Anda di halaman 1dari 6

TUGAS PORTOFOLIO IPS

REVOLUSI MONUMEN NASIONAL INDONESIA

DI

S
U
S
U
N

OLEH:

HANNA AGATHA GRACECYAS SIRAIT


KELAS : IX-1
MAPEL : IPS

SMP NEGERI 7 PEMATANGSIANTAR


REVOLUSI MONUMEN NASIONAL INDONESIA

Informasi umum

Lokasi  Jakarta

Alamat Lapangan Merdeka

Negara  Indonesia

Mulai dibangun 17 Agustus 1961; 61 tahun


lalu

Selesai 12 Juli 1975; 47 tahun lalu

Dibuka 12 Juli 1975; 47 tahun lalu

Diresmikan 12 Juli 1975; 47 tahun lalu

 17 Agustus 1995 (Baru


Direnovasi
1)
 17 Agustus 2005 (Baru
2)

 17 Agustus 2015 (Baru


3)

Pemilik Pemerintah Indonesia

Tinggi 137 meter

Desain dan konstruksi

Arsitek  Friedrich Silaban


 Soedarsono
Kontraktor utama P.N. Adhi Karya (tiang
fondasi)
Ide awal pendirian Monumen nasional berasal dari orang biasa
yang namanya tak pernah disebut-sebut atau bahkan ditorehkan
dalam prasasti. Ia adalah Sarwoko Martokoesoemo. Mantan Walikota
Jakarta Sudiro (1953-1960) dalam tulisannya di halaman 3 harian
Kompas, Rabu, 18 Agustus 1971 dengan sangat tegas menyebutkan,
ide pertama-tama pendirian Monas tidak muncul dari seorang
presiden, menteri, pemimpin partai, pun tidak dari seorang walikota
atau anggota DPR(D). “Yang memiliki ide pertama kali adalah seorang
warga negara RI biasa, seorang swasta, warga kota sederhana dari
Jakarta bernama Sarwoko Martokoesoemo,” kata Sudiro. Setelah
pusat pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia kembali
ke Jakarta yang sebelumnya berkedudukan di Yogyakarta pada
tahun 1950, menyusul pengakuan kedaulatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia oleh pemerintahan kolonial Kekaisaran
Belanda pada tahun 1949, perencanaan pembangunan sebuah
Monumen Nasional yang setara dengan Menara Eiffel di lapangan
tepat di depan Istana Merdeka. Pembangunan Tugu Monas bertujuan
mengenang dan melestarikan perjuangan bangsa Indonesia pada
masa revolusi kemerdekaan 1945, agar terus membangkitkan
inspirasi dan semangat patriotisme generasi penerus bangsa.
Pada tanggal 17 Agustus 1954, sebuah komite nasional
dibentuk dan sayembara perancangan Monumen Nasional digelar
pada tahun 1955. Terdapat 51 karya yang masuk, akan tetapi hanya
satu karya yang dibuat oleh Friedrich Silaban yang memenuhi
kriteria yang ditentukan komite, antara lain menggambarkan
karakter bangsa Indonesia dan dapat bertahan selama berabad-abad.
Sayembara kedua digelar pada tahun 1960 tetapi sekali lagi tak
satupun dari 136 peserta yang memenuhi kriteria. Ketua juri
kemudian meminta Silaban untuk menunjukkan rancangannya
kepada Soekarno. Akan tetapi Soekarno kurang menyukai rancangan
itu dan ia menginginkan monumen itu berbentuk lingga dan yoni.
Silaban kemudian diminta merancang monumen dengan tema seperti
itu, akan tetapi rancangan yang diajukan Silaban terlalu luar biasa
sehingga biayanya sangat besar dan tidak mampu ditanggung oleh
anggaran negara, terlebih kondisi ekonomi saat itu cukup buruk.
Silaban menolak merancang bangunan yang lebih kecil dan
menyarankan pembangunan ditunda hingga ekonomi Indonesia
membaik. Soekarno kemudian meminta arsitek Soedarsono untuk
melanjutkan rancangan itu. Soedarsono memasukkan angka 17, 8
dan 45 melambangkan 17 Agustus 1945 memulai Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia ke dalam rancangan monumen itu. Tugu
Peringatan Nasional ini kemudian dibangun di areal seluas 80
hektare. Tugu ini diarsiteki oleh Friedrich
Silaban dan Soedarsono mulai dibangun 17 Agustus 1961.
Pembangunan terdiri atas tiga tahap. Tahap pertama,
kurun 1961/1962 - 1964/1965 dimulai dengan dimulainya secara
resmi pembangunan pada tanggal 17 Agustus 1961 dengan Soekarno
secara seremonial menancapkan pasak beton pertama. Total 284
pasak beton digunakan sebagai fondasi bangunan. Sebanyak
360 pasak bumi ditanamkan untuk fondasi museum sejarah
nasional. Keseluruhan pemancangan fondasi rampung pada
bulan Maret 1962. Dinding museum di dasar bangunan selesai pada
bulan Oktober. Pembangunan obelisk kemudian dimulai dan
akhirnya rampung pada bulan Agustus 1963. Pembangunan tahap
kedua berlangsung pada kurun 1966 hingga 1968 akibat
terjadinya Gerakan 30 September sehingga tahap ini sempat
tertunda. Tahap akhir berlangsung pada tahun 1969-1976 dengan
menambahkan diorama pada museum sejarah. Meskipun
pembangunan telah rampung, masalah masih saja terjadi, antara
lain kebocoran air yang menggenangi museum. Monumen secara
resmi dibuka untuk umum dan diresmikan pada tanggal 12
Juli 1975 oleh Presiden Republik Indonesia Soeharto.[4][5] Lokasi
pembangunan monumen ini dikenal dengan nama Medan Merdeka.
Lapangan Monas mengalami lima kali penggantian nama
yaitu Lapangan Gambir, Lapangan Ikada, Lapangan
Merdeka, Lapangan Monas, dan Taman Monas. Di
sekeliling tugu terdapat taman, dua buah kolam dan beberapa
lapangan terbuka tempat berolahraga. Pada hari-hari libur Medan
Merdeka dipenuhi pengunjung yang berekreasi menikmati
pemandangan Tugu Monas dan melakukan berbagai aktivitas dalam
taman.
Rancang bangun Tugu Monas berdasarkan pada konsep
pasangan universal yang abadi; Lingga dan Yoni. Tugu obelisk yang
menjulang tinggi adalah lingga yang melambangkan laki-laki,
elemen maskulin yang bersifat aktif dan positif, serta melambangkan
siang hari. Sementara pelataran cawan landasan obelisk adalah Yoni
yang melambangkan perempuan, elemen feminin yang pasif dan
negatif serta melambangkan malam hari. [6] Lingga dan yoni
merupakan lambang kesuburan dan kesatuan harmonis yang saling
melengkapi sedari masa prasejarah Indonesia. Selain itu bentuk
Tugu Monas juga dapat ditafsirkan sebagai sepasang "alu" dan
"Lesung", alat penumbuk padi yang didapati dalam setiap rumah
tangga petani tradisional Indonesia. Dengan demikian rancang
bangun Monas penuh dimensi khas budaya bangsa Indonesia.
Monumen terdiri atas 117,7 meter obelisk di atas landasan persegi
setinggi 17 meter, pelataran cawan. Monumen ini dilapisi
dengan marmer Italia.
Kolam di Taman Medan Merdeka Utara berukuran 25 x 25
meter dirancang sebagai bagian dari sistem pendingin udara
sekaligus mempercantik penampilan Taman Monas. Di dekatnya
terdapat kolam air mancur dan patung Pangeran Diponegoro yang
sedang menunggang kudanya, terbuat dari perunggu seberat 8 ton.
Patung itu dibuat oleh pemahat Italia, Prof. Coberlato [7] sebagai
sumbangan oleh Konsul Jenderal Kehormatan adalah Dr. Mario di
Indonesia. Pintu masuk Monas terdapat di taman Medan Merdeka
Utara dekat patung Pangeran Diponegoro. Pintu masuk melalui
terowongan yang berada 3 m di bawah taman dan jalan silang Monas
inilah, pintu masuk pengunjung menuju tugu Monas. Loket tiket
berada di ujung terowongan. Ketika pengunjung naik kembali ke
permukaan tanah di sisi utara Monas, pengunjung dapat
melanjutkan berkeliling melihat relief sejarah perjuangan Indonesia;
masuk ke dalam museum sejarah nasional melalui pintu di sudut
timur laut, atau langsung naik ke tengah menuju ruang
kemerdekaan atau lift menuju pelataran puncak monumen.
Di puncak Monumen Nasional terdapat cawan yang menopang
nyala lampu perunggu yang beratnya mencapai 14,5 ton dan dilapisi
emas 35 Kilogram. Lidah api atau obor ini berukuran tinggi 14 meter
dan berdiameter 6 meter terdiri dari 77 bagian yang disatukan. Lidah
api ini sebagai simbol semangat perjuangan rakyat Indonesia yang
ingin meraih kemerdekaan. Awalnya nyala api perunggu ini dilapisi
lembaran emas seberat 35 kilogram,[1] akan tetapi untuk menyambut
perayaan setengah abad (50 tahun) kemerdekaan Indonesia pada
tahun 1995, lembaran emas ini dilapis ulang sehingga mencapai
berat 50 kilogram lembaran emas. [9] Puncak tugu berupa "Api Nan
Tak Kunjung Padam" yang bermakna agar Bangsa Indonesia
senantiasa memiliki semangat yang menyala-nyala dalam berjuang
dan tidak pernah surut atau padam sepanjang masa. Pelataran
cawan memberikan pemandangan bagi pengunjung dari ketinggian
17 meter dari permukaan tanah. Pelataran cawan dapat dicapai
melalui elevator ketika turun dari pelataran puncak, atau melalui
tangga mencapai dasar cawan. Tinggi pelataran cawan dari dasar 17
meter, sedangkan rentang tinggi antara ruang museum sejarah ke
dasar cawan adalah 8 m (3 meter di bawah tanah ditambah 5 meter
tangga menuju dasar cawan). Luas pelataran yang berbentuk bujur
sangkar, berukuran 45 x 45 meter, semuanya merupakan pelestarian
angka keramat Proklamasi Kemerdekaan RI (17-8-1945).
Sebanyak 28 kg dari 38 kg emas pada obor monas tersebut
merupakan sumbangan dari Teuku Markam, seorang
pengusaha Aceh yang pernah menjadi salah satu orang terkaya di
Indonesia.[10]

Anda mungkin juga menyukai