyelenggara memantau jalannya
pelatihan, menyiapkan daftar hadir dan menyiapkan konsumsi pada saat
istirahat. Selama pelaksanaan pelatihan sebaiknya dibuat foto dokumentasi
untuk kejadian-kejadian yang mempunyai nilai dokumentasi yang baik,
misalnya pada saat simulasi, diskusi, acara pembukaan dan penutupan
pelatihan.
Untuk kelancaran proses pelatihan diharapkan penyelenggara bekerja
sama dengan Majelis Dikdasmen atau Majelis PKSDI Muhammadiyah
setempat.

XIV. PELAPORAN
Panitia penyelenggara harus membuat laporan yang mencakup
kegiatan-kegiatan persiapan, pelaksanaan/proses sampai dengan pelatihan
itu selesai dilaksanakan, paling lambat 2 minggu setelah selesai pelatihan
Laporan tersebut disampaikan kepada Pimpinan IRM dan
Muhammadiyah setingkat, kepada pemberi dana/sponsor dengan
ditembuskan kepada Pimpina di atasnya.

XV. KUMPULAN MODUL PELATIHAN


XVI. Terlampir

XVII. PENUTUP
Buku kedua yang berisi tentang Pelatihan Kader Madya Taruna
Melati I yang dilengkapi dengan modul ini merupakan pegangan bagi
fasilitator dan pendamping tingkat I. Pada pelaksanaannya dapat disesuaikan
dengan situasi dan kondisi daerah tersebut berdasarkan analisis kebutuhan
(need assessment) kader setempat.

15
Buku pertama ini wajib digunakan melalui metodologi yang dapat
dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu harus digunakan secara disiplin dan
konsisten. Sifatnya yang lentur menuntut masing-masing level pimpinan dan
fasilitator kreatif mengelola pelatihan dengan tetap berpegang pada target
dan tujuan masing-masing level pelatihan kader.

Lampiran Modul Pelatihan:

Kumpulan modul pelatihan ini memuat beberapa contoh modul


pelatihan. Dalam pelaksanaannya, fasilitator mempunyai keleluasaan
menyusun sesuai alur dan materi pelatihan.

SESI ICE BREAKING DAN PERKENALAN


Tujuan :
1. Menumbuhkan suasana yang kondusif selama pelatihan, saling
percaya, kooperatif, nyaman dan aman secara fisik dan psikologis
2. Memetakan tujuan dan harapan peserta terhadap sesi pelatihan

Material :
Puzzle sahabat
Waktu :
60 menit

Prosedur :
1. Fasilitator memperkenalkan diri
2. Fasilitator membagikan potongan puzzle
3. Setiap peserta kemudian diminta untuk menyusun puzzle tersebut
sesuai dengan potongan yang benar sehingga tersusun nama-nama
sahabat.
4. Fasilitator menggali pengalaman pertama saat mengikuti permainan
5. Fasilitator menarik garis merah dari pengalaman peserta

16
SESI PENGENALAN DIRI
Tujuan :
Peserta mampu mengenali dirinya sebagai bahan untuk membangun
konsep diri pribadi

Material :
1. Worksheet ‘pengenalan diri’
2. pidol/pensil warna/crayon
3. Kartu ‘Diri saya’
Waktu :
140 menit

Prosedur :
1. Fasilitator meminta peserta untuk mengisi lembar kerja ‘Saya adalah….’
(10’)
2. Setelah selesai, fasilitator menanyakan pengalaman peserta dalam
mengisi kertas kerja apakah sangat mudah, mudah, sulit atau sangat sulit.
(5’)
3. Fasilitator memproses pengalaman tadi hingga tercapai kesimpulan
perlunya pengenalan diri (10’)
4. Cerkat pengenalan diri(20’)
5. Fasilitator membagi peserta dalam kelompok-kelompok kecil (8-10 orang)
untuk praktek pengenalan diri dengan cara pengungkapan diri dan
menerima umpan balik (45’).
6. Berdasarkan pengalaman dan masukan dari praktek pengenalan diri,
trainer meminta peserta untuk menyusun ulang tentang dirinya dan
menuliskan pada kartu yang sudah disediakan (5’)
7. Fasilitator menutup sesi dengan penguatan tentang pentingnya
pengenalan diri (5’)

17
SESI SENI MEMIMPIN DIRI SENDIRI
Tujuan :
1. Peserta mengetahui urgensi dan cara memimpin diri sendiri.
2. Peserta membuat agenda pengembangan pribadi

Material :
1. Puzzle hadits
2. Lego

Waktu :
80 menit

Prosedur :
1. Peserta dibagi-bagi dalam kelompok-kelompok kecil
2. Setiap kelompok diminta untuk memilih salah seorang anggota kelompok
yang akan bertugas sebagai pembangun menara lego. Sedangkan anggota
kelompok yang lain bertugas sebagai penggoda dan motivator. (5’)
3. Waktu permainan 15 menit untuk membangun menara setinggi dan
sekokoh mungkin
4. Fasilitator menggali pengalaman peserta terutama yang bertugas
membangun menara. Apa yang dirasakan? Kenapa berhasil atau gagal?
Dst! (titik tekan penggalian pada upaya pribadi untuk menjadi pemenang
permainan). (20’)
5. Fasilitator mengajak peserta untuk sejenak melihat pada visi misi
hidupnya, fasilitator menekankan bahwa tujuan tidak akan berarti apa-
apa bila tidak dilaksanakan. Terlaksana atau tidaknya sebuah tujuan
sangat tergantung bagaimana seorang individu mengelola dirinya untuk
melaksanakan tujuan tsb. (5’).
6. Fasilitator mengajak peserta untuk menarik benang merah dengan
pengalaman dalam bermain (10’)
7. Cerita singkat tentang menjadi pemimpin untuk diri sendiri (20’).

18
8. Peserta dalam setiap kelompok diminta untuk menyusun puzzle berupa
penggalan hadits “setiap orang adalah pemimpin untuk drinya sendiri”,
sebagai sebuah peneguhan (5’)

SESI VISI MISI HIDUP


Tujuan :
1. Peserta mengetahui Visi Misinya hidup di dunia
2. Peserta mampu memegangnya sebagai salah satu panduan untuk
menentukan langkahnya
Material :
Lembar refleksi diri

Waktu :
60 menit

Prosedur :
1. Pada Peserta dibagikan lembaran refleksi diri dan meminta untuk diisi.
2. Beberapa peserta diminta untuk membacakan pekerjaannya.
3. Fasilitator menerangkan pentingnya visi dan misi dalam kehidupan
seseorang
4. Peserta diminta untuk memperbaiki visi dan misinya
5. Peserta diminta mengisi proklamasi diri

SESI ASERTIF
Tujuan :
1. Peserta mengetahui pentingnya bersikap asertif
2. Peserta mampu mengaplikasikan sikap asertif
3. Peserta membuat agenda pengembangan pribadi

Material :
Bahan Bacaan

Waktu :
30 menit

19
Prosedur :
1. Ceramah tentang asertivitas
2. Role play sebuah kasus
3. Diskusi hasil role play

SESI KONSEP DIRI


Tujuan :
1. Peserta mengetahui konsep diri
2. Peserta mampu membangun konsep diri yang positif

Material :
Kertas Kwarto

Waktu :
30 menit

Prosedur :
1. Peserta diminta untuk menuliskan diri idealnya
2. Peserta diminta menuliskan diri nyatanya
3. Peserta diajak untuk melihat hasil pekerjaannya, apakah senjang atau
sudah sesuai atau ada kesenjangan sedikit
4. Ceramah tentang konsep diri dan bagaimana membangunnya

20
VII. PART
TWO
VIII. PELATIHAN KADER
IX. Taruna Melati II
-pk tm Ii-

21
XVIII. KERANGKA UMUM
Pelatihan Kader Taruna Melati II adalah proses transisi dari

pengkaderan Ikatan Remaja Muhammadiyah menuju jenjang yang lebih

lanjut. PKM TM II menekankan pada dua aspek proses, yaitu pertama,

pemahaman, pengamalan, pendalaman Islam secara riil dan kedua,

pengembangan kreatifitas dan ketrampilan. Maksud pemahaman,

pengamalan, dan pendalaman Islam secara riil adalah adanya kesadaran

kader untuk mengkaji dan mengamalkan Islam ke dalam kehidupan

pribadi dan masyarakat. Dimulai dari pembentukan kelompok kajian rutin

ke-Islaman sampai dengan membentuk kelompok Gerakan Jama’ah Dakwah

Jama’ah (GJDJ) di masyarakat luas. Adapun maksud dari pengembangan

kreatifitas dan ketrampilan adalah upaya pengembangkan bakat dan potensi

kader serta memiliki kemampuan untuk merencanakan, mengorganisir, dan

mengelola gerakan IRM di tingkat pimpinan masing-masing.

Pelatihan Kader Muda Taruna Melati II dalam rangka mencapai


tujuannya mengandung empat proses penting: Pertama, need assessment kader
di tempat masing-masing, kedua, sosialisasi dan rekruitment, ketiga, proses

22
pelatihan, dan keempat, follow up. Masing-masing proses memiliki tahapan
dan mekanismenya sendiri-sendiri yang disesuaikan berdasarkan target dan
tujuan tiap pelatihan dan jenjang pengkaderan IRM.
Pelatihan Kader Muda Taruna Melati II menggunakan model pelatihan
yang lebih menekankan pada aspek penyadaran, yaitu penyadaran akan
pentingnya berkelompok untuk menggerakkan Islam serta keberanian akan
beraktualisasi diri. Dengan demikian proses pelatihan ditekankan pada
proses humanizing dan kreatifitas kelompok untuk mencapai target dan
tujuan.

XIX. TUJUAN UMUM PELATIHAN


Tujuan umum Pelatihan Kader Muda Taruna Melati II adalah proses
pembentukan karakter kader (character building), yaitu, shiddiq, tabligh, amanah,
fathonah, sebagai upaya pembentukan kader kreatif serta pendalaman nilai-
nilai dasar pergerakan dan perjuangan Ikatan dalam rangka mendukung
tujuan IRM dan Muhammadiyah.

XX. TUJUAN KHUSUS PELATIHAN


Pelatihan Kader Muda Taruna Melati II bertujuan:
1) Terjadinya proses transformasi kesadaran keimanan dan ke-Islaman
kader yang termanifestasi dalam kehidupan kelompok, yang dimulai
dari kesadaran akan pentingnya berkelompok dan bermasyarakat
sebagai wujud dari kesalehan sosial.
2) Terjadinya proses kreatif dalam mengembangkan kemampuan dan
bakat pribadi untuk diaktualisasikan dalam kehidupan kelompok
dan masyarakat dalam rangka mendukung maksud dan tujuan
organisasi.

XXI. KUALIFIKASI MATERI


Materi dalam Pelatihan Kader Taruna Melati II dikualifikasikan sebagai
berikut:

23
1. Al-Islam
2. Ke-Muhammadiyahan
3. Ke-IRM-an
4. Psikologi Massa
5. Komunikasi Efektif
6. Sosial Masyarakat
7. Kepemimpinan
8. Muatan Lokal

XXII. KUALIFIKASI PESERTA


Pada dasarnya Pelatihan Kader Taruna Melati II ini ditujukan bagi
semua kader IRM yang telah mengikuti PK TM I. Akan tetapi, prosedur
pelatihan menuntut maksimal 25 orang. Oleh karena itu, jika pendaftar
melebihi dari 25 orang, maka harus diadakan kualifikasi peserta sebelum satu
minggu atau satu bulan sebelum acara pelatihan berlangsung. Kualifikasi
peserta ditentukan oleh pengelola pelatihan (Tim Fasilitator) setempat
dengan mempertimbangkan pada:
1. Meminimalisir kesenjangan pengetahuan antar peserta.
2. Paket materi ditentukan berdasarkan hasil kualifikasi rata-rata
peserta.
3. Jika terdapat peserta yang diskualifikasi, maka harus didaftar
sebagai anggota dan dikelola dalam forum lain untuk mengikuti
pelatihan kader dasar selanjutnya.
4. Jika peserta kekurangan, maka peserta diskualifikasi
diperbolehkan mengikuti forum dan jika memiliki
perkembangan yang baik secara langsung bisa menjadi peserta

XXIII. FASILITATOR PELATIHAN


Fasilitator atau Pendamping pada pelatihan bagi warga belajar PK TM
II adalah Tim Fasilitator dan Pendamping II.

24
XXIV. PROSES, METODE DAN MEDIA PELATIHAN
1. Proses Belajar
Proses belajar dalam pelatihan ini menggunakan azas
pendidikan orang dewasa (androgogy) dan mengikuti pendekatan
partisipatori. Latihan yang menggunakan metode andragogi dan
dengan pendekatan partisipatori ini menempatkan peserta sebagai
orang yang telah memiliki bekal pengetahuan, pengalaman,
keterampilan serta bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri dan
kesadaran kelompoknya. Pengalaman dan potensi yang ada pada
peserta adalah sumber yang perlu digali dalam proses pelatihan ini.
Pelatih dalam hal ini adalah sebagai fasilitator yang memiliki
kemampuan untuk menggali gagasan, mengkodifikasi masalah, dan
mensistematisasi masalah peserta berdasarkan metodologi pelatihan
dan menciptakan kondisi bagaimana peserta menyelesaikan
masalahnya sendiri. Di samping itu fasilitator harus mampu
menciptakan suasana belajar di antara sesama peserta dan mampu
memotivasi peserta agar berperan aktif dalam proses belajar untuk
meningkatkan pengalaman dan penghayatan terhadap suatu materi
yang dibahas.
2. Metode Belajar
Metode belajar yang digunakan dalam pelatihan ini diantaranya:
a. Pemanasan
Metode ini berfungsi untuk membina suasana forum yang
hangat dan menyenangkan untuk menarik perhatian peserta
terhadap topik yang dibahas.
b. Ceramah dan tanya jawab

25
Merupakan metode yang memberikan penjelasan atau
deskripsi lisan secara sepihak (pemateri) tentang materi
pembelajaran tertentu. Fungsinya agar peserta mengetahui dan
memahami materi pelatihan dengan jalan mendengarkan. Sedang
tanya jawab merupakan suatu cara untuk mengetahui apakah
penjelasan sudah jelas atau belum.
c. Diskusi kelompok
Berfungsi sebagai arena saling bertukar informasi dan
memecahkan masalah serta arena cipta dan daya analisa dalam
musyawarah untuk mufakat.
d. Bermain peran (role play):
Berfungsi sebagai penumbuh spontanitas dan ekspresi serta
mengembangkan daya analisa dan pengamatan peserta.
e. Simulasi
Berfungsi untuk meningkatkan keterampilan tertentu
melalui pengalaman berbuat dengan jalan “melakukan sesuatu”
dalam kondisi tidak nyata.
f. Diskusi Pleno
Berfungsi sebagai arena saling pemantapan pengalaman,
saling tukar pengalaman dan analisa hasil karya
pribadi/kelompok serta terwujudnya kesimpulan bersama
g. Studi kasus
Berfungsi sebagai arena saling tukar informasi dan
memecahkan masalah bersama
h. Curah pendapat / sharing :
Berfungsi membangkitnya keberanian peserta untuk
mengungkapkan pendapat dan perasaannya.

26
i. Ice Breaker
Berfungsi untuk memecahkan kejenuhan pada saat pelatihan
berlangsung.
j. Praktek Lapangan
Berfungsi untuk menguji dan mengolah kemampuan forum
peserta dengan praktek di lapangan.

3.Media Belajar
Media belajar yang dipergunakan untuk kelancaran pelatihan
kader Taruna Melati II dengan pendidikan orang dewasa melalui
pelatihan partisipatori adalah:
a. Bahan/materi yang berhubungan dengan pokok bahasan.
b. Poster/gambar
c. Flip Chart
d. Alat Permainan/Game
e. Alat untuk Simulasi
f.Lembar Peraga, judul, tujuan, dan waktu
g. Lembar Tugas, pengamatan
h. Buku Pegangan
i. Alat Tulis Menulis

XXV. TEMPAT DAN LAMA PELATIHAN


Pelatihan Kader Taruna Melati II dilaksanakan di tingkat Daerah.
Pemilihan lokasi/tempat pelatihan mempertimbangkan fasilitas yang
memungkinkan untuk proses pelatihan.
Pelatihan berlangsung selama 7 hari terdiri dari kegiatan:

27
a. Perjalanan datang dan pulang
b. Pembukaan dan penutupan (2 sks)
c. Belajar dan berlatih (67 sks)

XXVI.PENYELENGGARAN PELATIHAN
1. Penanggung Jawab
Penyelenggara pelatihan adalah Pimpinan Daerah Ikatan Remaja
Muhamamdiyah bidang KPSDM di masing-masing Kabupaten/Kota.
Pelatihan ini juga dapat dilaksanakan bersama-sama antara Pimpinan
Daerah terdekat. Bidang KPSDM membentuk panitia penyelenggara
terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara dan Pembantu dan dalam
proses pengelolaan pelatihan bekerja sama dengan Tim Fasilitator dan
Pendampingan Kader PD IRM atau PW IRM.

2. Tugas
 Menyusun kerangka kerja dan jadwal pelatihan
 Menyusun kepanitiaan pelatihan
 Menetapkan fasilitator pelatihan
 Bersama fasilitator menyiapkan materi, media dan sarana yang
akan digunakan dalam penyajian materi latihan
 Melaksanakan pemantauan dan evaluasi proses kegiatan
pelatihan sejak awal sampai akhir
 Melakukan pendampingan pasca-training

XXVII. KURIKULUM MATERI


Kurikulum Pelatihan dalam buku ini hanya salah satu contoh dari
kurikulum yang disajikan dalam pelatihan. Dalam pelaksanaannya

28
penyelenggara menyusun sesuai analisis kebutuhan dengan mengacu pada
SPI.

Kawasan Agama: Al-Islam Paket I

No Materi Metode Ket.


01 Al-Qur’an dan Sunnah Ceramah dan Tentang hubungan
dinamika kelompok sosial antar umat
beragama
02 Akhlaq Kepemimpinan Islam Diskusi kelompok
03 Sholat Lail Jama’ah
04 Sejarah Perjuangan Sahabat Ceramah dan Abu Bakar, Umar
Kelompok Refleksi. Bin Khattab,
Usman bin Affan,
Abu Dzar al-
Ghiffari, Bilal bin
Rabbah, dll.
05 Tauhid Eksplorasi Empatetik
06 Muatan Lokal Menyesuaikan

Kawasan Agama: Al-Islam Paket II


01 Al-Quran dan Sunnah Ceramah dan refleksi Ayat-ayat dan
kelompok Hadits tentang
kesetaraan gender
02 Mengenal Pemikiran Sahabat Ceramah dan Abu Bakar, Umar
Apresiasi Empatetik bin Khattab, Abu
Dzar Al-Ghiffari,
Bilal Bin Rabbah,
dll.
03 Mengenal Pemikiran Imam- Ceramah dan Imam Syafi’i,
Imam Mazhab dalam Islam Dinamika Kelompok Hanafi, Maliki,
Hambali, dll
04 Firqoh-Firqoh Dalam Islam Ceramah, Diskusi, ASWJ, Syi’ah,
Studi Kasus Ahmadiyah, Darul
Arqom,
Hawariyun,

29
Jama’ah Tabligh,
dll.
05 Muatan Lokal Menyesuaikan

Kawasan Ke-IRM-an dan Kemuhammadiyahan: Paket I

No Materi Metode Ket.


01 Ideologi Muhammadiyah Ceramah dan
dinamika kelompok
02 Manhaj Tarjih Muhammadiyah Ceramah
03 Ideologi Gerakan IRM Idem
05 Muatan Lokal Menyesuaikan

Kawasan Ke-IRM-an dan Kemuhammadiyah-an: Paket II


01 Muhamadiyah dan Politik Ceramah dan
Diskusi Kelompok
02 Muhammadiyah dan Ekonomi Ceramah dan
Simulasi
03 Muhammadiyah dan Gerakan Ceramah dan
Kebudayaan Dinamika Kelompok
04 Pengembangan Seni dan Kebudayaan Apresiasi dan
Remaja Workshop
05 Muatan Lokal Menyesuaikan

Kawasan Psikologi : Paket I

No Materi Metode Ket.


01 Psikologi Massa atau Kelompok Ceramah dan
bermain peran
02 Komunikasi Efektif Teori dan Praktek

30
03 Teknik Negosiasi dan Persuasi Bermain peran
04 Kepemimpinan Kelompok permainan
05 Asertif Penugasan

Kawasan Psikologi : Paket II


01 Manajemen Qolbu II Bermain perandan
Out Bond
02 Konsep Hati Suci: Out bond
IQ, EQ, SQ
03 Berfikir Postif Permainan
04 Pendengan Aktif Permainan
05 Olah Sukma Out bond
06 Muatan Lokal Menyesuaikan

Kawasan Sosial-Masyarakat: Paket I

No Materi Metode Ket.


01 Bakti Lingkungan Studi Kasus
02 Problem Solving Game
03 Studi Tokoh Kunjungan ke rumah
04 Muatan Lokal Menyesuaikan

Kawasan Kawasan Sosial-Masyarakat: Paket II


01 Bakti Lingkungan II Out Bond dan Emosi
Empatetik
02 Teori Konflik Teori
03 Studi Tokoh II Penugasan
04 Resolusi Konflik Penugasan
05 Muatan Lokal Menyesuaikan

XXVIII. MANUAL PELATIHAN


Manual pelatihan disusun berdasarkan alur logis perencanaan dan
pengelolaan pelatihan. Adapun perencanaan dan pengelolaan Pelatihan

31
Kader Dasar TM II dapat diikuti melalui Pelatihan Fasilitator dan
Pendamping II. Adapun contoh dari susunan manual acara dapat dipelajari
melalui PFP I dan II atau dalam PKD TM I.

XXIX.PENDAMPINGAN DAN TINDAK LANJUT PELATIHAN


Proses terpenting pasca pelatihan adalah proses tindak lanjut dan
pendampingan. Oleh karena itu, pada Pelatihan Kader Taruna Melati II
diperlukan langkah-langkah pendampingan dan tindak lanjut sebagai
berikut:

1. Pengukuhan Tim Pendampingan


Pimpinan Daerah menetapkan surat keputusan bagi pendamping
pasca pelatihan berdasarkan usulan dari warga belajar dan kriteria
kualifikasi fasilitator..

2. Pendayagunaan
Pendamping pasca pelatihan agar mengikuti prosedur dalam
melaksanakan pendampingan sebagai berikut:
a. Melakukan aktifitas pendampingan dengan berinteraksi baik
langsung maupun tidak langsung kepada warga belajar secara
kontinyu berdasarkan tujuan dan target PK TM II.
b. Mendorong warga belajar membentuk jaringan informasi
berdasarkan agenda yang telah disepakati (leaflet, buletin,
jaringan) berkaitan dengan pengembangan wacana dan
aktivitas warga belajar untuk mencapai target PK TM II.
c. Memfasilitasi dan mendampingi proses kursus-kursus pasca
pelatihan seperti, Kursus Politik, Kursus Filsafat, Kursus

32
Jurnalisme Kritis, Kursus HAM, Kursus Studi Tokoh dll., yang
mendukung bagi pancapaian target PK TM II.

3. Aktivitas Pendampingan
Kegiatan pendampingan dapat dilakukan dengan cara:
a. Temu warga belajar untuk memberikan perkembangan
informasi masing-masing sebagaimana dalam rencana follow
up.
b. Kursus periodik dengan tema sebagaiman yang disepakati
oleh kelompok warga belajar dalam rangka mengembangkan
wacana dan menambah kemampuan sebagaimana tujuan dan
target PK TM II.
c. Bakti Lingkungan yaitu mengagendakan: kerja bakti, advokasi,
resolusi konflik, pendidikan populer, dll., kepada masyarakat
sebagai wahana seruan dan kesadaran moral kader muda.

XXX. EVALUASI PROSES


XXXI. Keberhasilan suatu kegiatan pelatihan dapat dinilai dari
proses, input dan out put. Untuk Pelatihan Kader Taruna Melati II akan
menggunakan evaluasi proses yaitu evaluasi pra pelatihan, pelatihan dan
pasca pelatihan. Evaluasi pra pelatihan melalui need assessment dan
sosialisasi, waktu pelatihan melalui evaluasi in put (sumatif) yaitu evaluasi
yang mengukur tingkat pemahaman peserta terhadap materi yang disajikan
dengan menggunakan instrumen pre dan post kontrak belajar, dan pasca
pelatihan melalui uji out put melalui follow up dan dilaporkan melalui
yudisium. Adapun parameter keberhasilannya akan diukur melalui :

33
1. Evaluasi Pra Pelatihan
Evaluasi ini diberikan setelah dilakukannya need assessment dan
sosialisasi. Evaluasi di sini dimaksudkan untuk mendapatkan atau
menilai kebutuhan materi dalam pelaksanaan pelatihan. Adapun
evaluasi pra pelatihan antara lain meliputi:
a. Menilai calon warga belajar bedasarkan analisis kebutuhan
kader yang disesuaikan dengan kapasitas kemampuan kader
dalam meyerap materi dan kebutuhan calon warga belajar.
b. Uji rencana materi dan metodologi pelatihan melalui
workshop fasilitator dengan Pimpinan setempat yang telah
memiliki kualifikasi fasilitator.

2. Evaluasi Materi Pelatihan


Keberhasilan Materi Pelatihan akan diukur melalui aspek sbb:

a. Aspek Penilaian Aktifitas dan Pemahaman Waktu Pelatihan.


Fasilitator akan menilai aspek ini, dari segi apakah warga
belajar akan dapat memahami materi sesuai dengan kontrak
belajar, lalu dapat mengimplementasikan dalam aktifitas-aktifitas
selama pelatihan (baik dari segi penugasan, games, bermain peran,
sharing, dll). Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh ilustrasi
(mengukur tingkat pengetahuan) sampai sejauhmana tujuan
masing-masing materi pelatihan (modul) dapat tercapai. Bahan
evaluasinya mencakup semua materi pelatihan yang diberikan.

b. Aspek Instrumentasi (alat bantu) evaluasi.

34
Untuk dapat mengukur kesempurnaan penilaian maka,
dibutuhkan instrumen sbb:
 Pree Test (tes awal) & Post Test (tes akhir).
 Catatan Harian Peserta
 Lembar Evaluasi Materi
 Sosiogram

3. Evaluasi Pasca Pelatihan


Keberhasilan suatu pelatihan dalam definisi proses justru sangat
ditentukan oleh pasca pelatihan itu sendiri. Evaluasi pasca pelatihan ini
meliputi:
a. Konsistensi antara agenda follow up yang meliputi:
1) Tugas pribadi
2) Tugas kelompok atau tugas warga belajar pasca pelatihan
dengan praktek mereka semua pasca pelatihan.
b. Inovasi, yaitu seberapa jauh warga belajar mampu
memberikan pengembangan aktivitas yang mendukung target
pelatihan di luar agenda follow up.

XXXII. PENYELENGGARAAN PELATIHAN


Sebelum penyelenggaraan pelatihan dilaksanakan pastikan semuanya
sudah siap mulai dari peserta, pembicara, fasilitator, tempat, bahan-bahan
dan sarana penunjang pelatihan seperti kertas, plano, spidol, alat peraga,
sampai dengan konsumsi.
Pada saat pelatihan berlangsung, penyelenggara memantau jalannya
pelatihan, menyiapkan daftar hadir dan menyiapkan konsumsi pada saat
istirahat. Selama pelaksanaan pelatihan sebaiknya dibuat foto dokumentasi
untuk kejadian-kejadian yang mempunyai nilai dokumentasi yang baik,

35
misalnya pada saat simulasi, diskusi acara pembukaan dan penutupan
pelatihan.
Untuk kelancaran proses pelatihan diharapkan penyelenggara bekerja
sama dengan Majelis Dikdasmen dan atau Majelis PKSDI Muhammadiyah
setempat.

XXXIII. PELAPORAN
Panitia penyelenggara harus membuat laporan yang mencakup
kegiatan-kegiatan persiapan, pelaksanaan/proses sampai dengan pelatihan
itu selesai dilaksanakan, paling lambat 2 minggu setelah selesai pelatihan
Laporan teresebut disampaikan kepada Pimpinan IRM dan
Muhammadiyah setingkat, kepada pemberi dana/sponsor dengan
ditembuskan kepada Pimpinan di atasnya.

XXXIV. KUMPULAN MODUL PELATIHAN


Terlampir.

36
XXXV. PENUTUP
XXXVI. Buku kedua yang berisi tentang Pelatihan Kader Taruna
Melati II yang dilengkapi dengan modul ini merupakan pegangan bagi
fasilitator dan pendamping tingkat I. Pada pelaksanaannya dapat disesuaikan
dengan situasi dan kondisi daerah tersebut berdasarkan analisis kebutuhan
kader setempat.
XXXVII. Buku kedua ini wajib digunakan melalui metodologi yang
dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu harus digunakan secara
disiplin dan konsisten. Sifatnya yang lentur menuntut masing-masing level
pimpinan dan fasilitator kreatif mengelola pelatihan dengan tetap berpegang
pada target dan tujuan masing-masing level pelatihan kader.

Lampiran MODUL:

37
Kumpulan Modul Pelatihan ini memuat beberapa contoh modul
pelatihan, dalam pelaksanaannya, fasilitator mempuanyai keleluasaan
menyusun sesuai alur dan materi pelatihan.

Sesi Perkenalan
Tujuan :
Menumbuhkan suasana yang kondusif selama pelatihan berlangsung:
saling percaya, kooperatif, nyaman, dan aman secara fisik dan psikis

Material :
1. Bingo paper
2. Ambiguous picture

Waktu :
60 menit

Prosedur :
1. Fasilitator mengawali pertemuan dengan perkenalan singkat (nama
masing-masing peserta) (5’)
2. Fasilitator membagikan bingo paper pada setiap peserta.
3. Peserta diminta untuk mencari orang yang mempunyai
sifat/kebiasaan/hobby seperti yang tertulis daalam kotak bingo.
4. Bila bertemu dengan peserta lain yang sesuai, peserta tersebut harus
meminta tanda tangan dan namanya untuk dituliskan di kotak bingo.
5. Peserta saling berlomba untuk mengisi kotak bingo secara vertikal
maupun horizontal. Pemenangnya adalah peserta yang paling cepat
membentuk sebuah garis vertikal dan sebuah garis horizontal. (15’)
6. Fasilitator menggali pengalaman peserta selama berlangsungnya
permainan. (5’)
7. Fasilitator menayangkan transparansi ambiguious picture
8. Fasilitator menanyakan tentang gambar tersebut pada peserta
9. Fasilitator menggali jawaban-jawaban peserta. (5’)
10. Fasilitator memperlihatkan dan memproses pengalaman peserta baik
pengalaman bermain dan mengamati gambar berkaitan dengan masalah
persepsi terhadap pelatihan (10’)

Main bingo yuuk!

38
Baca Al Qur’an Suka warna Bepergian Ngontrak Suka nge-net
tiap hari rumah/kost
biru naik motor
E E
E

E E

Pekerja keras Asli Jogja Pandai Hobi bertanam Penyabar

berbahasa
E
E
inggris

E E E

Suka nonton Suka Sifat serius Sifat tertutup

sinetron dunia
E
anak E

E E

Belum pernah Mudah Asal luar Suka puisi/seni Anak sulung


ikut training terharu Jawa

E
E E E E

Hobi baca Humoris Keluarga Takut Rajin olah


wirausaha ketinggian raga

E E E E
E

39
Sesi Kontrak Pelatihan
Tujuan :
1. Memahami motivasi, harapan dan arah peserta dalam mengikuti
pelatihan
2. Menyamakan persepsi peserta tentang pelatihan
3. Merumuskan tujuan bersama
4. Merumuskan komitmen bersama
5. Membangun kerjasama selama pelatihan berlangsung

Material :
1. Pohon harapan
2. Buah harapan
3. Jadwal pelatihan
4. Experiential Learning Cycle
5. Potongan kertas kecil-kecil

Waktu :
50 menit

Prosedur :
1. Fasilitator menggali pemahaman awal peserta tentang pelatihan. (5’)
2. Fasilitator memberikan orientasi tentang pelatihan; tujuan, materi, waktu
dst. (10’)
3. Fasilitator menjelaskan tentang proses belajar yang akan dialami selama
pelatihan dengan menggunakan Experiential Learning Cycle. (5’)
4. Setelah peserta memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan
pelatihan, peserta diminta menuliskan harapannya terhadap pelatihan
pada buah harapan yang sudah dibagikan. Harapan hendaknya dibuat
serealistis mungkin dengan waktu pelatihan 3 hari. (3’)
5. Fasilitator meminta peserta menempelkan buahnya pada pohon harapan.
6. Fasilitator mengambil sampel buah harapan peserta dan membahasnya
sehingga menjadi buah harapan bersama. (3’)

40
7. Fasilitator mengajak peserta untuk berpikir dan merumuskan apa yang
akan dilakukan atau cara apa yang akan ditempuh untuk meraih buah
harapan tsb. Tuliskan pada kertas anak tangga. (3’)
8. Fasilitator mengajak peserta untuk menyepakati komitmen-komitmen tsb
sebagai milik bersama (5’)
9. Fasilitator meminta peserta menuliskan kendala-kendala yang sekiranya
ada yang akan menghambat dalam mengikuti pelatihan pada potongan
kertas yang disediakan (5’)
10. Fasilitator meminta peserta untuk fokus selama pelatihan berlangsung
dan membuang seluruh kendala yang masih tersisa dengan melipat
kertas itu dan menyimpannya sementara ke dalam kotak masalah
11. Fasilitator memberikan peneguhan tentang tujuan pelatihan yaitu
mardhotillah dengan mengajak peserta untuk merenungi QS 42 : 20, 92 : 4
– 10; 98 : 8 serta mengingatkan mereka tentang komitmen yang telah
dibangun bersama dan diakhiri dengan membacakan QS Ash shaff : 2 – 3
(10’)

41
Sesi Teknik Komunikasi
Tujuan :
1. Warga belajar atau peserta mampu memahami pentingnya ketrampilan
komunikasi interpersonal.
2. Warga belajar atau peserta mampu meningkatkan ketrampilan
komunikasi interpersonalnya.

Material :
Kertas Bergambar

Waktu :
120 menit

Prosedur :
1. Tiga orang warga belajar atau peserta diminta untuk maju kedepan.
2. Masing-masing diminta untuk membrikan instruksi pada warga belajar
atau peserta untuk menggambar ‘petani’.
3. Warga belajar atau peserta pertama memberikan iinstruksi dengan
bahasa lisan saja. ( 3’)
4. Warga belajar atau peserta kedua memberikan instruksi pada peserta
dengan lisan dan bahasa tubuh. (3’)
5. Warga belajar atau peserta ketiga memberikan instruksi dengan lisan dan
non lisan. Saat itu warga belajar atau peserta diperbolehkan untuk
bertanya hal-hal yang kurang jelas. (3’)
6. Fasilitator meminta peserta membandingkan hasil 3 kali menggambar.
Lihat mana yang palng mirip aslinya. Mengapa?
7. Cerita singkat komunikasi Efektif.
8. Peserta dibagi menjadi 3 kelompok, masing-masing dipandu seorang
trainer untuk melakukan role play ‘komunkas efektif’
9. Pembahasan role play dlakukan dalam kelompok baru dibawa ke kelas
klasikal.

42
Sesi Problem Solving
Tujuan :
1. Peserta menguasai konsep teknik pengambilan keputusan yang baik.
2. Peserta mampu mengaplikasikannya.

Material :
Tali tambang yang panjang

Waktu :
120 menit

Prosedur : (Bermain Tambang)


1. Peserta dibagi menjadi 2 kelompok
2. Di ruangan sudah disediakan tambang
3. Setiap kelompok ditugaskan untuk menggeser tambang melewati garis
yang sudah ditetapkan (perintah dibuat seambigu mungkin).
4. Setelah selesai, kepada peserta ditanyakan alasan mereka mengambil cara
itu, bagaimana prosesnya, apa yang mereka lakukan.
5. Cerkat teknik problem solving

43
Sesi Pendengar Aktif
Tujuan :
1. Peserta menguasai konsep teknik pendengar yang aktif.
2. Peserta mampu mengaplikasikannya

Material :
-

Waktu :
45 menit

Prosedur :
1. Peserta diminta untuuk berpasang-pasangan dua-dua.
2. Satu orang peserta menjadi pendengar yang satunya menjadi pembicara.
3. Pembicara diminta untuk bercerita tentang sesuatu hal, dan pasangannya
diminta untuk mendengarkan.
4. Setelah selesai, pendengar diminta untuk mengulang cerita yang
pembicara.
5. Kepada peserta yang menjadi pembicara ditanyakan apakah
pengulangan cerita oleh pasangannya sudah sesuai dengan maksud
ceritanya.
6. Fasilitator memproses pengalaman beberapa sampel pasangan.
7. Cerita singkat pendengar aktif.

Sesi Berpikir Positif


Tujuan :

44
1. Peserta menguasai konsep teknik berpikir positif.
2. Peserta mampu mengaplikasikannya

Material :
Kertas Bergambar

Waktu :
60 menit
XXXVIII.
XXXIX. Prosedur
1. Peserta diminta melihat gambar ambigu dan dieksplorasi jawabannya.
2. Fasilitator memproses jawaban peserta dan mengaitkannya dengan
persepsi.
3. Kepada peserta dibagikan lembar pikiranku yang berisi pikiran yang
melintas ketika menghadapi situasi yang diceritakan.
4. Peserta diminta melihat hasilnya dan diajak untuuk memetakan mana
positif mana negatif.
5. Cerita singkat tentang berpikir positif.
6. Peserta diajak untuk mengubah pikiran negatif menjadi positif.

45
X.
XI.
XII.
XIII.
XIV. PART
Three XV. PELATIHAN
XVI. FASILITATOR & PENDAMPINGAN I
-pFP i-

46
I. KERANGKA UMUM
Pelatihan Fasilitator dan Pendampingan (PFP) adalah pelatihan yang
mengkhusus pada perencanaan pengkaderan, pengelolaan pengkaderan, dan
pendampingan pasca training pengkaderan IRM. Oleh karena itu, dalam PFP
para kader yang telah memenuhi kualifikasi dilatih untuk tiga kemampuan
utama, yaitu, pertama, memahami seluk-beluk subjek warga belajar, kedua,
memahami seluk-beluk isi materi pelatihan, dan ketiga, memahami dan dapat
berperan sebagai fasilitator dan pendamping PK TM I.
Sebagai konsekuensinya PFP diisi dengan tiga kawasan materi
pelatihan, yaitu pertama, pengetahuan tentang psikologi warga belajar atau
psikologi masyarakat, skala porsinya 25%. Kedua, pendalaman tentang seluk-
beluk materi proses pelatihan, 25% juga dan ketiga, pengetahuan serta
keterampilan sebagai fasilitator pelatihan dan pendamping pasca pelatihan
mencakup 50%.
Dengan memperhatikan model materi pelatihan tersebut metode PFP
tidak mengandalkan kuliah dan tanya jawab, akan tetapi akan lebih diwarnai
oleh brainstorming, workshop, permainan, bermain peran, simulasi, praktek
lapangan dan lain-lain.

II. TUJUAN UMUM PELATIHAN


Tujuan umum Pelatihan Fasilitator dan Pendampingan I dimaksudkan
untuk melatih para fasilitator dan pendamping pengkaderan IRM agar dapat
memiliki kualifikasi sebagai fasilitator dan pendamping kader, yang memiliki
kemampuan untuk melakukan perencanaan dan pengelolaan pelatihan serta
pendampingan pasca pelatihan kader IRM.

III. TUJUAN KHUSUS PELATIHAN


Pelatihan Fasilitator dan Pendampingan ini bertujuan untuk terjadinya
proses penguatan kapasitas kader yang memiliki kualifikasi perencana,
pengelola, penggerak dan pendamping sebelum, ketika (proses) dan pasca
pelatihan.

47
IV. KUALIFIKASI MATERI
Materi dalam Pelatihan Fasilitator dan Pendampingan ini,
dikualifikasikan sebagai berikut:
1. Psikologi Belajar
2. Komunikasi
3. Ke-Fasilitator-an
4. Pendampingan
5. Ke-Training-an
6. Muatan Lokal

V. KUALIFIKASI PESERTA
Pada dasarnya Pelatihan Fasilitator dan Pendampingan I ini ditujukan
bagi semua kader IRM yang telah mengikuti PK TM II sebagaimana
dijelaskan dalam penjenjangan pengkaderan IRM. Akan tetapi, prosedur
pelatihan menuntut maksimal 25 orang. Oleh karena itu, jika pendaftar
melebihi dari 25 orang, maka harus diadakan kualifikasi peserta sebelum satu
minggu atau satu bulan sebelum acara pelatihan berlangsung. Kualifikasi
peserta ditentukan oleh pengelola pelatihan (tim fasilitator) setempat dengan
mempertimbangkan pada:
1. Meminimalisir kesenjangan pengetahuan antar peserta.
2. Paket materi ditentukan berdasarkan hasil need assessment dan
kualifikasi potenisal atau kecenderungan rata-rata peserta
3. Jika terdapat peserta yang di diskualifikasi, maka harus didaftar
sebagai anggota dan dikelola dalam forum lain untuk mengikuti
pelatihan kader dasar selanjutnya.
4. Jika peserta kekurangan, maka peserta yang di diskualifikasi
diperbolehkan mengikuti forum dan jika memiliki
perkembangan yang baik secara langsung bisa menjadi peserta
pelatihan.

48
Need Assesment: menganalisa (menilai) kebutuhan. Contoh: sebelum
melakukan pelatihan perlu dilakukan kegiatan menilai kebutuhan yang
menjadi dasar dilakukannya pelatihan.

VI. FASILITATOR PELATIHAN


Fasilitator atau Pendamping pada pelatihan bagi warga belajar PFP
adalah Tim Fasilitator dan Pendamping yang telah mengikuti Pelatihan
Fasilitator dan Pendampingan I dan II.

VII. PROSES, METODE DAN MEDIA PELATIHAN


1. Proses Belajar
Proses belajar dalam pelatihan ini menggunakan metode
pendidikan orang dewasa (androgogy) dan mengikuti pendekatan
partisipatori. Latihan yang berdasarkan metode andragogi dengan
pendekatan partisipatori menempatkan peserta sebagai orang yang
telah memiliki bekal pengetahuan, pengalaman, keterampilan serta
bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri dan kesadaran
kelompoknya. Pengalaman dan potensi yang ada pada peserta adalah
sumber yang perlu digali dalam proses pelatihan ini.
Pelatih dalam hal ini adalah sebagai fasilitator yang memiliki
kemampuan untuk menggali gagasan, mengkodifikasi masalah, dan
mensistematisasi masalah peserta berdasarkan metodologi pelatihan
serta menciptakan kondisi bagaimana peserta menyelesaikan
masalahnya sendiri. Di samping itu fasilitator harus mampu
menciptakan suasana belajar di antara sesama peserta dan mampu
memotivasi peserta agar berperan aktif dalam/selama proses belajar

49
untuk meningkatkan pengalaman dan penghayatan terhadap suatu
materi yang dibahas.

Partisipatori Training: training yang mengutamakan partisipasi dari


warga belajar. Contoh: Dalam training warga belajar (peserta) diajak terlibat
secara penuh (berpartisipasi aktif). Bukan semata mata dikuasai fasilitator.

2. Metode Belajar
Metode belajar yang digunakan dalam pelatihan ini diantaranya:
a. Pemanasan
Metode ini berfungsi untuk membina suasana forum yang
hangat dan menyenangkan untuk menarik perhatian peserta
terhadap yang terhadap topik yang dibahas.
b. Ceramah dan tanya jawab
Suatu cara memberikan informasi kepada peserta yang
berfungsi untuk menjelaskan sesuatu secara sepihak
(fasilitator/pemateri) tentang materi pembelajaran tertentu. Sedang
tanya jawab merupakan suatu cara untuk mengetahui apakah
penjelasan sudah jelas atau belum.
c. Diskusi kelompok:
Berfungsi sebagai arena saling bertukar informasi dan
memecahkan masalah serta arena cipta dan daya analisa dalam
musyawarah untuk mufakat.
d. Bermain peran (role play):
Berfungsi sebagai penumbuh spontanitas dan ekspresi serta
mengembangkan daya analisa dan pengamatan peserta
e. Simulasi :

50
Berfungsi untuk meningkatkan keterampilan tertentu melalui
pengalaman berbuat dengan jalan “melakukan sesuatu” dalam
kondisi tidak nyata.
f. Diskusi Pleno :
Berfungsi sebagai arena saling pemantapan pengalaman, saling
tukar pengalaman dan analisa hasil karya pribadi/kelompok serta
terwujudnya kesimpulan bersama
g. Studi kasus :
Berfungsi sebagai arena saling tukar informasi dan
memecahkan masalah bersama
h. Curah pendapat / sharing :
Berfungsi membangkitnya keberanian peserta untuk
mengungkapkan pendapat dan perasaannya.
i. Ice Breaker
Berfungsi untuk memecahkan kejenuhan pada saat pelatihan
berlangsung.
j. Praktek Lapangan
Berfungsi untuk menguji dan mengolah kemampuan forum
peserta dengan praktek di lapangan.

3. Media Belajar
Media belajar yang dipergunakan untuk kelancaran Pelatihan
Fasilitator dan Pendampingan dengan pendidikan partisipatori adalah:

a. Bahan/materi yang berhubungan dengan pokok bahasan.


b. Poster/gambar
c. Flip Chart
d. Alat Permainan/game

51
e. Alat untuk simulasi
f. Lembar peraga, judul, tujuan, dan waktu.
g. Lembar tugas, pengamatan
h. Buku pegangan
i. Alat tulis menulis

VIII. TEMPAT DAN LAMA PELATIHAN

Pelatihan Fasilitator dan Pendampingan dilaksanakan berdasarkan


level masing-masing sebagaimana dalam penjenjangan pengkaderan IRM.
Pemilihan lokasi atau tempat pelatihan mempertimbangkan fasilitas yang
memungkinkan untuk proses pelatihan.

IX. PENYELENGGARAN PELATIHAN


1. Penanggung Jawab
Penyelenggara pelatihan adalah Pimpinan Ikatan Remaja
Muhammadiyah bidang KPSDM di masing-masing level berdasarkan
kaidah penjenjangan pengkaderan IRM. Bidang KPSDM membentuk
panitia penyelenggara terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara dan
Pembantu yang dalam proses pengelolaan pelatihan bekerjka sama
dengan Tim Fasilitator dan Pendamping Kader berdasarkan level
penjenjangan dan kualifikasi kader.

2. Tugas

a. Menyusun kerangka kerja dan jadwal pelatihan


b. Menyusun kepanitiaan pelatihan

52
c. Menetapkan fasilitator pelatihan
d. Bersama fasilitator menyiapkan materi, media dan sarana yang
akan digunakan dalam penyajian materi latihan

e. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi proses kegiatan


pelatihan sejak awal sampai akhir
f. Melakukan pendampingan pasca pelatihan.

X. KURIKULUM materi
Kurikulum ini dapat disesuaikan berdasarkan need assessment
pengkaderan. PFP I dan II merupakan pelatihan bertingkat. Yang
membedakan dalam materi ini adalah faktor kedua yaitu tentang aspek seluk
beluk warga belajar dan aspek seluk beluk pendalaman materi pengkaderan
IRM di masing-masing level. Sedangkan masalah kefasilitatoran diberikan
secara bertingkat berdasarkan analisis kebutuhan perencanaan, pengelolaan
dan pendampingan pengkaderan.

N POKOK
LATIHAN METODE WAKTU
O BAHASAN

1. Bina Suasana Personal Introduction Permainan 45’


(perkenalan)

2. Dinamika  Hakikat dinamika kelompok Permainan 90’


Kelompok Sharing
 Metode dalam dinamika
kelompok
Disko
 Prinsip dasar dinamika
kelompok

53
3. Mencari Sasaran  Fungsi Mencari sasaran Simulasi, 90’

 Metode Mencari Sasaran Disko Sharing

 Memahami sasaran yang


dicapai

4. a. Psikologi  Ciri-ciri Perkembangan Anak Eksplorasi, 135’


Perkembangan dan Remaja Sharing,
Anak & Remaja  Tugas-tugas Perkembangan Main peran,
b. Psikologi Warga Anak dan Remaja Disko (analisis
Belajar  Problematika Anak dan kasus)

Remaja

5. Pengembangan  Konsep Pengembangan Dialog,


kepekaan Kepekaan Sharing,
 Proses pengembangan Diskusi
kepekaan kelompok,
game
 Peranan Pendamping dalam
Pengembangan kepekaan

6. Perubahan Perilaku  Kepekaan Ceramah & 90’


tanya jawab
Permainan
Simulasi

7. Komunikasi  Model komunikasi Permainan 45’


Kerjasama  Latihan komunikasi Permainan 45’

 Analisa arus interaksi Diskusi 45’

 Menghayati dan Permainan 45’

mengungkapkan perasaan
Praktek 90’
 Berbicara dengan publik

54
 Prinsip Kerjasama

8. Aplikasi Pembuatan  Strategi Perencanaan


Perencanaan  Mengumpulkan data &
Pelatihan Masalah
 Identifikasi Masalah
 Menentukan Tujuan

9. Aplikasi  Prinsip-prinsip fasilitator


Pengelolaan  Prosedur memfasilitasi
Pelatihan  Pengelolaan Forum

10. Pendampingan &  Prinsip-prinsip Pendampingan


Goal Setting  Metode Pendampingan
 Pendidikan dlm
pendampingan

11. Latihan Alam

12. Praktek  Praktek penggunaan media Praktek 90’


penggunaan media sebagai alat bantu dalam PAK

Jumlah
menit

Keterangan : 1 Jam pelajaran = 45 menit


24 jam = 4 hari latihan efektif

XI. TINDAK LANJUT PELATIHAN


Proses terpenting pasca pelatihan adalah proses tindak lanjut. Oleh
karena itu, pada Pelatihan Fasilitator dan Pendampingan diperlukan langkah-
langkah follow up sebagai berikut:

55
1. Pengukuhan Tim Follow Up
Pimpinan menetapkan surat keputusan bagi pendamping pasca
pelatihan berdasarkan usulan dari warga belajar.
2. Pendayagunaan
Pendamping pasca pelatihan agar mengikuti prosedur dalam
melaksanakan pendampingan sebagai berikut:
a. Melakukan aktifitas pendampingan dengan berinteraksi baik
langsung maupun tidak langsung kepada warga belajar secara
kontinyu berdasarkan tujuan dan target PFP I dan II.
b. Mendorong warga belajar membentuk jaringan informasi
berdasarkan agenda yang telah disepakati (leaflet, buletin,
jaringan) berkaitan dengan pengembangan wacana dan
aktivitas warga belajar untuk mencapai target PFP I dan II.
c. Memfasilitasi dan mendampingi proses workshop evaluasi SPI
pasca pelatihan serta merencanakan pengkaderan dari level
dasar sampai madya. Di samping itu juga mendorong warga
belajar untuk melakukan kursus-kursus periodik sebagai
upaya pengkayaan wacana dan kemampuan yang mendukung
tercapainya target dan tujuan PFP I dan II.

3. Aktivitas Pendampingan
Kegiatan pendampingan dapat dilakukan dengan cara:

a. Temu warga belajar untuk memberikan perkembangan


informasi masing-masing sebagaimana dalam rencana
follow up.

56
b. Kursus periodik dengan tema sebagaiman yang disepakati
oleh kelompok warga belajar dalam rangka mengembangkan
wacana dan menambah kemampuan sebagaimana tujuan
dan target PFP I dan II.

c. Bakti Lingkungan yaitu mengagendakan kerja bakti dalam


pengelolaan pengkaderan.

XII. EVALUASI PROSES


Keberhasilan suatu kegiatan pelatihan dapat dinilai dari proses, input
dan out put. Untuk Pelatihan Fasilitator dan Pendampingan I dan II ini,
menggunakan evaluasi proses yaitu evaluasi pra pelatihan, pelatihan dan
pasca pelatihan. Evaluasi pra pelatihan melalui need assessment dan sosialisasi,
waktu pelatihan melalui evaluasi in put yaitu evaluasi yang mengukur
tingkat pemahaman peserta terhadap materi yang disajikan dengan
menggunakan instrumen pre dan post kontrak belajar, dan pasca pelatihan
melalui uji out put melalui follow up dan dilaporkan melalui yudisium.
Adapun parameter keberhasilannya akan diukur melalui :

Need Assesment: menganalisa (menilai) kebutuhan. Contoh: sebelum


melakukan pelatihan perlu dilakukan kegiatan menilai kebutuhan yang menjadi dasar
dilakukannya pelatihan.

A. Evaluasi Pra Pelatihan


Evaluasi ini diberikan setelah dilakukannya need assessment dan
sosialisasi. Evaluasi di sini dimaksudkan untuk mendapatkan atau
menilai kebutuhan materi dalam pelaksanaan pelatihan. Adapun
evaluasi pra pelatihan antara laini:

57
a. Menilai calon warga belajar bedasarkan analisis kebutuhan
kader yang disesuaikan dengan kapasitas kemampuan kader
dalam meyerap materi dan kebutuhan calon warga belajar.
b. Uji rencana materi dan metodologi pelatihan melalui
workshop fasilitator dengan Pimpinan setempat yang telah
memiliki kualifikasi fasilitator.

B. Evaluasi Materi Pelatihan


Keberhasilan Materi Pelatihan akan diukur melalui aspek sbb:

a. Aspek Penilaian Aktifitas dan Pemahaman Waktu Pelatihan.


Fasilitator akan menilai aspek ini, dari segi apakah warga
belajar dapat memahami materi sesuai dengan kontrak belajar,
lalu dapat mengimplementasikan dalam aktifitas-aktifitas selama
pelatihan (baik dari segi penugasan, games, role play,
brainstorming dan sebagainya). Hal ini dimaksudkan untuk
memperoleh ilustrasi (mengukur tingkat pengetahuan) sampai
sejauhmana tujuan masing-masing materi pelatihan (modul) dapat
tercapai. Bahan evaluasinya mencakup semua materi pelatihan
yang diberikan.

b. Aspek Instrumen (alat bantu) Evaluasi.


Untuk dapat mengukur kesempurnaan penilaian maka,
dibutuhkan instrumen sbb:
 Pree Test (tes awal) & Post Test (tes akhir).
 Catatan Harian Peserta
 Lembar Evaluasi Materi

58
 Sosiogram

c. Evaluasi Pasca Pelatihan


Keberhasilan suatu pelatihan dalam definisi proses justru
sangat ditentukan oleh paska pelatihan itu sendiri. Evaluasi pasca
pelatihan ini meliputi:
a. Konsistensi antara agenda follow up yang meliputi: 1) Tugas
pribadi, 2) Tugas kelompok atau tugas warga belajar pasca
pelatihan dengan praktek mereka semua pasca pelatihan.
b. Inovasi, yaitu seberapa jauh warga belajar mampu
memberikan pengembangan aktivitas yang mendukung
target pelatihan di luar agenda follow up.

XIII. PENYELENGGARAAN PELATIHAN


Sebelum penyelenggaraan pelatihan dilaksanakan pastikan semuanya
sudah siap mulai dari peserta, pembicara/fasilitator, tempat, bahan-bahan
dan sarana penunjang pelatihan seperti kertas plano, spidol, alat peraga,
sampai dengan konsumsi.
Pada saat pelatihan berlangsung, penyelenggara memantau jalannya
pelatihan, menyiapkan daftar hadir dan menyiapkan konsumsi pada saat
istirahat. Selama pelaksanaan pelatihan sebaiknya dibuat foto dokumentasi
untuk kejadian-kejadian yang mempunyai nilai dokumentasi yang baik,
misalnya pada saat simulasi, diskusi, acara pembukaan dan penutupan
pelatihan.
Untuk kelancaran proses pelatihan diharapkan penyelenggara bekerja
sama dengan institusi atau lembaga terkait (stake holder).

59
XIV. PELAPORAN
Panitia penyelenggara harus membuat laporan yang mencakup
kegiatan-kegiatan persiapan, pelaksanaan/proses sampai dengan pelatihan
itu selesai dilaksanakan, paling lambat 2 minggu setelah pelatihan selesai.
Laporan teresebut disampaikan kepada Pimpinan IRM dan
Muhammadiyah setingkat, kepada pemberi dana/sponsor dengan
ditembuskan kepada Pimpinan di atasnya.

XV. KUMPULAN MODUL PELATIHAN


Terlampir.

XVI. BORANG CATATAN HARIAN PESERTA DAN EKSPRESI HASIL

BELAJAR

1. CATATAN HARIAN PESERTA

Petunjuk:

1. Pada bagian yang terisi angka, lingkarilah angka yang tepat menurut

Anda. Perhatikan skala 0 - 5 yang digunakan.

2. Tulislah nama dan asal sekolah Anda

3. Setiap penutupan acara, Anda kumpulkan ke depan.

60
Nama : ____________________________________________

Sekolah : ____________________________________________

Hari : ___________ ________________________________

Sesi Kolom Pertanyaan Kolom Jawaban

1. Pengetahuan sebelumnya 0 1 2 3 4 5

tentang materi latihan 4


3 5
2. Setelah mengikuti latihan ini, 0 1 2

seberapa besar pengetahuan

Anda sekarang

3. Apakah latihan ini 0 1 2 3 4 5

menumbuhkan kesadaran diri

sebagai fasilitator PKD TM I

4. Relevansi materi kuliah dengan 0 1 2 3 4 5

Tugas sebagai fasilitator PKD TM

61
5. Pokok-pokok materi latihan

yang dapat dicatat. 1.__________________

2. _________________

3. _________________

4. _________________

6. Saran Anda di sekitar latihan ini

1. ______________

2. ______________

3. ______________

4.

BORANG EKSPRESI HASIL BELAJAR

BAGIAN I : Pencapaian Pribadi Peserta

62
Petunjuk:

Pada bagian yang berisi angka, lingkarilah angka yang tepat menurut Anda.

Perhatikan skala pencapaian 0 – 10 yang digunakan.

0 -- -- 1 -- -- 2 -- -- 3 -- -- 4 -- -- 5 -- -- 6 -- -- 7 -- -- 8 -- -- 9 -- -- 10

belum sudah 100%

tercapai tercapai

1. Wawasan saya tentang materi yang disampaikan dalam Pelatihan Untuk

Pelatih ini menjadi bertambah luas.

0 -- -- 1 -- -- 2 -- -- 3 -- -- 4 -- -- 5 -- -- 6 -- -- 7 -- -- 8 -- -- 9 -- -- 10

2. Saya menjadi lebih paham tentang seluk-beluk Fasilitator

0 -- -- 1 -- -- 2 -- -- 3 -- -- 4 -- -- 5 -- -- 6 -- -- 7 -- -- 8 -- -- 9 -- -- 10

3. Saya menjadi lebih paham tentang perencanaan, pengelolaan dan

pendampingan

0 -- -- 1 -- -- 2 -- -- 3 -- -- 4 -- -- 5 -- -- 6 -- -- 7 -- -- 8 -- -- 9 -- -- 10

4. Saya menjadi lebih paham tentang model pengembangan pengelolaan

63
pelatihan.

0 -- -- 1 -- -- 2 -- -- 3 -- -- 4 -- -- 5 -- -- 6 -- -- 7 -- -- 8 -- -- 9 -- -- 10

5. Saya menjadi lebih paham tentang bagaimana pembelajaran orang

dewasa.

0 -- -- 1 -- -- 2 -- -- 3 -- -- 4 -- -- 5 -- -- 6 -- -- 7 -- -- 8 -- -- 9 -- -- 10

6. Saya menjadi lebih paham dan dapat mempraktekkan bagaimana

mengelola sebuah pelatihan.

0 -- -- 1 -- -- 2 -- -- 3 -- -- 4 -- -- 5 -- -- 6 -- -- 7 -- -- 8 -- -- 9 -- -- 10

7. Saya menjadi lebih paham dan dapat mempraktekkan berbagai metode

dalam pelatihan.

0 -- -- 1 -- -- 2 -- -- 3 -- -- 4 -- -- 5 -- -- 6 -- -- 7 -- -- 8 -- -- 9 -- -- 10

8. Saya dapat memahami bagaimana tugas seorang fasilitator.

0 -- -- 1 -- -- 2 -- -- 3 -- -- 4 -- -- 5 -- -- 6 -- -- 7 -- --8 -- -- 9 -- -- 10

BAGIAN II : Penyelenggaraan Pelatihan Untuk Pelatih

Petunjuk:

Pada bagian yang terisi angka, lingkarilah angka yang tepat menurut Anda.

64
Perhatikan skala pencapaian 0 – 10 yang digunakan.

0 -- -- 1 -- -- 2 -- -- 3 -- -- 4 -- -- 5 -- -- 6 -- -- 7 -- -- 8 -- -- 9 -- -- 10

belum sudah 100%

tercapai tercapai

1. Persiapan dan pengelolaan pelatihan oleh panitia pengarah.

0 -- -- 1 -- -- 2 -- -- 3 -- -- 4 -- -- 5 -- -- 6 -- -- 7 -- -- 8 -- -- 9 -- -- 10

2. Persiapan pelatihan oleh panitia pelaksana.

0 -- -- 1 -- -- 2 -- -- 3 -- -- 4 -- -- 5 -- -- 6 -- -- 7 -- -- 8 -- -- 9 -- -- 10

3. Pengelolaan pelatihan oleh fasilitator.

0 -- -- 1 -- -- 2 -- -- 3 -- -- 4 -- -- 5 -- -- 6 -- -- 7 -- -- 8 -- -- 9 -- -- 10

4. Metode yang digunakan oleh fasilitator.

65
0 -- -- 1 -- -- 2 -- -- 3 -- -- 4 -- -- 5 -- -- 6 -- -- 7 -- -- 8 -- -- 9 -- -- 10

5. Materi yang disajikan dalam pelatihan.

0 -- -- 1 -- -- 2 -- -- 3 -- -- 4 -- -- 5 -- -- 6 -- -- 7 -- -- 8 -- -- 9 -- -- 10

XVII. PENUTUP
Buku kelima yang berisi tentang Pelatihan Fasilitator dan Pendampingan I & II
yang dilengkapi dengan modul ini merupakan pegangan bagi fasilitator dan
pendamping. Pada pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi
daerah tersebut berdasarkan analisis kebutuhan (Need Assesment) fasilitator dan
pendamping setempat.
Buku kelima ini wajib digunakan melalui metodologi yang dapat
dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu harus digunakan secara disiplin dan
konsisten. Sifatnya yang lentur menuntut masing-masing level pimpinan dan
fasilitator kreatif mengelola pelatihan dengan tetap berpegang pada target dan tujuan
masing-masing level pelatihan fasilitator dan pendampingan.

Topik : Kontrak Belajar


Waktu: 60 menit

PENJELASAN UMUM
Pelatihan Fasilitator dan Pendampingan (PFP) dilihat dari segi
pesertanya adalah suatu proses pendidikan untuk orang dewasa. Oleh karena
itu, asumsi pendidikan/pelatihan untuk ini pun haruslah asumsi
pendidikan/pelatihan bagi orang dewasa.
Salah satu asumsi penting dalam konteks ini berkisar sekitar unsur
“pengalaman” di dalam proses belajar, dalam pengertian bahwa orang
dewasa itu telah membawa pengalamannya sendiri-sendiri, sebesar apapun

66
kapasitasnya.
Selain itu, salah satu asumsi penting yang berhubungan dengan
proses belajar orang dewasa mencakup aspek “konsep diri”. Konsep diri itu
berubah dari “ketergantungan total” di masa kanak-kanak menjadi “berdiri
sendiri” di masa dewasa.
Seperti demikian, maka upaya “pengarahan diri sendiri”
sesungguhnya adalah salah satu ciri yang perlu ada atau diadakan di dalan
proses pelatihan orang dewasa.
Kegiatan Kontrak Belajar ini adalah bagian upaya untuk memberikan
kesempatan kepada peserta guna mengarahkan dirinya sendiri dengan jalan
secara jernih merumuskan sendiri apa sebenarnya yang diharapkan juga
merumuskan sendiri apa wujud partisipasi mereka mereka di dalam kegiatan
pelatihan ini, agar pelatihan dapat berjalan sesuai rencana.
Sesuai dengan nama sesinya, “Kontrak Belajar”, maka Fasilitator pun
perlu menjelaskan secara singkat apa program pelatihan serta prosedur
maupun metode yang digunakan dalam pelatihan. Dengan demikian ,
“frekuensi” peserta dan Fasilitator diharapkan dapat menjadi sama.

TUJUAN LATIHAN UMUM


Peserta secara jernih menilai apa motifnya mengikuti Pelatihan
Fasiitator dan Pendampingan, serta memahami apa yang harus dilakukannya
agar kegiatan pelatihan berjalan sesuai rencana.

PROSEDUR
1. Fasilitator memberikan kata pembuka serta penjelasan singkat tentang
modul latihan selama kurang lebih 10 menit.
2. Fasilitator membagikan kertas manila ukuran setengah kwarto sebanyak
dua lembar kepada setiap peserta.
3. Fasilitator meminta setiap peserta menulis di dalam lembar kertas manila
yang pertama apa yang ia harapkan dengan mengikuti Pelatihan
Instruktur (maksimal menggunakan 5 kata). Dalam lembar kertas manila
yang kedua ia menuliskan apa yang dapat ia lakukan/sumbangkan agar
Pelatihan Instruktur dapat berjalan baik (maksimal lima kata).
4. Peserta diminta membagi diri atas beberapa kelompok. Setiap kelompok
terdiri dari 4 sampai 5 peserta.
5. Di dalam kelompok peserta mengumpulkan apa yang telah dituliskan
dalam lembar kertas manila, dan merumuskannya sebagai kesimpulan
kelompok (ada dua jenis kesimpulan sesuai lembar kerta manila tiap
perserta). Kesimpulan ditulis di dalam plastik transparan. Waktu yang
diperlukan kurang lebih 15 menit.
6. Dalam klas umum setiap kelompok melaporkan hasil kerjanya secara

67
singkat.
7. Fasilitator bersama peserta membuat kesimpulan akhir berdasarkan
laporan hasil kerja kelompok.
8. Fasilitator memberi penjelasan singkat tentang program Pelatihan
Instruktur.
9. Fasilitator meminta peserta mengisi lembar "kontrak belajar"

PERALATAN PENDUKUNG
1. Lembar isian "kontrak belajar"
2. Kertas manila yang di potong setengah kwarto (2 x jumlah peserta)
3. OHP lengkap dengan spidol dan plastik.

XVII.

XVIII.
XIX.

XX.
XXI.
Topik : Ekspresi Hasil Belajar
Waktu : 90 menit

PENJELASAN UMUM
Suatu kegiatan pelatihan tidak dapat tidak adalah suatu proses
belajar, dimana peserta diharapkan mengalami perubahan yang searah
dengan tujuan pelatihan. Dalam konteks ini, ada atau tidakkah perubahan itu
tidak hanya dapat dinilai oleh orang luar, akan tetapi dalam porsi yang lebih
besar justru lebih dirasakan oleh peserta sendiri. Peserta, asal ia mencoba
jujur terhadap dirinya, akan mampu mengukur sejauhmana ia mengalami
perubahan setelah mengikuti pelatihan.
Kegiatan Ekspresi Hasil Belajar ini adalah bagian dari upaya untuk
memberikan kesempatan kepada peserta guna merumuskan sendiri apa
sebenarnya yang telah diperolehnya dari kegiatan pelatihan, seberapa jauh ia
telah mengalami perubahan setelah mengikuti pelatihan. Dimensinya adalah
kesadaran diri, “sadar bahwa dirinya tahu” atau “sadar bahwa dirinya tidak
tahu”.

68
TUJUAN LATIHAN UMUM
Peserta secara jerni menilai apa yang diperolehnya selama Pelatihan
Untuk Pelatih, serta beberapa jauh ia telah mengalami perubahan.

PROSEDUR
1. Fasilitator memberikan penjelasan singkat tentang model latihan.
2. Fasilitator membagikan lembar EKB kepada para peserta dan meminta
mereka mengisinya. Waktu yang dibutuhkan sekitar 10 menit.
3. Fasilitator membagi perserta atas kelompok kecil, dan meminta setiap
kelompok mentabulasi hasilnya. Waktu yang dibutuhkan sekitar 10
menit.
4. Dalam klas umun setiap kelompok diminta menjelaskan hasil tabulasi
disertai analisis singkat.
5. Satu-dua orang peserta diminta mengemukakan pendangannya csecara
kualitatif tentang jalanya pelatihan.
6. Fasilitator menjelaskan secara umum hasil tabulasi Catatan Harian
Peserta, dan memberikan kata penutup.

PERALATAN PENDUKUNG
1. Lembar isian dan lembar tabulasi
2. Plastik transparan yang sudah disiapkan sebagai blangko isian.
3. OHP dan spidol.

69
Topik : Metode Pelatihan I (Kawasan Dengar dan Lihat)
Waktu : 180 menit

PENJELASAN UMUM
Ada satu adagium yang sering dikatakan orang untuk menunjukkan
pentingnya proses/metode: “Kendati lagunya bagus, jika penyanyinya jelek,
kesannya tetap jelek. Tetapi sebaliknya, kendatipun lagunya jelek, asal
dinyanyikan oleh penyanyi yang baik, kesannya tetap baik”.
Isi pesan pun demikian. Kendatipun isi atau materi itu sedemikian
bagusnya, akan tetapi jika disampaikan dengan metode yang jelek, akibatnya
akan cenderung jelek, dalam arti tidak dipahami, dan bahkan dalam tingkat
tertentu malah dapat menimbulkan antipati.
Dengan demikian peran metode dalam suatu pelatihan atau training
sangatlah penting. Suatu aktivitas training yang mengabaikan unsur metode,
pada akhirnya hanyalah berubah menjadi aktivitas proforma, yang penting ada
kegiatan.
Kita mengenal banyak sekali jenis metode latihan. Akan tetapi, dilihat
dari segi medianya, metode latihan dapat dibagi dalam tiga kawasan besar,
yaitu, pertama, telling (“dengar”), yang menyangkut pemberian informasi
tentang pikiran-pikiran, konsep-konsep, teori-teori, ajaran-ajaran, dan
sebagainya; kedua, showing (“lihat”), di samping disampaikan secara lisan juga
dipertunjukkan, dan ketiga, doing (“tindakan”), peserta diberi kesempatan
mencoba melakukan sesuatu.
Jika diingat bahwa peserta pelatihan, baik PKSK maupun PKSB

70
adalah mereka yang telah dewasa atau berangkat dewasa, maka metode
dalam kawasan “tindakan” lebih tepat untuk itu. Misalnya “role play”,
“simulasi”, “game”, “konferensi”, “diskusi kasus”, dan lain-lain. Hal ini tidak
berarti metode dalam kawasan “dengar” dan “lihat” tidak penting. Metode
dalam dua kawasan ini tetap penting, asal saja dilakukan variasi sedemikian
sehingga unsur “tindakan” masuk juga ke dalamnya. Dengan kata lain, ketiga
kawasan metode tersebut digunakan secara bersama-sama.
Hal yang penting dalam pemanfaatan metode latihan adalah dasar
penentuan metode tersebut. Paling sedikit ada enam hal yang perlu
dipertimbangkan sebelum kita memilih metode di dalam suatu aktivitas
pelatihan. Keenam hal tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tujuan latihan. Jika tujuannya hanya untuk memberi informasi teoritik,
misalnya, maka tidak perlu digunakan role play. Cukup kita gunakan
presentasi yang didukung oleh media tertentu, semisal OHP, slide
projector, ditambah diskusi pendalaman.
2. Sifat materi. Jika materi bersifat sangat teknis dengan bahan yang
terbatas, maka metode ceramah yang divariasikan dengan diskusi dan
didukung alat peraga, cukup memadai.
3. Kondisi peserta. Metode adalah cara untuk menyampaikan informasi
dari seseorang kepada orang lain. Dengan demikian metode
berhubungan langsung dengan manusia, yang berarti pula dengan
kondisi manusia. Dengan demikian, pertimbangan kondisi peserta
mutlak diperlukan. Jika peserta berlatarbelakang pendidikan yang cukup
tinggi, maka metode konferensi, studi kasus, sindikat, tepat untuk
digunakan.
4. Kemampuan pelatih. Jika pelatih belum begitu menguasai suatu metode,
maka tidak ada alasan baginya untuk memaksakan diri menggunakan
metode tersebut.
5. Peralatan yang tersedia. Metode tertentu perlu didukung oleh peralatan.
Jika untuk menggunakan suatu metode tertentu peralatan pendukung
tidak tersedia, maka seyogyanya metode lain yang digunakan.
6. Waktu yang tersedia. Waktu merupakan faktor yang perlu
diperhitungkan. Jika waktu yang tersedia hanya 30 menit, maka metode
konferensi jelas tidak dapat digunakan.
Dalam Workshop I ini peserta pertamakalai akan diajak untuk
meresapi keterbatasan metode dalam kawasan “dengar” jika tidak didukung
oleh “lihat” maupun “tindakan”, untuk kemudian peserta diminta
merumuskan bentuk-bentuk variasi agar metode dalam kawasan “dengar”
maupun “lihat” itu dapat digunakan secara “enak” dan “perlu”. Dengan
demikian, workshop ini akan berjalan dalam dua tahap, yaitu.

71
Tahap I: Meresapi efektifitas penggabungan dan variasi metode.
Pada tahap ini kepada para peserta diperlihatan secara demonstratif

bagaimana perbandingan efektifitas metode-metode pelatihan yang hanya

menyentuh kawasan “dengar” saja, dan metode presentasi yang melibatkan

kawasan “lihat” dan sedikit “tindakan”. Fasilitator membagi peserta dalam

dua kelompok. Kepada masing-masing kelompok akan diberikan sebuah

tugas. Kelompok I diberi tugas hanya secara lisan, sementara Kelompok II

diberi tugas secara lisan ditambah demonstrasi. Secara sederhana peserta

akan dapat melihat secara langsung bagaimana efektifitas masing-masing

metode.

Tahap II: Mengembangkan variasi penggabungan metode.


Dari dua treatment di atas diharapkan peserta dapat meng-create
metode dan media apa yang sesuai untuk perentasi materi tertentu, dan
bagaimana presentasi seorang pelatih agar materi dapat diserap secara baik
dan benar oleh para peserta, tetapi tetap menyenangkan.
Untuk membantu peserta dalam mengembangkan variasi
penggabungan metode, maka berikut ini secara ringkas diperkenalkan
beberapa jenis metode yang sesungguhnya termasuk dalam kawasan
“dengar” dan “lihat”, tetapi dibuat bervariasi dengan sedikit memasuki
wilayah “bermain”.

Metode Forum. Fasilitator mempersilahkan seorang peserta menjadi pelempar


gagasan atau pengulas umum, dan seorang lagi sebagai moderator. Pelempar
gagasan atau pengulas menyampaikan ulasannya selama kurang lebih lima
menit, kemudian dibuka kesempatan dialog dengan seluruh peserta. Metode
ini lebih banyak digunakan untuk pendalaman materi yang telah
disampaikan nara sumber sebelumnya. Ada beberapa bentuk variasi dari
metode ini. Di antaranya adalah dengan menggunakan alat perekam.
Fasilitator memutarkan potongan ceramah dari seorang ahli, kurang lebih

72
selama lima menit. Kemudian peserta yang ditunjuk sebagai pengulas
bertindak mewakili ahli yang rekamannya diperdengarkan untuk berdiskusi
dengan seluruh peserta.

Metode Sindikat. Peserta dibagi dalam beberapa sindikat/kelompok yang


terdiri dari 5 sampai 10 peserta. Tiap sindikat diketuai oleh seorang peserta.
Setiap sindikat dihadapkan kepada suatu masalah yang akan dipecahkan
secara bersama. Hasil rumusan tiap sindikat kemudian didiskusikan dalam
klas umum. Salah satu bentuk yang mirip dengan metode sindikat adalah
metode “konferensi”. Bedanya, di dalam metode konferensi, setiap kelompok
mewakili kelompok yang ada dalam kenyataan. Misalnya menggambarkan
perdebatan di DPR, dan sebagainya. Metode ini bermanfaat untuk melatih
peserta berpikir secara individual maupun kelompok.

Metode Studi Kasus (case study). Kepada peserta diajukan satu kasus yang
merupakan kejadian aktual, baik berupa ceritera lisan, tulisan, film pendek,
rekaman, yang biasanya diakhiri dengan pertanyaan Fasilitator, “bagaimana
pendapat Anda?”. Sifat diskusi adalah analisis kasus untuk mencari
pemecahan. Metode ini digunakan terutama untuk mendorong peserta
berpikir secara aktif, serta untuk memperdalam pemahaman. Metode ini
sering sekali digabung dengan metode forum.

Metode Studi Peristiwa (incident study). Mirip studi kasus, tetapi kasusnya
belum tersusun rapih. Yang dikemukakan adalah peristiwanya. Misalnya,
“ada siswa yang sering sekali tertidur di dalam klas”, tanpa disertai
keterangan mengapa ia tertidur, siapa orang tuanya, apa masalah pribadi
yang dihadapinya, dan sebagainya.

Metode Permainan Peran (role play). Metode ini sebenarnya termasuk dalam
kawasan “tindakan”. Ia dirumuskan sebagai bagian dari learning by doing.
Akan tetapi, sering sekali metode ini digabungkan dengan metode dalam
kawasan “dengar” dan “lihat”, karena itu ia dijelaskan dalam modul ini.
Dalam metode permainan peran, peserta dihadapkan kepada masalah
hubungan antarmanusia, untuk melatih mereka bereaksi terhadap orang lain.
Dalam metode ini peserta diminta berperan bukan sebagai dirinya. Misalnya
seorang peserta diminta berperan sebagai konselor sekolah, yang lain sebagai
konselor sebaya, dan lainnya lagi sebagai pengguna napza.

Metode Simulasi. Mirip dengan metode permainan peran, hanya saja di dalam
simulasi peserta berperan sebagai dirinya sendiri untuk keadaan tertentu.

73
Akan tetapi, jika simulasi dimaksudkan untuk meniru suatu peristiwa
tertentu, maka ia dilaksanakan mirip dengan role play. Misalnya simulasi
sidang kabinet, simulasi prosedur konseling bagi siswa bermasalah dengan
napza, dan sebaginya.
Metode In Basket Training. Peserta dihadapkan pada sejumlah tugas, dokumen,
jadwal, nota, dan sebagainya. Peserta kemudian diminta menentukan urutan
prioritas dengan menganalisis setumpuk tugas yang dihadapinya itu. Metode
ini memerlukan dukungan lembar kerja berupa pilihan tugas, dokumen,
surat, jadwal, nota, dan sebagainya. In Basket Training sangat bermanfaat
untuk melatih peserta memecahkan masalah, melatih pengambilan inisiatif,
serta melatih peserta mengambil keputusan secara cepat dan tepat.

TUJUAN LATIHAN UMUM


Peserta dapat memahami berbagai jenis metode yang termasuk
dalam kawasan “dengar” dan “lihat”, serta dapat meresapi pentingnya
berbagai metode itu divariasikan.

PROSEDUR
1. Fasilitator memberikan penjelasan singkat tentang modul latihan.
2. Peserta dibagi atas dua kelompok. Kelompok pertama ditreatment
dengan metode “dengar” saja, sedangkan kelompok kedua ditreatment
dengan metode “lihat”, dengan sedikit menyentuh kawasan “tindakan”.
Untuk kelompok pertama maupun kedua, treatment dilakukan sekitar 20
menit.
3. Dilakukan diskusi untuk membandingkan hasil treatment tersebut
selama 30 menit.
4. Peserta kemudian dibagi dalam beberapa kelompok yang lebih kecil dan
diminta mendiskusikan serta merupuskan bagaimana bentuk-bentuk
variasi metode sehingga menarik. Diskusi diarahkan untuk merumuskan
variasi metode bagi penyajian materi dalam PKSK maupun PKSB.
5. Dalam klas umum fasilitator mempersilahkan tiap kelompok melaporkan
hasil kerjanya, serta dilakukan pembahasan umum.
6. Fasilitator memberikan catatan penutup.

PERALATAN PENDUKUNG
1. Bahan permainan, terutama kertas.
2. OHP, lengkap dengan spidol dan plastik.

74
Topik : Metode Pelatihan II (Belajar Sambil Bermain)
Waktu: 210 menit

PENJELASAN UMUM
Asumsi lama pendidikan sering menempatkan peserta didik dalam
posisi “botol kosong”, karena itu tugas pendidik adalah menuangkan air ke
dalam botol tersebut hingga penuh. Asumsi ini kemudian dikritik tajam oleh
berbagai kalangan, apakah ahli pendidikan, atau praktisi pendidikan di
lapangan. Belakangan, dua pengeritik asumsi botol kosong, Ivan Illich dan
Paulo Freire, semakin meramaikan perbincangan seputar asumsi itu.
Para penganjur pendekatan “andragogi” juga menolak sama sekali
asumsi botol kosong dalam memandang manusia dewasa. Manusia, si peserta
didik, menurut para penganjur pendekatan andragogi, adalah ibarat botol
yang isinya berbeda-beda, tetapi tetap telah berisi. Mereka datang dengan
pengalamannya sendiri-sendiri dan siap dididik. Salah seorang penganjur
pendekatan andragogi, Malcolm Knowles, mengedepankan empat asumsinya
yang sangat terkenal tentang pembelajaran orang dewasa.
1. Perubahan Konsep Diri. Kematangan konsep diri bergerak dari
“ketergantungan total” menuju “pengarahan diri sendiri”. Pada tahap
terakhir ini orang membutuhkan penghargaan dari orang lain sebagai
manusia yang dapat mengarahkan diri sendiri.
2. Peranan Pengalaman. Manusia sebagai subyek didik mempunyai
pengalaman yang berbeda.
3. Kesiapan Belajar. Anak-anak belajar karena perkembangan biologis atau
tuntutan akademis, sedangkan orang dewasa belajar karena
membutuhkan.
4. Orientasi Belajar. Anak-anak sudah dikondisikan untuk memiliki orientasi
belajar yang berpusat pada mata pelajaran, sedangkan orang dewasa
cenderung memiliki orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan

75
problem hidup.
Berdasarkan asumsi pembelajaran di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa orang dewasa lebih senang belajar sambil melakukan sesuatu (learning
by doing). Membiarkan peserta training duduk berjam-jam hanya untuk
mendengarkan ceramah akan sangat membosankan mereka. Oleh karena itu
biarkan mereka melakukan sesuatu untuk kemudian mereka simpulkan
sendiri. Kalau kesimpulan tersebut berhubungan dengan nilai tertentu,
misalnya dasar negara, agama, barulah Fasilitator memberikan masukan
seperlunya.
Di dalam dunia pertrainingan ada moto yang terkenal, “saya dengar,
saya lupa”, “saya lihat, saya ingat”, “saya lakukan, saya paham”. Dengan
moto itu kemudian dikembangkan metode “bermain” atau game dalam dunia
pertrainingan. Belajar sambil bermain adalah satu model dari sekian metode
pelatihan untuk mengoptimalkan proses belajar agar menjadi mudah,
menarik, tidak membosankan, dan mencapai sasaran seperti moto di atas
(edutainment).
Sebagaimana Workshop I, Workshop II ini melewati dua tahap

kegiatan, yaitu:

Tahap I: Meresapi efektifitas metode permainan

Pada tahap ini peserta diminta bekerja dalam kelompok masing-

masing. Selama 20 menit kelompok akan memainkan sebuah game

(permainan). Jenis dan bentuk serta petunjuk permainan disediakan

Fasilitator dalam amplop tertutup.

Jika permainan sudah dinyatakan selesai, dilanjutkan diskusi, curah

ide dan pemberian feed back terhadap permainan tersebut selama

kurang lebih 40 menit.

Tahap II: Mengembangan metode permainan

Selesai curah ide selama kurang lebih 60 menit peserta diminta

berdiskusi dalam kelompok untuk merekayasa sebuah permainan

76
yang dapat diaplikasikan dalam penyampaian materi pada

kurikulum pelatihan tertentu, kemudian mempresentasikannya

dihadapan kelompok yang lain selama kurang lebih 120 menit.

Untuk membantu peserta mengembangkan metode permainan,

berikuti ini diperkenalkan secara ringkas beberapa model permainan yang

sering digunakan dalam training.

Permainan Berbisik-bisik Berantai. Peserta diminta duduk dalam bentuk

tapal kuda atau setengah lingkaran. Fasilitator membisikkan suatu informasi

singkat kepada peserta pada salah satu ujung, kemudian meminta peserta itu

membisikkan informasi itu kepada teman di sampingnya. Bisik-bisik ini

berjalan secara berantai sampai dengan peserta di ujung yang satunya.

Peserta terakhir yang menerima pesan diminta menyebut apa isi informasi.

Dalam praktek, informasi sudah berbeda. Fasilitator kemudian mengajak

peserta mendiskusikan distorsi informasi tersebut. Permainan ini bermanfaat

untuk menyadarkan pentingnya komunikasi yang teratur, serta bahaya

sebuah gosip.

Permainan Melengkapi Gambar. Peserta diminta duduk secara tapal kuda

atau melingkar. Fasilitator meninta peserta diujung yang satu mencoba

77
mengambar sesuatu, tetapi cukup membuat satu coretan kecil. Gambar itu

kemudian diserahkan kepada teman di sebelahnya tanpa menjelaskan apa

yang akan digambar. Temannya itu melanjutkan coretan tadi, untuk

kemudian diserahkan secara berantai kepada teman-teman di sebelahnya.

Orang terakhir yang melanjutkan gambar tersebut kemudian menunujukkan

kepada orang pertama. Dalam praktek gambar yang sudah lengkap berbeda

jauh dengan ide orang pertama. Permainan ini bermanfaat menyadarkan

pentingnya musyawarah dalam kerjasama.

Permainan Bujursangkar. Peserta dibagi atas beberapa kelompok. Tiap

kelompok terdiri dari lima peserta. Kepada setiap peserta diberikan lima

sampul tertutup yang berisi potongan berbagai bentuk. Tugas kelompok

adalah menyusun potongan-potongan tersebut sehingga menjadi lima buah

bujursangkar. Selama bermain peserta dilarang berbicara atau memberi kode

apa pun kepada temannya. Setelah itu dilakukan diskusi untuk menarik

kesimpulan dari permainan tersebut. Permainan bujursangkar sangat

bermanfaat untuk menumbuhkan pengeretian tentang kerjasama serta saling

pengertian.

Permainan Membuat Kapal Tempur. Permainan ini telah diujicoba pada

Workshop I. Permainan ini bermanfaat untuk memperlihatkan bahwa

78
penggabungan kawasan “dengar”, “lihat”, dan “tindakan”, dalam satu

metode latihan akan sangat bermanfaat.

Permainan Lempar Spidol. Peserta diminta berdiri di depan meja, dan

diminta bertepuk tangan ketika fasilitator melemparkan spidol ke atas. Pada

saat spidol ditangkap lagi oleh fasilitator, peserta harus berhenti bertepuk

tangan. Gerakan ini diulangi beberapa kali dengan tempo yang semakin

cepat. Permainan ini sangat bermanfaat untuk menghangatkan suasana serta

mencairkan hubungan Fasilitator-peserta (ice breaking).

Permainan Angka dan Nama. Mula-mula peserta diminta berhitung

berurutan dari nomor satu sampai seterusnya secara bergiliran. Peserta

diminta mengingat nomor urutnya. Dapat dilakukan uji coba dengan

menyebut angka tertentu dan peserta yang bersangkutan harus menjawab

“ya”. Setelah itu Fasilitator menjelaskan bahwa ia akan menceritakan suatu

kejadian, dan bila dalam cerita tersebut ada angka yang disebut, maka peserta

dengan nomor itu harus berdiri dan menriakkan namanya secara keras. Lalu

mulailah Fasilitator bercerita; ‘saudara-saudara. Pelatihan Instrukur ini sudah

lima bulan lalu dipersiapkan, akan tetapi praktis baru tiga bulan ini panitia

bekerja. Bahkan, baru satu bulan terakhir ini persiapan dimatangkan. Pada

mulanya panitia berharap peserta berjumlah sekitar tiga puluh lima orang.

79
Ternyata yang bisa aktif cuma dua puluh tiga orang., itu pun dua orang

mundur sebelum pembukaan …….” Dan seterusnya. Untuk menghidupkan

suasana Fasilitator dapat mengulangi angka-angka dari peserta yang

kelihatannya kurang bersemangat. Permainan ini sangat berguna untuk

membuat peserta saling mengenal, sekaligus menghapuskan suasana kaku.

TUJUAN LATIHAN UMUM

Peserta dapat memahami berbagai jenis metode yang termasuk

dalam kawasan “tindakan”.

PROSEDUR

1. Fasilitator memberikan penjelasan singkat tentang modul latihan.

2. Peserta dibagi atas beberapa kelompok.

3. Fasilitator membagikan tugas kelompok dalam amplop tertutup.

4. Peserta mengerjakan tugas sesuai dengan apa yang tertulis dalam

amlpop. Bilamana perlu Fasilitator memberi penjelasan lanjut tentang

tugas peserta.

5. Dilakukan diskusi antar kelompok tentang apa yang diperoleh setiap

kelompok.

6. Peserta kemudian dibagi lagi dalam kelompok kecil dan diminta

mendiskusikan dan seterusnya merumuskan satu jenis permainan yang

80
dapat digunakan untuk membicarakan materi “Integrasi dan Kerjasama

Umat Islam”. Diskusi dan perumusan kelompok dilakukan sekitar 60

menit.

7. Dalam klas umum, Fasilitator mempersilahkan tiap kelopok melaporkan

sekaligus mempraktekkan hasil kerjanya disertai pembahsan umum.

8. Fasilitator memberi catatan tertutup.

PERALATAN PENDUKUNG

1. Bahan permainan.

2. OHP lengkap dengan spidol dan plastik.

Topik : Manajemen Pelatihan (Perencanaan Pelatihan)

Waktu : 120 menit.

PENJELASAN UMUM

Bayangkan: training dilakukan 7 hari, tidak kurang. Hari pertama,

sejak pukul 08.00 sampai 12.00 ada ceramah. Pukul 13.00 sampai 15.00 juga

81
ceramah. Pukul 16.00 sampai 17.30 juga diisi dengan ceramah. Eeeh, pukul

19.30 sampai 22.00 masih juga diisi ceramah. Hari kedua sampai dengan

ketujuh acaranya persis seperti itu. Alangkah membosankannya! Yang begini

ini kan sekadar pekan ceramah, di mana unsur trainingnya? Kalaupun ada

unsur training, maka itu cuma sekadar latihan melawan ngantuk dan bosan.

Training tentu sangat berbeda dengan pekan ceramah. Sebab di

dalam training unsur latihanlah yang harus dominan; entah latihan berdebat,

latihan berinteraksi dengan sesama peserta, latihan ketajaman analisis serta

kemampuan mengekspresikan pikiran, atau bahkan sekadar latihan berbicara

di depan khalayak ramai.

Oleh karena itu, perencanaan training sangat diperlukan, agar unsur

serta jenjang kemampuan yang ingin dilatih betul-betul muncul dalam

training. Salah satu patokan dasar dalam perencanaan training, sebagaimana

telah disinggung di atas, ialah bahwa training itu bukan pekan ceramah.

Memang, dari sisi perencanaan, pekan ceramah lebih mudah dirumuskan.

Akan tetapi dari segi proses ke arah pencapaian tujuan, pekan ceramah

bahkan kadang-kadang kontra-produktif.

Pendekatan terhadap subyek pendidikan dapat dirumuskan

berdasarkan asumsi yang dikembangkan di atas, yaitu yang mengarah pada

peningkatan kesadaran diri subyek didik, dan peningkatan hubungan antarsubyek

yang berinteraksi (Prof. Dr. Noeng Muhajir, 1984).

82
Pendekatan terhadap isi atau materi pendidikan mensyaratkan

adanya perumusan materi yang integral, kendatipun terdiri atas unsur-unsur.

Di dalam perumusan rencana pelatihan, yang sangat perlu

diperhatikan adalah bahwa pendekatan terhadap materi dan subyek adalah

dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Konsekuensi operasionalnya ialah

bahwa isi training dan metode training adalah dua hal yang sama

pentingnya. Merumuskan training sebagai pekan ceramah, sebagaimana telah

disinggung di awal, adalah buah dari pandangan bahwa yang terpenting

dalam training atau pelatihan adalah isi atau materi itu saja.

Secara ringkas dan sederhana kedua hal yang dikemukakan di atas,

isi atau materi dan metode, diuraikan berikut ini.

1. Isi Training/Pelatihan.

Pegangan untuk merumuskan ini, sebagaimana dikatakan di atas,

yakni isi training adalah integral; dengan pengertian bahwa kendatipun

mereka terdiri dari bagian atau unsur yang terpisah, akan tetapi mereka

dirumuskan dalam satu kerangka yang berhubungan secara logis, dimulai

dari hal-hal yang bersifat umum atau filosofis-teoritis menuju hal-hal yang

bersifat khusus atau teknis-praktis.

Ada tiga unsur utama materi training, yaitu, unsur filosofis-teoritis, b)

83
unsur kebijaksanaan lembaga, dan c) unsur teknis-praktis. Segi-segi filosofis-

teoritis diarahkan untuk melihat berbagai aspek filosofis maupun teoritis

tentang berbagai hal yang sedang menjadi titik pusat perhatian dalam

pelatihan, disamping berbagai telaah empiris yang ada. Sementara itu, segi-

segi kebijaksanaan kelembagaan dalam konteks pelatihan diarahkan untuk

menjelaskan apa saja kebijaksanaan lembaga, semisal pemerintah atau

yayasan. Sedangkan segi-segi teknis-praktis berhubungan dengan bentuk

pelaksnaan/praksis; untuk pelatihan instruktur, misalnya, bagaimana teknik

memimpin sidang, dan lain-lain.

2. Metode Training/Pelatihan.

Pertama-tama harus kita pahami terlebih dahulu faktor-faktor yang

perlu dipertimbangkan di dalam memilih metode, sebagaimana telah

dibicarakan dalam Modul W-1

Selain itu, yang perlu juga dipahami dalam rangka perumusan

rencana pelatihan ialah training adalah salah satu sub-sistem dari sistem

pendidikan suatu institusi. Suatu institusi pendidikan yang baik telah

memasukkan dua perangkat perencanaan pelatihan SDM dalam Pedoman

Peningkatan Kualitas SDM, yaitu perencanan makro, dalam arti perencanaan

bagi seluruh proses peningkatan kualitas SDM, dan perencanaan meso, yaitu

perencanaan bagi tiap institusi training. Kedua perangkat perencanaan ini

84
paling sedikit terdiri dari empat hal utama, yaitu; 1) rumusan tujuan secara

hirarkis, 2) isi atau materi, 3) metode, 4) kualifikasi peserta.

Perencanaan mikro, yaitu rencana terinci untuk satu paket training,

lazimnya dibuat di luar Pedoman Peningkatan Kualitas SDM. Perencanaan

mikro ini disusun menjadi apa yang di dunia pertrainingan sering di

istilahkan “manual training”.

Perencanaan mikro lazimnya meramu empat unsur penting, yaitu; 1) isi

atau materi, 2) metode, 3) nara sumber/instruktur/Fasilitator, 4) pembagian

waktu.

Untuk merumuskan rencana mikro atau manual training, ada dua

pertimbangan pokok yang perlu diperhatikan, dalam kaitannya dengan

alokasi waktu dan materi, serta penentuan metode.

Pertimbangan pertama adalah daya tahan peserta sekaligus prioritas

materi selama satu paket training. Lazimnya, satu waktu training dibagi

dalam tiga bagian. Bagian I, katakanlah hari I training, yang pertama harus

dilakukan adalah “penyamaan gelombang” antara peserta dan

Fasilitator/instruktur. Baik peserta maupun Fasilitator di hari pertama

training belumlah berada pada gelombang yang sama. Agar interaksi dapat

berjalan bai, gelombang atau frekkuensi mereka harus disamakan terlebih

dahulu. Paling sedikit harus terjadi penyamaan antara harapan peserta

dengan apa yang akan disajikan selama training berlangsung. Setelah

85
frekuensinya sama barulah proses interaksi itu dapat berjalan baik. Bagian II,

disi dengan proses transferi penggetahuan, nilai, sikap, dan sebagainya.

Bagian III, adalah proses kristalisasi. Harus ada waktu untuk merenungkan

apa yang telah diperoleh selama training. Lazimnya, Bagian III diletakkan di

hari terakhir training.

Pertimbangan kedua adalah daya tahan peserta sekaligus priorotas

materi dan metode selama sehari training. Harap diingat, waktu-waktu di

sekitar pukul 12.00 s.d. 16.00 adalah waktu kritis dari segi daya tahan peserta.

Kalau tidak terlalu mendesak , maka dalam interval waktu seperti itu

sebaiknya peserta diistirahatkan, atau kalau tidak jangan mengunakan

metode ceramah.

Dalam workshop III ini peserta per kelompok diminta merancang

suatu manual pelatihan untuk suatu traing khusus, yaitu “pelatihan konselor

sekolah” . Pelatihan dilaksanakan kurang lebih empat hari, dan pesertanya

adalah para guru SMU, berusia antara 30 sampai dengan 45 tahun.

TUJUAN LATIHAN UMUM

Peserta dapat memahami cara menyusun rencana pelatihan,

khususnya perencanaan mikro.

PROSEDUR

86
1. Fasilitator memberikan penjelasan singkat tentang modul pelatihan

selama kurang lebih 30 menit.

2. Peserta dibagi atas beberapa kelompok.

3. Selama kurang lebih 60 menit setiap kelompok merumuskan manual

pelatihan mubaligh sesuai dengan keterangan ditas, dan ditulis di atas

plastik transparan.

4. Dilakukan diskusi antar kelompokj tentang rumusan masing-masing

kelompok selama kurang lebih 120 menit.

5. Fasilitator memberi catatan penutup.

PERALATAN PENDUKUNG

1. Alat tulis

2. OHP lengkap dengan spidol dan plastik.

87
88
Topik : Manajemen II (Penyelenggaraan Pelatihan)

Waktu : 210 menit

PENJELASAN UMUM

Ada tiga pertanyaan pokok yang perlu dijawab seorang Fasilitator

pelatihan atau instruktur. Pertama, bagaimana mengelola klas selama

pelatihan? Kedua, bagaimana melakukan monitoring dan evaluasi? Ketiga, apa

saja administrasi pendukungnya. Dari ketiga pertanyaan itu, pertanyaan

pertama yang nampaknya memerlukan perhatian khusus dari seorang

instruktur, karena ia menyangkut individual skill sang instruktur. Sementara

pertanyaan kedua dan ketiga, kendati pun tetap penting, akan tetapi ia lebih

berkaitan dengan persiapan teknis pelatihan.

Dalam workshop IV, prioritas diberikan kepada jawaban terhadap

pertanyaan pertama. Oleh karena itu, dua kunci pokok sebagai pegangan bagi

seorang instruktur di dalam mengelola klas perlu dikedepankan. Akan

tetapi, sebelum secara sederhana dibicarakan dua kunci pokok tersebut perlu

dikemukakan bahwa di dalam suatu proses pelatihan, Fasilitator adalah

89
“cermin besar” di mana peserta mengaca diri mereka. Oleh karena itu dua

kunci pokok ini perlu dipegang erat.

Kunci pertama sebagai pegangan penting bagi seorang instruktur ialah

“pemahaman siapa peserta”, serta apa masalah klas yang mungkin timbul”.

Untuk itu secara sederhana dikemukakan tentang tipologi peserta dalam

matriks kesadaran diri berikut ini.

Matriks Kesadaran Diri

Tahu Tidak tahu

(1) (2)

Sadar Sadar bahwa Sadar bahwa

dirinya tahu dirinya tidak tahu

(3) (4)

Tidak Sadar Tidak sadar bahwa Tidak sadar bahwa

dirinya tahu dirinya tidak tahu

Peserta pelatihan dengan tipologi (2) adalah peserta yang paling siap

untuk mengikuti proses pelatihan. Dalam konteks ini instruktur diharapkan

dapat mendorong tumbuhnya kesadaran peserta sekaligus menyediakan

situasi yang kondusif bagi peningkatan pengetahuan peserta.

90
Masalah klas dalam suatu pelatihan baru menjadi rumit jika ada

pserta dengan tipologi (4). Biasanya, peserta semacam ini selalu

mengekspresikan dirinya secara ekstrim; suka memamerkan kebolehan, atau

malah diam sama sekali karena menganggap apa yang diperoleh dalam

training buka “barang baru”Aneh bukan?

Kunci kedua berhubungan dengan perkembangan kemampuan

peserta dalam suatu pelatihan. Ada tiga tahap perkembangan yang

memerlukan perhatian seorang Fasilitator atau instruktur.

Tahap I

Peserta : keterebukaan ungkapan pikiran dan perasaan

Fasilitator: diperlukan tiga keterampilan pokok untuk mengantarkan peserta

melalui tahap ini.

1. Keterampilan memperhatikan. Secara verbal keterampilan ini

dapat berupa peryataan singkat : “hmm”, “ya”, “betul”, dan

sebagainya. Secara non-verbal misalnya dengan mimik, gerak,

kontak mata, dan sebagainya.

2. Keterampilan mendengarkan secara aktif. Peserta akan merasa

dihargai jika instruktur mendengarkan apa yang ia katakan

secara serius, apalagi sambil mencatat. Yang diharapkan

peserta adalah kemampuan instruktur meluruskan ungkapan

91
itu.

3. Keterampilan memberi giliran. Memberi giliran yang tepat dan

adil sangat menolong dan mendorong peserta untuk aktif

mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Dalam kedaan

biasa giliran diberikan secara adil menurut urutan permintaan.

Dalam keadaan di mana sebagian peserta menunjukkan

keraguan untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya,

Fasilitator atau instruktur dapat membuat pertanyaan-

pertanyaan pencingan, misalnya; “menurut Anda

bagaimana?” dan sebagianya. Harus dihindari pemberian

giliran yang tidak adil dan merata.

Tahap II

Peserta : kejelasan ungkapan pikiran dan perasaan

Fasilitator : diperlukan dua keterampilan pokok untuk melalui tahap ini.

1. Keterampilan merefleksi. Merefleksi di sini dimasudkan sebagai pemberian

umpan balik dari Fasilitator kepada peserta. Ini berarti bahwa peserta

dengan umpan balik dari Fasilitator akan melihat sikap dan

kemampuannya sendiri.

2. Keterampilan mengungkapkan pertanyaan menemukan. Pertanyaan yang

dikemukakan Fasilitator dapat membantu peserta untuk menemukan

92
dirinya sendiri. Ada beberapa jenis pertanyaan yang perlu dipahami

seorang instruktur:

i. Pertanyaan ingatan; “Di mana Anda mengenalnya”?”, “Sejak kapan

Anda mengenalnya?’, dan sebagainya.

ii. Pertanyaan pengamatan; “Apa yang sedang terjadi?”, “Apakah Anda

telah melihatnya?”, dan sebagainya.

iii. Pertanyaan analitik (uraian sebab-akibat); “Mengapa terjadi konflik?’,

“Apa akibat konflik itu bagi keutuhan kelompok?’, dan sebagainya.

iv. Pertanyaan hipotetis; “Apa yang akan terjadi jika…….?’, “Prediksi apa

akibatnya jika…..?’, dan sebaginanya.

v. Pertanyaan perbandingan; “Siapakah di antara dua kelompok itu yang

bersalah?’, “Mana yang Anda anggap paling tepat antara ….dan …?”,

dan sebagainya.

vi. Pertanyaan proyektif; “Jika Anda menghadapi situasi seperti ini apa

yang akan Anda lakukan?”, dan sebagainya.

vii. Pertanyaan tertutup; “Sebagai konselor sekolah kita mengemban tugas

sangat penting, ya kan?”, dan sebagainya.

Tahap III

Peserta : mengembangkan tingkah laku pilihan

Fasilitator : dibutuhkan dua perangkat ketrampilan dalam Tahap I dan

93
Tahap II.

Untuk workshop IV ini peserta perkelompok diminta meragakan apa

yang harus dilakukan Fasilitator ketika bertugas pada suatu pelatihan

konselor sekolah, dimana peserta adalah utusan dari SMU di satu kabupaten.

Yang perlu diragakan adalah sesi awal dari suatu pelatihan konselor sekolah.

TUJUAN LATIHAN UMUM

Peserta dapat memahami bagaimana mengelola suaut pelatihan,

khususnya dalam posisi sebagai seorang Fasilitator atau instruktur.

PROSEDUR

1. Fasilitator memberikan penjelasan singkat tentang modul pelatihan

selama kurang lebih 10 menit.

2. Peserta dibagi atas beberapa kelompok.

3. Selama kurang lebih 20 menit setiap kelompok merumuskan apa yang

harus mereka lakukan sebagai Fasilitator pelatihan konselor sekolah

dalam sesi awal, sekaligus melakukan pembagian tugas.

4. Dalam klas umum, setiap kelompok melakukan peragaan diselingi

diskusi tentang apa yang telah diragakan.

5. Fasilitator memberi catatan penutup.

94
PERALATAN PENDUKUNG

3. Alat tulis

4. OHP lengkap dengan spidol dan plastik.

95
Topik : Latihan Alam (Pengakraban)

Waktu: 60 menit

PENJELASAN UMUM

Sebagaimana dijelaskan dalam beberapa workshop terdahulu, orang

dewasa itu lebih senang belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing).

Di dalam Pelatihan Untuk Pelatih kali ini, salah satu model permainan yang

belakang mulai dikembangkan dalam berbagai pelatihan, yaitu permainan di

luar ruangan, juga diperkenalkan. Di dalam pelatihan ini, permainan itu kita

96
sebut “Latihan Alam”.

Dalam Latihan Alam I, peserta akan mempraktekkan salah satu

bentuk ice breaking di alam terbuka, yaitu Permainan Angka dan Nama. Mula-

mula peserta diminta berhitung berurutan dari nomor satu sampai seterusnya

secara bergiliran. Peserta diminta mengingat nomor urutnya. Dapat

dilakukan uji coba dengan menyebut angka tertentu dan peserta yang

bersangkutan harus menjawab “ya”. Setelah itu Fasilitator menjelaskan

bahwa ia akan menceritakan suatu kejadian, dan bila dalam cerita tersebut

ada angka yang disebut, maka peserta dengan nomor itu harus berdiri dan

menriakkan namanya secara keras. Lalu mulailah Fasilitator bercerita;

‘saudara-saudara. Pelatihan Instrukur ini sudah lima bulan lalu dipersiapkan,

akan tetapi praktis baru tiga bulan ini panitia bekerja. Bahkan, baru satu bulan

terakhir ini persiapan dimatangkan. Pada mulanya panitia berharap peserta

berjumlah sekitar tiga puluh lima orang. Ternyata yang bisa aktif cuma dua

puluh tiga orang., itu pun dua orang mundur sebelum pembukaan …….” Dan

seterusnya. Untuk menghidupkan suasana Fasilitator dapat mengulangi

angka-angka dari peserta yang kelihatannya kurang bersemangat. Permainan

ini sangat berguna untuk membuat peserta saling mengenal, sekaligus

menghapuskan suasana kaku.

TUJUAN LATIHAN UMUM

97
Peserta semakin akrab dengan sesamanya, serta menyadari

pentingnya keakraban dalam suatu pelatihan.

PROSEDUR

1. Fasilitator menjelaskan secara singkat modul latihan.

2. Peserta diminta duduk secara melingkar.

3. Fasilitator membagi nomor urut setiap peserta, dan peserta diminta

mengingat nomor urutnya masing-masing.

4. Fasilitator menceriterakan sebuah kisah fiktif yang menyebut angka

tertentu. Peserta yang nomor urutnya disebut harus berdiri dan

menyebut namanya secara keras.

5. Fasilitator terus melanjutkan ceriteranya sehingga semua peserta

mendapat giliran.

6. Fasilitator meminta peserta mengemukakan hikmah dari permainan.

PERALATAN PENDUKUNG

1. Bahan latihan.

2. Nomor Urut dalam karton kecil.

98
99
Topik : Latihan Alam I (Umpan Balik)

Waktu: 60 menit

PENJELASAN UMUM

Sebagaimana dijelaskan dalam beberapa workshop terdahulu, orang

dewasa itu lebih senang belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing).

Di dalam Pelatihan Instruktur kali ini, salah satu model permainan yang

belakang mulai dikembangkan dalam berbagai pelatihan, yaitu permainan dil

uar ruangan, juga diperkenalkan. Di dalam pelatihan ini, permainan itu kita

sebut “Latihan Alam”.

Dalam Latihan Alam II, peserta akan dibawa ke lapangan terbuka

kemudian memainkan suatu permainan yang bermanfaat sebagai upaya

pemberian umpan balik kepada setiap individu..

TUJUAN LATIHAN UMUM

100
Peserta dapat menyadari dirinya sendiri, dalam pengertian penyadari

hal-hal apa dirinya yang disenangi orang lain..

PROSEDUR

1. Fasilitator menjelaskan secara singkat modul latihan.

2. Peserta dibagi kelompok kecil dengan jumlah anggota sekitar 10 sampai

15 orang ..

3. Peserta di dalam kelompoknya masing-masing duduk bersila secara

melingkar (tidak menggunakan tempat duduk).

4. Salah seorang peserta diminta duduk ditengah. Selama berada ditengah

peserta tersebut tidak boleh berbicara. Peserta yang duduknya sebelah

kiri peserta yang ditunjuk untuk duduk ditengah kemufdian diminta

untuk mengutarakan secara singkat dua atau tiga sifat yang disenangi

pada diri peserta yang duduk ditengah. Begitu seterusnya, sampai semua

anggota kelompok memperoleh giliran. Setelah itu, peserta duduk

ditengah kembali ketempatnya semula., dan teman disebelah kirinya

mendapat giliran duduk di tengah. Permainan kemudian dilakukan

sebagaimana sebelumnya. Jika mungkin, diupayakan semua peserta

dalam kelompok mendapat giliran duduk ditengah.

5. Permainan duiakhiri dengan tukar menukar pegalaman selama

permainan. Fasilitator memberikan kata penutup.

101
PERALATAN PENDUKUNG

1. Bahan latihan

2. Alat Tulis.

Topik : Latihan Alam III (Latihan Kerjasama)

Waktu: 60 menit

PENJELASAN UMUM

Sebagaimana dijelaskan dalam beberapa workshop terdahulu, orang

dewasa itu lebih senang belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing).

Di dalam Pelatihan Untuk Pelatih kali ini, salah satu model permainan yang

belakang mulai dikembangkan dalam berbagai pelatihan, yaitu permainan di

luar ruangan, juga diperkenalkan. Di dalam pelatihan ini, permainan itu kita

sebut “Latihan Alam”.

Dalam Latihan Alam I, peserta akan dibawa sambil bermain melalui

dua buah pos yang telah ditentukan, disertai permainan di setiap pos.

TUJUAN LATIHAN UMUM

Peserta menyadari pentingnya kerjasama dalam suatu organisasi,

baik organisasi kedinasan maupun organisasi sosial.

102
PROSEDUR

7. Fasilitator menjelaskan secara singkat modul latihan.

8. Peserta dibagi menjadi beberapa tim.

9. Selama kurang lebih 5 menit Fasilitator membawa peserta ke pos I

10. Di Pos I, peserta melakukan permainan menyusun mozaik sambil diam.

Waktu yang dibutuhkan kurang lebih 10 menit dengan toleransi 5 menit.

11. Selama 10 menit, peserta dibawa Fasilitator ke Pos II.

12. Di Pos II, peserta menyusun mozaik, tetapi sudah dapat berkomunikasi.

Waktu yang dibutuhkan kurang lebih 7 menit dengan waktu toleransi 5

menit.

13. Fasilitator membawa peserta kembali ke tempat start..

14. Penulisan hikmah perjalanan dengan kata kunci “team work” dan

“komunikasi”.

PERALATAN PENDUKUNG

1. Bahan latihan

2. Alat Tulis.

103
Prinsip Partisipatori Training
(Materi disampaikan pada “Training of Trainer SPI Hijau” oleh PW IRM

Sul-Sel tanggal 25-27 Maret 2005)

Pengantar Tentang Partisipatory Training

Secara sederhana partisipatory training dapat diartikan sebagai suatu

bentuk pelatihan yang mengutamakan peran aktif (partisipasi) dari warga

belajar. Dalam bentuk yang demikian maka warga belajar tidak lagi

ditempatkan sebagai objek diajar tetapi diupayakan untuk ditampilkan sebagai

subjek yang belajar, sehingga penekanan dalam pelatihan ini adalah bagaimana

warga belajar (peserta) dibekali pengalaman belajar bukan lagi pengalaman

diajar, sebab dalam pengalaman belajar tersebut, warga belajar akan terbekali

untuk menemukan suatu masalah yang tentunya juga menjadi stimulus

dalam mencari pemecahannya yang dengan sendirinya menghantarkan

warga belajar kepada kemandirian. Berbeda dengan ketika warga belajar

dominan dibekali pengalaman diajar, maka sebagai konsekuensinya adalah

sang warga belajar bisa saja mengalami sifat “ketergantungan” terhadap

104
pengajarnya, sehingga suatu masalah akan kurang mampu lagi diselesaikan

secara mandiri.

Sebagai pendekatan dalam prinsip partisipatori training ini adalah

bagaimana menempatkan warga belajar sebagai orang yang telah memiliki

bekal pengetahuan, pengalaman, keterampilan, serta bertindak berdasarkan

kesadaran sendiri atau kelompoknya, bukan bertindak karena adanya

tekanan-tekanan atau doktrin-doktrin yang akan mengganggu kebebasan

warga belajar itu sendiri. Warga belajar diupayakan dilihat sebagai orang

yang punya potensi untuk cerdas, baik dalam intelektual, emosional, spiritual

maupun psikomotoris. Tidak melihat warga belajar sebagai orang “bodoh”

yang tidak memiliki potensi apa-apa.

Dari hal tersebut di atas, maka sekarang menjadi tugas pelatih dalam

hal ini sebagai fasilitator adalah bagaimana ia memiliki kemampuan untuk

menggali gagasan, mengklasifikasi masalah serta mensistematisasi masalah

peserta berdasarkan metodologi pelatihan serta menciptakan kondisi

bagaimana peserta menyelesaikan masalahnya sendiri. Di samping itu

fasilitator harus mampu menciptakan suasana belajar antara sesama warga

belajar agar mampu berperan aktif dalam atau selama proses belajar

berlangsung.

Selain itu dalam rangka mengoptimalkan prinsip partisipatori trainig,

sehingga benar-benar melahirkan suasana belajar yang aktif dari warga

105
belajar maka seorang fasilitator harus memiliki kemampuan menggali

potensi-potensi yang dimiliki oleh warga belajar sehingga dari pengetahuan

mengenai potensi-potensi tersebut, kemudian dijadikan sebagai dasar dalam

memilih metode-metode pelatihan. Dengan kata lain bahwa dalam

partisipatori training metode-metode yang digunakan bersifat kondisional

didasarkan pada potensi dan kebutuhan warga belajar itu sendiri.

Faktor-faktor yang mempengaruhi warga belajar dalam berpartisipatori

training

Dalam tataran ideal diharapkan pada partisipatori training warga

belajar dapat terlibat secara penuh (berpartisipasi aktif) dalam proses

pelatihan dan bukan semata-mata dikuasai oleh fasilitator. Namun biasanya

secara praktis idealisme tersebut terbantahkan oleh suatu realita. Biasanya

kita mengharapkan warga belajar aktif justru yang kita dapati adalah peserta

yang pasif dan justru dalam kondisi yang demikian fasilitator kembali

menjadi pemeran utama (aktif) dan warga belajar yang menjadi penonton

(pasif).

Dengan persoalan yang demikian, maka seorang fasilitator dituntut

untuk mampu menggali pemahaman mengenai faktor-faktor apasaja yang

dapat mempengaruhi warga belajar dalam berpartisipasi aktif ataupun

sebaliknya faktor-faktor apasaja yang dapat mempengaruhi peserta untuk

106
tidak aktif dalam suatu pelatihan.

Berikut ini akan digambarkan melalui skema sederhana beberapa

faktor yang saya anggap mampu mempengaruhi proses dalam

berpartisipatori training.

~. Tingkat
kecerdasan
warga
belajar.
Kondisi
~ Sikap
organ-organ
warga belajar
khusus warga
~ Minat Situasi dan
belajar
warga belajar kondisi
seperti
~ Motivasi pelatihan,
tingkat
wargaFaktor-faktor
belajar yang dapat dalam hal ini
kesehatan, mempengaruhi peserta~ fasilitator
dalam
~ Kondisi semua yang
107 indera partisipatori training. ~ Panitia
kejiwaan termasuk
pendengar, ~ Sesama
Aspek Warga
Aspek Lingkungan infrastruktur
Lingkungan
indera warga belajar
fisiologis belajar saat
psikologis sosial pelatihan
non social dan
penglihatan
Faktor internal wargaitu.
belajar Faktor eksternal warga belajar
juga lingkungan
108
Selain metode sebagai salah satu komponen penting dalam kberhasilan

pelatihan juga tidak kalah pentingnya adalah pemahaman tentang teori-teori

dasar pembelajaran/pelatihan yang juga memiliki relevansi dengan bentuk

partisipatori training.

Sebagai referensi tambahan dari apa yang telah dipahami oleh saudara

saudari sebagai berikut ini akan diketengahkan satu teori

pembelajaran/pelatihan yang saya anggap relevan dengan prinsi partisipatori

training yang menjadi fokus pembicaraan kita hari ini. Teori tersebut

berkenaan dengan nama Contectual Teaching and Learning (CTL) dimana teori

CTL ini berstandar internasional dan menjadi salah satu teori pembelajaran

dalam kurikulum berbasis kompetensi (KBK).

109
Contectual Teaching and Learning merupakan suatu teori

pembelajaran/pelatihan yang berupaya membawa warga belajar ke dunia

nyata. Dalam pengertian lain warga belajar dalam proses

pemelajaran/pelatihan diupayakan diperhadapkan pada keadaan ang

seungguhnya(bukan warga belajar diajak menghayal melalui cerita/ceramah.

Sekarang mari kita menelaah bagaimana prinsip kerja Concectual

teaching and learning yang terbangun dalam 7 pilar landasan fisolofi yang

saya kira cukup refresentatif dalam menerapkan partisipatory training, yakni:

1. Contructifism (Membangun dalam pikiran warga belajar)

Dalam Contructifism ini, warga belajar berupaya diajak untuk

berpilar dengan sesuatu yang ia telah ketahui atau telah ada pengalaman

terhadapnya. Pengetahuan dan pengalaman tersebut menjadi stimulus

bagi warga belajar dalam berpikir dan bertindak secara aktif. Disini pola

pikir dan tindakan warga belajar sebagai respon atas apa yang diberikan

dengan sendirinya akan terbangun.

Perhatikan contoh dibawah ini :

Seorang fasilitator menjelaskan tentang apa pentingnya kader bagi IRM.

Fasilitator : Adik –adik kader itu berasal dari bahasa latin yaitu

Quadrum yang artinya empat persegi panjang dan juga

bisa diartikan sebagai bingkai.

110
Warga Belajar : (Mendengar kata bingkai dengan sendirinya akan melirik

ke sekitarnya untuk berupaya mencari bingkai yang

mungkin saja ada yang terpasang diruangan tersebut)

Fasilitator : Kira-kira bagi adik-adik apa sich fungsi bingkai itu bagi

foto ????

Warga Belajar : (Membandingkan antara foto yang berbingkai dengan yang

tidak dan juga bingkai yang kosong, dan mungkin

jawabannya adalah memperbesar foto, memperkuat foto,

mempercantik foto dll)

Fasilitator : Ok sekarang kita sepakat kader itu bingkai dan fotonya

adalah ”IRM” sekarang apakah foto itu indah, cantik, kuat

dan besar ketika foto tersebut adadi daerah A sementara

bingkainya ada di daerah B ?????

Warga belajar : (Kira-kira bagaimana responnya???)

Fasilitator : Lalu bagaimana seandainya kader IRM pun begitu ????!!!

kadernya ada di daerah A sementara kegiatan IRM ada di

daerah B?

Warga Belajar : (Kira-kira bagaimana responnya)

2. Inquiri (Menemukan)

Dalam proses ini, warga belajar diupayaka untuk mampu

111
menemukan sendiri solusi-solusi dari berbagai masalah yang

diperhadapkan padanya. Disini fasilitator hanya berperan memberikan

fasilitas ataupun stimulus bagi warga belajar tanpa harus fasilitator yang

berperan aktif mencari solusi dari permasalahan yang dialami oleh warga

belajar.

Perhatikan tabel kerja dibawah ini :

Fasilitator Respon Warga Belajar

- Membagikan sejumlah lembaran kerja Dengan berkelompok

yang berisi pertanyaan-pertanyaan ataupun individual

yang menyangkut satu tema tertentu. berupaya menemukan

- Membagikan sejumlah referensi sendiri permasalahannya

dengan tema sesuai permasalahan melalui referensi yang

yang diberikan diberikan.

3. Questionin (Bertanya)

Pada Questionin tersebut warga belajar diupayakan untuk mampu

membuat dan menyusun berbagai pertanyaan jelas dan singkat dan relevan

dengan tema-tema tertentu. Pada proses ini seorang fasilitator tidak

diwajibkan untuk menjawab hasil pertanyaan yang telah dibuat oleh warga

belajar tersebut. Bisa saja pertanyaan terebut justru dijawab sendiri oleh

sesama warga belajar.

112
Perhatikan tabel kerja dibawah ini :

Fasilitator Respon Warga Belajar

- Maximal lima menit menyampaikan - Secara berkelompok dan

judul materi dan bbeberapa garis individu membuat

besar dari materi yang akan pertanyaan-pertanyaan.

berlangsung. - Pertanyaan yang telah

- Dari apa yang telah disampaikan tersebut ditukarkan

tersebut warga belajar diberikan dengan pertanyaan

tugas untuk membuat beberapa individu/kelompok lain

pertanyaan yang bisa muncul dari utnuk dijawab.

apa yang tel;ah disampaikan - Warga belajar

tersebut mendiskusikan jawaban-

- Memberikan kesimpulan akhir jawabannya.

4. Learning Community (Masyarakat Belajar)

Dalam proses pelatihan jenis learning community tersebut warga

belajar diupayakan untuk dibelajarkan dalam bentuk kelompok-kelompok

baik kelompok dalam jumlah besar maupun kecil.

Hasil yang dapat diperoleh dari pelatihan bentuk ini adalah :

a. Dapat menumbuhkan rasa kebersamaan dan kerja sama antar teman

113
kelompok.

b. Dapat menumbuhkan jiwa solidaritas antar teman kelompok

c. Menumbuhkan kesadaran terhadap dirinya sebagai mahluk sosial

5. Modeling (Pemodelan)

Modeling (pemodelan) sangat berguna dalam menghilangkan

kejenuhan peserta (warga belajar), pemodelan yang dimaksud adalah salah

satu teknik/metode dalam suatu pelatihan yang dapat berupa

bentuk/format pelatihan, penyajian materi ataupun bentuk ideoneksi

warga belajar dalam melakukan proses belajar. Dalam persoalan ini

seorang fasilitator harus tampil sebagai desainer yang mampu melahirkan

beragam model-model dalam pelatihan sehingga warga belajar dapat

senang dalam belajar.

6. Reflection (Refleksi)

Pada proses reflection, warga belajar diupayakan mampu membangun

kembali apa yang telah dipelajari. Reflection ini juga dapat digunakan oleh

warga belajar untuk memebrikan tanggapan ataupun saran kepada

pemateri/fasilitator mengenai berbagai hal baik metode, pemyampaian

materi ataupun sikapnya. Tanggapan dan saran tersebut selanjutnya dapat

menjadi pertimbangan bagi pemateri maupun fasiluitator dalam

114
mengambil tindakan selanjutnya. Reflection tersebut biasanya

dipergunakan setelah materi tertentu selesai disajikan ataupun dapat

digunakan diakhir pelatihan

7. Autentic Assesment (Penilaian yang sesungguhnya)

Autentic Assesment dapat dimaknai sebagai bagaimana seorang

fasilitator mampu memberikan evaluasi/penilaian yang sesungguhnya

terhadap warga belajar. Penilaian yang dimaksud adalah penilaian dalam

tahap proses pelatihan atau yang lebih dikenal sebagai evaluasi proses.

Dalam evaluasi proses tersebut hendaknya fasilitator memiliki kredibilitas

dalam penilaiannya dengan senantiasa bertumpu pada need assesment

warga belajar yang seyogyanya telah dilaksanakan pada awal pelatihan.

Dalam hal ini yang harus dipahami oleh fasilitator bahwa antara need

assesment, materi dan metode merupakan hal yang sangat korelatif dan

terbangun dalam satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan dalam prinsip

partisipatori training.

Disinilah urgensitas autentik assesment bagi fasilitator dalam

mengkondisikan peran aktif warga belajar dalam proses pelatihan.

Misalnya dalam prosesi Learning community tampak beberapa orang

dalam masing-masing kelompok kurang aktif, dalam raut muka mereka

115
menggambarkan rasa malas dan bosan, sesekali mereka juga nampak

menyendiri dan terpisah dari kesibukan teman kelompoknya dalam

mengerjakan/membahas suatu hal. Dalam suasana yang demikian

hendaknya seorang fasilitator harus mampu memberikan analisa dan

penilaian yang objektif terhadap peserta yang demikian dengan berupaya

mencari dan menemukan indikasi-indikasi dari sikap mereka. Dari

obyektifitas analisa dan penilaian tersebut maka akan lebih mudah dalam

mendapatkan pemecahannya.

Perhatikan tabel kasus dibawah ini

Kasus Indikator Pemecahannya

Dalam prosesi - Adanya - Membuat kelompok-

kerja kelompok Kesenjangan pola kelompok kecil dengan

nampak beberapa pikir antar teman mempertemukan dalam

peserta tidak aktif kelompok satu kelompok peserta-

dalam masing- - Materi dan peserta yang bermasalah

masing kelompok metode tidak tersebut

mereka, nampak relevan dengan - Memberikan pembelajaran

dalam raut muka kebutuhan dasar sebaya

mereka rasa malas peserta - Mengevaluasi kembali

dan bosan antara kebutuhan peserta,

116
materi dan metodenya

yang disajikan.

117

Anda mungkin juga menyukai