Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN ELECTIVE STUDY TAHAP I

COMPUTER VISION SYNDROME DI MASA PANDEMI


COVID-19

PUTU AYU DESSITA MAHESWARI

PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN DAN PROFESI


DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2021
LAPORAN ELECTIVE STUDY TAHAP I

COMPUTER VISION SYNDROME DI MASA PANDEMI


COVID-19

PUTU AYU DESSITA MAHESWARI


NIM 2002511202

PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN DAN PROFESI


DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2021

ii
LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN

ELECTIVE STUDY 1

Yang bertandatangan dibawah ini :


Nama Dosen : Dr.dr. Putu Yuliawati, SpM(K)

NIP : 197506282008012007

Selaku Dosen Pembimbing 1 kegiatan mahasiswa dalam Elective Study 1 atas


nama :
Nama Mahasiswa: Putu Ayu Dessita Maheswari
NIM : 2002511202
Judul : Computer Vision Syndrome di Masa Pandemi COVID-19

Dengan ini menyatakan bahwa karya mahasiswa bersangkutan sudah melalui


proses pembimbingan sesuai dengan yang dipersyaratkan dan disetujui untuk
dilaksanakan ujian.

Denpasar, 03 September 2022


Dosen Pembimbing 1

(Dr.dr. Putu Yuliawati, SpM(K))


NIP : 197506282008012007

iii
LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN
ELECTIVE STUDY 1

Yang bertandatangan dibawah ini :


Nama Dosen : dr. Ni Made Laksmi Utari, M.Biomed., SpM(K)
NIP : 198408222019032006

Selaku Dosen Pembimbing 2 kegiatan mahasiswa dalam Elective Study 1 atas


nama :
Nama Mahasiswa : Putu Ayu Dessita Maheswari.
NIM : 2002511202
Judul : Computer Vision Syndrome di Masa Pandemi COVID-19

Dengan ini menyatakan bahwa karya mahasiswa bersangkutan sudah melalui


proses pembimbingan sesuai dengan yang dipersyaratkan dan disetujui untuk
dilaksanakan ujian.

Denpasar, 03 September 2022


Dosen Pembimbing 2

(dr. Ni Made Laksmi Utari, M.Biomed., SpM(K))


NIP : 198408222019032006

iv
LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN
ELECTIVE STUDY 1

Yang bertandatangan dibawah ini :


Nama Dosen : dr. Ni Made Ayu Surasmiati,M.Biomed,Sp.M(K)

NIP : 1981102320181123001

Selaku Dosen Penguji mahasiswa dalam Elective Study 1 atas nama :


Nama Mahasiswa : Putu Ayu Dessita Maheswari.
NIM : 2002511202
Judul : Computer Vision Syndrome di Masa Pandemi COVID-19

Dengan ini memberikan persetujuan untuk menguji karya mahasiswa


bersangkutan.
Adapun ujian akan dilaksanakan pada (*) :
Hari: Rabu
Tanggal: 07 September 2022

Denpasar, 03 September 2022


Dosen Penguji

(dr. Ni Made Ayu Surasmiati,M.Biomed,Sp.M(K))


NIP : 1981102320181123001

v
Halaman Pengesahan

LEMBAR PENGESAHAN

Computer Vision Syndrome di Masa Pandemi COVID-19


ELECTIVE STUDY TAHAP I INI TELAH DISETUJUI
TANGGAL ……………………….

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. dr. Putu Yuliawati, SpM(K) dr. Ni Made Laksmi Utari, M.Biomed., SpM(K)
NIP. 197506282008012007 NIP. 198408222019032006

Mengetahui.
Ketua Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana,

dr. I Wayan Sumardika, S.Ked.,M.Med.Ed.,Ph.D


NIP. 197905012005011002

vi
HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI

Elective study tahap I ini telah diuji dan dinilai oleh panitia penguji pada

Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Tanggal ……………………………

Panitia Penguji adalah:

Ketua : dr. Ni Made Ayu Surasmiati,M.Biomed,Sp.M(K)

Anggota :

1. Dr. dr. Putu Yuliawati, SpM(K)


2. dr. Ni Made Laksmi Utari, M.Biomed., SpM(K)

vii
BERITA ACARA PENILAIAN
ELECTIVE STUDY TAHAP 1

Pada hari ini Rabu tanggal 07 September 2022


jam…………………………………….. sampai dengan ……………………
telah dilaksanakan Penilaian Elective Study terhadap mahasiswa :

Nama Mahasiswa : Putu Ayu Dessita Maheswari


NIM : 2002511202
Semester : II
Judul :Computer Vision Syndrome di Masa Pandemi
COVID-19

Oleh Tim penilai dengan susunan :

1. Ketua : dr. Ni Made Ayu Surasmiati,M.Biomed,Sp.M(K) Skor ...


2 Anggota : Dr. dr. Putu Yuliawati, SpM(K) Skor ...
dr. Ni Made Laksmi Utari, M.Biomed., SpM(K) Skor ...

3. Dengan hasil : Lulus / Tidak Lulus *)


Rata-rata skor : ..............(dengan angka)
Nilai : ..............(dengan huruf A/B+/B)

Demikian untuk dimaklumi dan diproses lebih lanjut.

Denpasar, .....................................
Ketua Tim Penilai

(dr. Ni Made Ayu Surasmiati,M.Biomed,Sp.M(K))


NIP : 1981102320181123001

*) Coret yang tidak perlu

viii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
hanya atas hikmat dan rahmat-Nya, laporan Elective Study tahap I ini dapat
diselesaikan pada waktunya. Pada kesempatan ini perkenankanlah Penulis
mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. I Wayan Sumardika, S.Ked.,M.Med.Ed.,Ph.D selaku Koordinator


Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter yang telah
memberikan kesempatan membuat laporan Elective Study
2. dr. Ni Luh Putu Eka Diarthini, M.Si. selaku Ketua Pengelola Elective Study
Semester II Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang telah
memberikan panduan pembuatan laporan Elective Study
3. Dr. dr. Putu Yuliawati, SpM(K) selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan terhadap judul, referensi, kerangka, isi, dan revisi
materi laporan Elective Study
4. dr. Ni Made Laksmi Utari, M.Biomed., SpM(K) selaku dosen pembimbing
II yang telah memberikan revisi penulisan, bimbingan sistematika
penulisan, dan koherensi isi dari laporan Elective Study
5. dr. Ni Made Ayu Surasmiati, M.Biomed, SpM(K) selaku dosen penguji
yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan, dan koreksi sehingga
literature review ini dapat terwujud sedemikian rupa

Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada


semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian laporan Elective
Study tahap I ini, serta kepada Penulis sekeluarga.

Denpasar, 03 Agustus 2021

Penulis

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL LUAR .............................................................................. i

HALAMAN SAMPUL DALAM .......................................................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN ELECTIVE STUDY TAHAP I ............. iii

LEMBAR PENGESAHAN ELECTIVE STUDY TAHAP I............................ vi

LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ............................................... vii

BERITA ACARA PENILAIAN ELECTIVE STUDY TAHAP I .................. viii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix

DAFTAR ISI ...........................................................................................................x

DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................................4

1.3 Manfaat ...........................................................................................................4

1.3.1 Manfaat Teoritis ......................................................................................4

1.3.2 Manfaat Praktis........................................................................................4

1.4 Tujuan .............................................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................6

2.1 Computer Vision Syndrome ............................................................................6

2.1.1 Definisi ......................................................................................................6

2.1.2 Etiologi dan Faktor Risiko ........................................................................7

2.2 Computer Vision Syndrome Saat Pandemi COVID-19 ................................15

2.3 Pencegahan dan Terapi Computer Vision Syndrome ....................................17

x
BAB III PENUTUP .............................................................................................24

3.1 Kesimpulan ...................................................................................................24

3.2 Saran .............................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................28

LAMPIRAN ..........................................................................................................31

xi
DAFTAR SINGKATAN

CVS Computer Vision Syndrome

DES Digital Eye Syndrome

VDT Video Display Terminal

COVID-19 Corona Virus Disease 2019

SARS Severe Acute Respiratory Syndrome

MERS Middle East Respiratory Syndrome

WFH Work From Home

AOA American Optometric Association

PSBB Pembatasan Sosial Berskala Besar

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Posisi Mata terhadap Layar Komputer ................................... 20

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komputer maupun layar digital lainnya sekarang sudah menjadi hal yang

penting dikehidupan, namun penggunaannya yang jika digunakan berlebihan setiap

harinya dapat menyebabkan masalah kesehatan, salah satunya kesehatan mata.

Banyak penelitian yang mengatakan bahwa penggunaannya yang berlebihan dapat

menimbulkan masalah kesehatan mata, seperti Computer Vision Syndrome (CVS)

atau Digital Eye Strain (DES). Computer Vision Syndrome (CVS) adalah masalah

atau gangguan pada mata dan penglihatan yang terkait dengan pekerjaan dekat yang

dapat dialami oleh siapapun selama menggunakan gawai atau komputer

(Abudawood et al., 2020). Computer Vision Syndrome dikatakan terjadi karena

seseorang menatap Video Display Terminal (VDT) dalam jangka waktu yang lama,

Video Display Terminal (VDT) merupakan nama lain dari layar komputer,

komputer, tablet, handphone, maupun perangkat elektronik lainnya juga termasuk

ke dalam Video Display Terminal (VDT). Pada zaman ini, perkembangan teknologi

semakin pesat, penggunaan komputer pun meningkat pesat sehingga beriringan

dengan peningkatan masalah kesehatan yang berkepanjangan akibat paparan dari

Video Display Terminal (VDT) dan menjadi penyebab gangguan visual dan

ergonomis yaitu Computer Vision Syndrome (CVS) (Nooren et al., 2016). Gejala-

gejala Computer Vision Syndrome (CVS) secara umum dapat dikelompokan dalam

beberapa jenis kelompok gejala yaitu Gejala astenopia, gejala visual, gejala

permukaan okuler, dan gejala ekstraokuler. Gejala yang dirasakan oleh penderita

Computer Vision Syndrome (CVS) berupa mata buram, mata kering, rasa tidak

1
2

nyaman pada mata, mata lelah, mata gatal, mata merah, mata berair, sakit kepala

dan adanya rasa tidak nyaman dan nyeri pada leher dan bahu. Gejala yang paling

sering dirasakan adalah mata tegang, mata lelah, kemampuan fokus yang menurun,

mata kering, iritasi dan sakit kepala. Gejala yang terjadi karena kita menatap

komputer terlalu lama dengan jarak yang dekat sehingga mata terlalu

mengakomodasi yang menyebabkan otot siliaris bekerja terlalu keras yang menjadi

pemicu mata lelah dan sakit kepala. Pengunaan komputer dan perangkat digital

yang berlebihan tidak hanya menimbulkan gejala-gejala tersebut namun juga dapat

mengarahkan kita ke gejala lainnya, seperti sakit leher dan juga bahu. Hampir

seluruh dari gejala tersebut merupakan gejala yang bersifat sementara dan dapat

mereda sampai hilang dengan sendirinya saat aktivitas menggunakan komputer

dikurangi, namun sebaliknya gejala ini bisa semakin parah jika tidak ditangani

(Nadhiva & Mulyono, 2020). Masalah Computer Vision Syndrome (CVS) terjadi

dan dapat semakin parah karena adanya beberapa faktor, faktor tersebut merupakan

faktor individu yang diuraikan menjadi jenis kelamin, usia, durasi bekerja dengan

komputer, durasi dan frekuensi istirahat, dan penggunaan kacamata atau lensa

kotak, serta refleks kedip, faktor lingkungan yaitu yaitu pencahayaan pada lokasi

atau ruangan, tingkat kelembaban udara, dan suhu ruangan, dan faktor komputer

meliputi sudut penglihatan terhadap komputer, jarak pandang mata menuju

komputer dan penggunaan penglindung layar atau anti glare cover (Sari et al.,

2018).

Masalah Computer Vision Syndrome (CVS) semakin meningkat seiring

dengan peningkatan penggunaan teknologi modern dikarenakan penggunaanya

yang terus menerus di berbagai kalangan (Abudawood et al., 2020). Begitupun


3

dengan kondisi pada masa pandemi COVID-19, dimana hampir seluruh masyararat

mengalami peningkatan aktivitas didepan komputer. Akinbinu dan Mashalla (2013)

melakukan penelitian yang menghasilkan bahwa 62% orang beraktifitas

menggunakan komputer lebih dari enam jam per hari dan orang yang mengalami

gejala Computer Vision Syndrome (CVS) tersebut terjadi pada 48,9% pada orang

yang bekerja menggunakan komputer selama enam jam perhari, dan delapan jam

per hari dengan angka 23,7% (Lusiana Setyowati et al., 2021).

Sejak akhir tahun 2019 hingga saat ini, COVID-19 terus menyebar di

seluruh penjuru dunia, termasuk di Indonesia. COVID-19 merupakan jenis virus

korona yang belum pernah terdeteksi pada manusia sebelumnya, virus ini

menyebabkan terjangkitnya penyakit pernafasan yang pertama kali terdeteksi di

Wuhan, China. Virus ini merupakan keluarga besar virus yang dapat menyebabkan

penyakit pernafasan mulai dari flu sampai lebih parah seperti Severe Acute

Respiratory Syndrome (SARS) dan Middle East Respiratory Syndrome (MERS)

(“What Is COVID-19? | coronavirus”, n.d.). Tercatat pada tanggal 11 Maret 2020

World Health Organization (WHO) akhirnya mendeklarasikan COVID-19 sebagai

pandemi global, Direktur Jenderal WHO, Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus

mencatat bahwa dalam dua minggu terakhir peningkatan kasus COVID-19

meningkat 13 kali lipat, dan jumlah negara yang terdampak juga meningkat 3 kali

lipat (Cucinotta & Vanelli, 2020). Semenjak Pandemi COVID-19 dideklarasikan

banyak kegiatan yang mulai dibatasi, dan menyebabkan banyak perubahan yang

berdampak pada kehidupan. Dari kegiatan perekonomian, pariwisata, kesehatan,

hingga pendidikan pun terkena dampaknya. Dibatasinya kegiatan tersebut bertujuan

agar menghindari peluang kontak antar masyarakat yang meningkatkan peluang


4

persebaran COVID-19. Namun, pembatasan ini menyebabkan hampir seluruh

kegiatan dilaksanakan secara online, dari pembelajaran online, hingga Work From

Home (WFH). Kegiatan tersebut mengharuskan masyarakat menghabiskan

waktunya lebih lama menatap gadget, laptop, komputer maupun sejenisnya. Seiring

meningkatnya kasus COVID-19 meningkat pula penggunaan gadget, laptop,

maupun komputer karena kebiasaan kerja dengan cara konvensional berubah

menjadi kerja menjadi mengoptimalkan kerja perangkat modern, dengan

meningkatnya penggunaan komputer dimasa pandemi COVID-19 ini tentu akan

mempengaruhi kesehatan mata pada masyarakat, salah satunya masalah Computer

Vision Syndrome (CVS) (Lusiana Setyowati et al., 2021).

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa itu Computer Vision Syndrome ?

1.2.2 Apa faktor risiko dari Computer Vision Syndrome ?

1.2.3 Bagaimana pandemi COVID-19 mempengaruhi Computer Vision

Syndrome?

1.2.4 Bagaimana cara mencegah dan mengurangi terjadinya Computer Vision

Syndrome ?

1.3 Manfaat

1.3.1 Manfaat Teoritis

Memberikan materi informasi dalam memperkaya ilmu khususnya ilmu

kedokteran dan kesehatan kepada masyarakat luas mengenai Computer Vision

Syndrome.

1.3.2 Manfaat Praktis


5

Memberikan penjelasan rinci tentang Computer Vision Syndrome,

hubungannya dengan pandemi COVID-19, pencegahannya dan cara

mengobatinya kepada mahasiswa kedokteran, dosen kedokteran, dan atau

masyarakat luas.

1.4 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengedukasi dan memperoleh

pengertian yang lebih baik mengenai Computer Vision Syndrome dan pengaruh

pandemi COVID-19 atas angka kasus Computer Vision Syndrome.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Computer Vision Syndrome

2.1.1 Definisi

Terdapat berbagai pengertian yang mengartikan Computer Vision Syndrome

(CVS), dimana pengertian-pengertian tersebut memiliki arti yang tidak jauh

berbeda. Computer Vision Syndrome (CVS) juga dapat disebut sebagai Digital Eyes

Strain (DES), American Optometric Association (AOA) mengartikan Computer

Vision Syndrome (CVS) sebagai suatu masalah mata dan penglihatan yang

kompleks dan berkaitan erat dengan kegiatan yang berdekatan dengan komputer.

American Optometric Association (AOA) juga mendefinisikan Computer Vision

Syndrome (CVS) sebagai sekelompok masalah terkait mata dan penglihatan yang

menyebabkan ketegangan mata digital, yang disebabkan oleh penggunaan

komputer, tablet, e-reader, dan ponsel dalam waktu lama (“Computer vision

syndrome | AOA”, 2021). Computer Vision Syndrome juga diartikan sebagai

menurunnya refleks kedip saat menatap layar berlebihan sehingga menyebabkan

mata kering, dimana mata kering tersebut yang menjadi gejala utama dari CVS,

gejala ini terjadi ketika terdapat kebutuhan untuk meningkatkan permintaan visual

disaat kemampuan visual orang tersebut lebih rendah dari permintaannya

(Abudawood et al., 2020).

Mata kering seperti yang disebutkan diatas merupakan salah satu gejala

Computer Vision Syndrome, namun masih banyak gejala lainnya. Gejala Computer

Vision Syndrome (CVS) juga dapat diperjelas dengan dibagi menjadi empat

kategori gejala. Empat kategori gejala tersebut sebagai berikut, gejala pertama

6
7

adalah gejala astenopia dimana gejalanya berupa otot mata tegang, perbedaan

penglihatan antar mata, astigmatisme atau mata silinder, hipermetropi atau rabun

dekat, myopia atau rabun jauh, intensitas tinggi dari cahaya, kesulitan koordinasi,

dan rasa nyeri pada kepala, gejala kedua adalah gejala visual yaitu gejala dimana

penglihatan penderita menjadi kabur, penglihatan ganda, presbyopia atau rabun

dekat dan kesulitan fokus penglihatan. Gejala ketiga adalah gejala permukaan

okuler dimana terdapat gejala mata berair dan iritasi dan terdapat gangguan akibat

lensa kontak, dan gejala terakhir adalah gejala ekstraokuler yaitu gejala nyeri

punggung dan leher (Vikanaswari., 2016). Computer Vision Syndrome (CVS) atau

Digital Eye Strain (DES) terdiri dari gangguan visual atau mata saat menggunakan

perangkat digital atau menatap Video Display Terminal (VDT), gejala dari

Computer Vision Syndrome (CVS) ada banyak jenisnya, gejala-gejala tersebut

awalnya diabaikan namun seiring berjalannya waktu jika gejalanya tidak tertangani

dengan baik, maka dapat menyebabkan masalah yang serius dan membutuhkan

tenaga profesional seperti dokter mata untuk membantu mengurangi gejala, dan

perlunya perubahan gaya hidup (Ahuja et al., 2021).

2.1.2 Etiologi dan Faktor Risiko

Computer Vision Syndrome (CVS) dapat terjadi ketika menatap komputer

atau layar digital dengan berlebihan, menatap komputer sering menyebabkan mata

bekerja lebih keras dikarenakan radiasi cahaya yang dihasilkan oleh layar tersebut.

Sehingga menyebabkan karakteristik unik dan tingginya tuntutan visual dari

komputer dan layar digital menyebabkan banyak orang rentan terhadap

peekembangan gejala terkait masalah penglihatan. Hal lain yang menjadi faktor

terjadinya CVS adalah durasi penggunaan komputer, jarak antara mata terhadap
8

layar komputer, penggunaan kacamata, lensa kotak ataupun glare cover atau

pelindung layar, faktor paling umum yang terjadi adalah penggunaan komputer

dalam jarak dekat disertai dengan durasi kerja yang panjang (“Computer vision

syndrome | AOA”, 2021)

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi CVS, faktor ini secara garis

besar dapat dibagi menjadi 3 yaitu faktor individual, faktor lingkungan dan faktor

komputer. Jika diuraikan masing-masing faktor menjadi sebagai berikut, faktor

individual seperti jenis kelamin, usia, durasi bekerja dengan komputer, frekuensi

istirahat, dan penggunaan kacamata atau lensa kontak, serta refleks kedip. Faktor

lingkungan yaitu pencahayaan pada lokasi atau ruangan, tingkat kelembaban udara,

dan suhu ruangan. Faktor komputer meliputi sudut penglihatan terhadap komputer,

jarak pandang mata menuju komputer dan penggunaan penglindung layar atau anti

glare cover (Sari et al., 2018).

Pengaruh jenis kelamin terhadap CVS sudah dimuat dibeberapa penelitian,

banyak penelitian yang menyebutkan bahwa kejadian CVS lebih banyak diderita

perempuan dibandingkan laki-laki. Suatu penelitian menyebutkan dari 2210 sampel

yang diambil dengan 50,8% merupakan responden laki-laki dan 49,2% merupakan

responden perempuan menyebutkan bahwa responden dengan jenis kelamin

perempuan lebih banyak yang mengalami CVS dan lebih risiko mengalami CVS

(Ranasinghe et al., 2016). Hal tersebut didukung secara fisiologis dimana lapisan

tear film cenderung lebih mudah dan cepat menipis dibandingkan lapisan pada laki-

laki. Lapisan tear film yang menipis ini semakin menyebabkan mata mudah kering,

sehingga terjadi dry eye yang merupakan salah satu gejala dari CVS. Selain itu,

fakta bahwa perempuan lebih mudah terkena gejala CVS juga didukung karena
9

perempuan lebih mudah untuk mengalami dry eye, baik itu dikarenakan kondisi

auto-imun yang berhubungan dengan mata kering ataupun dikarenakan faktor

kosmetik dan lensa kontak yang lebih sering digunakan oleh perempuan (Bahkir &

Grandee, 2020).Terlepas dari fakta tersebut, terdapat beberapa peneitian yang

menyebutkan bahwa CVS memang lebih rentan terserang pada perempuan, namun

dilihat dari laporannya laki-laki memiliki angka kemungkinan lebih tinggi dalam

gejala-gejala individual seperti mata kemerahan, mata terbakar dan mata kering

(Altalhi et al., 2020). Usia juga menjadi salah satu faktor terjadinya CVS ataupun

tingkat keparahan dari CVS, suatu penelitian yang menelti mengenai CVS pada usia

17-65 tahun menyebutkan bahwa rata-rata penderita dari CVS berusia dari 26-45

tahun, orang dengan usia dibawah itu masih memiliki kecenderungan memiliki

CVS namun tidak sebanyak usia orang dewasa. Usia mempengaruhi terjadinya

CVS karena perubahan usia dan proses penuaan menyebabkan perubahan anatomi

dan fisiologi dari mata, pada umumnya produksi air mata juga menurun seiring

bertambahnya usia (Nadhiva & Mulyono, 2020). Durasi bekerja didepan komputer

perhari dan juga periode lama waktu bekerja juga dapat mempengaruhi

kemungkinan CVS, hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Rahman dan Sanip

(2011) mengatakan bahwa bekerja didepan komputer selama tujuh jam perhari

dapat meningkatkan resiko terdampak CVS, sedangkan Mutti dan Zandic (1996)

juga mendapatkan hasil penelitan yang tidak jauh berbeda, orang yang

menghabiskan waktunya 6-9 jam perhari didepan komputer juga memiliki resiko

yang sama dalam terdampak oleh CVS (Ranasinghe et al., 2016). Sedangkatan

periode atau masa kerja merupakan total waktu seseorang melakukan pekerjaan.

Pada penelitian yang dilakukan di sebuah perusahaan yang meneliti hubungan masa
10

kerja dengan computer vision syndrome menyebutkan bahwa dari seluruh pekerja,

rata-rata masa kerjanya kurang dari 10 tahun, dengan masa kerja terpendek adalah

1 tahun dan terpanjang adalah 35 tahun menyebutkan bahwa terdapat hasil yang

signifikan antara masa kerja dengan gejala CVS, masa bekerja berhubungan dengan

durasi kerja dimana hal tersebut berhubungan dengan lamanya menggunakan

komputer. Semakin panjang durasi paparan komputer selama bekerja, semakin

tinggi juga dampak langsung pada kesehatan mata.Mata Hasil data statistik

menunjukan CVS lebih banyak terjadi pada orang yang sudah bekerja didepan

komputer selama rata-rata lebih dari 10 tahun, dengan lamanya masa bekerja

tersebut, maka semakin panjang juga jam kerjanya didepan komputer, terutama

tanpa melakukan istirahat selama jam kerjanya yang akan memperburuk CVS,

semakin lama masa bekerja maka gejala yang timbul dari CVS akan semakin tinggi,

dari gejala keluhan visual, menuju muskuloskeletal hingga tingkatan stres (Nadhiva

& Mulyono, 2020). Penggunaan komputer jangka panjang diikuti dengan waktu

istirahat yang cukup ataupun tidak juga mempengaruhi resiko terkena CVS. Tingkat

resiko terkena CVS lebih tinggi pada pengguna komputer yang jarang bahkan tanpa

beristirahat. Mata kita tidak dapat terus fokus pada pixel dilayar yang menghasilkan

gambar pada jangka waktu yang panjang, maka mata harus fokus berkali-kali

dengan memperbanyak istirahat dengan jangka waktu yang memadai dan sesuai

dengan durasi melihat layar, dan jika terjadi kelambatan refresh rate akan

menyebabkan layar berkedip dengan tingkat yang tinggi, hal tersebut yang memicu

gejala CVS. Maka sesuai dengan hasil penelitian tersebut, beristirahat dari layar

komputer merupakan salah satu faktor untuk melindungi mata dari CVS (Dessie et

al., 2018).
11

Suatu penelitian mengenai pengaruh penggunaan lensa kontak dengan CVS

mendapatkan hasil bahwa penggunaan lensa kontak diiringi dengan paparan

komputer lebih dari 6 jam dalam satu hari meningkatkan kemungkinan yang lebih

tinggi menderita CVS dibandingkan tanpa lensa kontak dengan waktu paparan

komputer yang sama. Sehingga lensa kontak juga menjadi faktor dalam angka CVS.

Penggunaan lensa kotak yang lebih tinggi pada perempuan juga meningkatkan

resiko CVS yang lebih tinggi lagi, maka dari itu sangat penting untuk penyesuaian

jenis kelamin, dilihat juga bawa perempuan memiliki kemungkinan 2 kali lebih

tinggi dalam menderita CVS dibandingkan dengan laki-laki. Dari hasil penelitian

tersebut menunjukan bahwa gejala-gejala yang lebih tinggi dalam pemakaian lensa

kontak terhadap CVS jika dibandingkan dengan yang tidak memakai, seperti mata

kering dengan pravelansi (73% dengan 36%) , rasa perih terbakar (30% dengan

20%), perasaan ada benda asing pada mata (42% dengan 30%), dan kedipan mata

yang berlebihan (40% dengan 28%) (Tauste et al., 2016). Sedangkan pada

pengguna kacamata memiliki hasil yang berbeda dengan lensa kotak, dalam sebuah

penelitian menyebutkan bahwa dari 455 orang sekertaris yang diteliti mengenai

CVS, kemungkinan orang dengan kacamata mengalami CVS 54,9% lebih kecil dari

yang tidak menggunakan kacamata, hal tersebut dikarenakan oleh kacamata yang

terdiri dari lapisan-lapisan yang dapat mencegah mata terpapar langsung dari

cahaya yang dipancarkan oleh komputer (Lemma et al., 2020). Faktor dari refleks

kedip dan keceparan kedip juga mempengaruhi, pravelansi mata kering dengan

gejala yang lebih tinggi saat melihat layar digital juga dapat terjadi karena

perubahan pola kedip. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa pola

kecepatan kedip berubah selama penggunaan komputer, pada penelitian yang


12

dilakukan oleh Tsubota dan Nakamori (1993) dikatakan bahwa kecepatan kedip

rata-rata orang yang sedang bersantai adalah 22x/menit, 10x/menit untuk orang

yang membaca buku, dan hanya 7x/menit pada orang yang menatap layar digital

(Rosenfield & Mcoptom, 2016). Patel et al. (1991) memiliki hasil penelitian yang

tidak jauh berbeda, dimana dilaporkan bahwa rata-rata setiap orang berkedip

sebanyak 18,4x/menit sebelum menatap layar komputer, dan berkurang saat

menatap layar komputer dengan rata rata 3,6x/menit (Lee et al., 2019). Reflek kedip

menurun tidak hanya dikarenakan oleh pencahayaan atau radiasi dari layar

komputer, namun juga ukuran font dan kontras, berkurangnya ukuran font dan

kontras maka tingkat kedipan juga turun, hal tersebut juga dapat terkait dengan

permintaan kognitif dari tugas yang miningkat (Rosenfield & Mcoptom, 2016).

Faktor lingkungan terdiri dari pencahayaan pada lokasi atau ruangan,

tingkat kelembaban udara, dan suhu ruangan. Pencahayaan pada lokasi atau

ruangan bekerja harus diatur sebaik mungkin dan disesuaikan dengan cahaya

komputer itu sendiri. Pencahyaan yang baik merupakan pencahayaan yang mampu

memfasilitasi pekerja dalam melakukan pekerjaannya dengan baik, dan tanpa

gangguan lebih dikarenakan cahya yang ada, pencahyaan yang baik ini akan

membangun kondisi yang nyaman di lingkungan sekitar sehingga pekerja dapat

merasakan bekerja dengan suasana yang nyaman dan meningkatkan

produktifitasnya (Nadhiva & Mulyono, 2020). Cahaya pada ruangan tidak

disarankan sangat terang maupun dangat gelap, cahaya sebaiknya diatur agar tidak

memantulkan cahaya dari komputer ke mata dan menghasilkan silau. Cahaya dari

luar ruangan yang sangat terang dapat disaring menggunakan tirai sehingga tidak

menyebabkan silau. Pencahayaan yang buruk akan menyebabkan efek yang buruk
13

pada mata, pencahayaan tersebut dapat bersumber dari cahaya matahari, lampu

neon, lampu meja, maupun lampu kamar. Pencahayaaan tersebut dapat menghapus

gambar karakter layar sehingga menyebabkan refleksi yang akan menyebabkan

silau pada mata. Silau tersebut yang akan menyebabkan lambatnya waktu

membaca, penurunan reflek kedip, dan menyebabkan kelelahan visual sehingga

muncul gejala-gejala CVS. Pencahayaan antara ruangan dan layar harus seimbang,

umumnya pencahyaan ruangan lebih terang, namun tidak berlebihan, tingkat

pencahayaannya 200-700 lux, untuk pencahayaan diatas 500 lux biasanya

digunakan untuk melihat dokumen dalam kualitas buruk (Sari et al., 2018). Tidak

banyak efek lain dari faktor pencahayaan pada ruangan yang menyebabkan gejala

CVS, namun cahaya yang baik dapat diperhitungkan untuk kenyamanan saat

bekerja (Nadhiva & Mulyono, 2020). Tingkat kelembaban dan suhu ruangan tidak

berpengaruh besar dalam gejala CVS, semakin rendah tingkat kelembaban udara

dan suhu ruangan maka akan menurunkan frekuensi berkedip yang dapat

menyebabkan mata kering (Sari et al., 2018).

Faktor komputer meliputi sudut penglihatan terhadap komputer, jarak

pandang mata menuju komputer dan penggunaan penglindung layar atau anti- glare

cover. Sudut penglihatan terhadap komputer dan jarak mata terhadap komputer

sangat berpengaruh dalam CVS. Jarak mata terhadap monitor perangkat digital atau

VDT dihitung antara posisi mata pengguna dengan titik tengah dari monitor.

Ketinggian dan sudut kemiringan VDT berpengaruh besar dan berhubungan dengan

gejala-gejala dan kelelahan visual jika diterapkan secara tidak tepat. Semakin tinggi

sudut pandang dari mata kepada komputer maka semakin besar efek anisotropik

dan kinerja yang lebih rendah, jarak pandang yang pendek dengan posisi komputer
14

yang lebih tinggi dari mata juga akan meningkatkan gejala astenopia. Sudut

pandang yang disarankan untuk menempatkan komputer dari mata adalah 0-16

derajat dibawah mata,sedangkan untuk jarak antara mata dengan komputer atau

perangkat digital lainnya adalah 60-100 cm jauhnya (Parihar et al., 2016). Orang

dengan gejala-gejala CVS lebih banyak terjadi pada orang dengan sudut

penglihatan terhadap VDT sebesar 30-50 derajat ke atas dari mata (Sari et al.,

2018). Rata-rata jarak mata pengguna dengan VDT kurang dari 50 cm dan lebih

dari 60 cm, dengan rata-rata jaraknya adalah 64 cm, pada jarak tersebut benda atau

objek yang akan ditatap oleh pengguna akan terlihat dengan jelas (Nadhiva &

Mulyono, 2020). Suatu penelitan oleh Kanithkar menyebutkan bahwa semakin jauh

jarak pandang terhadap VDT maka semakin kecil kemungkinan mengalami gejala

terkait CVS, hal tersebut berhubungan juga dengan proses melihat jarak dekat,

proses ini memerlukan suatu mekanisme akomodasi sehingga objek penglihatan ke

retina dan terbentuk bayangan tepat jatuh di retina oleh mata, proses tersebut yang

menyebabkan kejelasan penglihatan mata terhadap objek (Sari et al., 2018). Anti-

glare cover merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pengguna

perangkat digital untuk menghindari cahaya silau dan cahaya yang dipantulkan

selama bekerja di depan komputer. Penggunaan anti-glare cover atau filter VDT

dapat meminimalisir radiasi yang timbul dan pantulan cahaya VDT. Penggunaan

filter VDT ini telah terbukti di beberapa penelitian dapat mengurangi prevalensi

keluhan visual yang dikarenakan oleh komputer, karena filter VDT mampu

mengurangi pantulan silau dari layar komputer sehingga mencegah pengurangan

frekuensi berkedip (Sari et al., 2018). Penelitian kepada pekerja di United Arab

Emirates menyebutkan bahwa dari seluruh pekerja yang diteliti 78,4%nya yang
15

menggunakan anti-glare cover lebih kecil peluang berisiko CVS dibandingkan

yang tidak menggunakan anti-glare (Lemma et al., 2020)

2.2 Computer Vision Syndrome Saat Pandemi COVID-19

Sejak diumumkannya pandemi COVID-19, dan ditetapkannya sebagai

pandemi global pada tanggal 11 Maret 2020, maka ditetapkan juga lockdown di

beberapa negara, dan penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di

Indonesia. Di Indonesia sendiri tanggal dimulainya PSBB itu berbeda-beda, di

Jakarta PSBB tersebut telah ditetapkan pada tanggal 07 April 2020 oleh Menteri

Kesehatan, keputusan tersebut ada pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

HK.01.07/Menkes/239/2020 (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

(kemkes.go.id). PSBB di Sumatra Barat sendiri mulai ditetapkan pada tanggal 17

April 2020 oleh Menteri Kesehatan melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

HK.01.07/Menkes/260/2020 (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

(kemkes.go.id). Pada masa pandemi COVID-19 yang menyebar ke hampir seluruh

dunia, pemerintah di berbagai negara memilih untuk memberhentikan kegiatan

sekolah, pekerjaan, maupun wisata secara offline, pada awalnya juga pada beberapa

negara memutuskan untuk memberhentikannya untuk beberapa waktu misalnya

meliburkan selama dua minggu, namun dikarenakan penyebaran virus corona yang

cepat dan meluas sehingga kegiatan secara online masih diterapkan hingga saat ini.

Pemerintah memutuskan memberhentikan kegiatan offline beberapa waktu karena

ingin memutus rantai penyebaran COVID-19, dan melancarkan social distancing

untuk memutus penyebaran virus yang sangat cepat, namun tentu keputusan

tersebut memberikan efek pada berbagai kegiatan seperti sekolah dan pekerjaan,

yang harus dilakukan secara online. Pelajar terbukti berada pada peringkat tertinggi
16

dalam peningkatan penggunaan perangkat digital terutama komputer, laptop, dan

handphone yang digunakan untuk mengikuti sekolah online (Mohan et al., 2021).

Sehingga sejak ditetapkan lockdown dikarenakan COVID-19, pemakaian perangkat

digital di seluruh dunia pasti akan meningkat karena sebagian besar pekerjaan yang

dilakukan secara daring. Peningkatan penggunaan perangkat digital menyebabkan

tantangan bagi mata sebagai sistem visual pada berbagai usia karena jangka waktu

dan faktor lainnya yang semakin meningkat, sehingga hal tersebut sangat

berhubungan dengan Computer Vision Syndrome (CVS), karena semakin tinggi

penggunaan komputer maka semakin tinggi risiko terkena gejala CVS (Bahkir &

Grandee, 2020).

Berbagai penelitian sudah membuktikan bahwa penggunaan perangkat

digital semakin meningkat setelah lockdown ditetapkan. Penggunaan perangkat

digital seperti komputer rata-rata meningkat dari 5,18 jam per hari menjadi 8,9 jam

perhari, peningkatan tersebut lebih banyak terjadi pada pelajar. Pelajar berada pada

peringkat paling atas dalam peningkatan penggunaan layar digital terutama

komputer, lalu dilanjutkan oleh pekerja non-medis, peningkatan jam penggunaan

komputer ini menyebabkan berbagai gejala yang menganggu kepada orang yang

bersangkutan, seperti gangguan tidur, mata kering, dan gejala CVS lainnya (Bahkir

& Grandee, 2020). Peningkatan penggunaan layar digital pada pelajar berbeda-

beda setiap usianya, pada pelajar yang dalam tingkat rendah lebih cenderung

menggunakan smartphone sebagai sarana belajarnya, namun pelajar yang lebih

tinggi tingkat studinya lebih banyak yang mengalami peningkatan dalam

penggunaan laptop dan komputer untuk menjelajahi internet. Angka penderita CVS

meningkat sekitar 50% terutama pada pengguna komputer, peningkatan


17

penggunaan perangkat digital yang meningkat berhubungan erat dengan

peningkatan prevalensi CVS, peningkatan penggunaan perangkat digital sebelum

dan sesudah era COVID-19 juga sangat signifikan, pengguna perangkat digital

dengan waktu lebih dari lima jam sangat tinggi, sehingga meningkatkan prevalensi

penderita CVS. Penggunaan perangkat digital yang berlebihan menyebabkan faktor

risiko dari CVS terus berkembang, penggunaanya yang berkelanjutan akan

menurunkan reflek kedip yang akan menyebabkan sindrom mata kering yang

merupakan gejala dari CVS. Smartphone yang semakin tinggi angka

penggunaannya juga menyebabkan gejala lain dikarenakan layar dari perangkat ini

yang kecil sehingga penggunaannya yang cenderung lebih dekat dengan mata

sehingga dapat menyebabkan gejala astenopia. Berbagai penelitian telah

membukikan peningkatan waktu dalam penggunaan komputer dapat meningkatkan

risiko CVS meningkat secara signifikan dengan gejala kemerahan, mata terbakar,

dan mata kering, terutama bagi pengguna komputer dalam waktu lebih dari lima

jam perhari (Mohan et al., 2021).

2.3 Pencegahan dan Terapi Computer Vision Syndrome

Pada masa pandemi COVID-19 tidak dapat dipungkiri bahwa hampir

seluruh aktivitas berpusat pada layar digital seperti komputer, handphone, tab, dan

lain-lain. Maka dengan meningkatnya penggunaan komputer dimasyarakat peluang

tingginya resiko peningkatan Computer Vision Syndrome (CVS) juga meningkat.

Orang dengan gejala CVS dapat sembuh sendirinya seiring berjalannya waktu

namun dibarengi dengan mengurangi waktu di depan komputer. Hal tersebut

dikarenakan CVS merupakan sindrom penglihatan yang tidak berat, namun dapat

menjadi serius jika dibiarkan tanpa dilakukan pencegahan dan pengobatan, CVS ini
18

merupakan faktor dari gaya hidup pengguna yang dapat dicegah dan diminimalisir

gejalanya (Bahkir & Grandee, 2020). Banyak cara dalam mencegah dan menangani

CVS, dari semua gejala dapat disimpulkan bahwa CVS sangat berkaitan dengan

durasi jam kerja di depan komputer, dan akan lebih besar resikonya pada mereka

yang berada didepan komputer lebih dari 6 jam setiap harinya. Maka mengambil

istirahat dalam waktu yang pendek namun dengan frekuensi yang lebih sering

dianggap paling berpengaruh untuk pencegahan dalam meminimalisir CVS.

Logaraja dkk (2014) meneliti bahwa dengan beristirahat setiap jam dari komputer

akan lebih efektif dalam meminimalisir risiko CVS dibandingkan dengan istirahat

lebih dari dua jam. Pengguna lensa kotak menjadi salah satu faktor peningkatan

gejala CVS seperti mata kering dan lebih sering muncul gejala daripada yang

menggunakan kacamata, dan dengan orang dengan mata yang normal. Bagi

pengguna lensa kotak lebih disarankan untuk lebih sering menggunakan kacamata

dibandingkan lensa kotak, telah dibuktikan bahwa kacamata dapat meningkatkan

kecepatan dan frekuensi dari kedipan dan stabilitas robekan pasca tugas, sehingga

dapat meminimalisir gejala CVS (Chawla et al., 2019).

Anshel dkk (2005) menyarankan untuk melakukan aturan 20-20-20, dimana

jika diuraikan akan menghasilkan menatap objek sejauh 20 kaki dengan menjauh

dari komputer setiap 20 menit selama 20 detik, aturan 20-20-20 ini ditemukan dan

digunakan karena dipercaya dapat membantu mata dalam mengurangi tingkat

ketegangan dari penggunaan perangkat digital. Penerapan aturan 20-20-20 harus

lebih banyak disebar luaskan kepada masyarakat karena terbukti dapat mencegah

gejala CVS terutama di masa pandemi COVID-19 (Zulkarnain et al., 2021).

American Optometric Association ( AOA ) juga menyarankan aturan 20-20-20


19

untuk dapat meringankan gejala dari CVS (“Computer vision syndrome | AOA”,

2021). Hasil dari pengaturan dan tata letak ruang baca dan aktivitas juga

mempengaruhi perkembangan CVS, posisi dari komputer ataupun layar digital juga

merupakan pertimbangan dari risiko CVS, posisi dari komputer yang

mengharuskan mata melihat ke bawah dan ke dalam akan meningkatkan akomodasi

dan kovergensi. Dibuktikan bahwa dengan menempatkan layar komputer dibawah

tingkat mata dibandingkan dengan kelompok yang melihat layar komputer diatas

level mata. Ketinggian dari layar komputer harus diatur dengan baik untuk

pandangan yang maksimal dan menurunkan resiko CVS, pandangan terhadap layar

komputer disarankan kebawah 14 derajat atau masih dalam rentangan 0-16 derajat,

penempatan layar ditetapkan dengan mengatur batas atas dari komputer di bawah

level mata, dengan jarak antara komputer dengan mata adalah 30-40 inchi. Bilton

dkk (2010) menyarankan menggunakan metode 1-2-10, jika dijabarkan metode ini

berarti, melihat handphone dengan jarak satu kaki, layar komputer atau monitor

dengan jarak minimal dua kaki, dan melihat televisi dengan jauh minimal 10 kaki.

Maka dari itu, posisi layar dan posisi menatap layar sangat berpengaruh pada CVS,

kondisi duduk seseorang dapat membantu mengoptimalkan kondisi, postur tubuh

yang tepat saat bekerja akan mengurangi resiko CVS dan gejala berlebih seperti

nyeri punggung dan leher. Area kerja harus disesuaikan dengan kondisi orang itu

sendiri, posisi duduk, pencahayaan, pengaturan monitor, dan lain-lain harus

disesuaikan dengan kenyamanan pembaca (Chawla et al., 2019).


20

Sumber : Computer vision syndrome | AOA

Gambar 2.1 Posisi Mata terhadap Layar Komputer

Menurut American Optometric Association (AOA) acuan posisi duduk dan

monitor yang tepat untuk membantu mengurangi risiko CVS merupakan

dipengaruhi oleh kenyamanan kursi dan posisi duduk, pencahayaan, lokasi bahan

acuan, posisi monitor, dan jeda istirahat. Lokasi layar komputer yang tepat berada

15-20 derajat dibawah posisi mata, bahan referensi harus diletakkan di atas

keyboard dan di bawah komputer jika memungkinkan, namun jika memang posisi

bahan referensi tidak bisa ditempatkan di lokasi tersebut, ruang disamping monitor

dapat menjadi saran lain untuk meletakkan bahan referensi, posisi bahan referensi

ini bertujuan untuk memposisikan dokumen sebaik mungkin sehingga kepala

pengguna tidak perlu berpindah terlalu banyak dari dokumen ke layar. Posisikan

layar komputer dengan menyesuaikan pencahayaan pada ruangan, hindari tempat

yang silau, pencahayaan dari atas kepala atau belakang monitor komputer,

penggunaan anti-glare atau anti-silau pada layar, saat pencahayaan pada ruangan

memang sudah tidak dapat diatur, penggunaan anti-silau sangat membantu untuk

mengurangi cahaya silau yang dapat mengganggu mata dengan cara mengurangi
21

cahaya yang dipantulkan dari layar. Posisi duduk, kenyamanan dari kursi yang

digunakan dalam bekerja sangat penting dan sesuai dengan badan kita, ketinggian

kursi harus dikondisikan dengan pengguna agar kaki pas dengan lantai, kedudukan

lengan juga harus diperhitungkan agar dapat memberikan dorongan saat mengetik

dan bagian pergelangan tangan tidak menyender atau bertopang pada keyboard.

Istirahatkan mata selama 15 menit setiap dua jam penggunaan komputer,

melakukan aturan 20-20-20, sering berkedip selama penggunaan komputer dan juga

memeriksa mata secara teratur (“Computer vision syndrome | AOA”, 2021).

Pencahayaan komputer dan sekitar juga berpengaruh dalam CVS, kecerahan

motitor komputer harus sesuai dan mencukupi cahaya lingkungan sekitar, jika

terdapat perbedaan yang signifikan antara kecerahan layar dengan cahaya sekitar,

maka permintaan mekanisme fokus pada mata akan meningkat saat pembaca

mengubah fokus dari menatap layar monitor kepada area lain di ruangan. Tingkat

kecerahan yang tinggi pada monitor akan menyebabkan silau dari monitor

komputer yang akan membatasi pergerakan mata dan akan membuat kesulitan

membaca pada pencahayaan tersebut, mengurangi kinerja dan meningkatkan risiko

kesalahan dalam melakukan pekerjaan. Pada intinya untuk layar monitor yang

harus disesuaikan adalah kencerahan dan kontras dari layar, dan yang harus

diperhatikan juga adalah flicker layar. Saran yang dapat diterapkan untuk layar

monitor adalah dengan menggunakan anti-glare pada layar, menerapkan perangkat

lunak untuk mengurangi cahaya biru dan silau, aplikasi perangkat lunak yang dapat

mengurangi cahaya biru dapat bekerja dengan mengatur file emisi cahaya biru

dengan mengorganisir waktu penggunaannya, menerapkan filter cahaya biru, filter

anti-silau berperan penting dalam mengurangi kelelahan pada mata, membersihkan


22

layar secara rutin karena jika tidak dibersihkan maka debu dan sidik jadi di monitor

akan menghasilkan pantulan cahaya yang silau, menyesuaikan ketinggian dan

kenyamanan kursi atau posisi duduk terhadap batas monitor komputer, duduk

dengan postur tubuh yang benar, mengoptimalkan jarak duduk dengan layar

komputer, mengatur cahaya komputer dan cahaya sekitar ruangan, memakai dan

meletakkan lampu dengan benar, hindari lampu dari belakang monitor sehingga

menambah pencahayaan yang silau, selain mengggunakan aplikasi untuk memfilter

cahaya biru, menggunakan kacamata juga dipercaya dapat mengurangi efek

paparan dari cahaya biru terhadap mata, secara komersial kacamata anti-radiasi

komputer sudah banyak beredar di platform penjualan online, maupun optik yang

berwarna kuning (Chawla et al., 2019). Mata kering atau dry eyes merupakan salah

satu gejala utama dari CVS, saat menatap komputer reflek kedip dari mata juga

menurun sehingga produksi air mata juga berkurang yang menyebabkan mata

kering, penggunaan artificial tear atau air mata buatan disarankan saat kita

menggunakan komputer dalam jangka waktu yang lama (Zulkarnain et al., 2021).

Pada intinya, terapi yang dapat dilakukan untuk meringankan gejala CVS sangat

beragam, namun seperti yang diketahui CVS dapat mereda dengan sendirinya jika

kita melakukan pekerjaan di depan komputer dengan jangka waktu yang tepat. CVS

dapat berkurang gejalanya dengan melakukan perawatan mata secara rutin, dan

melakukan aksi-aksi untuk mencegah CVS, kacamata atau lensa kontak yang

dikhususkan untuk pengguna komputer dapat sngat membantu mengurangi CVS

karena kekuatan lensa, warna dan lapisan dari lensa yang mendorong kemampuan

dan kenyamanan mata, serta dengan melakukan terapi penglihatan atau pelatihan

visual yang merupakan program aktivitas visual yang sudah terstruktur untuk
23

membantu meningkatkan kemampuan visual, melatih kerjasama otak dan mata agar

dapat bekerja dengan baik dan efektif (“Computer vision syndrome | AOA”, 2021).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Computer Vision Syndrome (CVS) atau dapat disebut juga dengan Digital

Eye Strain (DES) merupakan suatu kompleks masalah atau gangguan yang terjadi

pada mata yang terkait dengan pekerjaan yang berhubungan dekat dengan komputer

dalam jangka waktu tertentu yang dapat menyebabkan ketegangan mata digital,

dimana refleks kedip menurun akibat cahaya yang dihasilkan karena menatap

Visual Display Terminal (VDT) dari komputer, tablet, e-reader, maupun ponsel

dalam waktu lama. Terdapat beberapa gejala yang dapat terjadi atau timbul saat

seseorang mengalami CVS, secara garis besar gejala ini terbagi menjadi empat

kategori, gejala astenopia dimana terdapat gejala otot mata tegang, perbedaan

penglihatan antar mata, mata silinder, rabun dekat, rabun jauh, intensitas tinggi dari

cahaya, kesulitan koordinasi, dan rasa nyeri pada kepala, gejala visual meliputi

gejala mata kabur, penglihatan ganda, presbyopia atau rabun dekat dan kesulitan

fokus penglihatan, gejala permukaan okuler yaitu gejala mata berair dan iritasi dan

terdapat gangguan akinat lensa kotak, dan gejala terakhir adalah gejala ekstraokuler

yaitu rasa nyeri pada punggung dan leher.

Terdapat beberapa faktor yang memicu terjadinya CVS, maupun

memperburuk dan meringankan CVS, faktor tersebut terbagi faktor individual

seperti jenis kelamin, usia, durasi bekerja dengan komputer, frekuensi istirahat, dan

penggunaan kacamata atau lensa kotak, serta refleks kedip. Faktor lingkungan yaitu

pencahayaan pada lokasi atau ruangan, tingkat kelembaban udara, dan suhu

ruangan. Faktor komputer meliputi sudut penglihatan terhadap komputer, jarak

pandang mata menuju komputer dan penggunaan penglindung layar atau anti glare

24
25

cover. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi terjadinya CVS, terdapat beberapa

faktor yang tidak mempengaruhi CVS secara signifikan, namun terdapat beberapa

faktor yang sebaliknya. Faktor yang mempengaruhi CVS secara signifikan seperti

sudut pandang dan jarak mata terhadap komputer, durasi bekerja didepan komputer,

dan pencahyaan lingkungan sekitar. Sedangkan, faktor yang tidak mempengaruhi

CVS secara signifikan berdasarkan beberapa penelitian seperti tingkat kelembaban

udara, dan suhu ruangan. Signifikan maupun tidak, faktor-faktor tersebut dapat

mempengaruhi CVS baik dalam skala yang besar maupun kecil, terutama dalam

masa pandemi COVID-19 ini. Virus Corona mulai diberitakan tersebar pertama kali

di Wuhan, China pada akhir tahun 2019, dan diumumkan sebagai pandemi global

sejak tanggal 11 Maret 2020, penyebarannya yang cepat menyebabkan berbagai

negara menyikapi virus ini dengan cara lock down, guna membatasi kontak antar

individu sehingga dapat menurunkan kemungkinan tertular virus ini. Namun,

semenjak ditetapkannya lockdown, atau di Indonesia juga diberlakukannya PSBB,

maka hampir seluruh aktivitas masyarakat dilakukan di rumah, mulai dari

pekerjaan, sekolah, kuliah, dan yang lainnya. Hingga kini, aktivitas tersebut masih

banyak dilakukan di rumah dengan daring atau online, tentu dengan hal tersebut

meningkatkan durasi penggunaan komputer dan perangkat digital lainnya di

berbagai kalangan. Peningkatan penggunaan perangkat digital sudah terbukti dari

beberapa penelitian yang dilakukan pada masa pandemi ini. Peningkatan ini paling

banyak terjadi pada pelajar, durasi penggunaan komputer meningkat dari 5,18 jam

per hari menjadi 8,9 jam perhari. Penggunaan yang meningkat hingga lebih dari

lima jam perhari saat masa pandemi COVID-19 berhubungan erat dengan faktor

terjadinya CVS, mulai dari durasi yang meningkat, frekuensi istirahat di depan
26

komputer yang menurun, radiasi cahaya layar, posisi, sudut dan jarak penggunaan

komputer serta faktor lain yang mendukung meningkatnya prevalensi dari CVS di

masa pandemi COVID-19. Angka prevalensi CVS ini meningkat sekitar 50% sejak

ditetapkannya lockdown karena pandemi COVID-19. Jika tidak dicegah maupun

ditangani sesegera mungkin maka CVS dapat semakin parah seiring berjalannya

waktu dan memerulkan pengobatan lebih lanjut. Beberapa tindakan dapat dilakukan

untuk mencegah terjadinya CVS, yang dapat kita sambungkan dengan faktor-faktor

yang ada. CVS dapat mereda dengan sendirinya, namun diiringi dengan

mengurangi penggunaan di depan komputer dengan secukupnya, dan pencegahan-

pencegahan CVS. Pencegahan dapat dilakukan dengan menambah istirahat setelah

beberapa lama didepan komputer, mengurangi durasi bekerja di depan komputer,

mengatur posisi duduk yang nyaman dengan tegak, jarak mata dengan VDT yang

optimal yaitu 50-100 cm atau rata-rata pada 64 cm, sudut pandang terhadap

komputer 15-20 derajat di bawah mata, menggunakan filter anti-glare untuk

mengurangi pantulan silau pada mata, mengurangi penggunaan lensa kontak atau

lebih disarankan dengan penggunaan kacamata dengan filter anti-radiasi, mengatur

pencahayaan pada komputer dan ruangan sekitar, pencahayaan ruangan tidak lebih

terang maupun lebih gelap dari cahaya komputer agar tidak menyebabkan silau,

menghindari meletakkan lampu meja dibelakang komputer. Metode pencegahan

yang paling disarankan pada saat ini adalah metode 20-20-20, yaitu menatap objek

sejauh 20 kaki dengan menjauh dari komputer setiap 20 menit selama 20 detik,

aturan 20-20-20 harus lebih banyak disebar luaskan kepada masyarakat karena

dikatakan efektif dalam mencegah CVS, aturan ini dapat membantu mata dalam

mengurangi tingkat ketegangan dari penggunaan perangkat digital. Pada masa


27

pandemi COVID-19 prevalensi CVS memiliki kemungkinan meningkat dengan

signifikan, untuk menghindari hal tersebut maka pencegahan-pencegahan tersebut

sebaiknya dilakukan.

3.2 Saran

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan mengenai pengaruh pandemi

COVID-19 terhadap kasus CVS maka penulis merekomendasikan agar diadakan

penelitian lebih lanjut mengenai keakuratan pengaruh serta faktor risiko pandemi

COVID-19 terhadap kasus CVS.


DAFTAR PUSTAKA

Abstract Screening Of Computer Vision Syndrome In Medical Student Of Medical


Faculty Udayana University. (n.d.). .
Abudawood, G.A., Ashi, H.M. & Almarzouki, N.K. (2020), “Computer Vision
Syndrome among Undergraduate Medical Students in King Abdulaziz
University, Jeddah, Saudi Arabia”, Journal of Ophthalmology, Hindawi
Limited, Vol. 2020, available at:https://doi.org/10.1155/2020/2789376.
Ahuja, S., Stephen, M. & Ranjith, N. (2021), “Assessing the Factors and Prevalence
of Digital Eye Strain among Digital Screen users using a Validated
Questionnaire-An Observational Study”, International Journal of Medicine
and Public Health, Vol. 11 No. 1, pp. 19–23.
Altalhi, A.A., Khayyat, W., Khojah, O., Alsalmi, M. & Almarzouki, H. (2020),
“Computer Vision Syndrome Among Health Sciences Students in Saudi
Arabia: Prevalence and Risk Factors”, Cureus, Vol. 12 No. 2, pp. 2–7.
Bahkir, F.A. & Grandee, S.S. (2020), “Impact of the COVID-19 lockdown on
digital device-related ocular health”, Indian Journal of Ophthalmology,
Wolters Kluwer Medknow Publications, Vol. 68 No. 11, pp. 2378–2383.
Chawla, A., Lim, T.C., Shikhare, S.N., Munk, P.L. & Peh, W.C.G. (2019),
“Computer Vision Syndrome: Darkness Under the Shadow of Light”,
Canadian Association of Radiologists Journal, Vol. 70 No. 1, pp. 5–9.
“Computer vision syndrome | AOA”. (2021), , available at:
https://www.aoa.org/healthy-eyes/eye-and-vision-conditions/computer-
vision-syndrome?sso=y (accessed 27 May 2021).
Cucinotta, D. & Vanelli, M. (2020), “WHO declares COVID-19 a pandemic”, Acta
Biomedica, Mattioli 1885.
Dessie, A., Adane, F., Nega, A., Wami, S.D. & Chercos, D.H. (2018), “Computer
vision syndrome and associated factors among computer users in Debre Tabor
town, Northwest Ethiopia”, Journal of Environmental and Public Health, Vol.
2018, available at:https://doi.org/10.1155/2018/4107590.
Khola Noreen, Zunaira Batool, Tehreem Fatima, T.Z. (2016), “Sheedy JE. Vision
problems at video display terminals: a survey of optometrists. Journal of the
American Optometric Association. 1992 Oct;63(10):687-692.”, Vol. 32 No. 3.
Lee, J.W., Cho, H.G., Moon, B.Y., Kim, S.Y. & Yu, D.S. (2019), “Effects of
prolonged continuous computer gaming on physical and ocular symptoms and
binocular vision functions in young healthy individuals”, PeerJ, PeerJ Inc.,

28
29

Vol. 2019 No. 6, p. e7050.


Lemma, M.G., Michael Beyene, K.G. & Tiruneh, M.A. (2020), “Computer vision
syndrome and associated factors among secretaries working in ministry offices
in Addis Ababa, Ethiopia”, Clinical Optometry, Vol. 12, pp. 213–222.
Lusiana Setyowati, D., Khairul Nuryanto, M., Sultan, M., Sofia, L. & Wiranto, A.
(2021), “Computer Vision Syndrome among Academic Community”, Vol. 24,
available at:https://doi.org/10.36295/ASRO.2021.24187.
Mohan, A., Sen, P., Shah, C., Jain, E. & Jain, S. (2021), “Prevalence and risk factor
assessment of digital eye strain among children using online e-learning during
the COVID-19 pandemic: Digital eye strain among kids (DESK study-1)”,
Indian Journal of Ophthalmology, Wolters Kluwer Medknow Publications,
Vol. 69 No. 1, pp. 140–144.
Nadhiva, R.F. & Mulyono, M. (2020), “The Relation between Symptoms of
Computer Vision Syndrome and Visual Display Terminal Utilization”, The
Indonesian Journal Of Occupational Safety and Health, Vol. 9 No. 3, p. 328.
Parihar, J.K.S., Jain, V.K., Chaturvedi, P., Kaushik, J., Jain, G. & Parihar, A.K.S.
(2016), “Computer and visual display terminals (VDT) vision syndrome
(CVDTS)”, Medical Journal Armed Forces India, Director General, Armed
Forces Medical Services, Vol. 72 No. 3, pp. 270–276.
Ranasinghe, P., Wathurapatha, W.S., Perera, Y.S., Lamabadusuriya, D.A.,
Kulatunga, S., Jayawardana, N. & Katulanda, P. (2016), “Computer vision
syndrome among computer office workers in a developing country: An
evaluation of prevalence and risk factors”, BMC Research Notes, BioMed
Central, Vol. 9 No. 1, available at:https://doi.org/10.1186/s13104-016-1962-
1.
Rosenfield, M. & Mcoptom, M.R. (2016), “Computer vision syndrome (a.k.a.
digital eye strain)”, Optometry in Practice, Vol. 17 No. February, pp. 1–10.
Sari, F.T.A., Himayani, R., Kedokteran, F., Lampung, U., Kedokteran, M.F. &
Lampung, U. (2018), “Faktor Risiko Terjadinya Computer Vision Syndrome
Risk Factors Occurrence of Computer Vision Syndrome”, Majority, Vol.
Vol.7 No.2 No. Maret, pp. 278–282.
Tauste, A., Ronda, E., Molina, M.J. & Seguí, M. (2016), “Effect of contact lens use
on Computer Vision Syndrome”, Ophthalmic and Physiological Optics, Vol.
36 No. 2, pp. 112–119.
“What Is COVID-19? | coronavirus”. (n.d.). , available at:
https://coronavirus.dc.gov/page/what-covid-19 (accessed 24 March 2021).
30

Zulkarnain, B.S., Budiyatin, A.S., Aryani, T. & Loebis, R. (2021), “The Effect of
20-20-20 Rule Dissemination and Artificial Tears Administration in High
School Students Diagnosed with Computer Vision Syndrome”, Jurnal
Pengabdian Kepada Masyarakat (Indonesian Journal of Community
Engagement), Vol. 7 No. 1, p. 24.
31
32

Anda mungkin juga menyukai