Anda di halaman 1dari 164

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PABRIK

1.1.1 Sejarah Pabrik

PT Semen Padang merupakan pabrik semen pertama di Indonesia yang


terletak di provinsi Sumatera Barat dan bahkan sebagai perusahaan tertua di Asia
Tenggara dengan luas area ± 630 ha, berjarak 15 km dari pusat kota padang, arah
timur Jalan Raya padang –solok. Secara geografis, PT Semen Padang berada pada
ketinggian ± 200 m di atas permukaan laut. Suasana di PT Semen Padang pada
zaman dahulu dapat dilihat pada gambar 1.1 dibawah ini.

Gambar 1.1 Suasana PT Semen Padang


(Sumber: semenpadang.co.id, 2022)

Pada tahun 1896, seorang perwira Belanda yang berkebangsaan Jerman


bernama Ir. Carl Christophus Lau tertarik dengan batu-batuan yang ada di bukit
Karang Putih dan bukit Ngalau Putih Indarung dalam nagari Lubuk Kilangan, 20
km dari pusat kota Padang. Batu-batuan tersebut dikirim ke Belanda dengantujuan
untuk diteliti kandungannya dan hasil penelitian memperlihatkan bahwa batu-
batuan tersebut dapat dijadikan bahan baku semen.
2

Pada tanggal 25 Januari 1907, Ir. Carl Christophus Lau mengajukan


permohonan kepada Hindia Belanda untuk mendirikan pabrik semen di Indarung
1, pada tanggal 16 Agustus 1907, permohonan itu disetujui. Untuk melanjutkan
usahanya, Lau menghimpun kerja sama dengan beberapa perusahaan seperti Fa.
Gebroeders Veth, Fa. Dunlop, Fa. Yarman & Soon serta pihak swasta lainnya,
sehingga pada tanggal 18 Maret 1910 berdirilah NV Nederlandesch Indische
Portland Cement Maatschappij (NV NIPCM).

Ketika Jepang menguasai Indonesia saat perang dunia II tahun 1942 sampai
1945 pabrik semen ini diambil alih oleh Manajemen Asano Cement Jepang. Pada
saat itu produksi semen tidak berjalan lancar hal ini dikarenakan kesulitan mencari
bahan pendukung, terutama pelumas.

Kemudian pada proklamasi kemerdekaan pada 1945, pabrik ini diambil alih
oleh pemerintah Republik Indonesia dan berganti nama menjadi Kilang Semen
Indarung. Ketika proklamasi kemerdekaan pada 1945, pabrik ini diambil alih oleh
karyawan Indonesia dan selanjutnya diserahkan kepada pemerintah Republik
Indonesia dengan nama Kilang Semen Indarung.

Tak lama saat agresi militer I tahun 1947, pabrik kembali diambil alih oleh
Belanda pada April 1948 dan mulai berproduksi lagi sampai tahun 1958. Pabrik
berganti nama menjadi NV Padang Portland Cement Maatschappicj (NVPPCM).
Pada 5 Juli 1958, Badan Penyelenggara Perusahaan-Perusahaan Industri dan
Tambang (BAPPIT) menasionalisasikan semua perusahaan-perusahaan Belanda
termasuk Semen Padang. Tanggal tersebut dijadikan tanggal bersejarah sebagai
nasionalisasi PT. Semen Padang dimana dinasionalisasi sebanyak 48 industri mesin
dan listrik, 21 industri kimia, 21 industri grafik, dan 89 industri lainnya.Pada tahun
1961, Perusahaan mengalami proses kebangkitan kembali melalui rehabilitasi dan
pengembangan kapasitas pabrik Indarung I menjadi sebesar 330.000 ton/tahun.

Selanjutnya, pabrik melakukan transformasi pengembangan kapasitas


pabrik dari teknologi proses basah menjadi proses kering dengan dibangunnya
pabrik Indarung II, IIIA, IIIB, dan IIIC. Setelah resmi bernama PT Semen Padang,
maka pengangkatan direksi ditentukan berdasarkan RUPS sesuai dengan surat
keputusan Menkeu No. 304/MK/1972 yang berlaku semenjak perusahaanberstatus
3

PT (Persero). Pabrik Indarung II dibangun pada tahun 1977 dan selesai pada tahun
1980. Sedangkan Indarung III A di bangun tahun 1981 selesai pada tahun 1983.
Kemudian dalam perkembangannya pabrik Indarung III A akhirnya dinamakan
pabrik Indarung III. Pabrik Indarung III B (selesai tahun 1987). Pabrik Indarung III
C dibangun oleh PT Semen Padang pada tahun 1994. Pabrik Indarung III B dan III
C yang menggunakan satu Kiln yang sama diberi nama pabrik Indarung IV. Maka
mulai 1 Januari 1994 kapasitas terpasang meningkat menjadi 3.720.000 ton/ tahun.

Dengan diresmikannya pabrik Indarung V pada tanggal 16 Desember 1998


maka kapasitas produksi meningkat menjadi 5.240.000 ton semen pertahun.
Berdasarkan surat Menteri Keuangan Republik Indonesia No. S-326/ MK. 016/
1995 tanggal 5 Juni 1995, pemerintah melakukan konsolidasi atas tiga buah pabrik
semen milik pemerintah yaitu PT Semen Padang, PT Semen Gresik dan PT Semen
Tonasa yang terealisasi tanggal 15 September 1995.

Pemerintah mengalihkan kepemilikan sahamnya di PT Semen Padang ke


PT Semen Indonesia (Persero) Tbk bersamaan dengan pengembangan pabrik
Indarung V. Pada saat ini, pemegang saham perusahaan adalah PT Semen Indonesia
(Persero)Tbk dengan kepemilikan saham sebesar 99,99% dan Yayasan Semen
Padang dengan saham sebesar 0,01 %. PT Semen Indonesia (Persero) Tbk sendiri
sahamnya dimiliki mayoritas oleh Pemerintah Republik Indonesia sebesar 51,01%.

Pemegang saham lainnya sebesar 48,09% dimiliki publik. PT Semen


Indonesia (Persero) Tbk merupakan perusahaan yang sahamnya tercatat di Bursa
Efek Indonesia. Sejak 7 Januari 2013, PT Semen Gresik (Persero) Tbk berubah
nama menjadi PT Semen Indonesia (Persero) Tbk sesuai hasil Rapat Umum
Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) di Jakarta, 20 Desember 2012.

Pada 1 Juli 2012, PT Semen Padang kembali melakukan perubahan logo.


Pada perubahan kali ini, PT Semen Padang tidak melakukan perubahan yang
bersifat fundamental karena brand perusahaan tertua di Indonesia ini dinilai sudah
kuat. Pergantian ini dilakukan dengan pertimbangan, logo yang dipakai sebelumnya
memiliki ciri, tanduk kerbau kecil dan complicated (rumit).
4

Mata kerbau kelihatan old (tua), gonjong dominan dan telinga terihat off
position. Pada logo baru disempurnakan menjadi, tanduk kerbau menjadi besar, dan
kokoh/melindungi, mata kelihatan tajam/tegas, gonjong menjadi sederhana
(crown), dan telinga pada posisi on (selalu mendengar). Logo baru ini memiliki
kriteria dan karakter yang kokoh (identitas semen), universal (tidak kedaerahan),
lebih simpel (mudah diingat), dan lebih konsisten (applicable dalam ukuran
terkecil). Gambar 1.2 merupakan gambar perubahan logo-logo PT Semen Padang.
Gambar 1.2 Perubahan Logo PT Semen Padang.

Gambar 1.2 Perubahan Logo PT. Semen Padang


(Sumber: semenpadang.co.id, 2022)

Dalam penentuan letak pabrik beserta unit peralatannya, PT. Semen Padang telah
memenuhi faktor-faktor berikut, yaitu:

a.Faktor primer yaitu faktor yang langsung mempengaruhi tujuan utama pabrik
seperti :

 Sumber bahan baku (raw material orientation)

 Pemasaran (market orientation)

 Pengangkutan

 Tenaga kerja

 Energi dan utilitas

 Lingkungan
b.Faktor sekunder antara lain :
5

 Pembangunan pabrik

 Sistem sosial lingkungan pabrik.


Tujuan utama dari kedua faktor di atas adalah biaya produksi dapat ditekan
serendah mungkin dan penanganan terhadap pekerja, pengangkutan material dan
peralatan produksi menjadi lebih efisien. PT Semen Padang termasuk pabrik yang
letaknya dekat dengan sumber bahan baku. Deposit bahan bakunya cukup tersedia
dan berjarak 1-2 km dari pabrik yaitu Bukit Karang Putih dan Bukit Ngalau,
sehingga memudahkan dalam transportasinya. Saat sekarang ini, PT Semen Padang
telah memiliki 6 unit pabrik, yaitu unit pabrik Indarung I, II, III, IV, V,dan VI
yang mana seluruh unit pabrik ini berada dalam satu lokasi yang cukup berdekatan.
Meskipun PT Semen Padang telah memiliki 6 unit pabrik yang ada, namun hanya
4 unit yang masih aktif yaitu Pabrik Indarung II/III, IV, V, dan VI. Sedangkan
pabrik Indarung I telah dinonkatifkan dikarenakan pertimbangan efisiensi dan
polusi yang dihasilkan.

1.1.2 Perkembangan Pabrik

Pada tahun 1999 pabrik Indarung I tidak dioperasikan lagi dengan


pertimbangan emisi debu dan efisiensi peralatan dimana pabrik Indarung I masih
menggunakan proses basah (wet-process) sehingga kapasitas terpasang
menjadi5.240.000 ton/tahun. Meskipun pabrik Indarung I tidak beroperasi lagi,
pabrik Indarung I tetap bernilai ekonomi tinggi. Hal ini dikarenakan pabrik
Indarung I memiliki pesona heritage yang sempat membuat para pakar mendesak
perusahaan merealisasikan Indarung I menjadi industrial heritage pertama di
Indonesia. Untuk mengembangkan Pabrik Indarung I menjadi industrial heritage
membutuhkan dana yang cukup besar dimana untuk pendanaan masih terus
diusahakan PT Semen Padang hingga kini. Pabrik Indarung I meski terkesan kuno,
masih menyisakan romantisme kejayaan pabrik semen di masa lalu. Indarung I saat
ini masih menyisakan gudang batu api, workshop, tempat dansa pekerja Belanda,
tunnel bawah tanah, penjara, dan bangunan lainnya. Pabrik Indarung I saat ini lebih
banyak digunakan sebagai spot foto untuk para pecinta photografi.

Pembangunan pabrik Indarung II dilaksanakan dalam bentuk kerjasama


dengan FLSmidth dan CO. A/S Denmark. Pabrik ini berkapasitas 600.000
6

ton/tahun atau 2000 ton/hari yang beroperasi sejak tahun 1980 dan melalui proyek
optimalisasi yang selesai pada tahun 1992 maka kapasitas pabrik meningkat
menjadi 660.000 ton/tahun. Pabrik Indarung II memiliki satu kiln dengan 4-stage
suspension preheater dengan proses kering (dry-process).

Selanjutnya dibangun pabrik Indarung IIIA yang dirancang dengan desain


kembar dengan Indarung II yang beroperasi sejak Juli 1983 yang mempunyai satu
buah kiln dengan 4-suspension preheater dan kapasitas 2000 ton/hari atau
600.000 ton/tahun. Melalui proyek optimalisasi yang selesai pada tahun 1992, maka
kapasitas produksi meningkat menjadi 660.000 ton/tahun. Pabrik Indarung III juga
menggunakan proses kering (dry-process). Pabrik Indarung IV berasal dari pabrik
Indarung IIIB dan Indarung IIIC, dimana pabrik Indarung IIIB mulai beroperasi
pada bulan Oktober 1985, dengan proses kering yang mempunyai kiln dengan 4-
stage suspension preheater berkapasitas 2000 ton/hari atau 600.000 ton/tahun.
Pabrik Indarung IIIC (precalsiner system SLC) adalah pengembangan lanjutan dari
pabrik Indarung IIIB sehingga kapasitasnya menjadi 5400 ton/hari atau 1.620.000
ton/tahun yang selesai menjelang tahun 1993.

Pabrik Indarung V adalah pabrik semen dengan sistem dan teknologi yang
terbaru, yaitu mempunyai sistem proses kering yang memiliki kiln dilengkapi
dengan suspension preheater dan precalciner (Separate Line Calsiner dan In Line
Calsiner) dengan kapasitas 7800 ton/hari.

Pada hari Senin, 26 Mei 2014 diadakan peletakan batu pertama (ground
breaking) pabrik Indarung VI PT Semen Padang oleh Menteri BUMN Dahlan
Iskan. Pabrik ini pada tahun 2016. Pabrik ini memproduksi kurang lebih 3 juta
ton/tahun yang mulai beroperasi pada tahun 2016. Teknologi canggih yang
digunakan diantaranya adalah penerapan dedusting system, yang merupakan
mekanisme untuk menangkap debu hasil produksi. Pabrik baru menggunakan Bag
Filter untuk menangkap debu, sementara pabrik lama masih memakai
Electrostatic Precipitator. Selain itu, pabrik Indarung VI menggunakan satu
Calciner, dengan dimensi yang lebih besar. Dengan peralatan ini, proses
pembakaran dan heat transfer menjadi lebih efisien. Pabrik Indarung VI memiliki
kapasitas produksi 2,4 juta ton klinker.
7

Selama tahun 2017, PT Semen Padang mampu mencapai produksi sebanyak


7,44 ton dari target 7,43 ton. Sementara dari sisi penjualan, selamatahun 2017
volume penjualan PT Semen Padang sebesar 7,7 ton atau 92,20 % daritarget sebesar
8,3 juta ton dibandingkan dengan tahun 2016, volume penjualan tahun 2017 masih
lebih tinggi 10,40 % atau naik 6,9 ton dibanding tahun sebelumnya.

Pada 9 Februari 2018, Pabrik Indarung VI PT Semen Padang telah


diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo. Peresmian
dilakukan dalam rangkaian peringatan Hari Pers Nasional (HPN).PT Semen Padang
melakukan pengembangan dan peningkatan jumlah produksi setiap tahun nya
sehingga pada tahun 2020 jumlah kapasitas optimal dari masing-masing pabrik
adalah sebagai berikut :

a.Pabrik Indarung II : 361.918 ton/tahun

b.Pabrik Indarung III : 367.857 ton/tahun

c.Pabrik Indarung IV : 1.302.947 ton/tahun

d.Pabrik Indarung V : 2.322.539 ton/tahun

e.Pabrik Indarung VI : 601.122 ton/tahun

f.Pabrik Dumai : 455.409 ton/tahun

Berdasarkan jumlah perincian tersebut maka total kapasitas produksi


optimal PT Semen Padang pertahunnya 5.405.792 ton/tahun. PT Semen Padang
terus mempertahankan kualitas produknya hingga saat ini, disamping itu promosi
kepada konsumen juga giat dilakukan untuk mempertahankan minat konsumen
terhadap produk yang dihasilkan.

1.2 Lokasi Pabrik

Pemilihan lokasi pabrik merupakan salah satu faktor yang penting dalam
keberhasilan dan kelangsungan pabrik karena dapat menaikkan daya guna dan akan
menghemat biaya produksi suatu pabrik. PT Semen Padang terletak di Kelurahan
Indarung, Kecamatan Lubuk Kilangan, Kota Padang, Sumatra Barat.
8

Secara geografis, PT Semen Padang berada pada ketinggian ± 200 m di atas


permukaan laut. PT Semen Padang memiliki luas area sekitar 10.906.260 m2 dan
lokasi PT Semen Padang letaknya dekat dengan sumber bahan baku, yaitu hanya
sekitar 1-2 km dari pabrik. Pabrik kantong terletak di Bukit Putus, sedangkan
pengantongan terletak di Indarung, Teluk Bayur, Batam, Belawan, dan Tj. Priok.
Berikut tata letak pabrik PT Semen Padang dapat dilihat pada Gambar 1.3 berikut.

1.3 Struktur Organisasi dan Manajemen

Jajaran Direksi dalam struktur organisasi perusahaan, terdiri dari 1 (satu)


orang Direktur Utama yang membawahi 2 (dua) orang Direksi, yaitu : Direktur
Produksi, dan Direktur Keuangan. Dalam tugas-tugasnya, direksi dibantu
sebanyak 18 pejabat Eselon I yang terdiri dari 9 departemen, satu wakil kepala
departemen dan satu pejabat setingkat departemen (Bisnis Inkubasi dan Semen).
Dalam menjalankan manajemen perusahaan, Direktur Utama dibantu oleh dua
orang direksi, yaitu:

a. Direktur Produksi bertanggung jawab terhadap kelancaran jalannya


pabrik (operasional).Direktur Produksi membawahi:
 Departemen Perencanaan dan Pengendalian Produksi
 Departemen Tambang dan Pengelolaan Bahan Baku
 Departemen Produksi Terak
 Departemen Produksi Semen
 Departemen Pemeliharaan

b. Direktur Keuangan bertanggung jawab terhadap masalah-masalah


keuangan dariperusahaan. Direktur Keuangan membawahi:
 Departemen Keuangan
 Departemen Sumber Daya Manusia dan Umum

Di samping itu, Direktur Utama bersama direktur lainnya yang disebut


Dewan Direksi juga membawahi beberapa Anak Perusahaan dan Lembaga
Penunjang (APLP) dan Panitia Pelaksana Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(P2K3). Anak perusahaan yang ada di kota Padang sekarang PT Igasar, PT Yasiga
9

Sarana Utama, PT Andalas Yasiga Perkasa dan PT Pasoka Sumber Karya.


Sedangkan untuk Indarung IV, kekuasaan tertinggi terletak pada Kepala
Departemen yaitu Direktur Operasi dan dibantu oleh empat biro yaitu Biro
Produksi, Biro Pemeliharaan Mesin, Biro Pemeliharaan Listrik dan Instrumen, dan
terakhir Biro Tenaga. Untuk lebih lengkapnya mengenai letak urutan tiap direksi
dapat kita lihat melalui bagan struktur organisasinya pada Gambar 1.5 dan Gambar
1.6.

1.5.2 Sistem Manajemen

Struktur organisasi PT Semen Padang menggunakan sistem Organisasi


fungsional vertikal dimana kekuasaan tertinggi dipegang oleh Direktur Utama yang
dibantu oleh direktur lainnya. PT Semen Padang memiliki manejemen perusahan
yang terdiri dari pimpinan direktur dan staf direksi. Berikut ini susunan manajemen
perusahaan PT Semen Padang:

1.Direktur Utama : Yosviandri

a) Internal Audit

b) Departemen Komunikasi dan Hukum Perusahaan

c) Bisnis Inkubasi Non Semen

2. Direktur Operasi : Asri Mukhtar

a) Departemen Perencanaan dan Pengendalian produksi

b) Departemen Tambang dan Pengelolaan Bahan Baku

c) Departemen Produksi Terak

d) Departemen Produksi Semen

e) Departemen Pemeliharaan

3. Direktur Keuangan : Tubagus Muhammad Dharury

a) Departemen Keuangan

b) Departemen Sumber Daya Manusia dan Umum


10

Pada tahun 2018 jumlah tenaga kerja PT Semen Padang Sumatra Barat
mencapai 3750 orang. Karyawan terbagi atas 2 bagian, yaitu karyawan shift dan
karyawan non- shift. Karyawan non-shift memiliki 5 hari kerja dengan waktu kerja
dari jam 08.00 – 17.00 dan untuk karyawan shift Jadwal jam kerjanya, yaitu shift
I dari jam 07.00 –15:00, shift II dari jam 15.00 – 23.00 dan shift III dari jam 23.00
– 07.00.

Anak perusahaan dan penunjang lainnya, terdiri dari :

1. PT Igasar, bergerak dalam usaha distributor semen, kontraktor, real estate,


perdagangan umum, memproduksi bahan bangunan serta penyewaan alat-
alat berat.
2. Yayasan Igasar, sebuah lembaga pendidikan yang mengkoordinir sarana
pendidikan mulai dari TK sampai SMU/SMK.
3. PT Yasiga Sarana Utama, bergerak di bidang perdagangan umum, jasa
kontruksi, penyewaan, angkutan umum, pertambangan dan jasa lainnya.

4. PT Andalas Yasiga Perkasa, bergerak dalam bidang suplai tanah liat untuk
kebutuhan bahan mentah PT Semen Padang.
5. PT Bima Sepaja Abadi, merupakan perusahaan patungan dengan pihak
swasta, dengan kegiatan packing plant dan pendistribusian semen.
6. PT Sepatim Batamtama, merupakan perusahaan patungan untuk
pendistribusian semen di Batam-Riau.
7. PT Utara Perkasa Semen, merupakan perusahaan patungan untuk
pendistribusian di Sumatra Utara.
8. PT Pasoka Sumber Karya, bergerak di bidang kontraktor dan penyediaan
tenaga kerja untuk Semen Padang
9. Dana Pensiun merupakan lembaga penunjang yang mengelola pensiun bagi
karyawan.
10. Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi, melakukan pembinaan terhadap
pengusaha kecil dan koperasi yang ada di Sumatra Barat.
PT Semen Padang telah memperoleh berbagai macam akreditasi perusahaan,
seperti:
11

1. ISO 9001:2008 (SNI-19-9001) mengenai standar sistem manajemen mutu


jaminan kualitas, dimana seluruh produk terintegrasi dengan standar mutu.
2. ISO 14001:2005 (SNI-19-14001) mengenai sistem manajemen lingkungan
PT Semen padang menerapkan industri berwawasan lingkungan dalam
pengendalian emisi debu secara optimal, mengurangi jumlah bahan tidak
berguna seminimal mungkin dan menggunakan sumber daya alam seacara
efisien dan efektif.
3. OHSAS 18001:2007 untuk sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
4. ISO-ICE-17025 menjadi standar untuk akreditasi laboratorium baik
produksi maupun Jaminan Kualitas mengenai peralatan uji yang digunakan.

1.4 Sistem Pemasaran


Daerah pemasaran PT Semen Padang untuk produksi Semen PortlandTipe
I, Super Masonry Cement (SMC) dan Portland Pozzolan Cement (PPC) meliputi
seluruh wilayah Provinsi di Pulau Sumatra, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan. Sedangkan untuk produk-
produk lainnya seperti Semen Portland Tipe II, V, dan Oil Well Cement (OWC) 11
disamping dipasarkan ke daerah-daerah tersebut, juga dipasarkan ke daerah lain
yang memerlukannya. Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, PT Semen
Padang juga mengekspor ke Bangladesh, Myanmar, Srilangka, Maldives, Philipina,
Singapura, Brunai, Timor Timur, Madagaskar, Kuwait, dll.

PT Semen Padang hampir 63% mendistribusikan semen melalui jalur laut


dalam kemasan zak dan curah, sedangkan selebihnya melalui angkutan darat dalam
kemasan zak, big bag, dan curah. Distribusi ke daerah pasar melalui angkutan darat
seperti ke daerah Sumatra Barat, Tapanuli Selatan, Riau Daratan, Bengkulu, dan
Jambi dikantongkan di Packing Plant Indarung (PPI) dan distribusi melalui
angkatan laut dikantongkan di Pengantongan Teluk Bayur.
77
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Baku Utama dan Penunjang


Secara kimia, bahan baku yang digunakan dalam pembuatan semen harus
mengandung senyawa Kalsium Karbonat (CaCO3), Oksida Aluminium (Al2O3),
Silika (SiO2), dan Besi (Fe2O3). Bahan baku pembuatan semen dikelompokkan
menjadi dua, yaitu bahan baku utama, bahan baku tambahan (Aditif).

2.1.1 Bahan Baku Utama

Bahan baku utama dari pembuatan semen adalah batu kapur


(Limestone)¸batu silika (Silica Stone), pasir besi (Iron Sand) dan tanah liat (Clay)
yang akan dicampur menjadi satu menjadi raw mix dan kemudian akan diproses
hingga menjadi produk semen.

a. Batu Kapur (Limestone)

Batu kapur merupakan sumber utama kalsium oksida untuk membentuk


senyawa-senyawa utama semen (C2S, C3S, C3A, C4AF). Dalam pembuatan
semen, batu kapur digunakan sebanyak ± 80%. Batu kapur berperan dalam reaksi
hidrasi dan pembentukan kekuatan pada semen. Jumlah batu kapur yang berlebihan
pada semen akan menyebabkan semen menjadi tidak lentur dan rapuh. Batu kapur
yang digunakan PT. Semen Padang diambil dari penambangan di Bukit Karang
Putih.

Gambar 2.1 Batu kapur (Lime Stone)


78
Tabel 2.1 Sifat Fisika Batu Kapur

Parameter Sifat Fisika


Fasa Padat
Warna Putih kekuning-kuningan
Kadar air 3,25%
Ukuran Material 60 mm
Silika Modulus 4,29
Alumina Modulus 2,05
Bulk Density 1378 g/l (kasar), 1360 g/l (sedang),
1592 g/l (halus)
Lime Saturation Factor 424,4
(Sumber : Laboratorium Proses Indarung IV, 2022)

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Batu Kapur

Parameter Persentase (%)


CaO 49,27
SiO2 6,76
Al2O3 1,05
Fe2O3 0,52
MgO 0,41
H2O 3,25
SO3 0,05
(Sumber : Laboratorium Proses Indarung IV, 2022)

b. Batu Silika (Silica Stone)

Batu silika merupakan sumber utama dari senyawa silika dengan rumus molekul
SiO2 yang terdapat bersama oksida logam lainnya. Pada umumnya batu silika
sekitar 10% dari total kebutuhan dasar semen yang diperlukan dalam pembuatan
semen dengan kadar SiO2 minimal 60% dalam batu silika. Pasir silika berguna
untuk meningkatkan kekuatan pada semen karena pembentukan dikalsium silikat
(C2S) dan trikalsium silikat (C3S). Pada umumnya batu silika mengandung oksida
logam lainnya, semakin murni kadar SiO2 semakin putih warna batu silikanya,
semakin berkurang kadar SiO2 semakin berwarna merah atau cokelat, disamping
itu semakin mudah menggumpal karena kadar airnya yang tinggi. Batu silika yang
79
baik untuk pembuatan semen adalah dengan kadar SiO2 ± 90%. Batu Silika yang
digunakan di PT. Semen Padang merupakan hasil dari penambangan yang
dilakukan di Bukit Ngalau dan Bukit Karang Putih.

Gambar 2.2 Batu Silika ( Silika Stone )

Tabel 2.3 Sifat Fisika Batu Silika


Parameter Sifat Fisika
Fasa Padat
Warna Cokelat Kemerahan
Ukuran Material 60 mm
Silika Modulus 3,64
Alumina Modulus 2,073
Bulk Density 1210 g/l (kasar), 1216 g/l (halus),
Lime Saturation Factor 0,88
(Sumber : Laboratorium Proses Indarung IV, 2022)
Tabel 2.4 Komposisi Kimia Batu Silika
Parameter Sifat Fisika
CaO 10,71
SiO2 65,92
Al2O3 5,52
Fe2O3 0,66
MgO 0,50
H2O 5,13
(Sumber : Laboratorium Proses Indarung IV, 2022)
80

c. Pasir Besi (Iron Sand)

Pasir besi pada umumnya mempunyai komposisi utama besi oksida


(Fe2O3), yang selalu tercampur dengan SiO2 dan TiO2 sebagai impuritisnya, serta
senyawa- senyawa lain dengan kadar yang lebih rendah. Fe2O3 berfungsi sebagai
penghantar panas dalam proses pembakaran. Kadar Fe2O3 yang baik dalam
pembuatan semen yaitu Fe2O3 ± 75% - 80%. Dalam pembuatan semen, pasir besi
digunakan sebanyak ±1% dari total bahan baku dasar semen yang digunakan.
Pasir besi yang digunakan didatangkan dari Kalimantan, Cilacap dan Batam.

Gambar 2.3 Pasir Besi (Iron Sad)

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya diperoleh hasil bahwa pasir besi


lebih meningkatkan kuat tekan dan kuat tarik hingga 80 %, hal ini dimungkinkan
karena selain sifat filler, sifat kimiawi pasir besi yang mengandung SiO2 membantu
kinerja semen sebagai bahan pengikat. Selain itu, pasir besi juga berperan sebagai
pemberi warna gelap pada semen dan secara teoritis berfungsi sebagai fluks dalam
pembakaran dan menurunkan C3A. Senyawa Fe2O3 yang digunakan dalam
pembuatan semen di PT Semen Padang terkhususnya pabrik Indarung IV tidak
hanya diperoleh dari pasir besi melainkan juga dari copper slag. Copper slag
adalah hasil limbah industri peleburan tembaga yang berbentuk pipih dan runcing
atau tajam dan sebagian besar mengandung oksida besi dan silika serta mempunyai
sifat kimia yang stabil dan sifat fisik yang sama dengan pasir besi.
81
Tabel 2.5 Sifat Fisika Pasir Besi
Parameter Sifat Fisika
Fasa Padat
Warna Hitam
Bulk Density 1675 g/l
Lime Saturation Factor 4,4
Silica Modulus 0,38
Alumina Modulus 0,03
(Sumber : Laboratorium Proses Indarung IV, 2022)
Tabel 2.6 Komposisi Kimia Pasir Besi
Parameter Sifat Fisika
CaO 4,62
SiO2 22,88
Al2O3 2,01
Fe2O3 58,14
MgO 0,72
H2O 3,66
(Sumber : Laboratorium Proses Indarung IV, 2022)

d. Tanah Liat (Clay)

Rumus kimia tanah liat yang digunakan pada produksi semen


SiO2Al2O3.2H2O. (Silika aluminat hidrat). Komposisi tanah liat dalam raw
material yang digunakan dalam pembuatan semen adalah sebanyak ±8%.

Komposisi Al2O3 dalam tanah liat yang digunakan minimal 25%. Adapun
tugas dari tanah liat memasok alumina dan silika pada saat pembakaran di dalam
kiln dan menyeimbangkan kandungan CaCO3 yang terlalu tinggi pada limestone.

Gambar 2.4 Tanah Liat (Clay)


82

Selain itu, tanah liat juga berfungsi untuk mengurangi kadar vibrasi pada Vertikal
Raw Mill.Pada awalnya penambangan tanah liat dilakukan di bukit Ngalau, namun
karena jumlahnya semakin sedikit maka tanah liat dibeli dari pihak ketiga yaitu PT
Igasar dan PT Yasiga Andalas di Gunung Sarik .

Tabel 2.7 Sifat Fisika Tanah Liat


Parameter Sifat Fisika
Fasa Padat
Warna Cokelat
Silika Modulus 1,42
Alumina Modulus 2,65
Bulk Density 750 g/l
\ Lime Saturation 1,5
Factor
(Sumber : Laboratorium Proses Indarung IV, 2022)

Tabel 2.8 Komposisi Kimia tanah Liat


Parameter Komposisi
CaO 2,50
SiO2 47,03
Al2O3 24,25
Fe2O3 9,20
MgO 0,67
H2O 30,85
SO3 0,02
(Sumber : Laboratorium Proses Indarung IV, 2022)

2.1.2 Bahan Baku Tambahan

Bahan baku yang ditambahkan ke dalam raw mix untuk mendapatkan sifat-
sifat tertentu yang diinginkan pada semen. Bahan tambahan antara lain:

a. Gypsum
Bahan aditif yang digunakan dalam proses pembuatan semen adalah
gypsum dengan rumus CaSO4.nH2O. Gypsum berfungsi sebagai retarder atau
memperlambat terjadinya proses pengerasan pada semen. Adapun karakteristik dari
83
gypsum adalah lembab dan tahan terhadap api. Gypsum yang digunakan dalam
pabrik Indarung IV dibagi menjadi 2 macam yaitu gypsum alam dan gypsum
sintetis. Gypsum alam diimpor dari Thailand dan Australia, sedangkan untuk
gypsum sintetis berasal dari PT. Petrokimia, Gresik.

Gambar 2.5 Gypsum

Tabel 2.9 Sifat Fisika Gypsum


Parameter Sifat Fisika
Fasa Padat
Warna Putih keabu-abuan
Ukuran Material Max 3 inch
Bulk Density 1681,7 g/l (kasar), 1347 g/l
(gembur)
(Sumber : Laboratorium Jaminan Kualitas, 2022)

Tabel 2.10 Komposisi Kimia Gypsum


Parameter Komposisi
CaSO4 30,50
NaCl 0,006
MgO 1,29
H2O 0,58
SO3 43,92
CaO 31,96
(Sumber : Laboratorium Jaminan Kualitas, 2022)

b. Pozzolan

Pozolan adalah bahan yang mengandung senyawa silica dan Alumina


dimana bahan pozzolan itu sendiri tidak mempunyai sifat seperti semen, akan tetapi
84
dengan bentuknya yang halus dan dengan adanya air, maka senyawa-senyawa
tersebut akan bereaksi secara kimiawi dengan Kalsium hidroksida (senyawa hasil
reaksi antara semen dan air) pada suhu kamar membentuk senyawa Kalsium
Aluminat hidrat yang mempunyai sifat seperti semen. Pozzolan Indarung 4
didapatkan dari Lubuk Alung.

Gambar 2.6 Pozzolan


Standar mutu pozolan menurut ASTM C618-92a dibedakan menjadi tiga
kelas, dimana tiap-tiap kelas ditentukan komposisi kimia dan sifat fisiknya.
Pozzolan mempunyai mutu yang baik apabila jumlah kadar SiO2 + Al2O3 + Fe2O3
tinggi dan reaktifitasnya tinggi dengan kapur. Ketiga kelas pozzolan tersebut, yaitu:

 Kelas N : Pozzolan alam atau hasil pembakaran, pozzolan alam yang dapat
digolongkan didalam jenis ini seperti tanah diatomoic, opaline cherts dan
shales, tuff dan abu vulkanik atau pumicite, dimana bisa diproses melalui
pembakaran atau tidak. Selain itu juga berbagai material hasil pembakaran
yang mempunyai sifat pozzolan yang baik.
 Kelas C : Fly ash yang mengandung CaO di atas 10% yang dihasilakan dari
pembakaran lignit atau sub-bitumen batubara.
 Kelas F : Fly ash yang mngandung CaO kurang dari 10% yang dihasilakan
dari pembakaran lignit atau sub-bitumen batubara.
Tabel 2.11 Sifat Fisika Pozzolan
Parameter Sifat Fisika
Fasa Padat
85
Warna Putih keabu-abuan
Ukuran Material Max 3 inch
Bulk Density 1681,7 g/l (kasar), 1347 g/l
(gembur)
( Sumber : Laboratorium Proses Indarung IV,2022)
Tabel 2.12 Komposisi Kimia Pozzolan
Parameter Komposisi
CaO 0,37
SiO2 71,62
Al2O3 17,29
Fe2O3 1,46
MgO 0,59
H2O 16,95
(Sumber : Laboratorium Jaminan Kualitas, 2022)

c. Limestone High Grade


Limestone High Grade memiliki kemurnian 94-98% dan memiliki nilai
SiO2 yang tinggi. Bahan ini sebagai bahan pengisi untuk menambah jumlah
kapasitas produksi dalam pembuatan semen. Jumlah lime stone yang digunakan
adalah 10%. Limestone High Grade berasal dari penambangan di Bukit Karang
Putih.

Gambar 2.7 Limestone High Grade


86
Tabel 2.13 Sifat Fisika Limestone High Grade
Parameter Sifat Fisika
Fasa Padat
Warna Putih kekuning-kuningan
Kadar air 3,25%
Ukuran Material 60 mm
Silika Modulus 6,5
Alumina Modulus 16,38
Bulk Density 1378 g/l (kasar), 1360 g/l (sedang),
1592 g/l (halus)
Lime Saturation Factor 6,5
(Sumber: Laboratorium Proses Indarung IV ,2022)

Tabel 2.14 Komposisi Kimia Batu Kapur High Grade


Parameter Persentase (%)
CaO 50,09
SiO2 5,10
Al2O3 0,84
Fe2O3 0,43
MgO 0,38
H2O 3,07
SO3 0,70
(Sumber : Laboratorium Proses Indarung IV, 2022)

2.1.2 Faktor Kualitas Semen

a. Sifat Fisika Semen

1.Setting time (waktu pengikatan)


Setting dan hardening adalah pengikatan dan pengerasan semen setelah
terjadi reaksi hidrasi. Semen apabila dicampur dengan air akan menghasilkan pasta
yang plastis dan dapat dibentuk sampai beberapa waktu karakteristik dari pasta
tidak berubah dan periode ini sering disebut dorman period .Pada tahapan
berikutnya, pasta mulai menjadi kaku walaupun masih ada yang lemah, namun suhu
tidak dapat dibentuk (unworkable). Kondisi ini disebut initial set, sedangkan waktu
mulai dibentuk (ditambah air) sampai kondisi initial set disebut initial setting time
(waktu pengikatan awal). Tahapan berikutnya pasta melanjutkan kekuatannya
87
sehingga didapat padatan yang utuh dan biasa disebut hardened cement pasta.
Kondisi ini disebut final set, sedangkan waktu yang diperlukan untuk mencapai
kondisi ini disebut final setting time (waktupengikatan akhir). Proses pengerasan
berjalan terus berjalan seiring dengan waktu akan diperoleh kekuatan proses ini
dikenal dengan nama hardening.

2. Kelembaban

Kelembaban timbul karena semen menyerap uap air dan CO2 dan dalam
jumlah yang cukup banyak sehingga terjadi penggumpalan. Semen yang
menggumpal kualitasnya akan menurun karena bertambahnya Loss On Ignition
(LOI) dan menurunnya spesific gravity sehingga kekuatan semen menurun, waktu
pengikatan dan pengerasan semakin lama, dan terjadinya false set. Loss On Ignition
(hilang pijar) dipersyaratkan untuk mencegah adanya mineral-mineral yang
terurai pada saat pemijaran, dimana proses ini menimbulkan kerusakan pada batu
setelah beberapa tahun kemudian.

3. Panas Hidrasi

Panas hidrasi adalah panas yang dilepaskan selama semen mengalami


proses hidrasi. Jumlah panas hidrasi yang terjadi tergantung pada tipe semen,
kehalusan semen, dan perbandingan antara air dengan semen. Kekerasan awal
semen yang tinggi dan panas hidrasi yang besar kemungkinan terajadi retak-retak
pada beton. Hal ini disebabkan oleh fosfor yang timbul sukar dihilangkan sehingga
terjadi pemuaian pada proses pendinginan.

4. Penyusutan

Ada tiga macam penyusutan yang terjadi di dalam semen yaitu:

1. Drying shringkage (penyusutan karean pengeringan)


2. Hidration shringkage (penyusutan karena hidrasi)
3. Carbonation shringkage (penyusutan karena karbonasi)

Yang paling berpengaruh pada permukaan beton adalah drying shringkage,


penyusutan ini terjadi karena penguapan selama proses setting dan hardening. Bila
88
besaran kelembabannya dapat dijaga, maka keretakan beton dapat dihindari.
Penyusutan ini dipengaruhi juga oleh kadar C3A yang terlalu tinggi.

5. Kuat Tekan

Kuat tekan adalah kemampuan material menahan suatu beban. Kuat tekan
dipengaruhi oleh kandungan senyawa C3S, C2S, C3A, C4AF dalam semen, kadar
SO2, dan tingkat kehalusan semen. C3S berpengaruh terhadap kekuatan awal.C2S
berpengaruh terhadap kuat tekan dalam jangka panjang, C3A berpengaruh terhadap
kuat tekan hingga umur 28 hari, dan C4AF tidak berpengaruh pada kuat tekan
namun memberikan pengaruh terhadap pembentukan liquid phase di dalam proses
pembakaran di kiln.

Kuat tekan semen diuji dengan cara membuat mortar yang kemudian
ditekan sampai hancur. Contoh semen yang diuji dicampur dengan pasir silika
dengan perbandingan tertentu, kemudian dibentuk menjadi kubus-kubus berukuran
(5x5x5) cm. Setelah mengalami perawatan dengan perendaman benda tersebut diuji
kekuatan tekannya pada hari ke 3, 7, dan 28

6. Hidrasi Semen

Hidrasi semen terjadi akibat adanya kontak antara mineral semen dengan
air. Faktor yang mempengaruhi hidrasi semen antara lain:

 Jumlah air yang ditambahkan


 Temperatur
 Kehalusan semen
 Bahan aditif
 Kandungan senyawa C3S, C2S, C3A dan C4AF

Faktor-faktor tersebut mengakibatkan terbentuknya pasta semen yang pada


waktu tertentu akan mengalami pengerasan. Hidrasi adalah proses kristalisasiyang
dibagi menjadi 3 (tiga) tahap, yaitu:

1. Secara kimia, yaitu mineral semen beraksi dengan air membentuk senyawa
hidrat.
2. Secara fisika, yaitu pembentukan kristal karena kejenuhan larutan.
89
3. Secara mekanis, yaitu pengikatan secara adhesi dan kohesi kristal sehingga
membentuk struktur yang kokoh.Hidrasi pada temperatur tinggi
menyebabkan rendahnya kekuatan akhir semen dan beton yang rentanretak

7. Daya Tahan terhadap Asam dan Sulfat

Syarat ini hanya untuk semen dengan jenis HSRC (high sulfate resistance
cement).Daya tahan beton umumnya rendah terhadap asam, sehingga mudah
terdekomposisi oleh asam kuat.Asam dapat merubah senyawa semen yang tidak
larut dalam air menjadi senyawa yang larut dalam air. pH yang dapat merusak yaitu
dibawah 6, namun keasaman air akibat pelarutan CO2, pH di atas 6,5 juga dapat
merusak, karena CO2 bereaksi dengan Ca(OH)2 dalam semen membentuk CaCO3
yang bereaksi kembali dengan CO2 membentuk Ca(HCO)3 yang larut dalam
air,Reaksi yang terjadi yaitu :

Ca(OH)2 + CO2 CaCO3 + H2OCaCO3 + CO2 Ca(HCO)3


Ca(HCO)3 yang terbentuk inilah yang akan
mengurangi kekuatan semen.

8. False Set

False set yaitu gejala terjadinya pengembangan sifat kekakuan dari adonan
semen, mortar, beton tanpa terjadinya pelepasan panas yang banyak. Gejala tersebut
akan hilang dan sifat plastis akan dicapai kembali bila dilakukan pengadukan lebih
lanjut tanpa penambahan air. False set terjadi karena pada operasi penggilingan
klinker dan gypsum dilaksanakan pada suhu operasi yang terlalu tinggi sehingga
terjadi dehidrasi dari CaSO4.2H2O menjadi CaSO4.1,5H2O.CaSO4.0,5H2O.
Inilah yang menyebabkan terjadinyafalse set.

9. Soundness

Selama proses hidrasi, akan terjadi ekspansi abnormal yang menyebabkan


keretakan beton. Ekspansi terjadi apabila kadar free lime, MgO, Na2O, dan K2O
terlalu tinggi atau gypsum yang terlalu banyak.

10. Konsistensi
90
Konsistensi semen portland lebih banyak pengaruhnya pada saat
pencampuran awal, yaitu pada saat terjadi pengikatan sampai pada saat beton
mengeras. Konsistensi yang terjadi bergantung pada rasio antara semen dan air serta
aspek-aspek bahan semen seperti kehalusan dan kecepatan hidrasi. Konsistensi
mortar bergantung pada konsistensi semen dan agregat pencampurnya

11. Kehalusan (Blaine)

Kehalusan butir semen akan mempengaruhi proses hidrasi. Waktu


pengikatan (setting time) menjadi semakin lama apabila butir semen lebih kasar.
Kehalusan penggilingan semen disebut penampang spesifik, yaitu luas butir
permukaan semen. Jika permukaan penampang semen lebih besar, semen akan
memperbesar bidang kontak dengan air. Semakin halus butiran semen, proses
hidrasi semakin cepat sehingga kekuatan awal tinggi dan kekuatan akhir akan
berkurang. Namun jika semen terlalu halus, setting time akan turun lalu
mengakibatkan drying shrinkage dan mengakibatkan keretakan beton. Selain itu,
akan memudahkan penyerapan air dan CO2. Oleh karena itu, ukuran partikeldijaga
pada blaine ±3.500 cm2/gr.

Kehalusan butir semen yang tinggi dapat mengurangi terjadinya bleeding atau
naiknya air ke permukaan, tetapi menambah kecendrungan beton untuk menyusut
lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak susut. Menurut ASTM, butir
semen yang lewat ayakan No. 200 harus lebih dari 78%. Untuk mengukur kehalusan
semen digunakan turbidimeter dari Wagner atau air permeability dari blaine .

12. Perubahan Volume (Kekalan)

Kekalan pasta semen yang telah mengeras merupakan suatu ukuran yang
menyatakan kemampuan pengembangan bahan-bahan campurannya dan
kemampuan untuk mempertahankan volume setalah pengikatan terjadi.
Ketidakkekalan semen disebabkan oleh terlalu banyaknya jumlah kapur bebas yang
pembakarannya tidak sempurna serta magnesia yang terdapat dalam campuran
tersebut. Kapur bebas itu mengikat air dan kemudian menimbulkan gaya-gaya
ekspansi. Alat uji untuk menentukan nilai kekalan semen portlandadalah Autoclave
91
Expansion of Portland Cement cara ASTM C-151 atau cara Inggris, BS, Expansion
by Le Chatellier.

Sifat-sifat semen portland sangat dipengaruhi oleh susunan ikatan oksida-


oksida serta bahan-bahan pengotor lainnya. Pemeriksaan secara berkala perlu
dilakukan, baik pada saat pemrosesan, saat menjadi bubuk semen maupun setelah
menjadi pasta semen. Pemeriksaan semen dilakukan sesuai dengan standar
mutu.Standar yang paling umum dianut didunia adalah standar ASTM (American
Society for Testing and Material) C-150 dan British standard (BS-12). Sedangkan
di Indonesia menggunakan Standar Industri Indonesia (SII-0013-81) yang
mengadopsi ASTM C-150-80 yang kini telah diperbarui menjadi SNI.

b. Sifat Kimia Semen

1.Insoluble Residue (Bagian Tak Larut)

Insoluble residue merupakan kotoran yang tetap tinggal setelah semen


direaksikan dengan asam klorida dan natrium karbonat. Kotoran ini berasal dari
senyawa di dalam gypsum, dari SiO2 yang tidak terikat dalam klinker dan dari
senyawa organik seperti humus yang terkadang masih terbawa di limestone dan
batuan lainnya. Jumlahnya yang kecil tidak mempengaruhi mutu/kualitas semen .

2. Lost of Ignition (Hilang Pijar)

Hilang pijar digunakan untuk mencegah adanya mineral-mineral yang dapat


diuraikan pada pemijaran. Kristal mineral tersebut umunya bersifat dapat
mengalami metamorfosa dalam waktu yang lama, sehingga pada proses tersebut
dapat menimbulkan kerusakan. Lost of ignition (LOI) adalah persentase berat CO2
dan H2O yang hilang pada waktu dipijarkan dengan suhu dan waktu tertentu. LOI
dihitung dengan rumus:

Hilang pijar disebabkan karena terjadinya penguapan air kristal dari gypsum
serta penguapan CO2 dari MgCO3 dan CaCO3 saat terjadi reaksi kalsinasi. Nilai
LOI berkisar antara 0,5-0,8%.
92
3. Modulus Semen

Modulus semen merupakan bilangan yang menyatakan perbandingan


kuantitas senyawa CaO, SiO2, Fe2O3, dan Al2O3.Modulus semen sesuai untuk
jenis semen yang diproduksi. Modulus ini dapat digunakan untuk perbandingan
jumlah masing-masing bahan baku untuk menghasilkan klinker dengan komposisi
yang diinginkan.

4. Alumina Modulus (ALM)

Nilai ALM berkisar 1,5-2,5. Jika nilai ALM terlalu tinggi, maka nilai SIM
akan turun sehingga menurunkan setting time semen, namun jika nilai ALMterlalu
rendah akan menyebabkan viskositas fasa cair rendah, semen yang dihasilkan tahan
sulfat, namun kuat tekan awalnya rendah dan mudah dibakar . ALM dihitung
dengan menggunakan rumus:

Perubahan nilai SIM menyebabkan perubahan coating pada burning zone


dan burnability klinker. Jika nilainya terlalu tinggi, maka klinker sulit dibakar
hingga perlu temperatur bakar yang tinggi. Fase cair rendah, sehingga beban
panasnya tinggi, kadar abu dan CaO bebasnya tinggi. Coating menyebabkan
terjadinya penumpukan penyerapan panas pada bagian coating dan mengakibatkan
daerah coating tersebut lebih panas sehingga dapat merusak batu tahan api.

5. Lime Saturation Factor (Faktor Penjenuhan Kapur)

LSF adalah jumlah bagian CaO yang diperlukan untuk mengikat satubagian
oksida-oksida yang lain (SiO2, Al2O3 dan Fe2O3). Kelebihan CaO dari LSFakan
membentuk CaO bebas (free lime) didalam klinker. Akibat LSF yang tinggi adalah
CaO bebas akan semakin tinggi, burnability semakin tinggi sehingga kuat tekan
awal dan panas hidrasi semakin tinggi,kebutuhan panas dan temperatur kiln akan
meningkat karena burnability yang semakin tinggi dan coating sulit terbentuk
sehingga panas radiasi akan meningkat.
93

6. Sulfur Trioksida (SO3)

Senyawa SO3 berasal dari gypsum dan bahan bakar pada pembentukan
klinker. Kadar SiO3 klinker sebaiknya 0,6%, jika lebih maka klinker akan susah
digiling. Fungsi senyawa SO3 adalah menghambat hidrasi mineral C3A dan
pengatur setting time semen. Apabila penambahan gypsum optimal, maka senyawa
SiO2 dapat membantu hidrasi C3S yang bermanfaat untuk menambah kekuatan
semen, mengurangi drying shrinkage dan meningkatkan kelenturan (soundness)
semen.

7. Magnesium Oksida

Senyawa MgO dalam semen berasal dari batu kapur setelah terjadinya
proses pembakaran klinker, senyawa MgO terdapat dalam bentuk glassy state.
Jika kadar MgO kurang dari 2% maka MgO akan berikatan dengan senyawa
klinker. Jika kadarnya lebih dari 2% maka akan membentuk MgO bebas (periscale)
yang akan berikatan dengan air membentuk Mg(OH)2 yang mengakibatkan
keretakan pada beton.

8. CaO Bebas (Free Lime)

Freelime merupakan senyawa kapur yang tidak ikut bereaksi dalam proses
pembuatan klinker. Kadar free lime yang baik adalah dibawah 1%. Jika berlebih
maka beton yang dihasilkan akan mudah retak dikarenakan pemuaian volume yang
besar selama reaksi hidrasi semen.

9. Komposisi Senyawa Mineral

Senyawa C3S adalah komponen yang berperan untuk pengerasan awal, dan
cepat mengeras pada umur 28 hari. Kadar C3S sebaiknya antara 52-62%. C2S
berperan sebagai kekuatan untuk waktu yang lebih lama. C2S berperan untuk
kekerasan setelah minggu pertama hingga beberapa minggu atau bulan. C3A
berfungsi dalam kekerasan awal dan kecepatan mengerasnya sangat tinggi.
94
10. Alkali (Na2O dan K2O)

Kadar alkali berlebih dapat mengakibatkan keretakan pada beton, apabila


digunakan agregat yang mengandung silika reaktif terhadap alkali akan terjadi
reaksi:

Na2O + SiO2 2NaSiO3 K2O + SiO2 2KSiO3

Na2O dibatasi kadarnya 0,6%. Jika berlebih maka jumlah gypsum yang
dibutuhkan akan lebih banyak. Sedangkan kelebihan K2O menjadikan klinker
mudah digiling.
95

BAB IIl
URAIAN PROSES

Pada awalnya PT. Semen Padang menggunakan proses pembuatan semen,


yaitu proses basah dan proses kering. Namun, sejak Oktober tahun 1999 pabrik
Indarung I dengan proses basah tidak dioperasikan lagi karena tidak efisien dan
peralatan pabrik yang sudah tua. Dengan demikian, keseluruhan proses pembuatan
semen di PT. Semen padang hanya menggunakan proses kering. Secara umum,
proses pembuatan semen di PT Semen Padang terbagi menjadi 5 tahapan, yaitu
tahap penyediaan dan persiapan bahan baku, tahap penggilingan awal, tahap
pembakaran raw mix, tahap penggilingan klinker dan tahap pengantongan semen.

2.2.1 Tahap Penyediaan dan Persiapan Bahan Baku

Bahan baku utama batu kapur dan batu silika ditambang sendiri oleh PT
Semen Padang di Bukit Karang Putih dan Bukit Ngalau, sedangkan pasir besi
didatangkan dari Kalimantan dan tanah liat dari anak perusahaan PT Semen Padang
yaitu PT Igasar dan PT Yasiga Andalas yang ditambang di Gunung Sarik.
96
a. Tahap Penambangan Batu Kapur (Limestone)

Batu kapur diperoleh dengan cara ditambang. Daerah penambangan batu


kapur terletak di daerah Bukit Karang Putih. Penambangan batu kapur dilakukan
dengan beberapa tahapan yaitu tahap pembersihan lahan (land clearing), tahap
pengeboran (drilling), tahap peledakan (blasting), tahap pemuatan dan
pengangkutan, dan tahap penggilingan (crushing). Batu kapur hasil crushing akan
dimasukkanhopper limestone dan akan dibawa menggunakan belt conveyor menuju
storage limestone Indarung IV.

Metode penumpukan yang digunakan di storage limestone adalah metode


conical shell stacking. Pada Conical shell stacking, stacker / belt carry bergerak
secara bertahap dalam arah membujur.Gerakan stacker selanjutnya dilakukan
setelah menyelesaikan tumpukan sampai ketinggian maksimal. Ketika pile sudah
penuh, penempukan material akan pindah ke posisi baru dan membentuk cone yang
baru yang dibentuk berdekatan dengan cone sebelumnya. Proses ini terus berlanjut
dalam arah membujur storage hingga stockpile penuh.

Pengambilan material dilakukan dengan menggunakan side reclaimer yang


bekerja di bagian samping tumpukan material yang akan diambil. Side reclaimer
ini dilengkapi dengan blade chain yang bisa dinaik-turunkan. Selanjutnya material
akan dibawa oleh blade chain untuk ditransportasikan menuju ke dalam hopper.

Gambar 2.8 Metode Conical Cone Stacking dan penarikan


pada Side Reclaimer di limestone dan silica tone

b. Tahap Penambangan Batu Silika (Silica Stone)

Bahan baku batu silika diambil dari penambangan Bukit Karang Putih dan
dilakukan hampir sama dengan melakukan penambangan batu kapur, namun
perbedaannya pada penambangan batu silika tidak dilakukannya proses peledakan,
tetapi diruntuhkan dengan trackavator dan dibawa ke crusher dengan dump truck
lalu dibawa menuju storage dengan menggunakan belt conveyor.
97
Proses penumpukan dan penarikan material yang dilakukan di storagesilica
sama seperti di storage limestone yaitu metode Conical Shell Stacking dan sistem
penarikan menggunakan Side Reclaimer. Kemudian material ini akan dibawa
menggunakan belt conveyor menuju hopper silica.
c. Tahap Pengadaan Tanah Liat (Clay)

Tanah liat yang merupakan sumber dari FeO dan AlO dibeli dari PT Igasar
dan PT Yasiga Andalas dari Gunung Sarik, Kuranji, Kota Padang. Tahapan
penambangan yaitu land clearing, stripping, drigging, loading, dan hauling. Truk
yang berisi tanah liat di dumping pada mini hopper clay sebelum dihancurkan
terlebih didahulu menggunakan crusher. Selanjutnya material yang telah
dihancurkan dibawa menggunakan belt conveyor menuju clay storage.

Pada metode ini, material ditumpuk melintang secara paralel selebar tempat
yang tersedia sehingga membentuk tumpukan bukit. Metode ini digunakanuntuk
mencegah terjadinya pemisahan atau segregation dan diharapkan pendistribusian
partikel halus dan kasar yang merata. Proses penumpukan material menggunakan
stacker yang bergerak secara membujur dan melintang pada bagian atas sehingga
membentuk pola paralel serta barisan membujur yang bertingkat. Setelah proses
penumpukan selesai, selanjutnya dilakukan penarikan material menuju belt
conveyor dengan menggunakan bucket chain excavator.
Penarikan material dilakukan dengan cara menggerus material dari selatan
ke utara atau sebaliknya dengan tujuan untuk mendapatkan material dengan
komposisi yang homogen. Selanjutnya tanah liat yang telah berada di bucket
chain excavator akan dijatuhkan ke belt conveyor U01 dan kemudian
ditransportasikan ke dalam hopper.

Gambar 3.0 Metode windrow Stacking dan Penarikan Buicket Chain Ecovator
pada clay

d. Pengadaan Pasir Besi (Iron Sand)

Pasir besi yang digunakan didatangkan dari Kalimantan, Cilacap dan Batam
dan untuk copper slag didapatkan dari limbah PT Krakatau Steel. Proses
pengangkutan pasir besi dan copper slag berbeda dengan proses pengangkutan
98
bahan baku utama lainnya. Untuk pasir besi, proses pengangkutan dilakukan secara
manual, yaitu hanya dengan menggunakan loader atau alat berat menuju ke
dumping hopper. Hal ini dikarenakan jumlah pemakaian yang hanya berkisar ±1%.

Pasir besi yang telah di loading ke dalam dumping hopper selanjutnya


ditransportasikan menuju ke hopper menggunakan belt conveyor yang berada di
bagian bawah dumping hopper. Belt yang digunakan untuk mentransportasikan
pasir besi juga digunakan untuk mentransportasikan tanah liat sehingga belt
digunakan secara bergantian. Penggunaan belt secara bersamaan ini bertujuan agar
lebih ekonomis karena penggunaan material yang sedikit, ditambah apabila terdapat
kasus komposisi pada limestone sudah mencukupi komposisi set point maka
penggunaan bahan yang lain tidak diperhitungkan.

e. Pengadaan Gypsum

Selain pasir besi, gypsum dengan rumus kimia CaSO4.2H2O juga


didatangkan dari luar. Kebutuhan gypsum untuk PT Semen Padang dibawa dari PT
Petrokimia, Gresik dan juga diimport dari negara Australia dan Thailand. Sebelum
disimpan di dalam storage, dilakukan pengujian kualitas terlebih dahulu di
Laboratorium Jaminan dan Kualitas PT Semen Padang.

f. Pengadaan Pozzolan

Pozzolan yang digunakan didatangkan dari Lubuk Alung. Pozzolan


merupakan bahan yang mengandung silika dan alumina yang tidak memiliki sifat
mengikat seperti semen tetapi dalam bentuk yang halus dan adanya air maka
senyawa-senyawa tersebut dapat menjadi material padat yang tidak dapat larut
dalam air. Pozzolan disimpan di storage yang sama dengan bahan baku aditif
lainnya, yaitu gypsum dan limestone high grade.

2.2.2 Penggilingan Bahan Baku (Unit Raw Mill)

Tahap penggilingan bahan baku bertujuan untuk memperkecil atau sizer


reduction bahan baku. Selain itu, penggilingan dilakukan untuk mendapatkan
99
campuran bahan baku yang homogen dan untuk mempermudah terjadinya reaksi
kimia pada saat pembentukan klinker di dalam kiln. Untuk tanah liat sebelum
dibawa menuju storage, akan digiling terlebih dahulu di clay crusher untuk
menghindari material-material keras yang tercampur pada tanah liat masuk ke
dalam storage. Dari setiap storage material akan dimasukkan ke dalam
hoppermenggunakan belt conveyor. Hopper merupakan tempat penyimpanan
sementara yang berbentuk kerucut/cone.

Pada pabrik Indarung IV, terdapat 5 buah hopper yang digunakan untuk batu
kapur, batu silika, dan pasir besi. Dua hopper digunakan untuk batu kapur, dua
hopper digunakan untuk batu silika, dan satu hopper untuk pasir besi.

Pada tanah liat tidak terdapat hopper dikarenakan untuk menghindari


terjadinya penyumbatan pada bagian outlet hopper akibat dari sifat tanah liat yang
terlalu lengket, maka untuk tanah liat langsung dibawa menggunakan deep bucket
excavator menuju belt conveyor.

Pada bagian outlet setiap hopper, terdapat sebuah alat yang disebut dosimat
feeder. Alat ini berfungsi untuk menghitung jumlah atau tonase bahan baku yang
keluar dari hopper menuju belt conveyor. Prinsp kerja dari alat ini adalah ketika
lamela menerima beban dari material yang jatuh dari hopper, kecepatan dari lamela
akan ditambah sesuai dengan set point bahan baku yang dibutuhkan. Terdapat load
cell pada bagian atas alat yang terhubung dengan sling lamela yang berfungsi untuk
mengetahui jumlah material yang jatuh keatas lamela per meternya. Berbeda
dengan batu kapur, batu silika, dan pasir besi, jumlah tonase tanah liat diatur dengan
kecepatan dari deep bucket excavator menuju belt conveyor. Pengaturan kecepatan
pada lamela dan deep bucket excavator ini dilakukan dari Central Control Panel
(CCP) Indarung IV PT Semen Padang.

Pada pabrik Indarung IV terdapat dua buah mill untuk menggiling bahan
baku. Mill pertama bertipe horizontal mill sedangkan mill yang kedua bertipe
vertical mill. Maka dari itu material bahan baku yang dibawa menuju tube mill
memiliki belt conveyor yang berbeda dengan material yang menuju vertical mill.
10
0
Material dari hopper batu kapur (4R1L02), hopper batu silika (4R1L03)
hopper pasir besi (4R1L01) dan storage tanah liat (4RJ08) akan tergabung di belt
conveyor (4R1J03) kemudian akan dibawa menuju tube mill (4R1) sedangkan
Material dari hopper batu kapur (4R2L02), hopper batu silika (4R2L03) hopper
pasir besi (4R1L01) danstorage tanah liat (4RJ08) akan tergabung di belt conveyor
(4R2J03) kemudian akan dibawa menuju vertical mill (4R2).

Gambar 3.1 Hopper dan Feeder Bahan Baku

Pada belt conveyor (4R2J03) terdapat alat magnetic separator yang


berfungsi sebagai penangkap logam-logam yang dapat menganggu dalam proses
pembuatan semen, yang mana logam-logam tersebut akan langsung dibuang dari
sistem, sedangkan pada belt conveyor (4R2J04) terdapat metal detector yang akan
mendeteksi logam-logam dan akan dibuang melalui dividing gate apabila masih
terdapat banyak logam.

Gambar 3.2 Magnetic Separator dan Metal Detector


10
1
Sebelum memasukki tube mill, material bahan baku akan melewati double
gate terlebih dahulu. Double gate berfungsi agar udara tidak masuk kedalam mill
atau sebagai air lock yang mana ada 2 buah piston yang bergerak secara bergantian
sebelum masuk ke tube mill. Sedangkan pada vertical mill, material bahan baku
akan melewati rotary air lock terlebih dahulu. Tujuan dari rotary air lock sama
seperti double gate yaitu untuk mencegah adanya udara masuk kedalam mill akan
tetapi memiliki cara kerja yang berbeda. Rotary air lock berbentuk seperti roda yang
berputar sehingga dapat membuka dan menutup secara otomatis sebelum masuk
Vertical Mill. Udara luar atau false air yang masuk ke dalam mill dapat menggangu
proses pengeringan material di dalam mill sehingga proses pengeringan menjadi
tidak optimal.

Gambar 3.3 Double Gate dan Rotary Air Lock

Tube Mill merupakan alat yang digunakan untuk menggiling material


hingga menjadi raw mix dengan cara berotasi. Pada tube mill material akan
dimasukkan bersamaan dengan aliran udara panas, Material yang akan digiling
dimasukkan bersamaan dengan aliran udara panas yang berasal dari suspension
preheater (SP) yang ditarik oleh mill fan, sehingga di dalam tube mill selain
terjadi proses penggilingan juga terjadi proses pengeringan. Tube mill pada unit raw
mill ini terdiri dari 3 ruangan, yaitu drying chamber, kompartmen I dan
kompartmen II.
10
2

Gambar 3.4 Tube Mill/ Horizontal Mill

Pada drying chamber dipasang lifter yang berfungsi untuk mengangkat dan
menghamburkan material sehingga proses pengeringan dapat berlangsungdengan
efektif sehingga luas permukaan material yang kontak dengan gas panas bertambah
besar. Sebagai pemisah antara drying chamber dengan kompartmen I digunakan
open diaphragm.

Gambar 2.14 Tube Mill/ Horizontal Mill tampak dalam


(Sumber: F.L.Smidth Duodan Raw Mill)

Setelah melewati drying chamber material akan terbawa menuju


kompartemen I yang mana terdapat step liner yang berfungsi untuk mengangkat
dan menjatuhkan grinding ball sehingga terjadi tumbukan antara material dan
grinding ball yang membuat material lebih halus, ukuran grinding ball pada
kompartemen pertama yaitu 40-50 mm. Antara kompartemen I dan kompartemen
II terdapat diapghram dan peripheral outlet. Diapghram sebagai keluaran gas panas
dan material halus sedangkan peripheral outletsebagai tempat keluaran material
10
3
halus hasil penggilingan di tube mill yang tidak ikut tertarik oleh mill fan.Material
yang belum halus akan melewati diapghram dan menuju kompartenen II. Pada
kompartemen II terdapat classifying liner. Bentuk dari classfying liner berbeda
dengan step liner, pada classifying liner tidak terdapat sekat yang membuat
grinding ball terangkat dan terjatuh melainkan hanya akan melakukan gaya gesek
dan bersifat mengalir dan berputar, ukuran grinding ball pada kompartemen kedua
yaitu 20-50 mm.

Gambar 3.4 Bentuk Step Liner dan Classifying Liner

Gas panas yang masih terdapat material halus, akan tertarik ke atas oleh
karena fan , dan dipisahkan oleh tiga buah cyclone antara gas panas dan material
yang halus, material yang halus akan dibawa menggunakan air slide menuju
Controlled Flow (CF) Silo sedangkan gas panas akan tertarik fan menuju
Electrostatic Precipitator (EP) untuk dipisahkan antara material yang masih halus
dan gas panas. Gas panas yang berisi udara bersihkan keluar menuju chimney dan
material halus hasil pemisahan pada Electrostatic Precipitator (EP) akandibawa
menggunakan screw conveyor menuju Controlled Flow (CF) Silo.

Material yang tidak tertarik fan pada diapghram akan jatuh melewati
peripheral outlet dan dibawa menggunakan air slide menuju elevator kemudian
akan dibagi menggunakan dividing gate untuk dibawa ke masing-masing Grate
Separator¸ satu buah Grate Separator untuk memisahkan material kasar yang akan
dibawa menuju inlet tube mill sedangkan material halus menuju Controlled Flow
(CF) Silo. Satu buah Grate Separator lagi untuk memisahkan material kasar yang
10
4
akan dibawa menuju chamber dua Tube Mill dan material halusnya akan dibawa
menuju Controlled Flow (CF) Silo menggunakan air slide.

Gambar 3.5 Vertical Mill

Di dalam vertikal mill terdapat empat proses yang terjadi, yaitu proses
pengeringan, penggilingan, transport dan pemisahan. Berikut penjelasan singkat
mengenai proses-proses yang terjadi di dalam vertikal mill :

1. Proses Pengeringan

Proses pengeringan terjadi saat terjadinya kontak langsung antara material


dengan gas panas yang masuk ke dalam vertikal mill. Tujuan dari proses
pengeringan ini adalah untuk mengurangi kadar air yang terkandung di dalam
material.

2. Proses Penggilingan

Proses penggilingan terjadi pada saat material dihancurkan di atas grinding


table yang berputar dengan menggunakan roller yang diberikan tekanan dengan
besaran tertentu.

3. Proses Transport

Proses transport terjadi ketika material yang telah digiling terbawa bersama
gas panas menuju classifier akibat adanya tarikan dari mill fan.

4. Proses Pemisahan
10
5
Proses pemisahan di dalam vertikal mill terjadi pada bagian classifier.
Material kasar akan terpisah dan jatuh ke grinding table, sedangkan material halus
akan ikut terbawa bersama gas panas menuju ke cyclone.

Gambar 3.6 Vertical Raw Mill dan Bagian-Bagiannya

Prinsip kerja vertikal mill yaitu dengan menggunakan gaya tekan yang
diberikan ke roller tyre terhadap grinding table. Material yang masuk melalui
rotary air lock akan jatuh ke bagian tengah grinding table dan bergerak kearah tepi
grinding table akibat putaran dari grinding table. Saat material bergerak
melewati roller tyre karena perputaran grinding table, roller tyre akan ikut berputar
karena bergesekan dengan material. Material akan tergiling karena adanya gaya
tekan yang diberikan ke roller tyre.

Di dalam vertical mill selain proses penggilingan bahan baku, juga terjadi
proses pengeringan menggunakan gas panas yang berasal dari suspension
preheater. Gas panas masuk ke vertical mill melalui louvre ring yang dibuat dengan
sudut kemiringan 45o agar kecepatan aliran gas panas dapat dikurangi sehingga
proses pengeringan berlangsung secara optimal.

Material yang telah digiling akan terbawa oleh gas panas akibat adanya
tarikan dari mill fan S20 menuju ke classifier. Pada bagian classifier, material kasar
yang ikut terbawa bersama gas panas akan terpisah dari material halus karena
adanya perputaran pada rotor classifier. Material akan melalui stator classifier,
kemudian material yang kasar akan jatuh karena berbenturan dengan bagian rotor
10
6
classifier ke tengah grinding table dan digiling kembali bersama fresh feed
sedangkan material halus akan tertarik ke atas bersama gas panas. Pemisahan yang
terjadi di classifier berdasarkan ukuran dari material dengan parameter yang
digunakan yaitu sieving residu, kecepatan putaran classifier, dan kecepatan hisapan
fan.

Material halus hasil penggilingan (raw mix) akan tetap terbawa bersama gas
panas menuju cyclone yang berjumlah empat buah untuk tiap mill. Cyclone
berfungsi untuk memisahkan material halus yang ikut terbawa bersama gas panas.
Gas panas masuk pada sisi samping cyclone dengan kecepatan tertentu secara
tangensial dan membentuk aliran vortex. Dibagian dalam cyclone terdapat center
tube yang mengakibatkan adanya gaya sentrifugal sehingga material akan terjatuh
ke bagian bawah cyclone menuju air slide, sedangkan gas panas akan diteruskan
menuju Bag House Filter (BHF).

Bag house filter (BHF) merupakan alat pemisah debu yang terdiri dari
kantong-kantong (bag) sebagai media pemisah antara debu dengan udara. Debu
yang menempel pada bag dibersihkan secara berkala dengan mengalirkan udara
yang berasal dari jet cleaning system. Udara akan memasuki setiap bag pada arah
yang berlawanan dengan udara yang mengandung debu dan menekan setiap bag
sehingga merontokkan debu yang menempel pada dinding bag. Debu berupa raw
mix akan dibawa menggunakan drag chain conveyor dan screw conveyor menuju
Controlled Flow (CF) Silo sedangkan udara bersih hasil dari Bag House Filter
(BHF) akan keluar ke lingkungan melalui chimney.

Controlled Flow (CF) Silo merupakan tempat penyimpanan


sementara rawmix sebelum digunakan sebagai bahan baku pembuatan klinker di
dalam kiln serta sebagai tempat homogenisasi raw mix. Homogenisasi di dalam CF
Silo terjadi karena adanya buka tutup flap valve secara bergantian. Setiap flap valve
memiliki segmen aerasi tersendiri. Ketika flap valve dibuka, raw mix yang terkena
dampak dari aerasi akan mengalir kebagian tengah cone sehingga terjadinya
homogenisasi pada raw mix yang waktu tinggalnya berbeda-beda. Raw mix yang
keluar melalui flap valve selanjutnya dimasukkan kedalam Bin Raw Mix
menggunakan fluxo slide.
10
7

Gambar 2.18 Homogenisasi Raw Mix dan Pengaturan Flap Valve


(Sumber: F.L.Smidth CF Silo)

Raw mix dari bin akan diteruskan menuju elevator kiln menggunakan fluxo
slide melalui dua jalur pengeluaran yang berbeda. Pada fluxo slide terdapat bottom
gate dan proportional valve yang berfungsi untuk mengatur jumlah atau tonase dari
raw mix yang keluar menuju ke elevator kiln. Dibagian akhir fluxo side terdapat
schenk feeder yang berfungsi untuk menimbang raw mix yang keluar dariCF-Silo.

Prinsip kerja dari schenk feeder ini adalah ketika raw mix jatuh dari fluxo
side, raw mix akan memberikan beban pada plat dengan kemiringan tertentu
dibagian dalam schenk feeder. Ketika beban yang diberikan oleh raw mix terbaca,
proportional valve akan terbuka dengan sesuai dengan set point yang telah
ditentukan. Proportional valve ini dapat dibuka 0-100% sesuai dengan kebutuhan
raw mix. Raw mix keluaran dari schenk feeder di transportasikan menuju keelevator
kiln menggunakan fluxo slide untuk diumpankan ke suspension preheaterstring A
dan string B.

2.2.3 Proses Pembentukan Klinker (Unit Kiln)

Tahap pembentukan klinker terjadi pada unit kiln yang bertujuan untuk
mengubah raw mix menjadi klinker. Pada unit kiln dibagi menjadi tiga tahap proses
yaitu proses pemanasan awal (preheater), proses pembakaran dan proses
pendinginan (cooler). Sebelum terjadi proses pembakaran raw mix, hal yang perlu
dipersiapkan adalah pengadaan bahan bakar yang berupa batubara.
10
a.Persiapan Bahan Bakar 8

Bahan bakar yang digunakan pada Pabrik Indarung IV PT Semen Padang


adalah solar dan batubara. Solar digunakan ketika akan melakukan heating up
sedangkan bahan bakar utama yang digunakan adalah batubara. Batubara yang
digunakan Pabrik Indarung IV didatangkan dari berbagai daerah seperti Muara
Bungo, Tanjung Enim dan Kalimantan.

Raw coal yang diangkut menggunakan truck dari berbagai daerah


dikumpulkan pada satu area yaitu stock pile. Dari stock pile, batubara akan
ditransportasikan masing-masing menuju pabrik Indarung II/III, IV, V dan VI.

Sebelum batubara digunakan, batubara harus digiling terlebih dahulu dalam


coal mill dimana raw coal akan menjadi lebih halus (fine coal), dengan tujuanagar
batubara akan semakin mudah untuk terbakar. Coal mill adalah unit yang berfungsi
sebagai penghasil fine coal yang digunakan untuk bahan bakar pada calciner dan
burner pada kiln. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam unit coalmill ini adalah
tingkat kehalusan fine coal dan kadar air di dalam raw coal. Kadar air di dalam
raw coal dapat mempengaruhi proses pembakaran. Kadar air padaraw coal tidak
boleh terlalu rendah karena sifatnya mudah terbakar dan membahayakan bin fine
coal. Pada unit Indarung IV PT Semen Padang, terdapat dua unit coal mill yaitu
4K2 dan 4K3. Kedua unit coal mill ini bertipe vertical mill.

Pada Coal Mill 4K2 dan 4K3, batubara akan dibawa dari stock pile batubara,
kemudian dibawa menuju empat mini hopper untuk Coal Mill 4K2 dan tiga mini
hopper untuk Coal Mill 4K3. Masing-masing raw coal dari mini hopper akan masuk
ke dalam crusher, sebagai tahap penggilingan awal sebelum raw coal masuk ke
masing-masing Hopper Coal Mill dan digiling di Coal Mill.
10
9

Gambar 3.7 Coal Mill 4K2

Pada Coal Mill 4K2, memiliki prinsip kerja yang sama seperti Vertical Raw
Mill. Pada Coal Mill 4K2 akan terjadi proses pengeringan penggilingan dan
batubara. Raw coal akan masuk ke dalam hopper dan dibawa menggunakan drag
chain conveyor. Drag chain conveyor ini juga berfungsi sebagai pengatur jumlah
raw coal yang masuk menuju Coal Mill Kemudian akan terjadi pengeringan
batubara yang dilakukan dengan gas panas dari suspension preheater (SP) yang
masuk ke dalam Coal Mill 4K2. Sedangkan pada proses penggilingan batubara, raw
coal akan jatuh ke grinding table yang berputar dan akan tergiling oleh karena dua
buah roller tyre. Material hasil penggilingan tersebut akan terangkat menuju
Cyclone oleh karena hisapan fan S05, fine coal dari Cyclone akan dijatuhkan ke
screw conveyor sedangkan gas panas akan disaring kembali di Electrostatic
Precipitator sebelum keluar melalui chimney, fine coal hasil Electrostatic
Precipitator dijatuhkan dan dibawa menggunakan screw conveyor menuju Bin
Calciner dan Bin Kiln.

Pada Coal Mill 4K3, batubara mengalami proses penggilingan dan


pengeringan yang sama seperti Coal Mill 4K2. Namun pada Coal Mill 4K3 gas
panas dari Suspension Preheater (SP) yang digunakan pada proses pengeringan
terlebih dahulu melewati dua buah Cyclone, yang mana Cyclone ini akan
memisahkan rawmix dan gas panas. Raw mix tersebut akan dibawa menuju CF Silo
sedangkan gas panas akan dipakai kembali dalam proses pengeringan di Coal Mill
4K3. Hasildaripengeringan dan penggilingan Coal Mill 4K3 akan ditarik oleh
11
0
BHF Fan yang mana gas panas akan keluar lewat chimney atau apabila gas panas
masih memiliki temperature yang masih tinggi akan dibawa kembali menuju Coal
Mill 4K3 untuk membantu pada proses pengeringan.

Gambar 3.8 Coal Mill 4K3


Material hasil penyaring di BHF akan dijatuhkan menuju screw conveyor
kemudian akan ditransportasikan menuju Indarung V atau ditransportasikan
menggunakan Dust Pump menuju silo kiln pabrik Indarung II/III, Bin Coal
Calciner dan Bin Coal Kiln sesuai kebutuhan. Prinsip kerja Dust Pump yaitu dengan
menggunakan pendulum valve yang secara otomatis terbuka sesuai denganpressure
set point yang diberikan, kemudian material akan diumpankan secara continue
melalui aliran udara dari blower.

Gambar 3.9 Dust Pump pada Coal Mill 4K3


11
1
Pada proses pengumpanan fine coal dari coal bin untuk proses pembakaran,
menggunakan sistem pneumatic moving dengan menggunakan alat yang disebut
coriolis. Coriolis ini berfungsi untuk mengatur jumlah fine coal yang akan
digunakan pada dua bagian pembakaran raw mix yaitu kiln dan Calciner. Coriolis
terbagi menjadi 3 komponen yaitu agitator, multicell dan multicore. Pada bagian
dalam coal bin terdapat sebuah agitator yang digunakan untuk pencampuran dan
menggemburkan fine coal di dalam bin dengan bantuan aerasi. Tepat di bagian
bawah bin fine coal, terdapat dua buah prehopper sebagai tempat penyimpanan fine
coal sebelum di distribusikan ke Kiln dan Calciner. Setiap prehopper di lengkapi
dengan agitator, multicell dan multicore.

Gambar 3.9 Bin Fine Coal dan Coriolis

Multicell memiliki prinsip kerja yang hampir mirip dengan revolver. Speed
perputaran rotor dari multicell dapat diubah sesuai dengan kebutuhan fine coal.
Semakin cepat putaran multicell semakin banyak fine coal yang masuk ke
multicore. Multicore merupakan alat yang digunakan untuk mendistribusikan
finecoal sehingga jatuhnya finecoal merata. Pada multicore finecoal akan diukur
dan ditimbang menggunakan load cell multicore sesuai dengan kebutuhan pada
masing-masing tempat pembakaran. Multicore ini berputar dengan kecepatan yang
konstan dan terukur tidak seperti multicell yang bisa diatur kecepatan putarannya.
Setelah finecoal ditimbang, fine coal akan didistribusikan menggunakan rotary
blower untuk ke kiln dan Calciner.
11
b.Pembakaran Raw Mix 2

Saat memproduksi klinker, agar dapat terjadi proses klinkerisasi, raw mix
harus dipanaskan hingga ± 1450oC. Proses kimia-fisika yang terjadi adalah
dehidrasi mineral tanah liat, dekomposisi senyawa karbonat (kalsinasi), liquid
phasa, dankristalisasi.

1.Pemanasan Awal (preheater)

Proses preheater raw mix terjadi di suspension preheater (SP) bertujuan


sebagai tempat pemanasan dan kalsinasi awal raw mix. Hal ini dimaksudkanuntuk
meningkatkan derajat kalsinasi raw mix sebelum masuk kiln sehingga kerjakiln
untuk proses kalsinasi sudah berkurang dan tidak memakan waktu yang lama.
Suspension preheater yang digunakan di Pabrik Indarung IV PT Semen Padang
terdiri dari 4 stage cyclone dan 1 Calciner. Dengan adanya peralatan calciner ini,
maka proses kalsinasi yang dahulunya terjadi di dalam kiln beralih ke dalam
kalsiner sehingga proses kalsinasi yang akan terjadi di klin tinggal sedikit. Proses
kalsinasi pada kalsiner terjadi 95% sehingga pada kiln hanya tinggal 5% lagi.

Tabel 2.15 Suhu Material Tiap Stage di Suspension Preheater


Stage Suhu (oC)
I 310-400
II 500-600
III 700-850
IV 850-900
(Sumber : Central Control Panel Indarung IV, 2022)
11
3

Gambar 4.0 Suspension Preheater

Suspension preheater yang digunakan terdiri dari dua string yaitu


string A dan string B. Masing-masing string terdiri dari empat buah cyclone
separator yang berfungsi untuk memisahkan antara material dengan gas dan satu
buah Calciner. Gas panas pada Calciner berasal dari TAD (Tertiery Air Duct) yang
dihisap dari Grate Cooler sedangkan panasnya diperoleh dari proses pembakaran
finecoal. Pembagian material dari String A yang masuk ke Calciner sebanyak 70%
sedangkan ke Inlet Kiln sebanyak 30%. Hal ini dilakukan karena derajat kalsinasi
yang terjadi di Calciner lebih besar dibandingkan Inlet Kiln yaitu 95% yang
kemudian akan disempurnakan di Inlet Kiln.

Raw mix yang diumpankan dari fluxo slide menuju ke suspension preheater
akan dibagi menjadi dua menggunakan dividing gate sebanyak 50% menuju string
A dan 50% lagi menuju string B.

Pada string A material akan jatuh menuju Cyclone A52 kemudian akan
terjadi proses pemisahan antara gas panas dan material. Material yang jatuh dari
bottom Cyclone A52 akan menuju Cyclone A54 sedangkan gas panas bersama
material yang tersisa akan tertarik menuju Cyclone A51 dan A61. Pada aliran
Cyclone A51 dan A61, material akan jatuh kebawah menuju Cyclone A53
11
4
sedangkan gas panas beserta material yang tersisa akan tertarik oleh fan ke atas
menuju Gas Conditioning Tower (GCT) 4J1.

Di Cyclone A54 material akan menuju Riser Duct, sedangkan gas panas Cyclone
A54 akan tertarik menuju Cyclone A53. Pada Cyclone A53 material akandipisahkan
menggunakan dividing gate, 70% menuju B55 dan 30% lagi menuju Inlet Kiln
melalui Riser Duct sedangkan gas panas dari Cyclone A53 akan dibawa menuju
Cyclone A52.

Pada string B material akan masuk ke Cyclone B52 yang akan memisahkan
gaspanas dan material. Material yang jatuh dari Cyclone B52 akan menuju Cyclone
B54 sedangkan gas panas beserta material tersisa menuju Cyclone B51. Di Cyclone
B51 material akan jatuh menuju Cyclone B53 sedangkan gas panas akan tertarik
oleh fan menuju Gas Conditioning Tower (GCT) 4J2. Material yang jatuh ke
Cyclone B53 akan mengalami pemisahan, material akan jatuh menuju CalcinerB55
sedangkan gas panas akan menuju Cyclone B52. Pada Cyclone B52 gas panasakan
tertarik menuju Cylone B51 sedangkan material akan jatuh menuju Cyclone B54.
Di Cyclone B54, gas panas akan menuju Cyclone B53 sedangkan material akan
masuk menuju Riser Duct.

Gambar 4.1 Calciner B55

Pada Calciner B55 terjadi proses kalsinasi, dimana terjadi proses


pembakaran menggunakan fine coal hingga suhu ± 900oC dan derajat kalsinasi
sudah mencapai ± 95%, pada Calciner tidak terjadi pemisahan material, sehingga
gas panas bersama material keluaran Calciner akan diteruskan menuju Cyclone
11
5
B54. Material dari Cyclone B54 akan bergabung dengan material dari Cyclone A54
danCyclone A53 di Riser Duct untuk dibawa bersama menuju Inlet Kiln.

Adapun reaksi yang terjadi di Suspension Preheater (SP) yaitu :

 Pada temperatur 100oC terjadi penguapan air

H2O(l)→ H2O(g)

 Pada temperature 500-700oC terjadi pelepasan air hidrat pada tanah liat

Al2O3.xH2O → Al2O3 + xH2OSi2O2.xH2O → Si2O2 + xH2O

 Pada temperatur 700-800oC terjadi proses kalsinasi awal

CaCO3(s) → CaO(s) + CO2(g) MgCO3(s) → MgO(s) + CO2(g)

 Pada temperatur 800-900oC terjadi reaksi pembentuan senyawa


2CaO.SiO2 atau C2S.
2CaO + SiO2 → 2CaO.SiO2

Gas panas yang keluar dari Suspension Preheater (SP) dipertahankan pada
suhu 300-400oC. Hal ini dilakukan untuk menjaga kestabilan proses karena pabila
terlalu panas dapat merusak blade fan dan bearing.

2. Proses Pembakaran

Proses pembakaran dilakukan di dalam rotary kiln. Rotary kiln ini berbentuk
silinder sepanjang ±80 m dan berdiameter ±5 m dengan sudut kemiringan 3o. Untuk
melakukan proses pembakaran, bahan bakar yang digunakan adalah fine coal tetapi
saat melakukan pemanasan awal (heating up) dibantu dengan solaratau lebih
tepatnya Industrial Diesel Oil (IDO). Kebutuhan oksigen untuk pemanasan pada
burner berasal dari primary air yaitu udara ambient oleh primaryfan dan secondary
air dari grate cooler. Tipe dari burner yang digunakan di pabrik Indarung IV
adalah duoflex burner.
11
6

Gambar 4.2 Burner Kiln

Pada duoflex burner ini, di bagian pusat burner terdapat saluran untuk bahan
bakar yang dikelilingi oleh dua saluran primary air. Saluran primary air yang
pertama digunakan untuk udara radial dan saluran yang satunya digunakan untuk
udara aksial. Dua aliran tersebut akan bercampur sebelum di injeksikan
menggunakan conical air nozzle. Udara yang keluar melalui conical air nozzle akan
membentuk swirl air yang disebabkan karena adanya baling-baling yang terletak
pada bagian hulu nozzle. Bentuk dari aliran udara yang keluar akan mempengaruhi
karakteristik dan bentuk flame.

Gambar 2.26 Rotary Kiln


11
7
Pada dinding kiln dilapisi dengan batu tahan api atau fire brick yang
berfungsiuntuk melindungi shell kiln dari panas agar tidak mengalami perubahan
bentuk atau deformasi saat proses pembakaran. Di dalam kiln proses yang terjadi
terbagi menjadi beberapa zona, yaitu:

1.Zona Kalsinasi (Calcinating Zone)

Kalsinasi atau calcinating merupakan proses penguraian atau dekomposisi


karbonat menjadi oksida CaO dan MgO serta CO2 dalam bentuk gas. Proses
kalsinasi umumnya dilakukan di bawah temperatur leleh atau melting point dari
material yaitu pada temperatur 800-900oC. Proses kalsinasi di unit Produksi
Indarung IV PT Semen Padang terjadi di dalam suspension preheater sampai
dengan bagian dari inlet kiln. Kalsinasi yang terjadi di dalam kiln merupakan
kalsinasi lanjutan dari SP.

2. Zona Transisi (Transition Zone)

Pada zona transisi, FeO mulai mengikat campuran CaO dan Al2O3
membentuk campuran C2AF. Karena terus meningkatnya temperatur di dalam kiln,
maka CaO bergabung dengan CaO. Al2O3 dan C2AF membentuk C3A dan C4AF.
Pembentukan C3A dan C4AF terjadi pada temperatur 1100-

1250°C. Zona transisi ditandai dengan adanya pembentukan coating yang tidak
stabil karena pada zona transisi ini terjadi peralihan fasa pada sebagian material.
Bagian inlet daerah transisi disebut safety zone dan dilapisi oleh refractory dengan
jenis alumina rich brick dengan kandungan Al2O3 50-60% sedangkan bagian yang
berada didekat dengan sintering zone digunakan synthetic material atau magnesia-
chrome brick dengan kandungan MgO 69- 70%.

3.Zona Sintering (Sintering Zone)

Zona sintering atau juga sering disebut dengan burning zone merupakan
zona tempat terjadinya proses klinkerisasi. Klinkerisasi merupakan proses
pengikatan antara oksida-oksida yang terkandung didalam material untuk
membentuk senyawa C3S, C2S, C3A, dan C4AF. Pada zona ini campuran kalsium
alumina ferrit (C4AF) yang terbentuk pada suhu 1100-1250oC berubah fasa
menjadi cair pada temperatur 1250-1450oC. Pada zona sintering, temperatur operasi
11
akan terus meningkat hingga mencapai 1450 oC sehingga memperbesar persentase
8
fasa cair sekitar 20- 30%. Fasa cair sangat dibutuhkan karena reaksi klinkerisasi
lebih mudah berlangsung pada fase cair. Perubahan fase ini juga berguna untuk
pembentukan coating yang berfungsi sebagai isolator pada fire brick. Oleh karena
itu, zona sintering ini ditandai dengan adanya coating yang merata menutupi fire
brick.

Jumlah fase cair tersebut tergantung dengan komposisi kimia pada raw mix
design yaitu SIM (Silika Modulus), ALM (Alumina modulus), alkali dan
magnesium oksida (MgO). Nilai silika modulus mempengaruhi proses pembakaran
material. Jika nilai silika modulus terlalu tinggi maka material di dalam kiln akan
sulit terbakar sehingga akan membutuhkan temperatur pembakaran yang lebih
tinggi. Selain itu, dengan sulit terbakar nya material akan mengkibatkan rendahnya
fase cair sehingga kadar abu dan CaO bebas material akan meningkat sedangkan
kandungan magnesium oksida dan alkali pada material akan akan meningkat
sedangkan kandungan magnesium oksida dan alkali pada material akan
menyebabkan kenaikan viskositas cairan. Pada temperatur ini, sisa unsur CaO akan
mengikat dikalsium silikat (C2S) untuk membentuk campuran kristal trikalsium
silikat (C3S).

4.Zona Pendinginan (Cooling Zone)

Cooling zone terletak di dekat outlet kiln. Dibagian ini, material mengalami
pendinginan karena bercampur dengan udara sekunder dari grate cooler yang
masuk ke kiln. Pada daerah ini campuran kalsium alumina ferrit yang berbentuk
cairan, mengalami perubahan fisis menjadi kristal. Temperatur pada zona ini yaitu
±1200oC.

Berikut reaksi-reaksi yang terjadi selama proses pembentukan klinker di dalam kiln:

 Dekomposisi CaCO3 dan MgCO3 pada temperatur 900-1100oC.

CaCO3(s) → CaO(s) + CO2(g)

MgCO3(s) → MgO(s) + CO2(g)

 Pembentukan dikalsium silikat (C2S) pada temperatur 900-1100oC.


11
2CaO + SiO2 → 2CaO.SiO2 9

 Pembentukan trikalsium aluminat (C3A) dan tetrakalsium aluminat ferrit


(C4AF) pada temperatur 1100-1250OC.

3CaO + Al2O3 → 3CaO.Al2O3 (C3A)

4CaO + Al2O3 + Fe2O3 → 4CaO.Al2O3.Fe2O3 (C4AF)

 Pembentukan trikalsium silikat (C3S) pada temperatur 1250-1450oC.

2CaO.SiO2 + CaO + SiO2 → 3CaO.SiO2

c. Proses Pendinginan

Pada proses pembuatan semen, klinker yang sudah di proses di rotary kiln
dengan temperatur ±1450oC akan diturunkan temperaturnya hingga klinker
bertemperatur 90-100oC di dalam cooler. Jenis cooler yang dipakai di Pabrik
Indarung IV PT Semen Padang yaitu grate cooler. Udara panas dari grate cooler
dapat dimanfaatkan kembali pada kiln sebagai secondary air dan pada suspension
preheater sebagai tertiary air.Prinsip kerja dari grate cooler dimulai dari klinker
panas yang masuk dari kilnke dalam grate. Pada bagian inlet grate cooler
terdapat bluster air pada dindingnya dan kemiringan pada alasnya guna untuk
membantu transport liquid yang mengeras akibat overheating sehingga dapat
mencegah terbentuknya snowman.

Proses awal grate cooler terjadi saat klinker keluar dari cooling zone di kiln
menuju ke grate cooler, klinker akan mengalami proses quenching. Quenching
merupakan pendinginan secara mendadak agar tidak terjadinya reaksi reverse atau
penguraian kembali C3S menjadi C2S sehingga mendapatkan kualitas klinker yang
baik. C3S ini merupakan penentu dari kualitas semen yang diproduksi karena C3S
berperan dalam pemberian kuat tekan awal pada semen.

Pada proses pendinginan di dalam grate cooler, laju udara pendinginan


sangat diperhatikan. Udara dingin yang masuk ke dalam grate cooler dihembuskan
dengan 18 buah fan menembus bed klinker di atas grate plate sehingga terjadi
perpindahan panas secara cross current antara material dengan udara. Klinker
12
0
dibawa ke ujung cooler dengan grate plate yang terdiri dari fix dan movable plate.
Movable plate inilah yang akan memindahkan klinker dari grate 1 ke grate 2 dan
grate 3.

Gambar 4.3 Grate Plate

Grate plate memiliki lubang - lubang kecil yang berfungsi sebagai tempat
masuknya udara pendingin yang di tembakan oleh cooling fan, serta lubang - lubang
pada grate plate juga berfungsi sebagai tempat lewatnya klinker yang berukuran
halus yang tidak terbawa oleh dorongan cooling fan ke dalam grate cooler. Klinker
yang lolos melewati lubang pada grate plate tersebut akan di tampung pada
chamber di bagian bawah grate cooler .didalam chamber tersebut.

terdapat LSH (Level Sensor Height), yang mana LSH (Level Sensor Height)
tersebut berfungsi sebagai sensor apabila tumpukan material di dalam chamber
sudah penuh dan menyentuh bagian dari LSH (Level Sensor Hight) tersebut, maka
gate pada bagian bottom chamber tersebut akan terbuka secara otomatis dan
material akan langsung jatuh ke appron conveyoryang kemudian akan di
transportasikan menggunakan appron conveyor menuju DBC(Deep Bucket
Conveyor).

Grate cooler terdiri dari berupa rangkaian grate plate yang tersusun dalam
beberapa barisan dan terdiri atas bagian yang fix dan movable. Pergerakan movable
plate dikontrol oleh piston yang berada di sisi kanan dan kiri setiap plate.Posisi
plate didalam grate cooler dibagi menjadi 3 grate, yaitu grate 1, grateII, dan grate
III. Grate I memiliki 32 baris, grate II memiliki 33 baris, dan grate III memiliki 45
baris plate. Setiap baris pada masing – masing grate terdiri atas 12 plate.
12
1
Klinker yang terbawa ke ujung grate cooler akan di perkecil ukurannya
mengunakan hammer crusher. Prinsip kerja hammer crusher yaitu klinker yang
berukuran besar akan jatuh kedalam crusher dan akan dihantam oleh hammer.
Hantaman hammer terhadap klinker berasal dari putaran yang terjadi pada crusher
tersebut. Kemudian klinker yang sudah menjadi keping – keping klinker akan
dibawa oleh DBC (Deep Bucket Conveyor) menuju silo klinker.

3Kebutuhan udara yang digunakan untuk pendinginan pada setiap chamber


grate cooler akan berbeda-beda sehingga jumlah fan dan besarnya daya yang
dibutuhkan pun berbeda. semakin mendekati outlet grate cooler, hembusan udara
pendingin dari fan juga akan semakin kecil. Klinker yang didinginkan harus
mendapatkan pendinginan secara merata pada setiap section agar temperatur akhir
yang diinginkan untuk setiap bongkahan klinker dapat tercapai sehingga tidak
merusak alat pada hammer crusher.

Gambar 2.28 Grate Cooler dan Hammer Crusher

3. Penyimpanan Klinker

Klinker yang telah didinginkan di grate cooler dan di hancurkan oleh


hammer crusher dibawa menuju ke silo menggunakan DBC (Deep Bucket
Conveyor) menuju silo klinker Intermediate Silo, IIIB, dan IIIC. Intermediate Silo
merupakan tempat penampungan klinker apabila klinker yang dihasilkan tidak
sesuai standar dan juga sebagai tempat apabila adanya pemintaan ekspor klinker
atau sebagai silo cadangan apabila silo IIIB dan IIICpenuh atau silo cadangan
apabila terjadi suatu permasalahan di silo pabrik Indarung lain.
12
2
Silo utama penyimpanan utama klinker yaituIIIB dan IIIC, silo klinker yang
kemudian akan dibawa dan diproses di cement mill hingga menjadi semen.

Gambar 4. Intermediate Silo, Silo IIIB, dan IIIC

2.2.4 Penggilingan Klinker (Pembuatan Semen)

Tahap penggilingan akhir di Indarung IV PT.Semen Padang terjadi di


cementmill,pada cement mill,klinker akan digiling bersama gypsum
(CaSO4.2H2O) serta dengan bahan tambahan lain seperti limestone dan pozzolan
tergantung dari tipe semen yang akan di produksi.

Proses penggilingan klinker menjadi semen dilakukan pada unit cement


mill. Unit cement mill pada Indarung IV terdiri dari dua buah cement mill yang
memiliki tipe mill yang sama yaitu tube mill. Tahapan proses yang terjadi dalam
cement mill adalah proses pengumpanan material, proses penggilingan awal di
roller press, proses penggilingan di dalam cement mill, proses pemisahan di sepax
separator, proses pemisahan di O-Sepa dan penyimpanan semen di dalam silo
cement.

a.Proses Pengumpanan Material

Bahan yang digunakan untuk membuat semen terdiri dari klinker dan
materialketiga seperti gypsum, pozzolan, dan limestone high grade. Klinker yang
disimpan pada silo klinker akan diumpankan menggunakan appron conveyor.
12
3
Klinker akan dibawa menggunakan appron conveyor menuju hopper klinker
menggunakan belt conveyor J05.

Untuk material ketiga seperti gyspum, pozzolan dan limestone high grade
di simpan dari storage yang sama akan di umpankan menggunakan loader menuju
ke dumping hopper untuk di transportasikan mengunakan belt comveyor menuju
masing - masing hopper yang diatur secara bergantian untuk pengisian masing –
masing hopper tersebut.

Kemudian klinker,gypsum dan material ketiga akan diangkut menuju


cement mill menggunakan belt conveyor. Pada belt conveyor A02M1 dan A05
terdapat magnetic separator. Fungsi magnetic separator adalah ketika material
feeding yang bercampur dengan logam-logam melewati magnetic separator, logam-
logam tersebut akan menempel pada bagian belt magnetic separator karena adanya
medan magnet kemudian material logam tersebut akan dibuang keluar sistem.
Untuk gypsum dan material ketiga akan diangkut menuju cement mill dengan
bantuan dosimat feeder untuk menentukan jumlah atau tonase material yang akan
diumpankan menuju cement mill.

b.Proses Penggilingan Awal

Klinker yang disimpan di bin roller press selanjutnya di umpankan menuju


roller press untuk dilakukan proses penggilingan awal. Tujuan dilakukannya
penggilingan awal pada klinker yaitu untuk memipihkan klinker sehingga dapat
meningkatkan kapasitas penggilingan di cement mill. Roller press ini terdiri dari
dua buah roller, yaitu movable dan fixed roller yang berputar berlawanan arah.
Prinsip kerja dari roller press adalah ketika material masuk melalui celah-celah
yang berada diantara 2 buah roller akan menekan material sehingga material akan
berubah bentuk menjadi lebih pipih.
12
4

Gambar 4. Roller Press

c. Penggilingan di Cement Mill


Pada cement mill, klinker digiling bersamaan dengan gypsum beserta bahan
aditif lainnya seperti pozzolan dan limestone high grade tergantung dari tipesemen
yang akan di produksi. Cement mill merupakan pelaratan berbentuk silinder yang
didalamnya terdapat grinding ball sebagai grinding media penggilingan semen.

Setelah melewati roller press, klinker pipih dibawa menuju cement mill
menggunakan belt conveyor J02 untuk cement mill 4Z1 dan belt conveyor A05
untuk cement mil 4Z2, bersama dengan bahan aditif seperti gypsum, pozzoland,
dan limestone high grade yang sudah di transport menggunakan belt conveyor
dari storage menuju ke masing-masing hopper sesuai dengan komposisi dan jenis
semen yang ingin diproduksi. Setelah itu, campuran bahan-bahan tersebut
diumpankan menuju cement mill yang sebelumnya telah ditambahkan dengan
Chemical Grinding Aid (CGA) yang terletak di Belt Conveyor.

Penambahan Chemical Grinding Aid (CGA) dilakukan agar material tidak


menempel di grinding media sehingga hasil penggilingan yang diperoleh lebih
banyak. Selain itu, CGA juga berfungsi untuk menurunkan pemakaian klinker
sehingga dapat menaikkan kapasitas cement mill.. Fresh feed masuk ke dalam
cement mill bersamaan dengan tailing atau material kasar yang merupakan material
reject dari O Sepa pada Cement Mill 4Z1 sedangkan pada Cement Mill 4Z2 material
reject berasal dari Sepax Separator yang dibawa kembali menuju Cement Mill
untuk digiling kembali.
12
5
Tipe mill yang digunakan di pabrik Indarung IV untuk penggilingan semen
adalah Horizontal Mill atau Tube Mill yang berjumlah dua mill yaitu cement mill
4Z1 dan 4Z2 .Pada cement mill terdapat dua buah chamber yang merupakan tempat
terjadinya proses penggilingan. Pada chamber 1 menggunakan gaya impact untuk
proses penggilingannya, sedangkan pada chamber 2 yaitu fine grinding yang
menggunakan gaya gesek untuk penggilingannya sehingga material akan tergerus
oleh grinding ball. Chamber 2 lebih panjang dibandingkan dengan Chamber 1
karena proses penggilingan di dalam chamber 2 membutuhkan waktu yang lebih
lama. Di dalam chamber 1 grinding ball yang digunakan berdiameter 60 - 80 mm
dan untuk di chamber 2, grinding ball yang digunakan berdiameter 17 - 50 mm.

Gambar 4. Grinding Ball

Pada chamber 1, karena adanya rotasi pada mill yang cukup tinggi dan
ukuran grinding media yang cukup besar jika dibandingkan dengan grinding ball
di chamber 2. Grinding media tersebut akan terangkat hingga kemiringan ±60o,
sehingga saat grinding ball terjatuh akan menumbuk material. Pengangkatan
grinding media pada mill juga dibantu oleh liner yang berjenis step liner pada
chamber 1. Pada chamber 2, pergerakan yang terjadi pergerakan grinding media
yang lebih rendah seolah mengalir dan berputar sehingga terjadi gesekan antara
grinding media dengan material yang menyebabkan terjadinya penggerusan. Liner
yang digunakan pada dinding chamber 2 berjenis classifying liner. Classifiying
liner dapat mengklasifikasikan material berdasarkan ukurannya dimana semakin
mendekati outlet mill ukuran material semakin kecil.

Proses penggilingan di cement mill dijaga pada temperatur 100-125oC untuk


mencegah terjadi dehidrasi air kristal gypsum sebagai retarder apabila temperatur
12
6
terlalu tinggi sehingga akan terjadinya false set pada semen. Temperatur dijaga pada
temperatur 100-115oC dan untuk chamber 2, temperatur dijaga pada kisaran 125oC.
Apabila suhu kurang dari 110 oC maka dikhawatirkan akan terjadi wet clogging.

Diantara chamber 1 dan chamber 2, terdapat suatu pemisah yang disebut


dengan center diphragma. Pada center diphragma ini terdapat slot opening dengan
ketebalan 6-8 mm yang berfungsi sebagai tempat lewatnya material halus menuju
chamber 2. Selain slot opening, di center diaphragma juga terdapat centerscreen
dan scooping. Center screen berfungsi sebagai jalur berpindahnya udara dari
chamber 1 ke chamber 2 dan sebagai tempat berpindahnya material yang tidak
dapat melewati slot opening dengan bantuan scooping.

Gambar 4. Chamber 1 dan Chamber 2

Pada Cement Mill ini terdapat Discharge Arrangement yang berjenis End
Discharge yang memiliki dua keluaran yaitu gas melalui bagian atas yang ditarik
menuju Electrostatic Precipitator dan semen hasil penggilingan keluar melalui
bagian bawah untuk diteruskan menujuO Sepa. Prinsip kerja O Sepa yaitu dengan
memisahkan material berupa semen yang kasar dan yang halus.
12
7

Gambar 4. Onoda Separator

Material kasar akan masuk dari atas sisi kanan dan kiri atas O Sepa
kemudian terjatuh ke rotor dari O Sepa dan terjadi proses pemisahan oleh karena
perputaran rotor, material halus akan masuk melalui stator dan terbawa menuju
BHF untuk disaring sedangkan material kasar akan terjatuh kebawah untuk
digiling kembali di tube mill , udara yang ditarik dari EP fan akan membawa
material halus ke EP dan disaring untuk memisahkan material dan udara, kemudian
udara akan dikeluarkan melalui chimney sedangkan material hasil penyaringan
akan dijatuhkan menuju screw conveyor dan dibawa menggunakan belt conveyor
ke Cement Silo.

Sedangkan pada Cement Mill 4Z2 semen hasil penggilingan keluar melalui
bagian bawah untuk diteruskan menuju Sepax Separator dan material halus akan
ditarik EP fan. Material akan masuk melalui pinggang sepax separator kemudian
akan memisahkan material kasar dan halus. Udara yang masuk dari bawah separator
membawa material yang ringan menuju ke stator. Material yang kasar akan
terlempar oleh stator dan jatuh kebagian usus buntu sepax. Material yang lolos
melewati sepax selanjutnya akan diklasifikasikan kembali oleh rotor.
12
8

Gambar 4. Sepax Separator

Material kasar akan jatuh melalui bagian reject cone pada sepax separator
kemudian menuju air slide untuk digiling kembali di Tube Mill,sedangkan material
halus akan dipisahkan melalui empat buah Cyclone, udara dari Cyclone kemudian
akan ditarik oleh fan S25 dan dihembuskan menuju sepax separator kembali untuk
proses pemisahan, sedangkan material dari Cyclone akan jatuh ke air slide
kemudian dibawa melalui screw conveyor menuju Cement Silo.

2.2.5 Penyimpanan Semen

Fine product dari sepax separator dan telah dipisahkan dengan gas di
cyclone selanjutnya akan dialirkan ke silo cement menggunakan air slide dan
dilanjutkan dengan bucket chain elevator untuk dialirkan ke silo berdasarkan
tipenya. Sedangkan produk semen yang tertangkap EP dibawa oleh screw conveyer
dan jatuh ke air slide yang sama dengan fine product dari sepax separator dan
dialirkan bersama menuju silo cement.
12
9

Gambar 4. Cement Silo

Pada pabrik Indarung IV terdapat 8 silo semen dengan kapasitas


sebesar6.000 ton untuk tiap silonya dan masing-masing silo digunakan untuk
penyimpanan semen dengan tipe yang berbeda-beda. Untuk mengatur masuknya
semen ke dalam silo, maka digunakan bottom gate yang digerakkan secara
pneumatic. Didalam silo terdapat satu cone besar yang akan mengatur keluaran dari
semen tersebut. Pada bagian dasar cone diberikan aerasi sehingga tidak terjadi
penyumbatan aliran semen dan dapat mengalir lancar kearah tengah silo. Semen
ditarik menuju truck, kereta api atau langsung menggunakan air slide menuju
tempat pengantongan semen di PPI (Packing Plant Indarung).

2.2.6 Pengantongan Semen

Proses pengantongan semen dilakukan di PPI (Packing Plant Indarung),


Teluk Bayur dan beberapa daerah lainnya diluar Sumatra Barat. Semen dari silo
cement dibawa ke elevator melalui belt conveyor menuju PPI. Selanjutnya
elevator mengangkut semen ke bagian kontrol semen untuk penyaringan sebelum
dimasukkan kedalam hopper. Semen yang disimpan didalam hopper

Selanjutnya ditransportasikan menuju packer. Packer yang digunakan di


PPI ini memilikikapasitas pengemasan 4 zak/min dengan total packer yang
dimiliki yaitu 10 buahpacker. Semen yang telah dipacking akan dibersihkan dari
debu menggunakan dust filter yang kemudian dibawa menuju bowmer truck
menggunakan belt conveyor. Untuk pengantongan semen diTeluk Bayur dibawa
13
Spesifikasi Peralatan 0

1. Peralatan Utama

Alat utama pada proses pembuatan semen di PT. Semen Padang yaitu Raw
mill, Coal Mill, Kiln, Grate Cooler, dan Cement Mill. Adapun spesifikasinya adalah
sebagai berikut.

a. Raw Mill
Raw Mill III B (4R1)
Type : Horizontal Mill LM 41.4
Produsen : Walcanagar
Type : Tube Mill
Kapasitas : 160 ton/jam
Drive System : Double Drive
Power Steam : 2 x 1500 KW
Jumlah Kompartemen : 1 Drying + 2 Grinding
Sistem : Close System
Jenis grinding media : Steel Ball

Tabel Spesifikasi Chamber

Chamber Kapasitas (ton) Diameter (m) Panjang (m) Derajat Pengisian


(%)
1 68 4,65 4,94 18,43
2 75 4,61 5,35 18,20
(Sumber : PTP Bagonjong Indarung IV, 2022)

Tabel Spesifikasi Grinding Media

Diameter Presentase Berat total Jumlah


Chamber
(mm) (%) (ton) (bulir) Luas(m2)
90 26,5 19,02 6056 154,02
80 35,3 24 11485 230,81
1 70 22,1 15,03 10733 165,14
60 13,2 8,89 1018 115,08
13
50 2,9 1,97 3865 30,341
Total 100 68,91 33157 695,39
50 12 9 17638 138,46
40 34,7 26,03 99618 500,48
2
30 32 24 217758 615,38
20 21,3 15,98 489190 614,42
Total 100 75,01 824204 1868,74
(Sumber : PTP Bagonjong Indarung IV, 2022)

b.. Raw Mill III C (4R2)


Type : Vertical Roller Mill 38.40
Feed Proportion

Lime Stone = 81%


Silica Stone = 9%
Clay = 9%
Iron Sand = 9%

Produsen : Loesche
Kapasitas design : 240 ton/jam
Type Mill : LM 38.40
Jumlah Roller : 4 buah

Power Mill motor : 2250 KW

Power Mill fan : 2250 KW


Diameter table : 3800 mm
Diameter Tyre : 1625/1985 mm
13
Tinggi Tyre : 705 mm 2
Type Classifier : LJKS 7

c. Coal Mill 4K2


Type : LM 20.20
Fabrikasi : Loesche
Diameter Grinding Table : 2.000 mm
Jumlah Roller : 2 Buah
Kapasitas : 30 Ton/Jam
LM Coal Mill : 500 kW
Coal Mill Fan : 425 kW

d.Grate Cooler

Type : Grate Cooler (coolax)

Jenis Grate Cooler : Grate Cooler CPAG 12122

Jumlah Grate Chamber :3

Kemiringan :5o

Nominal Production : 7.800 ton/hari

Diameter : 5,6 m

Grate Width : 4.800 mm

Grate Area : 180,6 m2

Grate Load : 43,2 (ton/m2)/hari

Speed : 25,3 stroke/ menit (maksimum)

e. Cement Mill

1.Cement Milll III B (4Z1)


13
Jenis Mill Type : Tube Mill 3

Produsen : Walcanagar

Kapasitas : 110 ton/jam

Type : UMS 3,3 x 14


Mill Revolution : 14,3 rpm
Drive System : Dual drive
Power Motor : 2 x 2000 KW
Sistem : Close Loop
Jumlah Separator : 2 buah
Jenis Separator : Dynamic Air Separator
Jenis Grinding Media : Steel Ball

2.Cement Mill III C (4Z2)


Jenis Mill Type : Tube Mill
Produsen : Walcanagar
Kapasitas : 110 ton/jam
Type : UMS 3,3 x 14

Mill Revolution : 14,3 rpm

Drive Syste : Dual drive

Power Motor : 2 x 2000 KW

Sistem : Close Loop

Jumlah Separator : 2 buah

Jenis Separator : Dynamic Air Separator

Jenis Grinding Media : Steel Ball


13
4

Alat Pendukung Operasi

a.Alat Penangkap Debu

1.Jet Pulse Filter

Jet pulse filter merupakan alat penangkap debu yang bekerja menggunakan
metode filtrasi eksterior dimana udara yang mengandung debu akan dialirkan
melewati kantung (filter bag) dimana udara pembawa debu akan ditarik oleh fan
melewati filter bags dan debu-debu yang dibawa akan tertahan pada permukaan
filter bag. Filter bags tersebut dilengkapi dengan adanya udara bertekanan 90-100
psi dengan kecepatan 30-100 milisekon dalam arah yang berlawanan terhadap
aliran udara normal yang digunakan untuk membersihkan filter bags sehingga debu
akan jatuh.

Gambar 4. Jet Pulse Filter

Alat yang digunakan untuk membersihkan bag filter adalah selenoid valves
yang bekerja dalam interval tertentu dengan bantuan automatic timing devices.
Setiap selenoid valve ini akan membuka diaphragma valve yang berada antara main
air line dan blow tube. Udara bertekanan akan dikeluarkan dari blow tube melalui
orifis dengan kecepatan tinggi. Karena adanya orifis ini, maka terjadi kenaikan
tekanan secara tiba-tiba yang menyababkan udara keluar dengan tekanan tinggi dan
masuk ke bag filter mendorong material yang terkumpul di sisi luarnya. Biasanya
JPF digunakan pada setiap rangkaian alat transportasi material, tempat
penampungan material, dan tempat jatuhan material.
13
2.Bag House Filter 5

Bag House Filter (BHF) merupakan alat pengendali dalam penyisihan


partikulat atau debu-debu berukuran kecil, berdiameter lebih besar dari 20 mikron
dimana diinginkan efisiensi penyisihan yang cukup tinggi. Bahan yang digunakan
pada BHF ini biasanya berbentuk tabung atau kantung. BHF adalah air pollutan
control equipment (APC) yang didesain untuk proses penangkapan, pemisahan atau
penyaringan partikulat debu dengan cara filtrasi. BHF bekerja dengan menjebak
partikulat pada dipermukaan kain, udara yang mengandung partikulat masuk dalam
BHF dan melewati fabric bags yang berperan sebangaipenyaring. Pada dasarnya
BHF ini memiliki prinsip kerja yang samadengan JPF, yang membedakannya hanya
dari segi ukurannya.

Gambar 4. Bag House Filter

c. Electrostatic Precipitator

Electrostatic precipitator merupakan alat penangkap debu yang bekerja


dengan prinsip berdasarkan pada efek ionisasi gas pada medan listrik yang kuat.
Medan listrik dibentuk oleh discharge electrode (elektroda negatif) dan collecting
electroda (elektroda positif). Perbedaan tegangan yang cukup tinggi berkisaar
40.000-80.000 V, discharge electroda akan memancarkan ion-ion dan
memberikanmuatan ke molekul- molekul gas di sekitar elektroda dengan ion
negatif.Karena pengaruh medanlistrik, ion negatif bergerak ke collecting electroda.
Jika dalam gas terdapat debu, ion negatif akan memberikan muatannya kepada
partikel debu dan ditarik oleh collecting electroda. EP dilengkapi dengan hammer
pada rapping gear system yang akan memukul collecting plate sehingga debu yang
13
6
terkumpul pada collecting plat akan jatuh. Debu tersebut akan keluar dari sistem
EP sedangkan gas yang sudah bersih masuk ke cerobong (chimney) lalu dibuang ke
udara bebas dimana limbah yang keluar dari cerobong EP diharapkan hanya
sebesar± 0,16%.

Gambar 4.3 Electrostatic Precipitator

b. Alat Pemisah (Separator)


1.Cyclone
Cyclone merupakan alat yang digunakan untuk memisahkan material
dengan memanfaatkan gaya sentrifugal dan tekanan rendah yang disebabkan
adanya gerakan vortex atau pusaran untuk memisahkan material yang mempunyai
bentuk, ukuran dan densitas yang berbeda dengan fluida yang membawanya. Gaya
sentrifugal terjadi karena adanya center tube pada cyclone sedangkan gerakan
vorteks timbul karena gerakan fluida secara tangensial pada saat memasuki
cyclone.Pada umumnya, ukuran padatan yang dapat terpisah di dalam cyclone
berukuran >10 mikron.
13
7

Gambar 4.4 Cyclone


2. Separator
Sepax separator merupakan separator dengan tipe dynamic separator.
Sepax separator dilengkapi dengan rotor yang berputar. Prinsip kerja dari sepax
separator yaitu material masuk dari bagianpinggang separator dan akan jatuh ke
spreader plate yang terletak di bagian akhir air slide sehingga material yang jatuh
terdistribusi di dalam sepax separator.

Udara yang masuk dari bawah separator membawa material yang ringan
menuju ke stator. Didalam classifier terdapat guide fan dan rotor. Material yang
kasar akan terlempar oleh plat guide fan dan jatuh kebagian usus buntu sepax.
Material yang lolos melewati sepax selanjutnya akan diklsifikasikan kembali oleh
rotor yang terletak setelah guide fan. Material yang gagal melewati rotor masuk ke
reject conesebagai tailing sepax.

Gambar 4.5 Sepax Separator


13
3. Onoda Separator 8

Prinsip kerja O Sepa yaitu dengan memisahkan material berupa semen yang
kasar dan yang halus. Material kasar akan masuk dari atas sisi kanan dan kiri atas
O Sepa kemudian terjatuh ke rotor dari O Sepa dan terjadi proses pemisahan oleh
karena perputaran rotor, material halus akan masuk melalui stator dan tertarik
menuju BHF oleh karena fan sedangkan material kasar yang tidak melewati akan
jatuh ke cone bawah untuk diproses kembali.

Gambar 4.6 Onoda Separator

4.Gas Conditioning Tower (GCT)

Gas Conditioning Tower berfungsi untuk mengkondisikan temperatur gas


sebelum masuk EP. Prinsip kerja GCT, yaitu gas panas yang masuk didinginkan
dengan menggunakan water spray lance. Media yang digunakan untuk
mendinginkan gas panas adalah campuran air dan udara tekan yang ditembakkan
melalui nozzle yang terdapat pada spray lance yang berjumlah 12 buah

Gambar 4.7 Gas Conditioning Tower

5.Ducting
13
9
Ducting merupakan sistem pemipaan yang digunakan untukmengalirkan
fluida gas panas.

Gambar 4.8 Ducting

6. Cerobong (Chimney)

Cerobong asap atau chimney adalah alat yang digunakan untuk mentransfer
gas panas dari EP atau BHF ke atmosfer dengan suhu yang rendah.

Gambar 4.9 Cerobong

Alat Penarikan Material

1.Side Reclaimer

Side Reclaimer merupakan alat penarikan material yang dilengkapi dengan


blade chain yang digunakan untuk menarik material. Side Reclaimer bergerak di
jalur rel yang terletak di sepanjang pile atau tumpukan material. Side Reclaimer ini
14
0
digunakan di storage limestone dan silica stone Alat ini juga dilengkapi dengan
sebuah sensor yan digunakan sebagai pembatas pergerakan penarikan material yang
disebut limit switch.

Gambar 4.10 Side Reclaimer

2. Bucket Chain Excavator

Bucket Chain Excavator didesain untuk material yang sticky bulk material.
Bucket Chain Excavator digunakan pada storage clay. Storage clay terdiri dari dua
atau lebih longitudinal stock pile yang ditumpuk dengan metode windrow. Ketika
satu pile sedang ditumpuk, pile yang lainnya ditarik dengan delivery bridge A dan
delivery bridge B yang masing-masing terletak pada ujung storage. Kemudian
material di discharge ke upper conveyor dan dilanjutkan dengan lower conveyor
yang bergerak bolak-balik dengan arah longitudinal sesuai metodewindrow.

Keuntungan bucket chain excavator:

 Cocok untuk material yang sangat sticky.


 Sistem yang ekonomis untuk storage yang besar yang didesain untuk
pengumpanan langsung pada mill.
14
 Penggunaan ruang yang optimum. 1

Gambar 4.11 Bucket Chain Excavator

Alat Transpor

1. Belt Conveyor

Belt conveyor merupakan suatu alat yang berfungsi untuk memindahkan


material baik berupa “unit load” maupun “bulk material” secara mendatar ataupun
miring. Unit load adalah benda yang biasanya dapat dihitung jumlahnya satu per
satu seperti kotak, kantong, balok dan lain-lain sedangkan bulk material adalah
material yang berupa butir-butir, bubuk atau serbuk seperti pasir, semen danlain-
lain.

Gambar 4.12 Belt Conveyor

Pada umumya, belt conveyor memiliki komponen utama seperti rubber belt
sebagai tempat material, drive sebagai motor penggerak belt conveyor, dan carry
roller yang juga ikut berputar ditempat sebagai penahan belt agar belt tidak
14
2
mengendur. Beberapa spesifikasi belt conveyor dilengkapi dengan beberapa
sistemkeamanan seperti sensor belt antara lain belt sway untuk memberikan alarm
apabila belt menyentuh sensor tersebut yang menandakan belt hampir keluar dari
jalur, dan belt defect untuk melakukan sudden stop apabila belt keluar dari jalur
melebihi batas belt sway.Sistem pendukung lainnya terdapat pull core yaitu berupa
talidibagian samping apabila ditarik, akan menarik tuas dibagian ujung belt yang
akan menghentikan laju belt tersebut. Selain itu Sistem pendukung lainnya
terdapat pull core yaitu berupa talidibagian samping apabila ditarik, akan menarik
tuas dibagian ujung belt yang akan menghentikan laju belt tersebut. Selain itu
ada idler untuk menggerakkan belt, self cleaning idler di bagian bawah untuk
membersihkan belt, impact idler dimana idleryang dilindungi oleh rubber agar
menahan jatuhnya material ke belt conveyor, dan lain sebagainya dimana tiap belt
memiliki spesifikasi yang berbeda satu dengan yang lainnya.

2. Pneumatic Gravity Conveyor (PGC)

PGC atau Air Slide adalah box memanjang yang digunakan sebagai
pengangkutan material halus berbentuk powder dengan adanya gradient
kemiringan tertentu (6-12o). Terdapat dua bagian pada air slide yaitu aeration box
pada bagian bawah tempat aliran udara dan bagian aliranmaterial dimana diantara
bagian tersebut terdapat porous membrane yang terbuat dari canvas atau keramik.

Gambar 4.13 Pneumatic Gravity Conveyor


14
3
Prinsip kerja air slide adalah mengalirkan material powder kering bersuhu
yang dapat diterima canvas, dan udara ditiupkan ke arah canvas dengan blower dan
membawa material dengan bantuan adanya gradient kemiringan tersebut sehingga
material dipindahkan dengan prinsip fluidization (fluida akibat hembusan udara)
sehingga material dapat mengalir. Maka dari itu, sebelum melewati air slide
biasanya terdapat air sluice guna untuk menahan udara agar proses dapat berjalan
dengan efisien.

3. Screw Conveyor

Screw conveyor paling tepat digunakan untuk mengangkut bahan padat


berbentuk halus atau bubur tanpa adanya kemiringan dan suhu yang lebih tinggi
dibandingkan dengan air slide. Alat ini pada dasarnya terbuat dari pisau yang
berpilin mengelilingi suatu sumbu sehingga bentuknya akan mirip dengan sekrup.
Pisau berpilin ini disebut flight dimana prinsip kerjanya yaitu material masuk
padabagian feed chute dan akan terdorong ke depan akibat adanya putaran pada
screw flight dengan bantuan putaran pada shaft yang berasal dari motor.

Gambar 4.14 Screw Conveyor

4.Drag Chain
14
4
Drag chain digunakan untuk membawa material berbentuk powder dan
granular pada jarak pendek dan tahan terhadap material dengan temperatur tinggi
hingga 650oC. Drag chain biasanya dipasangkan casing tertutup sehingga lebih
cocok untuk penggunaan material berupa powder. Tetapi, alat ini memiliki sifat
yang mudah aus karena sering terjadi gesekan baik antara material dengan chain,
chain dengan bottom liner dan wear block atau rail. Penggunaan chain biasanya
pada material dengan densitas yang lebih rendah

Gambar 4.15 Drag Chain


(Sumber: F.L.Smidth Electrostatic Precipitator)

5.Bucket Elevator

Bucket elevator merupakan alat transportasi yang dapat bekerja


secaravertikal dengan sudut 90o dimana material dapat berbentuk powder, butir
granular,dan material lengket. Jenis bucket yang digunakan tergantung sifat material
yang akan ditransportasikan. Prinsip kerja bucket elevator yaitu material masuk
melaluibagian loading di bawah dan masuk ke dalam bucket. Bucket bergerak
keatas karena rantai (chain) atau belt yang dihubungkan dengan motor. Pemilihan
penggunaan chain atau belt berdasarkan berat material dimana material yang berat
biasanya menggunakan chain sedangkan yang ringan dengan belt. Pada bagian atas
material akan terlempar keluar akibat ada gaya sentrifugal ketika bucket berputar
balik.
14
5

Gambar 4.15 Bucket Elevator

Alat Sensor

Dalam dunia industri khususnya di industri semen, sistem pengukuran


merupakan salah satu hal penting yang harus diperhatikan. Sistem pengukuran
berkaitan erat dengan sisterm kontrol dalam suatu proses produksi sehingga hal ini
sangat perlu diperhatikan. Elemen terpenting dari sistem pengukuran adalah elemen
sensing dengan instrumentasi berupa sensor. Berikut alat sensor yang digunakan di
pabrik IndarungIV.

1.Proximity Switch Sensor

Proximity switch sensor umumnya dipakai untuk memonitoring peralatan


yang berputar (speed monitor) dengan tujuan safety (proteksi) dari peralatan
tersebut. Sensor ini juga digunakan untuk monitoring posisi bukaan pada gate,
contoh penggunaannya antara lain speed monitor pada belt conveyor, sensor
posisipada gate dan aplikasi lainnya.

2. Level Sensor

Level sensor digunakan untuk mengetahui ketinggian dan volume material


(solid ataupun liquid) yang terdapat didalam tempat penyimpanan baik berupa
silo, bin, storage material ataupun tempat penyimpanan lainnya. Pada industri
semen, sensor ini digunakan untuk material solid yang mengukur ketinggian bahan
seperti pada padacontrolled flow silo, clinker silo dan cement silo.

3. Temperature Sensor
14
6
Terdapat beberapa jenis temperature sensor pada industrisemen seperti
thermocouple sensor dan RTD sensor. Thermocouple sensor digunakan untuk
monitoring temperature dari proses produksi, biasanya yang memiliki temperature
yang sangat tinggi seperti kiln, sedangkan RTD sensor digunakan untuk monitoring
temperature dari peralatan atau mesin bertujuan melindungi perlatan tersebut dari
temperatur yang berlebihan, contohnya pada aplikasi sensor untuk monitoring
temperature bearing fan.

4.Pressure Sensor

Pressure sensor digunakan untuk mengukur dan monitoring nilai tekanan


pada sistem proses produksi, contohnya tekanan pada cyclone preheater. Sensor
inijuga dapat digunakan untuk mengukur nilai tekanan yang dihasilkan dari aliran
fluida seperti flowmeter pada fan cooler. Pengukuran aliran berdasarkan tekanan
dilihat dari nilai yang dihasilkan dimana jika bernilai negatif mengindikasikan besar
penarikan oleh fan dan jika positif mengindikasi besar dorongannya. Di industri
semen, sensor pressure yang digunakan umumnya dari pabrik Honeywell dengan
tipe ST3000 dan Endress & Hausser dengan tipe PMD70.

5. Vibration Sensor

Vibration sensor digunakan untuk monitoring besarnya nilai vibrasi dari


suatu alat dengan tujuan safety dan proteksi terhadap peralatan tersebut. Pada
industri semen, sensor ini biasanya digunakan pada alat vertical mill seperti raw
mill, ID fan, EP fan.

6.Flame Detector

Flame detector digunakan untuk mendeteksi nilai intensitas dan frekuensi


api pada proses pembakaran serta bentuk api yang dihasilkan oleh burner, dimana
biasanya dilengkapi dengan sensor optik seperti ultraviolet (UV), infrared (IR),
spectroscopy, dan pencitraan visual flame untuk deteksi spektrum gelombang yang
dihasilkan oleh api. Seperti pada sensor Infrared Line Scanner, sensor ini digunakan
untuk monitoring panas shell kiln untuk mencegah terjadinya red spot.

7. Sound Sensor
14
7
Sound sensor digunakan untuk monitoring suara dari penggunaan alat. Pada
industri semen, sensor ini biasa gitunakan pada tube/horizontal mill seperti cement
mill untuk mendeteksi volume material, apabila suara pada alat nyaring
mengindikasikan volume material yang sedikit hingga kosong.
14
BAB V 8
TUGAS KHUSUS

5.1 Judul

Evaluasi kinerja Alat Grate cooler di Pabrik Indarung IV

5.2 Latar Belakang

Dalam proses pembuatan semen, setelah terjadi proses pembakaran


(burning process), maka untuk tahap selanjutnya adalah dilakukan proses
pendinginan material yang dilakukan oleh clinker cooler. Pada proses pendinginan,
pertama kali clinker didinginkan di dalam kiln (cooling zone) sampai temperature
sekitar 1000℃. Kemudian pendinginan berikurnya dilakukan di dalam cooler.
Pendinginan klinker mempengaruhi struktur, komposisi mineral grindability, dan
kualitas semen yang dihasilkan.

Kecepatan pendinginan clinker mempengaruhi perbandingan antara


kandungan Kristal dan fase cair yang ada di dalam klinker. Selama pendinginan
lambat, seperti yang pada jenis rotary cooler, Kristal dari komponen klinker akan
terbentuk sekaligus menyebabkan sebagian fase cair memadat. Sementara pada
pendinginan cepat, seperti pada jenis grate cooler, dapat mencegah pertumbuhan
lanjut dari Kristal yang terbentuk. Ada beberapa hal yang terkait dengan kecepatan
pendinginan clinker jenis ini :

a. Kekuatan Semen

Kekuatan semen Portland salah satunya tergantung pada ukuran kristalnya.


Hidrasi dari Kristal dengan ukuran lebih besar, akan lebih lambat sehingga
mempengaruhi kekuatan semen. Pendinginan clinker secara lambat menghasilkan
Kristal dengan ukuran 60 μ. Sementara batasan yang ditolerir adalah 5-8 μ.

b. Kekuatan Terhadap Sulfat

Pendinginan clinker secara cepat juga akan meningkatkan ketahanan semen


terhadap sulfat (sodium dan magnesium sulfat). Hal ini dikarenakan kandungan
C3A, yang berhubungan dengan ketahanan semen Portland terhadap serangan
14
sulfat, cenderung ada pada keadaan “glassy state” yang dihasilkan oleh pendinginan
9
cepat.

c. Grindability Clinker

Clinker yang didinginkan dengan lambat akan membutuhkan tenaga untuk


menggiling yang lebih besar daripada clinker yang didinginkan cepat. Jumlah fase
cair Dn ukuran Kristal yang lebih kecil pada pendinginan secara cepat
memungkinkan hal tersebut terjadi. Clinkere harus didinginkan secepatnya
(Quenching) dengan pertimbangan :

 Agar diperoleh klinker yang bersifat amorf sehingga mudah digiling.


 Mencegah kerusakan alat- alat transportasi dan storage clinker, karena
material dengan suhu tinggi dapat merusak peralatan dan sulit
penanganannya.
 Clinker yang panas berpengaruh buruk dalam proses grinding nantinya.
 Pendinginan yang baik akan meningkatkan kualitas semen.
 Panas yang terkandung pada clinker dimanfaatkan kembali sebagai
recovered heat.

5.3 Tujuan
1. Menganalisa kerja Grate Cooler pada Industri semen.
2. Mengetahui cara kerja grtae cooler dan efisiensi cara kerja grate cooler

5.4 Manfaat
1. Dapat memberikan ilmu mengenai indutri semen
2. Dapat memberikan pengetahuan kerja alat Grate Cooler
3. sebagai referensi di dunia kerja mengenai proses industri semen
5.5 Tinjauan Pustaka
Dalam konstruksinya pada masing- masing kompartemen grate cooler, di
lantainya terdapat grate plate yang berbentuk lubang- lubang untuk meniupkan
udara dari fan. Grate plate mempunyai dua tipe yaitu moving grate plate yang
berfungsi untuk mentransport atau memindahkan klinker, dan yang lkainnya fixed.
Grate plate bergerak maju dan mundur agar klinker panas mengalir. Luaran dari
15
0
grate cooler, terdapat klinker crusher untuk memecahkan klinker yang berukurasn
besar menjadi lebih kecil, sehingga memudahkan untuk diproses lebih lanjut.
Selanjutnya klinker diangkut menggunakan apron conveyor dan dikirim menuju
silo.

5.6.1 Bagian- bagian Grate Cooler

a. Casing

Lining casing luar cooler terbuat dari konstruksi baja/plate dan rip langit-
langit diperkuat dengan beam. Plate untuk dinding dilapisi dengan isolasi dan batu
tahan api castable, untuk mengurangi kehilangan radiasi panas.Keadaan bagian
dalam cooler dapat dilihat melalui inspection hole yang tgersedia pada bagian ats
dan samping cooler.

b. Cooling Grate

Cooling grate terdiri dari beberapa baris grate plate yang disusun sejajar
dengan kemiringan 10℃. Grate plate terdiri dari movable grate dan stationary grate
yang disusun longitudinal terhadap arah cooler. Stationary grate dipasang pada
support bracket plate dan center support dihubungkan ke center beam. Movable
grate dipasang pada support frame dan dihubungkan ke moving frame. Grate
memiliki lubang pendingin. Stationary grate plate tidak sama bentuknya dengan
movable grate plate, sehingga tidak dapat ditukar pemasangannya.

c. Hydraulic Drive

Movable frame digerakkan oleh Cylinder Hidraulic Pump yang


dihubungkan ke movable grate, Bukan pada dinding cooler bagian bawah untuk
penggerakkan.Hydraulic Drive dilengkapi dengan partititon plate sebagai sealing.

d. Carrying Axle

Carrying Axle/ running axle disupport oleh dua buah internal roller dan satu
buah guide roller yang mempunyai flange/guide untuk mengarahkan gerakan
movable frame.

e. Hammer Breaker
15
1
Cooler dilengkapi dengan dua buah unit hammer breaker yang terdiri dari
breaker rotor casing special wear lining yang ditumpu olrh dus bush besring
hausing. Pelumas pada bearing diberikan secara ototmatis central lubricantion lube
dan grease pump. Breaker rotor, digerakkan oleh motor listrik yang dihubungkan
V-belt. Hammer dipasang pada rotor disc,sedangkan casing rotor dapat diangkat
dengan hoist untuk mempermudah perbaikan.

f. Hopper\

Hopper digunakan untuk menampung debu yang lolos dari lubang grate
plate, sedangkan pengeluaran hopper diatur olehg double tiping valve.

g. Drag Chain Conveyor

Drag chain biasanya digunakan untuk membawa butir debu material yang
lolos melewati kubang- lubang grate cooler.

5.6.2 Prinsip Kerja Grate Cooler

Dengan didinginkan oleh udara yang bersumber dari fan undergrate tiap
kompartemennya clinker bergerak ke ujung cooler dengan suhu turun menjadi
sekitar 1000℃. Clinker yang telah didinginkan selanjutnya diperkecil ukurannya
dengan clinker breaker dengan maksud untuk memperluas area clinker yang terkena
udara, sehingga mempercepat pendinginan secara alami dalam perjalanan dengan
mekanisme ban berjalan ke klinker silo untuk disimpan. Debu dari pemecahan
klinker dan debu selama proses pendinginan akan dihisap melalui fan dan direduksi
oleh EP untuk mengurangi partikel yang akan menyebabkan pencemaran udra
sebelum dilepas ke atmosfer.

Bahan mentah yang telah digiring di raw mill selanjutnya akan masuk ke
homogenizing silo dan selanjutnya diberikan proses pemanasan awal sehingga
suhunya menjadi 800℃ sebelum masuk ke rotary kiln yang bersuhu sekitar 1400℃
ini kemudian masuk ke unit cooler untuk pendinginan sehingga suhu klinker
menjadi sekitar 100℃.Clinker dengan suhu tertinggi akan jatuh pada cooler dan
didistribusikan secara seragam ke area kompartemen sesuai dengan lebar gratenya.
Dikarenakan suhu material akan berubah menurun jarak,maka pendingin klinker
15
2
dibagi menjadi beberapa kompartemen dimana semakin dekat dengan kiln maka
kompartemen semakin panjang.

Udara yang telah melewati material bersuhu sekitar 200℃ akan dihisap
untuk kemudian digunakan untuk meminimalkan energy yang hilang kelingkungan
sekitar kiln serta yang berarti pula menghemat biaya. Volume jatuhan clinker ini
akan selalu dimonitir oleh sebuah transmitter tekanan yang dipasang di undergrate.
Jika volume curahan terak dari kiln melebihi atau kurang dari nilai yang telah
disetkan maka transmitter tekanan akan mengirim sinyal ke pengontrol tekanan
sehingga akan segera mengolah data tersebut yang selnjutnya data tersebut akan
dikirim ke pengontrol kecepatan motor akan bergerak lebih cepat dengan tujuan
untuk mengecilkan bed depth dan sebaliknya. Data dari pengontrol tekanan juga
akan dikirim ke pengontrol katup fan kompartemen pertama. Nilai bed depth yang
besar akan menyebabkan laju kecepatan aliran udara yang kecil tidak cukup kuat
untuk menembus clinker yang akan didinginkan.

Clinker dari kompartemen pertama dengan memanfaatkan gaya gravitasi


dengan memanfaatkan Hukum Newton I bahwa suatu benda akan selalu
mempertahankan gerak asalnya. Dengan didinginkan oleh udara yang bersumber
dari fan di undergrate tiap kompartemen clinker bergerak ke ujung cooler dengan
suhu turun menjadi sekitar 1000℃. Clinker yang telah didinginkan selanjutnya akan
diperkecil ukurannya dengan clinker breaker dengan maksud dan tujuan untuk
memperluas area.Clinker yang terkena udara, sehingga mempercepat pendinginan
secara alami dalam perjalanan dengan mekanisme ban berjalan ke clinker silo untuk
disimpan. Debu dari pemecah clinker dan debu selama proses pendidinginan akan
dihisap melalui fan dan direduksi oleh EP untuk mengurangi partikel yang kan
menyebabkan pencemaran udara sebelum dilepas ke atmosfer.

5.6.3 Metode Pendinginan Clinker

Untuk menurunkan suhu clinker digunakan alat pendingin dengan proses


quenching. Proses quenching sendiri adalah proses pendinginan clinker dengan
mendadak dengan bantuan fan- fan yang mengalirkan udara pendinginan. Fan akan
mengalirkan udara atmosfer menuju cooler sehingga akan berkontak dengan
banyaknya volume udara pendingin yang dialirkan oleh fan pendinginannya.
15
3
Pencampuran ini dilakukan dalam suhu yang sangat panas dalam alat kllin dengan
temperature 1200-1400℃. Selanjutnya akan diturunkan dari suhu sampai clinker
bersushu 65℃ untuk selanjutnya akan dipecahkan oleh Hammer Crusher.

5.6.4 Media-media Pendingin

Berbagai bahan pendingin yang digunakan dalam proses perlakuan panas


antara lain:

a. Air

Pendinginan dengan menggunakan air akan memberikan daya pendinginan


yang cepat.Biasanya ke dalam air tersebut dilarutkan garam dapur sebagai usaha
mempercepat turunnya temperature kerja dan mengakibatkan bahan menjadi keras.

b. Udara

Pendinginan udaraa dilakukan untuk perlakuan panas yang membutuhkan


pendinginan cepat. Untuk keperluan tersebut udara yang disirkulasikan ke dalam
ruangan pendinginan dibuat dengan kecepatan tinggi.

5.6.5 Mekanisme Perpindahan Pans di Grate Cooler

Mekanisme perpindahan panas dapat berlangsung dari suatu material yang


temperaturnya lebih tinggi ke material yang temperaturnya lebih rendah hingga
mencapai suatu kondisis keseimbangan. Mekanisme peepindahan panas yang
terjadi didalam grate cooler ada 3, yaitu:

a. Perpindahan panas secara konduksi (rambatan)

Konduksi adalah perpindahan panas dari satu bagian ke bagian yang lain
tanpa ada partikel yang ikut berpindah. Laju perpindahan secara konduksi
dipengaruhi oleh luas penampang perpindahan panas, konduktivitas thermal dan
perbedaan temperature(Grankoplis,1993). Perpindahan panas secara konduksi yang
terjadi di dalam grate cooler adalah perpindahan panas antara sesame permukaan
clinker.

b. Perpindahan panas secara konveksi


15
4
Konveksi adalah perpindahan panas dari satu bagian ke bagian lain yang
disertai dengsn partikelnya ikut berpindah. Di dalam proses pendinginan di grate
cooler perpindahan panas secara konveksi terjadi antara gas dengan partikel
clinkernya. Perpindahan panas secara konveksi antara gas dengan partikel clinker
yang terjadi di dalam grate cooler merupakan konveksi transient, artinya
temperature gas dan partikel berubah sepanjang waktu perjalanan aliran.
Mekanisme perpindahan panas konveksi yang terjadi dalam grate cooler, dimana
temperature partikel lebih tinggi daripada temperature gas sehingga panas
berpindah dari partikel lebih tinggi daripada temperature gas sehingga panas
berpindah dari partikel ke fluida gas. Perpindahan panas dari partikel ke gas dengan
menghasilkan koefisien perpindahan panas dan mengnggap unggun fluidisasi
berlaku sebagai system satu fasa.

c. Perpindahan panas secara konveksi

Berlainan dengan mekanisme konduksi dan konveksi, dimana perpindahan


panas terjadi melalui bagian dari clinkernya, panas juga dapatr berpindah melalui
daerah hampa atau melalui fluida ke permukaan lain dengan cara pemancaran
gelombang elektromagnetik yang disebut dengan radiasi.Perpindahan paans radiasi
terjadi antara udara panas yang ada di dalam grate cooler dengan udara linkungan
sekitar. Perhitungan efisiensi panas pada clinker cooler dapat dilakukan dalam dua
tahap yaitu, perhitungan neraca panas maka dapat diketahui efisiensi panas dari
clinker cooler, baik efisiensi panas system maupun efisisensi panas reaksi.

Nilai untuk kerja clinker cooler dapat dicari dengan menghitung efisiensi
panas reaksi dari clinker cooler, yaitu perbandingan antara jumlah panas untuk
reaksi dengan jumlah pans yang disediakan. Efisiensi panas reaksi merupakan
indicator baik atau tidaknya untuk kerja dan pengoperasian clinker cooler. Dalamm
proses pembuatan semen, setelah terjadi proses pembakaran (burning
process).maka untuk tahap selanjutnya adalah proses pendinginan material yang
dilakukan oleh clinker cooler.

Sifat Kimia Klinker


15
5
Parameter kualitas produk (Lime Saturation Factor)= LSF, Silica Modulus=
SM, Alumina Modulus= AM, kehalusan, kadar air dan homogenitas) perlu
dikontrol.

Untuk menjaga agar kualitas hasil produk yang diperoleh sesuai dengan
target raw meal desain yang telah ditetapkan sebelumnya.

a. L:ime Saturation Factor (LSF). LSF menunjukan jumlah maksimum CaO


yang diperlukan untuk bereaksi dengan oksida lain sehingga tidak terjadi freelime
berlebihan di klinker.

b. Silica Modulus (SM). Silica modulus indicator tingkat kesulitan


pembakaran raw material. Silica Ratio juga memberikan gambaran tentang mutu
klinker yang akan dihasilkan dan banyaknya bahan bakar yang dibutuhkan.

c. Alimina Modulus (AM). Nilai AM yang lebih rendah dijumpai pada jenis
semen yang tahan terhadap sulfat, sedangkan nilai AM yang lebih tinggi dijumpai
pada semen putih.

Parameter dari LSF,SIM dan ALM adalah untuk memnuhi standar kualitas
klinker dan untuk menjaga kekonsistensinya mutu pada jenis dan tipe semen yang
diproduksi. Parameter kulaitas klinker yang sudah ditetapkan oleh PT. Semen
Padang dapat dilihat pada tabel

Tabel parameter kualitas klinker


Time Standar
Sieve 90𝜇 Max 20%
Sieve 180𝜇 Max 3%
Kadar H2O 0,4± 0,2%
LSF 94-0,2%
SIM 2,2-2,6%
LSF 1,5-2,5%
(Sumber : CCP Indarung IV PT.Semen Padang)

5.7 Pemecahan Masalah


15
6
Adapun pemecahan masalah yang dilakukan dalam pelaksanaan tugas
khusus ini yaitu sebagai berikut :

Metode Diskusi

Dalam metode ini, penulis, pembimbing lapangan, para karyawan dan rekan
sesame kerja praktek saling berdiskusi mengenai berbagai hal yang menyagkut
tugas khusus ini.

Metode Literatur

Penulis mencari referensi yang berhubungan dengan tugas khusus yang


diperoleh dari berbagai sumber control room, manual laboratorium, dan sumber lain
yang dianggap relevan dari perpustakaan di PT Semen Padang.

Metode Survey Lapangan

Survey lapangan bertujuan untuk mengetahui bagaimana kerja alat dan


memahami proses produksi sehingga diharapkan penulis dapat lebih memahami
tugas khusus tersebut.

5.8 Pembahasan

Dari harga efisiensi thermal cooler, maka efisiensi ini sudah mengalami
penurunan. Penurunan efisiensi tersebut merupakan hal yang sangat wajar
mengingat alat tersebut sudah beroperasi selama bertahun- tahun. Efisiensi yang
tidak mencapai harga maksimal ini disebabkan oleh adanya panas yang hilang ke
lingkungan, kehilangan panas disebabkan oleh :

1. Adanya perpindahan panas konduksi dimana terjadi perpindahan panas


dari dalam cooler menembus isolasi sampai dinding cooler dan perpindahan panas
konveksi yaitu perpindahan panas dari dinding coolr ke lingkungan.

2. Adanya kebocotran atau kemungkinan masukinya udara luart ke dalam


cooler yang kemudian membawa panas dari dalam cooler. Selain itu cstavle yang
berfungsi sebagai isolasi akan terkikis seiring dengan waktu sehingga sebagian
panas akan hilang.
15
7
Pada unit cooler besarnya efisiensi thermal yaitu sebesar 57,1 %. Hal ini
menunjukan bahwa alat grate cooler sudah mengalami penurunan yang sangat jauh
namun unit kerja masih bisa di gunakan.

5.9 kesimpulan

Dari hasil analisa dan perhitungan neraca massa dan neraca panas yang telah
dilakukan maka dapat diambil kesimpulan :

1. Alat kerja Grate cooler mengalami loss heat yang mempengaruhi efisiensi
Thermal

2. Besarnya Efisiensi thermal cooler sebesar 57,1 %

Maka dengsn nilai efisiensi thermal cooler tsb, memberikan kesimpulan bshwa
kerja alat grate cooler mengalami penurunan diakibatkan heat loss yang sangat
tinggi namun masih layak digunakan.
15
8
15
9
16
0
16
1
16
2
16
3
16
4
16
5
16
6
16
7
16
8
16
9
1.3.1 Portland Cement

Semen Portland adalah semen hidraulis yang dihasilkan dengan cara


menghaluskan klinker yang terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat
hidraulis, dengan bahan tambahan yang biasanya digunakan adalah gypsum.
Klinker adalah penamaan untuk gabungan komponen utama bahan baku semen
yang belum diberikan tambahan bahan lain untuk memperbaiki sifat dari semen
(Hewlett C dan Peter, 2004). Menurut Hewlett C dan Peter (2004) Macam-macam
tipe semen Portland adalah sebagai berikut :

1. Semen Portland Tipe I (Ordinary Portland Cement)

Digunakan untuk keperluan konstruksi umum yang tidak memerlukan


persyaratan khusus terhadap panas hidrasi dan kekuatan tekan awal. Tahan
terhadap air tanah yang mengandung sulfat 0-0,1%. Cocok digunakan untuk
bangunan rumah pemukiman, gedung-gedung bertingkat dan lain-lain pada
daerahyang tidak mengandung kadar sulfat tinggi.

2. Semen Portland Tipe II (Moderate Heat Portland Cement)

Semen Portland Tipe II digunakan untuk konstruksi bangunan dari beton


yang memerlukan ketahanan sulfat (pada lokasi tanah dan air yang mengandung
sulfat antara 0,1-0,2%).

3. Semen Portland Tipe III (High Early Strength Portland Cement)

Konstruksi yang menuntut kuat tekan awal tinggi pada fasa permulaan
setelah pengikatan terjadi. Kegunaan semen ini untuk pembuatan jalan beton,
landasan lapangan udara, bangunan bertingkat yang tinggi, bangunan dalam air
yang tidak memerlukan ketahanan terhadap sulfat.

4. Semen Portland Tipe V (Sulphato Resistance Portland Cement)

Dipakai untuk konstruksi bangunan-bangunan dengan ketahanan terhadap


air tanah yang mengandung sulfat melebihi 0,2% dan sangat cocok untuk instalasi
pengolahan limbah pabrik, konstruksi dalam air, jembatan, terowongan, pelabuhan,
dan pembangkit tenaga nuklir.

5. Super Masonry Cement

Semen ini dapat digunakan untuk konstruksi perumahan, gedung, jalan dan
irigasi yang struktur betonnya maksimal K-225. Semen ini dapat juga digunakan
sebagai bahan baku pembuatan genteng beton, hollow brick, paving block, batako,
dan bahan bangunan lainnya.

6. Oil Well Cement, Class G-HSR (High Sulfate Resisntance)

Semen tersebut merupakan semen khusus yang digunakan untuk pembuatan


sumur minyak bumi dan gas alam dengan konstruksi sumur minyak bawah
permukaan laut dan bumi.

7. Portland Composite Cement (PCC)

Semen Portland Komposit adalah bahan pengikat hidrolis hasil


penggilingan bersama-sama terak semen Portland dan gypsum dengan satu atau
lebih bahan anorganik, atau hasil pencampuran bubuk semen Portland dengan
bubuk bahan anorganik lain. Reaksi antara C3A dan air adalah :

3CaO.Al2O3 + 3H2O 3CaO.Al2O3.H2O

Bahan pozzolan tersusun atas 45–72% SiO2, 10–18% Al2O3, 1–6% Fe2O3,
0,5–3% MgO dan 0,3-1,6% SO3. Digunakan secara luas untuk konstruksi umum,
seperti struktur bangunan bertingkat, struktur jembatan, struktur jalan beton, bahan
bangunan, plesteran, panel beton, paving block, hollow brick, batako, genteng dan
ubin. Penggunaannya lebih mudah, suhu beton lebih rendah sehingga tidak mudah
retak, lebih tahan terhadap sulfat, lebih kedap air, dan permukaannya lebih halus.

1.4 Sistem Pemasaran

Daerah pemasaran PT Semen Padang untuk produksi Semen PortlandTipe


I, Super Masonry Cement (SMC) dan Portland Pozzolan Cement (PPC) meliputi
seluruh wilayah Provinsi di Pulau Sumatra, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan. Sedangkan untuk produk-
produk lainnya seperti Semen Portland Tipe II, V, dan Oil Well Cement (OWC) 11
disamping dipasarkan ke daerah-daerah tersebut, juga dipasarkan ke daerah lain
yang memerlukannya. Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, PT Semen
Padang juga mengekspor ke Bangladesh, Myanmar, Srilangka, Maldives, Philipina,
Singapura, Brunai, Timor Timur, Madagaskar, Kuwait, dll.

PT Semen Padang hampir 63% mendistribusikan semen melalui jalur laut


dalam kemasan zak dan curah, sedangkan selebihnya melalui angkutan darat dalam
kemasan zak, big bag, dan curah. Distribusi ke daerah pasar melalui angkutan darat
seperti ke daerah Sumatra Barat, Tapanuli Selatan, Riau Daratan, Bengkulu, dan
Jambi dikantongkan di Packing Plant Indarung (PPI) dan distribusi melalui
angkatan laut dikantongkan di Pengantongan Teluk Bayur.

1.5.1 Struktur Organisasi


17
3

BAB II

URAIAN PROSES

2.1 Bahan Baku Utama dan Penunjang

Secara kimia, bahan baku yang digunakan dalam pembuatan semen harus
mengandung senyawa Kalsium Karbonat (CaCO3), Oksida Aluminium (Al2O3),
Silika (SiO2), dan Besi (Fe2O3). Bahan baku pembuatan semen dikelompokkan
menjadi dua, yaitu bahan baku utama, bahan baku tambahan (Aditif).

2.1.3 Bahan Baku Utama

Bahan baku utama dari pembuatan semen adalah batu kapur


(Limestone)¸batu silika (Silica Stone), pasir besi (Iron Sand) dan tanah liat (Clay)
yang akan dicampur menjadi satu menjadi raw mix dan kemudian akan diproses
hingga menjadi produk semen.

a. Batu Kapur (Limestone)

Batu kapur merupakan sumber utama kalsium oksida untuk membentuk


senyawa-senyawa utama semen (C2S, C3S, C3A, C4AF). Dalam pembuatan
semen, batu kapur digunakan sebanyak ± 80%. Batu kapur berperan dalam reaksi
hidrasi dan pembentukan kekuatan pada semen. Jumlah batu kapur yang berlebihan
pada semen akan menyebabkan semen menjadi tidak lentur dan rapuh. Batu kapur
yang digunakan PT. Semen Padang diambil dari penambangan di Bukit Karang
Putih

Tabel 2.1 Sifat Fisika Batu Kapur

Parameter Sifat Fisika


Fasa Padat
Warna Putih kekuning-kuningan
Kadar air 3,25%
Ukuran Material 60 mm
17
4

Silika Modulus 4,29


Alumina Modulus 2,05
Bulk Density 1378 g/l (kasar), 1360 g/l (sedang),
1592 g/l (halus)
Lime Saturation Factor 424,4
(Sumber : Laboratorium Proses Indarung IV,
2021)

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Batu Kapur

Parameter Persentase (%)


CaO 49,27
SiO2 6,76
Al2O3 1,05
Fe2O3 0,52
MgO 0,41
H2O 3,25
SO3 0,05
(Sumber : Laboratorium Proses Indarung IV, 2021)

b. Batu Silika (Silica Stone)

Batu silika merupakan sumber utama dari senyawa silika dengan rumus
molekul SiO2 yang terdapat bersama oksida logam lainnya. Pada umumnya batu
silika sekitar 10% dari total kebutuhan dasar semen yang diperlukan dalam
pembuatan semen dengan kadar SiO2 minimal 60% dalam batu silika. Pasir silika
berguna untuk meningkatkan kekuatan pada semen karena pembentukan dikalsium
silikat (C2S) dan trikalsium silikat (C3S). Pada umumnya batu silika mengandung
oksida logam lainnya, semakin murni kadar SiO2 semakin putih warna batu
17
5

silikanya, semakin berkurang kadar SiO2 semakin berwarna merah atau cokelat,
disamping itu semakin mudah menggumpal karena kadar airnya yang tinggi. Batu
silika yang baik untuk pembuatan semen adalah dengan kadar SiO2 ± 90%. Batu
Silika yang digunakan di PT. Semen Padang merupakan hasil dari penambangan
yang dilakukan di Bukit Ngalau dan Bukit Karang Putih.

Tabel 2.3 Sifat Fisika Batu Silika

Parameter Sifat Fisika


Fasa Padat
Warna Cokelat Kemerahan
Ukuran Material 60 mm
Silika Modulus 3,64
Alumina Modulus 2,073
Bulk Density 1210 g/l (kasar), 1216 g/l (halus),
Lime Saturation Factor 0,88
(Sumber : Laboratorium Proses Indarung IV, 2021)

Tabel 2.4 Komposisi Kimia Batu Silika

Parameter Sifat Fisika


CaO 10,71
SiO2 65,92
Al2O3 5,52
Fe2O3 0,66
MgO 0,50
H2O 5,13
(Sumber : Laboratorium Proses Indarung IV, 2021)

c. Pasir Besi (Iron Sand)

Pasir besi pada umumnya mempunyai komposisi utama besi oksida


(Fe2O3), yang selalu tercampur dengan SiO2 dan TiO2 sebagai impuritisnya, serta
17
6

senyawa- senyawa lain dengan kadar yang lebih rendah. Fe2O3 berfungsi sebagai
penghantar panas dalam proses pembakaran. Kadar Fe2O3 yang baik dalam
pembuatan semen yaitu Fe2O3 ± 75% - 80%. Dalam pembuatan semen, pasir besi
digunakan sebanyak ±1% dari total bahan baku dasar semen yang digunakan.
Pasir besi yang digunakan didatangkan dari Kalimantan, Cilacap dan Batam

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya diperoleh hasil bahwa pasir besi


lebih meningkatkan kuat tekan dan kuat tarik hingga 80 %, hal ini dimungkinkan
karena selain sifat filler, sifat kimiawi pasir besi yang mengandung SiO2 membantu
kinerja semen sebagai bahan pengikat. Selain itu, pasir besi juga berperan sebagai
pemberi warna gelap pada semen dan secara teoritis berfungsi sebagai fluks dalam
pembakaran dan menurunkan C3A. Senyawa Fe2O3 yang digunakan dalam
pembuatan semen di PT Semen Padang terkhususnya pabrik Indarung IV tidak
hanya diperoleh dari pasir besi melainkan juga dari copper slag. Copper slag
adalah hasil limbah industri peleburan tembaga yang berbentuk pipih dan runcing
atau tajam dan sebagian besar mengandung oksida besi dan silika serta mempunyai
sifat kimia yang stabil dan sifat fisik yang sama dengan pasir besi.

Tabel 2.5 Sifat Fisika Pasir Besi

Parameter Sifat Fisika


Fasa Padat
Warna Hitam
Bulk Density 1675 g/l
Lime Saturation Factor 4,4
Silica Modulus 0,38
Alumina Modulus 0,03
(Sumber : Laboratorium Proses Indarung IV, 2021)

Tabel 2.6 Komposisi Kimia Pasir Besi

Parameter Sifat Fisika


CaO 4,62
SiO2 22,88
17
7

Al2O3 2,01
Fe2O3 58,14
MgO 0,72
H2O 3,66
(Sumber : Laboratorium Proses Indarung IV, 2021)

d. Tanah Liat (Clay)

Rumus kimia tanah liat yang digunakan pada produksi semen


SiO2Al2O3.2H2O. (Silika aluminat hidrat). Komposisi tanah liat dalam raw
material yang digunakan dalam pembuatan semen adalah sebanyak ±8%.
Komposisi Al2O3 dalam tanah liat yang digunakan minimal 25%. Adapun tugas
dari tanah liat memasok alumina dan silika pada saat pembakaran di dalam kiln dan
menyeimbangkan kandungan CaCO3 yang terlalu tinggi pada limestone. Selain itu,
tanah liat juga berfungsi untuk mengurangi kadar vibrasi pada Vertikal Raw
Mill.Pada awalnya penambangan tanah liat dilakukan di bukit Ngalau, namun
karena jumlahnya semakin sedikit maka tanah liat dibeli dari pihak ketiga yaitu PT
Igasar dan PT Yasiga Andalas di Gunung Sarik

Tabel 2.7 Sifat Fisika Tanah Liat

Parameter Sifat Fisika


Fasa Padat
Warna Cokelat
Silika Modulus 1,42
Alumina Modulus 2,65
Bulk Density 750 g/l
Lime Saturation Factor 1,5
(Sumber : Laboratorium Proses Indarung IV, 2021)
17
8

Tabel 2.8 Komposisi Kimia Tanah Liat

Parameter Komposisi
CaO 2,50
SiO2 47,03
Al2O3 24,25
Fe2O3 9,20
MgO 0,67
H2O 30,85
SO3 0,02
(Sumber : Laboratorium Proses Indarung IV, 2021)

2.1.4 Bahan Baku Tambahan

Bahan baku yang ditambahkan ke dalam raw mix untuk mendapatkansifat-


sifat tertentu yang diinginkan pada semen. Bahan tambahan antara lain:

a. Gypsum

Bahan aditif yang digunakan dalam proses pembuatan semen adalah gypsum
dengan rumus CaSO4.nH2O. Gypsum berfungsi sebagai retarder atau
memperlambat terjadinya proses pengerasan pada semen. Adapun karakteristik dari
gypsum adalah lembab dan tahan terhadap api. Gypsum yang digunakan dalam
pabrik Indarung IV dibagi menjadi2 macam yaitu gypsum alam dan gypsumsintetis.
Gypsum alam diimpor dari Thailand dan Australia, sedangkan untukgypsum sintetis
berasal dari PT. Petrokimia, Gresik.

Tabel 2.9 Sifat Fisika Gypsum

Parameter Sifat Fisika


Fasa Padat
Warna Putih keabu-abuan
Ukuran Material Max 3 inch
Bulk Density 1681,7 g/l (kasar), 1347 g/l
(gembur)
(Sumber : Laboratorium Jaminan Kualitas, 2021)
17
9

Tabel 2.10 Komposisi Kimia Gypsum

Parameter Komposisi
CaSO4 30,50
NaCl 0,006
MgO 1,29
H2O 0,58
SO3 43,92
CaO 31,96
(Sumber : Laboratorium Jaminan Kualitas, 2021)

b. Pozzolan

Pozolan adalah bahan yang mengandung senyawa silica dan Alumina


dimana bahan pozzolan itu sendiri tidak mempunyai sifat seperti semen, akan tetapi
dengan bentuknya yang halus dan dengan adanya air, maka senyawa-senyawa
tersebut akan bereaksi secara kimiawi dengan Kalsium hidroksida (senyawa hasil
reaksi antara semen dan air) pada suhu kamar membentuk senyawa Kalsium
Aluminat hidrat yang mempunyai sifat seperti semen. Pozzolan Indarung 4
didapatkan dari Lubuk Alung.

Standar mutu pozolan menurut ASTM C618-92a dibedakan menjadi tiga


kelas, dimana tiap-tiap kelas ditentukan komposisi kimia dan sifat fisiknya.
Pozzolan mempunyai mutu yang baik apabila jumlah kadar SiO2 + Al2O3 + Fe2O3
tinggi dan reaktifitasnya tinggi dengan kapur. Ketiga kelas pozzolan tersebut, yaitu:

 Kelas N : Pozzolan alam atau hasil pembakaran, pozzolan alam yang dapat
digolongkan didalam jenis ini seperti tanah diatomoic, opaline cherts dan
shales, tuff dan abu vulkanik atau pumicite, dimana bisa diproses melalui
pembakaran atau tidak. Selain itu juga berbagai material hasil pembakaran
yang mempunyai sifat pozzolan yang baik.
 Kelas C : Fly ash yang mengandung CaO di atas 10% yang dihasilakan dari
pembakaran lignit atau sub-bitumen batubara.
 Kelas F : Fly ash yang mngandung CaO kurang dari 10% yang dihasilakan
dari pembakaran lignit atau sub-bitumen batubara
18
0

Tabel 2.11 Sifat Fisika Pozzolan


Parameter Sifat Fisika
Fasa Padat
Warna Putih keabu-abuan
Ukuran Material Max 3 inch
Bulk Density 1681,7 g/l (kasar), 1347 g/l(gembur)

Tabel 2.12 Komposisi Kimia Pozzolan


Parameter Komposisi
CaO 0,37
SiO2 71,62
Al2O3 17,29
Fe2O3 1,46
MgO 0,59
H2O 16,95
(Sumber : Laboratorium Jaminas Kualitas, 2019)

c.Limestone High Grade

Limestone High Grade memiliki kemurnian 94-98% dan memiliki nilai


SiO2 yang tinggi. Bahan ini sebagai bahan pengisi untuk menambah jumlah
kapasitas produksi dalam pembuatan semen. Jumlah lime stone yang digunakan
adalah 10%. Limestone High Grade berasal dari penambangan di Bukit Karang
Putih.

Tabel 2.13 Sifat Fisika Limestone High Grade


Parameter Sifat Fisika
Fasa Padat
Warna Putih kekuning-kuningan
Kadar air 3,25%
Ukuran Material 60 mm
Silika Modulus 6,5
Alumina Modulus 16,38
Bulk Density 1378 g/l (kasar), 1360 g/l (sedang),
1592 g/l (halus)
Lime Saturation Factor 6,5
18
1

2.1.3 Faktor kualitas Semen


a. Sifat Fisika Semen
1. Setting Time ( waktu Pengikatan )

Setting dan hardening adalah pengikatan dan pengerasan semen setelah


terjadi reaksi hidrasi. Semen apabila dicampur dengan air akan menghasilkan pasta
yang plastis dan dapat dibentuk sampai beberapa waktu karakteristik dari pasta
tidak berubah dan periode ini sering disebut Dorman Period.

Pada tahapan berikutnya, pasta mulai menjadi kaku walaupun masih ada
yang lemah, namun suhu tidak dapat dibentuk ( unworkable). Kondisi ini disebut
initial set, sedangkan waktu mulai dibentuk ( ditambah air) sampai kondisi initial
set disebut initial setting time ( waktu pengikatan awal ). Tahapan berikutnya pasta
melanjutkan kekuatannya sehingga didapat padatan yg utuh dan biasa disebut
hardened cement pasta. Kondisi ini disebuty final setting time ( waktu pengikatan
akhir). Proses pengerasan berjalan terus berjalan seiring dengan waktu akan
diperoleh kekuatan proses ini dikenal dengan nama hardening.

2. kelembaban

Kelembaban timbul karena semen menyerap uap air dan CO2 dan dalam
jumlah yg cukup banayak sehingga terjadi penggympalan. Semen yang
menggumpal kualitasnya akan menurun karena bertambahnya Loss On Ignition
(LOI) dan menurunnya specific gravity sehingga kekuatan semen menurun, waktu
pengikatan dan pengerasan semakin lama, dan terjadinya false set. Loss On Ignition
( hilang Pijar) dipersyaratkan untuk mencegah adanya mineral mineral yang terurai
pada saat pemijaran, dimana proses ini menimbulkan kerusakan pada batu setelah
beberapa tahun kemudian.

3. Panas Hidrasi

Panas hidrasi adalah panas yang dilepaskan selama semen mengalami


proses hidrasi. Jumlah panas hidrasi yang terjadi tergantung pada tipe semen , dan
perbandingan antara air dengan semen. Kekerasan awal semen yang tinggi dan
panas hidrasi yang besar kemungkinan terjadi retak retak pada beton. Hal ini
18
2

disebabkan oleh fosfor yang timbul sukar dihilangkan sehingga terjadi pemuaian
pada proses pendinginan.

4. Penyusutan

Ada tiga macam penyusutan yang terjadi di dalam semen yaitu :

a. Drying Shringkage ( penyusutan karena pengeringan )


b. Hidration Shringkage ( penyusutan karena Hidrasi )
c. Carbonation Shrinkage ( penyusutan karena Karena karbonasi )

yang paling berpengaruh pada permukaan beton adalah drying shringkage.


Penyusutan ini terjadi karena penguapan selama proses setting dan hardening. Bila
besaran kelembabannya dapat dijaga, maka keretakan beton dapat dihindari.
Penyusutan ini dipengaruhi oleh kadar C3A yang terlalu tinggi.

5. kuat Tekan

Kuat Tekan adalah kemampuan material suatu beban. Kuat tekan


dipengaruhi oleh kandungan saenyawa C3S, C2S, C3A, C4AF dalam semen, kadar
SO2, dan tingkat kehalusan semen. C3S berpengaruh terhadap kuat tekan namun
memberikan pengaruh terhadap pembentukan liquid phase di dalam proses
pembakaran di kiln.

Kuat tekan semen diuji dengan cara membuat mortat yang kemudian ditekan
sampai hancur. Contoh seemen yang diuji decampur dengaan pasir silica dengan
perbandingan tertentu, kemudian dibentuk menjadi kubus – kubus berukuran (
5x5x5) cm. Setelah mengalami perawatan dengan perendaman benda tersebut diuji
kekuatan tekannya pada hri ke 3,7 , dan 28

6. Hidrasi Semen

Hidrasi semen terjadi akibat adanya kontak anatara mineral semen dengan
air. Faktor yang mempengaruhi hidrasi semen antara lain :

a.Jumlah air yang ditambahkan

b. Temperatur

c. Bahan Aditif
18
3

d. kehalusan Semen

e. Kandungan senyawa C3S, C2S, C3A, dan C4AF

Faktor – factor tersebut mengakibatkan terbentuknhya pasta semen yang


pada wktu tertentu akan mengalami pengerasan. Hidrasi adalah proses kristalisasi
yang dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :

a. Secara kimia, yaitu mineral semen beraksi denganb air membentuk


senyawa hidrat.
b. Secara fisika, yaitu pembentukan Kristal karena kejenuhan larutan.
c. Secara mekanis, yaitu pengikatan secara adhresi dan kohesi Kristal
sehingga membentuk struktur yang kokoh. Hidrasi pada tempertur
tinggi menyebabkan rendahnhya kekuatan akhir semen dan beton yang
rentan retak.

7. Daya Tahan Terhadap Asam dan Sulfat

Syarat ini hanya untuk semen dengan jenis HSRC ( High Sulfate Resistance
cement). Daya tahan beton umumnya rendah terhadap asam, sehingga mudah
terdekomposisi oleh asam kuat. Asam dapat merubah senyawa semen yang tidak
alrut dalam air menjadik senyawa yang tidak larut dalam air menjadi senyawa yang
larut dalam air. PH yang dapat merusak yaitu dibawah 6, namun keasaman air
akibat pelarutan CO2, PH di atas 6,5 juga dapat merusak, karena CO2 bereaksi
dengan Ca(OH)2 dalam semen membentuk CaCO3 yang bereaksi kembali dengan
CO2 membentuk Ca( HCO)3 yang larut dalam air, reaksi yang terjadi yaitu:

8. False Set

False Set yaitu gejala terajdinya pengembangan sifat kekakuan dari adonan
semen, mortat, beton tanpa terjadinya pelepasan panas yang banyk. Gejala tersebut
akan hilang dan sifat palstis akan dicapai kembali bila dilakukan pengadukan lebih
lanjut tanpa penambahna air. False set terjadi karena pada operasi yang terlalu
18
4

tinggi sehingga terjadi dehidrasi dari CaSO4. 2H2O menjadi CaSO4. 1,5H2O.
CaSO4. 0,5H2O. Inilah yang menyebakan terjadinya false set.

9. Soundness

Selama proses hidrasi, akan terjadi ekspansi abnormal yang menyebabkan


keretkan beton. Ekaspansi terjadi apabila kadar free lime, MgO, Na2O. dan K2O
terlalu tinggi atau gypsum yang terlalu banyak.

10. Konsistensi

Konsistensi semen Portland lebih banyak pengaruhnya pada saat


pencampuran awal, yaitu pada saat terjadi pengikatan sampai pada saat beton
mengeras. Konsistensi yang terjadi bergantung pada rasio antara semen seperti
kehalusan dan kecepatan hidrasi. Konsistensi mortar bergantung pada konsistensi
semen dan agregat pencampurannya.

11. Kehalusan (Blaine)

Kehalusan butir semen akan mempengarugi prioses hidrasi. Waktu


pengikatan ( setting time) menjadi semakin lama apabila butir seemn lebih kasar.
Kehalusan pengillingan semen disebut penampang spesifik, yaitu luas butir
permukaan semen. Jika permukaan penampang semen lebih besar, semen akan
memperbesar bidang kontak dengan air. Semakain hakus butiran semen, proses
hidrasi semakin cepat sehingga kekuatan awal tinggi dan kekuatan akhir akan
berkurang. Namun jika semen terlalu halus, setting time akan turun laly
mengakibatkan drying shrinkage dan mengakibatkan keretakan beton. Selain itu,
akan memudahkan penyerapan air dan CO2. Oleh karena itu, ukuran partikel dijaga
pada blaine ±3.500 cm /gr.

Kehalusan butir semen yang tinggi dapat mengurangi terjadinya bledding


atau naiknya air ke permukan, tetapi menamvah kecendrungan beton untuk
menyusut lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak susut. Menurut ASTM
butir semen yang lewat ayakan NO. 200 harus lebih dari 78%. untuk mengukur
kehalusan semen digunakan turbidimeter dari wagner atau air permeability dari
blaine.
18
5

12. Perubahan Volume ( Kekalan)

Kekalan pasta semen yang telah mengeras merupakan suatu ukuran yang
menyatakan kemampuan pengembangan bahan – bahan campurannya dan
kemampuan untuk mempertahankan volume setelah pengikatan terjadi.
Ketidakkekalan semen disebabkan oleh terlalu banyaknya jumlah kapur bebas yang
pembakarannya tidak sempurna serta magnesia yang terdapat dalam campuran
tersebut. Kapur bebas itu mengikat air dan kemudian menimbulkan gaya – gaya
ekspansi. Alat uji untuk menentukan nilai kekekalan semen portlnd adalah
Autoclave Expansion of Portland Cement cara ASTM C-15 atau cara inggris, BS,
Expansion by Le Chatellier.

Sifat- sifat semen Portland sangat dipengaruhi oleh susunan ikatan oksida –
oksida serta bahan bahn pengotor lainnya. Pemeriksaan secara berkala perlu
dilakukan, baik pada saat pemprosesan, saat menjadi bubuk seen maupun setelah
menjadi pasta semen.Pemeriksaan semen dilakukan sesuai dengan standar ASTM (
American Society For Testing and Material) C-150 dan British Standard (BS-12).
Sedangkan di Indonesia menggunakan standar Industri Indonesia ( SII-0013_81)
yang mengadopsi ASTM C-150-80 yang kini telah diperbarui menjadi SNI.

b. Sifat Kimia Semen

1. Insoluble Residu ( Bagian Tak Larut)

Insoluble residu merupakan kotoran yang tetap tinggal setelah semen


direaksikan dengan asam klorida dan natrium karbonat. Kotoran ini berasal dari
senyawa di dalam gypsum, dari SiO2 yang tidak terikat dalam klinker dan dari
senyawa di dalam organic seperti humus yang terkadang masih terbawa di
limestone dan batuan lainnya. Jumlahnya yang kecil tidak mempengaruhi mutu /
kualitas semen.

2. Lost Of Ignition ( Hilang Pijar)

Hilang pijar digunakan untuk mencegah adanya mineral- mineral yang


dapat diuraikan pada pemijaran . Kristal mineral tersebut umumnya bersifat dapat
mengalami metamorfosa dalam waktu yang lama,sehingga pada proses tersebut
dapat menimbulkan kerusakan. Lost Of Ignition (LOI) adalah presentase berat CO2
18
6

dan H2O yang hilang pada waktu dipijarkan suhu dan waktu tetentu . LOI dihitung
dengan rumus :

Hilang pijar disebabkan karenma terjadinyua penguapan air kristal dari


gypsum serta penguapan CO2 dari MgCO3e dan CaCO3 saat terjadi reaksi
kalsinasi. Nilai LOI beriksar antara 0,5-0,8%.

3. Modulus Semen

Modulus semen merupakan bilanagan yang menyatakan perbandingan


kuantitas senya CaO, SiO2, Fe2O3, dan Al2O3. Modulus semen sesuai untuyk jenis
semen yang diproduksi. Modulus ini dapat digunakan untuk perbandingan jumlah
masing- masing bahan baku untuk menghasilkan klinker dengan komposisi yang
diinginkan.

a. Alumina Modulus (ALM)

Nilai ALM berkisar 1,5-2,5. Jika nilai ALM terlalu tinggi, maka nilai SIM
akan turun sehingga menurunkan setting time semen, namun jika nilai ALM terlalu
rendah akan menyebabkan viskositas fasa cair rendah, semen yang dihasilkan tahan
sulfat, namun kuat tekan awalnya rendah dan mudah dibakar. ALM dihitung dengan
menggunakan rumus :

b. Silika Modulus (SIM)

Nilai SIM berkisar antara 1,9-3,2 dan yang diinginkan itu antara 2,2- 2,6.
Dicari menggunakan rumus :
18
7

Perubahan nilai SIM menyebabkan perubahan coating pada burning zone


dan burnability klinker. Jika nilainya terlalu tinggi, maka klinker sulit dibakar
hingga perlu temperature bakar yang tinggi. Fase cair rendah, sehingga beban
panasnya tinggi, kadar abu dan CaO bebasnya tinggi. Coating menyebabkan
terjadinya penumpukan penyerapan panas pada bagian coating dan mengakibatkan
daerah coating tersebut lebih panas sehingga dapat merusak batu tahan api.

c. Lime Saturation Factor ( Faktor Penjenuhan Kapur)

LSF adalah jumlah bagian CaO yang diperlukan untuk mengikat satu bagian
oksida- oksida yang lain (SiO2, Al2O3 dan Fe2O3). Kelebihan CaO dari LSDF
akan membentuk CaO bebas ( free lime) didalam klinker. Akibat LSF tang tinggi
adalah CaO bebas akan semakin tinggi, burnability semakin tinggi sehingga kuat
tekan awal dan panas hidrasi semakin tinggi, kebutuhan panas dan temperature kiln
akan meningkat karena burnability yang semakin tinggi dan coating sulit terbentuk
sehingga panas radiasi meningkat.

4. Sulfur Trioksida (SO3)

Senyawa SO3 berasal dari gypsum dan bahan bakar pada pembentukan
klinker . Kadar SiO3 klinker sebaiknya 0,6%, jika lebih maka klinker akan susah
digiling. Fungsi senyawa SO3 adalah menghambat hidrasi mineral C#A dan
pengatur setting time semen. Apabila penambahan gypsum optimal, maka
senyhawa SiO2 dapat mrmbantu hidrasi C3S tang bermanfaat untuk menambah
kekuatan semen, mengurangi drying shrinkage dan meningkatkan kelenturan (
soundness) semen.

5. Magnesium Oksida

Senyawa MgO dalam semen berasal dari batu kapur setelah terjadinya
proses pembakaran klinker, senyawa MgO terdapat dalam bentuk glassy state. Jika
kadar MgO kurang dari 2% maka MgO akan berikatan dengan senyawa klinker.
Jika kadarnya lebih dari 2% maka akan membentuk MgO bebas ( Periscale) yang
18
8

akan berikatan dengan air membnetuk MG(OH)2 yang mengakibatkan keretakan


pada beton.

6.CaO Bebas ( free Lime)

Freelime merupakan senyawa kapur yang tidak ikut bereaksi dalam pross
pembutan klinker. Kadar free Lime yang baik adalah dibawah 1%. Jika berlebih
maka beton yang dihasilkan akan mudah retak dikarenkan pemuaian volume yang
besar selama reaksi hidrasi semen.

7. Komposisi Senyawa Mineral

Senyawa C3S adalah komponen yang berperan untuk pengerasan awal, dan
cepat mengeras pada umur 28 hari. Kadar C3S sebaiknya anatara 56-62%. C2S
berperan sebagai kekuatan untuk waktu yg lebih lama. C2S berperan untuk sebagai
kekerasan setelah minggu pertama hingga beberapa minggu atau builan. C3A
berfungsi dlam kekerasan awal dan kecepatan mengerasnya sangat tinggi.

8. Alkali (Na2O dan Ka2O)

aKadar alkali berlebih dapat mengakibtakan keretakan pada beton, apabila


digunakan agregat yang mengandung silica reaktif terhadap alkali akan terjadi
reaksi :

Na2O dibatsi kadarnya 0,6%. Jika berlebih maka jumlah gypsum yang dibutuhkan
akan lebih banyak . Sedangkan kelebihan K2O menjadikan klinker mudad digiling.

2.2 Deskripsi Proses

Pada awalnya PT. Semen Padang menggunakan dua proses pembuatan


semen, yaitu proses basah dan proses kering . Namun, sejak oktobetr 1999 pabrik
Indarung I dengan proses basah tidak dioperasikan lagi karena tidak efisien dan
peralatan pabrik yang sudah tua. Dengan demikian, keseluruhan proses pembuatan
semen di PT. Semen Padang hanya menggunakan proses kefring. Secara umum,
proses pembuatan semen di PT. Semen Padang terbagi menjadi 5 tahapan, yaitu
18
9

tahapan awal, tahap pembakaran rawa mix, tahap penggilingan klinker dan tahap
pengatongan semen.

2.2.1 Tahap Penyediaan dan Persiapan Bahan Baku

Bahan baku utama batu kapur dan batu silika ditambang sendiri oleh
PT.Semen Padng di Bukit Karang Putih dan Bukit Ngalau, sedangkan pasir besi
didatangkan dari Kalimantan dan tanah liat dari anak perusahaan PT. Semen Padang
yaitu PT.Igasar dan PT. Yasiga Andalas yang ditambang di Gunung Sarik.

a. Tahap Penambangan Batu Kapur ( Limstone)

Batu Kapur diperoleh dengan cara ditambang . Daerah penambangan batu


kapur terletak di daerah Bukit Karang Putih. Penambangan batu kapur dilakukan
dengan beberapa tahapan yaitu tahap pembersihan lahan (land Clearing), tahap
pengeboran (drilling), tahap peledakan (blasting), tahap pemuatan dan
pengangkutan, dan tahap penggilingan ( crushing). Batu kapur hasil crushing akan
dimasukkan hopper limestone dan akan dibawa menggunakan belt convenyor
menuju storage limestone Indarung IV.

Metode penumpukan yang digunakan dinstorage limestone adalah metode


conical shell stacking. Pada Conical Shell Stacking, Stacker/ belt carry bergerak
secara bertahap dalam arah membujur. Gerakan stacker selanjutnya dilakukan
setelah menyelesaikan tumpukan sampai ketinggian maksimal. Ketika Pile sudah
penuh, penumpukan material akan pindah ke posisi baru dan menumpuk cone yang
baru dibentuk berdekatan dengan cone sebelumnya. Proses ini terus berlnjut dalam
arah membujur storage hingga stockpie penuh.

Pengambilan material dilakukan dengan menggunakan side reclaimer yang


bekerja di bagian samping tumpukan material yg akan diambil. Side reclaimer ini
dilenglapi dengan blade chaim yang bisa dinaikturunkan. Selanjutnya material akan
dibawa oleh blade chain untuk ditransportasikan menuju ke dalam hopper
limestone.

b. Tahap Penambangan Batu Silika ( silica Stone)


19
0

Bahan baku batu silika diambil dari penambangan Bukit Karang Putih dan
dilakukan hamper sama dengan melakukan penambangan batu kapuir, namun
perbedaannya pada penambangan batu silika tidak dilakuknnya proses peledakan,
tetapi diruntuhkan dengan trackvator dan dibwa ke crusher dengan dump truck lalu
dibawa menuju storage dengan menggunakan belt convenyore.

Proses penumpukan dan penarikan material yang dilakukan di storagesilica


sama seperti di storage limestone yaitu metode Conical Shell Stacking dan system
penarikan menggunakan side reclaimer. Kemudian material ini akan dibawa
mengunakan belt conveyor menuju hopper silica.

c. Tahap Pengadaan Tanah Liat (Clay)

Tanah liat yang merupakan sumber dari feO dan AlO dibeli dari PT Igasar
dan PT Yasiga Andalas dari Gunung Sarik, kuranji, kota padang. Tahapan
penambangan yaitu land clearing, stripping, drigging, loading, dan hauling,. Truk
yang berisi tanah liat di dumping pada mini hopper caly sebelum dihancurkan
terlebih dahulu menggunakan crusher. Selanjutnya material yang telah dihancurkan
dibawa menggunakan belt conveyor menuju clay storage.

Pada metode ini, material ditumpuk melintg secara parallel selebar tempat
yang tersedia sehingga membentuk tumpukan bukit. Metode ini digunakn untuk
mencegah terjadinya pemisahan atau segregation dan diharapkan pendistribusian
partikel halus dan kasar yang merata. Proses penumpukan material menggunkan
stackrer yang bergerak secara mebujur dan melintang pada bagian atas sehingg
membnetuyk pola parallel serta barisan membujur yang bertingkat. Setelah proses
penumpukan selesai, selanjutnya dilakukan penarikan material menuju belt
conveyor dengan menggunakan bucket chain excavator.

Penarikan material dilakukan dengan cara menggerus material dari selatan


ke utara atau sebaliknya dengan tujuan untuk mendapatkan material dengan
komposisi yang homogeny. Selanjutnya tanah liat yang telah berada di bucket chain
excavator akan dijatuhkan ke belt conveyor UO1 dan kemedian ditaransportasikan
ke dalam hopper.
19
1

d. Pengadaan Pasir Besi ( Iron Sad)

Pasir besi yang digunakan didatangkan dari kalimanatan, Cilacap dan


Batam dan untuk copper slag didapatkan dari limbah PT. Krakatu Steel. Proses
pengangkutan bahan baku utama lainnya. Untuk pasir besi, proses pengangkutan
dilakukan secara manual, yaitu hanya dengan menggunakan loader atau alat berat
menuju ke dumping hopper. Hal ini dikarenakan jumlah pemakaian yang hanya
berkisar ± 1%

Pasir Besi yang telah di loading ke dalam dumping hopper selanjutnya


ditransportaskan menuju ke hopper menggunakan belt conveyor yang berada di
bagian bawah dumping hopper. Belt yang digunakan untuk mentransportasikan
tanah liat sehingga belt digunakan secara bergantian. Penggunaan velt secara
bersamaan ini bertujuan agar lebih ekonomis karena penggunaan material yang
sedikit, ditambah apabil terdapat kasus komposisi pada limestone sudah mencukupi
komposisi set point maka penggunaan bahan yang lain tidak diperhitungkan.

e. Pengadaan Gypsum

Selain pasir besi, gypsum dengan rumus kimia CaSO4. 2H2O juga
didatangkan dari luar. Kebutuhan gypsum untuk PT. Semen Padang dibawa dari
PT.Petrokimia. Gresik dan juga diimport dari negara Australia dan Thailand.
Sebelum disimpan di dalam storage. Dilakukan pengujian kualitas terlebih dahulu
di laboratorium jaminan dan kualitas PT Seemen Padang.

f. Pengadaan Pozzolan

Pozzolan yang digunakan dari Lubuk Alung. Pozzolan merupakan bahan


yang mengandung silika dan alumina yang tidak memiliki sifat mengikat seperti
semen, tetapi dalam bentuk yang halus dan adanya air maka senyawa-senyawa
tersebut dapat menjadi material padat yang tidak dapat larut dalam air.Pozzolan
disimpan di storage yang sama dengan bahan baku aditif lainnya, yaitu gypsum dan
limestone high grade.

2.2.2 Penggilingan Bahan Baku ( Unit Raw Mill)


19
2

Tahap penggilingan bahan baku bertujuan untuk memperkecil atau sizer


reduction bahan baku. Selain itu, penggilingan dilakukan untuk mendapatkan
campuran bahan baku yang homogen dan untuk mempermudah terjadinya reaksi
kimia pada saat pembentukan klinker di dalam kiln. Untuk tanah liat sebelum
dibawa menuju storage, akan digiling terlebih dahulu di clay crusher untuk
menghindari material- material keras yang tercampur pada tanah liat masuk ke
dalam storage. Dari setiap storage.Dari setiap storage material akan dimasukkan ke
dalam hopper menggunakan belt conveyor. Hopper merupakan tempat
penyimpanan sementara yang berbentuk kerucut/ cone.

Pada pabrik Indarung IV, terdapat 5 buah Hopper yang digunakan untuk
batu kapur, batu silika, dan pasir besi. Dua hopper digunkan untuk batu kapur, dua
hopper digunakan untuk batu silika, dan satu hopper untuk pasir besi.

Pada tanah liat tidak terdapat hopper dikarenakan untuk menghindari


terjadinya penyumbatan pada bagian outlet hopper akibat dari sifat tanah liat yang
terlalu lengket, maka untuk tanah liat langsung dibawa menggunkan deep bucket
excavator menuju belt convetor.

Pada bagian outlet setiap hopper, terdapat sebuah alat yang disebut dosimat
feeder. Alat ini berfungsi untuk menghitung jumlah atau tonase bahan baku yang
keluar dari hopper menujuj belt conveyor. Prinsip kerja dari alat ini adalah ketika
lamella menerima beban dari material yang jatuh dari hopper, kecepatan dari
lamella akan ditambah sesuai dengan set point bahan baku yang dibutuhkan.
Terdapat load cell pada bagian atas alat yang terhubung dengan sling lamella yang
berfungsi untuk mengetahui jumlah material yang jatuh keatas lamella per
meternya. Berbeda dengan batu kapur, batu silika, dan pasir besi, jumlah tonase
tanah liat diatur dengan kecepatan dari deep bucket excavator menuju belt
conveyor. Pengaturan kecepatan pada lamella dan deep bucket excavator ini
dilakukan dari Central Control Panel (CCP) Indarung IV PT Semen Padang.

Pada pabrik Indarung IV terdapat dua buah mill untuk mengiling bahan
baku. Mill pertama bertipe horizontal mill sedangkan mill yang kedua bertipe
vertical mill. Maka dari itu material bahan baku yang dibawa menuju tube mill
memiliki belt conveyor yang berbeda dengan material yang menuju vertical mill.
19
3

Material dari hopper batu kapur (4R1L02), hoper batu silika (4R1L03)
hopper pasir besi (4R1L01) dan storage tanah liat (4RJ08) akan tergabung di belt
conveyor ( 4RJ03) kemudian akan dibawa menuju tube mill(4R1) sedangkan
material dari hopper batu kapur (4R2L02), hopper batu silika (4R2L03) hopper
pasir besi (4R1L01) dan storage tanah liat (4RJ08) akan tergabung di belt conveyor
(4R2J03) kemudian akan dibawa menuju vertical mill (4R2).

Pada belt conveyor (4R2J03) terdapat alat magnetic separator yang


berfungsi sebagai penangkap logam logam yang dapat mengganggu dalam proses
pembuatan semen, yang mana logam-logam tersebut akan langsung dibuang dari
system, sedangkan pada belt conveyor(4R2J04) terdapat metal detector yang akan
mendeteksi logam-logam dan akan dibuang melalui dividing gate apabila masih
terdapat banyak logam.

Sebelum memasuki tube mill, material bahan baku akan melewati double
gate terlebih dahulu. Double gate berfungsi agar udara ridak masuk kedalam mill
atau sebagai air lock yang mana ada 2 buah piston yang bergerak secara bergantian
sebelum masuk ke dalam tube mil. Sedangkan pada vertical mill, material bahan
baku akan melewati rotary air lock terlebih dahulu. Tujuan dari rotary air lock sama
seperti double gate yaitu untuk mencegah adanya udara masuk kedalam mill akan
tetapi memiliki cara kerja yang berbeda. Rotary air lock berbentuk seperti roda yang
berputar sehingga dapat membuka dan menutup secara otomatis sebelum masuk
vertical mill. Udara luar atau false air yang masuk ke dalam mill dapat menggangu
proses pengeringan material di dalam mill sehingga proses pengeringan menjadi
tidsk optimal.

Tube mill merupakan alat yang digunakan untuk menggiing material hingga
menjadi raw mix dengan cara berotasi. Pada tube mill material akan dimasukkan
bersamaan dengan aliran udara panas Material yang akan digiling dimasukkan bersaman
dengan aliran udara pans yang bersal dari suspension preheater (SP) yang ditarik oleh mill
fan,sehingga di dalam tube mill selain terjadi proses penggilingan juga terjadi proses
pengeringan. Tube mill pada unit raw mill ini terdiri dari 3 ruangan,yaitu drying chamber,
kompartmen I dan kompartmen II.
19
4

Pada drying chamber dipasang lifter yang berfungsi untuk mengangkat dan
menghamburkan material sehingga proses pengeringan dapat berlangsung dengan
efektof sehingga luas permukaan material yang kontak dengan gas panas bertambah
besar. Seebagai pemisah antar drying chamber dengan kopartmen I digunakan open
diaphragm.

Setelah melewati drying chamber material akan terbawa menuju


kompartmen I yang mana terdapat step Liner yang berfungsibuntuk mengangkat
dan menjatuhkan grinding ball sehingga terjadi tumbukan antara material dan
grinding ball yang membuat material lebih halus, ukuran grinding ball pada
kompartemn II terdapat diapghram dan peripheral oulet. Diapghram sebagai
keluaran gas panas dan material halus sedangkan peripheral outlet sebagai tempat
keluaran material halus hasil penggilingan di tube mill yang tidak ikut tertarik oleh
mill fan. Material yang belum halus akan melewati diapghram dan menuju
kompartmen II. Pada kompartmen II terdapat classifying liner tidak terdapat sekat
yang membuat grinding ball terangkat dan terjatuh melainkan hanya akan
melakukan gaya gesek dan bersifat mengalir dan berputar, ukuran grinding ball
pada kompartemen kedua yaitu 20 – 50 mm.

Gas panas yang masih terdapat material halus, akan tertarik ke atas oleh fan,
dan dipisahkan oleh tiga buah cyclone antara gas panas dan material yang halus,
material yag halus akan dibawa menggunakan air slide menuju Controlled Flow
(CF) silo sedangkan gas panas akan tertarik fan menuju Electrostatic Precipitator
(EP) untuk dipisahkan antara material yang masih halus dan gas panas. Gas panas
yang berisi udara bersihkan keluar menuju chimney dan material halus hasil
pemisahan pada Electrostatic Precipitator (EP) akan dibawa menggunkan screw
conveyor menuju Controlled Flow (CF) silo.

Material yang tidak tertarik fan pada diapghram akan jatuh melewati
peripheral oulet dab dibawa menggunakan air slide menuju elevator kemudian akan
dibagi menggunakan air slide menuju elevator kemudian akan dibagi menggunakan
dividing gate untuk dibawa ke masing-masing Grate Separator, satu buah Grate
Separator untuk memisahkan material kasar yang akan dibawa menuju inlet tube
mill sedangkan material kasar yang akan dibawa menuju inlet tube mill sedangkan
19
5

material halus menuju Controlled Flow (CF) silo. Satu buah Grate Separator lagi
untuk memisahkan material kasar yang akan dibawa menuju Controlled Flow (CF)
silo menggunakan air slide.

Di dalam vertical mill terdapat empat proses yang terjadi, yaitu proses
pengeringan, penggilingan, transport dan pemisahan. Berikut penjelasan singkat
mengenai proses- proses yang terjadi di dalam vertical mill :

1.Proses Pengeringan

Proses pengeringan terjadi saat terjadinya kontak langsung antara material


dengan gas panas yang masuk ke dalam vertical mill. Tujuan dari proses
pengeringan ini adalah untuk mengurangi kadar air yang terkandung di dalam
material,

2.Proses Penggilingan

Proses penggilingan terjadi pada saat material dihancurkan di atas grinding table
yang berputar dengan menggunakan roller yang diberikan tekanan dengan besaran
tertentu.

3.Proses Transport

Proses transport terjadi ketika material yang telah digiling terbawa bersama gas
panas menuju calsifier akibat adanya tarikan dari mill fan.

4.Proses Pemisahan

Proses pemisahan di dalam vertikal mill terjadi pada bagian classifier. Material
kasar akan terpisah dan jatuh ke grinding table, sedangkan material halus akan ikut
terbawa bersama gas panas menuju ke cyclone.

Prinsip Kerja vertikal mill yaitu dengan menggunkan gaya tekan yang
diberikan ke roller tyre terhadap grinding table. Material yang masuk melalui rotary
air lock akan jatuh ke bagian tengah grinding table. Saat material bergerak melewati
roller tyre karena perputaran grinding table, roller tyre akan ikut berputar karena
bergesekan dengan material. Material akan tergiling karena adanya gaya tekan yang
diberikan ke roller tyre.
19
6

Di dalam vertical mill selain proses penggilingan bahan baku, juga terjadi
proses pengeringan menggunakn gas panas yang berasal dari suspension preheater.
Gas panas masuk ke vertical mill melalui louvre ring yang dibuat dengan sudut
kemiringan 45° agar kecepatan aliran gas panas dapat dikurangi sehingga proses
pengeringan berlangsung secara optimal.

Material yang telah digiling akan terbawa bersama gas panas akibat adanya
tarikan dari mill fan S20 menuju ke classifier. Pada bagian classifier, material kasar
yang ikut terbawa gas panas akan terpisah dari material halus karena adanya
perputaran pada rotor classifier. Material akan melalui stator classifier, kemudian
material yang kasar akan jatuh karena berbenturan dengan bagian rotor classifier ke
tengah grinding table dan digiling kembali bersama fresh feed sedangkan material
halus akan tertarik keatas bersama gas panas. Pemisahan yang terjadi di classifier
berdasarkan ukuran dari material dengan parameter yang digunakan yaitu sleving
residu, kecepatan putaran classifier , dan kecepatan hisapan fan.

Material halus hasil penggilingan ( raw mix) akan tetap terbawa bersama
gas panas menuju cyclone yang berjumlah empat buah untuk tiap mill. Cylcone
berfungsi untuk memisahkan material halus yang ikut terbawa bersama gas
panas.Gas panas masuk pada sisi samping cyclone dengan kecepatan tertentu secara
tangensial dan membentuk aliran vortex. Dibagian dalam cyclone terdapat center
tube yang mengakibatkan adanya gaya sentrifugal sehingga material akan terjatuh
ke bagian bawah cyclone menuju air slide, sedangkan gas panas akan diteruskan
menuju Bag House Filter ( BHF).

Bag House Filter (BHF) merupakan alat pemisah debu yang terdiri dari
kantong- kantong ( bag) sebagai media pemisah antara debu dengan udara. Debu
yang menempel pada bag dibersihkan secara berkala dengan mengalirkan udara
yang berasal dari jet cleaning system. Udara akan mengandung setiap bag pada arah
yang berlawanan dengan udara yang mengandung debu dan menekan setiap bag.
Debu berupa raw mix akan dibawa menggunakan drag chain conveyor dan screw
conveyor menuju controlled flow (CF) silo sedangkan udara bersih hasil dari Bag
House Filter (BHF) akan keluar ke lingkungan melalui chimney.
19
7

Controlled Floe (CF) silo merupakan tempat penyimpanan sementara raw


mix sebelum digunakan sebagai bahan baku pembuatan klinker di dalam kiln serta
sebagai tempat homogenisasi raw mix. Homogenisasi di dalam CF silo terjadi
karena adanya buka tutup flap valve secara bergantian. Setiap flap valve memiliki
segmen aerasi tersendiri. Ketika Flap Valve dibuka, raw mix yang terkena dampak
dari aerasi akan mengalir kebagian tengah cone sehingga terjadinya homogenisasi
pada raw mix yang waktu tinggalnya berbeda-beda. Raw mix yang keluar melalui
Flap Valve selanjutnya dimasukkan kedalam Bin Raw Mix menggunakan Fluxo
Slide.

pozzlRaw Mix dari bin akan diteruskan menuju elevator kiln menggunakan
fluxo slide melalui dua jalur pengeluaran yang brebeda-beda. Pada fluxo slide
terdapat bottom gate dan proportional valve yang berfungsi untuk mengatur jumlah
atau tonase dari raw mix yang keluar menuju ke elevator kiln. Dibagian akhir fluxo
side terdapat schenk feeder yang berfungsi untuk menimbang raw mix yang keluar
dari CF-Silo.

Prinsip kerja dari schenk feeder ini adalah ketika raw mix jatuh dari fluxo
side, raw mix akan memberikan beban pada plat dengan kemiringan tertentu
dibagian dalam schenk feeder. Ketika beban yang diberikan oleh raw mix terbaca,
proportional valve akan terbuka dengan sesuai dengan set point yang telah
ditentukan. Proportional valve ini dapat dibuka 0-100% sesuai dengan kebutuhan
raw mix. Raw mix keluaran dari schenk feeder do transportasikan menuju ke
elevator kiln menggunakan fluxo slide untuk diumpankan ke suspension
preheaterstring A dan string B.

2.2.2 Proses Pembentukan Klinker ( Unit Kiln)

Tahap pembentukan klinker terjadi pada unit kiln yang bertujuan untuk
mengubah raw mix menjadi klinker. Pada unit kiln dibagi menjadi tiga tahap
proses yaitu proses pemanasan awal (preheater), proses pembakaran dan proses
pendinginan (cooler). Sebelum terjadi proses pembakaran raw mix, hal yang perlu
dipersiapkan adalah pengadaan bahan bakar yang berupa batubara.
19
8

a. Persiapan Bahan Bakar

Bahan bakar yang digunakan pada pabrik Indarung IV PT Semen Padang


adalah solar dan batubara. Solar digunakan ketika akan melakukan heating up
sedangkan bahan bakar utama yang digunakan adalah batuabara. Batubara yang
digunakan Pabrik Indarung V didatangkan dari berbagai daerah seperti Muara
Bungo, Tanjung Enim dan Kalimantan.

Raw coal yang diangkut menggunakan truck dari berbagai daerah


dikumpulkan pada satu area yaitu stock pile. Dari stock pile, batubara akan
ditransportasikan masing-masing menuju pabrik Indarung II/III, IV,V dan VI.

Sebelum batubara digunakan, batubara harus digiling terlebih dahulu dalam


coal mill dimana raw coal akan menjadi lebih halus (fine coal), dengan tujuan agar
batubara akan semakim mudah untuk terbakar. Coal mill adalah unit yang berfun
gsi sebagai penghasil fine coal yang digunakan untuk bahan bakar pada calciner
dan burner pada kiln. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam unit coal mill ini
adalah tingkat kehalusan fine coal dan kadar air di dalam unit raw coal. Kadar air
di dalam raw coal dapat mempengaruhi proses pembakaran. Kadar air di dalam raw
coal tidak boleh terlalu rendah karena sifatnya mudah terbakar dan membahayakan
bin fine coal. Pada unit Indarung IV PT Semen Padang,terdapat dua unit coal mill
yaitu 4K2 dan tiga mini hopper untuk coal mill 4K3. Masing-masing raw coal dari
mini hopper akan masuk ke dalam crusher, sebagai tahap penggilingan awal
sebelum raw coal masuk ke masing- masing hopper coal mill dan digiling di Coal
Mill.

Pada Coal Mill 4K2, memiliki prinsip kerja yang sama seperti Vertical Raw
Mill. Pada Coal Mill 4K2 akan terjadi proses pengeringan penggilingan dan
batubara. Raw coal akan masuk ke dalam hopper dan dibawa menggunakan drag
chain conveyor. Drag chain conveyor ini juga berfungsi sebagai pengatur jumlah
raw coal yang masuk menuju Coal Mill kemudian akan terjadi pengeringan
batubara yang dilakukan dengan gas panas dari suspension preheater (SP) yang
masuk ke dalam Coal Mill 4K2. Sedangkan pada proses penggilingan batubara, raw
coal akan jatuh ke grinding table yang berputar dan akan tergiling oleh karena dua
buah roller tyre. Material hasil penggilingan tersebut akan terangkat menuju
19
9

cyclone oleh karena hisapan fan S05, fine coal dari cyclone akan dijatukan ke screw
conveyor sedangkan gas panas akan disaring kembali di Electrostatic precipitator
sebelum keluar melalui chimney, fine coal hasil Electrostatic Precipitator
dijatuhkan dan dibawa menggunakan screw conveyor menuju Bin Calciner dan Bin
Kiln.

Pada Coal Mill 4K3, batubara mengalami proses penggulingan dan


pengerigan yang sama seperti Coal Mill 4K2. Namun pada Coal Mill 4K3 gas panas
dari suspension Preheater (SP) yang digunakan pada proses pengeringan terlebih
dahulu melewati dua buah cyclone, yang mana cyclone ini akan dibawa menuju CF
silo sedangkan gas panas akan dipakai kembali dalam proses pengeringan di Coal
Mill 4K3. Hasil dari pengeringan dan penggilingan Coal Mill 4K3 akan ditarik oleh
BHF Fan yang mana gas panas akan keluar lewat chimney atau apabila gas panas
masih memiliki temperature yang masih tinggi akan dibawa kembali menuju Coal
Milll 4K3 untuk membantu pada proses pengeringan.

Material hasil penyaring di BHF akan dijatuhkan menuju Screw conveyor


kemudian akan ditransportasikan menuju Indarung V atau ditransportasikan
menggunakan dust Pump menuju silom kiln pabrik Indarung II/III, Bin Coal
Calciner dan Bin Coal Kiln sesuai kebutuhan. Prinsip kerja Dust Pump yaitu dengan
menggunakan pendulum valve yang secara otomatis terbuka sesuai dengan pressure
set point yang diberikan, kemudian material akan diumpankan secara continue
melalui aliran udara dari blower.

Pada proses pengumpanan fine coal dari coal bin untuk proses pembakaran,
menggunakan system pneumatic moving dengan menggunakan alat yang disebut
Coriolis, Coriolis ini berfungsi untuk mengatur jumlah fine coal yang akan
digunakan pada dua bagian pembakaran raw mix yaitu Kiln dan Calciner. Coriolis
terabagi menjadi 3 komponen yaitu agitator, multicell dan multicore. Pada bagian
dalam coal bin terdapat sebuah agitator yang digunakan untuk pencampuran dan
menggemburkan fine coal di dalam bin dengan bantuan aerasi. Tepat di bagian
bawah bin fine coal, terdapat dua buah prehopper sebagai tempat penyimpanan fine
coal sebelum di distribusikan ke Kiln dan Calciner. Setiap prehopper di lengkapi
dengan agitator multicell dan multicore.
20
0

Multicell memiliki prinsip kerja yang hamper mirip dengan revolver speed
perputaran rotor dari multicell dapat diubah sesuai dengan kebutuhan fine coal.
Semakin cepat putaran multicell semakin banyak fine coal yang masuk ke
multicore. Multicore merupakan alat yang digunakan untuk mendistribusikan
finecoal akan diukur dan ditimbang menggunakan load cekk multicore sesuai
dengan kebutuhan pada masing-masing tempat pembakaran. Multicore ini berputar
dengan kecepatan yang konstan dan terukur tidak seperti multicell yang bisa diatur
kecepatan putarannya. Setelah fine coal ditimbang, fine coal akan didistribusikan
menggunakan rotary blower untuk Kiln dan Calciner.

b. Pembakaran Raw Mix

Saat memproduksi klinker, agar dapat terjadi proses klinkerisasi, raw mix
harus dipanaskan hingga ± 1450℃. Proses kimia-fisika yang terjadi adalah
dehidrasi mineral tanah liat, dekomposisi senyawa karbonat ( kalsinasi), liquid,
phasa, dan kristalisasi.

1. Pemanasan Awal (preheater)

Proses preheater raw mix terjadi di suspension preheater (SP) bertujuan


sebagai tempat pemanasan dan kalsinasi awal raw mix. Hal ini dimaksud untuk
meningkatkan derajat kalsinasi sudah berkurang dan masuk ke kiln sehingga kerja
kiln untuk proses kalsinasi sudah berkurang dan tidak memakan waktu yang lama.
Suspension Preheater yang digunakan di pabrik Indarung IV PT Semen Padang
terdiri dari 4 stage cyclone dan 1 Calciner. Dengan adanya peralatan Calcinet ini ,
maka proses kalsinasi yang dahulunya terjadi di dalam kiln berlaih ke dalam
kalsiner sehingga proses kalsinasi yang akan terjadi di kiln tinggal sedikit. Proses
kalsinasi pada kalsiner terjadi 95^ sehingga pada kiln hanya tinggal 5 % lagi.

Suspension preheater yang digunakan terdiri dari dua string yaitu string A
dan string B. Masing-masing string terdiri dari empat buah cyclone separator yang
berfungsi untuk memisahkan antara material dengan gas dari satu buah Calciner.
Gas panas pada Calciner berasal dari TAD (Terriery Air Duct) yang dihisap dari
Grate Cooler sedangkan panasnya diperoleh dari proses pembakaran finecoal.
Pembagian material dari string A yang masuk ke Calciner sebanyak 70% sedangkan
20
1

ke Inlet Kiln sebanyak 30 %. Hal ini dilakukan karena derajat kalsinasi yang terjadi
di Calciner lebih besar dibandingkan Inlet Kiln yaitu 95% yang kemudian akan
disempurnakan di Inlet kiln.

Raw mix yang diumpankan dari fluxo slide menuju ke suspension preheater
akan dibagi menjadi dua menggunakan dividing gate sebanyak 50% menuju string
a dan 50 % lagi menuju string B.

Pada string A material akan jatuh menuju cyclone A52 kemudian akan
terjadi proses pemisahan anatar gas panas dan material. Material yang jatuh dari
bottom cyclone A52 akan menuju cyclone A54 sedangkan gas panas bersama
material yang tersisa akan tertarik menuju cyclone A51 danA61. Pada aliran
cyclone A51 dan A61, material akan jatuh jebawah menuju cyclone A53 sedangkan
gas panas beserta material yang tersisa akan tertarik oleh fan ke atas menuju Gas
Conditioning Tower (CGT) 4J1.

Di cyclone A54 material akan menuju Riser Duct, sedangkan gas panas
Cyclone A54 akan tertarik menuju Cyclone a53. Pada Cyclone A53 material akan
dipisahkan menggunakan dividing gate, 70% menuju B55 dan 30% lagi menuju
Inlet Kiln melalui Riser Duct sedangkan gas panas dari Cyclone A53 akan dibaa
menuju Cyclone A52.

Pada string B material akan masuk ke Cyclone B52 yang akan memisahkan
gas panas dan material. Material yang jatuh dari Cyclone B52 akan menuju Cyclone
B54 sedangkan gas panas beserta material tersisa menuju Cyclone B51. Di Cyclone
B51 material akan jatuh menuju Cyclone B53 sedangkan gas panas akan tertarik
oleh fan menuju Gas Conditioning Tower (GCT) 4J2. Materiak yang jatuh ke
Cyclone B53 akan mengalami pemisahan, material akan jatuh menuju Calciner B55
sedangkan gas panas akan menuju Cyclone B52. Pada Cyclone B52 gas panas akan
tertarik menuju Cyclone B51 sedangkan material akan jatuh menuju Cyclone B54.
Di Cyclone B54, gas panas akan menuju Cyclone B53 sedangkan material akan
masuk menuju Riser Duct.

Pada Calciner B55 terjadi proses kalsinasi, dimana terjadi proses


pembakaran menggunakan fine coal hingga suhu ± 900℃ dan derajat kalsinasi
20
2

sudah mencapai ± 95%, Pada Calciner tidak terjadi pemisahan material, sehingga
gas panas bersama material keluaran Calciner akan diteruskan menuju Cyclone
B54. Material dari Cyclone B54 akan bergabung dengan material dari Cyclone A54
dan Cylone A53 di Risere Duct untuk dibawa bersama menuju Inlet Kiln.Adapun
reaksi yang terjadi di Suspension Preheater (SP) yaitu:

Gas panas yang keluar dari Suspension Preheater (SP) dipertahankan pada
suhu 300℃- 400℃. Hal ini dilakukan untuk menjaga kestabilan proses karena
apabila terlalu panas dapat merusak blade fan dan bearing.

2. Proses Pembakaran

Proses pembakaran dilakukan di dalam rotary kiln.Rotary kiln ini


berebentuk silinder sepanjang ±80 m dan berdiameter ±5 m dengan sudut
kemiringan 3°. Untuk melakukan proses pembakaran, bahan bakar yang digunakan
adalah fine coal tetapi saat melakukan pemanasan awal (heating up) dibantu dengan
solar atau lebih tepatnya Industrial Diesel Oil (IDO). Kebutuhan oksigen untuk
pemanasan pada burner berasal dari primary air yaitu udara ambient oleh primary
fan dan secondary air dari grate cooler. Tipe dari burner yang digunakan di pabrik
Indarung IV adalah duoflex burner.

Pada duoflex burner ini, di bagian pusat burner terdapat saluran untuk bahan
bakar yang dikelilingi oleh dua saluran primary air. Saluran primary air yang
pertama digunakan untuk udara radial dan saluran yang satunya digunakan untuk
udara aksial. Dua aliran tersebut akan bercampur sebelum di injeksikan
menggunakan conical air nozzle. Udara yang keluar melalui conical air nozzle akan
membentuk swirl air yang disebabkan karena adanya baling-baling yang terletak
pada bagian hulu nozzle. Bentuk dari aliran udara yang keluar akan mempengaruhi
karakteristik dan bentuk flame.

Pada dinding kiln dilapisi dengan batu tahan api atau fire brick yang
berfungsi untuk melindungi sheel kiln dari panas agar tidak mengalami perubahan
20
3

bentuk atau deformasi saat proses pembakaran. Di dalam kiln proses yang terjadi
terbagi menjadi beberapa zona, yaitu:

 Zona Kalsinasi (Calcinating Zone)

Kalsinasi atau calcinating merupakan proses penguraian atau dekomposisi


karbonat menjadi oksida CaO dan MgO serta CO2 dalam bentuk gas. Proses
kalsinasi umumnya dilakukan di bawah temperatur leleh atau melting point dari
material yaitu pada temperatur 800-900oC. Proses kalsinasi di unit Produksi
Indarung IV PT Semen Padang terjadi di dalam suspension preheater sampai
dengan bagian dari inlet kiln. Kalsinasi yang terjadi di dalam kiln merupakan
kalsinasi lanjutan dari SP.

 Zona Transisi (Transition Zone)

Pada zona transisi, FeO mulai mengikat campuran CaO dan Al2O3
membentuk campuran C2AF. Karena terus meningkatnya temperatur di dalam kiln,
maka CaO bergabung dengan CaO. Al2O3 dan C2AF membentuk C3A dan C4AF.
Pembentukan C3A dan C4AF terjadi pada temperatur 1100-1250°C. Zona transisi
ditandai dengan adanya pembentukan coating yang tidak stabil karena pada zona
transisi ini terjadi peralihan fasa pada sebagian material. Bagian inlet daerah transisi
disebut safety zone dan dilapisi oleh refractory dengan jenis alumina rich brick
dengan kandungan Al2O3 50-60% sedangkan bagian yang berada didekat dengan
sintering zone digunakan synthetic material atau magnesia-chrome brick dengan
kandungan MgO 69- 70%.

 Zona Sintering (Sintering Zone)


Zona sintering atau juga sering disebut dengan burning zone merupakan
zona tempat terjadinya proses klinkerisasi. Klinkerisasi merupakan proses
pengikatan antara oksida-oksida yang terkandung didalam material untuk
membentuk senyawa C3S, C2S, C3A, dan C4AF. Pada zona ini campuran kalsium
alumina ferrit (C4AF) yang terbentuk pada suhu 1100-1250oC berubah fasa
menjadi cair pada temperatur 1250-1450oC. Pada zona sintering, temperatur operasi
akan terus meningkat hingga mencapai 1450 oC sehingga memperbesar persentase
fasa cair sekitar 20- 30%. Fasa cair sangat dibutuhkan karena reaksi klinkerisasi
20
4

lebih mudah berlangsung pada fase cair. Perubahan fase ini juga berguna untuk
pembentukan coating yang berfungsi sebagai isolator pada fire brick. Oleh karena
itu, zona sintering ini ditandai dengan adanya coating yang merata menutupi fire
brick.Jumlah fase cair tersebut tergantung dengan komposisi kimia pada raw mix
design yaitu SIM (Silika Modulus), ALM (Alumina modulus), alkali dan
magnesium oksida (MgO). Nilai silika modulus mempengaruhi proses pembakaran
material. Jika nilai silika modulus terlalu tinggi maka material di dalam kiln akan
sulit terbakar sehingga akan membutuhkan temperatur pembakaran yang lebih
tinggi. Selain itu, dengan sulit terbakar nya material akan mengkibatkan rendahnya
fase cair sehingga kadar abu dan CaO bebas material akan meningkat sedangkan
kandungan magnesium oksida dan alkali pada material akan menyebabkan
kenaikan viskositas cairan. Pada temperatur ini, sisa unsur CaO akan mengikat
dikalsium silikat (C2S) untuk membentuk campuran Kristal trikalsium silikat
(C3S).

 Zona Pendinginan (Cooling zone)

Cooling zone terletak di dekat outlet kiln. Dibagian ini , material mengalami
pendinginan karena bercamour dengan udara sekunder dari grate cooler yang masuk
ke kiln. Pada daerah ini campuran kalsium alumina fermit yang berbentuk cairan,
mengalami perubahan fisis menjadi Kristal. Temperatur pada zone ini yaitu ±
1200℃.

c. Proses Pendinginan

Pada proses pembuatan semen, klinker yang sudah di proses di rotary kiln
dengan temperature ± 1450℃ akan diturunkan temperaturnya hingga klinkert
bertemperatur 90-100℃ di dalam cooler. Jenis cooler yang dipakai di Pabrik
Indarung IV Pt Semen Padang yaitu grate cooler. Udara panas dari grate cooler
dapat dimanfaatkan kembali pada kiuln sebagai secondary air dan pada suspension
preheater (SP) sebagai tertiary air.
20
5

Prinsip kerja dari grate cooler dimulai dari klinker panas yang masuk dari
kiln ke dalam grate. Pada bagian inlet grate cooler terdpat bluster air pada
dindingnya dan kemiringan pada alasnya guna untuk membantu transport liquid
yang menegeras akibat overheating sehingga dapat mencegah terbentuknya
snowman.

Proses awal grate cooler terjadi saat klinker keluar dari cooling zone di kiln
menuju ke grate cooler,klimker akan mengalami proses quenching, Quenching
merupakan pendinginan secara mendadak agar tidak terjadinya reaksi reverse atau
penguraian kembali C3S menjadi C2S sehingga mendapatkan kualitas klinker yang
baik. C3S ini merupakan penentu dari kualitas semen yang diproduksi karena C3S
berperan dalam pemberian kuat tekan awal pada semen.

Pada proses pendinginan di dalam grate cooler, lajunudara pendinginan


sangat diperhatikan. Udara dingin yang masuk ke dalam grate cooler dihembuskan
dengan 18 buah fan menembus bed klinker di atas grate plate yang terdiri dari fix
dan movable plate. Movable plate inilah yang akan memindahkan klinker dari grate
1 ke grate 2 dan grate 3.

Grate plate memiliki lubang-lubang kecil yang berfungsi sebagai tempat


masuknya udara pendingin yang di tembakan oleh cooling fan, sefrta lubang-lubang
pada grate plate juga berfungsi sebagai tyempat lewatnya klinker yang berukuran
halus yang tidak terbawa oleh dorongan cooling fan ke dalam grate cooler. Klinker
yang lolos melewati lubang pada grate palte akan di tamping pada chamber di
bagian bawah grate cooler. Di di dalam chamber tersebut terdapat LSH( Level
Sensor Height),yang mana LSH tersebut berfungsi sebagai sensor apabila
tumpukan di dalam chamber sudah penuh dan menyentuh bagian dari LSH (Level
Sensor Height)_ tersebut, maka gate pada bagian bottom chamber tersebut akan
terbuka secara otomatis dan material akan langsung jatuh ke apron conveyor yang
kemudian akan ditransportasikan menggunakan apron conveyor menuju DBC
(Deep Bucket Conveyor).

Klinker yang terbawa ke ujung grate cooler akan di perkecil ukurannya


menggunakan hammer crusher. Prinsip kerja hammer crusher yaitu klinker yang
berukuran besar akan jatuh ke dalamn crusher dan akan dihantam oleh hammer.
20
6

Hantaman hammer terhadap klinker berasal dari putaran yang terjadi pada crusher
tersebut. Kemudian klinker yang sudah menjadi keeping-keping klinker akan
dibawa oleh DBC ( Deep Bucket Conveyor) menuju silo klinker.

Kebutuhan udara yang digunakan untuk pendingianan pada setiap chamber


grate cooler akan berbeda- beda sehingga jumlah fan dan besarnya daya yang
dibutuhkan pun berbeda. Semakin mendekati outlet grate cooler, hembusan udara
pendingin dari fan juga akan semakin kecil. Klinker yang didinginkan dari fan juga
akan semakin kecil. Klinker yang didinginka harus mendapatkan pendinginan
secara merata pada setiap section agar temperature akhir yang didinginkan untuk
setiap bongkahan klinker dapat tercapai sehingga tidak merusak alat pada hammer
crusher.

3. Penyimpanan Klinker

Klinker yang telah didinginkan di grtae coler dan dihancurkan oleh hammer
crusher dibawa menuju ke silo menggunakan DBC menuju silo klinker intermediate
silo, IIB, dan IIIC. Intermediate silo merupakan tempat penampungan klinker
apabila klinker yang dihasilkan tidak sesuai standard dan juga sebagai tempat
apabila adanya permintaan ekspor klinker atau sebagai silo cadangan apabila silo
IIIB dan IIIC penuh atau silo cadangan apabila tyerjadi suatu permasalahan si silo
pabrik Indarung lain.

Silo utama penyimpanan utama klinker yaitu IIIB dan IIIC , silo klinker
yang kemudian akan dibawa dan diproses di cement mill hingga menjadi semen.

2.2.4 Penggilingan klinker (Pembuatan Semen )

Tahap penggilingan akhir di Indarung IV PT Semen Padang terjadi di


cement mill, pada cement mill klinker akan digiling bersama gypsum (caSO4.
2H2O) serta dengan bahan tambahan lain seperti limestone dan pozzolan tergantung
dari tipe semen yang akan di produksi.
20
7

Proses penggilingan klinker menjadi semen dilakukan pada unit cement mill. Unit
cement mill pada Indarug IV terdiri dari dua buah cement mill yang memiliki tipe
mill yang sama yaitu tube mill. Tahapan proses yang terjadi dalam cement mill
adalah proses pengimpanan material, proses penggilingan awal di roller presss,
proses penggilingan di dalam cement mill, proses pemisahan di sepax separator,
p;roses pemisahan di O-Sepa dan penyimpanan semen di dalam silo cement.

a. Proses Pengumpanan material

Bahan yang digunakan untuk membuat semen terdiri dari klinker dan
material ketiga seperti gypsum,pozzolan,dan limestone high grade. Klinker yang
disimpan pada silo klinker akan diumpankan menggunakan appron conveyor.
Klinker akan dibawa menggunakan apron conveyor menuju hopper klinker
menggunakan belt conveyor J05.

Untuk material ketiga seperti gypsum,pozzolan dan limestone high grade di


simpan dari storage yang sama akan diumpankan menggunakan loader menuju ke
dumping hopper untuk di transportasikan menggunakan belt conveyor menuju
masing-masing hopper yang diatur secara bergantian untuk pengisian masing-
masing hopper tersebut.

Kemudian klinker, gypsum dan material ketiga akan diangkut menuju


cement mill menggunakan belt conveyor. Pada belt conveyor A02M1 dan A05
terdapat magnetic separator. Fungsi magnetic separator adalah ketika material
feeding yang bercampur dengan logam-logam melewati magnetic separator karena
adanya medan magnet kemudian material logam tersebut akan dibuang keluar
system. Untuk Gypsum dan material ketiga akan diangkut menuju cement mill
dengan bantuan dosimat feeder untuk menentukan jumlah atau tonase material yan
akan diumpankan menu cement mill.

b. Proses Penggilingan Awal

Klinker yang disimpan di nbin roller press selanjutnya diumpankan menuju


roller press untuk dilakukan proses penggilingan awal. Tujuam dilakukannya
penggilingan awal pada klinker yaitu untuk memipihkan klinker sehingga dapat
meningkatkan kapasitas penggilingan di cement mill. Roller press ini terdiri dari
20
8

dua buah roller, yaitu movable dan fixed roller yang berputar berlawanan arah.
Prinsip kerja dari roller press adalah ketika material masuk melalui celah-celah
yang berada diantara 2 buah roller akan menekan material sehingga material akan
berubah bentuk menjadi lebih pipih.

c. Penggilingan di Cement Mill

Pada cement mill, klinker digiling bersamaan dengan gypsum beserta bahan
aditif lainnya seperti pozzolan dan limestone high grade tergantung dari tipe semen
yang akan diproduksi. Cement mill merupakan peralatan berbentuk silinder yang
didalamnya terdapat grinding ball sebagai grinding media penggilingan semen.

Setelah melewati roller press, klinker pipih dibawa menuju cement mill
menggunakan belt conveyor J02 untuk cement mill $Z1 dan belt conveyor A05
untuk cement mill 4Z2, bersama dengan bahan aditif seperti gypsum, pozzolan, dan
limestone high grade yang sudah di transport menggunakan belt conveyor dari
storage menuju ke masing-masing hopper sesuai dengan komposisi dan jenis semen
yang ingin diproduksi. Setelah itu, campuran bahan-bahan tersebut diumpankan
menuju cement mill yang sebelumya telah ditambhakan dengan Chemical Grinding
Aid (CGA) yang terletak di Belt Conveyor.

Penambahan Chemical Grinding Aid(CGA) dilakukan agar material tidak


menempel di grinding media sehingga hasil penggilingan yang diperoleh lebih
banyak. Selain itu, CGA juga berfungsi untuk menurunkan pemakaian klinker
sehingga dapat menaikkan kapasitas cement mill. Fresh feed masuk ke dalam
cement mill bersamaan dengan tailing atau material kasar yang merupakan material
reject dari O-Sepa pada Cement Mill 4Z1 sedangkan pada Cement Miill 4Z2
material reject berasal dari Sepax Separator yang dibawa kembali menuju Cement
Mill untuk digiling kembali.

Tipe mill yang digunakan di pabrik Indarung IV untuk penggilingan semen


adalah Horizontal Mill atau Tube Mill yang berjumlah dua mill yaitu Cement Mill
4Z1 dan 4Z2.

Pada Cement Mill terdapat dua buah chamber yang merupakan tempat
terjdinya proses penggilingan. Pada chamber 1 menggunakan gaya impact untuk
20
9

proses penggilingannya, sedangkan pada chamber 2 yaitu fine grinding yang


menggunakan gaya gesek untuk penggilingannya, sedangkan pada chamber 2 yaitu
fine grinding yang menggunakan gaya gesek untuk penggilingannya sehingga
material akan tergerus oleh grinding ball. Chamber 2 lebih panjang dibandingkan
dengan chamber 1 karena proses penggilingan di dalam chamber 2 membutuhkan
waktu yang lebih lama. Di dalam chamber 1 grinding ball yang digunakan
berdiameter 60-8- mm dan untuk di chamber 2, grinding ball yang digunakan
berdiamter 17-50 mm.

Pada chamber 1, karena adanya rotasi pada mill yang cukup tinggi dan
ukuran grinding media yang cukup besar jika dibandingkan dengan grinding ball di
chamber 2. Grinding media tersebut akan terangkat hingga kemiringan ± 60°,
sehingga saat grinding ball terjatuh akan menumbuk material. Pengangkatan
grinding media pada mill juga dibantu oleh liner yang berjenis step pada liner pada
chamber 1. Pada chamber 2, pergerakan yang terjadi pergerakan grinding media
yang lebih rendah seolah mengalir dan berputar sehingga terjadi gesekan antara
grinding media dengan material yang menyebabkan terjadinya penggerusan. Liner
yang digunakan pada dinding chamber 2 berjenis classifying liner. Classifying liner
dapat mengklasifikasikan material berdasarkan ukurannya dimana semakin
mendekati outlet mill ukuran material semakin kecil.

Proses penggilingan di cement mill dijaga pada temperature 100-125℃ untu


mencegah terjadi dehidrasi air Kristal gypsum sebagai retarder apabila temperature
terlalu tinggi sehingga akan terjadinya false set pada semen. Temperatur dijaga pada
temperatur 100-115℃ dan untuk chamber 2, temperature dijaga pada kisaran
125℃.Apabila suhu kurang dari 110℃ maka dikhawatirkan akan terjadi wet
clogging.

Diantara chamber 1 dan chamber 2, terdapat suatu pemisah yang disebut


dengan center diphragma. Pada center diphragma ini terdapat slot opening dengan
ketebalan 6-8 mm yang berfungsi sebagai tempat lewatnya material halus menuju
chamber 2. Selain slot opening, di center diaphragma juga terdapat centerscreen
dan scooping. Center screen berfungsi sebagai jalur berpindahnya udara dari
21
0

chamber 1 ke chamber 2 dan sebagai tempat berpindahnya material yang tidak


dapat melewati slot opening dengan bantuan scooping.

Pada Cement Mill ini terdapat Discharge Arrangement yang berjenis End
Discharge yang memiliki dua keluaran yaitu gas melalui bagian atas yang ditarik
menuju Electrostatic Precipitator dan semen hasil penggilingan keluar melalui
bagian bawah untuk diteruskan menuju O Sepa. Prinsip kerja O Sepa yaitu dengan
memisahkan material berupa semen yang kasar dan yang halus.

Material kasar akan masuk dari atas sisi kanan dan kiri atas O Sepa
kemudian terjatuh ke rotor dari O Sepa dan terjadi proses pemisahan oleh karena
perputaran rotor, material halus akan masuk melalui stator dan terbawa menuju
BHF untuk disaring sedangkan material kasar akan terjatuh kebawah untuk
digiling kembali di tube mill , udara yang ditarik dari EP fan akan membawa
material halus ke EP dan disaring untuk memisahkan material dan udara, kemudian
udara akan dikeluarkan melalui chimney sedangkan material hasil penyaringan
akan dijatuhkan menuju screw conveyor dan dibawa menggunakan belt conveyor
ke Cement Silo.

Sedangkan pada Cement Mill 4Z2 semen hasil penggilingan keluar melalui
bagian bawah untuk diteruskan menuju Sepax Separator dan material halus akan
ditarik EP fan. Material akan masuk melalui pinggang sepax separator kemudian
akan memisahkan material kasar dan halus. Udara yang masuk dari bawah separator
membawa material yang ringan menuju ke stator. Material yang kasar akan
terlempar oleh stator dan jatuh kebagian usus buntu sepax. Material yang lolos
melewati sepax selanjutnya akan diklasifikasikan kembali oleh rotor.

Material kasar akan jatuh melalui bagian reject cone pada sepax separator
kemudian menuju air slide untuk digiling kembali di Tube Mill,sedangkan material
halus akan dipisahkan melalui empat buah Cyclone, udara dari Cyclone kemudian
akan ditarik oleh fan S25 dan dihembuskan menuju sepax separator kembali untuk
proses pemisahan, sedangkan material dari Cyclone akan jatuh ke air slide
kemudian dibawa melalui screw conveyor menuju Cement Silo.

2.2.5 Penyimpanan Semen


21
1

Fine product dari sepax separator dan telah dipisahkan dengan gas di
cyclone selanjutnya akan dialirkan ke silo cement menggunakan air slide dan
dilanjutkan dengan bucket chain elevator untuk dialirkan ke silo berdasarkan
tipenya. Sedangkan produk semen yang tertangkap EP dibawa oleh screw conveyer
dan jatuh ke air slide yang sama dengan fine product dari sepax separator dan
dialirkan bersama menuju silo cement.

Pada pabrik Indarung IV terdapat 8 silo semen dengan kapasitas sebesar


6.000 ton untuk tiap silonya dan masing-masing silo digunakan untuk penyimpanan
semen dengan tipe yang berbeda-beda. Untuk mengatur masuknya semen ke dalam
silo, maka digunakan bottom gate yang digerakkan secara pneumatic. Didalam silo
terdapat satu cone besar yang akan mengatur keluaran dari semen tersebut. Pada
bagian dasar cone diberikan aerasi sehingga tidak terjadi penyumbatan aliran semen
dan dapat mengalir lancar kearah tengah silo. Semen ditarik menuju truck, kereta
api atau langsung menggunakan air slide menuju tempat pengantongan semen di
PPI (Packing Plant Indarung).

2.2.6 Pengantongan Semen

Proses pengantongan semen dilakukan di PPI (Packing Plant Indarung),


Teluk Bayur dan beberapa daerah lainnya diluar Sumatra Barat. Semen dari silo
cement dibawa ke elevator melalui belt conveyor menuju PPI. Selanjutnya
elevator mengangkut semen ke bagian kontrol semen untuk penyaringan sebelum
dimasukkan ke dalam hopper.Semen yang disimpan didalam hopper selanjutnya
ditransportasikan menuju packer. Packer yang digunakan di PPI ini memiliki
kapasitas pengemasan 4 zak/min dengan total packer yang dimiliki yaitu 10
buah packer. Semen yang telah dipacking akan dibersihkan dari debu
menggunakan dust filter yang kemudian dibawa menuju bowmer truck
menggunakan belt conveyor. Untuk pengantongan semen di Teluk Bayur, semen
akan dibawa menggunakan kereta api atau truck untuk nantinya akan dimasukkan
silo cement dan proses pengantongan akan dilakukan menggunakan packer di
Teluk Bayur. Hal yang sama berlaku untuk pengantongan semen di luar Sumatra
Barat. Proses pengantongandiluar Sumatra Barat dilakukan untuk mempermudah
21
2

pemasaran sehingga dapat mengurangi resiko kerusakan bila dikirim dengan jarak
jauh.

2.3 Diagram Alir

Gambar 2.36 Diagram Alir Proses Pembuatan Semen ( Sumber:


www.semenpadang,co.id,2022)

Gambar 2.37 Diagram Alir Proses Pembuatan Semen Pabrik Indarung IV( Sumber:
Central Control Panel,2022)
21
3

2.3 Utilitas

Utilitas merupakan salah satu factor pendukung proses produksi.Dengan


adanya utilitas, maka proses produksi akan berjalan dengan baik. Hal-hal yang
termasuk di dalam utilitas PT Semen Padang yaitu menyangkut tentang penyediaan
air, kebutuhan listrik,bahan bakar, dan pengolahan limbah.

Penyediaan Air

PT Semen Padang menggunakan air yang berasal dari sungai di daerah


Rasak Bungo yang bernama Sungai Baling. Air ini kemudian diolah terlebih dahulu
sebelum digunakan, baik untuk keperluan proses ataupun keperluan rumah tangga
dan kantor.Proses pengolahannya meliputi proses sedimentasi, filtrasi, dan
flokulasi. Tahapan treatment air yang dilakukan yaitu, air disalurkan dari sungai
memasuki kanal untuk mengendapkan partikel besar yang dapat mengendap dengan
sendirinya.Selanjutnya setelah mengalami proses tersebut, air akan disaring
menggunakan saringan microstainer guna menyaring partikel yang tidak
mengendap dalam proses sebelumnya. Saringan ini hanya mampu menyaring
hingga ukuran mikro. Sehingga air hasil saringan ini belum bisa langsung
dimanfaatkan sebagai air domestik karena bekum bebeas dari bakteri dan pengotor
yang tersuspeni yang masih mengotori air.

Setelah dilakukan proses penyaringan, air ini kemudian dialirkan kedalam


bak penampungan yang kemudian air tersebut dipompakan kedalam mixing
chamber yang brefungsi sebagai tempat pencampuran flokulator dengan air.
Flokulator yang digunakan adalah natrium karbonat dan aluminium sulfat.
Sehingga terbentuklah flok-flok akibat dari adanya proes flokulasi. Kemudian
ditambahkan senyawa klorin yang berfungsi sebagai desinfektab ubtuk membunuh
bakteri yang ada pada air. Setelah melewati mixing chamber ini, air kemudian
dipompakan menuju bak sedimentasi. Hal ini memungkinkan senyawa flokulator
telah bekerja dengan baik sehingga setelah melewati proses ini air akan melewati
saringan pasir (Sand Filter) yang selanjutnya hasil akhir ini dapat langsung
dimanfaatkan sebagai air domestic untuk keperluan kantor, rumah direksi dan
sekolah sedangkan air yang digunakan di pabrik hanaya diendapkan di sebuah bak
21
4

penampungan kemudian dialirkan menuju masing-masing pabrik Indarung II/III,


IV, V, dan VI PT . Semen Padang .

Kebutuhan Listrik

Tenaga listrik yang besar sangat dibutuhkan di PT.Semen Padang ini,


hamper seluruh alat produksi dan untuk penerangan membutuhkan energy
listrik(kecuali alat pembakaran). Dengan kebutuhan akan energy listrik yang amat
tinggi, PT.Semen Padang mrendapatkan supply energy listrik yang berkontribusi
antara lain pembangkit listrik mandiri dan pembangkit listrik PLN ( Perusahaan
Listik Negara). Pembangkit listrik mandiri terdiri atas:

1. PLTA ( Pembangkit Listrik Tenaga Air)

PLTA yang digunakan ada dua yaitu PLTA kuranji dan PLTA Rasak
Bungo,PLTA kuranji, berlokasi 5,2 km dari pabrik. Memiliki tiga unit generator
dan juga tiga unit turbin. Media air yang digunakan sebagai pembangkit adalah air
sungai padang jernih yang kemudian pada tahun 1929 dibendung dan pada tahun
1994 diperbarui kembali. Hingga saat ini listrik yang dihasilkan masih digunakan
untuk membantu jalnnya proses produksi.
21
5
21
6
21
7
21
8
21
9
22
0
.

Anda mungkin juga menyukai