ii
LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN
ELECTIVE STUDY 1
NIP : 197506282008012007
iii
LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN
ELECTIVE STUDY 1
iv
LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN
ELECTIVE STUDY 1
NIP : 1981102320181123001
v
Halaman Pengesahan
LEMBAR PENGESAHAN
Dr. dr. Putu Yuliawati, SpM(K) dr. Ni Made Laksmi Utari, M.Biomed., SpM(K)
NIP. 197506282008012007 NIP. 198408222019032006
Mengetahui.
Ketua Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana,
vi
HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI
Elective study tahap I ini telah diuji dan dinilai oleh panitia penguji pada
Tanggal ……………………………
Anggota :
vii
BERITA ACARA PENILAIAN
ELECTIVE STUDY TAHAP 1
Denpasar, .....................................
Ketua Tim Penilai
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
hanya atas hikmat dan rahmat-Nya, laporan Elective Study tahap I ini dapat
diselesaikan pada waktunya. Pada kesempatan ini perkenankanlah Penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
Penulis
ix
DAFTAR ISI
x
BAB III PENUTUP .............................................................................................24
LAMPIRAN ..........................................................................................................31
xi
DAFTAR SINGKATAN
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
Komputer maupun layar digital lainnya sekarang sudah menjadi hal yang
atau Digital Eye Strain (DES). Computer Vision Syndrome (CVS) adalah masalah
atau gangguan pada mata dan penglihatan yang terkait dengan pekerjaan dekat yang
seseorang menatap Video Display Terminal (VDT) dalam jangka waktu yang lama,
Video Display Terminal (VDT) merupakan nama lain dari layar komputer,
ke dalam Video Display Terminal (VDT). Pada zaman ini, perkembangan teknologi
Video Display Terminal (VDT) dan menjadi penyebab gangguan visual dan
ergonomis yaitu Computer Vision Syndrome (CVS) (Nooren et al., 2016). Gejala-
gejala Computer Vision Syndrome (CVS) secara umum dapat dikelompokan dalam
beberapa jenis kelompok gejala yaitu Gejala astenopia, gejala visual, gejala
permukaan okuler, dan gejala ekstraokuler. Gejala yang dirasakan oleh penderita
Computer Vision Syndrome (CVS) berupa mata buram, mata kering, rasa tidak
1
2
nyaman pada mata, mata lelah, mata gatal, mata merah, mata berair, sakit kepala
dan adanya rasa tidak nyaman dan nyeri pada leher dan bahu. Gejala yang paling
sering dirasakan adalah mata tegang, mata lelah, kemampuan fokus yang menurun,
mata kering, iritasi dan sakit kepala. Gejala yang terjadi karena kita menatap
komputer terlalu lama dengan jarak yang dekat sehingga mata terlalu
mengakomodasi yang menyebabkan otot siliaris bekerja terlalu keras yang menjadi
pemicu mata lelah dan sakit kepala. Pengunaan komputer dan perangkat digital
yang berlebihan tidak hanya menimbulkan gejala-gejala tersebut namun juga dapat
mengarahkan kita ke gejala lainnya, seperti sakit leher dan juga bahu. Hampir
seluruh dari gejala tersebut merupakan gejala yang bersifat sementara dan dapat
dikurangi, namun sebaliknya gejala ini bisa semakin parah jika tidak ditangani
(Nadhiva & Mulyono, 2020). Masalah Computer Vision Syndrome (CVS) terjadi
dan dapat semakin parah karena adanya beberapa faktor, faktor tersebut merupakan
faktor individu yang diuraikan menjadi jenis kelamin, usia, durasi bekerja dengan
komputer, durasi dan frekuensi istirahat, dan penggunaan kacamata atau lensa
kotak, serta refleks kedip, faktor lingkungan yaitu yaitu pencahayaan pada lokasi
atau ruangan, tingkat kelembaban udara, dan suhu ruangan, dan faktor komputer
komputer dan penggunaan penglindung layar atau anti glare cover (Sari et al.,
2018).
dengan kondisi pada masa pandemi COVID-19, dimana hampir seluruh masyararat
menggunakan komputer lebih dari enam jam per hari dan orang yang mengalami
gejala Computer Vision Syndrome (CVS) tersebut terjadi pada 48,9% pada orang
yang bekerja menggunakan komputer selama enam jam perhari, dan delapan jam
Sejak akhir tahun 2019 hingga saat ini, COVID-19 terus menyebar di
korona yang belum pernah terdeteksi pada manusia sebelumnya, virus ini
Wuhan, China. Virus ini merupakan keluarga besar virus yang dapat menyebabkan
penyakit pernafasan mulai dari flu sampai lebih parah seperti Severe Acute
meningkat 13 kali lipat, dan jumlah negara yang terdampak juga meningkat 3 kali
banyak kegiatan yang mulai dibatasi, dan menyebabkan banyak perubahan yang
kegiatan dilaksanakan secara online, dari pembelajaran online, hingga Work From
waktunya lebih lama menatap gadget, laptop, komputer maupun sejenisnya. Seiring
Syndrome?
Syndrome ?
1.3 Manfaat
Syndrome.
masyarakat luas.
1.4 Tujuan
pengertian yang lebih baik mengenai Computer Vision Syndrome dan pengaruh
2.1.1 Definisi
berbeda. Computer Vision Syndrome (CVS) juga dapat disebut sebagai Digital Eyes
Vision Syndrome (CVS) sebagai suatu masalah mata dan penglihatan yang
kompleks dan berkaitan erat dengan kegiatan yang berdekatan dengan komputer.
Syndrome (CVS) sebagai sekelompok masalah terkait mata dan penglihatan yang
komputer, tablet, e-reader, dan ponsel dalam waktu lama (“Computer vision
mata kering, dimana mata kering tersebut yang menjadi gejala utama dari CVS,
gejala ini terjadi ketika terdapat kebutuhan untuk meningkatkan permintaan visual
Mata kering seperti yang disebutkan diatas merupakan salah satu gejala
Computer Vision Syndrome, namun masih banyak gejala lainnya. Gejala Computer
Vision Syndrome (CVS) juga dapat diperjelas dengan dibagi menjadi empat
kategori gejala. Empat kategori gejala tersebut sebagai berikut, gejala pertama
6
7
adalah gejala astenopia dimana gejalanya berupa otot mata tegang, perbedaan
penglihatan antar mata, astigmatisme atau mata silinder, hipermetropi atau rabun
dekat, myopia atau rabun jauh, intensitas tinggi dari cahaya, kesulitan koordinasi,
dan rasa nyeri pada kepala, gejala kedua adalah gejala visual yaitu gejala dimana
dekat dan kesulitan fokus penglihatan. Gejala ketiga adalah gejala permukaan
okuler dimana terdapat gejala mata berair dan iritasi dan terdapat gangguan akibat
lensa kontak, dan gejala terakhir adalah gejala ekstraokuler yaitu gejala nyeri
punggung dan leher (Vikanaswari., 2016). Computer Vision Syndrome (CVS) atau
Digital Eye Strain (DES) terdiri dari gangguan visual atau mata saat menggunakan
perangkat digital atau menatap Video Display Terminal (VDT), gejala dari
awalnya diabaikan namun seiring berjalannya waktu jika gejalanya tidak tertangani
dengan baik, maka dapat menyebabkan masalah yang serius dan membutuhkan
tenaga profesional seperti dokter mata untuk membantu mengurangi gejala, dan
atau layar digital dengan berlebihan, menatap komputer sering menyebabkan mata
bekerja lebih keras dikarenakan radiasi cahaya yang dihasilkan oleh layar tersebut.
peekembangan gejala terkait masalah penglihatan. Hal lain yang menjadi faktor
terjadinya CVS adalah durasi penggunaan komputer, jarak antara mata terhadap
8
layar komputer, penggunaan kacamata, lensa kotak ataupun glare cover atau
pelindung layar, faktor paling umum yang terjadi adalah penggunaan komputer
dalam jarak dekat disertai dengan durasi kerja yang panjang (“Computer vision
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi CVS, faktor ini secara garis
besar dapat dibagi menjadi 3 yaitu faktor individual, faktor lingkungan dan faktor
individual seperti jenis kelamin, usia, durasi bekerja dengan komputer, frekuensi
istirahat, dan penggunaan kacamata atau lensa kontak, serta refleks kedip. Faktor
lingkungan yaitu pencahayaan pada lokasi atau ruangan, tingkat kelembaban udara,
dan suhu ruangan. Faktor komputer meliputi sudut penglihatan terhadap komputer,
jarak pandang mata menuju komputer dan penggunaan penglindung layar atau anti
banyak penelitian yang menyebutkan bahwa kejadian CVS lebih banyak diderita
yang diambil dengan 50,8% merupakan responden laki-laki dan 49,2% merupakan
perempuan lebih banyak yang mengalami CVS dan lebih risiko mengalami CVS
(Ranasinghe et al., 2016). Hal tersebut didukung secara fisiologis dimana lapisan
tear film cenderung lebih mudah dan cepat menipis dibandingkan lapisan pada laki-
laki. Lapisan tear film yang menipis ini semakin menyebabkan mata mudah kering,
sehingga terjadi dry eye yang merupakan salah satu gejala dari CVS. Selain itu,
fakta bahwa perempuan lebih mudah terkena gejala CVS juga didukung karena
9
perempuan lebih mudah untuk mengalami dry eye, baik itu dikarenakan kondisi
kosmetik dan lensa kontak yang lebih sering digunakan oleh perempuan (Bahkir &
menyebutkan bahwa CVS memang lebih rentan terserang pada perempuan, namun
dilihat dari laporannya laki-laki memiliki angka kemungkinan lebih tinggi dalam
gejala-gejala individual seperti mata kemerahan, mata terbakar dan mata kering
(Altalhi et al., 2020). Usia juga menjadi salah satu faktor terjadinya CVS ataupun
tingkat keparahan dari CVS, suatu penelitian yang menelti mengenai CVS pada usia
17-65 tahun menyebutkan bahwa rata-rata penderita dari CVS berusia dari 26-45
tahun, orang dengan usia dibawah itu masih memiliki kecenderungan memiliki
CVS namun tidak sebanyak usia orang dewasa. Usia mempengaruhi terjadinya
CVS karena perubahan usia dan proses penuaan menyebabkan perubahan anatomi
dan fisiologi dari mata, pada umumnya produksi air mata juga menurun seiring
bertambahnya usia (Nadhiva & Mulyono, 2020). Durasi bekerja didepan komputer
perhari dan juga periode lama waktu bekerja juga dapat mempengaruhi
kemungkinan CVS, hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Rahman dan Sanip
(2011) mengatakan bahwa bekerja didepan komputer selama tujuh jam perhari
dapat meningkatkan resiko terdampak CVS, sedangkan Mutti dan Zandic (1996)
juga mendapatkan hasil penelitan yang tidak jauh berbeda, orang yang
menghabiskan waktunya 6-9 jam perhari didepan komputer juga memiliki resiko
yang sama dalam terdampak oleh CVS (Ranasinghe et al., 2016). Sedangkatan
periode atau masa kerja merupakan total waktu seseorang melakukan pekerjaan.
Pada penelitian yang dilakukan di sebuah perusahaan yang meneliti hubungan masa
10
kerja dengan computer vision syndrome menyebutkan bahwa dari seluruh pekerja,
rata-rata masa kerjanya kurang dari 10 tahun, dengan masa kerja terpendek adalah
1 tahun dan terpanjang adalah 35 tahun menyebutkan bahwa terdapat hasil yang
signifikan antara masa kerja dengan gejala CVS, masa bekerja berhubungan dengan
tinggi juga dampak langsung pada kesehatan mata.Mata Hasil data statistik
menunjukan CVS lebih banyak terjadi pada orang yang sudah bekerja didepan
komputer selama rata-rata lebih dari 10 tahun, dengan lamanya masa bekerja
tersebut, maka semakin panjang juga jam kerjanya didepan komputer, terutama
tanpa melakukan istirahat selama jam kerjanya yang akan memperburuk CVS,
semakin lama masa bekerja maka gejala yang timbul dari CVS akan semakin tinggi,
dari gejala keluhan visual, menuju muskuloskeletal hingga tingkatan stres (Nadhiva
& Mulyono, 2020). Penggunaan komputer jangka panjang diikuti dengan waktu
istirahat yang cukup ataupun tidak juga mempengaruhi resiko terkena CVS. Tingkat
resiko terkena CVS lebih tinggi pada pengguna komputer yang jarang bahkan tanpa
beristirahat. Mata kita tidak dapat terus fokus pada pixel dilayar yang menghasilkan
gambar pada jangka waktu yang panjang, maka mata harus fokus berkali-kali
dengan memperbanyak istirahat dengan jangka waktu yang memadai dan sesuai
dengan durasi melihat layar, dan jika terjadi kelambatan refresh rate akan
menyebabkan layar berkedip dengan tingkat yang tinggi, hal tersebut yang memicu
gejala CVS. Maka sesuai dengan hasil penelitian tersebut, beristirahat dari layar
komputer merupakan salah satu faktor untuk melindungi mata dari CVS (Dessie et
al., 2018).
11
komputer lebih dari 6 jam dalam satu hari meningkatkan kemungkinan yang lebih
tinggi menderita CVS dibandingkan tanpa lensa kontak dengan waktu paparan
komputer yang sama. Sehingga lensa kontak juga menjadi faktor dalam angka CVS.
Penggunaan lensa kotak yang lebih tinggi pada perempuan juga meningkatkan
resiko CVS yang lebih tinggi lagi, maka dari itu sangat penting untuk penyesuaian
jenis kelamin, dilihat juga bawa perempuan memiliki kemungkinan 2 kali lebih
tinggi dalam menderita CVS dibandingkan dengan laki-laki. Dari hasil penelitian
tersebut menunjukan bahwa gejala-gejala yang lebih tinggi dalam pemakaian lensa
kontak terhadap CVS jika dibandingkan dengan yang tidak memakai, seperti mata
kering dengan pravelansi (73% dengan 36%) , rasa perih terbakar (30% dengan
20%), perasaan ada benda asing pada mata (42% dengan 30%), dan kedipan mata
yang berlebihan (40% dengan 28%) (Tauste et al., 2016). Sedangkan pada
pengguna kacamata memiliki hasil yang berbeda dengan lensa kotak, dalam sebuah
penelitian menyebutkan bahwa dari 455 orang sekertaris yang diteliti mengenai
CVS, kemungkinan orang dengan kacamata mengalami CVS 54,9% lebih kecil dari
yang tidak menggunakan kacamata, hal tersebut dikarenakan oleh kacamata yang
terdiri dari lapisan-lapisan yang dapat mencegah mata terpapar langsung dari
cahaya yang dipancarkan oleh komputer (Lemma et al., 2020). Faktor dari refleks
kedip dan keceparan kedip juga mempengaruhi, pravelansi mata kering dengan
gejala yang lebih tinggi saat melihat layar digital juga dapat terjadi karena
dilakukan oleh Tsubota dan Nakamori (1993) dikatakan bahwa kecepatan kedip
rata-rata orang yang sedang bersantai adalah 22x/menit, 10x/menit untuk orang
yang membaca buku, dan hanya 7x/menit pada orang yang menatap layar digital
(Rosenfield & Mcoptom, 2016). Patel et al. (1991) memiliki hasil penelitian yang
tidak jauh berbeda, dimana dilaporkan bahwa rata-rata setiap orang berkedip
menatap layar komputer dengan rata rata 3,6x/menit (Lee et al., 2019). Reflek kedip
menurun tidak hanya dikarenakan oleh pencahayaan atau radiasi dari layar
komputer, namun juga ukuran font dan kontras, berkurangnya ukuran font dan
kontras maka tingkat kedipan juga turun, hal tersebut juga dapat terkait dengan
permintaan kognitif dari tugas yang miningkat (Rosenfield & Mcoptom, 2016).
tingkat kelembaban udara, dan suhu ruangan. Pencahayaan pada lokasi atau
ruangan bekerja harus diatur sebaik mungkin dan disesuaikan dengan cahaya
komputer itu sendiri. Pencahyaan yang baik merupakan pencahayaan yang mampu
gangguan lebih dikarenakan cahya yang ada, pencahyaan yang baik ini akan
disarankan sangat terang maupun dangat gelap, cahaya sebaiknya diatur agar tidak
memantulkan cahaya dari komputer ke mata dan menghasilkan silau. Cahaya dari
luar ruangan yang sangat terang dapat disaring menggunakan tirai sehingga tidak
menyebabkan silau. Pencahayaan yang buruk akan menyebabkan efek yang buruk
13
pada mata, pencahayaan tersebut dapat bersumber dari cahaya matahari, lampu
neon, lampu meja, maupun lampu kamar. Pencahayaaan tersebut dapat menghapus
silau pada mata. Silau tersebut yang akan menyebabkan lambatnya waktu
muncul gejala-gejala CVS. Pencahayaan antara ruangan dan layar harus seimbang,
digunakan untuk melihat dokumen dalam kualitas buruk (Sari et al., 2018). Tidak
banyak efek lain dari faktor pencahayaan pada ruangan yang menyebabkan gejala
CVS, namun cahaya yang baik dapat diperhitungkan untuk kenyamanan saat
bekerja (Nadhiva & Mulyono, 2020). Tingkat kelembaban dan suhu ruangan tidak
berpengaruh besar dalam gejala CVS, semakin rendah tingkat kelembaban udara
dan suhu ruangan maka akan menurunkan frekuensi berkedip yang dapat
pandang mata menuju komputer dan penggunaan penglindung layar atau anti- glare
cover. Sudut penglihatan terhadap komputer dan jarak mata terhadap komputer
sangat berpengaruh dalam CVS. Jarak mata terhadap monitor perangkat digital atau
VDT dihitung antara posisi mata pengguna dengan titik tengah dari monitor.
Ketinggian dan sudut kemiringan VDT berpengaruh besar dan berhubungan dengan
gejala-gejala dan kelelahan visual jika diterapkan secara tidak tepat. Semakin tinggi
sudut pandang dari mata kepada komputer maka semakin besar efek anisotropik
dan kinerja yang lebih rendah, jarak pandang yang pendek dengan posisi komputer
14
yang lebih tinggi dari mata juga akan meningkatkan gejala astenopia. Sudut
pandang yang disarankan untuk menempatkan komputer dari mata adalah 0-16
derajat dibawah mata,sedangkan untuk jarak antara mata dengan komputer atau
perangkat digital lainnya adalah 60-100 cm jauhnya (Parihar et al., 2016). Orang
dengan gejala-gejala CVS lebih banyak terjadi pada orang dengan sudut
penglihatan terhadap VDT sebesar 30-50 derajat ke atas dari mata (Sari et al.,
2018). Rata-rata jarak mata pengguna dengan VDT kurang dari 50 cm dan lebih
dari 60 cm, dengan rata-rata jaraknya adalah 64 cm, pada jarak tersebut benda atau
objek yang akan ditatap oleh pengguna akan terlihat dengan jelas (Nadhiva &
Mulyono, 2020). Suatu penelitan oleh Kanithkar menyebutkan bahwa semakin jauh
jarak pandang terhadap VDT maka semakin kecil kemungkinan mengalami gejala
terkait CVS, hal tersebut berhubungan juga dengan proses melihat jarak dekat,
retina dan terbentuk bayangan tepat jatuh di retina oleh mata, proses tersebut yang
menyebabkan kejelasan penglihatan mata terhadap objek (Sari et al., 2018). Anti-
glare cover merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pengguna
perangkat digital untuk menghindari cahaya silau dan cahaya yang dipantulkan
selama bekerja di depan komputer. Penggunaan anti-glare cover atau filter VDT
dapat meminimalisir radiasi yang timbul dan pantulan cahaya VDT. Penggunaan
filter VDT ini telah terbukti di beberapa penelitian dapat mengurangi prevalensi
keluhan visual yang dikarenakan oleh komputer, karena filter VDT mampu
frekuensi berkedip (Sari et al., 2018). Penelitian kepada pekerja di United Arab
Emirates menyebutkan bahwa dari seluruh pekerja yang diteliti 78,4%nya yang
15
pandemi global pada tanggal 11 Maret 2020, maka ditetapkan juga lockdown di
Jakarta PSBB tersebut telah ditetapkan pada tanggal 07 April 2020 oleh Menteri
April 2020 oleh Menteri Kesehatan melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
sekolah, pekerjaan, maupun wisata secara offline, pada awalnya juga pada beberapa
meliburkan selama dua minggu, namun dikarenakan penyebaran virus corona yang
cepat dan meluas sehingga kegiatan secara online masih diterapkan hingga saat ini.
untuk memutus penyebaran virus yang sangat cepat, namun tentu keputusan
tersebut memberikan efek pada berbagai kegiatan seperti sekolah dan pekerjaan,
yang harus dilakukan secara online. Pelajar terbukti berada pada peringkat tertinggi
16
handphone yang digunakan untuk mengikuti sekolah online (Mohan et al., 2021).
digital di seluruh dunia pasti akan meningkat karena sebagian besar pekerjaan yang
tantangan bagi mata sebagai sistem visual pada berbagai usia karena jangka waktu
dan faktor lainnya yang semakin meningkat, sehingga hal tersebut sangat
penggunaan komputer maka semakin tinggi risiko terkena gejala CVS (Bahkir &
Grandee, 2020).
digital seperti komputer rata-rata meningkat dari 5,18 jam per hari menjadi 8,9 jam
perhari, peningkatan tersebut lebih banyak terjadi pada pelajar. Pelajar berada pada
komputer ini menyebabkan berbagai gejala yang menganggu kepada orang yang
bersangkutan, seperti gangguan tidur, mata kering, dan gejala CVS lainnya (Bahkir
& Grandee, 2020). Peningkatan penggunaan layar digital pada pelajar berbeda-
beda setiap usianya, pada pelajar yang dalam tingkat rendah lebih cenderung
penggunaan laptop dan komputer untuk menjelajahi internet. Angka penderita CVS
dan sesudah era COVID-19 juga sangat signifikan, pengguna perangkat digital
dengan waktu lebih dari lima jam sangat tinggi, sehingga meningkatkan prevalensi
menurunkan reflek kedip yang akan menyebabkan sindrom mata kering yang
penggunaannya juga menyebabkan gejala lain dikarenakan layar dari perangkat ini
yang kecil sehingga penggunaannya yang cenderung lebih dekat dengan mata
risiko CVS meningkat secara signifikan dengan gejala kemerahan, mata terbakar,
dan mata kering, terutama bagi pengguna komputer dalam waktu lebih dari lima
seluruh aktivitas berpusat pada layar digital seperti komputer, handphone, tab, dan
Orang dengan gejala CVS dapat sembuh sendirinya seiring berjalannya waktu
dikarenakan CVS merupakan sindrom penglihatan yang tidak berat, namun dapat
menjadi serius jika dibiarkan tanpa dilakukan pencegahan dan pengobatan, CVS ini
18
merupakan faktor dari gaya hidup pengguna yang dapat dicegah dan diminimalisir
gejalanya (Bahkir & Grandee, 2020). Banyak cara dalam mencegah dan menangani
CVS, dari semua gejala dapat disimpulkan bahwa CVS sangat berkaitan dengan
durasi jam kerja di depan komputer, dan akan lebih besar resikonya pada mereka
yang berada didepan komputer lebih dari 6 jam setiap harinya. Maka mengambil
istirahat dalam waktu yang pendek namun dengan frekuensi yang lebih sering
Logaraja dkk (2014) meneliti bahwa dengan beristirahat setiap jam dari komputer
akan lebih efektif dalam meminimalisir risiko CVS dibandingkan dengan istirahat
lebih dari dua jam. Pengguna lensa kotak menjadi salah satu faktor peningkatan
gejala CVS seperti mata kering dan lebih sering muncul gejala daripada yang
menggunakan kacamata, dan dengan orang dengan mata yang normal. Bagi
pengguna lensa kotak lebih disarankan untuk lebih sering menggunakan kacamata
kecepatan dan frekuensi dari kedipan dan stabilitas robekan pasca tugas, sehingga
jika diuraikan akan menghasilkan menatap objek sejauh 20 kaki dengan menjauh
dari komputer setiap 20 menit selama 20 detik, aturan 20-20-20 ini ditemukan dan
lebih banyak disebar luaskan kepada masyarakat karena terbukti dapat mencegah
untuk dapat meringankan gejala dari CVS (“Computer vision syndrome | AOA”,
2021). Hasil dari pengaturan dan tata letak ruang baca dan aktivitas juga
mempengaruhi perkembangan CVS, posisi dari komputer ataupun layar digital juga
tingkat mata dibandingkan dengan kelompok yang melihat layar komputer diatas
level mata. Ketinggian dari layar komputer harus diatur dengan baik untuk
pandangan yang maksimal dan menurunkan resiko CVS, pandangan terhadap layar
komputer disarankan kebawah 14 derajat atau masih dalam rentangan 0-16 derajat,
penempatan layar ditetapkan dengan mengatur batas atas dari komputer di bawah
level mata, dengan jarak antara komputer dengan mata adalah 30-40 inchi. Bilton
dkk (2010) menyarankan menggunakan metode 1-2-10, jika dijabarkan metode ini
berarti, melihat handphone dengan jarak satu kaki, layar komputer atau monitor
dengan jarak minimal dua kaki, dan melihat televisi dengan jauh minimal 10 kaki.
Maka dari itu, posisi layar dan posisi menatap layar sangat berpengaruh pada CVS,
yang tepat saat bekerja akan mengurangi resiko CVS dan gejala berlebih seperti
nyeri punggung dan leher. Area kerja harus disesuaikan dengan kondisi orang itu
dipengaruhi oleh kenyamanan kursi dan posisi duduk, pencahayaan, lokasi bahan
acuan, posisi monitor, dan jeda istirahat. Lokasi layar komputer yang tepat berada
15-20 derajat dibawah posisi mata, bahan referensi harus diletakkan di atas
keyboard dan di bawah komputer jika memungkinkan, namun jika memang posisi
bahan referensi tidak bisa ditempatkan di lokasi tersebut, ruang disamping monitor
dapat menjadi saran lain untuk meletakkan bahan referensi, posisi bahan referensi
pengguna tidak perlu berpindah terlalu banyak dari dokumen ke layar. Posisikan
yang silau, pencahayaan dari atas kepala atau belakang monitor komputer,
penggunaan anti-glare atau anti-silau pada layar, saat pencahayaan pada ruangan
memang sudah tidak dapat diatur, penggunaan anti-silau sangat membantu untuk
mengurangi cahaya silau yang dapat mengganggu mata dengan cara mengurangi
21
cahaya yang dipantulkan dari layar. Posisi duduk, kenyamanan dari kursi yang
digunakan dalam bekerja sangat penting dan sesuai dengan badan kita, ketinggian
kursi harus dikondisikan dengan pengguna agar kaki pas dengan lantai, kedudukan
lengan juga harus diperhitungkan agar dapat memberikan dorongan saat mengetik
dan bagian pergelangan tangan tidak menyender atau bertopang pada keyboard.
melakukan aturan 20-20-20, sering berkedip selama penggunaan komputer dan juga
motitor komputer harus sesuai dan mencukupi cahaya lingkungan sekitar, jika
terdapat perbedaan yang signifikan antara kecerahan layar dengan cahaya sekitar,
maka permintaan mekanisme fokus pada mata akan meningkat saat pembaca
mengubah fokus dari menatap layar monitor kepada area lain di ruangan. Tingkat
kecerahan yang tinggi pada monitor akan menyebabkan silau dari monitor
komputer yang akan membatasi pergerakan mata dan akan membuat kesulitan
kesalahan dalam melakukan pekerjaan. Pada intinya untuk layar monitor yang
harus disesuaikan adalah kencerahan dan kontras dari layar, dan yang harus
diperhatikan juga adalah flicker layar. Saran yang dapat diterapkan untuk layar
lunak untuk mengurangi cahaya biru dan silau, aplikasi perangkat lunak yang dapat
mengurangi cahaya biru dapat bekerja dengan mengatur file emisi cahaya biru
layar secara rutin karena jika tidak dibersihkan maka debu dan sidik jadi di monitor
kenyamanan kursi atau posisi duduk terhadap batas monitor komputer, duduk
dengan postur tubuh yang benar, mengoptimalkan jarak duduk dengan layar
komputer, mengatur cahaya komputer dan cahaya sekitar ruangan, memakai dan
meletakkan lampu dengan benar, hindari lampu dari belakang monitor sehingga
paparan dari cahaya biru terhadap mata, secara komersial kacamata anti-radiasi
komputer sudah banyak beredar di platform penjualan online, maupun optik yang
berwarna kuning (Chawla et al., 2019). Mata kering atau dry eyes merupakan salah
satu gejala utama dari CVS, saat menatap komputer reflek kedip dari mata juga
menurun sehingga produksi air mata juga berkurang yang menyebabkan mata
kering, penggunaan artificial tear atau air mata buatan disarankan saat kita
menggunakan komputer dalam jangka waktu yang lama (Zulkarnain et al., 2021).
Pada intinya, terapi yang dapat dilakukan untuk meringankan gejala CVS sangat
beragam, namun seperti yang diketahui CVS dapat mereda dengan sendirinya jika
kita melakukan pekerjaan di depan komputer dengan jangka waktu yang tepat. CVS
dapat berkurang gejalanya dengan melakukan perawatan mata secara rutin, dan
melakukan aksi-aksi untuk mencegah CVS, kacamata atau lensa kontak yang
karena kekuatan lensa, warna dan lapisan dari lensa yang mendorong kemampuan
dan kenyamanan mata, serta dengan melakukan terapi penglihatan atau pelatihan
visual yang merupakan program aktivitas visual yang sudah terstruktur untuk
23
membantu meningkatkan kemampuan visual, melatih kerjasama otak dan mata agar
dapat bekerja dengan baik dan efektif (“Computer vision syndrome | AOA”, 2021).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Computer Vision Syndrome (CVS) atau dapat disebut juga dengan Digital
Eye Strain (DES) merupakan suatu kompleks masalah atau gangguan yang terjadi
pada mata yang terkait dengan pekerjaan yang berhubungan dekat dengan komputer
dalam jangka waktu tertentu yang dapat menyebabkan ketegangan mata digital,
dimana refleks kedip menurun akibat cahaya yang dihasilkan karena menatap
Visual Display Terminal (VDT) dari komputer, tablet, e-reader, maupun ponsel
dalam waktu lama. Terdapat beberapa gejala yang dapat terjadi atau timbul saat
seseorang mengalami CVS, secara garis besar gejala ini terbagi menjadi empat
kategori, gejala astenopia dimana terdapat gejala otot mata tegang, perbedaan
penglihatan antar mata, mata silinder, rabun dekat, rabun jauh, intensitas tinggi dari
cahaya, kesulitan koordinasi, dan rasa nyeri pada kepala, gejala visual meliputi
gejala mata kabur, penglihatan ganda, presbyopia atau rabun dekat dan kesulitan
fokus penglihatan, gejala permukaan okuler yaitu gejala mata berair dan iritasi dan
terdapat gangguan akinat lensa kotak, dan gejala terakhir adalah gejala ekstraokuler
seperti jenis kelamin, usia, durasi bekerja dengan komputer, frekuensi istirahat, dan
penggunaan kacamata atau lensa kotak, serta refleks kedip. Faktor lingkungan yaitu
pencahayaan pada lokasi atau ruangan, tingkat kelembaban udara, dan suhu
pandang mata menuju komputer dan penggunaan penglindung layar atau anti glare
24
25
faktor yang tidak mempengaruhi CVS secara signifikan, namun terdapat beberapa
faktor yang sebaliknya. Faktor yang mempengaruhi CVS secara signifikan seperti
sudut pandang dan jarak mata terhadap komputer, durasi bekerja didepan komputer,
udara, dan suhu ruangan. Signifikan maupun tidak, faktor-faktor tersebut dapat
mempengaruhi CVS baik dalam skala yang besar maupun kecil, terutama dalam
masa pandemi COVID-19 ini. Virus Corona mulai diberitakan tersebar pertama kali
di Wuhan, China pada akhir tahun 2019, dan diumumkan sebagai pandemi global
negara menyikapi virus ini dengan cara lock down, guna membatasi kontak antar
pekerjaan, sekolah, kuliah, dan yang lainnya. Hingga kini, aktivitas tersebut masih
banyak dilakukan di rumah dengan daring atau online, tentu dengan hal tersebut
beberapa penelitian yang dilakukan pada masa pandemi ini. Peningkatan ini paling
banyak terjadi pada pelajar, durasi penggunaan komputer meningkat dari 5,18 jam
per hari menjadi 8,9 jam perhari. Penggunaan yang meningkat hingga lebih dari
lima jam perhari saat masa pandemi COVID-19 berhubungan erat dengan faktor
terjadinya CVS, mulai dari durasi yang meningkat, frekuensi istirahat di depan
26
komputer yang menurun, radiasi cahaya layar, posisi, sudut dan jarak penggunaan
komputer serta faktor lain yang mendukung meningkatnya prevalensi dari CVS di
masa pandemi COVID-19. Angka prevalensi CVS ini meningkat sekitar 50% sejak
ditangani sesegera mungkin maka CVS dapat semakin parah seiring berjalannya
waktu dan memerulkan pengobatan lebih lanjut. Beberapa tindakan dapat dilakukan
untuk mencegah terjadinya CVS, yang dapat kita sambungkan dengan faktor-faktor
yang ada. CVS dapat mereda dengan sendirinya, namun diiringi dengan
mengatur posisi duduk yang nyaman dengan tegak, jarak mata dengan VDT yang
optimal yaitu 50-100 cm atau rata-rata pada 64 cm, sudut pandang terhadap
mengurangi pantulan silau pada mata, mengurangi penggunaan lensa kontak atau
pencahayaan pada komputer dan ruangan sekitar, pencahayaan ruangan tidak lebih
terang maupun lebih gelap dari cahaya komputer agar tidak menyebabkan silau,
yang paling disarankan pada saat ini adalah metode 20-20-20, yaitu menatap objek
sejauh 20 kaki dengan menjauh dari komputer setiap 20 menit selama 20 detik,
aturan 20-20-20 harus lebih banyak disebar luaskan kepada masyarakat karena
dikatakan efektif dalam mencegah CVS, aturan ini dapat membantu mata dalam
sebaiknya dilakukan.
3.2 Saran
penelitian lebih lanjut mengenai keakuratan pengaruh serta faktor risiko pandemi
28
29
Zulkarnain, B.S., Budiyatin, A.S., Aryani, T. & Loebis, R. (2021), “The Effect of
20-20-20 Rule Dissemination and Artificial Tears Administration in High
School Students Diagnosed with Computer Vision Syndrome”, Jurnal
Pengabdian Kepada Masyarakat (Indonesian Journal of Community
Engagement), Vol. 7 No. 1, p. 24.
31
32