Anda di halaman 1dari 78

KOMPOSISI JENIS ANAKAN POHON TINGKAT TIANG DAN

SAPIHAN PENYUSUN HUTAN LINDUNG PACITAN INDAH


DI KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR

TUGAS AKHIR

Oleh:
THEDA ALMIRA YANITA SARI
17/411020/SV/12947

PROGRAM STUDI DIPLOMA III PENGELOLAAN HUTAN


DEPARTEMEN TEKNOLOGI HAYATI DAN VETERINER
SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2020
HALAMAN JUDUL

KOMPOSISI JENIS ANAKAN POHON TINGKAT TIANG DAN


SAPIHAN PENYUSUN HUTAN LINDUNG PACITAN INDAH DI
KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR

Diajukan kepada
Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada untuk Memenuhi sebagian dari Syarat-
syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya pada Program Studi Diploma III
Pengelolaan Hutan.

Oleh
THEDA ALMIRA YANITA SARI
17/411020/SV/12947

PROGRAM STUDI DIPLOMA III PENGELOLAAN HUTAN


DEPARTEMEN TEKNOLOGI HAYATI DAN VETERINER
SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2020

ii
HALAMAN PENGESAHAN
TUGAS AKHIR

KOMPOSISI JENIS ANAKAN POHON TINGKAT TIANG DAN


SAPIHAN PENYUSUN HUTAN LINDUNG PACITAN INDAH DI
KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Ahli Madya pada
Program Studi Diploma III Pengelolaan Hutan. Departemen Teknologi Hayati dan
Veteriner, Sekolah Vokasi, Universitas Gadjah Mada

Oleh:
THEDA ALMIRA YANITA SARI
17/411020/SV/12947
Telah dipertahankan di hadapan dosen penguji
Pada tanggal
…………………………………………………………………

Dosen Pembimbing, Anggota Penguji,

Dr. Ir. Dwi T. Adriyanti., M.P. Puji Lestari, M.Sc


NIP. 1966033 1199303 2 001 NIP. 111198904201206201

Mengetahui, Ketua Penguji,


Ketua Departemen THV SV UGM

Prof. Dr. drh. Ida Tjahajati, MP Widiyatno, S. Hut., M. Sc. Ph.D.


NIP. 19641228 199003 2 001 NIP. 197912142005011002

iii
HALAMAN PERNYATAAN

Dengan ini kami menyatakan bahwa dalam Tugas Akhir ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar Ahli Madya di suatu
Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan kami tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulius atau diterbitkan aleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 16 juni 2020


Yang membuat pernyataan

Theda Almira Yanita Sari


17/411020/SV/12947

Mengatahui
Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Dwi T. Adriyanti., M.P.


NIP. 1966033 1199303 2 001

iv
HALAMAN PERSEMBAHAN

Alhamdulillah kupanjatkan kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan juga
kesempatan dalam menyelesaikan Tugas Akhir saya dengan segala kekurangannya.
Tugas Akhir ini terwujud atas bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari berbagai
pihak dan oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:
1. Allah SWT.
2. Ayah, Ibu, mbak Nanda dan keluarga yang selalu mendukung saya
3. Ibu Dr. Ir. Dwi Tyaningsih Adriyanti, M.P. selaku Dosen Pembimbing.
4. Alm. Bapak Wiyono M.Si. yang telah memberikan ide tentang tugas akhir
saya.
5. Bapak pepen, yang selalu mendukung dan selalu memberi masukan dalam
berbagai hal yang dapat menjadikan motifasi bagi saya dalam segala hal.
6. Bapak Tedi selaku Ketua perhutani Pacitan
7. Bapak Walidi yang senantiasa membimbing kami saat pengambilan data
dilapangan
8. Tazkia Fridama, Tsana Nabilah Nurhannyah dan mbak Diny yang selalu
memberikan semangat support dan selalu memotifasi untuk mengerjakan
Tugas Akhir.
9. Driantama, Arnindya, dan Handy yang sudah membantu saat
pengambilan data untuk Tugas Akhir ini.
10. Teman-teman saya, Ervian, Tamara, Raqell, Alief, Geraldino, dan Rama
qin, yang selalu memberi semangat dan selalu mensupport saya dalam
mengerjakan Tugas Akhir.
11. Teman-teman SMA Rose, Atria, Naninda, Krisna dan Yoga yang
senantiasa menyemangati saya
12. Fathur Hammam Abdillah, yang senantiasa membantu, menginspirasi
dalam segala hal dan selalu menyemangati saya.
13. Seluruh teman teman DKT 17 yang mendukung saya.

v
14. Dan semua pihak yang telat membantu dan mendukung proses
pembuatan Tugas Akhir ini.
Penulis menyadari bahwa pada Tugas Akhir ini masih banyak kekurangan,
maka perlu adanya kritik, saran, dan masukan yang dapat membangun dan demi
kesempurnaan Tugas Akhir ini.

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang
berjudul “Komposisi Jenis Anakan Pohon Tingkat Tiang dan Sapihan di Hutan
Lindung Pacitan Indah di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur”. Tugas Akhir ini
dikerjakan demi memenuhi salah satu syarat untuk dapat mendapatkan gelar Ahli
Madya.
Dengan selesainya penulisan Tugas Akhir ini, diharapkan dapat bermanfaat
bagi semua pihak dan tambahan data untuk lebih baik dalam kegiatan di masa yang
akan datang. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih banyak kekurangan baik dalam bentuk penyajian maupun
bentuk penggunaan bahasa karena keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang
dimiliki penulis. Maka dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun dari berbagai pihak guna mendekati kesempurnaan
Tugas Akhir ini. Kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung
terlaksananya praktikum ini diucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua orang.
Demikian kata pengantar yang penulis paparkan, atas segala ucapan yang
tidak berkenan dalam laporan ini penulis mohon maaf.

Yogyakarta, 16 juni 2020

Theda Almira Yanita Sari

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... ii


HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................. v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi
INTISARI............................................................................................................. xiii
ABSTRACT ......................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................ 3
1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 4
1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 5
2.1. Hutan dan Hutan Lindung ............................................................................ 5
2.2. Vegetasi ........................................................................................................ 7
2.3. Tingkatan Hidup Pohon................................................................................ 8
2.4. Analisis Vegetasi .......................................................................................... 9
2.5. Indeks Nilai Penting ................................................................................... 10
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 12
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................... 12
3.1.1. Lokasi Penelitian.................................................................................. 12
3.1.2. Waktu Penelitian .................................................................................. 13
3.1.3. Keadaan Umum Kabupaten Pacitan .................................................... 13
3.2. Alat dan Bahan Penelitian .......................................................................... 14
3.2.1. Bahan Penelitian .................................................................................. 14
3.2.2. Alat Penelitian...................................................................................... 14
3.3. Jenis Data ................................................................................................... 15
3.4. Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 15
3.4.1. Metode Penentuan Plot Ukur ............................................................... 15
3.4.2. Metode Pengambilan Data Vegetasi .................................................... 17
3.5. Analisis Data .............................................................................................. 17
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................... 20
4.1. Komposisi Jenis Tumbuhan pada Hutan Lindung Pacitan Indah ............... 21
4.1.1. Tingkat Sapihan ................................................................................... 21

viii
4.1.2. Tingkat Tiang ....................................................................................... 23
4.2. Kelimpahan Jenis ........................................................................................... 25
4.2.1. Kelimpahan Jenis pada Tingkat Sapihan ............................................. 27
4.2.2. Kelimpahan Jenis pada Tingkat Tiang................................................. 32
4.3. Hasil Identitas dan Deskripsi Jenis yang Ditemukan pada Hutan Lindung
Pacitan Indah. ........................................................................................................ 39
BAB V KESIMPULAN ........................................................................................ 45
SARAN ..................................................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 46
LAMPIRAN .......................................................................................................... 49

ix
DAFTAR TABEL
Halaman
4.1. Komposisi Jenis Sapihan................................................................................ 21
4.2. Rerata DBH Sapihan .......................................................................................22
4.3. Jenis-jenis Sapihan Berjarak Dekat dari Jalan Raya .......................................22
4.4. Jenis-jenis Sapihan Berjarak Sedang dari Jalan Raya .....................................23
4.5. Jenis-jenis Sapihan Berjarak Jauh dari Jalan Raya .........................................23
4.6. Komposisi Jenis Tiang ....................................................................................24
4.7. Rerata DBH dan Rerata LBDS .......................................................................24
4.8. Jenis-jenis Tiang Berjarak Dekat dari Jalan Raya. .........................................25
4.9. Jenis-jenis Tiang Berjarak Sedang dari Jalan Raya. .......................................25
4.10. Jenis-jenis Tiang Berjarak Dekat dari Jalan Raya. .......................................26
4.11. Indeks Nilai Penting (INP) pada Tingkatan Hidup Sapihan pada Area Hutan
Berjarak Dekat dari Jalan Raya. .................................................................. 27
4.12. Indeks Nilai Penting (INP) pada Tingkatan Hidup Sapihan pada Area Hutan
Berjarak Sedang dari Jalan Raya. ................................................................ 28
4.13. Indeks Nilai Penting (INP) pada Tingkatan Hidup Sapihan pada Area Hutan
Berjarak Jauh dari Jalan Raya...................................................................... 29
4.14. Indeks Nilai Penting (INP) pada Tingkatan Hidup tiang pada Area Hutan
Berjarak Dekat dari Jalan Raya. .................................................................. 32
4.15. Indeks Nilai Penting (INP) pada Tingkatan Hidup Tiang pada Area Hutan
Berjarak Sedang dari Jalan Raya ................................................................. 33

x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
3.1. Lokasi Hutan Lindung Pacitan Indah petak 145 B ........................................ 13
3.2. Peta Kabupaten Pacitan Provinsi Jawa Timur ............................................... 14
3.3. Desain petak ukur ........................................................................................... 17
4.1. Foto Udara Lokasi Penelitian ..........................................................................21
4.2. Grafik INP Sapihan ........................................................................................ 31
4.3. Grafik INP Tiang............................................................................................ 35
4.4. Swietenia macrophylla ................................................................................... 40
4.5. Acacia auriculiformis ..................................................................................... 41
4.6. Dalbergia latifolia.......................................................................................... 42
4.7. Alstonia scholaris ........................................................................................... 43
4.8. Syzygium aqueum ........................................................................................... 43

xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Jenis jenis vegetasi yang ditemukan ................................................................. 50
2. Jenis vegetasi tingkat tiang yang ditemukan pada jarak dekat dengan jalan .... 56
3. Jenis vegetasi tingkat tiang yang ditemukan pada jarak sedang dengan jalan .. 57
4. Jenis vegetasi tingkat tiang yang ditemukan pada jarak jauh dengan jalan ...... 58
5. Jenis vegetasi tingkat sapihan yang ditemukan pada jarak dekat dengan jalan
................................................................................................................ .59
6. Jenis vegetasi tingkat sapihan yang ditemukan pada jarak sedang dengan jala..
................................................................................................................. 61
7. Jenis vegetasi tingkat sapihan yang ditemukan pada jarak jauh dengan jalan .. 63

xii
KOMPOSISI JENIS ANAKAN POHON TINGKAT TIANG DAN
SAPIHAN PENYUSUN HUTAN LINDUNG PACITAN INDAH DI
KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR

Oleh:
Theda Almira Yanita Sari
17/411020/SV/12947

INTISARI

Hutan Lindung Pacitan Indah merupakan kawasan hutan lindung yang berada
di bawah naungan perhutani. Luas keseluruhan hutan di Kabupaten Pacitan kurang
lebih 2.056,8 ha, yang dibagi atas 2 fungsi hutan yaitu sebagai hutan produksi dan
hutan lindung. Penelitian pada Hutan Lindung Pacitan Indah bertujuan untuk
mengetahui komposisi jenis vegetasi dan mengetahui kelimpahan jenis vegetasi
pada tingkat tiang dan sapihan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret – Oktober
2019.
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode plot dengan ukuran
petak 10 m x 10 m sebanyak 30 sampel untuk tingkat tiang dan ukuran petak 5 m x
5 m sebanyak 30 sampel untuk tingkat sapihan, dengan jarak antara 2 Petak Ukur
dengan 2 Petak Ukur lainnya adalah 70 meter. Dengan parameter pembandingnya
yaitu jarak dari jalan raya yaitu jarak dekat, jarak sedang dan jarak jauh. Sebagai
data pendukung, diukur parameter lingkungan berupa suhu udara, intensitas cahaya
dan kelembaban area hutan. Analisis yang digunakan berupa kerapatan, frekuensi,
dominansi, dan indeks nilai penting.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada seluruh area pengamatan terdapat
5 jenis anakan pohon tingkat sapihan dan tingkat tiang yang termasuk dalam 4
famili. Dari hasil perhitungan diperoleh hasil Indeks Nilai Penting untuk jenis
pohon tingkat tiang pada parameter jarak paling jauh, sedang dan paling dekat
dengan jalan yaitu jenis Swietenia macrophylla dengan INP 300%, 267,68%, dan
250,59. Untuk vegetasi pohon tingkat sapihan pada parameter jarak paling jauh,
sedang dan paling dekat dengan jalan yaitu jenis Swietenia macrophylla dengan
INP 121,67%, 169,05%, dan 150,00%.

Kata Kunci: Hutan Lindung Pacitan Indah, Komposisi Jenis, Sapihan, dan Tiang

xiii
COMPOSITION OF SPECIES OF SAPLINGS AT THE LEVEL OF
POLES AND SAPLING COMPILERS OF PACITAN INDAH
PROTECTION FOREST IN PACITAN DISTRICT, EAST JAVA

By:
Theda Almira Yanita Sari
17/411020/SV/12947

ABSTRACT

Pacitan Indah Protection Forest is a protected forest area it is under


management of perhutani. The total forest area in Pacitan Regency is approximately
2.056,8 ha, which is divided into 2 forest functions, namely as production and
protection forests. Research on the Pacitan Indah Protection Forest aims to was to
figure out the composition species and to was to figure out the abundance of
vegetation types at the pole and sapling level. This research was conducted in March
- October 2019.
The method used in this research is the plot method with 10 m x 10 m totaling
30 samples for the pole level and a plot size of 5 m x 5 m totaling 30 samples for
the level of sapling, with a distance between 2 Measuring Plots with 2 other
Measuring Plots is 70 meters. With comparison parameters, the distance from the
highway is the short distance, medium distance and long distance. As supporting
data, environmental parameters measured in the form of air temperature, light
intensity and humidity of forest areas. The analysis used is density, frequency,
dominance, and important value index.
The results showed that in all the observation areas there were 5 types of
saplings, sapling and pole level included in 4 families. From the calculation results
obtained by the Important Value Index results for the poles level tree species at the
parameters of the longest distance, medium and closest to the road, namely
Swietenia macrophylla with INP 300%, 267.68%, and 250.59. For tree vegetation,
sapling rates at the longest, medium and closest distance parameters are Swietenia
macrophylla with INP 121.67%, 169.05%, and 150.00%.

Keywords: Pacitan Indah Protection Forest, Poles, Sapling, and Type Composition

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hutan lindung Indonesia mempunyai fungsi penting dalam menjaga

ekosistem dan keanekaragaman tumbuhan, seperti mampu memberikan

perlindungan terhadap kawasannya, sebagai kawasan pengelolaan tata air,

mencegah banjir dan erosi serta memelihara kawasan yang khas dalam

pemeliharaan kesuburan tanah. Indonesia sebagai negara ketiga dengan luas hutan

terbesar ketiga didunia mempunyai fungsi dalam melindungi ekosistem lokal,

nasional, regional, dan global yang sudah diakui secara luas. Indonesia dikenal

sebagai pemilik keanekaragaman hayati fauna maupun flora dengan keberagaman

yang sangat melimpah, walaupun luas wilayah Indonesia hanya 1.3% dari luas

dunia. Indonesia memiliki flora dan fauna yang sangat beragam seperti spesies

bunga, hewan mamalia, amfibi dan reptil, burung, dan jenis ikan yang ada di dunia

dengan total seluruhnya kurang lebih 92% (KLH dan UNESCO, 1992).

Kabupaten Pacitan terletak di ujung barat daya Provinsi Jawa Timur.

Wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten Ponorogo di utara, Kabupaten

Trenggalek di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten Wonogiri (Jawa

Tengah) di barat. Sebagian besar wilayah Pacitan merupakan pegunungan kapur,

dari rangkaian Pegunungan Kidul. Jenis kayu yang dihasilkan banyak diminati

masyarakat sekitar maupun masyarakat luar Pacitan, termasuk untuk pasar

internasional. Kabupaten Pacitan memiliki hutan yang dibagi menjadi 2 yaitu hutan

1
produksi dan hutan lindung. Hutan produksi memiliki luas mencapai 87,89%,

sedangkan sisanya 12,10% adalah hutan lindung (Purnawan, 2012).

Hutan lindung di Kabupaten Pacitan yang berada di bawah naungan Perum

Perhutani adalah Hutan Lindung Pacitan Indah. Sampai saat ini informasi mengenai

komposisi jenis, dan kelimpahan jenis tumbuhan yang terdapat di dalam kawasan

tersebut belum ada informasi yang pasti sehingga perlu dilakukanya penelitian.

Menurut Soegianto (1994) hal yang penting untuk mengetahui komposisi jenis dan

kelimpahan yaitu mengetahui indeks nilai penting (INP) jenis pohon, sehingga

diketahui indeks nilai penting untuk mengetahui dominasi jenis vegetasi serta

peranannya dalam ekosistem tersebut. Jenis hutan lindung pacitan indah adalah

jenis hutan lindung mutlak, yaitu hutan lindung yang potensi kayunya tidak boleh

dipanen dan dipungut sama sekali.

Hutan lindung adalah suatu kawasan hutan yang telah ditetapkan oleh

pemerintah untuk dilindungi keberadaannya sehingga kelestarian dari fungsi-fungsi

ekologi hutan lindung tetap terjaga. Fungsi ekologi yang dihasilkan oleh Hutan

Lindung Pacitan Indah adalah mampu menjadi daerah resapan atau penyimpan air

yang baik, pemeliharaan kesuburan tanah, serta sebagai kawasan perlindungan flora

dan fauna. Selain itu, penetapan status hutan lindung juga dilakukan berdasarkan

Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 mengenai Kriteria

dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung yaitu “Kawasan yang karena keadaan dan

sifat fisik wilayahnya perlu dibina dan dipertahankan sebagai hutan dengan

penutupan vegetasi secara tetap guna kepentingan hidrologi, yaitu tata air,

mencegah banjir dan erosi, serta memelihara keawetan dan kesuburan tanah, baik

2
dalam kawasan hutan yang bersangkutan maupun kawasan yang dipengaruhi

sekitarnya”. Dengan ini kawasan Pacitan Indah petak 145 B ditetapkan sebagai

Hutan Lindung yang memiliki kelerengan lebih dari 40%, sehingga diharapkan

dengan penetapan kawasan hutan petak 145 B dapat menjaga kawasan tersebut dari

bencana dari alam seperti erosi mengingat jenis tanah di petak 145 B adalah jenis

latosol liat yang bersifat agak peka terhadap erosi. Oleh karena itu, diperlukan suatu

penelitian yang terkait kondisi vegetasi (komposisi jenis dan kelimpahan jenis) dari

Hutan Lindung Pacitan Indah untuk mengetahui fungsi hidrologi yang dapat

menjaga resapan air pada petak 145 B.

Usaha pemanfaatan dan pemungutan di hutan lindung dimaksudkan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat oleh sebab itu diharapkan masyarakat

senantiasa selalu menjaga dan melindungi kawasan hutan lindung. Dengan

demikian manfaat yang dapat diambil dari hutan lindung tersebut dapat terus

menjadi keberlangsungan sumber daya alam baik dari generasi sekarang maupun

mendatang.

1.2. Rumusan Masalah

Komposisi dan jumlah jenis tumbuhan di suatu daerah ditentukan oleh

keberadaan awal vegetasi. Hutan Lindung Pacitan Indah merupakan bagian dari

kawasan hutan lindung yang berada di bawah naungan Perun Perhutani Pacitan. Di

sepanjang jalan raya terdapat banyak petak penanaman, salah satunya petak 145 B.

Oleh karna itu, perlu dilakukan penelitian dan analisis mengenai perbedaan

komposisi jenis dan kelimpahan jenis pada tingkat hidup tiang dan tingkat hidup

3
sapihan yang berada di area hutan petak 145 B Hutan Lindung Pacitan Indah dengan

parameter jarak dekat, sedang, dan jauh dari jalan raya.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui komposisi jenis vegetasi pada tingkat tiang dan sapihan dalam

ekosistem Hutan Lindung Pacitan Indah.

2. Mengetahui kelimpahan jenis vegetasi penyusun pada tingkat tiang dan

sapihan pada Hutan Lindung Pacitan Indah.

1.4. Manfaat Penelitian

Dari penelitian yang telah dilakukan, data yang diperoleh diharapkan dapat

digunakan sebagai tambahan informasi, untuk mengetahui keanekaragaman jenis

vegetasi pada tingkatan tiang dan sapihan kepada pihak Perum Perhutani dan KPH

Lawu Ds dalam mengelola dan memanfaatkan Hutan Lindung Pacitan Indah,

khususnya pada petak 145 B sesuai dengan statusnya.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hutan dan Hutan Lindung

Pengertian hutan yang dijelaskan oleh Dengler adalah asosiasi pepohonan

yang mengalami pertumbuhan vegetasi cukup rapat sampai menutupi lahan yang

cukup luas sehingga membentuk iklim mikro dan iklim makro yang khas yang

memberikan perbedaan dengan kondisi ekologi di luar areal hutan. (Anonimous,

1997). Undang-Undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan menyebutkan

bahwa,: “Kawasan hutan mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem

penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir,

mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan

tanah.” Dengan ini hutan didefinisikan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa

hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi jenis pepohonan.

Hutan juga memiliki fungsi pokok sebagai sistem perlindungan penyangga

kehidupan seperti penjaga tata air dan iklim, tempat rekreasi, perlindungan plasma

nutfah, menjaga kesegaran udara, dan memelihara kesuburan tanah.

Menurut Soemarwoto (2001), hutan merupakan sumber daya ekonomi

pemasok kayu dan non-kayu, seperti pinus dan jenis getah lainnya. Hasil hutan

berupa kayu sangat menunjang pada perekonomian masyarakat. Pembangunan

perkebunan dan transmigrasi merupakan contoh dari pemanfaatan sumberdaya

hutan berupa lahan hutan. Hutan memiliki fungsi ekologis yang sangat penting

5
untuk kehidupan yaitu: sebagai penyimpanan sumberdaya genetik, dan mengatur

kesuburan tanah hutan.

Keberadaan hutan, dalam hal ini daya dukung hutan terhadap segala aspek

kehidupan makhluk hidup sangat ditentukan pada tinggi rendahnya kesadaran

manusia akan arti penting hutan di dalam pemanfaatan dan pengelolaan hutan.

Hutan menjadi media hubungan timbal balik antara manusia dan makhluk hidup

lainnya dengan faktor-faktor alam yang terdiri dari proses ekologi dan merupakan

suatu siklus yang dapat mendukung kehidupan (Reksohadiprojo, 2000).

Menurut Simon (1993) definisi hutan yaitu perkumpulan dari tetumbuhan dan

binatang yang didominasi oleh pepohonan atau vegetasi berkayu, yang memiliki

luasan tertentu sehingga dapat membentuk suatu iklim mikro dan memberikan

perbedaan dengan kondisi ekologi di luar hutan. Hutan memiliki manfaat yang

nyata bagi kehidupan baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara

seimbang dan dinamis. Dengan demikian hutan harus diurus dan dikelola,

dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan baik dari generasi sekarang

maupun yang akan datang. Hutan telah memberikan manfaat yang banyak bagi

makhluk hidup maka hutan wajib dijaga kelestariannya.

Hutan lindung merupakan daerah resapan air yang dapat menampung dan

menjaga siklus hidrologi sehingga memberikan kondisi bentang alam yang mampu

menyediakan sumber air melimpah. Fungsi dari hutan antara lain sebagai pelindung

resapan air yang dapat memberikan manfaat lebih bagi kehidupan untuk menjaga

keutuhan tanah, sebagai penunjang kehidupan, dan pelestarian keanekaragaman

6
hayati dengan melakukan pengelolaan secara lestari baik dari sumber daya alam

hayati maupun ekosistemnya (Arief, 2001)

Pengelolaan hutan lindung diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6

Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008. Yang dimaksud

pengelolaan hutan lindung yaitu meliputi kegiatan: tata kelola hutan dan

penyusunan rencana pengelolaan, pemanfaatan kawasan hutan lindung, melakukan

rehabilitasi dan reklamasi hutan dan konservasi alam di hutan lindung. Tujuan dari

pengelolaan kawasan lindung tersebut yaitu:

a. Meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, air, iklim, tumbuhan dan satwa

serta nilai sejarah pada hutan lindung.

b. Mempertahankan keanekaragaman tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya.

2.2. Vegetasi

Vegetasi merupakan sekumpulan tumbuh-tumbuhan yang hidup secara

bersama pada suatu wilayah, dengan beberapa jenis tumbuhan yang berbeda.

Komunitas yaitu kumpulan dari berbagai jenis tumbuhan yang tergabung dalam

ekosistem yang hidup dalam suatu habitat yang saling berinteraksi satu dengan

lainnya (Gem, 1996).

Vegetasi merupakan kumpulan dari beberapa jenis tumbuhan yang hidup

secara bersamaan pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama

terdapat interaksi yang erat, baik sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri

maupun dengan oraganisme lainnya sehingga membentuk mekanisme kehidupan

yang berjalan dengan baik (Marsono, 1977).

7
Vegetasi merupakan susunan dari tumbuh-tumbuhan yang menempati suatu

ekosistem. Aneka ragam tipe hutan, kebun, padang rumput, dan tundra merupakan

contoh-contoh vegetasi. Struktur dan komposisi vegetasi pada suatu wilayah

dipengaruhi ekosistem-ekosistem yang saling berinteraksi, sehingga vegetasi dapat

tumbuh secara alami pada wilayah tersebut yang merupakan suksesi alami (Setiadi,

1984).

2.3. Tingkatan Hidup Pohon

Untuk mencapai masa hidup pohon dalam mencapai umur fisik, suatu

individu akan melewati berbagai tingkatan kehidupan yang hubungan erat dengan

ukuran tinggi dan diameter batangnya. Pohon adalah tumbuhan dengan batang yang

berkayu dan memiliki cabang, pada bagian pohon terdapat banyak bagian dan

memiliki fungsi yang sangat penting bagi pertumbuhan. Batang utamanya lebih

besar dari pada batang pada cabang-cabangnya. Pada batang pokok/utama dapat

menunjang tajuk berdaun di atas tanah. Bagian bawah pohon terdapat akar yang

bertugas untuk memikat air dan mineral dari dalam tanah, yang kemudian

disalurkan ke seluruh bagian pohon melalui cabang-cabang yang berada pada

pohon tersebut. Cabang dan batang pohon merupakan bagian penyangga daun,

bunga, dan buah, sedangkan tajuk pohon disusun oleh ranting, cabang, dan

dedaunan (Greenaway, 1997). Menurut TPTI 1989/1993 dalam Suginingsih dkk.

(2005) tingkatan hidup pohon diklasifikasikan berdasarkan pada:

a. Semai (seedling): sejak berkecambah sampai dengan tinggi 150cm

b. Sapihan (sapling): tinggi > 150 cm dengan diameter <10 cm

8
c. Tiang (poles): diameter 10-19 cm

d. Pohon (trees): diameter ≥ 20 cm

2.4. Analisis Vegetasi

Analisa vegetasi adalah ilmu yang mempelajari komposisi dan struktur

vegetasi. Kegiatan analisis vegetasi yang dilakukan pada hutan yang luas,

memerlukan sampling untuk menempatkan petak contoh agar dapat mengetahui

potensi vegetasi yang ada di suatu wilayah. Dalam melakukan sampling ini ada tiga

hal yang perlu diperhatikan yaitu jumlah petak contoh, cara peletakan petak contoh,

dan teknik analisa vegetasi yang digunakan (Marsono,1977).

Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi, dan

penutupan tajuk. Informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu jenis

didapat dari analisis vegetasi di dalam komunitas tumbuhan. Tujuannya dapat

dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu (1) membandingkan komposisi vegetasi

dalam suatu areal dengan areal lain dalam waktu pengamatan yang berbeda; (2)

memperkirakan keanekaragaman jenis dalam suatu areal; dan (3) melakukan

analisis hubungan timbal balik antara perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan

tertentu. Dengan demikian metode analisis vegetasi merupakan suatu metode yang

sangat penting untuk mengetahui persebaran spesies dan hubungannya dengan

komunitas lain (Greig-Smith, 1983).

9
2.5. Indeks Nilai Penting

Komposisi jenis penyusun vegetasi yang dominan bisa diketahui dari Indeks

Nilai Penting (INP) dari masing-masing tingkatannya. Indeks Nilai Penting adalah

parameter kuantitatif yang dipakai untuk menyatakan tingkat dominasi spesies

dalam suatu komunitas tumbuhan (Soegianto, 1985 dalam Indriyanto, 2006).

Indeks Nilai Penting diperoleh dari penjumlahan nilai Kerapatan Relatif (KR),

Dominasi Relatif (DR), dan Frekuensi Relatif (FR). Besar nilai INP pun berbeda-

beda, pada tingkat semai dan sapihan nilai INP berkisar antara 0 – 200%, sedangkan

pada tingkat tiang dan pohon nilai INP berkisar antara 0 – 300% (Dombois dan

Ellenberg, 1974). Menurut Wardhani (2011), nilai INP tertinggi menunjukkan

dominasi spesies terhadap suatu kawasan; kerapatan menunjukkan jumlah individu

spesies per satuan luas; dominasi menunjukkan luas penutupan bidang dasar pada

kawasan; dan frekuensi menunjukkan intensitas spesies untuk ditemukan dalam

suatu kawasan.

Menurut Odum (1971), dalam menentukan suatu susunan vegetasi di suatu

ekosistem, jenis yang lebih dominan dapat memiliki potensi produktivitas yang

besar. Pengukuran diameter batang difungsikan untuk menentukan suatu jenis

vegetasi dominan. Keberadaan jenis vegetasi dapat dikatakan dominan jika pada

lokasi penelitian berada pada habitat yang sesuai dan mendukung pertumbuhan

vegetasi tersebut.

Kerapatan adalah banyaknya individu yang dominan dari suatu jenis

tumbuhan dalam suatu ekosistem tertentu. Frekuensi adalah jumlah spesies yang

ditemukan dalam seluruh petak ukur yang dinyatakan dalam bentuk persentase.

10
Basal area merupakan suatu luasan areal dekat permukaan tanah yang dikuasai oleh

tumbuhan/penutupan areal oleh batang pohon. Pada pohon, basal areal diperoleh

dari pengukur diameter batang (Kusuma, 1997).

11
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian


3.1.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Hutan Lindung Pacitan Indah petak 145 B, KPH

Lawu Ds, Kabupaten Pacitan Provinsi Jawa Timur, yang berlokasi di Jl. Raya

Tompak Rinjing, Beji, Dadapan, Kabupaten Pacitan. Luas keseluruhan BPH

Pacitan kurang lebih 2.056,8 ha, yang dibagi atas 2 fungsi hutan yaitu sebagai hutan

produksi dan hutan lindung. Sekitar 241,8 ha atau 11,8% bagian BPH Pacitan

difungsikan sebagai hutan lindung yang tersebar di 9 petak.

Keberadaan hutan lindung di Pacitan sudah ada sejak zaman pemerintahan

Belanda. Penjajah Belanda memanfaatkan kondisi lahan kosong dan lahan kritis

yang ada di Pacitan dengan menanami berbagai jenis pohon secara berkelompok,

baik itu pohon komersial maupun non komersial. Setelah Indonesia merdeka, lahan

kosong dan kritis yang dikelola oleh penjajah Belanda diambil alih oleh Pemerintah

Indonesia dengan menetapkan kawasan tersebut sebagai kawasan hutan lindung,

sehingga penduduk sekitar tidak dapat merusak dan menebang pohon di kawasan

tersebut. Perum Perhutani didirikan pada tahun 1972 berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 15 tahun 1972, sejak itu hutan-hutan di Pacitan berada di bawah

pengelolaan Perum Perhutani. Keberadaan Perum Perhutani mengakibatkan

beberapa perubahan atas fungsi hutan, di antaranya ada beberapa petak hutan di

Pacitan dialihfungsikan sebagai hutan produksi guna membantu meningkatkan

kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. Namun, pada petak yang dilakukan

12
penelitian yaitu petak 145 B dengan luas 15,9 ha tidak termasuk ke dalam daftar

petak yang mengalami perubahan fungsi dan hingga sekarang petak 145 B masih

berstatus hutan lindung.

Gambar 3.1. Lokasi Hutan Lindung Pacitan Indah petak 145 B

3.1.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - Oktober 2019

3.1.3. Keadaan Umum Kabupaten Pacitan

Secara geografis, Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur terletak antara

111,0′ BT hingga 114,4′ BT dan Garis Lintang 7,12” LS dan 8,48 ‘LS. Luas

keseluruhan Kabupaten Pacitan sebesar 1.389,87 Km2.

13
Gambar 3.2. Peta Kabupaten Pacitan Provinsi Jawa Timur

Sebagian besar atau sekitar 49% Kabupaten Pacitan terdiri atas wilayah agak

bergunung hingga bergunung dengan kemiringan lahan lebih dari 40%, 17%

wilayahnya berupa lahan bertopografi wilayah datar hingga berombak (lereng 0

sampai 8%), ± 2,5% wilayahnya berupa lahan dengan topografi bergelombang

(lereng 8 hingga 15%) dan ± 28% wilayahnya berupa lahan dengan topografi agak

berbukit (lereng 26 hingga 40%).

3.2. Alat dan Bahan Penelitian


3.2.1. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah tumbuhan tingkat tiang dan sapihan

di dalam petak ukur yang telah ditentukan pada Hutan Lindung Pacitan Indah, petak

145 B Kabupaten Pacitan.

3.2.2. Alat Penelitian

Untuk mendukung kegiatan penelitian alat yang digunakan sebagai berikut:

1. Alat tulis untuk mencatat data yang diperoleh di lapangan

14
2. Roll meter

3. Pita meter

4. Kompas

5. Clinometer

6. Tally sheet

7. Alat dokumentasi

8. Lux meter

9. Anemometer

10. Software untuk mengolah data

3.3. Jenis Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh dengan pengukuran dan pengamatan vegetasi yang

ada di lapangan berupa jenis sapihan, tinggi sapihan, diameter sapihan, jenis tiang

dan diameter tiang, sedangkan untuk data sekunder berupa sejarah lokasi penelitian

sebagai data pendukung diperoleh dari pihak Perum Perhutani KPH Lawu Ds,

BKPH Pacitan, Jawa Timur.

3.4. Metode Pengumpulan Data


3.4.1. Metode Penentuan Plot Ukur

Lokasi penetapan petak ukur berada di kawasan Hutan Lindung Pacitan Indah

pada petak 145 B. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode

sampling menggunakan IS 7,5% sehingga didapatkan jumlah petak ukur sebanyak

30, dengan ukuran petak 10 m x 10 m untuk tingkat tiang dan ukuran petak 5 m x

15
5 m untuk tingkat sapihan yang diletakkan secara nested atau bersarang, dengan

jarak antara 2 Petak Ukur dengan 2 Petak Ukur lainnya adalah 70 meter. Penentuan

jarak antar 2 petak ukur berdasarkan atas kondisi lapangan di lokasi penelitian yang

ekstrim, dengan topografi yang berbukit serta terdapat jurang yang cukup curam.

Hal ini mengakibatkan beberapa petak contoh pada area berjarak jauh harus

dipindahkan ke jarak yang berbeda namum masih dalam kategori yang sama.

Pengelompokan PU dilakukan berdasarkan jarak PU yang akan dibuat terhadap

jalan raya, yaitu pada PU jarak dekat (25 meter) dari jalan raya sebanyak 10 PU,

untuk PU pada jarak sedang (115 meter) dari jalan raya sebanyak 10 PU dan untuk

PU pada jarak jauh (205 meter) dari jalan raya sebanyak 10 PU. Namun, 4 PU

berjarak 205 meter dari jalan raya harus dipindahkan ke jarak 295 meter dari jalan

raya karena adanya kontur yang ekstrim sehingga membahayakan saat pengambilan

data. Dalam pelaksanaannya, penelitian ini dilakukan bersama-sama dengan

penelitian lain yang mempersyaratkan ukuran PU 20 m x 20 m, sehingga petak ukur

nested yang dibuat paling luar adalah 20 m x 20 m, namun untuk penelitian ini yang

diamati hanya PU yang berukuran 10 m x 10 m untuk anakan pohon tingkat tiang

dan 5 m x 5 m untuk anakan pohon sapihan.

16
Berikut adalah layout yang digunakan dalam penelitian:

Ket:
Plot ukur 10 m x 10 m untuk tingkat
tiang
Plot ukur 5 m x 5 m untuk tingkat
sapihan

Gambar 3.3. Desain petak ukur

3.4.2. Metode Pengambilan Data Vegetasi

Metode pengambilan data vegetasi yaitu melakukan pengukuran dan

pengamatan langsung di petak 145 B. Data vegetasi yang diambil berupa diameter

tiang, tinggi sapihan, diameter sapihan, foto tiang dan sapihan berdiri dan foto

bagian tiang dan sapihan setiap jenis yang dijumpai. Serta pengambilan data

lingkungan berupa kelembapan dan intensitas cahaya sebanyak 3 kali ulangan pada

ketiga area hutan yaitu dekat, sedang dan jauh dari jalan raya

3.5. Analisis Data

Data dari pengamatan di lapangan disajikan dalam bentuk tabel serta grafik

yang diolah dengan software Microsoft Excel untuk memudahkan pembacaan dan

penggambaran pada komposisi jenis tingkat tiang dan tingkat sapihan pada tiap

petak ukur terkait dengan jumlah tiap jenis maupun tiap tingkatan.

Analisis data untuk mengetahui potensi jenis tiang dan sapihan yang dominan

dilakukan dengan perhitungan melalui perolehan nilai Kerapatan Relatif (KR),

17
Frekuensi Relatif (FR) dan Indeks Nilai Pentingnya. Rumus yang digunakan

(Mueller-Dombois dan Ellenberg, 1974) yaitu:

• Kerapatan (Densitas)

Kerapatan (Densitas) adalah jumlah individu dalam suatu petak yang

dinyatakan dalam m2 atau ha ditulis dalam rumus sebagai berikut:

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠


Kerapatan (K) = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ

Kerapatan relatif adalah presentasi dari jumlah individu keseluruhan.

Dengan rumus sebagai berikut:

𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠


Kerapatan Relatif (KR) = 𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑥 100%

• Frekuensi

Frekuensi adalah jumlah penyebaran suatu spesies yang ditemukan

dalam seluruh petak ukur. Dengan rumus:

ΣPlot terdapatnya suatu spesies


Frekuensi (F) = ΣPlot pengamatan

Frekuensi relatif adalah sebagai persentase total tumbuhan. Rumusnya

sebagai berikut:

Frekuensi Suatu Spesies


Frekuensi Relatif (𝐹𝑅) = Frekuensi semua spesies 𝑥 100%

• Dominasi

Dominasi digunakan untuk mengetahui spesies yang tumbuh lebih

mendominasi suatu habitat (Prasetyo, 2016). Dominasi suatu komunitas

dapat diketahui dengan rumus:

Luas bidang dasar


Dominasi (𝐷) = Luas plot petak

18
Dominansi suatu jenis
Dominasi Relatif (DR) = 𝑥100%
Jumlah dominansi

• Indeks Nilai penting (INP)

Indeks nilai penting (INP) digunakan untuk menyatakan dominansi

jenis tumbuhan dalam suatu komunitas tumbuhan pada daerah tersebut

(Indriyanto, 2006). Indeks nilai penting diperoleh dari penjumlahan

densitas relatif, frekuensi relatif dan dominasi relatif.

INP (Indeks Nilai Penting) = KR% + FR% + DR%

Sedangkan untuk tingkatan sapihan digunakan rumus

INP (Indeks Nilai Penting) = KR% + FR%

Keterangan:

INP = Indeks Nilai Penting


KR = Kerapatan Relatif
FR = Frekuensi Relatif
DR = Dominansi Relatif

19
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hutan Lindung merupakan kawasan yang keadaan wilayahnya perlu dibina

dan dipertahankan sebagai hutan dengan penutupan vegetasi secara tetap untuk

kepentingan hidrologi, seperti tata air, mencegah terjadinya banjir dan erosi serta

menjaga keawetan dan kesuburan tanah. Hutan lindung Pacitan Indah adalah salah

satu bagian kawasan hutan lindung yang berada di bawah naungan Perum Perhutani

Pacitan. Hutan Lindung Pacitan Indah tersebut merupakan suatu kawasan hutan

yang telah ditetapkan oleh pemerintah untuk dilindungi keberadaannya, sehingga

kelestarian dari fungsi-fungsi ekologi Hutan Lindung tetap terjaga. Fungsi ekologi

yang dihasilkan oleh hutan lindung Pacitan Indah adalah mampu menjadi daerah

resapan atau penyimpan air yang baik, pemeliharaan kesuburan tanah, serta sebagai

kawasan perlindungan flora dan fauna.

Gambar 4.1. Foto Udara Lokasi Penelitian

20
4.1. Komposisi Jenis Tumbuhan pada Hutan Lindung Pacitan Indah
4.1.1. Tingkat Sapihan

Hasil analisis vegetasi menunjukkan jenis-jenis tumbuhan dengan

INP besar, dikategorikan sebagai penyusun utama komunitas tumbuhan

pada Hutan Lindung Pacitan Indah. Pada penelitian yang telah dilakukan,

komposisi jenis pada tingkat sapihan pada petak 145 B ditemukan

sebanyak 128 individu yang terdiri dari 4 jenis yang tergolong dalam 3

famili. Hasil pengamatan yang telah dilakukan di lapangan disajikan pada

Tabel 4.1.

Rerata DBH sapihan yang dijumpai dari 30 petak contoh yang dibuat

pada petak 145 B adalah pada jarak dekat sebesar 5,27 cm, pada jarak

sedang sebesar 11,05 cm dan pada jarak jauh sebesar 9,36 cm (Tabel 4.2.).

Tabel 4.1. Komposisi Jenis Sapihan

No Jenis Family
1 Swietenia macrophylla Meliaceae
2 Dalbergia latifolia Fabaceae
3 Syzygium aqueum Myrtaceae
4 Acacia auriculiformis Fabaceae

Tabel 4.2. Rerata DBH Sapihan

Rerata jumlah individu Rerata DBH


Lokasi Plot Jumlah plot
per plot (cm)

Dekat 10 3 5,27
Sedang 10 5 11,05
Jauh 10 4 9,36

21
Pada area hutan berjarak dekat dari jalan raya ditemukan 30

individu. Seluruh jenis tersebut tergolong ke dalam 3 jenis dengan 3 famili

yang berbeda yaitu, mahoni (Swietenia macrophylla) sebanyak 25 individu,

akasia (Acacia auriculiformis) sebanyak 4 individu dan jambu air (Syzygium

aqueum) sebanyak 1 individu.

Tabel 4.3. Jenis-jenis Sapihan Berjarak Dekat dari Jalan Raya


NO Nama Lokal jenis JUMLAH
1 Mahoni Swietenia Macrophylla 25
2 Akasia Acacia Auriculiformis 4
3 Jambu air Syzygium aqueum 1
Jumlah 30

Pada area hutan berjarak sedang dari jalan raya ditemukan 54

individu. Seluruh jenis tersebut tergolong ke dalam 2 jenis dengan 2 famili

yang berbeda yaitu, mahoni (Swietenia macrophylla) sebanyak 45 individu

dan akasia (Acacia auriculiformis) sebanyak 9 individu.

Tabel 4.4. Jenis-jenis Sapihan Berjarak Sedang dari Jalan Raya.

NO Nama Lokal Jenis JUMLAH


1 Mahoni Swietenia Macrophylla 45
2 Akasia Acacia Auriculiformis 9
Jumlah 54

Pada area hutan berjarak jauh dari jalan raya ditemukan 54 individu.

Seluruh jenis tersebut tergolong ke dalam 4 jenis dengan 3 famili yang

berbeda yaitu, mahoni (Swietenia macrophylla) sebanyak 35 individu,

sonokeling (Dalbergia Latifollia) sebanyak 4 individu, jambu air (Syzygium

22
aqueum) sebanyak 3 individu dan akasia (Acacia auriculiformis) sebanyak

2 individu.

Tabel 4.5. Jenis-jenis Sapihan Berjarak Jauh dari Jalan Raya

NO Nama Lokal Jenis JUMLAH


1 Mahoni Swietenia Macrophylla 35
2 sonokeling Dalbergia Latifollia 4
3 Jambu Air Syzygium aqueum 3
4 Akasia Acacia Auriculiformis 2
Jumlah 44

Dari keseluruhan area hutan, pada petak 145 B hutan lindung Pacitan Indah

mayoritas ditumbuhi oleh jenis mahoni (Swietenia macrophylla) dengan jumlah

total sapihan dari 30 petak contoh sebanyak 105 individu, yang kemudian disusul

oleh jenis akasia (Acacia auriculiformis) pada tingkat sapihan sebanyak 15

individu. Pada urutan ke 3 ada jenis sonokeling (Dalbergia latifolia) dan jambu air

(Syzygium aqueum) masing-masing sebanyak 4 individu.

4.1.2. Tingkat Tiang

Tiang (poles) merupakan tingkat hidup tanaman dengan diameter

10-20 cm (Suginingsih, dkk., 2005). Pada tumbuhan tingkat hidup tiang,

seharusnya mempunyai kemampuan bertahan hidup lebih tinggi

dibandingkan dengan tingkat hidup semai maupun sapihan. Hal ini

dikarenakan tingkat hidup tiang tumbuhan telah berbatang kayu dan

memiliki diameter lebih dari 10 cm, sedangkan pada tingkatan semai

maupun sapihan, tumbuhan tersebut belum terlalu kokoh dalam

23
perawakannya. Pada petak 145 B ditemukan sebanyak 79 individu yang

terdiri dari 3 jenis yang tergolong dalam 3 famili. Hasil dari pengamatan

disajikan pada Tabel 4.6.

Rerata DBH dan rerata LBDS tiang yang dijumpai dari 30 petak

contoh yang dibuat pada petak 145 B adalah pada jarak dekat sebesar 50,366

cm dan 0,067 m2, pada jarak sedang sebesar 41,799 cm dan 0,058 m2 dan

pada jarak jauh sebesar 41.433 cm dan 0,057 m2 (Tabel 4.7).

Tabel 4.6. Komposisi Jenis Tiang

No Jenis Family
1 Swietenia macrophylla Meliaceae
2 Acacia auriculiformis Fabaceae
3 Alstonia scholaris Apocynaceae.

Tabel 4.7. Rerata DBH dan Rerata LBDS

Lokasi Rerata jumlah Rerata DBH Rerata


Jumlah plot
Plot individu per plot (cm) LBDS (m2)

Dekat 10 3,1 50,366 0,067

Sedang 10 2,4 41,799 0,058

Jauh 10 2,4 41,433 0,057

Pada area hutan berjarak dekat dari jalan raya ditemukan 31

individu. Seluruh jenis tersebut tergolong ke dalam 2 jenis dengan 2 famili

yang berbeda yaitu, mahoni (Swietenia macrophylla) sebanyak 25 individu,

dan akasia (Acacia auriculiformis) sebanyak 6 individu.

24
Tabel 4.8. Jenis-jenis Tiang Berjarak Dekat dari Jalan Raya.

NO Nama Lokal Jenis Jumlah


1 Mahoni Swietenia Macrophylla 25
2 Akasi Acacia Auriculiformis 6
Jumlah 31

Pada area hutan berjarak sedang dari jalan raya ditemukan 24

individu. Seluruh jenis tersebut tergolong ke dalam 3 jenis dengan 3 famili

yang berbeda yaitu, mahoni (Swietenia macrophylla) sebanyak 22 individu,

pada jenis akasia (Acacia auriculiformis) dan legaran (Alstonia Scolaris)

sebanyak 1 individu.

Tabel 4.9. Jenis-jenis Tiang Berjarak Sedang dari Jalan Raya.

NO Nama Lokal Jenis Jumlah

1 Mahoni Swietenia Macrophylla 22

2 Akasia Acacia Auriculiformis 1

3 Legaran Alstonia Scolaris 1

Jumlah 24

Pada area hutan berjarak jauh dari jalan raya ditemukan 24 individu.

Dengan 1 jenis yg ditemukan yaitu jenis mahoni (Swietenia Macrophylla).

Tabel 4.10. Jenis-jenis Tiang Berjarak Jauh dari Jalan Raya.

NO Nama Lokal Jenis JUMLAH

1 Mahoni Swietenia Macrophylla 24

25
Dari keseluruhan area hutan, pada petak 145 B hutan lindung Pacitan

Indah mayoritas ditumbuhi oleh jenis mahoni (Swietenia macrophylla)

dengan jumlah total sapihan dari 30 petak contoh sebanyak 71 individu, yang

kemudian disusul oleh jenis akasia (Acacia auriculiformis) pada tingkat

sapihan sebanyak 7 individu. Pada urutan ke 3 ada jenis legaran (Alstonia

scholaris) yang hanya ditemukan 1 individu saja.

4.2. Kelimpahan Jenis

Kelimpahan jenis merupakan jumlah individu setiap jenisnya atau

dapat diartikan juga sebagai jumlah individu setiap spesies persatuan luas.

Kelimpahan jenis dapat diketahui setelah didapatnya nilai kerapatan,

dominasi, dan frekuensi suatu jenis yang dijumlahkan ketiganya sehingga

diketahuilah nilai indeks nilai penting (INP) suatu area. Kerapatan jenis (K)

merupakan jumlah individu suatu jenis didalam suatu areal yang dinyatakan

dalam m2 atau ha. Kerapatan relatif (KR) merupakan persentasi jumlah

individu suatu jenis dari jumlah individu seluruh jenis yang terdapat dalam

komunitas. Frekuensi (F) adalah jumlah suatu spesies yang ditemukan dalam

seluruh petak ukur. Frekuensi Relatif (FR) adalah perbandingan antara nilai

frekuensi suatu spesies dengan jumlah frekuensi seluruh spesies yang

ditemukan. memperoleh nilai dominansi dan dominansi relatif, diperlukan

jumlah LBDS setiap spesies yang ditemukan dalam satuan meter. Dominansi

(D) untuk mengetahui spesies yang tumbuh lebih mendominasi dengan luas

total habitat. Dominansi Relatif (DR) adalah persentase dari perbandingan

26
antara nilai dominan suatu spesies dengan jumlah dominansi seluruh spesies

yang ditemukan. Berdasarkan nilai kerapatan relatif, frekuensi relatif dan

dominansi relatif tersebut akan didapat nilai Indeks Nilai Penting (INP) dari

seluruh jenis yang ditemukan pada suatu area petak ukur.

4.2.1. Kelimpahan Jenis pada Tingkat Sapihan

4.2.1.1. Pada Area Hutan Berjarak Dekat dari Jalan Raya

Hasil dari perhitungan Indeks Nilai Penting (INP) tersebut

telah diperoleh untuk tingkatan hidup sapihan yang disajikan pada

tabel 4.11

Tabel 4.11. Indeks Nilai Penting (INP) pada Tingkatan Hidup Sapihan pada Area
Hutan Berjarak Dekat dari Jalan Raya.

Kerapatan Frekuensi
No Jenis INP
Relatif (%) Relatif (%)
1 Swietenia macrophylla 83,33 66,67 150
2 Acacia auriculiformis 13,33 22,22 35,56
3 Syzygium aqueum 3,33 11,11 14,44
JUMLAH 100 100 200

Berdasarkan hasil dari perhitungan Indeks Nilai Penting

(INP) didapatkan nilai tertinggi yaitu pada jenis Swietenia

macrophylla (150%), dan nilai terendah pada jenis tumbuhan

Syzygium aqueum (14,44%). Dalam regenerasi hutan, sapihan

menduduki tempat yang penting karena dapat menggantikan pohon

- pohon penyusun tegakan yang telah mati pada Hutan Lindung

Pacitan Indah.

27
Jenis pohon Swietenia macrophylla merupakan jenis

tumbuhan yang mendominasi pada area hutan berjarak dekat dari

jalan raya apabila dilihat dari nilai INP yang dimiliki, dengan nilai

kerapatan relatif sebesar 83,33%, sedangkan frekuensi relatif

66,67%. Besarnya kedua komponen tersebut dapat diartikan bahwa

pohon Swietenia macrophylla merupakan jenis penyusun utama di

area hutan berjarak dekat dari jalan raya yang memiliki rata-rata

kemiringan lahan sebesar -15 atau 9% ke arah selatan.

4.2.1.2. Pada Area Hutan Berjarak Sedang atau Agak Jauh dari Jalan
Raya.

Hasil dari perhitungan Indeks Nilai Penting (INP) tersebut

telah diperoleh untuk tingkatan hidup sapihan yang disajikan pada

tabel 4.12.

Tabel 4.12. Indeks Nilai Penting (INP) pada Tingkatan Hidup Sapihan pada Area
Hutan Berjarak Sedang dari Jalan Raya.

Kerapatan Frekuensi
No Jenis INP
Relatif (%) Relatif(%)
1 Swietenia macrophylla 83,33 85,71 169,05
2 Acacia auriculiformis 16,67 14,29 30,95
JUMLAH 100 100 200

Berdasarkan hasil dari perhitungan Indeks Nilai Penting

didapatkan nilai tertinggi yaitu pada jenis Swietenia macrophylla

(169,05%), dan nilai terendah pada jenis tumbuhan Acacia

auriculiformis (30,95%).

28
Pada area hutan yang berjarak sedang dari jalan hanya

ditemukan dua jenis tumbuhan tingkat sapihan yaitu Swietenia

macrophylla dan Acacia auriculiformis yang mana masing masing

memiliki nilai kerapatan relatif 83,33% dan 16,67%. Dan nilai

frekuensi relatif Swietenia macrophylla 85,71% dan Acacia

auriculiformis 14,29%. Dari besarnya kedua komponen tersebut

dapat diartikan bahwa pohon Swietenia macrophylla merupakan

jenis pohon penyusun utama di area hutan berjarak sedang dari jalan

raya yang memiliki rata-rata kemiringan lahan sebesar -32 atau 18%

ke arah selatan.

4.2.1.3. Pada Area Hutan Berjarak Jauh dari Jalan Raya

Hasil dari perhitungan Indeks Nilai Penting (INP) tersebut

telah diperoleh untuk tingkatan hidup sapihan yang disajikan pada

tabel 4.13.

Tabel 4.13. Indeks Nilai Penting (INP) pada Tingkatan Hidup Sapihan pada Area
Hutan Berjarak Jauh dari Jalan Raya.

Kerapatan Frekuensi
No Jenis INP
Relatif(%) Relatif(%)
1 Swietenia macrophylla 79,55 53,85 133,39
2 Dalbergia latifolia 9,09 7,69 16,78
3 Syzygium aqueum 6,82 23,08 29,90
4 Acacia auriculiformis 4,55 15,38 19,93
JUMLAH 100 100 200
Berdasarkan hasil dari perhitungan Indeks Nilai Penting

didapatkan nilai tertinggi yaitu pada jenis Swietenia macrophylla

(133,39%), dan nilai terendah pada jenis tumbuhan Dalbergia

29
latifolia (16,78%). Dibandingkan dengan area hutan berjarak dekat

dari jalan raya dan area hutan berjarak sedang dari jalan raya, area

hutan terjauh dari jalan raya ini memiliki lebih banyak jenis

tumbuhan tingkat sapihan.

Jenis tumbuhan Swietenia macrophylla merupakan jenis

tumbuhan yang mendominasi pada area hutan berjarak jauh dari

jalan raya apabila dilihat dari nilai INP yang dimiliki, dengan nilai

kerapatan relatif (KR) sebesar 79,55%, dan frekuensi relatif 53,85%

Dari besarnya kedua komponen tersebut dapat diartikan bahwa

tingkat sapihan Swietenia macrophylla merupakan jenis penyusun

utama di area hutan berjarak jauh dari jalan raya yang memiliki rata-

rata kemiringan sebesar 30 atau 17% ke arah selatan.

Kerapatan individu setiap area yang ditemukan berbeda-beda. Semakin jauh

area hutan, kerapatan jenis pada area tersebut semakin rendah. Di lapangan,

diketahui bahwa kerapatan mahoni yang berada di sekitar tegakan pohon akasia

sedikit jarang, terlebih pada area hutan berjarak jauh dari jalan raya. Hal ini dapat

dipengaruhi oleh keberadaan pohon akasia (Acacia auriculiformis), di mana akasia

merupakan salah satu jenis pohon yang memiliki zat alelopati, yaitu senyawa

alelokimia yang dikeluarkan oleh suatu organisme yang dapat menghambat proses

pertumbuhan dan perkembangan tanaman lain yang berada di sekitarnya

(Soerianegara dan Indrawan. 1984). Keberadaan pohon akasia ini membuat

pertumbuhan dan perkembangan pohon mahoni menjadi terhambat.

30
Pada petak 145 B dulunya dikhususkan untuk tanaman mahoni, sehingga

jarang ditemui jenis tanaman lain yang tumbuh di petak 145 B ini. Pertambahan

jenis tumbuhan yang terjadi pada area hutan tumbuh secara alam, dan

penyebarannya dilakukan oleh alam dengan adanya faktor lingkungan berupa angin

dan faktor hewan seperti burung, tupai, dan kelelawar yang membuat biji pohon

tersebut terbawa dan tumbuh di petak 145 B. Keberadaan hutan produksi dengan

penyusun hutan produksi jenis akasia yang letaknya bersebalahan dengan hutan

lindung dapat juga memengaruhi adanya pertambahan jenis tumbuhan.

Perolehan INP setiap jenis per area hutan ini telah dikonversi ke dalam bentuk

grafik yang telah disajikan pada gambar grafik 4.2. Grafik tersebut menggambarkan

bahwa pada area hutan berjarak dekat, sedang, dan jauh dari jalan raya jenis yang

mendominasi adalah jenis mahoni (Swietenia macrophylla) sehingga dapat

dikatakan bahwa hutan lindung petak 145 B Pacitan memiliki jenis pohon penyusun

utama mahoni (Swietenia macrophylla) hal ini sesuai dengan data risalah yang

dimiliki oleh Perum Perhutani. Tingginya dominan suatu jenis yang menempati

suatu wilayah menjadi indikator bahwa jenis tersebut berada pada tempat tumbuh

atau habitat yang sesuai untuk melangsungkan pertumbuhannya.

GRAFIK INP SAPIHAN

180
160
140
INP

120
100
80
60
31
40
20
0
MAHONI SONOKELING JAMBU AIR AKASIA
INP dekat 150 0 14.44 35.56
Gambar 4.2. Grafik INP Sapihan

4.2.2. Kelimpahan Jenis pada Tingkat Tiang

4.2.2.1. Pada Area Hutan Berjarak Dekat dari Jalan Raya

Hasil dari perhitungan nilai kerapatan yang telah diperoleh

pada pengamatan yang telah dilakukan untuk tingkat tiang yang

disajikan pada Tabel 4.14.

Tabel 4.14. Indeks Nilai Penting (INP) pada Tingkatan Hidup tiang pada Area
Hutan Berjarak Dekat dari Jalan Raya.

Kerapatan Frekuensi Dominansi


No Jenis INP
Relatif (%) Relatif (%) Relatif(%)
1 Swietenia macrophylla 80,65 76,92 83,89 241,46
2 Acacia auriculiformis 19,35 23,08 16,11 58,54
JUMLAH 100 100 100 300

Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa INP tertinggi

terdapat pada jenis mahoni (Swietenia macrophylla) mencapai

241,49% dari nilai maksimal 300%. Dan INP terendah terdapat pada

jenis akasia (Acacia auriculiformis) yaitu 58,54% dari nilai

maksimal 300%.

32
Jenis pohon Swietenia macrophylla merupakan jenis pohon

yang mendominasi pada area hutan berjarak dekat dari jalan raya

apabila dilihat dari nilai INP yang dimiliki, dengan nilai kerapatan

relatif sebesar 80,65%, frekuensi relatif 76,92% dan dominansi

relatif 83,89%. Dari besarnya ketiga komponen tersebut dapat

diartikan bahwa pohon Swietenia macrophylla merupakan jenis

pohon penyusun utama di area hutan berjarak dekat dari jalan raya.

4.2.2.2. Pada Area Hutan Berjarak Sedang atau Agak Jauh dari Jalan
Raya

Hasil dari perhitungan nilai kerapatan yang telah diperoleh

pada pengamatan yang telah dilakukan untuk tingkat tiang yang

disajikan pada Tabel 4.15.

Tabel 4.15. Indeks Nilai Penting (INP) pada Tingkatan Hidup Tiang pada Area
Hutan Berjarak Sedang dari Jalan Raya.

Kerapatan Frekuensi Dominansi


No Jenis INP
Relatif(%) Relatif(%) Relatif(%)
1 Swietenia Macrophylla 91,67 81,82 94,20 267,69
2 Acacia Auriculiformis 4,17 9,09 3,83 17,09
3 Alstonia Scholaris 4,17 9,09 1,97 15,23
JUMLAH 100 100 100 300
Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa INP tertinggi

terdapat pada jenis mahoni (Swietenia macrophylla) mencapai

267,69% dari nilai maksimal 300%. INP terendah terdapat pada

jenis legaran/pulai (Alstonia scholaris) yaitu 15,23% dari nilai

maksimal 300%.

33
Jenis Acacia auriculiformis dan Alstonia scholaris memiliki

nilai kerapatan relatif dan frekuensi relatif yang sama yaitu 4,17%

untuk kerapatan relatif dan 9,09% untuk frekuensi relatif. Namun,

pada dominansi relatif akasia lebih unggul 1,86% dibanding legaran

hal ini dipengaruhi oleh luas bidang dasar (LBDS) dari jenis akasia

lebih besar dibanding jenis legaran tersebut.

Jenis pohon Swietenia macrophylla merupakan jenis pohon

yang mendominasi pada area hutan berjarak sedang dari jalan raya

apabila dilihat dari nilai INP yang dimiliki, dengan nilai kerapatan

relatif sebesar 91,67%, frekuensi relatif 81,82% dan dominansi

relatif 94,20%. Dari besarnya ketiga komponen tersebut dapat

diartikan bahwa pohon Swietenia macrophylla merupakan jenis

pohon penyusun utama di area hutan berjarak sedang dari jalan raya.

4.2.2.3. Pada Area Hutan Berjarak Jauh dari Jalan Raya

Berdasarkan data yang telah ditemukan pada area hutan ini

hanya terdapat satu jenis tumbuhan yang ditemukan yaitu jenis

mahoni (Swietenia Macrophylla) dengan jumlah indeks nilai penting

(INP) yaitu 300% dari nilai maksimum 300%. Maka nilai pada

kerapatan relatif, frekuensi relatif dan dominansi relatif masing-

masing adalah 100% pada area hutan ini.

Perhitungan INP pada tingkatan tiang berbeda dengan

perhitugan nilai INP pada tingkat sapihan, pada tingkatan sapihan

tidak menggunakan nilai dominansi. Perhitungan Indeks Nilai

34
Penting pada tingkat tiang, diperoleh dengan menjumlahkan nilai

kerapatan relatif, frekuensi relatif dan dominansi relatif. INP

ditujukan untuk mengetahui besarnya komposisi jenis pada suatu

area. Indeks Nilai Penting memiliki nilai yang berbeda-beda disetiap

jenisnya, kecocokan jenis dengan tempat tumbuh memengaruhi

keberlangsungan tingkat pertumbuhan suatu jenis dan

penyebarannya, serta mampu bersaing dengan jenis yang lainnya.

Tinggi rendahnya INP dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya kesesuain tempat tumbuh (suhu, ketinggian, tempat),

faktor lingkungan, dan kemampuan jenis itu untuk beradaptasi

dengan lingkungan tempat hidupnya.

Perolehan INP setiap jenis per area hutan ini telah dikonversi

kedalam bentuk grafik yang telah disajikan pada grafik 4.3. Grafik

tersebut menggambarkan bahwa pada area hutan berjarak dekat,

sedang, dan jauh dari jalan raya jenis yang mendominasi adalah jenis

mahoni (Swietenia macrophylla) sehingga dapat dikatakan bahwa

hutan lindung petak 145 B Pacitan memiliki jenis pohon penyusun

utama mahoni (Swietenia macrophylla) hal ini sesuai dengan data

risalah yang dimiliki oleh Perum Perhutani. Tingginya dominansi

suatu jenis yang menempati suatu wilayah menjadi parameter bahwa

jenis tersebut berada pada tempat tumbuh atau habitat yang sesuai

untuk melangsungkan pertumbuhannya.

35
GRAFIK INP TIANG
300

250

INP 200

150

100

50

0
dekat sedang jauh
1 MAHONI 250.59 267.69 300
2 AKASIA 49.41 17.09 0
3 PULAI 0 15.23 0

Gambar 4.3. Grafik INP Tiang

Luas bidang dasar yang diperoleh dari 10 petak contoh di

area hutan berjarak dekat dari jalan raya adalah sebesar 0,80 m2 dari

31 individu tiang yang terdiri atas 2 jenis tumbuhan, pada area hutan

berjarak sedang dari jalan raya sebesar 0,58 m2 dari 24 individu

tiang yang terdiri atas 3 jenis tumbuhan, dan pada area hutan

berjarak jauh dari jalan raya adalah sebesar 0,57 m2 dari 24 individu

tiang yang terdiri atas 1 jenis tumbuhan. Hal ini dapat

menggambarkan tidak meratanya kerapatan tumbuhan yang

dihasilkan dari ketiga area hutan, pada hasil LBDS tersebut juga

dapat dikatakan bahwa jumlah jenis di suatu area tidak akan

memengaruhi besarnya volume pohon yang dihasilkan di area

tersebut (Tabel 4.15).

36
Hutan Lindung Pacitan Indah dahulunya mengalami

permudaan secara buatan yang sengaja dilakukan penanaman pada

lahan yang kosong yang kemudian mengalami suatu proses

permudaan alami. Permudaan tingkat sapihan dan tiang sangat

mengandalkan alam untuk pertumbuhan hutan selanjutnya. Namun,

bukan berarti tidak diperlukan campur tangan manusia di dalam

pengelolaannya (Marsono dan Djuwadi, 1996). Faktor yang dapat

memengaruhi munculnya permudaan antara lain yaitu proses

pembuangan, diawali dengan cukupnya produksi hormon, enzim,

vitamin, dan gen-gen lain yang berperan di dalam proses

pembuangan oleh tanaman; kemudian proses pembuahan, diawali

dengan adaya proses penyerbukan pada bunga yang dapat

berlangsung dengan sendiri atau dengan bantuan agen penyerbuk,

yang dapat berupa faktor abiotik (angin dan air) maupun faktor

biotik (hewan dan manusia); fenologi biji, proses terbentuknya biji

sebagai calon individu baru dari awal pembentukan bunga sampai

dengan biji masak dan siap untuk berkecambah; persebaran biji

proses perkecambahan, dan adaptasi biji pada tempat tumbuhnya

yang baru.

Untuk mencapai masa hidup pohon dalam mencapai umur

fisik, suatu individu akan melewati berbagai tingkatan kehidupan

yang hubungan erat dengan ukuran tinggi dan diameter batangnya.

Permudaan dikatakan berhasil apabila tumbuhan baru dapat

37
melewati tahapan kritis yang biasanya terjadi pada saat masih dalam

fase semai yang masih rentan. Oleh sebab itu, dalam pengukuran

dilakukan pada tingkat sapihan dan tiang karena dirasa dari tingkatan

vegetasi telah melewati fase keritis yaitu semai sehingga didapat

potensi bibit yang benar benar siap untuk menjadi regenerasi

selanjutnya. Tingkat keberhasilan suatu permudaan alam sangat

ditentukan oleh tiga faktor, yaitu ketersediann biji yang

mencukupi (seed supply), lingkungan mikro yang sesuai (seed bed),

dan lingkungan makro yang kondusif (Baker, 1950).

Pengambilan data lingkungan pada area hutan yang berjarak

dekat dari jalan, pada hutan tidak ternaung oleh tajuk pohon

(terbuka) dan area hutan tertutupi tajuk pohon (ternaungi) yang

dilakukan sebanyak 3 kali ulang setiap parameternya diketahui

angka kelembapan area hutan terbuka adalah 54,03% dengan suhu

sebesar 34,03 ºC dan intensitas cahaya 620,33 cd, sedangkan pada

area hutan ternaungi tajuk memiliki angka kelembaban sebesar

65,77% dengan suhu sebesar 30,67 ºC dan intensitas cahaya 25 cd.

Pada area hutan yang berjarak sedang dari jalan, pada hutan tidak

ternaung oleh tajuk pohon (terbuka) dan area hutan tertutupi tajuk

pohon (ternaungi) yang dilakukan sebanyak 3 kali ulang setiap

parameternya diketahui angka kelembapan area hutan terbuka

adalah 54,87% dengan suhu sebesar 34,40 ºC dan intensitas cahaya

518,33 cd, sedangkan pada area hutan ternaungi tajuk memiliki

38
angka kelembaban sebesar 70,43% dengan suhu sebesar 29,17 ºC

dan intensitas cahaya 25,67 cd. Sementara itu pada area hutan yang

berjarak jauh dari jalan, pada hutan tidak ternaung oleh tajuk pohon

(terbuka) dan area hutan tertutupi tajuk pohon (ternaungi) yang

dilakukan sebanyak 3 kali ulang setiap parameternya diketahui

angka kelembapan area hutan terbuka adalah 54,17% dengan suhu

sebesar 34,23 ºC dan intensitas cahaya 529 cd, sedangkan pada area

hutan ternaungi tajuk memiliki angka kelembaban sebesar 73,10%

dengan suhu sebesar 28,57 ºC dan intensitas cahaya 28 cd.

Berdasarkan data tersebut dapat diartikan temperatur di bawah

naungan tajuk lebih rendah dibandingkan dengan area terbuka. Hal

ini dipengaruhi oleh kondisi tajuk yang berat membuat kurangnya

sinar matahari yang masuk, dari kondisi ini juga dapat membuat

kelembaban di area ternaungi tajuk lebih tinggi dibandingkan di area

terbuka.

4.3. Hasil Identitas dan Deskripsi Jenis yang Ditemukan pada Hutan
Lindung Pacitan Indah.

Berikut ini merupakan gambaran dan deskripsi ciri karakteristik di

lapangan dari masing – masing jenis tumbuhan yang telah dijumpai:

1. Mahoni (Swietenia macrophylla)

Nama spesies : Swietenia macrophylla

Famili : Meliaceae

39
Gambar 4.4. Swietenia macrophylla

Ciri karakteristik di lapangan:

Pohon mahoni memiliki batang yang bulat, dengan arah tumbuh tegak

lurus ke atas dengan kulit batang berwarna coklat kehitaman. Berdaun

majemuk berbentuk bulat oval, tulang daun menyirip, dengan ujung dan

pangkal daun runcing. Buah mahoni berbentuk bulat telur, dan berwarna

coklat, bagian luar dan bagian tengah buah mengeras seperti kayu.

2. Akasia (Acacia auriculiformis)

Nama spesies : Acacia auriculiformis

Famili : Fabaceae

40
Gambar 4.5. Acacia auriculiformis
Ciri karakteristik di lapangan:

Tanaman akasia memiliki batang yang tumbuh dengan tegak dan berkayu

keras, berwarna abu-abu sampai kecoklatan. Berdaun majemuk dengan

anak daun yang cukup banyak dan saling berhadapan saat masih semai

hingga tinggi 50 cm, berbentuk lonjong dan tulang daun menyirip, ujung

daun dan pangkal daun tumpul. Bunga majemuk yang muncul pada

bagian ketiak daun dan berwarna kuning. Buah akasia berbentuk polong,

berwarna hijau saat masih muda, kemudian akan berubah menjadi warna

coklat setelah tua. Di dalam buah terdapat beberapa biji yang bentuknya

lonjong, pipih dan berwarna coklat.

3. Sonokeling (Dalbergia latifolia)

Nama spesies : Dalbergia latifolia

Famili : Fabaceae

41
Gambar 4.6. Dalbergia latifolia

Ciri karakteristik di lapangan:

Tanaman sonokeling memiliki batang berkayu dan berwarna abu-abu

kecoklatan. Daun majemuk menyirip dengan 5-7 anak daun yang

berseling di porosnya. Bunga dari tumbuhan ini berukuran kecil yang

berkumpul dalam malai ketiak berukuran panjang 0,5 sampai 1 cm. Buah

tumbuhan ini berbentuk polong berwarna coklat meruncing di pangkal

serta di ujungnya, dan berbentuk lanset memanjang.

4. Pulai (Alstonia scholaris)

Nama spesies : Alstonia scholaris

Famili : Apocynaceae

42
Gambar 4.7. Alstonia scholaris

Ciri karakteristik di lapangan:

Memiliki kulit batang berwarna coklat terang dan terdapat getah

berwarna putih susu. Daun pulai termasuk daun tunggal dengan bentuk

lanset, ujung membulat dan pangkal runcing, tipe duduk daun berkarang.

Bunga mengelompok pada pucuk daun. Buah pulai berbentuk

memanjang dan ramping.

5. Jambu Air (Syzygium aqueum)

Nama spesies : Syzygium aqueum

Famili : Myrtaceae

Gambar 4.8. Syzygium aqueum

43
Ciri karakteristik di lapangan:

Jambu air memiliki batang berkayu dan berwarna kecoklatan. Berdaun

tunggal dan saling berhadapan dengan tulang daun menyirip dan

berwarna hijau. Ujung daun berbentuk tumpul, pada pangkal berbentuk

bulat, permukaan daun mengkilap. Bunga jenis majemuk berbentuk

seperti karang dengan bunga berwarna hijau keputihan. Buah jambu

berbentuk lonceng, ketika belum matang buah berwarna hijau dan ketika

sudah matang berwarna merah. Biji jambu air berbentuk seperti ginjal

dan berwarna putih hingga coklat.

44
BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dari penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan,

dapat diambil kesimpulan bahwasannya:

1. Komposisi jenis anakan pohon pada Hutan Lindung Pacitan Indah di

Kabupaten Pacitan Jawa Timur, untuk tingkat sapihan didapati 4 jenis

yaitu Swietenia macrophylla (Meliaceae), Acacia auriculiformis

(Fabaceae), Syzygium aqueum (Myrtaceae), dan Dalbergia latifolia

(Fabaceae); untuk tingkat tiang didapati 3 jenis yaitu Swietenia

macrophylla (Meliaceae), Acacia auriculiformis (Fabaceae), dan Alstonia

scholaris (Apocynaceae).

2. Kelimpahan jenis tertinggi tumbuhan tingkat tiang pada jarak paling jauh,

sedang dan paling dekat dengan jalan yaitu jenis Swietenia macrophylla

dengan INP 300%, 267,68%, dan 250,59%; untuk tingkat sapihan pada

jarak paling jauh, sedang dan paling dekat dengan jalan yaitu jenis

Swietenia macrophylla dengan INP 121,67%, 169,05%, dan 150,00.

SARAN

45
Pihak Perum Perhutani diharapkan dapat memperkaya jenis tanaman yang

ada di petak 145 B dengan cara menanam jenis lain selain mahoni, akasia,

sonokeling, jambu air dan legaran pada saat melakukan reboisasi hutan agar

stabilitas komunitas Hutan Lindung Pacitan Indah tetap terjaga.

DAFTAR PUSTAKA

________ Undang Undang Republik Indonesia no 41 tahun 1999 tentang


Kehutanan.

46
Anonimous, 1997. Ensiklopedi Kehutanan Indonesia. Edisi Pertama. Departemen
Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta.

Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Buku. Kanisius. Yogyakarta.

Baker, Frederick. 1950. Principles of Silviculture. McGraw-Hill Book Company,


Inc. New York, Toronto, London.

Daniel, T.W., J.A. Helms, dan F.S. Baker. 1992. Prinsip-Prinsip Silvikultur. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.

Gem, C. 1996. Kamus Saku Biologi. Erlangga. Jakarta.

Greenaway, T. 1997. Buku Saku Pohon. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Greig-Smith, P., 1983. Quantitative Plant Ecology, Blackwell Scientific


Publications. Oxford.

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: Penerbit PT Bumi Aksara.

Kusuma, C, 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Marsono D. 1977. Deskripsi Vegetasi dan Tipe-tipe Vegetasi Tropika. Yayasan


Pembina Fakultas Kehutanan UGM.Yogyakarta.

Marsono, D. dan Djuwadi., 1996. Teknik Permudaan Alam. Fakultas Kehutanan.


Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Mueller-Dombois, D. dan H. Ellenberg. 1974. Aims and Methods Of Vegetation


Ecology. New York.

Odum, E. 1971. Dasar-Dasar Ekologi Edisi Terjemahan. Yogyakarta: UGM Press.

Prasetyo, F. 2016. Petunjuk Praktek Pengelolaan Hutan Tanaman. Yogyakarta:


Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.

Purnawan. 2012. Pacitan The Heaven of Indonesia. Semarang.

Reksohadiprodjo, s., brodjonegoro. 2000. Ekonomi Lingkungan BPFE Yogyakarta.


Edisi kedua. Yogyakarta.

Setiadi, D. 1984. Inventarisasi Vegetasi Tumbuhan Bawah dalam Hubungannya


dengan Pendugaan Sifat Habitat Bonita Tanah di Daerah Hutan Jati
Cikampek, KPH Purwakarta, Jawa Barat. Bogor: Bagian Ekologi,
Departemen Botani, Fakultas Pertanian IPB.

47
Simon H. 1993. Hutan Jati dan Kemakmuran Problema dan Strategi
Pemecahannya. Yogyakarta: Bigraf Publishing.

Soegianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif: Metode analisis populasi dan komunitas.


Surabaya: Usaha Nasional.

Soemarwoto, O., 2001. Ekologi, Lingkungan dan Pembangunan. Jakarta:


Djambatan.

Soerianegara, I., & Indrawan, A. (2002). Ekologi Hutan Indonesia. Bogor:


Departemen Manejemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB.
Suginingsih, dkk. 2005. Buku Ajar Silvika. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.

Wardhani, K. Maulina. 2011. Kawasan konservasi mangrove: suatu potensi


ekowisata. Jurnal Kelautan, 4(1): 61-76.

Wulandari, C. 2011. Kebijakan dan Peraturan Perundangan Kehutanan. Buku


Ajar. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

48
LAMPIRAN

Proses pembuatan petak ukur dan pengambilan data saat di lapangan

49
Tabel Lampiran 1. Jenis jenis vegetasi yang ditemukan

50
No Nama jenis Gambar
1 Syzygium aqueum

51
2 Alstonia scholaris

52
3 Swietenia macrophylla

53
4 Acacia auriculiformis

54
5 Dalbergia latifolia

55
Tabel Lampiran 2. Jenis vegetasi tingkat tiang yang ditemukan pada jarak dekat
dengan jalan

NAMA
PU NO NAMA LATIN FAMILI KELILING DBH Lbds
LOKAL

1 1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 58 18,471 267,834


1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 62,5 19,904 311,007
2
2 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 45 14,331 161,226
5 1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 62 19,745 306,051
1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 50 15,924 199,045
6
2 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 58 18,471 267,834
1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 58 18,471 267,834
2 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 62 19,745 306,051
9 3 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 48 15,287 183,439
4 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 62 19,745 306,051
5 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 57 18,153 258,678
1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 52 16,561 215,287
2 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 53 16,879 223,646
3 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 60 19,108 286,624
10
4 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 42 13,376 140,446
5 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 62 19,745 306,051
6 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 59 18,790 277,150
1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 46 14,650 168,471
21 2 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 58 18,471 267,834
3 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 42 13,376 140,446
1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 61 19,427 296,258
2 Akasia Acacia auriculiformis Fabaceae 33 10,510 86,704
22
2 Akasia Acacia auriculiformis Fabaceae 25 7,962 49,761
2 Akasia Acacia auriculiformis Fabaceae 29 9,236 66,959
2 Akasia Acacia auriculiformis Fabaceae 37 11,783 108,997
2 Akasia Acacia auriculiformis Fabaceae 30 9,554 71,656
23
3 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 62 19,745 306,051
4 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 54 17,197 232,166
1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 60 19,108 286,624
24 2 Akasia Acacia auriculiformis Fabaceae 33 10,510 86,704
3 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 61 19,427 296,258

56
Tabel Lampiran 3. Jenis vegetasi tingkat tiang yang ditemukan pada jarak sedang
dengan jalan

NAMA
PU NO NAMA LATIN FAMILI KELILING DBH Lbds
LOKAL

3 1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 62 19,75 306,05


4 Kosong
1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 54 17,20 232,17
7 2 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 58 18,47 267,83
3 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 62 19,75 306,05
8 1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 39 12,42 121,10
11 1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 62 19,75 306,05
1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 56 17,83 249,68
2 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 61 19,43 296,26
12
3 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 62 19,75 306,05
4 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 58 18,47 267,83
1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 59 18,79 277,15
19
2 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 57 18,15 258,68
1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 62 19,75 306,05
2 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 54 17,20 232,17
20 3 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 32,5 10,35 84,10
4 Legaran Alstonia scholaris Apocynaceae 38 12,10 114,97
5 Akasia Acacia auriculiformis Fabaceae 53 16,88 223,65
1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 50 15,92 199,04
2 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 57 18,15 258,68
29
3 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 61 19,43 296,26
4 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 48 15,29 183,44
1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 61 19,43 296,26
30 2 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 48 15,29 183,44
3 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 58 18,47 267,83

57
Tabel Lampiran 4. Jenis vegetasi tingkat tiang yang ditemukan pada jarak jauh
dengan jalan

NAMA
PU NO NAMA LATIN FAMILI KELILING DBH Lbds
LOKAL

13 Kosong
14 Kosong
15 1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 60 19,11 286,62
16 Kosong
1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 62 19,75 306,05
17
2 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 53 16,88 223,65
1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 62 19,75 306,05
2 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 61 19,43 296,26
18 3 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 60 19,11 286,62
4 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 55 17,52 240,84
5 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 62 19,75 306,05
1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 59 18,79 277,15
2 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 58 18,47 267,83
25 3 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 62 19,75 306,05
4 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 48 15,29 183,44
5 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 61 19,43 296,26
26 1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 57 18,15 258,68
1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 50 15,92 199,04
2 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 44 14,01 154,14
3 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 53 16,88 223,65
27
4 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 44 14,01 154,14
5 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 52 16,56 215,29
6 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 45 14,33 161,23
1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 56 17,83 249,68
2 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 44 14,01 154,14
28
3 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 36 11,46 103,18
4 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 57 18,15 258,68

58
Tabel Lampiran 5. Jenis vegetasi tingkat sapihan yang ditemukan pada jarak
dekat dengan jalan

NAMA
PU NO NAMA LATIN FAMILI TINGGI KELILING DBH
LOKAL

1 Kosong
2 Kosong
1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 43 2 0,637
5
2 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 44 1 0,318
Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 55 1 0,318
Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 40 1 0,318
6 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 66 3 0,955
Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 68 3 0,955
Jambu air Syzygium aqueum Myrtaceae 131 2 0,637
9 Kosong
10 1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 75 2 0,637
21 Kosong
1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 47 5 1,592
2 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 35 4 1,274
3 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 45 5 1,592
4 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 39 3,5 1,115
5 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 25 4 1,274
6 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 46 7 2,229
22 7 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 49 7 2,229
8 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 33 4 1,274
9 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 56 5 1,592
10 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 78 6 1,911
11 Akasia Acacia auriculiformis Fabaceae 200 4 1,274
12 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 55 5 1,592
13 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 77 7 2,229
1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 56 4 1,274
2 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 58 4 1,274
3 Akasia Acacia auriculiformis Fabaceae 60 3 0,955
4 Akasia Acacia auriculiformis Fabaceae 54 3,5 1,115
23
5 Akasia Acacia auriculiformis Fabaceae 160 8 2,548
6 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 85 3 0,955
7 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 70 2,5 0,796
8 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 45 2 0,637

59
24 1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 160 8 2,548

60
Tabel Lampiran 6. Jenis vegetasi tingkat sapihan yang ditemukan pada jarak
sedang dengan jalan

NAMA
PU NO NAMA LATIN FAMILI TINGGI KELILING DBH
LOKAL

1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 109 2 0,637


2 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 53 2 0,637
3 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 44 2 0,637
4 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 56 1 0,318
3
5 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 47 2,5 0,796
6 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 39 2,5 0,796
7 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 58 3 0,955
8 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 79 2 0,637
1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 59 2 0,637
2 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 48 2 0,637
3 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 31 2 0,637
4 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 50 7 2,229
5 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 44 2 0,637
6 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 44 1,5 0,478
7 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 28 2 0,637
8 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 27 1,5 0,478
9 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 30 3 0,955
4 10 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 55 3 0,955
11 Akasia Acacia auriculiformis Fabaceae 245 6 1,911
12 Akasia Acacia auriculiformis Fabaceae 230 7 2,229
13 Akasia Acacia auriculiformis Fabaceae 300 10 3,185
14 Akasia Acacia auriculiformis Fabaceae 310 8 2,548
15 Akasia Acacia auriculiformis Fabaceae 250 7 2,229
16 Akasia Acacia auriculiformis Fabaceae 170 10 3,185
17 akasia Acacia auriculiformis Fabaceae 247 11 3,503
18 akasia Acacia auriculiformis Fabaceae 321 8 2,548
19 akasia Acacia auriculiformis Fabaceae 256 11 3,503
1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 55 2 0,637
2 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 39 2 0,637
3 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 55 2 0,637
7
4 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 71 2 0,637
5 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 35 2 0,637
6 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 51 2 0,637

61
7 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 34 2 0,637
8 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 40 3 0,955
1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 60 3 0,955
8
2 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 46 7 2,229
11 kosong
12 kosong
1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 76 9 2,866
2 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 200 7 2,229
3 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 150 7 2,229
4 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 83 8 2,548
5 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 72 5 1,592
19 6 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 70 6 1,911
7 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 60 4 1,274
8 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 56 5 1,592
9 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 100 4 1,274
10 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 88 4 1,274
11 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 76 8 2,548
1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 65 9 2,866
2 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 56 7 2,229
3 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 63 7 2,229
20
4 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 80 4 1,274
5 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 65 6 1,911
6 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 57 8 2,548
29 kosong
30 kosong

62
Tabel Lampiran 7. Jenis vegetasi tingkat sapihan yang ditemukan pada jarak jauh
dengan jalan

NAMA
PU NO NAMA LATIN FAMILI TINGGI KELILING DBH
LOKAL

1 Sonokeling Dalbergia latifollia Fabaceae 183 2 0,637


2 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 35 2 0,637
3 Sonokeling Dalbergia latifollia Fabaceae 136 2 0,637
4 Sonokeling Dalbergia latifollia Fabaceae 80 2 0,637
5 Sonokeling Dalbergia latifollia Fabaceae 70 2 0,637
6 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 43 3 0,955
13 7 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 47 3 0,955
8 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 39 5 1,592
9 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 53 5 1,592
10 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 40 2 0,637
11 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 57 4 1,274
12 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 35 3 0,955
13 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 66 3 0,955
1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 37,5 1,5 0,478
2 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 48 2,5 0,796
3 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 56 1,5 0,478
4 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 67 2,5 0,796
5 akasia Acacia auriculiformis Fabaceae 102 2 0,637
6 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 61 3 0,955
7 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 54 4 1,274
14
8 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 59 2 0,637
9 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 64 3 0,955
10 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 69 4 1,274
11 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 33 4,5 1,433
12 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 46 4,5 1,433
13 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 38 4 1,274
14 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 40 4 1,274
1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 53 2 0,637
2 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 80 3,5 1,115
15
3 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 68 3 0,955
4 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 160 7 2,229
1 Jambu Syzygium aqueum Myrtaceae 250 12 3,822
16
2 akasia Acacia auriculiformis Fabaceae 255 13 4,140

63
1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 89 8 2,548
2 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 78 6 1,911
17
3 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 75 7 2,229
4 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 50 5 1,592
18 1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 42 5 1,592
1 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 64 6 1,911
25 2 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 52 4 1,274
3 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 53 4 1,274
1 Jambu Syzygium aqueum Myrtaceae 200 9 2,866
26
2 Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 65 5 1,592
27 1 Jambu Syzygium aqueum Myrtaceae 450 10 3,185
28 kosong

64

Anda mungkin juga menyukai