Anda di halaman 1dari 166

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PABRIK

1.1.1 Sejarah Pabrik

PT Semen Padang merupakan pabrik semen pertama di Indonesia yang


terletak di provinsi Sumatera Barat dan bahkan sebagai perusahaan tertua di Asia
Tenggara dengan luas area ± 630 ha, berjarak 15 km dari pusat kota padang, arah
timur Jalan Raya padang –solok. Secara geografis, PT Semen Padang berada pada
ketinggian ± 200 m di atas permukaan laut. Suasana di PT Semen Padang pada
zaman dahulu dapat dilihat pada gambar 1.1 dibawah ini.

Gambar 1.1 Suasana PT Semen Padang


(Sumber: semenpadang.co.id, 2022)

Pada tahun 1896, seorang perwira Belanda yang berkebangsaan Jerman


bernama Ir. Carl Christophus Lau tertarik dengan batu-batuan yang ada di bukit
Karang Putih dan bukit Ngalau Putih Indarung dalam nagari Lubuk Kilangan, 20
km dari pusat kota Padang. Batu-batuan tersebut dikirim ke Belanda dengan
tujuan untuk diteliti kandungannya dan hasil penelitian memperlihatkan bahwa
batu-batuan tersebut dapat dijadikan bahan baku semen.
2

Pada tanggal 25 Januari 1907, Ir. Carl Christophus Lau mengajukan


permohonan kepada Hindia Belanda untuk mendirikan pabrik semen di Indarung
1, pada tanggal 16 Agustus 1907, permohonan itu disetujui. Untuk melanjutkan
usahanya, Lau menghimpun kerja sama dengan beberapa perusahaan seperti Fa.
Gebroeders Veth, Fa. Dunlop, Fa. Yarman & Soon serta pihak swasta lainnya,
sehingga pada tanggal 18 Maret 1910 berdirilah NV Nederlandesch Indische
Portland Cement Maatschappij (NV NIPCM).

Ketika Jepang menguasai Indonesia saat perang dunia II tahun 1942


sampai 1945 pabrik semen ini diambil alih oleh Manajemen Asano Cement
Jepang. Pada saat itu produksi semen tidak berjalan lancar hal ini dikarenakan
kesulitan mencari bahan pendukung, terutama pelumas.

Kemudian pada proklamasi kemerdekaan pada 1945, pabrik ini diambil


alih oleh pemerintah Republik Indonesia dan berganti nama menjadi Kilang
Semen Indarung. Ketika proklamasi kemerdekaan pada 1945, pabrik ini diambil
alih oleh karyawan Indonesia dan selanjutnya diserahkan kepada pemerintah
Republik Indonesia dengan nama Kilang Semen Indarung.

Tak lama saat agresi militer I tahun 1947, pabrik kembali diambil alih
oleh Belanda pada April 1948 dan mulai berproduksi lagi sampai tahun 1958.
Pabrik berganti nama menjadi NV Padang Portland Cement Maatschappicj
(NVPPCM). Pada 5 Juli 1958, Badan Penyelenggara Perusahaan-Perusahaan
Industri dan Tambang (BAPPIT) menasionalisasikan semua perusahaan-
perusahaan Belanda termasuk Semen Padang. Tanggal tersebut dijadikan
tanggal bersejarah sebagai nasionalisasi PT. Semen Padang dimana
dinasionalisasi sebanyak 48 industri mesin dan listrik, 21 industri kimia, 21
industri grafik, dan 89 industri lainnya.Pada tahun 1961, Perusahaan mengalami
proses kebangkitan kembali melalui rehabilitasi dan pengembangan kapasitas
pabrik Indarung I menjadi sebesar 330.000 ton/tahun.

Selanjutnya, pabrik melakukan transformasi pengembangan kapasitas


pabrik dari teknologi proses basah menjadi proses kering dengan dibangunnya
pabrik Indarung II, IIIA, IIIB, dan IIIC. Setelah resmi bernama PT Semen Padang,
maka pengangkatan direksi ditentukan berdasarkan RUPS sesuai dengan surat
3

keputusan Menkeu No. 304/MK/1972 yang berlaku semenjak perusahaan


berstatus PT (Persero). Pabrik Indarung II dibangun pada tahun 1977 dan selesai
pada tahun 1980. Sedangkan Indarung III A di bangun tahun 1981 selesai pada
tahun 1983. Kemudian dalam perkembangannya pabrik Indarung III A akhirnya
dinamakan pabrik Indarung III. Pabrik Indarung III B (selesai tahun 1987). Pabrik
Indarung III C dibangun oleh PT Semen Padang pada tahun 1994. Pabrik
Indarung III B dan III C yang menggunakan satu Kiln yang sama diberi nama
pabrik Indarung IV. Maka mulai 1 Januari 1994 kapasitas terpasang meningkat
menjadi 3.720.000 ton/ tahun.

Dengan diresmikannya pabrik Indarung V pada tanggal 16 Desember 1998


maka kapasitas produksi meningkat menjadi 5.240.000 ton semen pertahun.
Berdasarkan surat Menteri Keuangan Republik Indonesia No. S-326/ MK. 016/
1995 tanggal 5 Juni 1995, pemerintah melakukan konsolidasi atas tiga buah
pabrik semen milik pemerintah yaitu PT Semen Padang, PT Semen Gresik dan PT
Semen Tonasa yang terealisasi tanggal 15 September 1995.

Pemerintah mengalihkan kepemilikan sahamnya di PT Semen Padang ke


PT Semen Indonesia (Persero) Tbk bersamaan dengan pengembangan pabrik
Indarung V. Pada saat ini, pemegang saham perusahaan adalah PT Semen
Indonesia (Persero)Tbk dengan kepemilikan saham sebesar 99,99% dan Yayasan
Semen Padang dengan saham sebesar 0,01 %. PT Semen Indonesia (Persero) Tbk
sendiri sahamnya dimiliki mayoritas oleh Pemerintah Republik Indonesia sebesar
51,01%.

Pemegang saham lainnya sebesar 48,09% dimiliki publik. PT Semen


Indonesia (Persero) Tbk merupakan perusahaan yang sahamnya tercatat di Bursa
Efek Indonesia. Sejak 7 Januari 2013, PT Semen Gresik (Persero) Tbk berubah
nama menjadi PT Semen Indonesia (Persero) Tbk sesuai hasil Rapat Umum
Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) di Jakarta, 20 Desember 2012.

Pada 1 Juli 2012, PT Semen Padang kembali melakukan perubahan logo.


Pada perubahan kali ini, PT Semen Padang tidak melakukan perubahan yang
bersifat fundamental karena brand perusahaan tertua di Indonesia ini dinilai sudah
4

kuat. Pergantian ini dilakukan dengan pertimbangan, logo yang dipakai


sebelumnya memiliki ciri, tanduk kerbau kecil dan complicated (rumit).

Mata kerbau kelihatan old (tua), gonjong dominan dan telinga terihat off
position. Pada logo baru disempurnakan menjadi, tanduk kerbau menjadi besar,
dan kokoh/melindungi, mata kelihatan tajam/tegas, gonjong menjadi sederhana
(crown), dan telinga pada posisi on (selalu mendengar). Logo baru ini memiliki
kriteria dan karakter yang kokoh (identitas semen), universal (tidak kedaerahan),
lebih simpel (mudah diingat), dan lebih konsisten (applicable dalam ukuran
terkecil). Gambar 1.2 merupakan gambar perubahan logo-logo PT Semen Padang.
Gambar 1.2 Perubahan Logo PT Semen Padang.

Gambar 1.2 Perubahan Logo PT. Semen Padang


(Sumber: semenpadang.co.id, 2022)

Dalam penentuan letak pabrik beserta unit peralatannya, PT. Semen Padang telah
memenuhi faktor-faktor berikut, yaitu:

a.Faktor primer yaitu faktor yang langsung mempengaruhi tujuan utama pabrik
seperti :

 Sumber bahan baku (raw material orientation)

 Pemasaran (market orientation)

 Pengangkutan

 Tenaga kerja
5

 Energi dan utilitas

 Lingkungan
b.Faktor sekunder antara lain :

 Pembangunan pabrik

 Sistem sosial lingkungan pabrik.


Tujuan utama dari kedua faktor di atas adalah biaya produksi dapat ditekan
serendah mungkin dan penanganan terhadap pekerja, pengangkutan material dan
peralatan produksi menjadi lebih efisien. PT Semen Padang termasuk pabrik yang
letaknya dekat dengan sumber bahan baku. Deposit bahan bakunya cukup tersedia
dan berjarak 1-2 km dari pabrik yaitu Bukit Karang Putih dan Bukit Ngalau,
sehingga memudahkan dalam transportasinya. Saat sekarang ini, PT Semen
Padang telah memiliki 6 unit pabrik, yaitu unit pabrik Indarung I, II, III, IV, V,
dan VI yang mana seluruh unit pabrik ini berada dalam satu lokasi yang cukup
berdekatan. Meskipun PT Semen Padang telah memiliki 6 unit pabrik yang ada,
namun hanya 4 unit yang masih aktif yaitu Pabrik Indarung II/III, IV, V, dan VI.
Sedangkan pabrik Indarung I telah dinonkatifkan dikarenakan pertimbangan
efisiensi dan polusi yang dihasilkan.

1.1.2 Perkembangan Pabrik

Pada tahun 1999 pabrik Indarung I tidak dioperasikan lagi dengan


pertimbangan emisi debu dan efisiensi peralatan dimana pabrik Indarung I masih
menggunakan proses basah (wet-process) sehingga kapasitas terpasang
menjadi5.240.000 ton/tahun. Meskipun pabrik Indarung I tidak beroperasi lagi,
pabrik Indarung I tetap bernilai ekonomi tinggi. Hal ini dikarenakan pabrik
Indarung I memiliki pesona heritage yang sempat membuat para pakar mendesak
perusahaan merealisasikan Indarung I menjadi industrial heritage pertama di
Indonesia. Untuk mengembangkan Pabrik Indarung I menjadi industrial heritage
membutuhkan dana yang cukup besar dimana untuk pendanaan masih terus
diusahakan PT Semen Padang hingga kini. Pabrik Indarung I meski terkesan
kuno, masih menyisakan romantisme kejayaan pabrik semen di masa lalu.
Indarung I saat ini masih menyisakan gudang batu api, workshop, tempat dansa
6

pekerja Belanda, tunnel bawah tanah, penjara, dan bangunan lainnya. Pabrik
Indarung I saat ini lebih banyak digunakan sebagai spot foto untuk para pecinta
photografi.

Pembangunan pabrik Indarung II dilaksanakan dalam bentuk kerjasama


dengan FLSmidth dan CO. A/S Denmark. Pabrik ini berkapasitas 600.000
ton/tahun atau 2000 ton/hari yang beroperasi sejak tahun 1980 dan melalui proyek
optimalisasi yang selesai pada tahun 1992 maka kapasitas pabrik meningkat
menjadi 660.000 ton/tahun. Pabrik Indarung II memiliki satu kiln dengan 4-stage
suspension preheater dengan proses kering (dry-process).

Selanjutnya dibangun pabrik Indarung IIIA yang dirancang dengan desain


kembar dengan Indarung II yang beroperasi sejak Juli 1983 yang mempunyai satu
buah kiln dengan 4-suspension preheater dan kapasitas 2000 ton/hari atau
600.000 ton/tahun. Melalui proyek optimalisasi yang selesai pada tahun 1992,
maka kapasitas produksi meningkat menjadi 660.000 ton/tahun. Pabrik Indarung
III juga menggunakan proses kering (dry-process). Pabrik Indarung IV berasal
dari pabrik Indarung IIIB dan Indarung IIIC, dimana pabrik Indarung IIIB mulai
beroperasi pada bulan Oktober 1985, dengan proses kering yang mempunyai kiln
dengan 4-stage suspension preheater berkapasitas 2000 ton/hari atau 600.000
ton/tahun. Pabrik Indarung IIIC (precalsiner system SLC) adalah pengembangan
lanjutan dari pabrik Indarung IIIB sehingga kapasitasnya menjadi 5400 ton/hari
atau 1.620.000 ton/tahun yang selesai menjelang tahun 1993.

Pabrik Indarung V adalah pabrik semen dengan sistem dan teknologi yang
terbaru, yaitu mempunyai sistem proses kering yang memiliki kiln dilengkapi
dengan suspension preheater dan precalciner (Separate Line Calsiner dan In Line
Calsiner) dengan kapasitas 7800 ton/hari.

Pada hari Senin, 26 Mei 2014 diadakan peletakan batu pertama (ground
breaking) pabrik Indarung VI PT Semen Padang oleh Menteri BUMN Dahlan
Iskan. Pabrik ini pada tahun 2016. Pabrik ini memproduksi kurang lebih 3 juta
ton/tahun yang mulai beroperasi pada tahun 2016. Teknologi canggih yang
digunakan diantaranya adalah penerapan dedusting system, yang merupakan
mekanisme untuk menangkap debu hasil produksi. Pabrik baru menggunakan Bag
7

Filter untuk menangkap debu, sementara pabrik lama masih memakai


Electrostatic Precipitator. Selain itu, pabrik Indarung VI menggunakan satu
Calciner, dengan dimensi yang lebih besar. Dengan peralatan ini, proses
pembakaran dan heat transfer menjadi lebih efisien. Pabrik Indarung VI memiliki
kapasitas produksi 2,4 juta ton klinker.

Selama tahun 2017, PT Semen Padang mampu mencapai produksi


sebanyak 7,44 ton dari target 7,43 ton. Sementara dari sisi penjualan, selama
tahun 2017 volume penjualan PT Semen Padang sebesar 7,7 ton atau 92,20 % dari
target sebesar 8,3 juta ton dibandingkan dengan tahun 2016, volume penjualan
tahun 2017 masih lebih tinggi 10,40 % atau naik 6,9 ton dibanding tahun
sebelumnya.

Pada 9 Februari 2018, Pabrik Indarung VI PT Semen Padang telah


diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo. Peresmian
dilakukan dalam rangkaian peringatan Hari Pers Nasional (HPN).PT Semen
Padang melakukan pengembangan dan peningkatan jumlah produksi setiap tahun
nya sehingga pada tahun 2020 jumlah kapasitas optimal dari masing-masing
pabrik adalah sebagai berikut :

a.Pabrik Indarung II : 361.918 ton/tahun

b.Pabrik Indarung III : 367.857 ton/tahun

c.Pabrik Indarung IV : 1.302.947 ton/tahun

d.Pabrik Indarung V : 2.322.539 ton/tahun

e.Pabrik Indarung VI : 601.122 ton/tahun

f.Pabrik Dumai : 455.409 ton/tahun

Berdasarkan jumlah perincian tersebut maka total kapasitas produksi


optimal PT Semen Padang pertahunnya 5.405.792 ton/tahun. PT Semen Padang
terus mempertahankan kualitas produknya hingga saat ini, disamping itu promosi
kepada konsumen juga giat dilakukan untuk mempertahankan minat konsumen
terhadap produk yang dihasilkan.
8

1.2 Lokasi Pabrik

Pemilihan lokasi pabrik merupakan salah satu faktor yang penting dalam
keberhasilan dan kelangsungan pabrik karena dapat menaikkan daya guna dan
akan menghemat biaya produksi suatu pabrik. PT Semen Padang terletak di
Kelurahan Indarung, Kecamatan Lubuk Kilangan, Kota Padang, Sumatra Barat.

Secara geografis, PT Semen Padang berada pada ketinggian ± 200 m di


atas permukaan laut. PT Semen Padang memiliki luas area sekitar 10.906.260 m 2
dan lokasi PT Semen Padang letaknya dekat dengan sumber bahan baku, yaitu
hanya sekitar 1-2 km dari pabrik. Pabrik kantong terletak di Bukit Putus,
sedangkan pengantongan terletak di Indarung, Teluk Bayur, Batam, Belawan, dan
Tj. Priok. Berikut tata letak pabrik PT Semen Padang dapat dilihat pada Gambar
1.3 berikut.

1.3 Struktur Organisasi dan Manajemen

Jajaran Direksi dalam struktur organisasi perusahaan, terdiri dari 1 (satu)


orang Direktur Utama yang membawahi 2 (dua) orang Direksi, yaitu : Direktur
Produksi, dan Direktur Keuangan. Dalam tugas-tugasnya, direksi dibantu
sebanyak 18 pejabat Eselon I yang terdiri dari 9 departemen, satu wakil kepala
departemen dan satu pejabat setingkat departemen (Bisnis Inkubasi dan Semen).
Dalam menjalankan manajemen perusahaan, Direktur Utama dibantu oleh dua
orang direksi, yaitu:

a. Direktur Produksi bertanggung jawab terhadap kelancaran jalannya


pabrik (operasional).Direktur Produksi membawahi:
 Departemen Perencanaan dan Pengendalian Produksi
 Departemen Tambang dan Pengelolaan Bahan Baku
 Departemen Produksi Terak
 Departemen Produksi Semen
 Departemen Pemeliharaan

b. Direktur Keuangan bertanggung jawab terhadap masalah-masalah


keuangan dari perusahaan. Direktur Keuangan membawahi:
9

 Departemen Keuangan
 Departemen Sumber Daya Manusia dan Umum

Di samping itu, Direktur Utama bersama direktur lainnya yang disebut


Dewan Direksi juga membawahi beberapa Anak Perusahaan dan Lembaga
Penunjang (APLP) dan Panitia Pelaksana Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(P2K3). Anak perusahaan yang ada di kota Padang sekarang PT Igasar, PT
Yasiga Sarana Utama, PT Andalas Yasiga Perkasa dan PT Pasoka Sumber Karya.
Sedangkan untuk Indarung IV, kekuasaan tertinggi terletak pada Kepala
Departemen yaitu Direktur Operasi dan dibantu oleh empat biro yaitu Biro
Produksi, Biro Pemeliharaan Mesin, Biro Pemeliharaan Listrik dan Instrumen,
dan terakhir Biro Tenaga. Untuk lebih lengkapnya mengenai letak urutan tiap
direksi dapat kita lihat melalui bagan struktur organisasinya pada Gambar 1.5 dan
Gambar 1.6.

1.5.2 Sistem Manajemen

Struktur organisasi PT Semen Padang menggunakan sistem Organisasi


fungsional vertikal dimana kekuasaan tertinggi dipegang oleh Direktur Utama
yang dibantu oleh direktur lainnya. PT Semen Padang memiliki manejemen
perusahan yang terdiri dari pimpinan direktur dan staf direksi. Berikut ini susunan
manajemen perusahaan PT Semen Padang:

1.Direktur Utama : Yosviandri

a) Internal Audit

b) Departemen Komunikasi dan Hukum Perusahaan

c) Bisnis Inkubasi Non Semen

2. Direktur Operasi : Asri Mukhtar

a) Departemen Perencanaan dan Pengendalian produksi

b) Departemen Tambang dan Pengelolaan Bahan Baku

c) Departemen Produksi Terak


10

d) Departemen Produksi Semen

e) Departemen Pemeliharaan

3. Direktur Keuangan : Tubagus Muhammad Dharury

a) Departemen Keuangan

b) Departemen Sumber Daya Manusia dan Umum

Pada tahun 2018 jumlah tenaga kerja PT Semen Padang Sumatra Barat
mencapai 3750 orang. Karyawan terbagi atas 2 bagian, yaitu karyawan shift dan
karyawan non- shift. Karyawan non-shift memiliki 5 hari kerja dengan waktu
kerja dari jam 08.00 – 17.00 dan untuk karyawan shift Jadwal jam kerjanya,
yaitu shift I dari jam 07.00 – 15:00, shift II dari jam 15.00 – 23.00 dan shift III
dari jam 23.00 – 07.00.

Anak perusahaan dan penunjang lainnya, terdiri dari :

1. PT Igasar, bergerak dalam usaha distributor semen, kontraktor, real estate,


perdagangan umum, memproduksi bahan bangunan serta penyewaan alat-
alat berat.
2. Yayasan Igasar, sebuah lembaga pendidikan yang mengkoordinir sarana
pendidikan mulai dari TK sampai SMU/SMK.
3. PT Yasiga Sarana Utama, bergerak di bidang perdagangan umum, jasa
kontruksi, penyewaan, angkutan umum, pertambangan dan jasa lainnya.

4. PT Andalas Yasiga Perkasa, bergerak dalam bidang suplai tanah liat untuk
kebutuhan bahan mentah PT Semen Padang.
5. PT Bima Sepaja Abadi, merupakan perusahaan patungan dengan pihak
swasta, dengan kegiatan packing plant dan pendistribusian semen.
6. PT Sepatim Batamtama, merupakan perusahaan patungan untuk
pendistribusian semen di Batam-Riau.
7. PT Utara Perkasa Semen, merupakan perusahaan patungan untuk
pendistribusian di Sumatra Utara.
11

8. PT Pasoka Sumber Karya, bergerak di bidang kontraktor dan penyediaan


tenaga kerja untuk Semen Padang
9. Dana Pensiun merupakan lembaga penunjang yang mengelola pensiun
bagi karyawan.
10. Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi, melakukan pembinaan terhadap
pengusaha kecil dan koperasi yang ada di Sumatra Barat.
PT Semen Padang telah memperoleh berbagai macam akreditasi perusahaan,
seperti:

1. ISO 9001:2008 (SNI-19-9001) mengenai standar sistem manajemen mutu


jaminan kualitas, dimana seluruh produk terintegrasi dengan standar mutu.
2. ISO 14001:2005 (SNI-19-14001) mengenai sistem manajemen lingkungan
PT Semen padang menerapkan industri berwawasan lingkungan dalam
pengendalian emisi debu secara optimal, mengurangi jumlah bahan tidak
berguna seminimal mungkin dan menggunakan sumber daya alam seacara
efisien dan efektif.
3. OHSAS 18001:2007 untuk sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
4. ISO-ICE-17025 menjadi standar untuk akreditasi laboratorium baik
produksi maupun Jaminan Kualitas mengenai peralatan uji yang
digunakan.

1.4 Sistem Pemasaran


Daerah pemasaran PT Semen Padang untuk produksi Semen Portland
Tipe I, Super Masonry Cement (SMC) dan Portland Pozzolan Cement (PPC)
meliputi seluruh wilayah Provinsi di Pulau Sumatra, DKI Jakarta, Banten, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan. Sedangkan untuk
produk-produk lainnya seperti Semen Portland Tipe II, V, dan Oil Well Cement
(OWC) 11 disamping dipasarkan ke daerah-daerah tersebut, juga dipasarkan ke
daerah lain yang memerlukannya. Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam
negeri, PT Semen Padang juga mengekspor ke Bangladesh, Myanmar, Srilangka,
Maldives, Philipina, Singapura, Brunai, Timor Timur, Madagaskar, Kuwait, dll.
12

PT Semen Padang hampir 63% mendistribusikan semen melalui jalur laut


dalam kemasan zak dan curah, sedangkan selebihnya melalui angkutan darat
dalam kemasan zak, big bag, dan curah. Distribusi ke daerah pasar melalui
angkutan darat seperti ke daerah Sumatra Barat, Tapanuli Selatan, Riau Daratan,
Bengkulu, dan Jambi dikantongkan di Packing Plant Indarung (PPI) dan
distribusi melalui angkatan laut dikantongkan di Pengantongan Teluk Bayur.
77
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Baku Utama dan Penunjang


Secara kimia, bahan baku yang digunakan dalam pembuatan semen harus
mengandung senyawa Kalsium Karbonat (CaCO 3), Oksida Aluminium (Al2O3),
Silika (SiO2), dan Besi (Fe2O3). Bahan baku pembuatan semen dikelompokkan
menjadi dua, yaitu bahan baku utama, bahan baku tambahan (Aditif).

2.1.1 Bahan Baku Utama

Bahan baku utama dari pembuatan semen adalah batu kapur


(Limestone)¸batu silika (Silica Stone), pasir besi (Iron Sand) dan tanah liat (Clay)
yang akan dicampur menjadi satu menjadi raw mix dan kemudian akan diproses
hingga menjadi produk semen.

a. Batu Kapur (Limestone)

Batu kapur merupakan sumber utama kalsium oksida untuk membentuk


senyawa-senyawa utama semen (C2S, C3S, C3A, C4AF). Dalam pembuatan
semen, batu kapur digunakan sebanyak ± 80%. Batu kapur berperan dalam reaksi
hidrasi dan pembentukan kekuatan pada semen. Jumlah batu kapur yang
berlebihan pada semen akan menyebabkan semen menjadi tidak lentur dan rapuh.
Batu kapur yang digunakan PT. Semen Padang diambil dari penambangan di
Bukit Karang Putih.

Gambar 2.1 Batu kapur (Lime Stone)


78

Tabel 2.1 Sifat Fisika Batu Kapur


Parameter Sifat Fisika
Fasa Padat
Warna Putih kekuning-kuningan
Kadar air 3,25%
Ukuran Material 60 mm
Silika Modulus 4,29
Alumina Modulus 2,05
Bulk Density 1378 g/l (kasar), 1360 g/l (sedang),
1592 g/l (halus)
Lime Saturation Factor 424,4
(Sumber : Laboratorium Proses Indarung IV, 2022)

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Batu Kapur


Parameter Persentase (%)
CaO 49,27
SiO2 6,76
Al2O3 1,05
Fe2O3 0,52
MgO 0,41
H2O 3,25
SO3 0,05
(Sumber : Laboratorium Proses Indarung IV, 2022)

b. Batu Silika (Silica Stone)

Batu silika merupakan sumber utama dari senyawa silika dengan rumus molekul
SiO2 yang terdapat bersama oksida logam lainnya. Pada umumnya batu silika
sekitar 10% dari total kebutuhan dasar semen yang diperlukan dalam pembuatan
semen dengan kadar SiO2 minimal 60% dalam batu silika. Pasir silika berguna
untuk meningkatkan kekuatan pada semen karena pembentukan dikalsium silikat
(C2S) dan trikalsium silikat (C3S). Pada umumnya batu silika mengandung
oksida logam lainnya, semakin murni kadar SiO2 semakin putih warna batu
silikanya, semakin berkurang kadar SiO2 semakin berwarna merah atau cokelat,
79
disamping itu semakin mudah menggumpal karena kadar airnya yang tinggi. Batu
silika yang baik untuk pembuatan semen adalah dengan kadar SiO2 ± 90%. Batu
Silika yang digunakan di PT. Semen Padang merupakan hasil dari penambangan
yang dilakukan di Bukit Ngalau dan Bukit Karang Putih.

Gambar 2.2 Batu Silika ( Silika Stone )

Tabel 2.3 Sifat Fisika Batu Silika


Parameter Sifat Fisika
Fasa Padat
Warna Cokelat Kemerahan
Ukuran Material 60 mm
Silika Modulus 3,64
Alumina Modulus 2,073
Bulk Density 1210 g/l (kasar), 1216 g/l (halus),
Lime Saturation Factor 0,88
(Sumber : Laboratorium Proses Indarung IV, 2022)
Tabel 2.4 Komposisi Kimia Batu Silika
Parameter Sifat Fisika
CaO 10,71
SiO2 65,92
Al2O3 5,52
Fe2O3 0,66
MgO 0,50
H2O 5,13
(Sumber : Laboratorium Proses Indarung IV, 2022)
80

c. Pasir Besi (Iron Sand)

Pasir besi pada umumnya mempunyai komposisi utama besi oksida


(Fe2O3), yang selalu tercampur dengan SiO2 dan TiO2 sebagai impuritisnya,
serta senyawa- senyawa lain dengan kadar yang lebih rendah. Fe2O3 berfungsi
sebagai penghantar panas dalam proses pembakaran. Kadar Fe2O3 yang baik
dalam pembuatan semen yaitu Fe2O3 ± 75% - 80%. Dalam pembuatan semen,
pasir besi digunakan sebanyak ±1% dari total bahan baku dasar semen yang
digunakan. Pasir besi yang digunakan didatangkan dari Kalimantan, Cilacap dan
Batam.

Gambar 2.3 Pasir Besi (Iron Sad)

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya diperoleh hasil bahwa pasir besi


lebih meningkatkan kuat tekan dan kuat tarik hingga 80 %, hal ini dimungkinkan
karena selain sifat filler, sifat kimiawi pasir besi yang mengandung SiO2
membantu kinerja semen sebagai bahan pengikat. Selain itu, pasir besi juga
berperan sebagai pemberi warna gelap pada semen dan secara teoritis berfungsi
sebagai fluks dalam pembakaran dan menurunkan C3A. Senyawa Fe2O3 yang
digunakan dalam pembuatan semen di PT Semen Padang terkhususnya pabrik
Indarung IV tidak hanya diperoleh dari pasir besi melainkan juga dari copper
slag. Copper slag adalah hasil limbah industri peleburan tembaga yang berbentuk
pipih dan runcing atau tajam dan sebagian besar mengandung oksida besi dan
silika serta mempunyai sifat kimia yang stabil dan sifat fisik yang sama dengan
pasir besi.
81

Tabel 2.5 Sifat Fisika Pasir Besi


Parameter Sifat Fisika
Fasa Padat
Warna Hitam
Bulk Density 1675 g/l
Lime Saturation Factor 4,4
Silica Modulus 0,38
Alumina Modulus 0,03
(Sumber : Laboratorium Proses Indarung IV, 2022)
Tabel 2.6 Komposisi Kimia Pasir Besi
Parameter Sifat Fisika
CaO 4,62
SiO2 22,88
Al2O3 2,01
Fe2O3 58,14
MgO 0,72
H2O 3,66
(Sumber : Laboratorium Proses Indarung IV, 2022)

d. Tanah Liat (Clay)

Rumus kimia tanah liat yang digunakan pada produksi semen


SiO2Al2O3.2H2O. (Silika aluminat hidrat). Komposisi tanah liat dalam raw
material yang digunakan dalam pembuatan semen adalah sebanyak ±8%.

Komposisi Al2O3 dalam tanah liat yang digunakan minimal 25%. Adapun
tugas dari tanah liat memasok alumina dan silika pada saat pembakaran di dalam
kiln dan menyeimbangkan kandungan CaCO3 yang terlalu tinggi pada limestone.
82
Gambar 2.4 Tanah Liat (Clay)

Selain itu, tanah liat juga berfungsi untuk mengurangi kadar vibrasi pada Vertikal
Raw Mill.Pada awalnya penambangan tanah liat dilakukan di bukit Ngalau,
namun karena jumlahnya semakin sedikit maka tanah liat dibeli dari pihak ketiga
yaitu PT Igasar dan PT Yasiga Andalas di Gunung Sarik .

Tabel 2.7 Sifat Fisika Tanah Liat


Parameter Sifat Fisika
Fasa Padat
Warna Cokelat
Silika Modulus 1,42
Alumina Modulus 2,65
Bulk Density 750 g/l
\ Lime Saturation 1,5
Factor
(Sumber : Laboratorium Proses Indarung IV, 2022)

Tabel 2.8 Komposisi Kimia tanah Liat


Parameter Komposisi
CaO 2,50
SiO2 47,03
Al2O3 24,25
Fe2O3 9,20
MgO 0,67
H2O 30,85
SO3 0,02
(Sumber : Laboratorium Proses Indarung IV, 2022)

2.1.2 Bahan Baku Tambahan

Bahan baku yang ditambahkan ke dalam raw mix untuk mendapatkan


sifat-sifat tertentu yang diinginkan pada semen. Bahan tambahan antara lain:

a. Gypsum
Bahan aditif yang digunakan dalam proses pembuatan semen adalah
gypsum dengan rumus CaSO4.nH2O. Gypsum berfungsi sebagai retarder atau
83
memperlambat terjadinya proses pengerasan pada semen. Adapun karakteristik
dari gypsum adalah lembab dan tahan terhadap api. Gypsum yang digunakan
dalam pabrik Indarung IV dibagi menjadi 2 macam yaitu gypsum alam dan
gypsum sintetis. Gypsum alam diimpor dari Thailand dan Australia, sedangkan
untuk gypsum sintetis berasal dari PT. Petrokimia, Gresik.

Gambar 2.5 Gypsum

Tabel 2.9 Sifat Fisika Gypsum


Parameter Sifat Fisika
Fasa Padat
Warna Putih keabu-abuan
Ukuran Material Max 3 inch
Bulk Density 1681,7 g/l (kasar), 1347 g/l
(gembur)
(Sumber : Laboratorium Jaminan Kualitas, 2022)

Tabel 2.10 Komposisi Kimia Gypsum


Parameter Komposisi
CaSO4 30,50
NaCl 0,006
MgO 1,29
H2O 0,58
SO3 43,92
CaO 31,96
(Sumber : Laboratorium Jaminan Kualitas, 2022)

b. Pozzolan
84
Pozolan adalah bahan yang mengandung senyawa silica dan Alumina
dimana bahan pozzolan itu sendiri tidak mempunyai sifat seperti semen, akan
tetapi dengan bentuknya yang halus dan dengan adanya air, maka senyawa-
senyawa tersebut akan bereaksi secara kimiawi dengan Kalsium hidroksida
(senyawa hasil reaksi antara semen dan air) pada suhu kamar membentuk
senyawa Kalsium Aluminat hidrat yang mempunyai sifat seperti semen. Pozzolan
Indarung 4 didapatkan dari Lubuk Alung.

Gambar 2.6 Pozzolan


Standar mutu pozolan menurut ASTM C618-92a dibedakan menjadi tiga
kelas, dimana tiap-tiap kelas ditentukan komposisi kimia dan sifat fisiknya.
Pozzolan mempunyai mutu yang baik apabila jumlah kadar SiO2 + Al2O3 +
Fe2O3 tinggi dan reaktifitasnya tinggi dengan kapur. Ketiga kelas pozzolan
tersebut, yaitu:

 Kelas N : Pozzolan alam atau hasil pembakaran, pozzolan alam yang dapat
digolongkan didalam jenis ini seperti tanah diatomoic, opaline cherts dan
shales, tuff dan abu vulkanik atau pumicite, dimana bisa diproses melalui
pembakaran atau tidak. Selain itu juga berbagai material hasil pembakaran
yang mempunyai sifat pozzolan yang baik.
 Kelas C : Fly ash yang mengandung CaO di atas 10% yang dihasilakan
dari pembakaran lignit atau sub-bitumen batubara.
 Kelas F : Fly ash yang mngandung CaO kurang dari 10% yang dihasilakan
dari pembakaran lignit atau sub-bitumen batubara.
85
Tabel 2.11 Sifat Fisika Pozzolan
Parameter Sifat Fisika
Fasa Padat
Warna Putih keabu-abuan
Ukuran Material Max 3 inch
Bulk Density 1681,7 g/l (kasar), 1347 g/l
(gembur)
( Sumber : Laboratorium Proses Indarung IV,2022)
Tabel 2.12 Komposisi Kimia Pozzolan
Parameter Komposisi
CaO 0,37
SiO2 71,62
Al2O3 17,29
Fe2O3 1,46
MgO 0,59
H2O 16,95
(Sumber : Laboratorium Jaminan Kualitas, 2022)

c. Limestone High Grade


Limestone High Grade memiliki kemurnian 94-98% dan memiliki nilai
SiO2 yang tinggi. Bahan ini sebagai bahan pengisi untuk menambah jumlah
kapasitas produksi dalam pembuatan semen. Jumlah lime stone yang digunakan
adalah 10%. Limestone High Grade berasal dari penambangan di Bukit Karang
Putih.
86
Gambar 2.7 Limestone High Grade

Tabel 2.13 Sifat Fisika Limestone High Grade


Parameter Sifat Fisika
Fasa Padat
Warna Putih kekuning-kuningan
Kadar air 3,25%
Ukuran Material 60 mm
Silika Modulus 6,5
Alumina Modulus 16,38
Bulk Density 1378 g/l (kasar), 1360 g/l (sedang),
1592 g/l (halus)
Lime Saturation Factor 6,5
(Sumber: Laboratorium Proses Indarung IV ,2022)

Tabel 2.14 Komposisi Kimia Batu Kapur High Grade


Parameter Persentase (%)
CaO 50,09
SiO2 5,10
Al2O3 0,84
Fe2O3 0,43
MgO 0,38
H2O 3,07
SO3 0,70
(Sumber : Laboratorium Proses Indarung IV, 2022)

2.1.2 Faktor Kualitas Semen

a. Sifat Fisika Semen

1.Setting time (waktu pengikatan)


Setting dan hardening adalah pengikatan dan pengerasan semen setelah
terjadi reaksi hidrasi. Semen apabila dicampur dengan air akan menghasilkan
pasta yang plastis dan dapat dibentuk sampai beberapa waktu karakteristik dari
pasta tidak berubah dan periode ini sering disebut dorman period .Pada tahapan
87
berikutnya, pasta mulai menjadi kaku walaupun masih ada yang lemah, namun
suhu tidak dapat dibentuk (unworkable). Kondisi ini disebut initial set, sedangkan
waktu mulai dibentuk (ditambah air) sampai kondisi initial set disebut initial
setting time (waktu pengikatan awal). Tahapan berikutnya pasta melanjutkan
kekuatannya sehingga didapat padatan yang utuh dan biasa disebut hardened
cement pasta. Kondisi ini disebut final set, sedangkan waktu yang diperlukan
untuk mencapai kondisi ini disebut final setting time (waktu pengikatan akhir).
Proses pengerasan berjalan terus berjalan seiring dengan waktu akan diperoleh
kekuatan proses ini dikenal dengan nama hardening.

2. Kelembaban

Kelembaban timbul karena semen menyerap uap air dan CO 2 dan dalam
jumlah yang cukup banyak sehingga terjadi penggumpalan. Semen yang
menggumpal kualitasnya akan menurun karena bertambahnya Loss On Ignition
(LOI) dan menurunnya spesific gravity sehingga kekuatan semen menurun, waktu
pengikatan dan pengerasan semakin lama, dan terjadinya false set. Loss On
Ignition (hilang pijar) dipersyaratkan untuk mencegah adanya mineral-mineral
yang terurai pada saat pemijaran, dimana proses ini menimbulkan kerusakan pada
batu setelah beberapa tahun kemudian.

3. Panas Hidrasi

Panas hidrasi adalah panas yang dilepaskan selama semen mengalami


proses hidrasi. Jumlah panas hidrasi yang terjadi tergantung pada tipe semen,
kehalusan semen, dan perbandingan antara air dengan semen. Kekerasan awal
semen yang tinggi dan panas hidrasi yang besar kemungkinan terajadi retak-retak
pada beton. Hal ini disebabkan oleh fosfor yang timbul sukar dihilangkan
sehingga terjadi pemuaian pada proses pendinginan.

4. Penyusutan

Ada tiga macam penyusutan yang terjadi di dalam semen yaitu:

1. Drying shringkage (penyusutan karean pengeringan)


2. Hidration shringkage (penyusutan karena hidrasi)
3. Carbonation shringkage (penyusutan karena karbonasi)
88
Yang paling berpengaruh pada permukaan beton adalah drying
shringkage, penyusutan ini terjadi karena penguapan selama proses setting dan
hardening. Bila besaran kelembabannya dapat dijaga, maka keretakan beton dapat
dihindari. Penyusutan ini dipengaruhi juga oleh kadar C3A yang terlalu tinggi.

5. Kuat Tekan

Kuat tekan adalah kemampuan material menahan suatu beban. Kuat tekan
dipengaruhi oleh kandungan senyawa C3S, C2S, C3A, C4AF dalam semen, kadar
SO2, dan tingkat kehalusan semen. C3S berpengaruh terhadap kekuatan awal.C2S
berpengaruh terhadap kuat tekan dalam jangka panjang, C3A berpengaruh
terhadap kuat tekan hingga umur 28 hari, dan C4AF tidak berpengaruh pada kuat
tekan namun memberikan pengaruh terhadap pembentukan liquid phase di dalam
proses pembakaran di kiln.

Kuat tekan semen diuji dengan cara membuat mortar yang kemudian
ditekan sampai hancur. Contoh semen yang diuji dicampur dengan pasir silika
dengan perbandingan tertentu, kemudian dibentuk menjadi kubus-kubus
berukuran (5x5x5) cm. Setelah mengalami perawatan dengan perendaman benda
tersebut diuji kekuatan tekannya pada hari ke 3, 7, dan 28

6. Hidrasi Semen

Hidrasi semen terjadi akibat adanya kontak antara mineral semen


dengan air. Faktor yang mempengaruhi hidrasi semen antara lain:

 Jumlah air yang ditambahkan


 Temperatur
 Kehalusan semen
 Bahan aditif
 Kandungan senyawa C3S, C2S, C3A dan C4AF

Faktor-faktor tersebut mengakibatkan terbentuknya pasta semen yang pada


waktu tertentu akan mengalami pengerasan. Hidrasi adalah proses kristalisasi
yang dibagi menjadi 3 (tiga) tahap, yaitu:
89
1. Secara kimia, yaitu mineral semen beraksi dengan air membentuk senyawa
hidrat.
2. Secara fisika, yaitu pembentukan kristal karena kejenuhan larutan.
3. Secara mekanis, yaitu pengikatan secara adhesi dan kohesi kristal sehingga
membentuk struktur yang kokoh.Hidrasi pada temperatur tinggi
menyebabkan rendahnya kekuatan akhir semen dan beton yang rentan
retak

7. Daya Tahan terhadap Asam dan Sulfat

Syarat ini hanya untuk semen dengan jenis HSRC (high sulfate resistance
cement).Daya tahan beton umumnya rendah terhadap asam, sehingga mudah
terdekomposisi oleh asam kuat.Asam dapat merubah senyawa semen yang tidak
larut dalam air menjadi senyawa yang larut dalam air. pH yang dapat merusak
yaitu dibawah 6, namun keasaman air akibat pelarutan CO2, pH di atas 6,5 juga
dapat merusak, karena CO2 bereaksi dengan Ca(OH)2 dalam semen membentuk
CaCO3 yang bereaksi kembali dengan CO2 membentuk Ca(HCO)3 yang
larut dalam air,Reaksi yang terjadi yaitu :

Ca(OH)2 + CO2 CaCO3 + H2O CaCO3 + CO2 Ca(HCO)3


Ca(HCO)3 yang terbentuk inilah yang akan
mengurangi kekuatan semen.

8. False Set

False set yaitu gejala terjadinya pengembangan sifat kekakuan dari adonan
semen, mortar, beton tanpa terjadinya pelepasan panas yang banyak. Gejala
tersebut akan hilang dan sifat plastis akan dicapai kembali bila dilakukan
pengadukan lebih lanjut tanpa penambahan air. False set terjadi karena pada
operasi penggilingan klinker dan gypsum dilaksanakan pada suhu operasi yang
terlalu tinggi sehingga terjadi dehidrasi dari CaSO4.2H2O menjadi
CaSO4.1,5H2O.CaSO4.0,5H2O. Inilah yang menyebabkan terjadinyafalse set.

9. Soundness
90
Selama proses hidrasi, akan terjadi ekspansi abnormal yang menyebabkan
keretakan beton. Ekspansi terjadi apabila kadar free lime, MgO, Na 2O, dan K2O
terlalu tinggi atau gypsum yang terlalu banyak.

10. Konsistensi

Konsistensi semen portland lebih banyak pengaruhnya pada saat


pencampuran awal, yaitu pada saat terjadi pengikatan sampai pada saat beton
mengeras. Konsistensi yang terjadi bergantung pada rasio antara semen dan air
serta aspek-aspek bahan semen seperti kehalusan dan kecepatan hidrasi.
Konsistensi mortar bergantung pada konsistensi semen dan agregat pencampurnya

11. Kehalusan (Blaine)

Kehalusan butir semen akan mempengaruhi proses hidrasi. Waktu


pengikatan (setting time) menjadi semakin lama apabila butir semen lebih kasar.
Kehalusan penggilingan semen disebut penampang spesifik, yaitu luas butir
permukaan semen. Jika permukaan penampang semen lebih besar, semen akan
memperbesar bidang kontak dengan air. Semakin halus butiran semen, proses
hidrasi semakin cepat sehingga kekuatan awal tinggi dan kekuatan akhir akan
berkurang. Namun jika semen terlalu halus, setting time akan turun lalu
mengakibatkan drying shrinkage dan mengakibatkan keretakan beton. Selain itu,
akan memudahkan penyerapan air dan CO2. Oleh karena itu, ukuran partikel
dijaga pada blaine ±3.500 cm2/gr.

Kehalusan butir semen yang tinggi dapat mengurangi terjadinya bleeding atau
naiknya air ke permukaan, tetapi menambah kecendrungan beton untuk menyusut
lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak susut. Menurut ASTM, butir
semen yang lewat ayakan No. 200 harus lebih dari 78%. Untuk mengukur
kehalusan semen digunakan turbidimeter dari Wagner atau air permeability dari
blaine .

12. Perubahan Volume (Kekalan)

Kekalan pasta semen yang telah mengeras merupakan suatu ukuran yang
menyatakan kemampuan pengembangan bahan-bahan campurannya dan
91
kemampuan untuk mempertahankan volume setalah pengikatan terjadi.
Ketidakkekalan semen disebabkan oleh terlalu banyaknya jumlah kapur bebas
yang pembakarannya tidak sempurna serta magnesia yang terdapat dalam
campuran tersebut. Kapur bebas itu mengikat air dan kemudian menimbulkan
gaya-gaya ekspansi. Alat uji untuk menentukan nilai kekalan semen portland
adalah Autoclave Expansion of Portland Cement cara ASTM C-151 atau cara
Inggris, BS, Expansion by Le Chatellier.

Sifat-sifat semen portland sangat dipengaruhi oleh susunan ikatan oksida-


oksida serta bahan-bahan pengotor lainnya. Pemeriksaan secara berkala perlu
dilakukan, baik pada saat pemrosesan, saat menjadi bubuk semen maupun setelah
menjadi pasta semen. Pemeriksaan semen dilakukan sesuai dengan standar
mutu.Standar yang paling umum dianut didunia adalah standar ASTM (American
Society for Testing and Material) C-150 dan British standard (BS-12). Sedangkan
di Indonesia menggunakan Standar Industri Indonesia (SII-0013-81) yang
mengadopsi ASTM C-150-80 yang kini telah diperbarui menjadi SNI.

b. Sifat Kimia Semen

1.Insoluble Residue (Bagian Tak Larut)

Insoluble residue merupakan kotoran yang tetap tinggal setelah semen


direaksikan dengan asam klorida dan natrium karbonat. Kotoran ini berasal dari
senyawa di dalam gypsum, dari SiO2 yang tidak terikat dalam klinker dan dari
senyawa organik seperti humus yang terkadang masih terbawa di limestone dan
batuan lainnya. Jumlahnya yang kecil tidak mempengaruhi mutu/kualitas semen .

2. Lost of Ignition (Hilang Pijar)

Hilang pijar digunakan untuk mencegah adanya mineral-mineral yang


dapat diuraikan pada pemijaran. Kristal mineral tersebut umunya bersifat dapat
mengalami metamorfosa dalam waktu yang lama, sehingga pada proses tersebut
dapat menimbulkan kerusakan. Lost of ignition (LOI) adalah persentase berat
CO2 dan H2O yang hilang pada waktu dipijarkan dengan suhu dan waktu
tertentu. LOI dihitung dengan rumus:
92

Hilang pijar disebabkan karena terjadinya penguapan air kristal dari


gypsum serta penguapan CO2 dari MgCO3 dan CaCO3 saat terjadi reaksi
kalsinasi. Nilai LOI berkisar antara 0,5-0,8%.

3. Modulus Semen

Modulus semen merupakan bilangan yang menyatakan perbandingan


kuantitas senyawa CaO, SiO2, Fe2O3, dan Al2O3.Modulus semen sesuai untuk
jenis semen yang diproduksi. Modulus ini dapat digunakan untuk perbandingan
jumlah masing-masing bahan baku untuk menghasilkan klinker dengan komposisi
yang diinginkan.

4. Alumina Modulus (ALM)

Nilai ALM berkisar 1,5-2,5. Jika nilai ALM terlalu tinggi, maka nilai SIM
akan turun sehingga menurunkan setting time semen, namun jika nilai ALM
terlalu rendah akan menyebabkan viskositas fasa cair rendah, semen yang
dihasilkan tahan sulfat, namun kuat tekan awalnya rendah dan mudah dibakar .
ALM dihitung dengan menggunakan rumus:

Perubahan nilai SIM menyebabkan perubahan coating pada burning zone


dan burnability klinker. Jika nilainya terlalu tinggi, maka klinker sulit dibakar
hingga perlu temperatur bakar yang tinggi. Fase cair rendah, sehingga beban
panasnya tinggi, kadar abu dan CaO bebasnya tinggi. Coating menyebabkan
terjadinya penumpukan penyerapan panas pada bagian coating dan
mengakibatkan daerah coating tersebut lebih panas sehingga dapat merusak batu
tahan api.

5. Lime Saturation Factor (Faktor Penjenuhan Kapur)


93
LSF adalah jumlah bagian CaO yang diperlukan untuk mengikat satu
bagian oksida-oksida yang lain (SiO2, Al2O3 dan Fe2O3). Kelebihan CaO dari
LSF akan membentuk CaO bebas (free lime) didalam klinker. Akibat LSF yang
tinggi adalah CaO bebas akan semakin tinggi, burnability semakin tinggi sehingga
kuat tekan awal dan panas hidrasi semakin tinggi,kebutuhan panas dan temperatur
kiln akan meningkat karena burnability yang semakin tinggi dan coating sulit
terbentuk sehingga panas radiasi akan meningkat.

6. Sulfur Trioksida (SO3)

Senyawa SO3 berasal dari gypsum dan bahan bakar pada pembentukan
klinker. Kadar SiO3 klinker sebaiknya 0,6%, jika lebih maka klinker akan susah
digiling. Fungsi senyawa SO3 adalah menghambat hidrasi mineral C3A dan
pengatur setting time semen. Apabila penambahan gypsum optimal, maka
senyawa SiO2 dapat membantu hidrasi C3S yang bermanfaat untuk menambah
kekuatan semen, mengurangi drying shrinkage dan meningkatkan kelenturan
(soundness) semen.

7. Magnesium Oksida

Senyawa MgO dalam semen berasal dari batu kapur setelah terjadinya
proses pembakaran klinker, senyawa MgO terdapat dalam bentuk glassy state.
Jika kadar MgO kurang dari 2% maka MgO akan berikatan dengan senyawa
klinker. Jika kadarnya lebih dari 2% maka akan membentuk MgO bebas
(periscale) yang akan berikatan dengan air membentuk Mg(OH)2 yang
mengakibatkan keretakan pada beton.

8. CaO Bebas (Free Lime)

Freelime merupakan senyawa kapur yang tidak ikut bereaksi dalam proses
pembuatan klinker. Kadar free lime yang baik adalah dibawah 1%. Jika berlebih
94
maka beton yang dihasilkan akan mudah retak dikarenakan pemuaian volume
yang besar selama reaksi hidrasi semen.

9. Komposisi Senyawa Mineral

Senyawa C3S adalah komponen yang berperan untuk pengerasan awal,


dan cepat mengeras pada umur 28 hari. Kadar C 3S sebaiknya antara 52-62%. C2S
berperan sebagai kekuatan untuk waktu yang lebih lama. C2S berperan untuk
kekerasan setelah minggu pertama hingga beberapa minggu atau bulan. C3A
berfungsi dalam kekerasan awal dan kecepatan mengerasnya sangat tinggi.

10. Alkali (Na2O dan K2O)

Kadar alkali berlebih dapat mengakibatkan keretakan pada beton, apabila


digunakan agregat yang mengandung silika reaktif terhadap alkali akan terjadi
reaksi:

Na2O + SiO2 2NaSiO3 K2O + SiO2 2KSiO3

Na2O dibatasi kadarnya 0,6%. Jika berlebih maka jumlah gypsum yang
dibutuhkan akan lebih banyak. Sedangkan kelebihan K2O menjadikan klinker
mudah digiling.
95

BAB IIl
URAIAN PROSES

Pada awalnya PT. Semen Padang menggunakan proses pembuatan semen,


yaitu proses basah dan proses kering. Namun, sejak Oktober tahun 1999 pabrik
Indarung I dengan proses basah tidak dioperasikan lagi karena tidak efisien dan
peralatan pabrik yang sudah tua. Dengan demikian, keseluruhan proses pembuatan
semen di PT. Semen padang hanya menggunakan proses kering. Secara umum,
proses pembuatan semen di PT Semen Padang terbagi menjadi 5 tahapan, yaitu
96
tahap penyediaan dan persiapan bahan baku, tahap penggilingan awal, tahap
pembakaran raw mix, tahap penggilingan klinker dan tahap pengantongan semen.

2.2.1 Tahap Penyediaan dan Persiapan Bahan Baku

Bahan baku utama batu kapur dan batu silika ditambang sendiri oleh PT
Semen Padang di Bukit Karang Putih dan Bukit Ngalau, sedangkan pasir besi
didatangkan dari Kalimantan dan tanah liat dari anak perusahaan PT Semen
Padang yaitu PT Igasar dan PT Yasiga Andalas yang ditambang di Gunung Sarik.

a. Tahap Penambangan Batu Kapur (Limestone)

Batu kapur diperoleh dengan cara ditambang. Daerah penambangan batu


kapur terletak di daerah Bukit Karang Putih. Penambangan batu kapur dilakukan
dengan beberapa tahapan yaitu tahap pembersihan lahan (land clearing), tahap
pengeboran (drilling), tahap peledakan (blasting), tahap pemuatan dan
pengangkutan, dan tahap penggilingan (crushing). Batu kapur hasil crushing akan
dimasukkanhopper limestone dan akan dibawa menggunakan belt conveyor
menuju storage limestone Indarung IV.

Metode penumpukan yang digunakan di storage limestone adalah metode


conical shell stacking. Pada Conical shell stacking, stacker / belt carry bergerak
secara bertahap dalam arah membujur.Gerakan stacker selanjutnya dilakukan
setelah menyelesaikan tumpukan sampai ketinggian maksimal. Ketika pile sudah
penuh, penempukan material akan pindah ke posisi baru dan membentuk cone
yang baru yang dibentuk berdekatan dengan cone sebelumnya. Proses ini terus
berlanjut dalam arah membujur storage hingga stockpile penuh.

Pengambilan material dilakukan dengan menggunakan side reclaimer


yang bekerja di bagian samping tumpukan material yang akan diambil. Side
reclaimer ini dilengkapi dengan blade chain yang bisa dinaik-turunkan.
97
Selanjutnya material akan dibawa oleh blade chain untuk ditransportasikan
menuju ke dalam hopper.

Gambar 2.8 Metode Conical Cone Stacking dan penarikan


pada Side Reclaimer di limestone dan silica tone

b. Tahap Penambangan Batu Silika (Silica Stone)


Bahan baku batu silika diambil dari penambangan Bukit Karang Putih dan
dilakukan hampir sama dengan melakukan penambangan batu kapur, namun
perbedaannya pada penambangan batu silika tidak dilakukannya proses
peledakan, tetapi diruntuhkan dengan trackavator dan dibawa ke crusher dengan
dump truck lalu dibawa menuju storage dengan menggunakan belt conveyor.
Proses penumpukan dan penarikan material yang dilakukan di storage
silica sama seperti di storage limestone yaitu metode Conical Shell Stacking dan
sistem penarikan menggunakan Side Reclaimer. Kemudian material ini akan
dibawa menggunakan belt conveyor menuju hopper silica.
c. Tahap Pengadaan Tanah Liat (Clay)
Tanah liat yang merupakan sumber dari FeO dan AlO dibeli dari PT Igasar
dan PT Yasiga Andalas dari Gunung Sarik, Kuranji, Kota Padang. Tahapan
penambangan yaitu land clearing, stripping, drigging, loading, dan hauling. Truk
yang berisi tanah liat di dumping pada mini hopper clay sebelum dihancurkan
terlebih didahulu menggunakan crusher. Selanjutnya material yang telah
dihancurkan dibawa menggunakan belt conveyor menuju clay storage.
Pada metode ini, material ditumpuk melintang secara paralel selebar
tempat yang tersedia sehingga membentuk tumpukan bukit. Metode ini digunakan
untuk mencegah terjadinya pemisahan atau segregation dan diharapkan
pendistribusian partikel halus dan kasar yang merata. Proses penumpukan material
menggunakan stacker yang bergerak secara membujur dan melintang pada bagian
atas sehingga membentuk pola paralel serta barisan membujur yang bertingkat.
Setelah proses penumpukan selesai, selanjutnya dilakukan penarikan material
menuju belt conveyor dengan menggunakan bucket chain excavator.
Penarikan material dilakukan dengan cara menggerus material dari selatan
ke utara atau sebaliknya dengan tujuan untuk mendapatkan material dengan
komposisi yang homogen. Selanjutnya tanah liat yang telah berada di bucket
chain excavator akan dijatuhkan ke belt conveyor U01 dan kemudian
ditransportasikan ke dalam hopper.
98

Gambar 3.0 Metode windrow Stacking dan Penarikan Buicket Chain Ecovator
pada clay

d. Pengadaan Pasir Besi (Iron Sand)

Pasir besi yang digunakan didatangkan dari Kalimantan, Cilacap dan


Batam dan untuk copper slag didapatkan dari limbah PT Krakatau Steel. Proses
pengangkutan pasir besi dan copper slag berbeda dengan proses pengangkutan
bahan baku utama lainnya. Untuk pasir besi, proses pengangkutan dilakukan
secara manual, yaitu hanya dengan menggunakan loader atau alat berat menuju ke
dumping hopper. Hal ini dikarenakan jumlah pemakaian yang hanya berkisar
±1%.

Pasir besi yang telah di loading ke dalam dumping hopper selanjutnya


ditransportasikan menuju ke hopper menggunakan belt conveyor yang berada di
bagian bawah dumping hopper. Belt yang digunakan untuk mentransportasikan
pasir besi juga digunakan untuk mentransportasikan tanah liat sehingga belt
digunakan secara bergantian. Penggunaan belt secara bersamaan ini bertujuan
agar lebih ekonomis karena penggunaan material yang sedikit, ditambah apabila
terdapat kasus komposisi pada limestone sudah mencukupi komposisi set point
maka penggunaan bahan yang lain tidak diperhitungkan.

e. Pengadaan Gypsum

Selain pasir besi, gypsum dengan rumus kimia CaSO4.2H2O juga


didatangkan dari luar. Kebutuhan gypsum untuk PT Semen Padang dibawa dari
PT Petrokimia, Gresik dan juga diimport dari negara Australia dan Thailand.
Sebelum disimpan di dalam storage, dilakukan pengujian kualitas terlebih dahulu
di Laboratorium Jaminan dan Kualitas PT Semen Padang.

f. Pengadaan Pozzolan
99
Pozzolan yang digunakan didatangkan dari Lubuk Alung. Pozzolan
merupakan bahan yang mengandung silika dan alumina yang tidak memiliki
sifat mengikat seperti semen tetapi dalam bentuk yang halus dan adanya air maka
senyawa-senyawa tersebut dapat menjadi material padat yang tidak dapat larut
dalam air. Pozzolan disimpan di storage yang sama dengan bahan baku aditif
lainnya, yaitu gypsum dan limestone high grade.

2.2.2 Penggilingan Bahan Baku (Unit Raw Mill)

Tahap penggilingan bahan baku bertujuan untuk memperkecil atau sizer


reduction bahan baku. Selain itu, penggilingan dilakukan untuk mendapatkan
campuran bahan baku yang homogen dan untuk mempermudah terjadinya reaksi
kimia pada saat pembentukan klinker di dalam kiln. Untuk tanah liat sebelum
dibawa menuju storage, akan digiling terlebih dahulu di clay crusher untuk
menghindari material-material keras yang tercampur pada tanah liat masuk ke
dalam storage. Dari setiap storage material akan dimasukkan ke dalam
hoppermenggunakan belt conveyor. Hopper merupakan tempat penyimpanan
sementara yang berbentuk kerucut/cone.

Pada pabrik Indarung IV, terdapat 5 buah hopper yang digunakan untuk
batu kapur, batu silika, dan pasir besi. Dua hopper digunakan untuk batu kapur,
dua hopper digunakan untuk batu silika, dan satu hopper untuk pasir besi.

Pada tanah liat tidak terdapat hopper dikarenakan untuk menghindari


terjadinya penyumbatan pada bagian outlet hopper akibat dari sifat tanah liat yang
terlalu lengket, maka untuk tanah liat langsung dibawa menggunakan deep bucket
excavator menuju belt conveyor.

Pada bagian outlet setiap hopper, terdapat sebuah alat yang disebut
dosimat feeder. Alat ini berfungsi untuk menghitung jumlah atau tonase bahan
baku yang keluar dari hopper menuju belt conveyor. Prinsp kerja dari alat ini
adalah ketika lamela menerima beban dari material yang jatuh dari hopper,
kecepatan dari lamela akan ditambah sesuai dengan set point bahan baku yang
10
0
dibutuhkan. Terdapat load cell pada bagian atas alat yang terhubung dengan sling
lamela yang berfungsi untuk mengetahui jumlah material yang jatuh keatas lamela
per meternya. Berbeda dengan batu kapur, batu silika, dan pasir besi, jumlah
tonase tanah liat diatur dengan kecepatan dari deep bucket excavator menuju belt
conveyor. Pengaturan kecepatan pada lamela dan deep bucket excavator ini
dilakukan dari Central Control Panel (CCP) Indarung IV PT Semen Padang.

Pada pabrik Indarung IV terdapat dua buah mill untuk menggiling bahan
baku. Mill pertama bertipe horizontal mill sedangkan mill yang kedua bertipe
vertical mill. Maka dari itu material bahan baku yang dibawa menuju tube mill
memiliki belt conveyor yang berbeda dengan material yang menuju vertical mill.

Material dari hopper batu kapur (4R1L02), hopper batu silika (4R1L03)
hopper pasir besi (4R1L01) dan storage tanah liat (4RJ08) akan tergabung di belt
conveyor (4R1J03) kemudian akan dibawa menuju tube mill (4R1) sedangkan
Material dari hopper batu kapur (4R2L02), hopper batu silika (4R2L03) hopper
pasir besi (4R1L01) dan storage tanah liat (4RJ08) akan tergabung di belt
conveyor (4R2J03) kemudian akan dibawa menuju vertical mill (4R2).

Gambar 3.1 Hopper dan Feeder Bahan Baku

Pada belt conveyor (4R2J03) terdapat alat magnetic separator yang


berfungsi sebagai penangkap logam-logam yang dapat menganggu dalam proses
pembuatan semen, yang mana logam-logam tersebut akan langsung dibuang dari
sistem, sedangkan pada belt conveyor (4R2J04) terdapat metal detector yang akan
10
1
mendeteksi logam-logam dan akan dibuang melalui dividing gate apabila masih
terdapat banyak logam.

Gambar 3.2 Magnetic Separator dan Metal Detector

Sebelum memasukki tube mill, material bahan baku akan melewati double
gate terlebih dahulu. Double gate berfungsi agar udara tidak masuk kedalam mill
atau sebagai air lock yang mana ada 2 buah piston yang bergerak secara
bergantian sebelum masuk ke tube mill. Sedangkan pada vertical mill, material
bahan baku akan melewati rotary air lock terlebih dahulu. Tujuan dari rotary air
lock sama seperti double gate yaitu untuk mencegah adanya udara masuk kedalam
mill akan tetapi memiliki cara kerja yang berbeda. Rotary air lock berbentuk
seperti roda yang berputar sehingga dapat membuka dan menutup secara otomatis
sebelum masuk Vertical Mill. Udara luar atau false air yang masuk ke dalam mill
dapat menggangu proses pengeringan material di dalam mill sehingga proses
pengeringan menjadi tidak optimal.

Gambar 3.3 Double Gate dan Rotary Air Lock

Tube Mill merupakan alat yang digunakan untuk menggiling material


hingga menjadi raw mix dengan cara berotasi. Pada tube mill material akan
dimasukkan bersamaan dengan aliran udara panas, Material yang akan digiling
dimasukkan bersamaan dengan aliran udara panas yang berasal dari suspension
preheater (SP) yang ditarik oleh mill fan, sehingga di dalam tube mill selain
terjadi proses penggilingan juga terjadi proses pengeringan. Tube mill pada unit
10
2
raw mill ini terdiri dari 3 ruangan, yaitu drying chamber, kompartmen I dan
kompartmen II.

Gambar 3.4 Tube Mill/ Horizontal Mill

Pada drying chamber dipasang lifter yang berfungsi untuk mengangkat dan
menghamburkan material sehingga proses pengeringan dapat berlangsung dengan
efektif sehingga luas permukaan material yang kontak dengan gas panas
bertambah besar. Sebagai pemisah antara drying chamber dengan kompartmen I
digunakan open diaphragm.

Gambar 2.14 Tube Mill/ Horizontal Mill tampak dalam


(Sumber: F.L.Smidth Duodan Raw Mill)
10
3
Setelah melewati drying chamber material akan terbawa menuju
kompartemen I yang mana terdapat step liner yang berfungsi untuk mengangkat
dan menjatuhkan grinding ball sehingga terjadi tumbukan antara material dan
grinding ball yang membuat material lebih halus, ukuran grinding ball pada
kompartemen pertama yaitu 40-50 mm. Antara kompartemen I dan kompartemen
II terdapat diapghram dan peripheral outlet. Diapghram sebagai keluaran gas
panas dan material halus sedangkan peripheral outletsebagai tempat keluaran
material halus hasil penggilingan di tube mill yang tidak ikut tertarik oleh mill
fan.Material yang belum halus akan melewati diapghram dan menuju
kompartenen II. Pada kompartemen II terdapat classifying liner. Bentuk dari
classfying liner berbeda dengan step liner, pada classifying liner tidak terdapat
sekat yang membuat grinding ball terangkat dan terjatuh melainkan hanya akan
melakukan gaya gesek dan bersifat mengalir dan berputar, ukuran grinding ball
pada kompartemen kedua yaitu 20-50 mm.

Gambar 3.4 Bentuk Step Liner dan Classifying Liner

Gas panas yang masih terdapat material halus, akan tertarik ke atas oleh
karena fan , dan dipisahkan oleh tiga buah cyclone antara gas panas dan material
yang halus, material yang halus akan dibawa menggunakan air slide menuju
Controlled Flow (CF) Silo sedangkan gas panas akan tertarik fan menuju
Electrostatic Precipitator (EP) untuk dipisahkan antara material yang masih halus
dan gas panas. Gas panas yang berisi udara bersihkan keluar menuju chimney
dan material halus hasil pemisahan pada Electrostatic Precipitator (EP) akan
dibawa menggunakan screw conveyor menuju Controlled Flow (CF) Silo.
10
4
Material yang tidak tertarik fan pada diapghram akan jatuh melewati
peripheral outlet dan dibawa menggunakan air slide menuju elevator kemudian
akan dibagi menggunakan dividing gate untuk dibawa ke masing-masing Grate
Separator¸ satu buah Grate Separator untuk memisahkan material kasar yang
akan dibawa menuju inlet tube mill sedangkan material halus menuju Controlled
Flow (CF) Silo. Satu buah Grate Separator lagi untuk memisahkan material kasar
yang akan dibawa menuju chamber dua Tube Mill dan material halusnya akan
dibawa menuju Controlled Flow (CF) Silo menggunakan air slide.

Gambar 3.5 Vertical


Mill

Di dalam
vertikal mill terdapat
empat proses yang
terjadi, yaitu proses

pengeringan, penggilingan, transport dan pemisahan. Berikut penjelasan singkat


mengenai proses-proses yang terjadi di dalam vertikal mill :

1. Proses Pengeringan

Proses pengeringan terjadi saat terjadinya kontak langsung antara material


dengan gas panas yang masuk ke dalam vertikal mill. Tujuan dari proses
pengeringan ini adalah untuk mengurangi kadar air yang terkandung di dalam
material.

2. Proses Penggilingan

Proses penggilingan terjadi pada saat material dihancurkan di atas


grinding table yang berputar dengan menggunakan roller yang diberikan tekanan
dengan besaran tertentu.

3. Proses Transport
10
5
Proses transport terjadi ketika material yang telah digiling terbawa
bersama gas panas menuju classifier akibat adanya tarikan dari mill fan.

4. Proses Pemisahan

Proses pemisahan di dalam vertikal mill terjadi pada bagian classifier.


Material kasar akan terpisah dan jatuh ke grinding table, sedangkan material halus
akan ikut terbawa bersama gas panas menuju ke cyclone.

Gambar 3.6 Vertical Raw Mill dan Bagian-Bagiannya

Prinsip kerja vertikal mill yaitu dengan menggunakan gaya tekan yang
diberikan ke roller tyre terhadap grinding table. Material yang masuk melalui
rotary air lock akan jatuh ke bagian tengah grinding table dan bergerak kearah
tepi grinding table akibat putaran dari grinding table. Saat material bergerak
melewati roller tyre karena perputaran grinding table, roller tyre akan ikut
berputar karena bergesekan dengan material. Material akan tergiling karena
adanya gaya tekan yang diberikan ke roller tyre.

Di dalam vertical mill selain proses penggilingan bahan baku, juga terjadi
proses pengeringan menggunakan gas panas yang berasal dari suspension
preheater. Gas panas masuk ke vertical mill melalui louvre ring yang dibuat
dengan sudut kemiringan 45o agar kecepatan aliran gas panas dapat dikurangi
sehingga proses pengeringan berlangsung secara optimal.
10
6
Material yang telah digiling akan terbawa oleh gas panas akibat adanya
tarikan dari mill fan S20 menuju ke classifier. Pada bagian classifier, material
kasar yang ikut terbawa bersama gas panas akan terpisah dari material halus
karena adanya perputaran pada rotor classifier. Material akan melalui stator
classifier, kemudian material yang kasar akan jatuh karena berbenturan dengan
bagian rotor classifier ke tengah grinding table dan digiling kembali bersama
fresh feed sedangkan material halus akan tertarik ke atas bersama gas panas.
Pemisahan yang terjadi di classifier berdasarkan ukuran dari material dengan
parameter yang digunakan yaitu sieving residu, kecepatan putaran classifier, dan
kecepatan hisapan fan.

Material halus hasil penggilingan (raw mix) akan tetap terbawa bersama
gas panas menuju cyclone yang berjumlah empat buah untuk tiap mill. Cyclone
berfungsi untuk memisahkan material halus yang ikut terbawa bersama gas panas.
Gas panas masuk pada sisi samping cyclone dengan kecepatan tertentu secara
tangensial dan membentuk aliran vortex. Dibagian dalam cyclone terdapat center
tube yang mengakibatkan adanya gaya sentrifugal sehingga material akan terjatuh
ke bagian bawah cyclone menuju air slide, sedangkan gas panas akan diteruskan
menuju Bag House Filter (BHF).

Bag house filter (BHF) merupakan alat pemisah debu yang terdiri dari
kantong-kantong (bag) sebagai media pemisah antara debu dengan udara. Debu
yang menempel pada bag dibersihkan secara berkala dengan mengalirkan udara
yang berasal dari jet cleaning system. Udara akan memasuki setiap bag pada arah
yang berlawanan dengan udara yang mengandung debu dan menekan setiap bag
sehingga merontokkan debu yang menempel pada dinding bag. Debu berupa raw
mix akan dibawa menggunakan drag chain conveyor dan screw conveyor menuju
Controlled Flow (CF) Silo sedangkan udara bersih hasil dari Bag House Filter
(BHF) akan keluar ke lingkungan melalui chimney.

Controlled Flow (CF) Silo merupakan tempat penyimpanan


sementara raw mix sebelum digunakan sebagai bahan baku pembuatan klinker di
dalam kiln serta sebagai tempat homogenisasi raw mix. Homogenisasi di dalam
CF Silo terjadi karena adanya buka tutup flap valve secara bergantian. Setiap flap
10
7
valve memiliki segmen aerasi tersendiri. Ketika flap valve dibuka, raw mix yang
terkena dampak dari aerasi akan mengalir kebagian tengah cone sehingga
terjadinya homogenisasi pada raw mix yang waktu tinggalnya berbeda-beda. Raw
mix yang keluar melalui flap valve selanjutnya dimasukkan kedalam Bin Raw Mix
menggunakan fluxo slide.

Gambar 2.18 Homogenisasi Raw Mix dan Pengaturan Flap Valve


(Sumber: F.L.Smidth CF Silo)

Raw mix dari bin akan diteruskan menuju elevator kiln menggunakan
fluxo slide melalui dua jalur pengeluaran yang berbeda. Pada fluxo slide terdapat
bottom gate dan proportional valve yang berfungsi untuk mengatur jumlah atau
tonase dari raw mix yang keluar menuju ke elevator kiln. Dibagian akhir fluxo
side terdapat schenk feeder yang berfungsi untuk menimbang raw mix yang keluar
dari CF-Silo.

Prinsip kerja dari schenk feeder ini adalah ketika raw mix jatuh dari fluxo
side, raw mix akan memberikan beban pada plat dengan kemiringan tertentu
dibagian dalam schenk feeder. Ketika beban yang diberikan oleh raw mix terbaca,
proportional valve akan terbuka dengan sesuai dengan set point yang telah
ditentukan. Proportional valve ini dapat dibuka 0-100% sesuai dengan kebutuhan
raw mix. Raw mix keluaran dari schenk feeder di transportasikan menuju ke
elevator kiln menggunakan fluxo slide untuk diumpankan ke suspension preheater
string A dan string B.
10
2.2.3 Proses Pembentukan Klinker (Unit Kiln) 8

Tahap pembentukan klinker terjadi pada unit kiln yang bertujuan untuk
mengubah raw mix menjadi klinker. Pada unit kiln dibagi menjadi tiga tahap
proses yaitu proses pemanasan awal (preheater), proses pembakaran dan proses
pendinginan (cooler). Sebelum terjadi proses pembakaran raw mix, hal yang perlu
dipersiapkan adalah pengadaan bahan bakar yang berupa batubara.

a.Persiapan Bahan Bakar

Bahan bakar yang digunakan pada Pabrik Indarung IV PT Semen Padang


adalah solar dan batubara. Solar digunakan ketika akan melakukan heating up
sedangkan bahan bakar utama yang digunakan adalah batubara. Batubara yang
digunakan Pabrik Indarung IV didatangkan dari berbagai daerah seperti Muara
Bungo, Tanjung Enim dan Kalimantan.

Raw coal yang diangkut menggunakan truck dari berbagai daerah


dikumpulkan pada satu area yaitu stock pile. Dari stock pile, batubara akan
ditransportasikan masing-masing menuju pabrik Indarung II/III, IV, V dan VI.

Sebelum batubara digunakan, batubara harus digiling terlebih dahulu


dalam coal mill dimana raw coal akan menjadi lebih halus (fine coal), dengan
tujuan agar batubara akan semakin mudah untuk terbakar. Coal mill adalah unit
yang berfungsi sebagai penghasil fine coal yang digunakan untuk bahan bakar
pada calciner dan burner pada kiln. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam unit
coal mill ini adalah tingkat kehalusan fine coal dan kadar air di dalam raw coal.
Kadar air di dalam raw coal dapat mempengaruhi proses pembakaran. Kadar
air pada raw coal tidak boleh terlalu rendah karena sifatnya mudah terbakar dan
membahayakan bin fine coal. Pada unit Indarung IV PT Semen Padang, terdapat
dua unit coal mill yaitu 4K2 dan 4K3. Kedua unit coal mill ini bertipe vertical
mill.

Pada Coal Mill 4K2 dan 4K3, batubara akan dibawa dari stock pile
batubara, kemudian dibawa menuju empat mini hopper untuk Coal Mill 4K2 dan
tiga mini hopper untuk Coal Mill 4K3. Masing-masing raw coal dari mini hopper
10
9
akan masuk ke dalam crusher, sebagai tahap penggilingan awal sebelum raw coal
masuk ke masing-masing Hopper Coal Mill dan digiling di Coal Mill.

Gambar 3.7 Coal Mill 4K2

Pada Coal Mill 4K2, memiliki prinsip kerja yang sama seperti Vertical
Raw Mill. Pada Coal Mill 4K2 akan terjadi proses pengeringan penggilingan dan
batubara. Raw coal akan masuk ke dalam hopper dan dibawa menggunakan drag
chain conveyor. Drag chain conveyor ini juga berfungsi sebagai pengatur jumlah
raw coal yang masuk menuju Coal Mill Kemudian akan terjadi pengeringan
batubara yang dilakukan dengan gas panas dari suspension preheater (SP) yang
masuk ke dalam Coal Mill 4K2. Sedangkan pada proses penggilingan batubara,
raw coal akan jatuh ke grinding table yang berputar dan akan tergiling oleh
karena dua buah roller tyre. Material hasil penggilingan tersebut akan terangkat
menuju Cyclone oleh karena hisapan fan S05, fine coal dari Cyclone akan
dijatuhkan ke screw conveyor sedangkan gas panas akan disaring kembali di
Electrostatic Precipitator sebelum keluar melalui chimney, fine coal hasil
Electrostatic Precipitator dijatuhkan dan dibawa menggunakan screw conveyor
menuju Bin Calciner dan Bin Kiln.

Pada Coal Mill 4K3, batubara mengalami proses penggilingan dan


pengeringan yang sama seperti Coal Mill 4K2. Namun pada Coal Mill 4K3 gas
panas dari Suspension Preheater (SP) yang digunakan pada proses pengeringan
terlebih dahulu melewati dua buah Cyclone, yang mana Cyclone ini akan
11
0
memisahkan raw mix dan gas panas. Raw mix tersebut akan dibawa menuju CF
Silo sedangkan gas panas akan dipakai kembali dalam proses pengeringan di Coal
Mill 4K3. Hasildari pengeringan dan penggilingan Coal Mill 4K3 akan ditarik
oleh BHF Fan yang mana gas panas akan keluar lewat chimney atau apabila gas
panas masih memiliki temperature yang masih tinggi akan dibawa kembali
menuju Coal Mill 4K3 untuk membantu pada proses pengeringan.

Gambar 3.8 Coal Mill 4K3


Material hasil penyaring di BHF akan dijatuhkan menuju screw conveyor
kemudian akan ditransportasikan menuju Indarung V atau ditransportasikan
menggunakan Dust Pump menuju silo kiln pabrik Indarung II/III, Bin Coal
Calciner dan Bin Coal Kiln sesuai kebutuhan. Prinsip kerja Dust Pump yaitu
dengan menggunakan pendulum valve yang secara otomatis terbuka sesuai dengan
pressure set point yang diberikan, kemudian material akan diumpankan secara
continue melalui aliran udara dari blower.
11
Gambar 3.9 Dust Pump pada Coal Mill 4K3 1

Pada proses pengumpanan fine coal dari coal bin untuk proses
pembakaran, menggunakan sistem pneumatic moving dengan menggunakan alat
yang disebut coriolis. Coriolis ini berfungsi untuk mengatur jumlah fine coal
yang akan digunakan pada dua bagian pembakaran raw mix yaitu kiln dan
Calciner. Coriolis terbagi menjadi 3 komponen yaitu agitator, multicell dan
multicore. Pada bagian dalam coal bin terdapat sebuah agitator yang digunakan
untuk pencampuran dan menggemburkan fine coal di dalam bin dengan bantuan
aerasi. Tepat di bagian bawah bin fine coal, terdapat dua buah prehopper sebagai
tempat penyimpanan fine coal sebelum di distribusikan ke Kiln dan Calciner.
Setiap prehopper di lengkapi dengan agitator, multicell dan multicore.

Gambar 3.9 Bin Fine Coal dan Coriolis

Multicell memiliki prinsip kerja yang hampir mirip dengan revolver.


Speed perputaran rotor dari multicell dapat diubah sesuai dengan kebutuhan fine
coal. Semakin cepat putaran multicell semakin banyak fine coal yang masuk ke
multicore. Multicore merupakan alat yang digunakan untuk mendistribusikan
finecoal sehingga jatuhnya finecoal merata. Pada multicore finecoal akan diukur
dan ditimbang menggunakan load cell multicore sesuai dengan kebutuhan pada
masing-masing tempat pembakaran. Multicore ini berputar dengan kecepatan
yang konstan dan terukur tidak seperti multicell yang bisa diatur kecepatan
11
2
putarannya. Setelah finecoal ditimbang, fine coal akan didistribusikan
menggunakan rotary blower untuk ke kiln dan Calciner.

b.Pembakaran Raw Mix

Saat memproduksi klinker, agar dapat terjadi proses klinkerisasi, raw mix
harus dipanaskan hingga ± 1450oC. Proses kimia-fisika yang terjadi adalah
dehidrasi mineral tanah liat, dekomposisi senyawa karbonat (kalsinasi), liquid
phasa, dan kristalisasi.

1.Pemanasan Awal (preheater)

Proses preheater raw mix terjadi di suspension preheater (SP) bertujuan


sebagai tempat pemanasan dan kalsinasi awal raw mix. Hal ini dimaksudkan
untuk meningkatkan derajat kalsinasi raw mix sebelum masuk kiln sehingga kerja
kiln untuk proses kalsinasi sudah berkurang dan tidak memakan waktu yang lama.
Suspension preheater yang digunakan di Pabrik Indarung IV PT Semen Padang
terdiri dari 4 stage cyclone dan 1 Calciner. Dengan adanya peralatan calciner ini,
maka proses kalsinasi yang dahulunya terjadi di dalam kiln beralih ke dalam
kalsiner sehingga proses kalsinasi yang akan terjadi di klin tinggal sedikit. Proses
kalsinasi pada kalsiner terjadi 95% sehingga pada kiln hanya tinggal 5% lagi.

Tabel 2.15 Suhu Material Tiap Stage di Suspension Preheater


Stage Suhu (oC)
I 310-400
II 500-600
III 700-850
IV 850-900
(Sumber : Central Control Panel Indarung IV, 2022)
11
3

Gambar 4.0 Suspension Preheater

Suspension preheater yang digunakan terdiri dari dua string yaitu


string A dan string B. Masing-masing string terdiri dari empat buah cyclone
separator yang berfungsi untuk memisahkan antara material dengan gas dan satu
buah Calciner. Gas panas pada Calciner berasal dari TAD (Tertiery Air Duct)
yang dihisap dari Grate Cooler sedangkan panasnya diperoleh dari proses
pembakaran finecoal. Pembagian material dari String A yang masuk ke Calciner
sebanyak 70% sedangkan ke Inlet Kiln sebanyak 30%. Hal ini dilakukan karena
derajat kalsinasi yang terjadi di Calciner lebih besar dibandingkan Inlet Kiln yaitu
95% yang kemudian akan disempurnakan di Inlet Kiln.

Raw mix yang diumpankan dari fluxo slide menuju ke suspension


preheater akan dibagi menjadi dua menggunakan dividing gate sebanyak 50%
menuju string A dan 50% lagi menuju string B.

Pada string A material akan jatuh menuju Cyclone A52 kemudian akan
terjadi proses pemisahan antara gas panas dan material. Material yang jatuh dari
bottom Cyclone A52 akan menuju Cyclone A54 sedangkan gas panas bersama
material yang tersisa akan tertarik menuju Cyclone A51 dan A61. Pada aliran
Cyclone A51 dan A61, material akan jatuh kebawah menuju Cyclone A53
11
4
sedangkan gas panas beserta material yang tersisa akan tertarik oleh fan ke atas
menuju Gas Conditioning Tower (GCT) 4J1.

Di Cyclone A54 material akan menuju Riser Duct, sedangkan gas panas Cyclone
A54 akan tertarik menuju Cyclone A53. Pada Cyclone A53 material akan
dipisahkan menggunakan dividing gate, 70% menuju B55 dan 30% lagi menuju
Inlet Kiln melalui Riser Duct sedangkan gas panas dari Cyclone A53 akan dibawa
menuju Cyclone A52.

Pada string B material akan masuk ke Cyclone B52 yang akan


memisahkan gas panas dan material. Material yang jatuh dari Cyclone B52 akan
menuju Cyclone B54 sedangkan gas panas beserta material tersisa menuju
Cyclone B51. Di Cyclone B51 material akan jatuh menuju Cyclone B53
sedangkan gas panas akan tertarik oleh fan menuju Gas Conditioning Tower
(GCT) 4J2. Material yang jatuh ke Cyclone B53 akan mengalami pemisahan,
material akan jatuh menuju Calciner B55 sedangkan gas panas akan menuju
Cyclone B52. Pada Cyclone B52 gas panas akan tertarik menuju Cylone B51
sedangkan material akan jatuh menuju Cyclone B54. Di Cyclone B54, gas panas
akan menuju Cyclone B53 sedangkan material akan masuk menuju Riser Duct.

Gambar 4.1 Calciner B55

Pada Calciner B55 terjadi proses kalsinasi, dimana terjadi proses


pembakaran menggunakan fine coal hingga suhu ± 900oC dan derajat kalsinasi
sudah mencapai ± 95%, pada Calciner tidak terjadi pemisahan material, sehingga
gas panas bersama material keluaran Calciner akan diteruskan menuju Cyclone
11
5
B54. Material dari Cyclone B54 akan bergabung dengan material dari Cyclone
A54 danCyclone A53 di Riser Duct untuk dibawa bersama menuju Inlet Kiln.

Adapun reaksi yang terjadi di Suspension Preheater (SP) yaitu :

 Pada temperatur 100oC terjadi penguapan air

H2O(l)→ H2O(g)

 Pada temperature 500-700oC terjadi pelepasan air hidrat pada tanah liat

Al2O3.xH2O → Al2O3 + xH2O Si2O2.xH2O → Si2O2 + xH2O

 Pada temperatur 700-800oC terjadi proses kalsinasi awal

CaCO3(s) → CaO(s) + CO2(g) MgCO3(s) → MgO(s) + CO2(g)

 Pada temperatur 800-900oC terjadi reaksi pembentuan senyawa


2CaO.SiO2 atau C2S.
2CaO + SiO2 → 2CaO.SiO2

Gas panas yang keluar dari Suspension Preheater (SP) dipertahankan


pada suhu 300-400oC. Hal ini dilakukan untuk menjaga kestabilan proses karena
pabila terlalu panas dapat merusak blade fan dan bearing.

2. Proses Pembakaran

Proses pembakaran dilakukan di dalam rotary kiln. Rotary kiln ini


berbentuk silinder sepanjang ±80 m dan berdiameter ±5 m dengan sudut
kemiringan 3o. Untuk melakukan proses pembakaran, bahan bakar yang
digunakan adalah fine coal tetapi saat melakukan pemanasan awal (heating up)
dibantu dengan solar atau lebih tepatnya Industrial Diesel Oil (IDO). Kebutuhan
oksigen untuk pemanasan pada burner berasal dari primary air yaitu udara
ambient oleh primary fan dan secondary air dari grate cooler. Tipe dari burner
yang digunakan di pabrik Indarung IV adalah duoflex burner.
11
6

Gambar 4.2 Burner Kiln

Pada duoflex burner ini, di bagian pusat burner terdapat saluran untuk
bahan bakar yang dikelilingi oleh dua saluran primary air. Saluran primary air
yang pertama digunakan untuk udara radial dan saluran yang satunya digunakan
untuk udara aksial. Dua aliran tersebut akan bercampur sebelum di
injeksikan menggunakan conical air nozzle. Udara yang keluar melalui conical
air nozzle akan membentuk swirl air yang disebabkan karena adanya baling-
baling yang terletak pada bagian hulu nozzle. Bentuk dari aliran udara yang keluar
akan mempengaruhi karakteristik dan bentuk flame.

Gambar 2.26 Rotary Kiln


11
7

Pada dinding kiln dilapisi dengan batu tahan api atau fire brick yang
berfungsi untuk melindungi shell kiln dari panas agar tidak mengalami perubahan
bentuk atau deformasi saat proses pembakaran. Di dalam kiln proses yang terjadi
terbagi menjadi beberapa zona, yaitu:

1.Zona Kalsinasi (Calcinating Zone)

Kalsinasi atau calcinating merupakan proses penguraian atau dekomposisi


karbonat menjadi oksida CaO dan MgO serta CO2 dalam bentuk gas. Proses
kalsinasi umumnya dilakukan di bawah temperatur leleh atau melting point dari
material yaitu pada temperatur 800-900oC. Proses kalsinasi di unit Produksi
Indarung IV PT Semen Padang terjadi di dalam suspension preheater sampai
dengan bagian dari inlet kiln. Kalsinasi yang terjadi di dalam kiln merupakan
kalsinasi lanjutan dari SP.

2. Zona Transisi (Transition Zone)

Pada zona transisi, FeO mulai mengikat campuran CaO dan Al2O3
membentuk campuran C2AF. Karena terus meningkatnya temperatur di dalam
kiln, maka CaO bergabung dengan CaO. Al2O3 dan C2AF membentuk C3A dan
C4AF. Pembentukan C3A dan C4AF terjadi pada temperatur 1100-

1250°C. Zona transisi ditandai dengan adanya pembentukan coating yang tidak
stabil karena pada zona transisi ini terjadi peralihan fasa pada sebagian material.
Bagian inlet daerah transisi disebut safety zone dan dilapisi oleh refractory dengan
jenis alumina rich brick dengan kandungan Al2O3 50-60% sedangkan bagian
yang berada didekat dengan sintering zone digunakan synthetic material atau
magnesia-chrome brick dengan kandungan MgO 69- 70%.

3.Zona Sintering (Sintering Zone)

Zona sintering atau juga sering disebut dengan burning zone merupakan
zona tempat terjadinya proses klinkerisasi. Klinkerisasi merupakan proses
pengikatan antara oksida-oksida yang terkandung didalam material untuk
membentuk senyawa C3S, C2S, C3A, dan C4AF. Pada zona ini campuran
11
8
kalsium alumina ferrit (C4AF) yang terbentuk pada suhu 1100-1250oC berubah
fasa menjadi cair pada temperatur 1250-1450oC. Pada zona sintering, temperatur
operasi akan terus meningkat hingga mencapai 1450oC sehingga memperbesar
persentase fasa cair sekitar 20- 30%. Fasa cair sangat dibutuhkan karena reaksi
klinkerisasi lebih mudah berlangsung pada fase cair. Perubahan fase ini juga
berguna untuk pembentukan coating yang berfungsi sebagai isolator pada fire
brick. Oleh karena itu, zona sintering ini ditandai dengan adanya coating yang
merata menutupi fire brick.

Jumlah fase cair tersebut tergantung dengan komposisi kimia pada raw
mix design yaitu SIM (Silika Modulus), ALM (Alumina modulus), alkali dan
magnesium oksida (MgO). Nilai silika modulus mempengaruhi proses
pembakaran material. Jika nilai silika modulus terlalu tinggi maka material di
dalam kiln akan sulit terbakar sehingga akan membutuhkan temperatur
pembakaran yang lebih tinggi. Selain itu, dengan sulit terbakar nya material akan
mengkibatkan rendahnya fase cair sehingga kadar abu dan CaO bebas material
akan meningkat sedangkan kandungan magnesium oksida dan alkali pada material
akan akan meningkat sedangkan kandungan magnesium oksida dan alkali pada
material akan menyebabkan kenaikan viskositas cairan. Pada temperatur ini, sisa
unsur CaO akan mengikat dikalsium silikat (C2S) untuk membentuk campuran
kristal trikalsium silikat (C3S).

4.Zona Pendinginan (Cooling Zone)

Cooling zone terletak di dekat outlet kiln. Dibagian ini, material


mengalami pendinginan karena bercampur dengan udara sekunder dari grate
cooler yang masuk ke kiln. Pada daerah ini campuran kalsium alumina ferrit yang
berbentuk cairan, mengalami perubahan fisis menjadi kristal. Temperatur pada
zona ini yaitu ±1200oC.

Berikut reaksi-reaksi yang terjadi selama proses pembentukan klinker di dalam


kiln:

 Dekomposisi CaCO3 dan MgCO3 pada temperatur 900-1100oC.

CaCO3(s) → CaO(s) + CO2(g)


11
MgCO3(s) → MgO(s) + CO2(g) 9

 Pembentukan dikalsium silikat (C2S) pada temperatur 900- 1100oC.

2CaO + SiO2 → 2CaO.SiO2

 Pembentukan trikalsium aluminat (C3A) dan tetrakalsium aluminat ferrit

(C4AF) pada temperatur 1100-1250OC.

3CaO + Al2O3 → 3CaO.Al2O3 (C3A)

4CaO + Al2O3 + Fe2O3 → 4CaO.Al2O3.Fe2O3 (C4AF)

 Pembentukan trikalsium silikat (C3S) pada temperatur 1250- 1450oC.

2CaO.SiO2 + CaO + SiO2 → 3CaO.SiO2

c. Proses Pendinginan

Pada proses pembuatan semen, klinker yang sudah di proses di rotary kiln
dengan temperatur ±1450oC akan diturunkan temperaturnya hingga klinker
bertemperatur 90-100oC di dalam cooler. Jenis cooler yang dipakai di Pabrik
Indarung IV PT Semen Padang yaitu grate cooler. Udara panas dari grate cooler
dapat dimanfaatkan kembali pada kiln sebagai secondary air dan pada suspension
preheater sebagai tertiary air.Prinsip kerja dari grate cooler dimulai dari klinker
panas yang masuk dari kilnke dalam grate. Pada bagian inlet grate cooler
terdapat bluster air pada dindingnya dan kemiringan pada alasnya guna untuk
membantu transport liquid yang mengeras akibat overheating sehingga dapat
mencegah terbentuknya snowman.

Proses awal grate cooler terjadi saat klinker keluar dari cooling zone di
kiln menuju ke grate cooler, klinker akan mengalami proses quenching.
Quenching merupakan pendinginan secara mendadak agar tidak terjadinya reaksi
reverse atau penguraian kembali C3S menjadi C2S sehingga mendapatkan
kualitas klinker yang baik. C3S ini merupakan penentu dari kualitas semen yang
diproduksi karena C3S berperan dalam pemberian kuat tekan awal pada semen.
12
0
Pada proses pendinginan di dalam grate cooler, laju udara pendinginan
sangat diperhatikan. Udara dingin yang masuk ke dalam grate cooler
dihembuskan dengan 18 buah fan menembus bed klinker di atas grate plate
sehingga terjadi perpindahan panas secara cross current antara material dengan
udara. Klinker dibawa ke ujung cooler dengan grate plate yang terdiri dari fix dan
movable plate. Movable plate inilah yang akan memindahkan klinker dari grate 1
ke grate 2 dan grate 3.

Gambar 4.3 Grate Plate

Grate plate memiliki lubang - lubang kecil yang berfungsi sebagai tempat
masuknya udara pendingin yang di tembakan oleh cooling fan, serta lubang -
lubang pada grate plate juga berfungsi sebagai tempat lewatnya klinker yang
berukuran halus yang tidak terbawa oleh dorongan cooling fan ke dalam grate
cooler. Klinker yang lolos melewati lubang pada grate plate tersebut akan di
tampung pada chamber di bagian bawah grate cooler .didalam chamber
tersebut.

terdapat LSH (Level Sensor Height), yang mana LSH (Level Sensor
Height) tersebut berfungsi sebagai sensor apabila tumpukan material di dalam
chamber sudah penuh dan menyentuh bagian dari LSH (Level Sensor Hight)
tersebut, maka gate pada bagian bottom chamber tersebut akan terbuka secara
otomatis dan material akan langsung jatuh ke appron conveyoryang kemudian
akan di transportasikan menggunakan appron conveyor menuju DBC(Deep
Bucket Conveyor).
12
1
Grate cooler terdiri dari berupa rangkaian grate plate yang tersusun dalam
beberapa barisan dan terdiri atas bagian yang fix dan movable. Pergerakan
movable plate dikontrol oleh piston yang berada di sisi kanan dan kiri setiap
plate.Posisi plate didalam grate cooler dibagi menjadi 3 grate, yaitu grate 1, grate
II, dan grate III. Grate I memiliki 32 baris, grate II memiliki 33 baris, dan grate
III memiliki 45 baris plate. Setiap baris pada masing – masing grate terdiri atas 12
plate.

Klinker yang terbawa ke ujung grate cooler akan di perkecil ukurannya


mengunakan hammer crusher. Prinsip kerja hammer crusher yaitu klinker yang
berukuran besar akan jatuh kedalam crusher dan akan dihantam oleh hammer.
Hantaman hammer terhadap klinker berasal dari putaran yang terjadi pada
crusher tersebut. Kemudian klinker yang sudah menjadi keping – keping klinker
akan dibawa oleh DBC (Deep Bucket Conveyor) menuju silo klinker.

3Kebutuhan udara yang digunakan untuk pendinginan pada setiap


chamber grate cooler akan berbeda-beda sehingga jumlah fan dan besarnya daya
yang dibutuhkan pun berbeda. semakin mendekati outlet grate cooler, hembusan
udara pendingin dari fan juga akan semakin kecil. Klinker yang didinginkan harus
mendapatkan pendinginan secara merata pada setiap section agar temperatur akhir
yang diinginkan untuk setiap bongkahan klinker dapat tercapai sehingga tidak
merusak alat pada hammer crusher.

Gambar 2.28 Grate Cooler dan Hammer Crusher

3. Penyimpanan Klinker
12
2
Klinker yang telah didinginkan di grate cooler dan di hancurkan oleh
hammer crusher dibawa menuju ke silo menggunakan DBC (Deep Bucket
Conveyor) menuju silo klinker Intermediate Silo, IIIB, dan IIIC. Intermediate
Silo merupakan tempat penampungan klinker apabila klinker yang dihasilkan
tidak sesuai standar dan juga sebagai tempat apabila adanya pemintaan ekspor
klinker atau sebagai silo cadangan apabila silo IIIB dan IIICpenuh atau silo
cadangan apabila terjadi suatu permasalahan di silo pabrik Indarung lain.

Silo utama penyimpanan utama klinker yaituIIIB dan IIIC, silo klinker yang
kemudian akan dibawa dan diproses di cement mill hingga menjadi semen.

Gambar 4. Intermediate Silo, Silo IIIB, dan IIIC

2.2.4 Penggilingan Klinker (Pembuatan Semen)

Tahap penggilingan akhir di Indarung IV PT.Semen Padang terjadi


di cementmill,pada cement mill,klinker akan digiling bersama gypsum
(CaSO4.2H2O) serta dengan bahan tambahan lain seperti limestone dan
pozzolan tergantung dari tipe semen yang akan di produksi.

Proses penggilingan klinker menjadi semen dilakukan pada unit cement


mill. Unit cement mill pada Indarung IV terdiri dari dua buah cement mill yang
memiliki tipe mill yang sama yaitu tube mill. Tahapan proses yang terjadi dalam
12
cement mill adalah proses pengumpanan material, proses penggilingan awal 3di
roller press, proses penggilingan di dalam cement mill, proses pemisahan di sepax
separator, proses pemisahan di O-Sepa dan penyimpanan semen di dalam silo
cement.

a.Proses Pengumpanan Material

Bahan yang digunakan untuk membuat semen terdiri dari klinker dan
material ketiga seperti gypsum, pozzolan, dan limestone high grade. Klinker
yang disimpan pada silo klinker akan diumpankan menggunakan appron
conveyor. Klinker akan dibawa menggunakan appron conveyor menuju hopper
klinker menggunakan belt conveyor J05.

Untuk material ketiga seperti gyspum, pozzolan dan limestone high grade
di simpan dari storage yang sama akan di umpankan menggunakan loader
menuju ke dumping hopper untuk di transportasikan mengunakan belt comveyor
menuju masing - masing hopper yang diatur secara bergantian untuk pengisian
masing – masing hopper tersebut.

Kemudian klinker,gypsum dan material ketiga akan diangkut menuju


cement mill menggunakan belt conveyor. Pada belt conveyor A02M1 dan A05
terdapat magnetic separator. Fungsi magnetic separator adalah ketika material
feeding yang bercampur dengan logam-logam melewati magnetic separator,
logam-logam tersebut akan menempel pada bagian belt magnetic separator
karena adanya medan magnet kemudian material logam tersebut akan dibuang
keluar sistem. Untuk gypsum dan material ketiga akan diangkut menuju cement
mill dengan bantuan dosimat feeder untuk menentukan jumlah atau tonase
material yang akan diumpankan menuju cement mill.

b.Proses Penggilingan Awal

Klinker yang disimpan di bin roller press selanjutnya di umpankan


menuju roller press untuk dilakukan proses penggilingan awal. Tujuan
dilakukannya penggilingan awal pada klinker yaitu untuk memipihkan klinker
sehingga dapat meningkatkan kapasitas penggilingan di cement mill. Roller
press ini terdiri dari dua buah roller, yaitu movable dan fixed roller yang berputar
12
4
berlawanan arah. Prinsip kerja dari roller press adalah ketika material masuk
melalui celah-celah yang berada diantara 2 buah roller akan menekan material
sehingga material akan berubah bentuk menjadi lebih pipih.

Gambar 4. Roller Press

c. Penggilingan di Cement Mill


Pada cement mill, klinker digiling bersamaan dengan gypsum beserta
bahan aditif lainnya seperti pozzolan dan limestone high grade tergantung dari
tipe semen yang akan di produksi. Cement mill merupakan pelaratan berbentuk
silinder yang didalamnya terdapat grinding ball sebagai grinding media
penggilingan semen.

Setelah melewati roller press, klinker pipih dibawa menuju cement mill
menggunakan belt conveyor J02 untuk cement mill 4Z1 dan belt conveyor A05
untuk cement mil 4Z2, bersama dengan bahan aditif seperti gypsum, pozzoland,
dan limestone high grade yang sudah di transport menggunakan belt conveyor
dari storage menuju ke masing-masing hopper sesuai dengan komposisi dan jenis
semen yang ingin diproduksi. Setelah itu, campuran bahan-bahan tersebut
diumpankan menuju cement mill yang sebelumnya telah ditambahkan dengan
Chemical Grinding Aid (CGA) yang terletak di Belt Conveyor.

Penambahan Chemical Grinding Aid (CGA) dilakukan agar material tidak


menempel di grinding media sehingga hasil penggilingan yang diperoleh lebih
banyak. Selain itu, CGA juga berfungsi untuk menurunkan pemakaian klinker
12
5
sehingga dapat menaikkan kapasitas cement mill.. Fresh feed masuk ke dalam
cement mill bersamaan dengan tailing atau material kasar yang merupakan
material reject dari O Sepa pada Cement Mill 4Z1 sedangkan pada Cement Mill
4Z2 material reject berasal dari Sepax Separator yang dibawa kembali menuju
Cement Mill untuk digiling kembali.

Tipe mill yang digunakan di pabrik Indarung IV untuk penggilingan


semen adalah Horizontal Mill atau Tube Mill yang berjumlah dua mill yaitu
cement mill 4Z1 dan 4Z2 .Pada cement mill terdapat dua buah chamber yang
merupakan tempat terjadinya proses penggilingan. Pada chamber 1 menggunakan
gaya impact untuk proses penggilingannya, sedangkan pada chamber 2 yaitu fine
grinding yang menggunakan gaya gesek untuk penggilingannya sehingga material
akan tergerus oleh grinding ball. Chamber 2 lebih panjang dibandingkan dengan
Chamber 1 karena proses penggilingan di dalam chamber 2 membutuhkan waktu
yang lebih lama. Di dalam chamber 1 grinding ball yang digunakan berdiameter
60 - 80 mm dan untuk di chamber 2, grinding ball yang digunakan berdiameter 17
- 50 mm.

Gambar 4. Grinding Ball

Pada chamber 1, karena adanya rotasi pada mill yang cukup tinggi dan
ukuran grinding media yang cukup besar jika dibandingkan dengan grinding ball
di chamber 2. Grinding media tersebut akan terangkat hingga kemiringan ±60o,
sehingga saat grinding ball terjatuh akan menumbuk material. Pengangkatan
grinding media pada mill juga dibantu oleh liner yang berjenis step liner pada
chamber 1. Pada chamber 2, pergerakan yang terjadi pergerakan grinding media
12
6
yang lebih rendah seolah mengalir dan berputar sehingga terjadi gesekan antara
grinding media dengan material yang menyebabkan terjadinya penggerusan. Liner
yang digunakan pada dinding chamber 2 berjenis classifying liner. Classifiying
liner dapat mengklasifikasikan material berdasarkan ukurannya dimana semakin
mendekati outlet mill ukuran material semakin kecil.

Proses penggilingan di cement mill dijaga pada temperatur 100-125oC


untuk mencegah terjadi dehidrasi air kristal gypsum sebagai retarder apabila
temperatur terlalu tinggi sehingga akan terjadinya false set pada semen.
Temperatur dijaga pada temperatur 100-115oC dan untuk chamber 2, temperatur
dijaga pada kisaran 125oC. Apabila suhu kurang dari 110 oC maka dikhawatirkan
akan terjadi wet clogging.

Diantara chamber 1 dan chamber 2, terdapat suatu pemisah yang disebut


dengan center diphragma. Pada center diphragma ini terdapat slot opening
dengan ketebalan 6-8 mm yang berfungsi sebagai tempat lewatnya material halus
menuju chamber 2. Selain slot opening, di center diaphragma juga terdapat
center screen dan scooping. Center screen berfungsi sebagai jalur berpindahnya
udara dari chamber 1 ke chamber 2 dan sebagai tempat berpindahnya material
yang tidak dapat melewati slot opening dengan bantuan scooping.

Gambar 4. Chamber 1 dan Chamber 2


12
7
Pada Cement Mill ini terdapat Discharge Arrangement yang berjenis End
Discharge yang memiliki dua keluaran yaitu gas melalui bagian atas yang ditarik
menuju Electrostatic Precipitator dan semen hasil penggilingan keluar melalui
bagian bawah untuk diteruskan menujuO Sepa. Prinsip kerja O Sepa yaitu dengan
memisahkan material berupa semen yang kasar dan yang halus.

Gambar 4. Onoda Separator

Material kasar akan masuk dari atas sisi kanan dan kiri atas O Sepa
kemudian terjatuh ke rotor dari O Sepa dan terjadi proses pemisahan oleh karena
perputaran rotor, material halus akan masuk melalui stator dan terbawa menuju
BHF untuk disaring sedangkan material kasar akan terjatuh kebawah untuk
digiling kembali di tube mill , udara yang ditarik dari EP fan akan membawa
material halus ke EP dan disaring untuk memisahkan material dan udara,
kemudian udara akan dikeluarkan melalui chimney sedangkan material hasil
penyaringan akan dijatuhkan menuju screw conveyor dan dibawa menggunakan
belt conveyor ke Cement Silo.

Sedangkan pada Cement Mill 4Z2 semen hasil penggilingan keluar melalui
bagian bawah untuk diteruskan menuju Sepax Separator dan material halus akan
ditarik EP fan. Material akan masuk melalui pinggang sepax separator kemudian
akan memisahkan material kasar dan halus. Udara yang masuk dari bawah
separator membawa material yang ringan menuju ke stator. Material yang kasar
12
8
akan terlempar oleh stator dan jatuh kebagian usus buntu sepax. Material yang
lolos melewati sepax selanjutnya akan diklasifikasikan kembali oleh rotor.

Gambar 4. Sepax Separator

Material kasar akan jatuh melalui bagian reject cone pada sepax separator
kemudian menuju air slide untuk digiling kembali di Tube Mill,sedangkan
material halus akan dipisahkan melalui empat buah Cyclone, udara dari Cyclone
kemudian akan ditarik oleh fan S25 dan dihembuskan menuju sepax separator
kembali untuk proses pemisahan, sedangkan material dari Cyclone akan jatuh ke
air slide kemudian dibawa melalui screw conveyor menuju Cement Silo.

2.2.5 Penyimpanan Semen

Fine product dari sepax separator dan telah dipisahkan dengan gas di
cyclone selanjutnya akan dialirkan ke silo cement menggunakan air slide dan
dilanjutkan dengan bucket chain elevator untuk dialirkan ke silo berdasarkan
tipenya. Sedangkan produk semen yang tertangkap EP dibawa oleh screw
conveyer dan jatuh ke air slide yang sama dengan fine product dari sepax
separator dan dialirkan bersama menuju silo cement.
12
9

Gambar 4. Cement Silo

Pada pabrik Indarung IV terdapat 8 silo semen dengan kapasitas


sebesar6.000 ton untuk tiap silonya dan masing-masing silo digunakan untuk
penyimpanan semen dengan tipe yang berbeda-beda. Untuk mengatur masuknya
semen ke dalam silo, maka digunakan bottom gate yang digerakkan secara
pneumatic. Didalam silo terdapat satu cone besar yang akan mengatur keluaran
dari semen tersebut. Pada bagian dasar cone diberikan aerasi sehingga tidak
terjadi penyumbatan aliran semen dan dapat mengalir lancar kearah tengah silo.
Semen ditarik menuju truck, kereta api atau langsung menggunakan air slide
menuju tempat pengantongan semen di PPI (Packing Plant Indarung).

2.2.6 Pengantongan Semen

Proses pengantongan semen dilakukan di PPI (Packing Plant Indarung),


Teluk Bayur dan beberapa daerah lainnya diluar Sumatra Barat. Semen dari
silo cement dibawa ke elevator melalui belt conveyor menuju PPI.
Selanjutnya elevator mengangkut semen ke bagian kontrol semen untuk
penyaringan sebelum dimasukkan kedalam hopper. Semen yang disimpan
didalam hopper
13
Selanjutnya ditransportasikan menuju packer. Packer yang digunakan 0di
PPI ini memiliki kapasitas pengemasan 4 zak/min dengan total packer yang
dimiliki yaitu 10 buah packer. Semen yang telah dipacking akan dibersihkan
dari debu menggunakan dust filter yang kemudian dibawa menuju bowmer
truck menggunakan belt conveyor. Untuk pengantongan semen diTeluk Bayur
dibawa

Spesifikasi Peralatan

1. Peralatan Utama

Alat utama pada proses pembuatan semen di PT. Semen Padang yaitu Raw
mill, Coal Mill, Kiln, Grate Cooler, dan Cement Mill. Adapun spesifikasinya
adalah sebagai berikut.

a. Raw Mill
Raw Mill III B (4R1)
Type : Horizontal Mill LM 41.4
Produsen : Walcanagar
Type : Tube Mill
Kapasitas : 160 ton/jam
Drive System : Double Drive
Power Steam : 2 x 1500 KW
Jumlah Kompartemen : 1 Drying + 2 Grinding
Sistem : Close System
Jenis grinding media : Steel Ball

Tabel Spesifikasi Chamber

Chamber Kapasitas (ton) Diameter (m) Panjang (m) Derajat Pengisian


(%)
1 68 4,65 4,94 18,43
2 75 4,61 5,35 18,20
(Sumber : PTP Bagonjong Indarung IV, 2022)
13
Tabel Spesifikasi Grinding Media 1

Diameter Presentase Berat total Jumlah


Chamber
(mm) (%) (ton) (bulir) Luas(m2)
90 26,5 19,02 6056 154,02
80 35,3 24 11485 230,81
1 70 22,1 15,03 10733 165,14
60 13,2 8,89 1018 115,08
50 2,9 1,97 3865 30,34
Total 100 68,91 33157 695,39
50 12 9 17638 138,46
40 34,7 26,03 99618 500,48
2
30 32 24 217758 615,38
20 21,3 15,98 489190 614,42
Total 100 75,01 824204 1868,74
(Sumber : PTP Bagonjong Indarung IV, 2022)

b.. Raw Mill III C (4R2)


Type : Vertical Roller Mill 38.40
Feed Proportion

Lime Stone = 81%


Silica Stone = 9%
Clay = 9%
Iron Sand = 9%

Produsen : Loesche
Kapasitas design : 240 ton/jam
Type Mill : LM 38.40
Jumlah Roller : 4 buah

Power Mill motor : 2250 KW

Power Mill fan : 2250 KW


Diameter table : 3800 mm
Diameter Tyre : 1625/1985 mm
13
Tinggi Tyre : 705 mm 2
Type Classifier : LJKS 7

c. Coal Mill 4K2


Type : LM 20.20
Fabrikasi : Loesche
Diameter Grinding Table : 2.000 mm
Jumlah Roller : 2 Buah
Kapasitas : 30 Ton/Jam
LM Coal Mill : 500 kW
Coal Mill Fan : 425 kW

d.Grate Cooler

Type : Grate Cooler (coolax)

Jenis Grate Cooler : Grate Cooler CPAG 12122

Jumlah Grate Chamber :3

Kemiringan :5o

Nominal Production : 7.800 ton/hari

Diameter : 5,6 m

Grate Width : 4.800 mm

Grate Area : 180,6 m2

Grate Load : 43,2 (ton/m2)/hari

Speed : 25,3 stroke/ menit (maksimum)

e. Cement Mill

1.Cement Milll III B (4Z1)


13
Jenis Mill Type : Tube Mill 3

Produsen : Walcanagar

Kapasitas : 110 ton/jam

Type : UMS 3,3 x 14


Mill Revolution : 14,3 rpm
Drive System : Dual drive
Power Motor : 2 x 2000 KW
Sistem : Close Loop
Jumlah Separator : 2 buah
Jenis Separator : Dynamic Air Separator
Jenis Grinding Media : Steel Ball

2.Cement Mill III C (4Z2)


Jenis Mill Type : Tube Mill
Produsen : Walcanagar
Kapasitas : 110 ton/jam
Type : UMS 3,3 x 14

Mill Revolution : 14,3 rpm

Drive Syste : Dual drive

Power Motor : 2 x 2000 KW

Sistem : Close Loop

Jumlah Separator : 2 buah

Jenis Separator : Dynamic Air Separator

Jenis Grinding Media : Steel Ball


13
4

Alat Pendukung Operasi

a.Alat Penangkap Debu

1.Jet Pulse Filter

Jet pulse filter merupakan alat penangkap debu yang bekerja


menggunakan metode filtrasi eksterior dimana udara yang mengandung debu akan
dialirkan melewati kantung (filter bag) dimana udara pembawa debu akan ditarik
oleh fan melewati filter bags dan debu-debu yang dibawa akan tertahan pada
permukaan filter bag. Filter bags tersebut dilengkapi dengan adanya udara
bertekanan 90-100 psi dengan kecepatan 30-100 milisekon dalam arah yang
berlawanan terhadap aliran udara normal yang digunakan untuk membersihkan
filter bags sehingga debu akan jatuh.

Gambar 4. Jet Pulse Filter

Alat yang digunakan untuk membersihkan bag filter adalah selenoid


valves yang bekerja dalam interval tertentu dengan bantuan automatic timing
devices. Setiap selenoid valve ini akan membuka diaphragma valve yang berada
antara main air line dan blow tube. Udara bertekanan akan dikeluarkan dari blow
tube melalui orifis dengan kecepatan tinggi. Karena adanya orifis ini, maka terjadi
kenaikan tekanan secara tiba-tiba yang menyababkan udara keluar dengan tekanan
tinggi dan masuk ke bag filter mendorong material yang terkumpul di sisi luarnya.
Biasanya JPF digunakan pada setiap rangkaian alat transportasi material, tempat
penampungan material, dan tempat jatuhan material.
13
2.Bag House Filter 5

Bag House Filter (BHF) merupakan alat pengendali dalam penyisihan


partikulat atau debu-debu berukuran kecil, berdiameter lebih besar dari 20 mikron
dimana diinginkan efisiensi penyisihan yang cukup tinggi. Bahan yang digunakan
pada BHF ini biasanya berbentuk tabung atau kantung. BHF adalah air pollutan
control equipment (APC) yang didesain untuk proses penangkapan, pemisahan
atau penyaringan partikulat debu dengan cara filtrasi. BHF bekerja dengan
menjebak partikulat pada dipermukaan kain, udara yang mengandung partikulat
masuk dalam BHF dan melewati fabric bags yang berperan sebangai penyaring.
Pada dasarnya BHF ini memiliki prinsip kerja yang sama dengan JPF, yang
membedakannya hanya dari segi ukurannya.

Gambar 4. Bag House Filter

c. Electrostatic Precipitator

Electrostatic precipitator merupakan alat penangkap debu yang bekerja


dengan prinsip berdasarkan pada efek ionisasi gas pada medan listrik yang kuat.
Medan listrik dibentuk oleh discharge electrode (elektroda negatif) dan collecting
electroda (elektroda positif). Perbedaan tegangan yang cukup tinggi berkisaar
40.000-80.000 V, discharge electroda akan memancarkan ion-ion dan
memberikanmuatan ke molekul- molekul gas di sekitar elektroda dengan ion
negatif.Karena pengaruh medan listrik, ion negatif bergerak ke collecting
electroda. Jika dalam gas terdapat debu, ion negatif akan memberikan muatannya
kepada partikel debu dan ditarik oleh collecting electroda. EP dilengkapi dengan
hammer pada rapping gear system yang akan memukul collecting plate sehingga
13
6
debu yang terkumpul pada collecting plat akan jatuh. Debu tersebut akan keluar
dari sistem EP sedangkan gas yang sudah bersih masuk ke cerobong (chimney)
lalu dibuang ke udara bebas dimana limbah yang keluar dari cerobong EP
diharapkan hanya sebesar± 0,16%.

Gambar 4.3 Electrostatic Precipitator

b. Alat Pemisah (Separator)


1.Cyclone
Cyclone merupakan alat yang digunakan untuk memisahkan material
dengan memanfaatkan gaya sentrifugal dan tekanan rendah yang disebabkan
adanya gerakan vortex atau pusaran untuk memisahkan material yang mempunyai
bentuk, ukuran dan densitas yang berbeda dengan fluida yang membawanya.
Gaya sentrifugal terjadi karena adanya center tube pada cyclone sedangkan
gerakan vorteks timbul karena gerakan fluida secara tangensial pada saat
memasuki cyclone.Pada umumnya, ukuran padatan yang dapat terpisah di dalam
cyclone berukuran >10 mikron.
13
7

Gambar 4.4 Cyclone


2. Separator
Sepax separator merupakan separator dengan tipe dynamic separator.
Sepax separator dilengkapi dengan rotor yang berputar. Prinsip kerja dari sepax
separator yaitu material masuk dari bagian pinggang separator dan akan jatuh ke
spreader plate yang terletak di bagian akhir air slide sehingga material yang jatuh
terdistribusi di dalam sepax separator.

Udara yang masuk dari bawah separator membawa material yang ringan
menuju ke stator. Didalam classifier terdapat guide fan dan rotor. Material yang
kasar akan terlempar oleh plat guide fan dan jatuh kebagian usus buntu sepax.
Material yang lolos melewati sepax selanjutnya akan diklsifikasikan kembali oleh
rotor yang terletak setelah guide fan. Material yang gagal melewati rotor masuk
ke reject cone sebagai tailing sepax.

Gambar 4.5 Sepax Separator


13
3. Onoda Separator 8

Prinsip kerja O Sepa yaitu dengan memisahkan material berupa semen


yang kasar dan yang halus. Material kasar akan masuk dari atas sisi kanan dan kiri
atas O Sepa kemudian terjatuh ke rotor dari O Sepa dan terjadi proses pemisahan
oleh karena perputaran rotor, material halus akan masuk melalui stator dan
tertarik menuju BHF oleh karena fan sedangkan material kasar yang tidak
melewati akan jatuh ke cone bawah untuk diproses kembali.

Gambar 4.6 Onoda Separator

4.Gas Conditioning Tower (GCT)

Gas Conditioning Tower berfungsi untuk mengkondisikan temperatur gas


sebelum masuk EP. Prinsip kerja GCT, yaitu gas panas yang masuk didinginkan
dengan menggunakan water spray lance. Media yang digunakan untuk
mendinginkan gas panas adalah campuran air dan udara tekan yang ditembakkan
melalui nozzle yang terdapat pada spray lance yang berjumlah 12 buah

Gambar 4.7 Gas Conditioning Tower


13
5.Ducting 9

Ducting merupakan sistem pemipaan yang digunakan untuk


mengalirkan fluida gas panas.

Gambar 4.8 Ducting

6. Cerobong (Chimney)

Cerobong asap atau chimney adalah alat yang digunakan untuk


mentransfer gas panas dari EP atau BHF ke atmosfer dengan suhu yang rendah.

Gambar 4.9 Cerobong

Alat Penarikan Material

1.Side Reclaimer
14
0
Side Reclaimer merupakan alat penarikan material yang dilengkapi dengan
blade chain yang digunakan untuk menarik material. Side Reclaimer bergerak di
jalur rel yang terletak di sepanjang pile atau tumpukan material. Side Reclaimer ini
digunakan di storage limestone dan silica stone Alat ini juga dilengkapi dengan
sebuah sensor yan digunakan sebagai pembatas pergerakan penarikan material
yang disebut limit switch.

Gambar 4.10 Side Reclaimer

2. Bucket Chain Excavator

Bucket Chain Excavator didesain untuk material yang sticky bulk material.
Bucket Chain Excavator digunakan pada storage clay. Storage clay terdiri dari dua
atau lebih longitudinal stock pile yang ditumpuk dengan metode windrow. Ketika
satu pile sedang ditumpuk, pile yang lainnya ditarik dengan delivery bridge A dan
delivery bridge B yang masing-masing terletak pada ujung storage. Kemudian
material di discharge ke upper conveyor dan dilanjutkan dengan lower conveyor
yang bergerak bolak-balik dengan arah longitudinal sesuai metodewindrow.

Keuntungan bucket chain excavator:

 Cocok untuk material yang sangat sticky.


 Sistem yang ekonomis untuk storage yang besar yang didesain untuk
pengumpanan langsung pada mill.
14
 Penggunaan ruang yang optimum. 1

Gambar 4.11 Bucket Chain Excavator

Alat Transpor

1. Belt Conveyor

Belt conveyor merupakan suatu alat yang berfungsi untuk memindahkan


material baik berupa “unit load” maupun “bulk material” secara mendatar ataupun
miring. Unit load adalah benda yang biasanya dapat dihitung jumlahnya satu per
satu seperti kotak, kantong, balok dan lain-lain sedangkan bulk material adalah
material yang berupa butir-butir, bubuk atau serbuk seperti pasir, semen danlain-
lain.

Gambar 4.12 Belt Conveyor

Pada umumya, belt conveyor memiliki komponen utama seperti rubber


belt sebagai tempat material, drive sebagai motor penggerak belt conveyor, dan
14
2
carry roller yang juga ikut berputar ditempat sebagai penahan belt agar belt tidak
mengendur. Beberapa spesifikasi belt conveyor dilengkapi dengan beberapa
sistemkeamanan seperti sensor belt antara lain belt sway untuk memberikan alarm
apabila belt menyentuh sensor tersebut yang menandakan belt hampir keluar dari
jalur, dan belt defect untuk melakukan sudden stop apabila belt keluar dari jalur
melebihi batas belt sway.Sistem pendukung lainnya terdapat pull core yaitu
berupa tali dibagian samping apabila ditarik, akan menarik tuas dibagian ujung
belt yang akan menghentikan laju belt tersebut. Selain itu Sistem pendukung
lainnya terdapat pull core yaitu berupa tali dibagian samping apabila ditarik, akan
menarik tuas dibagian ujung belt yang akan menghentikan laju belt tersebut.
Selain itu ada idler untuk menggerakkan belt, self cleaning idler di bagian
bawah untuk membersihkan belt, impact idler dimana idleryang dilindungi oleh
rubber agar menahan jatuhnya material ke belt conveyor, dan lain sebagainya
dimana tiap belt memiliki spesifikasi yang berbeda satu dengan yang lainnya.

2. Pneumatic Gravity Conveyor (PGC)

PGC atau Air Slide adalah box memanjang yang digunakan sebagai
pengangkutan material halus berbentuk powder dengan adanya gradient
kemiringan tertentu (6-12o). Terdapat dua bagian pada air slide yaitu aeration box
pada bagian bawah tempat aliran udara dan bagian aliran material dimana diantara
bagian tersebut terdapat porous membrane yang terbuat dari canvas atau keramik.
14
Gambar 4.13 Pneumatic Gravity Conveyor 3

Prinsip kerja air slide adalah mengalirkan material powder kering bersuhu
yang dapat diterima canvas, dan udara ditiupkan ke arah canvas dengan blower
dan membawa material dengan bantuan adanya gradient kemiringan tersebut
sehingga material dipindahkan dengan prinsip fluidization (fluida akibat
hembusan udara) sehingga material dapat mengalir. Maka dari itu, sebelum
melewati air slide biasanya terdapat air sluice guna untuk menahan udara agar
proses dapat berjalan dengan efisien.

3. Screw Conveyor

Screw conveyor paling tepat digunakan untuk mengangkut bahan padat


berbentuk halus atau bubur tanpa adanya kemiringan dan suhu yang lebih
tinggi dibandingkan dengan air slide. Alat ini pada dasarnya terbuat dari pisau
yang berpilin mengelilingi suatu sumbu sehingga bentuknya akan mirip dengan
sekrup. Pisau berpilin ini disebut flight dimana prinsip kerjanya yaitu material
masuk padabagian feed chute dan akan terdorong ke depan akibat adanya putaran
pada screw flight dengan bantuan putaran pada shaft yang berasal dari motor.

Gambar 4.14 Screw Conveyor

4.Drag Chain
14
4
Drag chain digunakan untuk membawa material berbentuk powder dan
granular pada jarak pendek dan tahan terhadap material dengan temperatur tinggi
hingga 650oC. Drag chain biasanya dipasangkan casing tertutup sehingga lebih
cocok untuk penggunaan material berupa powder. Tetapi, alat ini memiliki sifat
yang mudah aus karena sering terjadi gesekan baik antara material dengan chain,
chain dengan bottom liner dan wear block atau rail. Penggunaan chain biasanya
pada material dengan densitas yang lebih rendah

Gambar 4.15 Drag Chain


(Sumber: F.L.Smidth Electrostatic Precipitator)

5.Bucket Elevator

Bucket elevator merupakan alat transportasi yang dapat bekerja


secaravertikal dengan sudut 90o dimana material dapat berbentuk powder, butir
granular,dan material lengket. Jenis bucket yang digunakan tergantung sifat
material yang akan ditransportasikan. Prinsip kerja bucket elevator yaitu material
masuk melaluibagian loading di bawah dan masuk ke dalam bucket. Bucket
bergerak keatas karena rantai (chain) atau belt yang dihubungkan dengan motor.
Pemilihan penggunaan chain atau belt berdasarkan berat material dimana material
yang berat biasanya menggunakan chain sedangkan yang ringan dengan belt. Pada
bagian atas material akan terlempar keluar akibat ada gaya sentrifugal ketika
bucket berputar balik.
14
5

Gambar 4.15 Bucket Elevator

Alat Sensor

Dalam dunia industri khususnya di industri semen, sistem pengukuran


merupakan salah satu hal penting yang harus diperhatikan. Sistem pengukuran
berkaitan erat dengan sisterm kontrol dalam suatu proses produksi sehingga hal
ini sangat perlu diperhatikan. Elemen terpenting dari sistem pengukuran adalah
elemen sensing dengan instrumentasi berupa sensor. Berikut alat sensor yang
digunakan di pabrik IndarungIV.

1.Proximity Switch Sensor

Proximity switch sensor umumnya dipakai untuk memonitoring peralatan


yang berputar (speed monitor) dengan tujuan safety (proteksi) dari peralatan
tersebut. Sensor ini juga digunakan untuk monitoring posisi bukaan pada gate,
contoh penggunaannya antara lain speed monitor pada belt conveyor, sensor
posisipada gate dan aplikasi lainnya.

2. Level Sensor

Level sensor digunakan untuk mengetahui ketinggian dan volume material


(solid ataupun liquid) yang terdapat didalam tempat penyimpanan baik berupa
silo, bin, storage material ataupun tempat penyimpanan lainnya. Pada industri
semen, sensor ini digunakan untuk material solid yang mengukur ketinggian
bahan seperti pada pada controlled flow silo, clinker silo dan cement silo.

3. Temperature Sensor
14
6
Terdapat beberapa jenis temperature sensor pada industri semen seperti
thermocouple sensor dan RTD sensor. Thermocouple sensor digunakan untuk
monitoring temperature dari proses produksi, biasanya yang memiliki
temperature yang sangat tinggi seperti kiln, sedangkan RTD sensor digunakan
untuk monitoring temperature dari peralatan atau mesin bertujuan melindungi
perlatan tersebut dari temperatur yang berlebihan, contohnya pada aplikasi sensor
untuk monitoring temperature bearing fan.

4.Pressure Sensor

Pressure sensor digunakan untuk mengukur dan monitoring nilai tekanan


pada sistem proses produksi, contohnya tekanan pada cyclone preheater. Sensor
inijuga dapat digunakan untuk mengukur nilai tekanan yang dihasilkan dari aliran
fluida seperti flowmeter pada fan cooler. Pengukuran aliran berdasarkan tekanan
dilihat dari nilai yang dihasilkan dimana jika bernilai negatif mengindikasikan
besar penarikan oleh fan dan jika positif mengindikasi besar dorongannya. Di
industri semen, sensor pressure yang digunakan umumnya dari pabrik Honeywell
dengan tipe ST3000 dan Endress & Hausser dengan tipe PMD70.

5. Vibration Sensor

Vibration sensor digunakan untuk monitoring besarnya nilai vibrasi dari


suatu alat dengan tujuan safety dan proteksi terhadap peralatan tersebut. Pada
industri semen, sensor ini biasanya digunakan pada alat vertical mill seperti raw
mill, ID fan, EP fan.

6.Flame Detector

Flame detector digunakan untuk mendeteksi nilai intensitas dan frekuensi


api pada proses pembakaran serta bentuk api yang dihasilkan oleh burner, dimana
biasanya dilengkapi dengan sensor optik seperti ultraviolet (UV), infrared (IR),
spectroscopy, dan pencitraan visual flame untuk deteksi spektrum gelombang
yang dihasilkan oleh api. Seperti pada sensor Infrared Line Scanner, sensor ini
digunakan untuk monitoring panas shell kiln untuk mencegah terjadinya red spot.

7. Sound Sensor
14
Sound sensor digunakan untuk monitoring suara dari penggunaan 7
alat.
Pada industri semen, sensor ini biasa gitunakan pada tube/horizontal mill seperti
cement mill untuk mendeteksi volume material, apabila suara pada alat nyaring
mengindikasikan volume material yang sedikit hingga kosong.
14
BAB V 8
TUGAS KHUSUS

5.1 Judul

Evaluasi kinerja Alat Grate cooler di Pabrik Indarung IV

5.2 Latar Belakang

Dalam proses pembuatan semen, setelah terjadi proses pembakaran


(burning process), maka untuk tahap selanjutnya adalah dilakukan proses
pendinginan material yang dilakukan oleh clinker cooler. Pada proses
pendinginan, pertama kali clinker didinginkan di dalam kiln (cooling zone)
sampai temperature sekitar 1000℃ . Kemudian pendinginan berikurnya dilakukan
di dalam cooler. Pendinginan klinker mempengaruhi struktur, komposisi mineral
grindability, dan kualitas semen yang dihasilkan.

Kecepatan pendinginan clinker mempengaruhi perbandingan antara


kandungan Kristal dan fase cair yang ada di dalam klinker. Selama pendinginan
lambat, seperti yang pada jenis rotary cooler, Kristal dari komponen klinker akan
terbentuk sekaligus menyebabkan sebagian fase cair memadat. Sementara pada
pendinginan cepat, seperti pada jenis grate cooler, dapat mencegah pertumbuhan
lanjut dari Kristal yang terbentuk. Ada beberapa hal yang terkait dengan
kecepatan pendinginan clinker jenis ini :

a. Kekuatan Semen

Kekuatan semen Portland salah satunya tergantung pada ukuran kristalnya.


Hidrasi dari Kristal dengan ukuran lebih besar, akan lebih lambat sehingga
mempengaruhi kekuatan semen. Pendinginan clinker secara lambat menghasilkan
Kristal dengan ukuran 60 μ. Sementara batasan yang ditolerir adalah 5-8 μ.

b. Kekuatan Terhadap Sulfat

Pendinginan clinker secara cepat juga akan meningkatkan ketahanan


semen terhadap sulfat (sodium dan magnesium sulfat). Hal ini dikarenakan
kandungan C3A, yang berhubungan dengan ketahanan semen Portland terhadap
14
9
serangan sulfat, cenderung ada pada keadaan “glassy state” yang dihasilkan oleh
pendinginan cepat.

c. Grindability Clinker

Clinker yang didinginkan dengan lambat akan membutuhkan tenaga untuk


menggiling yang lebih besar daripada clinker yang didinginkan cepat. Jumlah fase
cair Dn ukuran Kristal yang lebih kecil pada pendinginan secara cepat
memungkinkan hal tersebut terjadi. Clinkere harus didinginkan secepatnya
(Quenching) dengan pertimbangan :

 Agar diperoleh klinker yang bersifat amorf sehingga mudah digiling.


 Mencegah kerusakan alat- alat transportasi dan storage clinker, karena
material dengan suhu tinggi dapat merusak peralatan dan sulit
penanganannya.
 Clinker yang panas berpengaruh buruk dalam proses grinding nantinya.
 Pendinginan yang baik akan meningkatkan kualitas semen.
 Panas yang terkandung pada clinker dimanfaatkan kembali sebagai
recovered heat.

5.3 Tujuan
1. Menganalisa kerja Grate Cooler pada Industri semen.
2. Mengetahui cara kerja grtae cooler dan efisiensi cara kerja grate cooler

5.4 Manfaat
1. Dapat memberikan ilmu mengenai indutri semen
2. Dapat memberikan pengetahuan kerja alat Grate Cooler
3. sebagai referensi di dunia kerja mengenai proses industri semen
5.5 Tinjauan Pustaka
Dalam konstruksinya pada masing- masing kompartemen grate cooler, di
lantainya terdapat grate plate yang berbentuk lubang- lubang untuk meniupkan
udara dari fan. Grate plate mempunyai dua tipe yaitu moving grate plate yang
berfungsi untuk mentransport atau memindahkan klinker, dan yang lkainnya
fixed. Grate plate bergerak maju dan mundur agar klinker panas mengalir. Luaran
15
0
dari grate cooler, terdapat klinker crusher untuk memecahkan klinker yang
berukurasn besar menjadi lebih kecil, sehingga memudahkan untuk diproses lebih
lanjut. Selanjutnya klinker diangkut menggunakan apron conveyor dan dikirim
menuju silo.

5.6.1 Bagian- bagian Grate Cooler

a. Casing

Lining casing luar cooler terbuat dari konstruksi baja/plate dan rip langit-
langit diperkuat dengan beam. Plate untuk dinding dilapisi dengan isolasi dan batu
tahan api castable, untuk mengurangi kehilangan radiasi panas.Keadaan bagian
dalam cooler dapat dilihat melalui inspection hole yang tgersedia pada bagian ats
dan samping cooler.

b. Cooling Grate

Cooling grate terdiri dari beberapa baris grate plate yang disusun sejajar
dengan kemiringan 10℃ . Grate plate terdiri dari movable grate dan stationary
grate yang disusun longitudinal terhadap arah cooler. Stationary grate dipasang
pada support bracket plate dan center support dihubungkan ke center beam.
Movable grate dipasang pada support frame dan dihubungkan ke moving frame.
Grate memiliki lubang pendingin. Stationary grate plate tidak sama bentuknya
dengan movable grate plate, sehingga tidak dapat ditukar pemasangannya.

c. Hydraulic Drive

Movable frame digerakkan oleh Cylinder Hidraulic Pump yang


dihubungkan ke movable grate, Bukan pada dinding cooler bagian bawah untuk
penggerakkan.Hydraulic Drive dilengkapi dengan partititon plate sebagai sealing.

d. Carrying Axle

Carrying Axle/ running axle disupport oleh dua buah internal roller dan
satu buah guide roller yang mempunyai flange/guide untuk mengarahkan gerakan
movable frame.

e. Hammer Breaker
15
1
Cooler dilengkapi dengan dua buah unit hammer breaker yang terdiri dari
breaker rotor casing special wear lining yang ditumpu olrh dus bush besring
hausing. Pelumas pada bearing diberikan secara ototmatis central lubricantion
lube dan grease pump. Breaker rotor, digerakkan oleh motor listrik yang
dihubungkan V-belt. Hammer dipasang pada rotor disc,sedangkan casing rotor
dapat diangkat dengan hoist untuk mempermudah perbaikan.

f. Hopper\

Hopper digunakan untuk menampung debu yang lolos dari lubang grate
plate, sedangkan pengeluaran hopper diatur olehg double tiping valve.

g. Drag Chain Conveyor

Drag chain biasanya digunakan untuk membawa butir debu material yang
lolos melewati kubang- lubang grate cooler.

5.6.2 Prinsip Kerja Grate Cooler

Dengan didinginkan oleh udara yang bersumber dari fan undergrate tiap
kompartemennya clinker bergerak ke ujung cooler dengan suhu turun menjadi
sekitar 1000℃ . Clinker yang telah didinginkan selanjutnya diperkecil ukurannya
dengan clinker breaker dengan maksud untuk memperluas area clinker yang
terkena udara, sehingga mempercepat pendinginan secara alami dalam perjalanan
dengan mekanisme ban berjalan ke klinker silo untuk disimpan. Debu dari
pemecahan klinker dan debu selama proses pendinginan akan dihisap melalui fan
dan direduksi oleh EP untuk mengurangi partikel yang akan menyebabkan
pencemaran udra sebelum dilepas ke atmosfer.

Bahan mentah yang telah digiring di raw mill selanjutnya akan masuk ke
homogenizing silo dan selanjutnya diberikan proses pemanasan awal sehingga
suhunya menjadi 800℃ sebelum masuk ke rotary kiln yang bersuhu sekitar 1400
℃ ini kemudian masuk ke unit cooler untuk pendinginan sehingga suhu klinker
menjadi sekitar 100℃ .Clinker dengan suhu tertinggi akan jatuh pada cooler dan
didistribusikan secara seragam ke area kompartemen sesuai dengan lebar
gratenya. Dikarenakan suhu material akan berubah menurun jarak,maka pendingin
15
2
klinker dibagi menjadi beberapa kompartemen dimana semakin dekat dengan kiln
maka kompartemen semakin panjang.

Udara yang telah melewati material bersuhu sekitar 200℃ akan dihisap
untuk kemudian digunakan untuk meminimalkan energy yang hilang
kelingkungan sekitar kiln serta yang berarti pula menghemat biaya. Volume
jatuhan clinker ini akan selalu dimonitir oleh sebuah transmitter tekanan yang
dipasang di undergrate. Jika volume curahan terak dari kiln melebihi atau kurang
dari nilai yang telah disetkan maka transmitter tekanan akan mengirim sinyal ke
pengontrol tekanan sehingga akan segera mengolah data tersebut yang selnjutnya
data tersebut akan dikirim ke pengontrol kecepatan motor akan bergerak lebih
cepat dengan tujuan untuk mengecilkan bed depth dan sebaliknya. Data dari
pengontrol tekanan juga akan dikirim ke pengontrol katup fan kompartemen
pertama. Nilai bed depth yang besar akan menyebabkan laju kecepatan aliran
udara yang kecil tidak cukup kuat untuk menembus clinker yang akan
didinginkan.

Clinker dari kompartemen pertama dengan memanfaatkan gaya gravitasi


dengan memanfaatkan Hukum Newton I bahwa suatu benda akan selalu
mempertahankan gerak asalnya. Dengan didinginkan oleh udara yang bersumber
dari fan di undergrate tiap kompartemen clinker bergerak ke ujung cooler dengan
suhu turun menjadi sekitar 1000℃ . Clinker yang telah didinginkan selanjutnya
akan diperkecil ukurannya dengan clinker breaker dengan maksud dan tujuan
untuk memperluas area.Clinker yang terkena udara, sehingga mempercepat
pendinginan secara alami dalam perjalanan dengan mekanisme ban berjalan ke
clinker silo untuk disimpan. Debu dari pemecah clinker dan debu selama proses
pendidinginan akan dihisap melalui fan dan direduksi oleh EP untuk mengurangi
partikel yang kan menyebabkan pencemaran udara sebelum dilepas ke atmosfer.

5.6.3 Metode Pendinginan Clinker

Untuk menurunkan suhu clinker digunakan alat pendingin dengan proses


quenching. Proses quenching sendiri adalah proses pendinginan clinker dengan
mendadak dengan bantuan fan- fan yang mengalirkan udara pendinginan. Fan
akan mengalirkan udara atmosfer menuju cooler sehingga akan berkontak dengan
15
3
banyaknya volume udara pendingin yang dialirkan oleh fan pendinginannya.
Pencampuran ini dilakukan dalam suhu yang sangat panas dalam alat kllin dengan
temperature 1200-1400℃ . Selanjutnya akan diturunkan dari suhu sampai clinker
bersushu 65℃ untuk selanjutnya akan dipecahkan oleh Hammer Crusher.

5.6.4 Media-media Pendingin

Berbagai bahan pendingin yang digunakan dalam proses perlakuan panas


antara lain:

a. Air

Pendinginan dengan menggunakan air akan memberikan daya pendinginan


yang cepat.Biasanya ke dalam air tersebut dilarutkan garam dapur sebagai usaha
mempercepat turunnya temperature kerja dan mengakibatkan bahan menjadi
keras.

b. Udara

Pendinginan udaraa dilakukan untuk perlakuan panas yang membutuhkan


pendinginan cepat. Untuk keperluan tersebut udara yang disirkulasikan ke dalam
ruangan pendinginan dibuat dengan kecepatan tinggi.

5.6.5 Mekanisme Perpindahan Pans di Grate Cooler

Mekanisme perpindahan panas dapat berlangsung dari suatu material yang


temperaturnya lebih tinggi ke material yang temperaturnya lebih rendah hingga
mencapai suatu kondisis keseimbangan. Mekanisme peepindahan panas yang
terjadi didalam grate cooler ada 3, yaitu:

a. Perpindahan panas secara konduksi (rambatan)

Konduksi adalah perpindahan panas dari satu bagian ke bagian yang lain
tanpa ada partikel yang ikut berpindah. Laju perpindahan secara konduksi
dipengaruhi oleh luas penampang perpindahan panas, konduktivitas thermal dan
perbedaan temperature(Grankoplis,1993). Perpindahan panas secara konduksi
yang terjadi di dalam grate cooler adalah perpindahan panas antara sesame
permukaan clinker.
15
b. Perpindahan panas secara konveksi 4

Konveksi adalah perpindahan panas dari satu bagian ke bagian lain yang
disertai dengsn partikelnya ikut berpindah. Di dalam proses pendinginan di grate
cooler perpindahan panas secara konveksi terjadi antara gas dengan partikel
clinkernya. Perpindahan panas secara konveksi antara gas dengan partikel clinker
yang terjadi di dalam grate cooler merupakan konveksi transient, artinya
temperature gas dan partikel berubah sepanjang waktu perjalanan aliran.
Mekanisme perpindahan panas konveksi yang terjadi dalam grate cooler, dimana
temperature partikel lebih tinggi daripada temperature gas sehingga panas
berpindah dari partikel lebih tinggi daripada temperature gas sehingga panas
berpindah dari partikel ke fluida gas. Perpindahan panas dari partikel ke gas
dengan menghasilkan koefisien perpindahan panas dan mengnggap unggun
fluidisasi berlaku sebagai system satu fasa.

c. Perpindahan panas secara konveksi

Berlainan dengan mekanisme konduksi dan konveksi, dimana perpindahan


panas terjadi melalui bagian dari clinkernya, panas juga dapatr berpindah melalui
daerah hampa atau melalui fluida ke permukaan lain dengan cara pemancaran
gelombang elektromagnetik yang disebut dengan radiasi.Perpindahan paans
radiasi terjadi antara udara panas yang ada di dalam grate cooler dengan udara
linkungan sekitar. Perhitungan efisiensi panas pada clinker cooler dapat dilakukan
dalam dua tahap yaitu, perhitungan neraca panas maka dapat diketahui efisiensi
panas dari clinker cooler, baik efisiensi panas system maupun efisisensi panas
reaksi.

Nilai untuk kerja clinker cooler dapat dicari dengan menghitung efisiensi
panas reaksi dari clinker cooler, yaitu perbandingan antara jumlah panas untuk
reaksi dengan jumlah pans yang disediakan. Efisiensi panas reaksi merupakan
indicator baik atau tidaknya untuk kerja dan pengoperasian clinker cooler.
Dalamm proses pembuatan semen, setelah terjadi proses pembakaran (burning
process).maka untuk tahap selanjutnya adalah proses pendinginan material yang
dilakukan oleh clinker cooler.
15
Sifat Kimia Klinker 5

Parameter kualitas produk (Lime Saturation Factor)= LSF, Silica


Modulus= SM, Alumina Modulus= AM, kehalusan, kadar air dan homogenitas)
perlu dikontrol.

Untuk menjaga agar kualitas hasil produk yang diperoleh sesuai dengan
target raw meal desain yang telah ditetapkan sebelumnya.

a. L:ime Saturation Factor (LSF). LSF menunjukan jumlah maksimum


CaO yang diperlukan untuk bereaksi dengan oksida lain sehingga tidak terjadi
freelime berlebihan di klinker.

b. Silica Modulus (SM). Silica modulus indicator tingkat kesulitan


pembakaran raw material. Silica Ratio juga memberikan gambaran tentang mutu
klinker yang akan dihasilkan dan banyaknya bahan bakar yang dibutuhkan.

c. Alimina Modulus (AM). Nilai AM yang lebih rendah dijumpai pada


jenis semen yang tahan terhadap sulfat, sedangkan nilai AM yang lebih tinggi
dijumpai pada semen putih.

Parameter dari LSF,SIM dan ALM adalah untuk memnuhi standar kualitas
klinker dan untuk menjaga kekonsistensinya mutu pada jenis dan tipe semen yang
diproduksi. Parameter kulaitas klinker yang sudah ditetapkan oleh PT. Semen
Padang dapat dilihat pada tabel

Tabel parameter kualitas klinker


Time Standar
Sieve 90 μ Max 20%
Sieve 180 μ Max 3%
Kadar H2O 0,4± 0,2%
LSF 94-0,2%
SIM 2,2-2,6%
LSF 1,5-2,5%
(Sumber : CCP Indarung IV PT.Semen Padang)
15
5.7 Pemecahan Masalah 6

Adapun pemecahan masalah yang dilakukan dalam pelaksanaan tugas


khusus ini yaitu sebagai berikut :

Metode Diskusi

Dalam metode ini, penulis, pembimbing lapangan, para karyawan dan


rekan sesame kerja praktek saling berdiskusi mengenai berbagai hal yang
menyagkut tugas khusus ini.

Metode Literatur

Penulis mencari referensi yang berhubungan dengan tugas khusus yang


diperoleh dari berbagai sumber control room, manual laboratorium, dan sumber
lain yang dianggap relevan dari perpustakaan di PT Semen Padang.

Metode Survey Lapangan

Survey lapangan bertujuan untuk mengetahui bagaimana kerja alat dan


memahami proses produksi sehingga diharapkan penulis dapat lebih memahami
tugas khusus tersebut.

5.8 Pembahasan

Dari harga efisiensi thermal cooler, maka efisiensi ini sudah mengalami
penurunan. Penurunan efisiensi tersebut merupakan hal yang sangat wajar
mengingat alat tersebut sudah beroperasi selama bertahun- tahun. Efisiensi yang
tidak mencapai harga maksimal ini disebabkan oleh adanya panas yang hilang ke
lingkungan, kehilangan panas disebabkan oleh :

1. Adanya perpindahan panas konduksi dimana terjadi perpindahan panas


dari dalam cooler menembus isolasi sampai dinding cooler dan perpindahan panas
konveksi yaitu perpindahan panas dari dinding coolr ke lingkungan.

2. Adanya kebocotran atau kemungkinan masukinya udara luart ke dalam


cooler yang kemudian membawa panas dari dalam cooler. Selain itu cstavle yang
15
7
berfungsi sebagai isolasi akan terkikis seiring dengan waktu sehingga sebagian
panas akan hilang.

Pada unit cooler besarnya efisiensi thermal yaitu sebesar 57,1 %. Hal ini
menunjukan bahwa alat grate cooler sudah mengalami penurunan yang sangat
jauh namun unit kerja masih bisa di gunakan.

5.9 kesimpulan

Dari hasil analisa dan perhitungan neraca massa dan neraca panas yang
telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan :

1. Alat kerja Grate cooler mengalami loss heat yang mempengaruhi efisiensi
Thermal

2. Besarnya Efisiensi thermal cooler sebesar 57,1 %

Maka dengsn nilai efisiensi thermal cooler tsb, memberikan kesimpulan bshwa
kerja alat grate cooler mengalami penurunan diakibatkan heat loss yang sangat
tinggi namun masih layak digunakan.
15
8
15
9
16
0
16
1
16
2
16
3
16
4
16
5
16
6
16
7
16
8
16
9
1.3.1 Portland Cement

Semen Portland adalah semen hidraulis yang dihasilkan dengan cara


menghaluskan klinker yang terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat
hidraulis, dengan bahan tambahan yang biasanya digunakan adalah gypsum.
Klinker adalah penamaan untuk gabungan komponen utama bahan baku semen
yang belum diberikan tambahan bahan lain untuk memperbaiki sifat dari semen
(Hewlett C dan Peter, 2004). Menurut Hewlett C dan Peter (2004) Macam-macam
tipe semen Portland adalah sebagai berikut :

1. Semen Portland Tipe I (Ordinary Portland Cement)

Digunakan untuk keperluan konstruksi umum yang tidak memerlukan


persyaratan khusus terhadap panas hidrasi dan kekuatan tekan awal. Tahan
terhadap air tanah yang mengandung sulfat 0-0,1%. Cocok digunakan untuk
bangunan rumah pemukiman, gedung-gedung bertingkat dan lain-lain pada
daerah yang tidak mengandung kadar sulfat tinggi.

2. Semen Portland Tipe II (Moderate Heat Portland Cement)

Semen Portland Tipe II digunakan untuk konstruksi bangunan dari beton


yang memerlukan ketahanan sulfat (pada lokasi tanah dan air yang
mengandung sulfat antara 0,1-0,2%).

3. Semen Portland Tipe III (High Early Strength Portland Cement)

Konstruksi yang menuntut kuat tekan awal tinggi pada fasa permulaan
setelah pengikatan terjadi. Kegunaan semen ini untuk pembuatan jalan beton,
landasan lapangan udara, bangunan bertingkat yang tinggi, bangunan dalam
air yang tidak memerlukan ketahanan terhadap sulfat.

4. Semen Portland Tipe V (Sulphato Resistance Portland Cement)

Dipakai untuk konstruksi bangunan-bangunan dengan ketahanan terhadap


air tanah yang mengandung sulfat melebihi 0,2% dan sangat cocok untuk instalasi
pengolahan limbah pabrik, konstruksi dalam air, jembatan, terowongan,
pelabuhan, dan pembangkit tenaga nuklir.

5. Super Masonry Cement

Semen ini dapat digunakan untuk konstruksi perumahan, gedung, jalan


dan irigasi yang struktur betonnya maksimal K-225. Semen ini dapat juga
digunakan sebagai bahan baku pembuatan genteng beton, hollow brick, paving
block, batako, dan bahan bangunan lainnya.

6. Oil Well Cement, Class G-HSR (High Sulfate Resisntance)

Semen tersebut merupakan semen khusus yang digunakan untuk


pembuatan sumur minyak bumi dan gas alam dengan konstruksi sumur minyak
bawah permukaan laut dan bumi.

7. Portland Composite Cement (PCC)

Semen Portland Komposit adalah bahan pengikat hidrolis hasil


penggilingan bersama-sama terak semen Portland dan gypsum dengan satu atau
lebih bahan anorganik, atau hasil pencampuran bubuk semen Portland dengan
bubuk bahan anorganik lain. Reaksi antara C3A dan air adalah :

3CaO.Al2O3 + 3H2O  3CaO.Al2O3.H2O

Bahan pozzolan tersusun atas 45–72% SiO2, 10–18% Al2O3, 1–6%


Fe2O3, 0,5–3% MgO dan 0,3-1,6% SO3. Digunakan secara luas untuk konstruksi
umum, seperti struktur bangunan bertingkat, struktur jembatan, struktur jalan
beton, bahan bangunan, plesteran, panel beton, paving block, hollow brick,
batako, genteng dan ubin. Penggunaannya lebih mudah, suhu beton lebih rendah
sehingga tidak mudah retak, lebih tahan terhadap sulfat, lebih kedap air, dan
permukaannya lebih halus.

1.4 Sistem Pemasaran

Daerah pemasaran PT Semen Padang untuk produksi Semen Portland


Tipe I, Super Masonry Cement (SMC) dan Portland Pozzolan Cement (PPC)
meliputi seluruh wilayah Provinsi di Pulau Sumatra, DKI Jakarta, Banten, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan. Sedangkan untuk
produk-produk lainnya seperti Semen Portland Tipe II, V, dan Oil Well Cement
(OWC) 11 disamping dipasarkan ke daerah-daerah tersebut, juga dipasarkan ke
daerah lain yang memerlukannya. Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam
negeri, PT Semen Padang juga mengekspor ke Bangladesh, Myanmar, Srilangka,
Maldives, Philipina, Singapura, Brunai, Timor Timur, Madagaskar, Kuwait, dll.

PT Semen Padang hampir 63% mendistribusikan semen melalui jalur laut


dalam kemasan zak dan curah, sedangkan selebihnya melalui angkutan darat
dalam kemasan zak, big bag, dan curah. Distribusi ke daerah pasar melalui
angkutan darat seperti ke daerah Sumatra Barat, Tapanuli Selatan, Riau Daratan,
Bengkulu, dan Jambi dikantongkan di Packing Plant Indarung (PPI) dan
distribusi melalui angkatan laut dikantongkan di Pengantongan Teluk Bayur.

1.5.1 Struktur Organisasi


17
3

BAB II

URAIAN PROSES

2.1 Bahan Baku Utama dan Penunjang

Secara kimia, bahan baku yang digunakan dalam pembuatan semen harus
mengandung senyawa Kalsium Karbonat (CaCO 3), Oksida Aluminium (Al2O3),
Silika (SiO2), dan Besi (Fe2O3). Bahan baku pembuatan semen dikelompokkan
menjadi dua, yaitu bahan baku utama, bahan baku tambahan (Aditif).

2.1.3 Bahan Baku Utama

Bahan baku utama dari pembuatan semen adalah batu kapur


(Limestone)¸batu silika (Silica Stone), pasir besi (Iron Sand) dan tanah liat (Clay)
yang akan dicampur menjadi satu menjadi raw mix dan kemudian akan diproses
hingga menjadi produk semen.

a. Batu Kapur (Limestone)

Batu kapur merupakan sumber utama kalsium oksida untuk membentuk


senyawa-senyawa utama semen (C2S, C3S, C3A, C4AF). Dalam pembuatan
semen, batu kapur digunakan sebanyak ± 80%. Batu kapur berperan dalam reaksi
hidrasi dan pembentukan kekuatan pada semen. Jumlah batu kapur yang
berlebihan pada semen akan menyebabkan semen menjadi tidak lentur dan rapuh.
Batu kapur yang digunakan PT. Semen Padang diambil dari penambangan di
Bukit Karang Putih

Tabel 2.1 Sifat Fisika Batu Kapur

Parameter Sifat Fisika


Fasa Padat
Warna Putih kekuning-kuningan
Kadar air 3,25%
Ukuran Material 60 mm
17
4

Silika Modulus 4,29


Alumina Modulus 2,05
Bulk Density 1378 g/l (kasar), 1360 g/l (sedang),
1592 g/l (halus)
Lime Saturation Factor 424,4
(Sumber : Laboratorium Proses Indarung IV,
2021)

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Batu Kapur

Parameter Persentase (%)


CaO 49,27
SiO2 6,76
Al2O3 1,05
Fe2O3 0,52
MgO 0,41
H2O 3,25
SO3 0,05
(Sumber : Laboratorium Proses Indarung IV, 2021)

b. Batu Silika (Silica Stone)

Batu silika merupakan sumber utama dari senyawa silika dengan rumus
molekul SiO2 yang terdapat bersama oksida logam lainnya. Pada umumnya batu
silika sekitar 10% dari total kebutuhan dasar semen yang diperlukan dalam
pembuatan semen dengan kadar SiO2 minimal 60% dalam batu silika. Pasir silika
berguna untuk meningkatkan kekuatan pada semen karena pembentukan
dikalsium silikat (C2S) dan trikalsium silikat (C3S). Pada umumnya batu silika
17
5

mengandung oksida logam lainnya, semakin murni kadar SiO2 semakin putih
warna batu silikanya, semakin berkurang kadar SiO2 semakin berwarna merah
atau cokelat, disamping itu semakin mudah menggumpal karena kadar airnya
yang tinggi. Batu silika yang baik untuk pembuatan semen adalah dengan kadar
SiO2 ± 90%. Batu Silika yang digunakan di PT. Semen Padang merupakan hasil
dari penambangan yang dilakukan di Bukit Ngalau dan Bukit Karang Putih.

Tabel 2.3 Sifat Fisika Batu Silika

Parameter Sifat Fisika


Fasa Padat
Warna Cokelat Kemerahan
Ukuran Material 60 mm
Silika Modulus 3,64
Alumina Modulus 2,073
Bulk Density 1210 g/l (kasar), 1216 g/l (halus),
Lime Saturation Factor 0,88
(Sumber : Laboratorium Proses Indarung IV, 2021)

Tabel 2.4 Komposisi Kimia Batu Silika

Parameter Sifat Fisika


CaO 10,71
SiO2 65,92
Al2O3 5,52
Fe2O3 0,66
MgO 0,50
H2O 5,13
(Sumber : Laboratorium Proses Indarung IV, 2021)

c. Pasir Besi (Iron Sand)


17
6

Pasir besi pada umumnya mempunyai komposisi utama besi oksida


(Fe2O3), yang selalu tercampur dengan SiO2 dan TiO2 sebagai impuritisnya,
serta senyawa- senyawa lain dengan kadar yang lebih rendah. Fe2O3 berfungsi
sebagai penghantar panas dalam proses pembakaran. Kadar Fe2O3 yang baik
dalam pembuatan semen yaitu Fe2O3 ± 75% - 80%. Dalam pembuatan semen,
pasir besi digunakan sebanyak ±1% dari total bahan baku dasar semen yang
digunakan. Pasir besi yang digunakan didatangkan dari Kalimantan, Cilacap dan
Batam

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya diperoleh hasil bahwa pasir besi


lebih meningkatkan kuat tekan dan kuat tarik hingga 80 %, hal ini dimungkinkan
karena selain sifat filler, sifat kimiawi pasir besi yang mengandung SiO2
membantu kinerja semen sebagai bahan pengikat. Selain itu, pasir besi juga
berperan sebagai pemberi warna gelap pada semen dan secara teoritis berfungsi
sebagai fluks dalam pembakaran dan menurunkan C3A. Senyawa Fe2O3 yang
digunakan dalam pembuatan semen di PT Semen Padang terkhususnya pabrik
Indarung IV tidak hanya diperoleh dari pasir besi melainkan juga dari copper
slag. Copper slag adalah hasil limbah industri peleburan tembaga yang berbentuk
pipih dan runcing atau tajam dan sebagian besar mengandung oksida besi dan
silika serta mempunyai sifat kimia yang stabil dan sifat fisik yang sama dengan
pasir besi.

Tabel 2.5 Sifat Fisika Pasir Besi

Parameter Sifat Fisika


Fasa Padat
Warna Hitam
Bulk Density 1675 g/l
Lime Saturation Factor 4,4
Silica Modulus 0,38
Alumina Modulus 0,03
(Sumber : Laboratorium Proses Indarung IV, 2021)

Tabel 2.6 Komposisi Kimia Pasir Besi


17
7

Parameter Sifat Fisika


CaO 4,62
SiO2 22,88
Al2O3 2,01
Fe2O3 58,14
MgO 0,72
H2O 3,66
(Sumber : Laboratorium Proses Indarung IV, 2021)

d. Tanah Liat (Clay)

Rumus kimia tanah liat yang digunakan pada produksi semen


SiO2Al2O3.2H2O. (Silika aluminat hidrat). Komposisi tanah liat dalam raw
material yang digunakan dalam pembuatan semen adalah sebanyak ±8%.
Komposisi Al2O3 dalam tanah liat yang digunakan minimal 25%. Adapun tugas
dari tanah liat memasok alumina dan silika pada saat pembakaran di dalam kiln
dan menyeimbangkan kandungan CaCO3 yang terlalu tinggi pada limestone.
Selain itu, tanah liat juga berfungsi untuk mengurangi kadar vibrasi pada Vertikal
Raw Mill.Pada awalnya penambangan tanah liat dilakukan di bukit Ngalau,
namun karena jumlahnya semakin sedikit maka tanah liat dibeli dari pihak ketiga
yaitu PT Igasar dan PT Yasiga Andalas di Gunung Sarik

Tabel 2.7 Sifat Fisika Tanah Liat

Parameter Sifat Fisika


Fasa Padat
Warna Cokelat
Silika Modulus 1,42
Alumina Modulus 2,65
Bulk Density 750 g/l
Lime Saturation Factor 1,5
(Sumber : Laboratorium Proses Indarung IV, 2021)
17
8

Tabel 2.8 Komposisi Kimia Tanah Liat

Parameter Komposisi
CaO 2,50
SiO2 47,03
Al2O3 24,25
Fe2O3 9,20
MgO 0,67
H2O 30,85
SO3 0,02
(Sumber : Laboratorium Proses Indarung IV, 2021)

2.1.4 Bahan Baku Tambahan

Bahan baku yang ditambahkan ke dalam raw mix untuk mendapatkan


sifat-sifat tertentu yang diinginkan pada semen. Bahan tambahan antara lain:

a. Gypsum

Bahan aditif yang digunakan dalam proses pembuatan semen adalah


gypsum dengan rumus CaSO4.nH2O. Gypsum berfungsi sebagai retarder atau
memperlambat terjadinya proses pengerasan pada semen. Adapun karakteristik
dari gypsum adalah lembab dan tahan terhadap api. Gypsum yang digunakan
dalam pabrik Indarung IV dibagi menjadi2 macam yaitu gypsum alam dan
gypsum sintetis. Gypsum alam diimpor dari Thailand dan Australia, sedangkan
untuk gypsum sintetis berasal dari PT. Petrokimia, Gresik.

Tabel 2.9 Sifat Fisika Gypsum

Parameter Sifat Fisika


Fasa Padat
Warna Putih keabu-abuan
Ukuran Material Max 3 inch
17
9

Bulk Density 1681,7 g/l (kasar), 1347 g/l


(gembur)
(Sumber : Laboratorium Jaminan Kualitas, 2021)

Tabel 2.10 Komposisi Kimia Gypsum

Parameter Komposisi
CaSO4 30,50
NaCl 0,006
MgO 1,29
H2O 0,58
SO3 43,92
CaO 31,96
(Sumber : Laboratorium Jaminan Kualitas, 2021)

b. Pozzolan

Pozolan adalah bahan yang mengandung senyawa silica dan Alumina


dimana bahan pozzolan itu sendiri tidak mempunyai sifat seperti semen, akan
tetapi dengan bentuknya yang halus dan dengan adanya air, maka senyawa-
senyawa tersebut akan bereaksi secara kimiawi dengan Kalsium hidroksida
(senyawa hasil reaksi antara semen dan air) pada suhu kamar membentuk
senyawa Kalsium Aluminat hidrat yang mempunyai sifat seperti semen. Pozzolan
Indarung 4 didapatkan dari Lubuk Alung.

Standar mutu pozolan menurut ASTM C618-92a dibedakan menjadi tiga


kelas, dimana tiap-tiap kelas ditentukan komposisi kimia dan sifat fisiknya.
Pozzolan mempunyai mutu yang baik apabila jumlah kadar SiO2 + Al2O3 +
Fe2O3 tinggi dan reaktifitasnya tinggi dengan kapur. Ketiga kelas pozzolan
tersebut, yaitu:

 Kelas N : Pozzolan alam atau hasil pembakaran, pozzolan alam yang dapat
digolongkan didalam jenis ini seperti tanah diatomoic, opaline cherts dan
shales, tuff dan abu vulkanik atau pumicite, dimana bisa diproses melalui
18
0

pembakaran atau tidak. Selain itu juga berbagai material hasil pembakaran
yang mempunyai sifat pozzolan yang baik.
 Kelas C : Fly ash yang mengandung CaO di atas 10% yang dihasilakan
dari pembakaran lignit atau sub-bitumen batubara.
 Kelas F : Fly ash yang mngandung CaO kurang dari 10% yang dihasilakan
dari pembakaran lignit atau sub-bitumen batubara

Tabel 2.11 Sifat Fisika Pozzolan


Parameter Sifat Fisika
Fasa Padat
Warna Putih keabu-abuan
Ukuran Material Max 3 inch
Bulk Density 1681,7 g/l (kasar), 1347 g/l (gembur)

Tabel 2.12 Komposisi Kimia Pozzolan


Parameter Komposisi
CaO 0,37
SiO2 71,62
Al2O3 17,29
Fe2O3 1,46
MgO 0,59
H2O 16,95
(Sumber : Laboratorium Jaminas Kualitas, 2019)

c.Limestone High Grade

Limestone High Grade memiliki kemurnian 94-98% dan memiliki nilai


SiO2 yang tinggi. Bahan ini sebagai bahan pengisi untuk menambah jumlah
kapasitas produksi dalam pembuatan semen. Jumlah lime stone yang digunakan
adalah 10%. Limestone High Grade berasal dari penambangan di Bukit Karang
Putih.

Tabel 2.13 Sifat Fisika Limestone High Grade


Parameter Sifat Fisika
Fasa Padat
18
1

Warna Putih kekuning-kuningan


Kadar air 3,25%
Ukuran Material 60 mm
Silika Modulus 6,5
Alumina Modulus 16,38
Bulk Density 1378 g/l (kasar), 1360 g/l (sedang),
1592 g/l (halus)
Lime Saturation Factor 6,5

2.1.3 Faktor kualitas Semen


a. Sifat Fisika Semen
1. Setting Time ( waktu Pengikatan )

Setting dan hardening adalah pengikatan dan pengerasan semen setelah


terjadi reaksi hidrasi. Semen apabila dicampur dengan air akan menghasilkan
pasta yang plastis dan dapat dibentuk sampai beberapa waktu karakteristik dari
pasta tidak berubah dan periode ini sering disebut Dorman Period.

Pada tahapan berikutnya, pasta mulai menjadi kaku walaupun masih ada
yang lemah, namun suhu tidak dapat dibentuk ( unworkable). Kondisi ini disebut
initial set, sedangkan waktu mulai dibentuk ( ditambah air) sampai kondisi initial
set disebut initial setting time ( waktu pengikatan awal ). Tahapan berikutnya
pasta melanjutkan kekuatannya sehingga didapat padatan yg utuh dan biasa
disebut hardened cement pasta. Kondisi ini disebuty final setting time ( waktu
pengikatan akhir). Proses pengerasan berjalan terus berjalan seiring dengan waktu
akan diperoleh kekuatan proses ini dikenal dengan nama hardening.

2. kelembaban

Kelembaban timbul karena semen menyerap uap air dan CO2 dan dalam
jumlah yg cukup banayak sehingga terjadi penggympalan. Semen yang
menggumpal kualitasnya akan menurun karena bertambahnya Loss On Ignition
(LOI) dan menurunnya specific gravity sehingga kekuatan semen menurun, waktu
pengikatan dan pengerasan semakin lama, dan terjadinya false set. Loss On
Ignition ( hilang Pijar) dipersyaratkan untuk mencegah adanya mineral mineral
18
2

yang terurai pada saat pemijaran, dimana proses ini menimbulkan kerusakan pada
batu setelah beberapa tahun kemudian.

3. Panas Hidrasi

Panas hidrasi adalah panas yang dilepaskan selama semen mengalami


proses hidrasi. Jumlah panas hidrasi yang terjadi tergantung pada tipe semen , dan
perbandingan antara air dengan semen. Kekerasan awal semen yang tinggi dan
panas hidrasi yang besar kemungkinan terjadi retak retak pada beton. Hal ini
disebabkan oleh fosfor yang timbul sukar dihilangkan sehingga terjadi pemuaian
pada proses pendinginan.

4. Penyusutan

Ada tiga macam penyusutan yang terjadi di dalam semen yaitu :

a. Drying Shringkage ( penyusutan karena pengeringan )


b. Hidration Shringkage ( penyusutan karena Hidrasi )
c. Carbonation Shrinkage ( penyusutan karena Karena karbonasi )

yang paling berpengaruh pada permukaan beton adalah drying shringkage.


Penyusutan ini terjadi karena penguapan selama proses setting dan hardening. Bila
besaran kelembabannya dapat dijaga, maka keretakan beton dapat dihindari.
Penyusutan ini dipengaruhi oleh kadar C3A yang terlalu tinggi.

5. kuat Tekan

Kuat Tekan adalah kemampuan material suatu beban. Kuat tekan


dipengaruhi oleh kandungan saenyawa C3S, C2S, C3A, C4AF dalam semen,
kadar SO2, dan tingkat kehalusan semen. C3S berpengaruh terhadap kuat tekan
namun memberikan pengaruh terhadap pembentukan liquid phase di dalam proses
pembakaran di kiln.

Kuat tekan semen diuji dengan cara membuat mortat yang kemudian
ditekan sampai hancur. Contoh seemen yang diuji decampur dengaan pasir silica
dengan perbandingan tertentu, kemudian dibentuk menjadi kubus – kubus
berukuran ( 5x5x5) cm. Setelah mengalami perawatan dengan perendaman benda
tersebut diuji kekuatan tekannya pada hri ke 3,7 , dan 28
18
3

6. Hidrasi Semen

Hidrasi semen terjadi akibat adanya kontak anatara mineral semen dengan
air. Faktor yang mempengaruhi hidrasi semen antara lain :

a.Jumlah air yang ditambahkan

b. Temperatur

c. Bahan Aditif

d. kehalusan Semen

e. Kandungan senyawa C3S, C2S, C3A, dan C4AF

Faktor – factor tersebut mengakibatkan terbentuknhya pasta semen yang


pada wktu tertentu akan mengalami pengerasan. Hidrasi adalah proses kristalisasi
yang dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :

a. Secara kimia, yaitu mineral semen beraksi denganb air membentuk


senyawa hidrat.
b. Secara fisika, yaitu pembentukan Kristal karena kejenuhan larutan.
c. Secara mekanis, yaitu pengikatan secara adhresi dan kohesi Kristal
sehingga membentuk struktur yang kokoh. Hidrasi pada tempertur
tinggi menyebabkan rendahnhya kekuatan akhir semen dan beton yang
rentan retak.

7. Daya Tahan Terhadap Asam dan Sulfat

Syarat ini hanya untuk semen dengan jenis HSRC ( High Sulfate
Resistance cement). Daya tahan beton umumnya rendah terhadap asam, sehingga
mudah terdekomposisi oleh asam kuat. Asam dapat merubah senyawa semen yang
tidak alrut dalam air menjadik senyawa yang tidak larut dalam air menjadi
senyawa yang larut dalam air. PH yang dapat merusak yaitu dibawah 6, namun
keasaman air akibat pelarutan CO2, PH di atas 6,5 juga dapat merusak, karena
CO2 bereaksi dengan Ca(OH)2 dalam semen membentuk CaCO3 yang bereaksi
kembali dengan CO2 membentuk Ca( HCO)3 yang larut dalam air, reaksi yang
terjadi yaitu:
18
4

8. False Set

False Set yaitu gejala terajdinya pengembangan sifat kekakuan dari adonan
semen, mortat, beton tanpa terjadinya pelepasan panas yang banyk. Gejala
tersebut akan hilang dan sifat palstis akan dicapai kembali bila dilakukan
pengadukan lebih lanjut tanpa penambahna air. False set terjadi karena pada
operasi yang terlalu tinggi sehingga terjadi dehidrasi dari CaSO4. 2H2O menjadi
CaSO4. 1,5H2O. CaSO4. 0,5H2O. Inilah yang menyebakan terjadinya false set.

9. Soundness

Selama proses hidrasi, akan terjadi ekspansi abnormal yang menyebabkan


keretkan beton. Ekaspansi terjadi apabila kadar free lime, MgO, Na2O. dan K2O
terlalu tinggi atau gypsum yang terlalu banyak.

10. Konsistensi

Konsistensi semen Portland lebih banyak pengaruhnya pada saat


pencampuran awal, yaitu pada saat terjadi pengikatan sampai pada saat beton
mengeras. Konsistensi yang terjadi bergantung pada rasio antara semen seperti
kehalusan dan kecepatan hidrasi. Konsistensi mortar bergantung pada konsistensi
semen dan agregat pencampurannya.

11. Kehalusan (Blaine)

Kehalusan butir semen akan mempengarugi prioses hidrasi. Waktu


pengikatan ( setting time) menjadi semakin lama apabila butir seemn lebih kasar.
Kehalusan pengillingan semen disebut penampang spesifik, yaitu luas butir
permukaan semen. Jika permukaan penampang semen lebih besar, semen akan
memperbesar bidang kontak dengan air. Semakain hakus butiran semen, proses
hidrasi semakin cepat sehingga kekuatan awal tinggi dan kekuatan akhir akan
berkurang. Namun jika semen terlalu halus, setting time akan turun laly
mengakibatkan drying shrinkage dan mengakibatkan keretakan beton. Selain itu,
18
5

akan memudahkan penyerapan air dan CO2. Oleh karena itu, ukuran partikel
dijaga pada blaine ±3.500 cm /gr.

Kehalusan butir semen yang tinggi dapat mengurangi terjadinya bledding


atau naiknya air ke permukan, tetapi menamvah kecendrungan beton untuk
menyusut lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak susut. Menurut ASTM
butir semen yang lewat ayakan NO. 200 harus lebih dari 78 % .untuk mengukur
kehalusan semen digunakan turbidimeter dari wagner atau air permeability dari
blaine.

12. Perubahan Volume ( Kekalan)

Kekalan pasta semen yang telah mengeras merupakan suatu ukuran yang
menyatakan kemampuan pengembangan bahan – bahan campurannya dan
kemampuan untuk mempertahankan volume setelah pengikatan terjadi.
Ketidakkekalan semen disebabkan oleh terlalu banyaknya jumlah kapur bebas
yang pembakarannya tidak sempurna serta magnesia yang terdapat dalam
campuran tersebut. Kapur bebas itu mengikat air dan kemudian menimbulkan
gaya – gaya ekspansi. Alat uji untuk menentukan nilai kekekalan semen portlnd
adalah Autoclave Expansion of Portland Cement cara ASTM C-15 atau cara
inggris, BS, Expansion by Le Chatellier.

Sifat- sifat semen Portland sangat dipengaruhi oleh susunan ikatan oksida
– oksida serta bahan bahn pengotor lainnya. Pemeriksaan secara berkala perlu
dilakukan, baik pada saat pemprosesan, saat menjadi bubuk seen maupun setelah
menjadi pasta semen.Pemeriksaan semen dilakukan sesuai dengan standar ASTM
( American Society For Testing and Material) C-150 dan British Standard (BS-
12). Sedangkan di Indonesia menggunakan standar Industri Indonesia ( SII-
0013_81) yang mengadopsi ASTM C-150-80 yang kini telah diperbarui menjadi
SNI.

b. Sifat Kimia Semen

1. Insoluble Residu ( Bagian Tak Larut)

Insoluble residu merupakan kotoran yang tetap tinggal setelah semen


direaksikan dengan asam klorida dan natrium karbonat. Kotoran ini berasal dari
18
6

senyawa di dalam gypsum, dari SiO2 yang tidak terikat dalam klinker dan dari
senyawa di dalam organic seperti humus yang terkadang masih terbawa di
limestone dan batuan lainnya. Jumlahnya yang kecil tidak mempengaruhi mutu /
kualitas semen.

2. Lost Of Ignition ( Hilang Pijar)

Hilang pijar digunakan untuk mencegah adanya mineral- mineral yang


dapat diuraikan pada pemijaran . Kristal mineral tersebut umumnya bersifat dapat

mengalami metamorfosa dalam waktu yang lama,sehingga pada proses tersebut


dapat menimbulkan kerusakan. Lost Of Ignition (LOI) adalah presentase berat
CO2 dan H2O yang hilang pada waktu dipijarkan suhu dan waktu tetentu . LOI
dihitung dengan rumus :

Hilang pijar disebabkan karenma terjadinyua penguapan air kristal dari


gypsum serta penguapan CO2 dari MgCO3e dan CaCO3 saat terjadi reaksi
kalsinasi. Nilai LOI beriksar antara 0,5-0,8%.

3. Modulus Semen

Modulus semen merupakan bilanagan yang menyatakan perbandingan


kuantitas senya CaO, SiO2, Fe2O3, dan Al2O3. Modulus semen sesuai untuyk
jenis semen yang diproduksi. Modulus ini dapat digunakan untuk perbandingan
jumlah masing- masing bahan baku untuk menghasilkan klinker dengan
komposisi yang diinginkan.

a. Alumina Modulus (ALM)

Nilai ALM berkisar 1,5-2,5. Jika nilai ALM terlalu tinggi, maka nilai SIM
akan turun sehingga menurunkan setting time semen, namun jika nilai ALM
terlalu rendah akan menyebabkan viskositas fasa cair rendah, semen yang
dihasilkan tahan sulfat, namun kuat tekan awalnya rendah dan mudah dibakar.
ALM dihitung dengan menggunakan rumus :
18
7

b. Silika Modulus (SIM)

Nilai SIM berkisar antara 1,9-3,2 dan yang diinginkan itu antara 2,2- 2,6.
Dicari menggunakan rumus :

Perubahan nilai SIM menyebabkan perubahan coating pada burning zone


dan burnability klinker. Jika nilainya terlalu tinggi, maka klinker sulit dibakar
hingga perlu temperature bakar yang tinggi. Fase cair rendah, sehingga beban
panasnya tinggi, kadar abu dan CaO bebasnya tinggi. Coating menyebabkan
terjadinya penumpukan penyerapan panas pada bagian coating dan
mengakibatkan daerah coating tersebut lebih panas sehingga dapat merusak batu
tahan api.

c. Lime Saturation Factor ( Faktor Penjenuhan Kapur)

LSF adalah jumlah bagian CaO yang diperlukan untuk mengikat satu
bagian oksida- oksida yang lain (SiO2, Al2O3 dan Fe2O3). Kelebihan CaO dari
LSDF akan membentuk CaO bebas ( free lime) didalam klinker. Akibat LSF tang
tinggi adalah CaO bebas akan semakin tinggi, burnability semakin tinggi sehingga
kuat tekan awal dan panas hidrasi semakin tinggi, kebutuhan panas dan
temperature kiln akan meningkat karena burnability yang semakin tinggi dan
coating sulit terbentuk sehingga panas radiasi meningkat.

4. Sulfur Trioksida (SO3)

Senyawa SO3 berasal dari gypsum dan bahan bakar pada pembentukan
klinker . Kadar SiO3 klinker sebaiknya 0,6%, jika lebih maka klinker akan susah
digiling. Fungsi senyawa SO3 adalah menghambat hidrasi mineral C#A dan
18
8

pengatur setting time semen. Apabila penambahan gypsum optimal, maka


senyhawa SiO2 dapat mrmbantu hidrasi C3S tang bermanfaat untuk menambah
kekuatan semen, mengurangi drying shrinkage dan meningkatkan kelenturan
( soundness) semen.

5. Magnesium Oksida

Senyawa MgO dalam semen berasal dari batu kapur setelah terjadinya
proses pembakaran klinker, senyawa MgO terdapat dalam bentuk glassy state.
Jika kadar MgO kurang dari 2% maka MgO akan berikatan dengan senyawa
klinker. Jika kadarnya lebih dari 2% maka akan membentuk MgO bebas
( Periscale) yang akan berikatan dengan air membnetuk MG(OH)2 yang
mengakibatkan keretakan pada beton.

6.CaO Bebas ( free Lime)

Freelime merupakan senyawa kapur yang tidak ikut bereaksi dalam


pross pembutan klinker. Kadar free Lime yang baik adalah dibawah 1%. Jika
berlebih maka beton yang dihasilkan akan mudah retak dikarenkan pemuaian
volume yang besar selama reaksi hidrasi semen.

7. Komposisi Senyawa Mineral

Senyawa C3S adalah komponen yang berperan untuk pengerasan awal,


dan cepat mengeras pada umur 28 hari. Kadar C3S sebaiknya anatara 56-62%.
C2S berperan sebagai kekuatan untuk waktu yg lebih lama. C2S berperan untuk
sebagai kekerasan setelah minggu pertama hingga beberapa minggu atau builan.
C3A berfungsi dlam kekerasan awal dan kecepatan mengerasnya sangat tinggi.

8. Alkali (Na2O dan Ka2O)

aKadar alkali berlebih dapat mengakibtakan keretakan pada beton, apabila


digunakan agregat yang mengandung silica reaktif terhadap alkali akan terjadi
reaksi :
18
9

Na2O dibatsi kadarnya 0,6%. Jika berlebih maka jumlah gypsum yang dibutuhkan
akan lebih banyak . Sedangkan kelebihan K2O menjadikan klinker mudad
digiling.

2.2 Deskripsi Proses

Pada awalnya PT. Semen Padang menggunakan dua proses pembuatan


semen, yaitu proses basah dan proses kering . Namun, sejak oktobetr 1999 pabrik
Indarung I dengan proses basah tidak dioperasikan lagi karena tidak efisien dan
peralatan pabrik yang sudah tua. Dengan demikian, keseluruhan proses pembuatan
semen di PT. Semen Padang hanya menggunakan proses kefring. Secara umum,
proses pembuatan semen di PT. Semen Padang terbagi menjadi 5 tahapan, yaitu
tahapan awal, tahap pembakaran rawa mix, tahap penggilingan klinker dan tahap
pengatongan semen.

2.2.1 Tahap Penyediaan dan Persiapan Bahan Baku

Bahan baku utama batu kapur dan batu silika ditambang sendiri oleh
PT.Semen Padng di Bukit Karang Putih dan Bukit Ngalau, sedangkan pasir besi
didatangkan dari Kalimantan dan tanah liat dari anak perusahaan PT. Semen
Padang yaitu PT.Igasar dan PT. Yasiga Andalas yang ditambang di Gunung Sarik.

a. Tahap Penambangan Batu Kapur ( Limstone)

Batu Kapur diperoleh dengan cara ditambang . Daerah penambangan batu


kapur terletak di daerah Bukit Karang Putih. Penambangan batu kapur dilakukan
dengan beberapa tahapan yaitu tahap pembersihan lahan (land Clearing), tahap
pengeboran (drilling), tahap peledakan (blasting), tahap pemuatan dan
pengangkutan, dan tahap penggilingan ( crushing). Batu kapur hasil crushing akan
dimasukkan hopper limestone dan akan dibawa menggunakan belt convenyor
menuju storage limestone Indarung IV.

Metode penumpukan yang digunakan dinstorage limestone adalah metode


conical shell stacking. Pada Conical Shell Stacking, Stacker/ belt carry bergerak
secara bertahap dalam arah membujur. Gerakan stacker selanjutnya dilakukan
setelah menyelesaikan tumpukan sampai ketinggian maksimal. Ketika Pile sudah
penuh, penumpukan material akan pindah ke posisi baru dan menumpuk cone
19
0

yang baru dibentuk berdekatan dengan cone sebelumnya. Proses ini terus berlnjut
dalam arah membujur storage hingga stockpie penuh.

Pengambilan material dilakukan dengan menggunakan side reclaimer yang


bekerja di bagian samping tumpukan material yg akan diambil. Side reclaimer ini
dilenglapi dengan blade chaim yang bisa dinaikturunkan. Selanjutnya material
akan dibawa oleh blade chain untuk ditransportasikan menuju ke dalam hopper
limestone.

b. Tahap Penambangan Batu Silika ( silica Stone)

Bahan baku batu silika diambil dari penambangan Bukit Karang Putih dan
dilakukan hamper sama dengan melakukan penambangan batu kapuir, namun
perbedaannya pada penambangan batu silika tidak dilakuknnya proses peledakan,
tetapi diruntuhkan dengan trackvator dan dibwa ke crusher dengan dump truck
lalu dibawa menuju storage dengan menggunakan belt convenyore.

Proses penumpukan dan penarikan material yang dilakukan di


storagesilica sama seperti di storage limestone yaitu metode Conical Shell
Stacking dan system penarikan menggunakan side reclaimer. Kemudian material
ini akan dibawa mengunakan belt conveyor menuju hopper silica.

c. Tahap Pengadaan Tanah Liat (Clay)

Tanah liat yang merupakan sumber dari feO dan AlO dibeli dari PT Igasar
dan PT Yasiga Andalas dari Gunung Sarik, kuranji, kota padang. Tahapan
penambangan yaitu land clearing, stripping, drigging, loading, dan hauling,. Truk
yang berisi tanah liat di dumping pada mini hopper caly sebelum dihancurkan
terlebih dahulu menggunakan crusher. Selanjutnya material yang telah
dihancurkan dibawa menggunakan belt conveyor menuju clay storage.

Pada metode ini, material ditumpuk melintg secara parallel selebar tempat
yang tersedia sehingga membentuk tumpukan bukit. Metode ini digunakn untuk
mencegah terjadinya pemisahan atau segregation dan diharapkan pendistribusian
partikel halus dan kasar yang merata. Proses penumpukan material menggunkan
stackrer yang bergerak secara mebujur dan melintang pada bagian atas sehingg
membnetuyk pola parallel serta barisan membujur yang bertingkat. Setelah proses
19
1

penumpukan selesai, selanjutnya dilakukan penarikan material menuju belt


conveyor dengan menggunakan bucket chain excavator.

Penarikan material dilakukan dengan cara menggerus material dari selatan


ke utara atau sebaliknya dengan tujuan untuk mendapatkan material dengan
komposisi yang homogeny. Selanjutnya tanah liat yang telah berada di bucket
chain excavator akan dijatuhkan ke belt conveyor UO1 dan kemedian
ditaransportasikan ke dalam hopper.

d. Pengadaan Pasir Besi ( Iron Sad)

Pasir besi yang digunakan didatangkan dari kalimanatan, Cilacap dan


Batam dan untuk copper slag didapatkan dari limbah PT. Krakatu Steel. Proses
pengangkutan bahan baku utama lainnya. Untuk pasir besi, proses pengangkutan
dilakukan secara manual, yaitu hanya dengan menggunakan loader atau alat berat
menuju ke dumping hopper. Hal ini dikarenakan jumlah pemakaian yang hanya
berkisar ± 1%

Pasir Besi yang telah di loading ke dalam dumping hopper selanjutnya


ditransportaskan menuju ke hopper menggunakan belt conveyor yang berada di
bagian bawah dumping hopper. Belt yang digunakan untuk mentransportasikan
tanah liat sehingga belt digunakan secara bergantian. Penggunaan velt secara
bersamaan ini bertujuan agar lebih ekonomis karena penggunaan material yang
sedikit, ditambah apabil terdapat kasus komposisi pada limestone sudah
mencukupi komposisi set point maka penggunaan bahan yang lain tidak
diperhitungkan.

e. Pengadaan Gypsum

Selain pasir besi, gypsum dengan rumus kimia CaSO4. 2H2O juga
didatangkan dari luar. Kebutuhan gypsum untuk PT. Semen Padang dibawa dari
PT.Petrokimia. Gresik dan juga diimport dari negara Australia dan Thailand.
Sebelum disimpan di dalam storage. Dilakukan pengujian kualitas terlebih dahulu
di laboratorium jaminan dan kualitas PT Seemen Padang.
19
2

f. Pengadaan Pozzolan

Pozzolan yang digunakan dari Lubuk Alung. Pozzolan merupakan bahan


yang mengandung silika dan alumina yang tidak memiliki sifat mengikat seperti
semen, tetapi dalam bentuk yang halus dan adanya air maka senyawa-senyawa
tersebut dapat menjadi material padat yang tidak dapat larut dalam air.Pozzolan
disimpan di storage yang sama dengan bahan baku aditif lainnya, yaitu gypsum
dan limestone high grade.

2.2.2 Penggilingan Bahan Baku ( Unit Raw Mill)

Tahap penggilingan bahan baku bertujuan untuk memperkecil atau sizer


reduction bahan baku. Selain itu, penggilingan dilakukan untuk mendapatkan
campuran bahan baku yang homogen dan untuk mempermudah terjadinya reaksi
kimia pada saat pembentukan klinker di dalam kiln. Untuk tanah liat sebelum
dibawa menuju storage, akan digiling terlebih dahulu di clay crusher untuk
menghindari material- material keras yang tercampur pada tanah liat masuk ke
dalam storage. Dari setiap storage.Dari setiap storage material akan dimasukkan
ke dalam hopper menggunakan belt conveyor. Hopper merupakan tempat
penyimpanan sementara yang berbentuk kerucut/ cone.

Pada pabrik Indarung IV, terdapat 5 buah Hopper yang digunakan untuk
batu kapur, batu silika, dan pasir besi. Dua hopper digunkan untuk batu kapur, dua
hopper digunakan untuk batu silika, dan satu hopper untuk pasir besi.

Pada tanah liat tidak terdapat hopper dikarenakan untuk menghindari


terjadinya penyumbatan pada bagian outlet hopper akibat dari sifat tanah liat yang
terlalu lengket, maka untuk tanah liat langsung dibawa menggunkan deep bucket
excavator menuju belt convetor.

Pada bagian outlet setiap hopper, terdapat sebuah alat yang disebut
dosimat feeder. Alat ini berfungsi untuk menghitung jumlah atau tonase bahan
baku yang keluar dari hopper menujuj belt conveyor. Prinsip kerja dari alat ini
adalah ketika lamella menerima beban dari material yang jatuh dari hopper,
kecepatan dari lamella akan ditambah sesuai dengan set point bahan baku yang
dibutuhkan. Terdapat load cell pada bagian atas alat yang terhubung dengan sling
19
3

lamella yang berfungsi untuk mengetahui jumlah material yang jatuh keatas
lamella per meternya. Berbeda dengan batu kapur, batu silika, dan pasir besi,
jumlah tonase tanah liat diatur dengan kecepatan dari deep bucket excavator
menuju belt conveyor. Pengaturan kecepatan pada lamella dan deep bucket
excavator ini dilakukan dari Central Control Panel (CCP) Indarung IV PT Semen
Padang.

Pada pabrik Indarung IV terdapat dua buah mill untuk mengiling bahan
baku. Mill pertama bertipe horizontal mill sedangkan mill yang kedua bertipe
vertical mill. Maka dari itu material bahan baku yang dibawa menuju tube mill
memiliki belt conveyor yang berbeda dengan material yang menuju vertical mill.

Material dari hopper batu kapur (4R1L02), hoper batu silika (4R1L03)
hopper pasir besi (4R1L01) dan storage tanah liat (4RJ08) akan tergabung di belt
conveyor ( 4RJ03) kemudian akan dibawa menuju tube mill(4R1) sedangkan
material dari hopper batu kapur (4R2L02), hopper batu silika (4R2L03) hopper
pasir besi (4R1L01) dan storage tanah liat (4RJ08) akan tergabung di belt
conveyor (4R2J03) kemudian akan dibawa menuju vertical mill (4R2).

Pada belt conveyor (4R2J03) terdapat alat magnetic separator yang


berfungsi sebagai penangkap logam logam yang dapat mengganggu dalam proses
pembuatan semen, yang mana logam-logam tersebut akan langsung dibuang dari
system, sedangkan pada belt conveyor(4R2J04) terdapat metal detector yang akan
mendeteksi logam-logam dan akan dibuang melalui dividing gate apabila masih
terdapat banyak logam.

Sebelum memasuki tube mill, material bahan baku akan melewati double
gate terlebih dahulu. Double gate berfungsi agar udara ridak masuk kedalam mill
atau sebagai air lock yang mana ada 2 buah piston yang bergerak secara
bergantian sebelum masuk ke dalam tube mil. Sedangkan pada vertical mill,
material bahan baku akan melewati rotary air lock terlebih dahulu. Tujuan dari
rotary air lock sama seperti double gate yaitu untuk mencegah adanya udara
masuk kedalam mill akan tetapi memiliki cara kerja yang berbeda. Rotary air lock
berbentuk seperti roda yang berputar sehingga dapat membuka dan menutup
secara otomatis sebelum masuk vertical mill. Udara luar atau false air yang masuk
19
4

ke dalam mill dapat menggangu proses pengeringan material di dalam mill


sehingga proses pengeringan menjadi tidsk optimal.

Tube mill merupakan alat yang digunakan untuk menggiing material hingga
menjadi raw mix dengan cara berotasi. Pada tube mill material akan dimasukkan
bersamaan dengan aliran udara panas Material yang akan digiling dimasukkan bersaman
dengan aliran udara pans yang bersal dari suspension preheater (SP) yang ditarik oleh
mill fan,sehingga di dalam tube mill selain terjadi proses penggilingan juga terjadi proses
pengeringan. Tube mill pada unit raw mill ini terdiri dari 3 ruangan,yaitu drying chamber,
kompartmen I dan kompartmen II.

Pada drying chamber dipasang lifter yang berfungsi untuk mengangkat


dan menghamburkan material sehingga proses pengeringan dapat berlangsung
dengan efektof sehingga luas permukaan material yang kontak dengan gas panas
bertambah besar. Seebagai pemisah antar drying chamber dengan kopartmen I
digunakan open diaphragm.

Setelah melewati drying chamber material akan terbawa menuju


kompartmen I yang mana terdapat step Liner yang berfungsibuntuk mengangkat
dan menjatuhkan grinding ball sehingga terjadi tumbukan antara material dan
grinding ball yang membuat material lebih halus, ukuran grinding ball pada
kompartemn II terdapat diapghram dan peripheral oulet. Diapghram sebagai
keluaran gas panas dan material halus sedangkan peripheral outlet sebagai tempat
keluaran material halus hasil penggilingan di tube mill yang tidak ikut tertarik
oleh mill fan. Material yang belum halus akan melewati diapghram dan menuju
kompartmen II. Pada kompartmen II terdapat classifying liner tidak terdapat sekat
yang membuat grinding ball terangkat dan terjatuh melainkan hanya akan
melakukan gaya gesek dan bersifat mengalir dan berputar, ukuran grinding ball
pada kompartemen kedua yaitu 20 – 50 mm.

Gas panas yang masih terdapat material halus, akan tertarik ke atas oleh
fan, dan dipisahkan oleh tiga buah cyclone antara gas panas dan material yang
halus, material yag halus akan dibawa menggunakan air slide menuju Controlled
Flow (CF) silo sedangkan gas panas akan tertarik fan menuju Electrostatic
Precipitator (EP) untuk dipisahkan antara material yang masih halus dan gas
19
5

panas. Gas panas yang berisi udara bersihkan keluar menuju chimney dan material
halus hasil pemisahan pada Electrostatic Precipitator (EP) akan dibawa
menggunkan screw conveyor menuju Controlled Flow (CF) silo.

Material yang tidak tertarik fan pada diapghram akan jatuh melewati
peripheral oulet dab dibawa menggunakan air slide menuju elevator kemudian
akan dibagi menggunakan air slide menuju elevator kemudian akan dibagi
menggunakan dividing gate untuk dibawa ke masing-masing Grate Separator, satu
buah Grate Separator untuk memisahkan material kasar yang akan dibawa menuju
inlet tube mill sedangkan material kasar yang akan dibawa menuju inlet tube mill
sedangkan material halus menuju Controlled Flow (CF) silo. Satu buah Grate
Separator lagi untuk memisahkan material kasar yang akan dibawa menuju
Controlled Flow (CF) silo menggunakan air slide.

Di dalam vertical mill terdapat empat proses yang terjadi, yaitu proses
pengeringan, penggilingan, transport dan pemisahan. Berikut penjelasan singkat
mengenai proses- proses yang terjadi di dalam vertical mill :

1.Proses Pengeringan

Proses pengeringan terjadi saat terjadinya kontak langsung antara material


dengan gas panas yang masuk ke dalam vertical mill. Tujuan dari proses
pengeringan ini adalah untuk mengurangi kadar air yang terkandung di dalam
material,

2.Proses Penggilingan

Proses penggilingan terjadi pada saat material dihancurkan di atas grinding table
yang berputar dengan menggunakan roller yang diberikan tekanan dengan besaran
tertentu.

3.Proses Transport

Proses transport terjadi ketika material yang telah digiling terbawa bersama gas
panas menuju calsifier akibat adanya tarikan dari mill fan.

4.Proses Pemisahan
19
6

Proses pemisahan di dalam vertikal mill terjadi pada bagian classifier. Material
kasar akan terpisah dan jatuh ke grinding table, sedangkan material halus akan
ikut terbawa bersama gas panas menuju ke cyclone.

Prinsip Kerja vertikal mill yaitu dengan menggunkan gaya tekan yang
diberikan ke roller tyre terhadap grinding table. Material yang masuk melalui
rotary air lock akan jatuh ke bagian tengah grinding table. Saat material bergerak
melewati roller tyre karena perputaran grinding table, roller tyre akan ikut
berputar karena bergesekan dengan material. Material akan tergiling karena
adanya gaya tekan yang diberikan ke roller tyre.

Di dalam vertical mill selain proses penggilingan bahan baku, juga terjadi
proses pengeringan menggunakn gas panas yang berasal dari suspension
preheater. Gas panas masuk ke vertical mill melalui louvre ring yang dibuat
dengan sudut kemiringan 45° agar kecepatan aliran gas panas dapat dikurangi
sehingga proses pengeringan berlangsung secara optimal.

Material yang telah digiling akan terbawa bersama gas panas akibat
adanya tarikan dari mill fan S20 menuju ke classifier. Pada bagian classifier,
material kasar yang ikut terbawa gas panas akan terpisah dari material halus
karena adanya perputaran pada rotor classifier. Material akan melalui stator
classifier, kemudian material yang kasar akan jatuh karena berbenturan dengan
bagian rotor classifier ke tengah grinding table dan digiling kembali bersama fresh
feed sedangkan material halus akan tertarik keatas bersama gas panas. Pemisahan
yang terjadi di classifier berdasarkan ukuran dari material dengan parameter yang
digunakan yaitu sleving residu, kecepatan putaran classifier , dan kecepatan
hisapan fan.

Material halus hasil penggilingan ( raw mix) akan tetap terbawa bersama
gas panas menuju cyclone yang berjumlah empat buah untuk tiap mill. Cylcone
berfungsi untuk memisahkan material halus yang ikut terbawa bersama gas
panas.Gas panas masuk pada sisi samping cyclone dengan kecepatan tertentu
secara tangensial dan membentuk aliran vortex. Dibagian dalam cyclone terdapat
center tube yang mengakibatkan adanya gaya sentrifugal sehingga material akan
19
7

terjatuh ke bagian bawah cyclone menuju air slide, sedangkan gas panas akan
diteruskan menuju Bag House Filter ( BHF).

Bag House Filter (BHF) merupakan alat pemisah debu yang terdiri dari
kantong- kantong ( bag) sebagai media pemisah antara debu dengan udara. Debu
yang menempel pada bag dibersihkan secara berkala dengan mengalirkan udara
yang berasal dari jet cleaning system. Udara akan mengandung setiap bag pada
arah yang berlawanan dengan udara yang mengandung debu dan menekan setiap
bag. Debu berupa raw mix akan dibawa menggunakan drag chain conveyor dan
screw conveyor menuju controlled flow (CF) silo sedangkan udara bersih hasil
dari Bag House Filter (BHF) akan keluar ke lingkungan melalui chimney.

Controlled Floe (CF) silo merupakan tempat penyimpanan sementara raw


mix sebelum digunakan sebagai bahan baku pembuatan klinker di dalam kiln serta
sebagai tempat homogenisasi raw mix. Homogenisasi di dalam CF silo terjadi
karena adanya buka tutup flap valve secara bergantian. Setiap flap valve memiliki
segmen aerasi tersendiri. Ketika Flap Valve dibuka, raw mix yang terkena dampak
dari aerasi akan mengalir kebagian tengah cone sehingga terjadinya homogenisasi
pada raw mix yang waktu tinggalnya berbeda-beda. Raw mix yang keluar melalui
Flap Valve selanjutnya dimasukkan kedalam Bin Raw Mix menggunakan Fluxo
Slide.

pozzlRaw Mix dari bin akan diteruskan menuju elevator kiln


menggunakan fluxo slide melalui dua jalur pengeluaran yang brebeda-beda. Pada
fluxo slide terdapat bottom gate dan proportional valve yang berfungsi untuk
mengatur jumlah atau tonase dari raw mix yang keluar menuju ke elevator kiln.
Dibagian akhir fluxo side terdapat schenk feeder yang berfungsi untuk
menimbang raw mix yang keluar dari CF-Silo.

Prinsip kerja dari schenk feeder ini adalah ketika raw mix jatuh dari fluxo
side, raw mix akan memberikan beban pada plat dengan kemiringan tertentu
dibagian dalam schenk feeder. Ketika beban yang diberikan oleh raw mix terbaca,
proportional valve akan terbuka dengan sesuai dengan set point yang telah
ditentukan. Proportional valve ini dapat dibuka 0-100% sesuai dengan kebutuhan
raw mix. Raw mix keluaran dari schenk feeder do transportasikan menuju ke
19
8

elevator kiln menggunakan fluxo slide untuk diumpankan ke suspension


preheaterstring A dan string B.

2.2.2 Proses Pembentukan Klinker ( Unit Kiln)

Tahap pembentukan klinker terjadi pada unit kiln yang bertujuan untuk
mengubah raw mix menjadi klinker. Pada unit kiln dibagi menjadi tiga tahap
proses yaitu proses pemanasan awal (preheater), proses pembakaran dan proses
pendinginan (cooler). Sebelum terjadi proses pembakaran raw mix, hal yang perlu
dipersiapkan adalah pengadaan bahan bakar yang berupa batubara.

a. Persiapan Bahan Bakar

Bahan bakar yang digunakan pada pabrik Indarung IV PT Semen Padang


adalah solar dan batubara. Solar digunakan ketika akan melakukan heating up
sedangkan bahan bakar utama yang digunakan adalah batuabara. Batubara yang
digunakan Pabrik Indarung V didatangkan dari berbagai daerah seperti Muara
Bungo, Tanjung Enim dan Kalimantan.

Raw coal yang diangkut menggunakan truck dari berbagai daerah


dikumpulkan pada satu area yaitu stock pile. Dari stock pile, batubara akan
ditransportasikan masing-masing menuju pabrik Indarung II/III, IV,V dan VI.

Sebelum batubara digunakan, batubara harus digiling terlebih dahulu


dalam coal mill dimana raw coal akan menjadi lebih halus (fine coal), dengan
tujuan agar batubara akan semakim mudah untuk terbakar. Coal mill adalah unit
yang berfun gsi sebagai penghasil fine coal yang digunakan untuk bahan bakar
pada calciner dan burner pada kiln. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam unit
coal mill ini adalah tingkat kehalusan fine coal dan kadar air di dalam unit raw
coal. Kadar air di dalam raw coal dapat mempengaruhi proses pembakaran. Kadar
air di dalam raw coal tidak boleh terlalu rendah karena sifatnya mudah terbakar
dan membahayakan bin fine coal. Pada unit Indarung IV PT Semen
Padang,terdapat dua unit coal mill yaitu 4K2 dan tiga mini hopper untuk coal mill
4K3. Masing-masing raw coal dari mini hopper akan masuk ke dalam crusher,
19
9

sebagai tahap penggilingan awal sebelum raw coal masuk ke masing- masing
hopper coal mill dan digiling di Coal Mill.

Pada Coal Mill 4K2, memiliki prinsip kerja yang sama seperti Vertical
Raw Mill. Pada Coal Mill 4K2 akan terjadi proses pengeringan penggilingan dan
batubara. Raw coal akan masuk ke dalam hopper dan dibawa menggunakan drag
chain conveyor. Drag chain conveyor ini juga berfungsi sebagai pengatur jumlah
raw coal yang masuk menuju Coal Mill kemudian akan terjadi pengeringan
batubara yang dilakukan dengan gas panas dari suspension preheater (SP) yang
masuk ke dalam Coal Mill 4K2. Sedangkan pada proses penggilingan batubara,
raw coal akan jatuh ke grinding table yang berputar dan akan tergiling oleh karena
dua buah roller tyre. Material hasil penggilingan tersebut akan terangkat menuju
cyclone oleh karena hisapan fan S05, fine coal dari cyclone akan dijatukan ke
screw conveyor sedangkan gas panas akan disaring kembali di Electrostatic
precipitator sebelum keluar melalui chimney, fine coal hasil Electrostatic
Precipitator dijatuhkan dan dibawa menggunakan screw conveyor menuju Bin
Calciner dan Bin Kiln.

Pada Coal Mill 4K3, batubara mengalami proses penggulingan dan


pengerigan yang sama seperti Coal Mill 4K2. Namun pada Coal Mill 4K3 gas
panas dari suspension Preheater (SP) yang digunakan pada proses pengeringan
terlebih dahulu melewati dua buah cyclone, yang mana cyclone ini akan dibawa
menuju CF silo sedangkan gas panas akan dipakai kembali dalam proses
pengeringan di Coal Mill 4K3. Hasil dari pengeringan dan penggilingan Coal Mill
4K3 akan ditarik oleh BHF Fan yang mana gas panas akan keluar lewat chimney
atau apabila gas panas masih memiliki temperature yang masih tinggi akan
dibawa kembali menuju Coal Milll 4K3 untuk membantu pada proses
pengeringan.

Material hasil penyaring di BHF akan dijatuhkan menuju Screw conveyor


kemudian akan ditransportasikan menuju Indarung V atau ditransportasikan
menggunakan dust Pump menuju silom kiln pabrik Indarung II/III, Bin Coal
Calciner dan Bin Coal Kiln sesuai kebutuhan. Prinsip kerja Dust Pump yaitu
dengan menggunakan pendulum valve yang secara otomatis terbuka sesuai
20
0

dengan pressure set point yang diberikan, kemudian material akan diumpankan
secara continue melalui aliran udara dari blower.

Pada proses pengumpanan fine coal dari coal bin untuk proses
pembakaran, menggunakan system pneumatic moving dengan menggunakan alat
yang disebut Coriolis, Coriolis ini berfungsi untuk mengatur jumlah fine coal
yang akan digunakan pada dua bagian pembakaran raw mix yaitu Kiln dan
Calciner. Coriolis terabagi menjadi 3 komponen yaitu agitator, multicell dan
multicore. Pada bagian dalam coal bin terdapat sebuah agitator yang digunakan
untuk pencampuran dan menggemburkan fine coal di dalam bin dengan bantuan
aerasi. Tepat di bagian bawah bin fine coal, terdapat dua buah prehopper sebagai
tempat penyimpanan fine coal sebelum di distribusikan ke Kiln dan Calciner.
Setiap prehopper di lengkapi dengan agitator multicell dan multicore.

Multicell memiliki prinsip kerja yang hamper mirip dengan revolver speed
perputaran rotor dari multicell dapat diubah sesuai dengan kebutuhan fine coal.
Semakin cepat putaran multicell semakin banyak fine coal yang masuk ke
multicore. Multicore merupakan alat yang digunakan untuk mendistribusikan
finecoal akan diukur dan ditimbang menggunakan load cekk multicore sesuai
dengan kebutuhan pada masing-masing tempat pembakaran. Multicore ini
berputar dengan kecepatan yang konstan dan terukur tidak seperti multicell yang
bisa diatur kecepatan putarannya. Setelah fine coal ditimbang, fine coal akan
didistribusikan menggunakan rotary blower untuk Kiln dan Calciner.

b. Pembakaran Raw Mix

Saat memproduksi klinker, agar dapat terjadi proses klinkerisasi, raw mix
harus dipanaskan hingga ± 1450℃ . Proses kimia-fisika yang terjadi adalah
dehidrasi mineral tanah liat, dekomposisi senyawa karbonat ( kalsinasi), liquid,
phasa, dan kristalisasi.

1. Pemanasan Awal (preheater)

Proses preheater raw mix terjadi di suspension preheater (SP) bertujuan


sebagai tempat pemanasan dan kalsinasi awal raw mix. Hal ini dimaksud untuk
meningkatkan derajat kalsinasi sudah berkurang dan masuk ke kiln sehingga kerja
20
1

kiln untuk proses kalsinasi sudah berkurang dan tidak memakan waktu yang lama.
Suspension Preheater yang digunakan di pabrik Indarung IV PT Semen Padang
terdiri dari 4 stage cyclone dan 1 Calciner. Dengan adanya peralatan Calcinet ini ,
maka proses kalsinasi yang dahulunya terjadi di dalam kiln berlaih ke dalam
kalsiner sehingga proses kalsinasi yang akan terjadi di kiln tinggal sedikit. Proses
kalsinasi pada kalsiner terjadi 95^ sehingga pada kiln hanya tinggal 5 % lagi.

Suspension preheater yang digunakan terdiri dari dua string yaitu string A
dan string B. Masing-masing string terdiri dari empat buah cyclone separator yang
berfungsi untuk memisahkan antara material dengan gas dari satu buah Calciner.
Gas panas pada Calciner berasal dari TAD (Terriery Air Duct) yang dihisap dari
Grate Cooler sedangkan panasnya diperoleh dari proses pembakaran finecoal.
Pembagian material dari string A yang masuk ke Calciner sebanyak 70%
sedangkan ke Inlet Kiln sebanyak 30 %. Hal ini dilakukan karena derajat kalsinasi
yang terjadi di Calciner lebih besar dibandingkan Inlet Kiln yaitu 95% yang
kemudian akan disempurnakan di Inlet kiln.

Raw mix yang diumpankan dari fluxo slide menuju ke suspension


preheater akan dibagi menjadi dua menggunakan dividing gate sebanyak 50%
menuju string a dan 50 % lagi menuju string B.

Pada string A material akan jatuh menuju cyclone A52 kemudian akan
terjadi proses pemisahan anatar gas panas dan material. Material yang jatuh dari
bottom cyclone A52 akan menuju cyclone A54 sedangkan gas panas bersama
material yang tersisa akan tertarik menuju cyclone A51 danA61. Pada aliran
cyclone A51 dan A61, material akan jatuh jebawah menuju cyclone A53
sedangkan gas panas beserta material yang tersisa akan tertarik oleh fan ke atas
menuju Gas Conditioning Tower (CGT) 4J1.

Di cyclone A54 material akan menuju Riser Duct, sedangkan gas panas
Cyclone A54 akan tertarik menuju Cyclone a53. Pada Cyclone A53 material akan
dipisahkan menggunakan dividing gate, 70% menuju B55 dan 30% lagi menuju
Inlet Kiln melalui Riser Duct sedangkan gas panas dari Cyclone A53 akan dibaa
menuju Cyclone A52.
20
2

Pada string B material akan masuk ke Cyclone B52 yang akan


memisahkan gas panas dan material. Material yang jatuh dari Cyclone B52 akan
menuju Cyclone B54 sedangkan gas panas beserta material tersisa menuju
Cyclone B51. Di Cyclone B51 material akan jatuh menuju Cyclone B53
sedangkan gas panas akan tertarik oleh fan menuju Gas Conditioning Tower
(GCT) 4J2. Materiak yang jatuh ke Cyclone B53 akan mengalami pemisahan,
material akan jatuh menuju Calciner B55 sedangkan gas panas akan menuju
Cyclone B52. Pada Cyclone B52 gas panas akan tertarik menuju Cyclone B51
sedangkan material akan jatuh menuju Cyclone B54. Di Cyclone B54, gas panas
akan menuju Cyclone B53 sedangkan material akan masuk menuju Riser Duct.

Pada Calciner B55 terjadi proses kalsinasi, dimana terjadi proses


pembakaran menggunakan fine coal hingga suhu ± 900℃ dan derajat kalsinasi
sudah mencapai ± 95%, Pada Calciner tidak terjadi pemisahan material, sehingga
gas panas bersama material keluaran Calciner akan diteruskan menuju Cyclone
B54. Material dari Cyclone B54 akan bergabung dengan material dari Cyclone
A54 dan Cylone A53 di Risere Duct untuk dibawa bersama menuju Inlet
Kiln.Adapun reaksi yang terjadi di Suspension Preheater (SP) yaitu:

Gas panas yang keluar dari Suspension Preheater (SP) dipertahankan pada
suhu 300℃ - 400℃ . Hal ini dilakukan untuk menjaga kestabilan proses karena
apabila terlalu panas dapat merusak blade fan dan bearing.

2. Proses Pembakaran

Proses pembakaran dilakukan di dalam rotary kiln.Rotary kiln ini


berebentuk silinder sepanjang ±80 m dan berdiameter ±5 m dengan sudut
kemiringan 3° . Untuk melakukan proses pembakaran, bahan bakar yang
digunakan adalah fine coal tetapi saat melakukan pemanasan awal (heating up)
dibantu dengan solar atau lebih tepatnya Industrial Diesel Oil (IDO). Kebutuhan
oksigen untuk pemanasan pada burner berasal dari primary air yaitu udara
20
3

ambient oleh primary fan dan secondary air dari grate cooler. Tipe dari burner
yang digunakan di pabrik Indarung IV adalah duoflex burner.

Pada duoflex burner ini, di bagian pusat burner terdapat saluran untuk
bahan bakar yang dikelilingi oleh dua saluran primary air. Saluran primary air
yang pertama digunakan untuk udara radial dan saluran yang satunya digunakan
untuk udara aksial. Dua aliran tersebut akan bercampur sebelum di injeksikan
menggunakan conical air nozzle. Udara yang keluar melalui conical air nozzle
akan membentuk swirl air yang disebabkan karena adanya baling-baling yang
terletak pada bagian hulu nozzle. Bentuk dari aliran udara yang keluar akan
mempengaruhi karakteristik dan bentuk flame.

Pada dinding kiln dilapisi dengan batu tahan api atau fire brick yang
berfungsi untuk melindungi sheel kiln dari panas agar tidak mengalami perubahan
bentuk atau deformasi saat proses pembakaran. Di dalam kiln proses yang terjadi
terbagi menjadi beberapa zona, yaitu:

 Zona Kalsinasi (Calcinating Zone)

Kalsinasi atau calcinating merupakan proses penguraian atau dekomposisi


karbonat menjadi oksida CaO dan MgO serta CO2 dalam bentuk gas. Proses
kalsinasi umumnya dilakukan di bawah temperatur leleh atau melting point dari
material yaitu pada temperatur 800-900oC. Proses kalsinasi di unit Produksi
Indarung IV PT Semen Padang terjadi di dalam suspension preheater sampai
dengan bagian dari inlet kiln. Kalsinasi yang terjadi di dalam kiln merupakan
kalsinasi lanjutan dari SP.

 Zona Transisi (Transition Zone)

Pada zona transisi, FeO mulai mengikat campuran CaO dan Al2O3
membentuk campuran C2AF. Karena terus meningkatnya temperatur di dalam
kiln, maka CaO bergabung dengan CaO. Al2O3 dan C2AF membentuk C3A dan
C4AF. Pembentukan C3A dan C4AF terjadi pada temperatur 1100-1250°C.
Zona transisi ditandai dengan adanya pembentukan coating yang tidak stabil
karena pada zona transisi ini terjadi peralihan fasa pada sebagian material. Bagian
inlet daerah transisi disebut safety zone dan dilapisi oleh refractory dengan jenis
20
4

alumina rich brick dengan kandungan Al2O3 50-60% sedangkan bagian yang
berada didekat dengan sintering zone digunakan synthetic material atau
magnesia-chrome brick dengan kandungan MgO 69- 70%.

 Zona Sintering (Sintering Zone)


Zona sintering atau juga sering disebut dengan burning zone merupakan
zona tempat terjadinya proses klinkerisasi. Klinkerisasi merupakan proses
pengikatan antara oksida-oksida yang terkandung didalam material untuk
membentuk senyawa C3S, C2S, C3A, dan C4AF. Pada zona ini campuran
kalsium alumina ferrit (C4AF) yang terbentuk pada suhu 1100-1250oC berubah
fasa menjadi cair pada temperatur 1250-1450oC. Pada zona sintering, temperatur
operasi akan terus meningkat hingga mencapai 1450oC sehingga memperbesar
persentase fasa cair sekitar 20- 30%. Fasa cair sangat dibutuhkan karena reaksi
klinkerisasi lebih mudah berlangsung pada fase cair. Perubahan fase ini juga
berguna untuk pembentukan coating yang berfungsi sebagai isolator pada fire
brick. Oleh karena itu, zona sintering ini ditandai dengan adanya coating yang
merata menutupi fire brick.Jumlah fase cair tersebut tergantung dengan komposisi
kimia pada raw mix design yaitu SIM (Silika Modulus), ALM (Alumina
modulus), alkali dan magnesium oksida (MgO). Nilai silika modulus
mempengaruhi proses pembakaran material. Jika nilai silika modulus terlalu
tinggi maka material di dalam kiln akan sulit terbakar sehingga akan
membutuhkan temperatur pembakaran yang lebih tinggi. Selain itu, dengan sulit
terbakar nya material akan mengkibatkan rendahnya fase cair sehingga kadar abu
dan CaO bebas material akan meningkat sedangkan kandungan magnesium oksida
dan alkali pada material akan menyebabkan kenaikan viskositas cairan. Pada
temperatur ini, sisa unsur CaO akan mengikat dikalsium silikat (C2S) untuk
membentuk campuran Kristal trikalsium silikat (C3S).

 Zona Pendinginan (Cooling zone)

Cooling zone terletak di dekat outlet kiln. Dibagian ini , material


mengalami pendinginan karena bercamour dengan udara sekunder dari grate
cooler yang masuk ke kiln. Pada daerah ini campuran kalsium alumina fermit
20
5

yang berbentuk cairan, mengalami perubahan fisis menjadi Kristal. Temperatur


pada zone ini yaitu ± 1200℃ .

c. Proses Pendinginan

Pada proses pembuatan semen, klinker yang sudah di proses di rotary kiln
dengan temperature ± 1450℃ akan diturunkan temperaturnya hingga klinkert
bertemperatur 90-100℃ di dalam cooler. Jenis cooler yang dipakai di Pabrik
Indarung IV Pt Semen Padang yaitu grate cooler. Udara panas dari grate cooler
dapat dimanfaatkan kembali pada kiuln sebagai secondary air dan pada
suspension preheater (SP) sebagai tertiary air.

Prinsip kerja dari grate cooler dimulai dari klinker panas yang masuk dari
kiln ke dalam grate. Pada bagian inlet grate cooler terdpat bluster air pada
dindingnya dan kemiringan pada alasnya guna untuk membantu transport liquid
yang menegeras akibat overheating sehingga dapat mencegah terbentuknya
snowman.

Proses awal grate cooler terjadi saat klinker keluar dari cooling zone di
kiln menuju ke grate cooler,klimker akan mengalami proses quenching,
Quenching merupakan pendinginan secara mendadak agar tidak terjadinya reaksi
reverse atau penguraian kembali C3S menjadi C2S sehingga mendapatkan
kualitas klinker yang baik. C3S ini merupakan penentu dari kualitas semen yang
diproduksi karena C3S berperan dalam pemberian kuat tekan awal pada semen.

Pada proses pendinginan di dalam grate cooler, lajunudara pendinginan


sangat diperhatikan. Udara dingin yang masuk ke dalam grate cooler dihembuskan
dengan 18 buah fan menembus bed klinker di atas grate plate yang terdiri dari fix
dan movable plate. Movable plate inilah yang akan memindahkan klinker dari
grate 1 ke grate 2 dan grate 3.

Grate plate memiliki lubang-lubang kecil yang berfungsi sebagai tempat


masuknya udara pendingin yang di tembakan oleh cooling fan, sefrta lubang-
20
6

lubang pada grate plate juga berfungsi sebagai tyempat lewatnya klinker yang
berukuran halus yang tidak terbawa oleh dorongan cooling fan ke dalam grate
cooler. Klinker yang lolos melewati lubang pada grate palte akan di tamping pada
chamber di bagian bawah grate cooler. Di di dalam chamber tersebut terdapat
LSH( Level Sensor Height),yang mana LSH tersebut berfungsi sebagai sensor
apabila tumpukan di dalam chamber sudah penuh dan menyentuh bagian dari
LSH (Level Sensor Height)_ tersebut, maka gate pada bagian bottom chamber
tersebut akan terbuka secara otomatis dan material akan langsung jatuh ke apron
conveyor yang kemudian akan ditransportasikan menggunakan apron conveyor
menuju DBC (Deep Bucket Conveyor).

Klinker yang terbawa ke ujung grate cooler akan di perkecil ukurannya


menggunakan hammer crusher. Prinsip kerja hammer crusher yaitu klinker yang
berukuran besar akan jatuh ke dalamn crusher dan akan dihantam oleh hammer.
Hantaman hammer terhadap klinker berasal dari putaran yang terjadi pada crusher
tersebut. Kemudian klinker yang sudah menjadi keeping-keping klinker akan
dibawa oleh DBC ( Deep Bucket Conveyor) menuju silo klinker.

Kebutuhan udara yang digunakan untuk pendingianan pada setiap chamber


grate cooler akan berbeda- beda sehingga jumlah fan dan besarnya daya yang
dibutuhkan pun berbeda. Semakin mendekati outlet grate cooler, hembusan udara
pendingin dari fan juga akan semakin kecil. Klinker yang didinginkan dari fan
juga akan semakin kecil. Klinker yang didinginka harus mendapatkan
pendinginan secara merata pada setiap section agar temperature akhir yang
didinginkan untuk setiap bongkahan klinker dapat tercapai sehingga tidak
merusak alat pada hammer crusher.

3. Penyimpanan Klinker

Klinker yang telah didinginkan di grtae coler dan dihancurkan oleh


hammer crusher dibawa menuju ke silo menggunakan DBC menuju silo klinker
intermediate silo, IIB, dan IIIC. Intermediate silo merupakan tempat
penampungan klinker apabila klinker yang dihasilkan tidak sesuai standard dan
juga sebagai tempat apabila adanya permintaan ekspor klinker atau sebagai silo
20
7

cadangan apabila silo IIIB dan IIIC penuh atau silo cadangan apabila tyerjadi
suatu permasalahan si silo pabrik Indarung lain.

Silo utama penyimpanan utama klinker yaitu IIIB dan IIIC , silo klinker
yang kemudian akan dibawa dan diproses di cement mill hingga menjadi semen.

2.2.4 Penggilingan klinker (Pembuatan Semen )

Tahap penggilingan akhir di Indarung IV PT Semen Padang terjadi di


cement mill, pada cement mill klinker akan digiling bersama gypsum (caSO4.
2H2O) serta dengan bahan tambahan lain seperti limestone dan pozzolan
tergantung dari tipe semen yang akan di produksi.

Proses penggilingan klinker menjadi semen dilakukan pada unit cement mill. Unit
cement mill pada Indarug IV terdiri dari dua buah cement mill yang memiliki tipe
mill yang sama yaitu tube mill. Tahapan proses yang terjadi dalam cement mill
adalah proses pengimpanan material, proses penggilingan awal di roller presss,
proses penggilingan di dalam cement mill, proses pemisahan di sepax separator,
p;roses pemisahan di O-Sepa dan penyimpanan semen di dalam silo cement.

a. Proses Pengumpanan material

Bahan yang digunakan untuk membuat semen terdiri dari klinker dan
material ketiga seperti gypsum,pozzolan,dan limestone high grade. Klinker yang
disimpan pada silo klinker akan diumpankan menggunakan appron conveyor.
Klinker akan dibawa menggunakan apron conveyor menuju hopper klinker
menggunakan belt conveyor J05.

Untuk material ketiga seperti gypsum,pozzolan dan limestone high grade


di simpan dari storage yang sama akan diumpankan menggunakan loader menuju
ke dumping hopper untuk di transportasikan menggunakan belt conveyor menuju
masing-masing hopper yang diatur secara bergantian untuk pengisian masing-
masing hopper tersebut.
20
8

Kemudian klinker, gypsum dan material ketiga akan diangkut menuju


cement mill menggunakan belt conveyor. Pada belt conveyor A02M1 dan A05
terdapat magnetic separator. Fungsi magnetic separator adalah ketika material
feeding yang bercampur dengan logam-logam melewati magnetic separator
karena adanya medan magnet kemudian material logam tersebut akan dibuang
keluar system. Untuk Gypsum dan material ketiga akan diangkut menuju cement
mill dengan bantuan dosimat feeder untuk menentukan jumlah atau tonase
material yan akan diumpankan menu cement mill.

b. Proses Penggilingan Awal

Klinker yang disimpan di nbin roller press selanjutnya diumpankan


menuju roller press untuk dilakukan proses penggilingan awal. Tujuam
dilakukannya penggilingan awal pada klinker yaitu untuk memipihkan klinker
sehingga dapat meningkatkan kapasitas penggilingan di cement mill. Roller press
ini terdiri dari dua buah roller, yaitu movable dan fixed roller yang berputar
berlawanan arah. Prinsip kerja dari roller press adalah ketika material masuk
melalui celah-celah yang berada diantara 2 buah roller akan menekan material
sehingga material akan berubah bentuk menjadi lebih pipih.

c. Penggilingan di Cement Mill

Pada cement mill, klinker digiling bersamaan dengan gypsum beserta


bahan aditif lainnya seperti pozzolan dan limestone high grade tergantung dari
tipe semen yang akan diproduksi. Cement mill merupakan peralatan berbentuk
silinder yang didalamnya terdapat grinding ball sebagai grinding media
penggilingan semen.

Setelah melewati roller press, klinker pipih dibawa menuju cement mill
menggunakan belt conveyor J02 untuk cement mill $Z1 dan belt conveyor A05
untuk cement mill 4Z2, bersama dengan bahan aditif seperti gypsum, pozzolan,
dan limestone high grade yang sudah di transport menggunakan belt conveyor
dari storage menuju ke masing-masing hopper sesuai dengan komposisi dan jenis
semen yang ingin diproduksi. Setelah itu, campuran bahan-bahan tersebut
20
9

diumpankan menuju cement mill yang sebelumya telah ditambhakan dengan


Chemical Grinding Aid (CGA) yang terletak di Belt Conveyor.

Penambahan Chemical Grinding Aid(CGA) dilakukan agar material tidak


menempel di grinding media sehingga hasil penggilingan yang diperoleh lebih
banyak. Selain itu, CGA juga berfungsi untuk menurunkan pemakaian klinker
sehingga dapat menaikkan kapasitas cement mill. Fresh feed masuk ke dalam
cement mill bersamaan dengan tailing atau material kasar yang merupakan
material reject dari O-Sepa pada Cement Mill 4Z1 sedangkan pada Cement Miill
4Z2 material reject berasal dari Sepax Separator yang dibawa kembali menuju
Cement Mill untuk digiling kembali.

Tipe mill yang digunakan di pabrik Indarung IV untuk penggilingan


semen adalah Horizontal Mill atau Tube Mill yang berjumlah dua mill yaitu
Cement Mill 4Z1 dan 4Z2.

Pada Cement Mill terdapat dua buah chamber yang merupakan tempat
terjdinya proses penggilingan. Pada chamber 1 menggunakan gaya impact untuk
proses penggilingannya, sedangkan pada chamber 2 yaitu fine grinding yang
menggunakan gaya gesek untuk penggilingannya, sedangkan pada chamber 2
yaitu fine grinding yang menggunakan gaya gesek untuk penggilingannya
sehingga material akan tergerus oleh grinding ball. Chamber 2 lebih panjang
dibandingkan dengan chamber 1 karena proses penggilingan di dalam chamber 2
membutuhkan waktu yang lebih lama. Di dalam chamber 1 grinding ball yang
digunakan berdiameter 60-8- mm dan untuk di chamber 2, grinding ball yang
digunakan berdiamter 17-50 mm.

Pada chamber 1, karena adanya rotasi pada mill yang cukup tinggi dan
ukuran grinding media yang cukup besar jika dibandingkan dengan grinding ball
di chamber 2. Grinding media tersebut akan terangkat hingga kemiringan ± 60° ,
sehingga saat grinding ball terjatuh akan menumbuk material. Pengangkatan
grinding media pada mill juga dibantu oleh liner yang berjenis step pada liner
pada chamber 1. Pada chamber 2, pergerakan yang terjadi pergerakan grinding
media yang lebih rendah seolah mengalir dan berputar sehingga terjadi gesekan
antara grinding media dengan material yang menyebabkan terjadinya
21
0

penggerusan. Liner yang digunakan pada dinding chamber 2 berjenis classifying


liner. Classifying liner dapat mengklasifikasikan material berdasarkan ukurannya
dimana semakin mendekati outlet mill ukuran material semakin kecil.

Proses penggilingan di cement mill dijaga pada temperature 100-125℃


untu mencegah terjadi dehidrasi air Kristal gypsum sebagai retarder apabila
temperature terlalu tinggi sehingga akan terjadinya false set pada semen.
Temperatur dijaga pada temperatur 100-115℃ dan untuk chamber 2, temperature
dijaga pada kisaran 125℃ .Apabila suhu kurang dari 110℃ maka dikhawatirkan
akan terjadi wet clogging.

Diantara chamber 1 dan chamber 2, terdapat suatu pemisah yang disebut


dengan center diphragma. Pada center diphragma ini terdapat slot opening
dengan ketebalan 6-8 mm yang berfungsi sebagai tempat lewatnya material halus
menuju chamber 2. Selain slot opening, di center diaphragma juga terdapat
center screen dan scooping. Center screen berfungsi sebagai jalur berpindahnya
udara dari chamber 1 ke chamber 2 dan sebagai tempat berpindahnya material
yang tidak dapat melewati slot opening dengan bantuan scooping.

Pada Cement Mill ini terdapat Discharge Arrangement yang berjenis End
Discharge yang memiliki dua keluaran yaitu gas melalui bagian atas yang ditarik
menuju Electrostatic Precipitator dan semen hasil penggilingan keluar melalui
bagian bawah untuk diteruskan menuju O Sepa. Prinsip kerja O Sepa yaitu dengan
memisahkan material berupa semen yang kasar dan yang halus.

Material kasar akan masuk dari atas sisi kanan dan kiri atas O Sepa
kemudian terjatuh ke rotor dari O Sepa dan terjadi proses pemisahan oleh karena
perputaran rotor, material halus akan masuk melalui stator dan terbawa menuju
BHF untuk disaring sedangkan material kasar akan terjatuh kebawah untuk
digiling kembali di tube mill , udara yang ditarik dari EP fan akan membawa
material halus ke EP dan disaring untuk memisahkan material dan udara,
kemudian udara akan dikeluarkan melalui chimney sedangkan material hasil
penyaringan akan dijatuhkan menuju screw conveyor dan dibawa menggunakan
belt conveyor ke Cement Silo.
21
1

Sedangkan pada Cement Mill 4Z2 semen hasil penggilingan keluar melalui
bagian bawah untuk diteruskan menuju Sepax Separator dan material halus akan
ditarik EP fan. Material akan masuk melalui pinggang sepax separator kemudian
akan memisahkan material kasar dan halus. Udara yang masuk dari bawah
separator membawa material yang ringan menuju ke stator. Material yang kasar
akan terlempar oleh stator dan jatuh kebagian usus buntu sepax. Material yang
lolos melewati sepax selanjutnya akan diklasifikasikan kembali oleh rotor.

Material kasar akan jatuh melalui bagian reject cone pada sepax separator
kemudian menuju air slide untuk digiling kembali di Tube Mill,sedangkan
material halus akan dipisahkan melalui empat buah Cyclone, udara dari Cyclone
kemudian akan ditarik oleh fan S25 dan dihembuskan menuju sepax separator
kembali untuk proses pemisahan, sedangkan material dari Cyclone akan jatuh ke
air slide kemudian dibawa melalui screw conveyor menuju Cement Silo.

2.2.5 Penyimpanan Semen

Fine product dari sepax separator dan telah dipisahkan dengan gas di
cyclone selanjutnya akan dialirkan ke silo cement menggunakan air slide dan
dilanjutkan dengan bucket chain elevator untuk dialirkan ke silo berdasarkan
tipenya. Sedangkan produk semen yang tertangkap EP dibawa oleh screw
conveyer dan jatuh ke air slide yang sama dengan fine product dari sepax
separator dan dialirkan bersama menuju silo cement.

Pada pabrik Indarung IV terdapat 8 silo semen dengan kapasitas


sebesar 6.000 ton untuk tiap silonya dan masing-masing silo digunakan untuk
penyimpanan semen dengan tipe yang berbeda-beda. Untuk mengatur masuknya
semen ke dalam silo, maka digunakan bottom gate yang digerakkan secara
pneumatic. Didalam silo terdapat satu cone besar yang akan mengatur keluaran
dari semen tersebut. Pada bagian dasar cone diberikan aerasi sehingga tidak
terjadi penyumbatan aliran semen dan dapat mengalir lancar kearah tengah silo.
Semen ditarik menuju truck, kereta api atau langsung menggunakan air slide
menuju tempat pengantongan semen di PPI (Packing Plant Indarung).

2.2.6 Pengantongan Semen


21
2

Proses pengantongan semen dilakukan di PPI (Packing Plant Indarung),


Teluk Bayur dan beberapa daerah lainnya diluar Sumatra Barat. Semen dari
silo cement dibawa ke elevator melalui belt conveyor menuju PPI.
Selanjutnya elevator mengangkut semen ke bagian kontrol semen untuk
penyaringan sebelum dimasukkan ke dalam hopper.Semen yang disimpan
didalam hopper selanjutnya ditransportasikan menuju packer. Packer yang
digunakan di PPI ini memiliki kapasitas pengemasan 4 zak/min dengan total
packer yang dimiliki yaitu 10 buah packer. Semen yang telah dipacking akan
dibersihkan dari debu menggunakan dust filter yang kemudian dibawa menuju
bowmer truck menggunakan belt conveyor. Untuk pengantongan semen di
Teluk Bayur, semen akan dibawa menggunakan kereta api atau truck untuk
nantinya akan dimasukkan silo cement dan proses pengantongan akan dilakukan
menggunakan packer di Teluk Bayur. Hal yang sama berlaku untuk
pengantongan semen di luar Sumatra Barat. Proses pengantongan diluar Sumatra
Barat dilakukan untuk mempermudah pemasaran sehingga dapat mengurangi
resiko kerusakan bila dikirim dengan jarak jauh.

2.3 Diagram Alir

Gambar 2.36 Diagram Alir Proses Pembuatan Semen ( Sumber:


www.semenpadang,co.id,2022)
21
3

Gambar 2.37 Diagram Alir Proses Pembuatan Semen Pabrik Indarung IV( Sumber:
Central Control Panel,2022)

2.3 Utilitas

Utilitas merupakan salah satu factor pendukung proses produksi.Dengan


adanya utilitas, maka proses produksi akan berjalan dengan baik. Hal-hal yang
termasuk di dalam utilitas PT Semen Padang yaitu menyangkut tentang
penyediaan air, kebutuhan listrik,bahan bakar, dan pengolahan limbah.

Penyediaan Air

PT Semen Padang menggunakan air yang berasal dari sungai di daerah


Rasak Bungo yang bernama Sungai Baling. Air ini kemudian diolah terlebih
dahulu sebelum digunakan, baik untuk keperluan proses ataupun keperluan rumah
tangga dan kantor.Proses pengolahannya meliputi proses sedimentasi, filtrasi, dan
flokulasi. Tahapan treatment air yang dilakukan yaitu, air disalurkan dari sungai
memasuki kanal untuk mengendapkan partikel besar yang dapat mengendap
dengan sendirinya.Selanjutnya setelah mengalami proses tersebut, air akan
disaring menggunakan saringan microstainer guna menyaring partikel yang tidak
mengendap dalam proses sebelumnya. Saringan ini hanya mampu menyaring
21
4

hingga ukuran mikro. Sehingga air hasil saringan ini belum bisa langsung
dimanfaatkan sebagai air domestik karena bekum bebeas dari bakteri dan
pengotor yang tersuspeni yang masih mengotori air.

Setelah dilakukan proses penyaringan, air ini kemudian dialirkan kedalam


bak penampungan yang kemudian air tersebut dipompakan kedalam mixing
chamber yang brefungsi sebagai tempat pencampuran flokulator dengan air.
Flokulator yang digunakan adalah natrium karbonat dan aluminium sulfat.
Sehingga terbentuklah flok-flok akibat dari adanya proes flokulasi. Kemudian
ditambahkan senyawa klorin yang berfungsi sebagai desinfektab ubtuk
membunuh bakteri yang ada pada air. Setelah melewati mixing chamber ini, air
kemudian dipompakan menuju bak sedimentasi. Hal ini memungkinkan senyawa
flokulator telah bekerja dengan baik sehingga setelah melewati proses ini air akan
melewati saringan pasir (Sand Filter) yang selanjutnya hasil akhir ini dapat
langsung dimanfaatkan sebagai air domestic untuk keperluan kantor, rumah
direksi dan sekolah sedangkan air yang digunakan di pabrik hanaya diendapkan di
sebuah bak penampungan kemudian dialirkan menuju masing-masing pabrik
Indarung II/III, IV, V, dan VI PT . Semen Padang .

Kebutuhan Listrik

Tenaga listrik yang besar sangat dibutuhkan di PT.Semen Padang ini,


hamper seluruh alat produksi dan untuk penerangan membutuhkan energy
listrik(kecuali alat pembakaran). Dengan kebutuhan akan energy listrik yang amat
tinggi, PT.Semen Padang mrendapatkan supply energy listrik yang berkontribusi
antara lain pembangkit listrik mandiri dan pembangkit listrik PLN ( Perusahaan
Listik Negara). Pembangkit listrik mandiri terdiri atas:

1. PLTA ( Pembangkit Listrik Tenaga Air)

PLTA yang digunakan ada dua yaitu PLTA kuranji dan PLTA Rasak
Bungo,PLTA kuranji, berlokasi 5,2 km dari pabrik. Memiliki tiga unit generator
dan juga tiga unit turbin. Media air yang digunakan sebagai pembangkit adalah air
sungai padang jernih yang kemudian pada tahun 1929 dibendung dan pada tahun
21
5

1994 diperbarui kembali. Hingga saat ini listrik yang dihasilkan masih digunakan
untuk membantu jalnnya proses produksi.
21
6
21
7
21
8
21
9
22
0
22
1
.

Anda mungkin juga menyukai