SMP NEGERI 7 PEMATANGSIANTAR REVOLUSI PASAR HORAS PEMATANGSIANTAR
Pasar Horas Pematangsiantar Tahun 1900-1921
Pasar Horas Pematangsiantar Tahun 2022
"Hal ini ditandai dengan timbulnya parengge-rengge, yaitu para pedagang kaki lima yang umumnya terdiri dari kaum ibu- ibu," ujar Dosen Sejarah Universitas Simalungun dalam wawancara kepada Tribun Medan, Kamis (3/6/2021). Jalatua mengatakan, timbulnya pedagang parengge-rengge ini berkaitan dengan pemberontakan PRRI sehingga banyak penduduk dari desa-desa pindah ke kota. Dengan demikian permintaan akan lokasi tempat berjualan semakin meningkat. Pemerintah daerah kemudian membangun kios-kios di sekitar lokasi (saat ini bernama Jalan Sutomo dan Jalan Merdeka) seluas 2.868 meter persegi. Selanjutnya didirikan pula toko-toko sebanyak 52 pintu di Jalan Surabaya yang terletak tidak jauh dari lokasi pasar tersebut pada akhir tahun 1961. "Sesuai dengan perkembangan politik ketika itu, maka pasar-pasar yang telah dibangun ini diberikan nama Trikora I untuk balairung yang awal dan Trikora II untuk balairung- balairung yang dibangun kemudian," ujar Jalatua. Pasar Trikora I dan Trikora II terus berkembang. Hanya saja, musibah kebakaran pada 27 Juli 1980 di Pasar Trikora I mengakibatkan para pedagang kehilangan mata pencaharian. Untuk menanggulanginya, sementara waktu para pedagang tersebut ditampung di Pasar Dwikora Martoba (Parluasan sekarang). Pemerintah Daerah Tingkat II Pematangsiantar kemudian berpikir untuk membuat pasar dengan desain lebih modern dan permanen di lokasi Pasar Trikora I dan Trikora II sehingga menjadi satu dan mengganti namanya menjadi Pusat Pasar Horas berdasarkan SK Walikota Nomor:290/WK.29-12-1980. Rencana pembangunan disetujui Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara, maka disusunlah studi kelayakan yang dipercayakan kepada Konsultan Andalas Graha Utama Medan. Studi tersebut digunakan oleh pemerintah daerah tingkat II Pematangsiantar sebagai pedoman untuk memohon kredit Inpres Nomor 8 tahun 1979 kepada Menteri Dalam Negeri. Berdasarkan surat Menteri Dalam Negeri tanggal 30 Juli 1981 Nomor 170/1981, kredit disetujui sebesar Rp. 4.257.000.000,- yang disalurkan melalui Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Pematangsiantar. Kemudian untuk memulai pelaksanaan pembangunan Pusat Pasar Horas tersebut diadakanlah tender. Berdasarkan surat persetujuan Menteri Dalam Negeri, Pemerintah Daerah Tingkat II Pematangsiantar, menerbitkan surat perintah kerja (SPK) kepada PT. Tulung Agung sebagai pemenang tender, dengan jumlah tawaran sebesar Rp. 4.129.787.525,-. Pelaksanaan pembangunan proyek tersebut dimulai dengan peletakan batu pertama oleh Gubernur Sumatera Utara waktu itu, EWP. Tambunan pada tanggal 24 Oktober 1981. Sesuai dengan studi kelayakan, konstruksi pembangunan Pusat Pasar Horas terdiri dari 4 gedung utama yang dibangun di atas areal seluas 24.771 m2, dengan jumlah 3419 kios. Pelaksanaan pembangunan berlangsung selama 2 bulan, di mana pembangunan fisik proyek baru 8 persen. Tetapi saat itu harga bahan bakar minyak (BBM) naik. Kenaikan BBM ini berpengaruh pula kepada harga bahan-bahan bangunan. Jembatan penyeberangan di kawasan Pasar Horas (TRIBUN MEDAN/ ALIJA) Atas dasar itu, maka pihak pemborong, PT. Tulung Agung mengajukan permohonan addendum studi kelayakan, agar pemerintah daerah mengadakan ekskalasi harga proyek dengan memajukan tawaran tambahan biaya sebesar Rp825 juta. Berdasarkan hasil penelitian pemerintah daerah dan dibantu konsultan Hayudin Miraza, maka tambahan biaya proyek disetujui dengan besaran Rp630 juta. Penambahan biaya dengan sistem kredit terus menerus dilakukan untuk mendorong terbangunnya Pasar Horas di pusat Kota Siantar. Pembangunan pasar ini menjadi berjalan lancar dan sesuai dengan jangka waktu yang ditargetkan. Peresmiannya kemudian dilakukan oleh Gubernur Sumatera Utara, Kaharuddin Nasution pada tanggal 6 Agustus 1983. Sejak saat itu, kegiatan perdagangan di Pusat Pasar Horas semakin banyak dimanfaatkan oleh penduduk Kota Pematangsiantar dan sekitarnya. Kegiatan perdagangan ini juga sudah dilakukan sebelum diresmikannya gedung tersebut.