com
I. Pendahuluan
Proses terakhir dalam suatu siklus akuntansi adalah hasil yang diperoleh berupa laporan
keuangan. Laporan keuangan mencerminkan kondisi perusahaan dalam periode waktu
tertentu. Laporan keuangan telah disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Tujuan pembuatan laporan keuangan
adalah untuk memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas
entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar pengguna laporan keuangan dalam pengambilan
keputusan ekonomi sebagaimana tertuang dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) 2009. Oleh
menganalisis laporan keuangan perusahaan, maka hal ini akan dapat membantu pihak-pihak
yang terkait dalam mengambil keputusan.
Literasi keuangan adalah pengukuran pemahaman seseorang tentang konsep keuangan, dan
kemampuan serta kepercayaan diri untuk mengelola keuangan pribadi melalui pengambilan keputusan jangka
pendek yang tepat, perencanaan keuangan jangka panjang, dan perhatian terhadap peristiwa dan kondisi
ekonomi (Remund dalam Lubis, 2019).
Pengguna laporan keuangan terdiri dari pengguna internal dan pengguna eksternal (Nabila, 2013). Pengguna
internal ini merupakan pihak yang berhubungan langsung dengan kegiatan sehari-hari perusahaan baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Manajemen perusahaan bertindak sebagai pengguna internal karena mereka bertanggung
jawab langsung atas penyusunan laporan keuangan. Sedangkan pengguna eksternal terdiri dari investor, kreditur,
pemasok, pemerintah dan pengguna lainnya.
Tindakan memanipulasi laporan keuangan merupakan salah satu bentuk penipuan. Menurut Treadway
Commission (Hasnan et al, 2013), kecurangan pelaporan keuangan yang selanjutnya disebut kecurangan
didefinisikan sebagai “penyimpangan yang disengaja dari catatan perusahaan seperti penyalahgunaan
_______________________________________________________________
DOI:https://doi.org/10.33258/birci.v3i3.1127 1995
Budapest International Research and Critics Institute-Journal (BIRCI-Journal)
Volume 3, No 3, Agustus 2020, Halaman: 1995-2010 e-
ISSN: 2615-3076(Online), p-ISSN: 2615-1715(Cetak)
www.bircu-journal.com/index.php/birci
surel:birci.journal@gmail.com
prinsip akuntansi, yang mengakibatkan laporan keuangan menyesatkan secara material”. Ernst and Young LPP (Nabila,
2013) menjelaskan bahwa menurut Association of Certified Fraud Examinners (ACFE) tahun 2002, fraud adalah suatu
tindakan penipuan atau kesalahan yang dilakukan oleh seseorang atau entitas yang mengetahui bahwa suatu
kesalahan dapat mengakibatkan beberapa manfaat yang tidak menguntungkan bagi individu atau entitas atau pihak
lain.
Kecurangan laporan keuangan yang telah terjadi di beberapa sektor industri di perusahaan
Indonesia telah dilakukan. Hal senada dikemukakan oleh Trihargo (2016) yang menyatakan bahwa
bahaya laten yang mengancam dunia adalah penipuan. Pernyataan ini didukung oleh data bahwa 5%
dari pendapatan dalam organisasi menjadi korban penipuan setiap tahun.
Penelitian yang dilakukan oleh Association of Certified Fraud Examinners (ACFE) pada tahun
2016 menjelaskan bahwa ada tiga kategori utama kecurangan yang terjadi, terdiri dari
penyelewengan aset (Asset misappropriation), korupsi (corruption), dan penipuan laporan keuangan
(Fraudulent Financial Statement). . Dari berbagai kasus penipuan yang ditemukan ACFE, 83,5%
merupakan kasus penyalahgunaan aset dengan kerugian rata-rata $125.000, persentase kasus
korupsi 35,4% dengan kerugian rata-rata $200.000 dan sisanya 9,6% merupakan kasus penipuan
keuangan. pernyataan dengan kerugian $ 975.000. Dibandingkan dengan kasus sebelumnya, dapat
disimpulkan bahwa persentase manipulasi laporan keuangan cukup kecil namun kerugian yang
ditimbulkan lebih banyak dibandingkan kasus kerugian lainnya.
Salah satu sektor yang terdeteksi melakukan kecurangan laporan keuangan adalah perusahaan
pertambangan. Perusahaan pertambangan menurut data ACFE World tahun 2016 juga terbukti melakukan
kecurangan laporan keuangan sebesar 0,9% sedangkan migas menduduki peringkat ke-11 dalam melakukan
kecurangan. Data tersebut terlihat dari pemberitaan kasus perusahaan pertambangan di Indonesia yang
melakukan penipuan.
Dalam permasalahan ini, peran auditor sangat dibutuhkan untuk mendeteksi kecurangan sedini mungkin, sehingga dapat mencegah terjadinya
kecurangan dan kemungkinan terjadinya skandal yang berkepanjangan. Auditor harus mampu mempertimbangkan kemungkinan terjadinya kecurangan dari
berbagai perspektif. Salah satunya dengan teori yang sering digunakan untuk memperkirakan kecurangan adalah Teori Segitiga yang diperkenalkan oleh
Cressey (1953). Cressey (1953) mengungkapkan bahwa kecurangan pelaporan keuangan selalu terjadi diikuti oleh tiga kondisi yaitu tekanan, peluang, dan
rasionalisasi. Seiring berkembangnya penelitian, muncul teori-teori dari perkembangan teori Fraud Triangle yang ditemukan oleh Cressey. Perkembangan
pertama yang dikemukakan oleh Wolfe dan Hermansen pada tahun 2004 dikenal dengan teori Diamond Fraud. Dalam teori ini, menambahkan elemen kualitatif
yang diyakini memiliki pengaruh signifikan terhadap penipuan, yaitu kapabilitas. Dari tahun 2004 hingga 2011 hanya ada satu perkembangan teori yang
dikemukakan oleh Crowe (2011) sebagai penyempurnaan dari teori fraud dari Cressey. Crowe (2011) menemukan sebuah penelitian bahwa unsur arogansi
(kesombongan) juga berkontribusi terhadap dorongan penipuan. Penelitian yang dikemukakan oleh Crowe (2011) merupakan perluasan dari teori Fraud
Triangle dan teori Diamond Fraud, sehingga model fraud yang ditemukan oleh Crowe (2011) terdiri dari lima elemen indikator yaitu tekanan, peluang,
rasionalisasi, kompetensi, dan arogansi. . Lima elemen teori yang dikembangkan oleh Crowe (2011) disebut Pentagon Theory Fraud. Penelitian yang
dikemukakan oleh Crowe (2011) merupakan perluasan dari teori Fraud Triangle dan teori Diamond Fraud, sehingga model fraud yang ditemukan oleh Crowe
(2011) terdiri dari lima elemen indikator yaitu tekanan, peluang, rasionalisasi, kompetensi, dan arogansi. . Lima elemen teori yang dikembangkan oleh Crowe
(2011) disebut Pentagon Theory Fraud. Penelitian yang dikemukakan oleh Crowe (2011) merupakan perluasan dari teori Fraud Triangle dan teori Diamond
Fraud, sehingga model fraud yang ditemukan oleh Crowe (2011) terdiri dari lima elemen indikator yaitu tekanan, peluang, rasionalisasi, kompetensi, dan
arogansi. . Lima elemen teori yang dikembangkan oleh Crowe (2011) disebut Pentagon Theory Fraud.
Dalam teori ini, menambahkan elemen kualitatif yang diyakini memiliki pengaruh signifikan
terhadap penipuan, yaitu kapabilitas. Dari tahun 2004 hingga 2011 hanya ada satu perkembangan
teori yang dikemukakan oleh Crowe (2011) sebagai penyempurnaan dari teori fraud dari Cressey.
Crowe (2011) menemukan sebuah penelitian bahwa unsur arogansi (kesombongan) juga
berkontribusi terhadap dorongan penipuan. Penelitian yang dikemukakan oleh Crowe (2011)
merupakan perluasan dari teori Fraud Triangle dan teori Diamond Fraud, sehingga model fraud yang
ditemukan oleh Crowe (2011) terdiri dari lima elemen indikator yaitu tekanan, peluang, rasionalisasi,
1996
kompetensi, dan arogansi. Lima elemen teori yang dikembangkan oleh Crowe (2011)
disebut Pentagon Theory Fraud.
SAS No. 99 menyatakan bahwa penipuan laporan keuangan dapat dikaitkan dengan hal-hal berikut:
a) Manipulasi, pemalsuan dan pengubahan data akuntansi atau dokumen pendukung
dari penyediaan laporan keuangan.
b) Kesalahan pencatatan yang disengaja dari peristiwa, transaksi atau informasi penting lainnya dalam
laporan keuangan.
c) Kesalahan yang disengaja dalam penggunaan prinsip akuntansi untuk jumlah, klasifikasi, metode
penyampaian atau pengungkapan.
1997
2.4 Teori Segitiga Penipuan
Mark Zimbelemen (Taufiqotul, 2017: 33) menyatakan bahwa ada tiga unsur yang muncul
secara bersamaan yang dapat mendorong seseorang untuk melakukan fraud, antara lain: Pressure,
Opportunity (kesempatan), dan Rationalization (rasionalisasi). Berikut adalah gambar skema segitiga
penipuan seperti terlihat pada gambar:
Tekanan
Peluang Rasionalisasi
sebuah. Tekanan
Kondisi yang dapat menentukan seseorang untuk melakukan fraud dikemukakan oleh Albrecht et
al dalam Ahmad (2017), tekanan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. Tekanan Keuangan
Hampir 95% penipuan dilakukan karena tekanan keuangan yang biasanya diselesaikan dengan
mencuri.
2. Tekanan Wakil
Pada tekanan ini akibat dorongan untuk memuaskan kebiasaan (nafsu). Tekanan ini mendorong
pemenuhan kebiasaan buruk yang dapat dianggap sebagai hobi.
3. Tekanan Terkait Pekerjaan
Skousen (2009) ROA merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. ROA
dihitung menggunakan rumus berikut:
Tekanan Eksternal adalah tekanan yang berlebihan bagi manajemen untuk memenuhi persyaratan
atau harapan pihak ketiga. Untuk mengatasi tekanan ini perusahaan membutuhkan tambahan utang atau
sumber pembiayaan eksternal agar tetap kompetitif, termasuk pendanaan penelitian dan pengembangan
atau belanja modal. Kebutuhan pembiayaan eksternal terkait dengan kas yang dihasilkan dari pembiayaan
melalui utang (Skousen et al, 2009). Oleh karena itu tekanan eksternal dalam penelitian ini diproksikan
dengan rasio leverage (LEV). Rasio leverage dihitung menggunakan rumus berikut:
b. Peluang
Elemen kedua dari Fraud Triangle adalah peluang. Penipuan tidak mungkin terjadi jika tidak
ada peluang atau peluang di bawah kondisi yang tepat untuk menyontek. Berdasarkan
1998
Albrecht et al dalam Ahmad (2017) ada enam faktor peluang untuk melakukan fraud, antara
lain:
1. Kurangnya kontrol dalam mencegah dan mendeteksi kecurangan
2. Ketidakmampuan untuk menilai kualitas kinerja
3. Kegagalan mendisiplinkan penipu
4. Kurangnya pengawasan terhadap akses informasi
5. Ketidaktahuan dan ketidakmampuan mengantisipasi penipuan
c. Rasionalisasi
Sikap rasionalisasi merupakan unsur terakhir dalam teori segitiga menyontek yang mendasari
anggapan bahwa tindakan yang dilakukan adalah benar. Rasionalisasi merupakan alasan pembenaran
pribadi pelaku fraud atas kesalahan dari perbuatan yang merugikan pihak lain. Albrecht et al dalam
Ahmad (2017) menjelaskan bahwa rasionalisasi yang sering terjadi ketika melakukan fraud antara lain:
Kemajuan era bisnis tentunya sangat mempengaruhi perkembangan studi tentang fraud. Salah
satunya dilakukan oleh Wolfe dan Hermanson pada bulan Desember 2004 yang mengadopsi teori Cressey
Triangle Theory dengan tiga elemen, kemudian mengembangkannya dengan menambahkan elemen
Capability yang dikenal dengan teori Fraud Diamond. Penemuan tersebut digambarkan seperti di bawah ini:
1999
Tekanan Peluang
Rasionalisasi Kemampuan
Fraud Diamond merupakan elemen tambahan dari fraud triangle, dimana elemen ini diharapkan
dapat meningkatkan pencegahan dan pendeteksian fraud. Segitiga penipuan dapat ditingkatkan dalam
pencegahan dan deteksi penipuan dengan mempertimbangkan elemen keempat (Wolfe dan Hermanson,
2004: 38) dalam Restu (2018). Maksud dari unsur keempat adalah kemampuan individu. Wolfe dan
Hermanson, 2004 berpendapat bahwa sifat dan kemampuan seseorang yang memiliki peran utama dalam
suatu organisasi dapat menghadirkan kecurangan, di luar tiga elemen dalam segitiga kecurangan.
Kompetensi yang dimiliki seseorang dalam perusahaan akan mempengaruhi kemungkinan seseorang
melakukan kecurangan. Wolfe dan Hermanson (2004) menyarankan bahwa perubahan direksi akan menyebabkan
periode stres yang menghasilkan lebih banyak peluang untuk penipuan. Oleh karena itu penelitian ini
memproksikan kompetensi dengan pergantian direksi perusahaan (DCHANGE) yang diukur dengan variabel
dummy sebagai berikut:
Horwath (2011) dalam Ahmad (2017) mengemukakan bahwa ada lima unsur arogansi
dari sudut pandang CEO, yaitu sebagai berikut (Yusof, et., Al, 2015: 130):
2000
1. Ego besar CEO lebih terlihat seperti selebriti daripada pengusaha.
2. CEO menganggap pengendalian internal tidak berlaku untuknya.
3. Memiliki ciri-ciri perilaku yang mengganggu.
4. Memiliki kebiasaan memimpin dengan berwibawa.
5. Takut kehilangan posisi atau status.
Menurut Crowe (2011), ada juga kemungkinan bahwa CEO akan melakukan apa saja untuk
mempertahankan posisi dan posisinya saat ini. Oleh karena itu penelitian ini memproksikan arogansi
dengan banyaknya foto CEO yang diukur dengan:
b. Sampel
Metode pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling
dengan teknik judgement sampling. Dimana sampel ditentukan berdasarkan kriteria tertentu yang
ditetapkan oleh penulis. Beberapa kriteria dalam menentukan sampel antara lain:
1. Perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2016-2018.
2. Perusahaan menerbitkan laporan keuangan dan laporan tahunan secara lengkap untuk tahun 2016-2018.
3. Laporan tahunan perusahaan memiliki data yang berkaitan dengan variabel-variabel yang dibutuhkan dalam penelitian untuk tahun
2016-2018
2001
IV. Hasil dan Diskusi
Berdasarkan tabel 2 hasil analisis dengan menggunakan statistik deskriptif dapat disimpulkan
itu:
1. Penipuan Laporan Keuangan sebagai variabel terikat dengan jumlah sampel 51
memiliki nilai minimum 0, nilai maksimum 1, nilai rata-rata (mean) 0,47 dan
standar deviasi 0,504.
2. Target Keuangan sebagai variabel independen dengan ukuran sampel 51 memiliki
nilai minimum -30,76, nilai maksimum 20,68, nilai rata-rata 1,6712 dan standar
deviasi 9,36658.
3. Tekanan eksternal sebagai variabel bebas dengan jumlah sampel 51 memiliki nilai
minimum 0,25, nilai maksimum 0,69, nilai rata-rata (mean) 0,4867 dan standar
deviasi 0,13072.
4. Kualitas Auditor Eksternal sebagai variabel independen dengan jumlah sampel 51
memiliki nilai minimum 0, nilai maksimum 1, nilai rata-rata (mean) 0,55 dan standar
deviasi 0,503.
5. Perubahan Auditor sebagai variabel independen dengan ukuran sampel 51 memiliki
nilai minimum 0, nilai maksimum 1, nilai rata-rata (mean) 0,10 dan standar deviasi
0,300.
6. Pergantian Direksi sebagai variabel independen dengan jumlah sampel 51
memiliki nilai minimum 0, nilai maksimum 0, nilai rata-rata (mean) 0,16 dan
standar deviasi 0,367.
7. Frequent Number of CEO's Picture sebagai variabel independen dengan ukuran
sampel 51 memiliki nilai minimum 1, nilai maksimum 7, nilai rata-rata (mean) 2,96 dan
standar deviasi 1,166.
2002
b. Regresi logistik
Analisis regresi logistik adalah regresi yang digunakan sebagai pemodelan kemungkinan
terjadinya dengan variabel terikat (Y) tipe kategorik pilihan dua. Dalam penelitian ini, perusahaan
pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan variabel terikat (Y) dikategorikan/
dua pilihan yaitu Non Fraud 0 dan Fraud 1. Penjelasan ini dapat dilihat pada Tabel 5.2 di bawah
ini:
Pada penelitian ini jumlah data yang diolah adalah 51 perusahaan atau N = 51. Untuk melihat kelengkapan
data yang diolah dalam penelitian ini dan mengetahui tidak adanya kasus yang hilang dapat dilihat pada tabel 3
dibawah ini :
Adapun tahapan dalam pengujian menggunakan analisis regresi logistik dapat dijelaskan sebagai berikut
(Ghozali, 2011):
1. Menilai Kelayakan Model Regresi (Hosmer and Lemeshow's Goodness of fit test)
1 3.355 8 , 910
Sumber: Data Diolah dengan SPSS Versi 22
Hasil output SPSS yang disajikan pada tabel 5 menunjukkan bahwa nilai Chi-square sebesar
3,355 dengan signifikansi (p) sebesar 0,910. Berdasarkan hasil tersebut, dengan nilai signifikansi lebih
besar dari 0,05 (p>0,05), model dapat disimpulkan mampu memprediksi nilai observasi atau
2003
model dikatakan fit dengan data dan model tersebut dapat diterima sehingga model ini dapat digunakan
untuk analisis lebih lanjut.
Tabel 6 menunjukkan nilai -2 Log Likehood (-2LogL) pada blok pertama (nomor blok = 0),
menunjukkan nilai -2LogL sebesar 70.524. maka selanjutnya nilai -2LogL (nomor blok = 1)
ditunjukkan pada tabel 5.6 berikut ini:
Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat bahwa nilai -2Log Likehood (-2LogL) pada blok nomor
= 1 setelah dimasukkan enam variabel independen yaitu target keuangan, tekanan eksternal,
kualitas auditor eksternal, pergantian auditor, pergantian direktur, dan jumlah foto CEO yang
sering menjadi 58.421.
Seperti yang ditunjukkan pada tabel 5.5 dan 5.6 nilai awal Log-2 (-2LogL) (nomor blok = 0) adalah
70.524 dan nilai -2 Log Likehood (-2LogL) berikutnya (nomor blok = 1) adalah 58.421. Artinya terjadi
penurunan sebesar 12.103. Penurunan nilai 2LogL menunjukkan model regresi yang lebih baik atau
dengan kata lain model tersebut dihipotesiskan fit dengan data.
2004
Tabel 8.Uji Koefisien Determinasi
Cox & Snell R
Melangkah - 2 Kemungkinan log Kotak Nagelkerke R Square
1 58.421 sebuah , 211 , 282
Sumber: Data Diolah dengan SPSS Versi 22
Berdasarkan tabel 8 dapat diketahui bahwa nilai Nagelkerke R Square adalah 0,282. Artinya
variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen adalah 28,2%.
Sedangkan sisanya sebesar 71,8% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini
seperti stabilitas keuangan, sifat industri, dan laporan audit.
2005
Hasil uji hipotesis penelitian dapat dilihat pada tabel 10 berikut ini:
2006
pergantian auditor, pergantian direktur dan seringnya jumlah foto CEO pada laporan keuangan
yang curang. Untuk membuat persamaan persamaan regresi logis dapat dilihat pada tabel 5.9.
Bentuk persamaan dari analisis regresi logistik adalah sebagai berikut:
2007
nilai 2,013. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh pergantian auditor terhadap kecurangan
laporan keuangan.
Hasil ini menunjukkan bahwa pergantian auditor berpengaruh negatif dan tidak signifikan
terhadap kecurangan laporan keuangan. Perusahaan melakukan pergantian auditor bukan karena
ingin mengurangi pendeteksian laporan keuangan oleh auditor lama, tetapi karena perusahaan
mematuhi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2015 pasal 11 ayat 1 yang
menyatakan bahwa pemberian jasa audit atas laporan keuangan suatu perusahaan oleh akuntan
publik dibatasi 5 (lima) tahun berturut-turut.
Hasil ini menunjukkan bahwa seringnya jumlah foto CEO berpengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan.
Tingkat arogansi yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya fraud karena dengan arogansi dan superioritas yang dimiliki
seorang CEO membuat CEO tersebut merasa bahwa pengendalian internal apapun tidak akan berlaku padanya karena
status dan posisinya.
IV. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Target Keuangan, Tekanan Eksternal,
Kualitas Auditor Eksternal, dan Pergantian Auditor, Pergantian Direksi dan Frekuensi Gambaran
CEO berpengaruh terhadap Laporan Keuangan pada Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia.
Berdasarkan pengujian dengan menggunakan metode analisis regresi logistik (logistic regression), diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Financial Targets tidak berpengaruh terhadap Financial Statement Fraudulent.
2. Tekanan Eksternal tidak berpengaruh terhadap Laporan Keuangan.
3. Kualitas Auditor Eksternal tidak berpengaruh terhadap Laporan Keuangan.
4. Perubahan Auditor tidak mempengaruhi Laporan Keuangan.
5. Perubahan Direksi tidak berpengaruh terhadap Laporan Keuangan.
6. Seringnya Jumlah Gambar CEO mempengaruhi Laporan Keuangan.
2008
Referensi
2009
Rezaee, Z. (2002). Penipuan Laporan Keuangan: Pencegahan dan Deteksi. New York: John
Wiley & Sons, Inc.
Sihombing, Kennedy Samuel dan Shiddiq Nur Raharjo. (2014). Analisis Fraud Diamond
Dalam Mendeteksi Kecurangan Laporan Keuangan: Studi Empiris Pada Perusahaan
Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2010-2012. Jurnal
Akuntansi Diponegoro. Semarang: FEB UNDIP.
Taufiqotul, Yusroniyah. (2017). “Pendeteksian Laporan Keuangan Penipuan Melalui
Crowe's Fraud Pentagon Theory Pada Perusahaan BUMN Yang Terdaftar Di BEI.” Skripsi
Program S1. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang.
Tessa, CG & Harto (2016). Pelaporan Keuangan Penipuan: Pengujian Teori Fraud Pentagon
Pada Sektor Keuangan Dan Perbankan Di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi
XIXI, Lampung.
Tuanokotta, TM (2010). Akuntansi Forensik & Audit Investigatif, Edisi 2. Jakarta: Salemba
Empat.
Situs Bursa Efek Indonesia. http://www.idx.co.id
Wolfe, DT, & Hermanson, DR (2004). Berlian Penipuan: Mempertimbangkan Empat
Unsur Penipuan. Jurnal BPA.
Yesiariani, Merissa dan Isti Rahayu. (2016). Analisis Fraud Diamond Dalam Mendeteksi
Penipuan Laporan Keuangan (Studi Empiris pda Perusahaan LQ-45 yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia Tahun 2010-2014). Simposium Nasional Akuntansi XIX, Lampung: Simposium
Nasional Akuntansi XIX.
Zimbelman, Mark F, dkk. (2014). Akuntansi Forensik. Edisi 4. Jakarta: Salemba Empat.
2010