PENDAHULUAN
1
2
terus beroperasi dengan realisasi produk sebesar 212.168 ton di tahun 1999, kecuali
pabrik unit I yang oleh pertimbangan alasan ekonomis dan teknis maka
pengoperasiannya telah dihentikan sejak tahun 1984.
PT. Semen Tonasa (Persero) mulai didirikan berdasarkan Tap MPRS RI No.
II / MPRS / 1960, tanggal 05 Desember 1960 tentang pola pembangunan Nasional
Semesta berencana tahapan 1961-1969. Di dalam Tap MPRS tersebut membahas
mengenai pola proyek bidang produksi industri golongan AI1953 No.54 yang
mencantumkan rencana untuk mendirikan pabrik semen di Sulawesi Selatan dengan
hasil produksi 375.000 ton pertahun. Tujuan mendirikan pabrik semen tersebut
dimaksudkan untuk mensuplai semen untuk pembangunan Kawasan. terdapat juga
pelabuhan Biringkassi yang berjarak 17 km dari lokasi pabrik dan dibangun sendiri
oleh PT.Semen Tonasa yang berfungsi sebagai jaringan distribusi antar pulau
maupun ekspor dan dapat disandari kapal dengan muatan di atas 17.500 ton.
Pelabuhan ini juga digunakan untuk bongkar muat barang-barang kebutuhan
pabrik seperti batubara, gypsum, dll. Untuk kelancaran operasi, pelabuhan ini
dilengkapi dengan rambu-rambu laut. Pelabuhan Biringkassi dilengkapi 5 unit
packer dengan kapasitas masing-masing 100 ton per jam serta 7 unit ship loader, 4
unit digunakan untuk pengisian semen sak dengan kapasitas masing-masing 100-
200 ton per jam atau sekitar 4.000 ton per hari, 3 unit lainnya digunakan untuk
pengisian semen curah dengan kapasitas masing- masing 500 ton per jam. Dermaga
pelabuhan Biringkassi memiliki panjang sekitar 2 km yang diukur dari garis pantai
ke laut.
a. Pabrik Semen Tonasa I
ekonomis akibat terjadinya beberapa kali kenaikan bahan bakar minyak. Disamping
itu , adanya pabrik Semen Tonasa II dan mulai beroperasi nya pabrik Semen Tonasa
III pada tahun 1984, menyebabkan kebutuhan semen di wilayah pemasaran PT
Semen Tonasa masih dapat disuplai oleh pabrik Semen Tonasa II dan Tonasa III
tersebut. Oleh karena itu, pada bulan November 1984 diputuskan untuk
menghentikan sementara Semen Tonasa I sambal meneliti kemungkinan
pemanfaatan lebih lanjut.
Pabrik Semen Tonasa III yang berlokasi di tempat yang sama dengan Pabrik
Semen Tonasa II, dibangun berdasarkan persetujuan Bappenas: No.32 / EXC – LC
/ B.V / 1981 dan No.2177 / WK / 10 /1981 tanggal 30 Oktober 1981.
Proyek pembangunan pabrik Semen Tonasa III dimulai pada tanggal 9
Januari 1982. Perencanaan dan pembangunan dilakukan oleh Countinho Caro &
Co, Jerman Barat secara Lump Sum Contrct Price (Turn Key). Tahun 1985 Tonasa
III beroperasi dengan kapasitas terpasang 590.000 ton per tahun.
d. Pabrik Tonasa IV
Perluasan Pabrik Semen Tonasa tidak berhenti hanya pada Semen Tonasa II
dan III yang telah berkapasitas total 1.180.000 ton pertahun. Untuk menunjang laju
6
pembangunan nasional, Semen Tonasa yang memiliki bahan baku yang cukup serta
dukungan pemerintah kepada perusahaan milik negara ini, maka didirikanlah
pabrik Semen Tonasa IV berdasarkan SK .MenteriPerindustrian No.82 / MPP.IX /
1990 tanggal 2 Oktober 1990, dan SK. Menteri Keuangan RI No.9. 1549 / MK.013
/ 1990 tanggal 29 November 1990. Dengan demikian PT. Semen Tonasa memiliki
pabrik semen dengan total kapasitas terpasang sebesar 3.480.000 ton / tahun. Pabrik
Tonasa Unit IV diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 10 September
1996.
dipacu untuk mewujudkan visi perseroan menjadi produsen semen yang terefisien
dan mempunyai keunggulan yang kompetitif diantara para produsen semen lainnya.
Pendapatan utama perseroan adalah hasil penjualan Semen Portland (OPC),
semen non OPC yaitu tipe komposit (PCC) tersebar di wilayah Sulawesi,
Kalimantan, Jawa, Bali, Nusa Tengggara, Maluku dan Papua. Didukung dengan
merk produk yang solid di Kawasan Indonesia Timur Indonesia, perseroan berusaha
terus menerus dan mempertahankan brand image produk dengan menjaga
kestabilan pasokan di pasar semen, selain itu di dukung sistem distribusi yang
optimal juga merupakan unsur kesuksesan penjualan semen perseroan. Disamping
itu, penjualan ekspor juga dilakukan perseroan jika terjadi kelebihan produksi
setelah pemenuhan pasar dalam negeri.
Sebelum konsolidasi dengan PT.Semen Gresik (Persero) Tbk, pemegang
saham Semen Tonasa adalah pemerintah Republik Indonesia, konsolidasi dengan
PT. Semen Gresik (Persero) Tbk dilaksanakan pada tanggal 15 September 1995 dan
sesuai dengan keputusan RUPSLB pada tanggal 13 Mei 1997, 500 saham portepel
dijual kepada Koperasi Karyawan Semen Tonasa (KKST) sehingga pemegang
saham PT.Semen Tonasa adalah PT. Semen Gresik (Persero) Tbk dengan 304 juta
lembar saham dan Koperasi Karyawan Semen Tonasa (KKST) dengan 500 lembar
saham.
1.1.3 Penunjang Fasilitas PT. Semen Tonasa
a. BTG Unit 1
Pembangkit Listrik Tenaga Uap PT. Semen Tonasa dikenal dengan istilah
BTG Power Plant. BTG adalah singkatan dari Boiler, Turbin, dan Generator. BTG
merupakan unit pembangkit listrik menggunakan tenaga uap yang dihasilkan oleh
boiler untuk menggerakkan sudu-sudu turbin. BTG Power Plant menggunakan batu
bara sebagai bahan bakar utamanya, dengan total kapasitas terpasang 110 MW yang
terdiri dari 2 unit Pembangkit. Pembangkit I memiliki kapasitas sebesar2x25 MW
sedangkan Pembangkit unit II memiliki kapasitas sebesar 2x35 MW.
8
b. BTG Unit 2
Pada tanggal 21 Mei 2013, PT. Semen Tonasa memulai pengoperasian
Pembangkit Listrik BTG Unit 2. Pembangkit Listrik BTG Unit 2 ini berlokasi di
Pelabuhan Biringkassi Pangkep berdampingan dengan Pembangkit Listrik BTG
Unit 1. Power on merupakan tanda dimulainya operasional PembangkitListrik BTG
Unit 2 milik PT.Semen Tonasa yang berkapasitas 2 x 35 MW dengan nilai investasi
123 juta USD.
Pembangkit Listrik BTG Unit 2 menggunakan teknologi dari Eropa dan
Jepang dan untuk membangun Pembangkit Listrik BTG Unit 2 ini, PT Semen
Tonasa menggandeng konsorsium PT Rekayasa Industri dan Kawasaki Heavy
Indutri. Peralatan utama Boiler buatan dari Kawasaki, Turbin buatan dari Siemens
Industrial Trubo Machinery dan Generator dipasok oleh ABB Sweden.
Sebelumnya PT Semen Tonasa telah memiliki Pembangkit Listrik BTG 1
dengan kapasitas 2 x 25 MW. Pembangkit Listrik BTG 2 dibangun untuk
mensupport ketersediaan power di pabrik Tonasa unit 5.
c. Pelabuhan Khusus Biringkassi
Pelabuhan Biringkasi yang dapat disandari oleh kapal dengan muatan sampai
15.000 DWT berjarak 17 km dari lokasi pabrik
d. Coal Unloading
Fasilitas Coal Unloading System yang berlokasi di area Biringkassi dengan
kapasitas pembongkaran mencapai 1000 ton/jam.
e. Packing Plant
PT.Semen tonasa mempunyai daerah pemasaran yang cukup luas meliputi
sebagian pulau di Nusantara dan Mancanegara. Untuk memenuhi kebutuhan semen
di pasar cukup potensial maka dibangunlah unit - unit pengantongan dibeberapa
wilayah di Indonesia yaitu
9
6) UPS Mamuju
dengan menggilling klinker semen portlan ddan ponzzolan Bersama sama secara
rata, dimana kadar pozzolan 15 sampai 40% dari Massa semen portland. Semen
Portland pozzolan produksi PT. Semen Tonasa memenuhi persyaratan SNI
No.0302 – 2014 type Ip - U. Kegunaannya adalah untuk bangunan bertingkat,
konstruksi beton umum, kontruksi beton massa seperti bangunan sanitasi, bangunan
perairan, dan penampungan air.
c. Portland Composite Cement (PCC)
tahun 1824 mencoba membuat semen dari kalsinasi campuran batu kapur dengan
tanah liat yang telah dihaluskan, digiling, dan dibakar menjadi lelehan dalam
tungku, sehingga terjadi penguraian batu kapur (CaCO3) menjadi batu tohor (CaO)
dan karbon dioksida(CO2). Batu kapur tohor (CaO) bereaksi dengan senyawa-
senyawa lain membemtuk klinker kemudian digiling sampai menjadi tepung yang
kemudian dikenal dengan Portland
Semen portland adalah suatu bahan konstruksi yang paling banyak dipakai
serta merupakan jenis semen hidrolik yang terpenting. Penggunaannya antara lain
meliputi beton, adukan, plesteran,bahan penambal, adukan encer (grout) dan
sebagainya.Semen portland dipergunakan dalam semua jenis beton struktural
seperti tembok, lantai, jembatan, terowongan dan sebagainya, yang diperkuat
dengan tulangan atau tanpa tulangan. Selanjutnya semen portland itu digunakan
dalam segala macam adukan seperti fundasi, telapak, dam, tembok penahan,
perkerasan jalan dan sebagainya.Apa bila semen portland dicampur dengan pasir
atau kapur, dihasilkan adukan yang dipakai untuk pasangan bata atau batu,atau
sebagai bahan plesteran untuk permukaan tembok sebelah luar maupun sebelah
dalam.
Bilamana semen portland dicampurkan dengan agregat kasar (batu pecah atau
kerikil) dan agregat halus (pasir) kemudian dibubuhi air,maka terdapatlah
beton.Semen portland didefinisikan sesuai dengan ASTM C150, sebagai semen
hidrolik yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat
hidrolik, yang pada umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat
sebagai bahan tambahan yang digiling bersama dengan bahan utamanya.
b. Sejarah Semen Portland
Sebelum semen yang kita kenal ditemukan, adukan perekat pada bangunan di
buat dari kapur padam, pozolan dan agregat (campuran ini sering disebut semen
alam). Dan kini bangunan yang menggunakan bahan perekat ini masih banyak
ditemukan di Italia. Campuran perekat tersebut tidaklah terlalu kuat, tapi tergantung
pula pada sifat pozolan yang di gunakan sebagai bahan perekat. Pozolan adalah
bahan yang terbentuk oleh debu dari letusan gunung berapi.
19
Kapur hidrolis pertama kali ditemukan oleh seorang sarjana sipil yang
bernama Jon Smeaton pada tahun 1756. Pada saat itu ia bertugas untuk
merehabilitasi menara api yang terletak di Eddystone. Ia mencoba menggabungkan
kapur padam dan tanah liat. Kemudian campuran itu ia bakar. Setelah mengeras,
bongkahan campuran tersebut di tumbuk hingga menjadi tepung. Yang mana
tepung tesebut dapat digunakan kembali dan dapat mengeras di dalam air. Mulai
dari percobaan inilah sifat-sifat kapur hidrolis mulai di kenal. Namun
perkembangan bahan yang ia temukan masihlah lambat dibandingkan campuran
kapur padam biasa.
Pada tahun 1796 penemuan ini kembali dikembangkan oleh James Parker dari
Norhfleed, Inggris. Ia mengembangkan campuran yang telah ditemukan oleh Jon,
perbedaan dari campuran yang di temukan Jon, batu kapur yang digunakan James
sebagai capuran adalah batu kapur yang mengandung lempung. Seadngkan teknik
yang di gunakannya sama dengan yang di lakukan Jon. Pada tahun 1800 produk
yang dikembangkan James berkembang pesat, sehingga produknya di beri nama
semen roman. Namun perkembangan tersebut hanya bertahan hingga tahun 1850.
Di Inggris tukang batu yang bernama Joseph Aspdin dari kota Leeds,
mencampurkan kapur padam dengan tanah liat, kemudian ia bentuk jadi gumpalan.
Lalu di bakar dengan suhu kalsinasi (suhu dimana kapur dapat meleleh) dan setelah
itu di tumbuk hingga menjadi tepung. Ketika bahan campuran tersebut mengeras,
warna dari bahan berubah menjadi abu-abu. Warna tersebut menyerupai bebatuan
di wilayah Portland, maka Joseph memberi nama hasil temuannya sebagai Semen
Portland.
Tanggal 21 oktober 1824, semen Portland Joseph mendapat hak paten dari
raja Inggris. Walau pun demikian ia tetap merahasiakan bahan campuran yang ia
temukan, dan ia tidak memproduksinya secara masal. Setelah ia wafat,
pengembangan dan pemasaran secara masal semen ini di teruskan oleh anaknya
yang bernama William Joseph di Jerman. Tahun 1877 jerman melakukan penelitian
lebih lanjut terhadap semen Portland, hingga membentuk asosiasi pengusaha dan
ahli semen. 30 tahun kemudian asosiasi tersebut menyebar hingga ke Inggris dan di
Inggris Standard dari semen dibuat.
20
b) Tanah Liat
Tanah liat pada umumnya dikenal dengan lempung atau clay. Unsur
tanah liat yang diperlukan dalam pembuatan semen adalah kadar Al2O3-nya,
sehingga apabila kadar SiO2 lebih banyak dari Al2O3, maka tanah liat
tersebut tergolong kurang baik digunakan.
Semua jenis tanah liat adalah hasil pelapukan kimia yang disebabkan
adanya pengaruh air dan gas CO2, batuan adesit, granit, dan sebagainya.
Batuan-batuan ini lapuk dan menjadi bagian-bagian yang tak larut dalam air
tetapi mengendap berlapis-lapis dan tertimbun tidak beraturan. Sifat tanah liat
jika dibakar atau dipanaskan akan berkurang sifat keliatannya dan menjadi
keras bila ditambah air. Warna tanah liat adalah putih jika tidak mengandung
zat pengotor, tetapi tanah liat akan berubah warna menjadi kekuningan jika
mengandung senyawa besi organik. Tanah liat mengalami reaksi pelepasan
air hidrat jika dipanaskan pada suhu 500ºC.
c) Bahan Korektif
Bahan korektif untuk pembuatan semen digunakan jika kadar
senyawa di dalam bahan baku utama yang digunakan kurang. Bahan korektif
yang digunakan dalam pembuatan semen yaitu:
(1) Pasir Silika (SiO2)
Bahan pembawa oksida silika (SiO2) berwarna putih sampai kuning
pada keadaan murni yaitu sekitar 90%. Selain mengandung oksida silika,
pasir silika juga mengandung oksida lain yaitu oksida aluminium dan
oksida besi. Pasir silika ini banyak terdapat di pantai dengan derajat
kemurnian sekitar 95-99,8% SiO2. Warna pasir silika dipengaruhi oleh
adanya kotoran seperti oksida logam dan bahan organik.
(2) Pasir Besi (Copper Slag)
Pasir besi dengan ferri oksida oksida (Fe2O3) sebagai komposisi
tertinggi (70- 80%). Pasir besi juga berfungsi sebagai penghantar panas
dalam pembentukan luluhan terak semen. Pasir besi disebut juga irronore
yang depositnya terdapat di sepanjang pantai dengan kadar Fe2O3 15%
22
dan berwarana hitam.Bahan ini sebagai pembawa oksida besi. Copper slag
ini sebagai pengganti pasir besi, digunakan karena mempunyai kandungan
besi yang tinggi sehingga menyebabkan material ini berdenstias tinggi
dibandingkan dengan densitas pasir alam. Material ini mempunyai sifat
fisik yang sangat kuat dan porositas optimum. Dalam proses pembuatan
semen, copper slag bereaksi dengan CaO dan Al2O3 membentuk kalsium
alumina ferrit.
d) Bahan tambahan
(1) Gypsum
Gypsum adalah bahan sedimen CaSO4 yang mengandung 2 molekul
hidrat yang berfungsi sebagai penghambat proses pengeringan pada
semen. Penambahan gypsum dilakukan dengan penggilingan akhir dengan
perbandingan 96:4. Gypsum mengalami reaksi pelepasan hidrat dari
CaSO4.2H2O menjadi CaSO4.1/2H2O dan 1 1/2H2O. Gypsum berbentuk
kristal dan berwarna putih. Gypsum dapat diperoleh dari alam maupun
secara sintetik. Gypsum terdapat di dalam batuan kalsium sulfat yang
banyak terdapat di kawah gunung berapi.
(2) Material ke 3
(2) Batu yang digunakan adalah lightweight firebricks untuk isolasi panas
yang baik.
27
b) Zona kalsinasi
(1) Batu tahan api yang digunakan adalah fireclay bricks, mengandung
45% Al2O3 dan dipergunakan pada suhu 1200ºC.
c) Zona transisi
Pada zona ini digunakan refraktori yang tahan terhadap perubahan suhu
dan porositas rendah sehingga tahan terhadap infitrasi garam. Pada zona ini
biasanya digunakan refraktori dengan kandungan alumina tinggi (50-60%).
d) Zona sintering
e) Zona pendinginan
Digunakan refraktori dengan kadar alumina yang lebih tinggi, bisa
mencapai 80%.
Kiln feed yang diumpankan berlawanan arah dengan aliran gas panas.
Pemanas yang digunakan berasal dari gun burner dan udara panas dari cooler.
Begitu batu bara dan O2 dari udara masuk maka batu bara akan langsung
terbakar dan berkontak dengan material yang masuk ke kiln. Didalam kiln
terbagi beberapa tahapan antara lain : tahapan pengeringan, tahapan
penguapanair kristal, proses penguapan air kristal, proses penguraian kalsium
dan magnesium karbonat dan pembentukan penyusun utama klinker.
Didalam kiln terjadi reaksi kimia, tahapan-tahapan reaksi yang terjadi
dikiln adalah sebagai berikut:
a) Dibawah temperature 200ºC terjadi penguapan air.
b) Temperatur 400-700ºC terjadi penguapan air kristal
Al2O3.2SiO2.2H2O→Al2O3 +2SiO2+2H2O
K2CO3) dan alkali klorida (NaCl dan KCl). Tetapi pada suhu dibawah 700°C
sebagian besar garam-garam alkali yang terbentuk akan mengembun dan
cairannya akan menempel pada butir-butir umpan tanur membentuk bahan
yang bersifat stikcly (terutama alkali sulfat dan klorida).
Bahan-bahan yang sticky dapat menempel pada dinding preheater, sebagian
turut terbawa debu meninggalkan preheater dan sebagian lagi terbawa kedalam
tanur putar. Jika senyawa-senyawa alkali (khususnya alkali sulfat dan klorida)
jumlahnya sudah cukup banyak, maka senyawasenyawa ini dapat membentuk
coating yang dapat menyebabkan buntunya preheater. Agar preheater tidak
buntu, maka jumlah alkali dalam pembakaran harus dikurangi. Pengurangan
dapat dilakukan dengan jalan mengelurkan sebagian gas pembakaran dari tanur
putar tanpa melalui preheater, tetapi melalui saluran khusus (by-pass).
b) Belerang
Seperti halnya alkali, senyawa–senyawa belerang kebanyakan berasal dari
bahan baku tanah liat ataupun bahan bakar yang digunakan. Dalam bahan baku
senyawa belerang umumnya berupa senyawa pirit dan martkasit (FeS2) dengan
kadar sekitar 0,1 % dinyatakan sebagai SiO3. Bahan bakar sendiri khususnya
minyak bunker-C mengandung senyawa belerang dalam bentuk senyawa
mersaptan (RSH), tiopen (C4H4S), dan lain-lain dengan kadar antara 0,0–3,5
% dinyatakan sebagai SO3. Jika jumlah SO3 cukup banyak, maka kelebihan
gas SO3 akan bereaksi dengan kalsium karbonat (CaCO3) umpan tanur di
preheater membentuk senyawa CaSO4. Senyawa ini masuk kedalam tanur
bersama umpan lainnya, dan sesampainya di burning-zone sebagian akan
terurai menjadi:
CaSO4 → CaO + SO3
SO3 yang terbentuk akan meningkatkan sirkulasi belerang. Sebagian
CaSO4 akan terbawa keluar bersama terak. Anhidrit CaSO4 daya larutnya
lebih kecil dibandingkan dengan daya larut gypsum, sehingga tidak dapat
berfungsi sebagai pengatur waktu pengikat semen.
30
Selain itu, adanya anhidrit CaSO4 menyebabkan jumlah gypsum yang dapat
ditambahkan pada penggilingan terak menjadi berkurang. Persyaratan kadar
maksimum SO3 total bukan berasal dari gypsum saja. Lebih dari setengah
jumlah belerang yang masuk kedalam proses, keluar bersama terak dengan
kadar 0,1 – 0,5% dinyatakan sebagai SO3.
c) Klorida
Kadar senyawa klorida dalam umpan tanur bervariasi, antara 0,01 – 0,10%
sedangkan dalam debu bahan bakar batu bara berkisar 0,4 %. Seperti telah di
jelaskan diatas, senyawa klorida bereaksi dengan senyawa alkali klorida.
Senyawa ini keluar dari tanur bersama gas hasil pembakaran dan kemudian
mengembun di preheater. Embun alkali klorida bersama umpan tanur masuk
kembali kedalam tanur, dan sesampainya di burning–zone hampir seluruhnya
teruapkan. Karena pengembunan alkali klorida di preheater cukup sempurna,
maka senyawa ini selalu bersirkulasi (naik– turun) antara burning–zone dan
preheater dengan jumlah yang makin lama makin banyak. Coating yang
terbentuk di preheater makin lama makin banyak. Untuk mencegah hal ini
sebagian gas tanur ( 10 – 25 %) di by-pass, tidak melalui preheater. Sistim by-
pass baru diperlukan bila kadar senyawa klorida dalam raw mix melebihi
0,015%. Coating adalah massa padat yang terbentuk dan menempel/melengket
pada suatu permukaan bahan atau alat karena adanya gaya tarik menarik
(adhesi) antara massa dengan bahan atau alat.
d) Kapur bebas (Freelime)
Kapur bebas yang terdapat dalam terak atau semen adalah CaO yang tidak
bersenyawa atau berikatan dengan oksida-oksida lainnya seperti SiO2, Al2O3,
dan Fe2O3. Adanya kapur bebas dalam suatu semen dapat disebabkan oleh 2
hal, yaitu:
(1) Jumlah kapur yang digunakan berlebihan dibandingkan dengan
kebutuhan untuk bereaksi dengan SiO2, Al2O3, dan Fe2O3.
(2) Reaksi yang berlangsung dalam tanur putar kurang sempurna.
Walaupun CaO sesuai kebutuhan, tetapi tidak dapat bersenyawa
dengan oksida-oksida SiO2, Al2O3, dan Fe2O3.
31
selain itu klinker yang panas mempunyai pengaruh yang kurang baik terhadap
proses penggilingan. Penggilingan klinker diakomodasi oleh udara yang masuk
secara berlawanan arah dengan klinker, temperature klinker masuk 1400ºC dan
keluar pada 200-300ºC. Pendinginan klinker dilakukan oleh planetary cooler
sebanyak 10 buah tabung yang dipasang melingkar pada ujung kiln yang terbuat
dari plate setebal 8 meter yang dilapisi oleh batu tahan api. Kemudian klinker
masuk kesilo (dome) pada suhu sekitar 150ºC. adapun tujuan dari proses
pendinginan antara lain :
a) Klinker yang panas akan memberikan pengaruh negatif pada proses
penggilingan selanjutnya.
b) Memudahkan pengangkutan klinker.
c) Efek dari gypsum yang ditambahkan akan hilang jika temperatur klinker
terlalu tinggi.
d) Udara yang dipakai sebagai pendingin dapat dimanfaatkan kembali sebagai
udara panas untuk pengeringan sehingga menurunkan biaya produksi.
e) Pendinginan yang cepat (quenching) akan meningkatkan kualitas semen
yaitu dengan mencegah terurainya C3S menjadi C2S.
6) Proses di Finish Mill
Klinker yang di-transport dari dome (klinker silo) digiling di semen mill
dengan menambahkan gypsum dan bahan tambahan lainnya.Tujuan
penggilingan yaitu untuk memperbesar luas pertikel yaitu campuran antara
klinker dan gypsum, sehingga senyawa kimia dalam partikel semen dapat
bereaksi dengan sempurna. Disamping itu untuk mendapatkan tingkat kehalusan
sesuai dengan standar SNI No.15-2049-1994 untuk penggilingan semen mill.
Perbandingan gypsum dan klinker yang dicampurkan dalam semen mill adalah
96% untuk klinker dan 4% untuk gypsum (termasuk material campuran).
Material dari dome (clinker silo) ditransfer menuju ke clinker bin dengan pan
conveyor begitu juga dengan gypsum, limestone dan trass. Material-material
tersebut langsung ditransfer dari gudangnya menuju masing-masing bin.
Kemudian dari bin material ditransfer dengan belt conveyor, semua material
tercampur di belt conveyor. Di mill, materil digilling oleh roller di atas table.
33
Material yang sudah halus akan melewati separator, sedangkan yang masih kasar
akan digiling kemballi. Dimana material tersebut menuju reject dengan vibrating
conveyor dan bucket elevator. Kemudian bercampur dengan fresh feed menuju
mill. Produk yang halus akan ditransfer ke silo dengan air slide dan bucket
elevator.
7) Proses Pengantongan Semen (Packing Plant)
Setelah melalui tahap pengolahan akhir, maka semen dari silo sement akan
ditransportasikan dengan air slight menuju tempat packer. Pada packer, hanya
ada dua jenis semen yang dipacking. Yaitu ordinary portland cement (OPC)
yang dipacking dengan truk tabung langsung ke pelabuhan untuk proyekproyek
besar. Sedangkan untuk semen jenis portland composite cement (PCC) adalah
semen yang dipacking untukproduksi rumahan yang biasa dijual dengan
kemasan 40 kg atau 50 kg.
e. Komposisi Semen dan Sifat Semen
Komposisi semen terdiri atas senyawa-senyawa utama (mineral–mineral
potensial) sebagai penyusun semen yang terbentuk dari keempat oksida utama,
yaitu : oksida kapur (CaO), oksida silica (SiO2), oksida alumina (Al2O3) dan
oksida besi (Fe2O3). Kandungan dari keempat oksida tersebut kurang lebih 95 %
dari berat semen, dan biasanya disebut “ major oxides “, sedang sisanya sebanyak
5% terdiri dari oksida magnesium dan oksida lainnya, dan disebut “minor oxides“.
Keempat oksida tersebut dibakar dengan perbandingan tertentu akan
menghasilkan senyawa-senyawa penyusun semen yaitu :
1) Tricalsium Silikat (3CaO.SiO2 atau C3S)
C3S terbentuk pada suhu di atas 1250ºC dan mempunyai sifat :
a) Apabila ditambahkan air akan menjadi kaku, dan dalam beberapa jam pasta
akan mengeras
b) Mempengaruhi pengikatan kekuatan awal, terutama memberi kekuatan
awal sebelum 28 hari
c) Menimbulkan panas hidrasi 500 joule/gram
d) Kandungan C3S pada semen Portland antara 35 – 55 % tergantung pada
jenis semen Portland.
34
𝑆𝑖𝑂2
𝑆𝑀 =
𝐴𝑙2 𝑂3 + 𝐹𝑒2 𝑂3
35
Harga SM bervariasi dari 1,9 sampai dengan 3,2. Dalam praktek, SM yang
diharapkan adalah 2,2-2,4. Dengan harga SM yang tinggi raw meal akan sulit
dibakar dan membutuhkan lebih banyak bahan bakar untuk mendapatkan terak
yang mutunya tinggi.
2) Alumina Modulus (AM)
Alumina Modulus (AM) merupakan perbandingan antara kadar oksida
alumina dan oksida besi.
𝐴𝑙2 𝑂3
𝐴𝑀 =
𝐹𝑒2 𝑂3
100CaO
𝐿𝑆𝐹 =
2,8𝑆𝑖𝑂2 + 1,18𝐴𝑙2 𝑂3 + 0,65𝐹𝑒2 𝑂3
Makin tinggi harga LSF raw meal, makin sulit raw meal tersebut dibakar atau
makin besar panas yang dibutuhkan untuk membakar. Di samping itu makin
tinggi LSF makin besar kuat tekan dari semen.
36
37
38
kosongnya, dipijarkan selama 15 menit dalam furnace pada suhu 1100° C kemudian
didinginkan dalam deksikator dan ditimbang, hasil timbangan di catat.
Rumus Pengujian
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐾𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔+𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑆𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑚𝑖𝑗𝑎𝑟𝑎𝑛
LoI = × 100%
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
start lalu tekan kotak hijau sampai menyala, tunggu beberapa menit hingga hasilnya
muncul pada monitor.
Besarnya intensitas cahaya tergantung pada jenis dan kepekaan atau konsentrasi
suatu unsur atau senyawa dalam suatu contoh.
a. Mencetak sampel
Pada pengujian ini menggunakan alat HERZOG HPMP di Lab terdapat 2 tipe
alat, dimana alat pertama digunakan untuk sampel rawmill & kiln feed dengan berat
sampel 12 gr dan alat kedua digunakan untuk sampel semen & klinker dengan berat
sampel 13 gr.Tujuan dari alat HERZOG HPMP sendiri yaitu mencetak sampel yang
akan diperiksa di alat X-Ray. Material yang dianalisa yaitu rawmill, kiln feed,
klinker dan semen. Sampel ditimbang sebanyak 12 gr untuk rawmill & kiln feed,
13 gr untuk klinker dan semen, tambahkan 3 butir kapsul boraks. fungsi
penambahan kapsul boraks yaitu agar material tidak menempel pada saat
penggilingan di mesin HERZOG. pastikan terlebih dahulu tempat yang digunakan
untuk mencetak telah besih dan cincin press telah di pasang, kemudian klik Press +
Mill pada monitor alat lalu tunggu sampai lampu pada alat menyala berwarna
merah, lalu masukkan sampel kedalam alat press untuk dicetak. Jika setting waktu
telah tercapai maka cetakan siap untuk pemeriksaan selanjutnya.
b. Analisa X-Ray
Pada pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan oksida-oksida yang
terkandung dalam sampel yaitu : SiO2 , Al2 O3 , Fe2 O3 , CaO, MgO, K 2 O, SO3 dan
oksida-oksida lainnya. Sampel yang telah dicetak, dipasang pada alatX-Ray,
kemudian lihat pada komputer dan pilih nama sampel, lalu klik dua kali pada bagian
yang tertulis WinXRF Analysis 1, tunggu beberapa menit lalu klik kanan pada
WinXRF maka akan terlihat oksida-oksida yang terkandung dalam sampel tersebut.
Selain pengujian yang dilakukan, penulis juga melakukan kegiatan lain seperti
mempelajari mengenai proses pembuatan semen dari tambang hingga menjadi
semen, mempelajari mengenai Raw Mix Design, mempelajari yang ada di
komputer mulai dari cara penginputan data & mengubah data apabila ada kesalahan
penginputan, mengunjungi pabrik untuk sampling clinker dan kilnfeed,
mengunjungi pabrik untuk sampling (gypsum, trass, batu kapur dan clinker) di fider
Finish Mill, mengunjungi pabrik bagian fider finish mill, berkunjung ke Tonasa IV
untuk melakukan Swing Mill, membantu kakak-kakak dari PEP untuk evaluasi
42
Finish Mill dan mengunjungi pabrik untuk sampling (Limestone, Clay, Silika dan
Pasir Besi) di fider Rawmill.
43
DAFTAR PUSTAKA
Jafar, Muh. 2014. Analisis Efektifitas Proses Grinding Bahan Baku Semen pada
Finish Mill PT. Semen Tonasa Kabupaten Pangkep Provinsi Sulawesi
Selatan. Kolaka: Universitas Sembilan Belas November.
Taslim, Citra Metasari. 2013. Laporan Kerja Praktek. Semarang: Teknik Kimia
Universitas Diponegoro
44