Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH SEJARAH

Organisasi Pergerakan Masa Pendudukan Jepang

Disusun Oleh:

Kelompok 10

1. Imatul Laily
2. Putri Faradila
3. Haikal Setiawan Putra
4. Jeknoris

1
Kata Pengantar
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kepada kehadirat kita Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
untuk memenuhi tugas kelompok untuk mata pelajaran Sejarah Indonesia dengan judul
"Organisasi Pergerakan Masa Pendudukan Jepang".

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan keterbatasan pengalaman yang kami miliki.

Timika, 28 September 2022

Kelompok 10

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Jepang dan Organisasi yang Bersifat Sosial Kemasyarakatan
1) Gerakan 3A
2) Putera (Pusat Tenaga Rakyat)
3) Fujinkai
4) MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia )
5) Jawa Hokokai
2.2. Jepang dan Organisasi Semi Militer
1) Seinendan
2) Keibodan
3) Barisan pelopor
4) Hisbullah
2.3. Jepang dan Organisasi Militer
1) Heiho
2) Peta
2.4. Praktek Pengerahan dan Penindasan Jepang
1) Ekonomi Perang
2) Kehidupan Pendidikan dan Kebudayaan di Indonesia Pada Masa Jepang
3) Kejamnya Romusha
BAB III PENUTUP
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB 1 PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Organisasi pada masa pembentukan Jepang adalah Barisan Pelopor, Heiho, dan
PETA. Untuk menyiapkan seluruh potensi rakyat Indonesia dalam membantu serta
mendukung kemenangan Jepang dalam Perang Asia Timur Raya, Pemerintah
Jepang pada 14 September 1944, membentuk Barisan Pelopor.

b. Rumusan Masalah
1. Apa saja organisasi-organisasi yang bersifat sosial kemasyarakatan masa
pendudukan Jepang?
2. Apa saja organisasi-organisasi semi militer masa pendudukan Jepang?
3. Apa saja organisasi-organisasi militer masa pendudukan Jepang?

c. Tujuan
Mengetahui organisasi-organisasi yang ada pada masa penjajahan Jepang beserta
pengertiannya

4
BAB 2 PEMBAHASAN

3. Organisasi Pergerakan Masa Pendudukan Jepang


1. Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI).
Dibentuk pada masa penjajahan Belanda, yakni September 1937). Pada masa
pendudukan Jepang, organisasi ini tidak dibubarkan. Karena kegiatannya berfokus
pada keagamaan dan bukan politik. Strategi pergerakan yang diterapkan MIAI
bersifat kooperatif. Sehingga perkembangannya yang demikian pesat, dinilai
mengancam eksistensi pemerintah pendudukan Jepang. Setelah dicurigai pihak
Jepang, pada 1943, MIAI dibubarkan, dan sebagai penggantinya dibentuk Majelis
Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi).
2. Masyumi
Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) berdiri pada 1943 sebagai pengganti
MIAI. Diketuai oleh K.H. Mas Mansur dan didampingi K.H. Hasyim Asyari. Organisasi
ini dimanfaatkan oleh para tokoh pergerakan nasional Indonesia untuk
mengkonsolidasikan organisasi-organisasi Islam, seperti Muhammadiyah, Nahdatul
Ulama, Persatuan Islam, dan Sarekat Islam. Masyumi memiliki visi bahwa setiap
umat Islam diwajibkan untuk jihad fisabilillah, yakni berjuang di jalan Allah, dalam
berbagai bidang, termasuk politik.
3. Pusat Tenaga Rakyat (Putera)
Untuk mengikat hati rakyat, pada Maret 1942 didirikanlah organisasi Putera.
Dipimpin oleh Empat Serangkai, yaitu Ir. Soekarno, Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara,
dan K.H. Mas Mansur.
4. Cuo Sangi In
Organisasi masa pendudukan Jepang lainnya adalah Cuo Sangi In, atau yang
disebut pula Badan Pertimbangan Pusat. Cuo Sangi In dibentuk oleh Pemerintah
Jepang. Awalnya, ditujukan untuk membuat Jepang sebagai pengendali politik di
Indonesia. Namun, oleh para pemimpin pergerakan nasional, organisasi ini
dimanfaatkan untuk mengimbangi politik Jepang.
5. Jawa Hokokai
Pada 1944, panglima tinggi tentara Jepang di Jawa mendeklarasikan berdirinya
Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa).
6. Seinendan, Fujinkai, dan Keibodan
Guna mempertahankan daerah pendudukannya, Jepang memerlukan dukungan dari
penduduk di negeri jajahannya.
Oleh karena itu, pada 9 Maret 1943, dibentuklah organisasi semi-militer Seinendan,
yaitu barisan pemuda yang anggotanya berusia 14 hingga 22 tahun.
7. Barisan Pelopor, Heiho, dan Pembela Tanah Air (PETA)
Organisasi pada masa pembentukan Jepang adalah Barisan Pelopor, Heiho, dan
PETA.
8. Dokuritsu Junbi Cosakai
Pada 1 Maret 1945, Letnan Jenderal Kumakici Harada membentuk Badan
Penyelidikan Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau
Dokuritsu Junbi Cosakai. Badan ini beranggotakan 60 orang, dan diketuai oleh Dr.
Radjiman Wedyodiningrat. Tugas BPUPKI adalah menyelidiki dan mempelajari
hal-hal penting menyangkut masalah tata pemerintahan atau pembentukan negara

5
Indonesia merdeka. Badan ini diperbolehkan untuk melakukan propaganda, terutama
penyebaran berita tentang persiapan kemerdekaan Indonesia.

a. Jepang dan Organisasi yang Bersifat Sosial Kemasyarakatan


1) Gerakan 3A
Tiga A adalah propaganda dari Kekaisaran Jepang yang dibentuk pada masa Perang Dunia
II.
Semboyan dari Tiga A adalah:
1. Nippon Pemimpin Asia
2. Nippon Pelindung Asia
3. Nippon Cahaya Asia
Dibentuknya Tiga A bertujuan untuk mendapat dukungan rakyat dan tokoh Indonesia.
Namun, karena upaya ini tidak berhasil, maka Jepang memutuskan untuk membubarkan
Gerakan Tiga A.
Alasan Jepang Membubarkan Gerakan Tiga A yang didirikan pada 29 April 1942, tepat
dengan Hari Nasional Jepang yaitu kelahiran (Tencosetsu) Kaisar Hirohito. Ketua dari
Gerakan Tiga A adalah Mr Syamsuddin. Ia merupakan tokoh politik terkemuka waktu itu
yang sangat dekat dengan pemerintah.
Tujuan Jepang membentuk Tiga A adalah agar mendapatkan rasa simpati dari rakyat
Indonesia dan agar rakyat Indonesia mau membantu Jepang.
2) Putera (Pusat Tenaga Rakyat)
Pusat Tenaga Rakyat (disingkat Putera) adalah organisasi yang dibentuk pemerintah
Jepang di Indonesia pada 16 April 1943 dan dipimpin oleh Empat Serangkai, yaitu Ir.
Soekarno, M. Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansyur.
Struktur organisasi Putera dimulai dari pimpinan pusat sampai pimpinan daerah yang dibagi
sesuai dengan tingkatnya, yaitu syu, ken, dan gun. Putera juga mempunyai beberapa orang
penasihat yang berasal dari orang-orang Jepang. Mereka adalah S. Miyoshi, G Taniguchi,
Ichiro Yamasaki, dan Akiyama. Gerakan ini tidak dibiayai pemerintah Jepang. Walaupun
demikian, para pemimpin bangsa diperbolehkan untuk menggunakan fasilitas Jepang
seperti koran dan radio.
Tujuan Putera adalah untuk membujuk kaum Nasionalis dan kaum Intelektual untuk
mengabdikan pikiran dan tenaganya untuk kepentingan perang melawan sekutu, dan
diharapkan dengan adanya pemimpin orang Indonesia, maka rakyat akan mendukung
penuh kegiatan ini.
Dalam tempo singkat Putera dapat berkembang sampai ke daerah dengan anggotanya
merupakan kumpulan organisasi profesi seperti Persatuan Guru Indonesia, Perkumpulan
Pegawai Pos, Radio,Telegraf, Perkumpulan Istri Indonesia, Barisan Banteng, Badan
Perantara Pelajar Indonesia, dan Ikatan Sport Indonesia. Selain itu, Putera bertugas untuk
memusatkan segala potensi rakyat guna membantu Jepang dalam perang. Selain tugas
propaganda, Putera juga bertugas memperbaiki bidang sosial ekonomi. Dengan cara ini,
para pemimpin dapat berkomunikasi secara leluasa kepada rakyat. Pada akhirnya, gerakan
ini ternyata berhasil mempersiapkan mental masyarakat untuk menyambut kemerdekaan
dua tahun kemudian. Banyak unsur masyarakat yang mendukung bergabung. Di antaranya
Persatuan Guru Indonesia, Perkumpulan Pegawai Pos Menengah, Pegawai Pos Telegraf
Telepon dan Radio, serta Pengurus Besar Istri Indonesia di bawah pimpinan Maria Ulfah
Santoso.

6
3) Fujinkai
Fujinkai adalah salah satu organisasi perkumpulan perempuan bentukan Jepang pada saat
menjajah Indonesia. Organisasi ini dibentuk bulan Agustus 1943. Fujinkai didirikan atas
dasar perkumpulan perempuan militan yang berada di Jepang dengan nama Dai Nippon
Fujinkai. Dalam pertempuran, Fujinkai bertugas melakukan mobilisasi tenaga perempuan
untuk mendukung tentara Jepang dalam Perang Pasifik. Tugas lainnya adalah menjadi tim
paramedis, memasak, serta memberikan hiburan pada tentara Jepang dan PETA. Fujinkai
kemudian menjadi satu-satunya organisasi perempuan yang diizinkan oleh pemerintah
pendudukan Jepang. Ketuanya Ny Sunaryo Mangunpuspito. Menurut Saskia E. Wieringa,
tujuan utama Fujinkai adalah memobilisasi tenaga perempuan untuk mendukung tentara
Jepang dalam perang yang lebih luas di Asia Timur.
4) MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia )
Majelis Islam a'la Indonesia atau MIAI adalah badan federasi bagi ormas Islam yang
dibentuk dari hasil pertemuan 18-21 September 1937.
MIAI mengkoordinasikan berbagai kegiatan dan menyatukan umat Islam di Indonesia dalam
menghadapi politik Belanda seperti menolak undang-undang perkawinan dan wajib militer
bagi umat Islam. KH Hasyim Asy'ari menjadi ketua badan legislatif dengan 13 organisasi
tergabung dalam MIAI.MIAI dapat berkembang menjadi organisasi besar yang mendapat
simpati dari seluruh umat islam Indonesia sehingga Jepang mulai mengawasi kegiatannya.
5) Jawa Hokokai
Himpunan Kebaktian Rakjat (奉公会 Hōkōkai) merupakan perkumpulan yang dibentuk oleh
Jepang pada 8 Januari 1944 sebagai pengganti Pusat Tenaga Rakyat. Hokokai awalnya
dibentuk di Jawa oleh Panglima Tentara Keenambelas, Jendral Kumakici Harada. Hal ini
dilakukan karena Jepang sadar bahwa Poetera lebih bermanfaat bagi perjuangan
kemerdekaan bangsa Indonesia dibandingkan membela kepentingan Jepang untuk
berperang melawan sekutu.
Berbeda dengan Poetera yang telah didirikan sebelumnya, Hokokai tidak memasukkan
unsur pejabat Jepang di dalam organisasinya. Hokokai menghimpun semua pimpinan dari
setiap golongan masyarakat baik pribumi maupun kelompok etnis lain seperti Tionghoa,
India, dan Arab.

b. Jepang dan Organisasi Semi Militer


Organisasi semi militer bentukan Jepang merupakan organisasi yang tidak dikhususkan
untuk melakukan pertahanan secara militer, namun lebih bersifat ke keamanan dan
ketertiban serta kecenderungan untuk kesejahteraan rakyat.
1) Seinendan
Seinendan adalah sebuah organisasi barisan pemuda yang dibentuk pada tanggal 9 Maret
1943 oleh tentara Jepang di Indonesia. Tujuan dari organisasi seinendan ini adalah untuk
mendidik dan melatih para pemuda agar dapat mempertahankan tanah airnya dengan
kekuatan sendiri
2) Keibodan
Keibodan 警防団 adalah organisasi bentukan Jepang yang juga disebut Barisan Pembantu
Polisi atau Laskar Penjaga Keamanan rakyat. Keiboudan dibentuk pada tanggal 29 April
1943 bersama dengan Seinendan yang dipimpin oleh Gunseikan. Keibodan Jepang juga
membentuk Keibodan, yang berfungsi sebagai pembantu polisi. Keibodan bertugas menjaga
lalu lintas dan menjaga keamanan di desa. Awalnya, mereka yang direkrut Keibodan adalah
yang berusia 20-35 tahun. Belakangan, diubah menjadi 25-25 tahun. Untuk menjadi anggota

7
harus berbadan sehat dan berkelakuan baik. Pembina keibodan adalah Departemen
Kepolisian (Keimubu). Di daerah (syu), dibina oleh Bagian Kepolisian (Keisatsubu).
Pelatihan digelar di Sukabumi yang kelak menjadi Sekolah Kepolisian. Lama waktu
pelatihan satu bulan.
3) Barisan pelopor
Barisan Pelopor adalah sayap pemuda dari Jawa Hokokai yang dibentuk Agustus 1944 oleh
Ir. Soekarno. Barisan Pelopor dipimpin oleh Ir. Soekarno, Sudiro, Dr. Moewardi, RP. Suroso,
Otto Iskandardinata dan Dr. Boentaran Martoatmodjo. Seragam Barisan Pelopor tidak
mengenakan seragam khusus layaknya sebuah pasukan, tetapi hanya menggunakan
lencana kepala banteng di dalam lingkaran yang dipasang pada baju bagian dada sebelah
kiri sebagai ciri.[1] Pada akhir tahun 1945, anggota laskar ini kurang lebih ada 60.000 orang
pemuda. Jumlah anggota yang hanya bisa diimbangi dan dikalahkan oleh Pesindo (Pemuda
Sosialis Indonesia), Hizbullah (Masyumi), dan Lasjkar Rakjat (Murba). Setelah
kemerdekaan, organisasi ini dikenal dengan nama Barisan Banteng. Barisan ini dikerahkan
untuk mendengarkan pidato dari pemimpin-pemimpin nasionalis. Selain itu, mereka dilatih
untuk menggerakan massa yang banyak, memperkuat pertahanan militer dan melakukan
kegiatan untuk kesejahteraan rakyat. Melalui Barisan Pelopor, golongan muda terpelajar
berusaha mengobarkan semangat rakyat dalam membela tanah air dan meningkatkan rasa
persaudaraan untuk menguatkan perlawanan.
4) Hizbullah
Hizbullah adalah organisasi Politik dan Paramiliter dari kelompok Syiah didirikan pada tahun
1982 yang berbasis di Lebanon. Hizbullah yang artinya tentara Allah, diisi oleh
pemuda-pemuda muslim. Ketua Pengurusnya adalah KH Zainul Arifin, dan wakilnya adalah
Moh Roem. Anggota pengurusnya antara lain Prawoto Mangun Sasmito, Kiai Zarkasih, dan
Anwar Cokroaminoto.Tujuan hizbullah yaitu untuk menjadi kekuatan cadangan dari pasukan
PETA (pembela tanah air). Pada 7 September 1944, Perdana Menteri Jepang Kaiso
menjanjikan kemerdekaan Indonesia. Saat itu, Jepang mulai terimpit di Perang Pasifik
melawan negara-negara Barat Jepang membutuhkan tambahan pasukan. Rencananya, ada
40.000 orang lagi yang direkrut. Rencana ini disambut antusias oleh tokoh-tokoh Islam yang
tergabung di Masyumi. Bagi mereka, ikut perang membela Jepang sama dengan
mengupayakan kemerdekaan yang dijanjikan Jepang. Sementara bagi Jepang, pasukan ini
akan memperkuat pasukan yang berperang. Apalagi, Islam saat itu menjadi agama
mayoritas rakyat.Maka dengan dukungan Masyumi, pada 15 Desember 1944, didirikanlah
Kaikyo Seinen Teishinti atau Hizbullah.

c. Jepang dan Organisasi Militer


Organisasi militer Jepang adalah organisasi yang memiliki tujuan khusus untuk
melakukan pertahanan secara militer dalam rangka mempertahankan wilayah Indonesia.
Dalam organisasi ini, pelatihan kemiliteran sangat dinomorsatukan.
1) Heiho
Organisasi Militer Jepang yang pertama adalah Heiho (Pembantu Prajurit Jepang)
Heiho adalah pasukan bentukan tentara Jepang yang berkedudukan di Indonesia atas
instruksi Bagian Angkatan Darat Markas Besar Umum Kekaisaran Jepang. Pasukan Heiho
terdiri dari bangsa Indonesia dan dibentuk pada 2 September 1942. Kemudian pada 22 April
1943, tentara Jepang mulai melakukan perekrutan. Rata-rata anggota Heiho adalah para
pemuda usia 18-25 tahun. Mereka direkrut sebagai pembantu prajurit Jepang.
2) Peta
Organisasi militer yang kedua adalah Pembela Tanah Air (Peta)

8
PETA atau Tentara Sukarela Pembela Tanah Air, merupakan kesatuan militer yang dibuat
Jepang di Indonesia pada masa pendudukan Jepang. Pemimpin dari organisasi PETA
adalah bangsa Indonesia yang mendapatkan latihan kemiliteran.
PETA sendiri dibentuk pada tanggal 3 Oktober 1943 berdasarkan maklumat Osamu Seirei
No 44 yang diumumkan oleh Panglima Tentara ke-16, Letnan Jenderal Kumakichi Harada
sebagai Tentara Sukarela. Pembentukan PETA diawali oleh surat Raden Gatot Mangkupraja
kepada Gunseikan (kepala pemerintahan militer Jepang) pada bulan September 1943.
Tokoh Indonesia Lulusan PETA
1. Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman (Panglima APRI)
2. Jenderal Besar Soeharto (Mantan Presiden RI ke-2)
3. Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani (Mantan Menteri/Panglima Angkatan Darat)
4. Soepriyadi (Mantan Menhankam Kabinet I in absentia)
5. Jenderal TNI Basuki Rahmat (Mantan Mendagri)
6. Letnan Jenderal TNI Sarwo Edhie Wibowo
7. Jenderal TNI Soemitro (Mantan Pangkopkamtib)

d. Praktek Pengerahan dan Penindasan Jepang


1) Ekonomi Perang
Pada masa pendudukan di Indonesia, Jepang mengeluarkan kebijakan ekonomi perang.
Ekonomi perang merupakan kebijakan pemerintah Jepang yang digunakan untuk menggali
semua kekuatan ekonomi di Indonesia. Kebijakan tersebut dikeluarkan untuk membantu
kegiatan Jepang yang tengah menghadapi pada Perang Dunia II.
Mengapa Jepang menerapkan kebijakan ekonomi perang? Dalam buku Ekonomi Indonesia
(2017) Dalam Lintasan Sejarah karya Boediono, Perang Dunia II mengubah peta politik.
Indonesia dikuasai oleh Jepang pada 1942-1945. Tujuan politik penguasa baru untuk adalah
menjadikan Indonesia sebagai penyangga tentara Jepang untuk memenangi peperangan.
Untuk mencapai tujuan politik tersebut, sistem ekonomi perang diterapkan. Saat PD II
pecah, di daratan Eropa satu demi satu negara jatuh ke tangan Jerman. Di Asia, khususnya
di Asia Timur dan Asia Tenggara satu demi satu negara seperti Indonesia jatuh ke Jepang.
Pada Maret 1942, Belanda menyerah. Berakhirlah masa kekuasan Belanda yang panjang di
Indonesia dan diganti kekuasaan yang jauh lebih keras dan lebih eksploitatif. Selama 3,5
tahun di bawah pendudukan Jepang ekonomi Indonesia beroperasi dengan modus darurat
perang.
Dampak ekonomi perang
1. Hampir semua kehidupan diatur dengan peraturan-peraturan penguasa.
2. Institusi-institusi masa dibekukan.
3. Kepentingan bersama yaitu memenangi perang di atas segalanya.
4. Ruang gerak individu sangat dibatasi.
5. Ekonomi beroperasi berdasarkan perintah (command economy).
6. Transaksi sukarela (mekanisme pasar) hanya terjadi dicelah-celah sempit dalam
perekonomian yang tersisa.

2) Kehidupan Pendidikan dan Kebudayaan di Indonesia Pada


Masa Jepang
Era pendudukan Jepang menjadi salah satu fase kelam dalam perjalanan sejarah bangsa
Indonesia. Penjajahan Dai Nippon di Indonesia yang berlangsung sekitar 3,5 tahun
menimbulkan berbagai dampak di segala bidang, termasuk dalam sistem pendidikan dan
kebudayaan.

9
Suhartono dalam Sejarah Pergerakan Nasional: Dari Budi Utomo Sampai Proklamasi
1908-1945 (2001) menyebutkan, tanggal 8 Maret 1942 dilakukan Perundingan Kalijati di
dekat Subang, Jawa Barat, antara Belanda dengan Jepang. Perjanjian tersebut merupakan
tanda menyerahnya Belanda tanpa syarat kepada Jepang setelah kalah di Perang Dunia II.
Sejak saat itu, Dai Nippon mengambil-alih wilayah Indonesia dari Belanda. Demi mengambil
simpati rakyat, Jepang memposisikan diri sebagai saudara tua dengan menyerukan
berbagai propaganda, seperti Semboyan 3A, yaitu Nippon pemimpin Asia, Nippon pelindung
Asia, dan Nippon cahaya Asia.
Selama 3,5 tahun menjajah Indonesia, pendudukan militer Jepang memberikan dampak
dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat Indonesia, termasuk dalam bidang sistem
pendidikan dan kebudayaan.
Sistem Pendidikan Indonesia Masa Penjajahan Jepang
Demi menarik simpati masyarakat Indonesia, Jepang pada mulanya memberlakukan sistem
pendidikan yang cukup baik. Akses pendidikan sedikit lebih mudah untuk didapatkan, tidak
ada pembedaan atau diskriminasi dalam pendidikan untuk kaum pria maupun perempuan.
Soepriyanto dan Moh. Yatim dalam Perjuangan Meraih Kemerdekaan (2018)
mengungkapkan, Dai Nippon menerapkan jenjang pendidikan formal di Indonesia seperti
sistem di Jepang, yaitu Sekolah Dasar (SD)selama 6 tahun, Sekolah Menengah Pertama
(SMP) selama 3 tahun, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) selama 3 tahun.
Namun, lantaran Jepang sedang menghadapi Perang Asia Timur Raya yang menjadi bagian
dari Perang Dunia II melawan Sekutu, seluruh sendi kehidupan di Indonesia disesuaikan
dengan kebutuhan perang, termasuk pendidikan.
Kebijakan tersebut membuat terjadinya kemerosotan pendidikan di Indonesia. Tercatat,
jumlah SD menurun dari 21.500 menjadi 13.500 unit. Sekolah lanjutan menurun dari 850
menjadi 20 buah. Jumlah murid sekolah dasar menurun 30% dan jumlah siswa sekolah
lanjutan merosot sampai 90%. Kegiatan perguruan tinggi boleh dikatakan macet.
Salah satu dampak negatif yang disebabkan oleh situasi ini adalah angka buta huruf di
Indonesia meningkat. Mata pelajaran yang diajarkan pun mengalami pembatasan. Bahasa
Indonesia sebagai bahasa pengantar. Bahasa Jepang dan sejarah Jepang menjadi mata
pelajaran wajib di sekolah.
Pemerintah militer Dai Nippon juga melatih kaum guru agar memiliki keseragaman
pengertian tentang maksud dan tujuan pemerintahan Jepang. Akibatnya, tenaga pendidik
mengalami penurunan secara signifikan.
Dikutip dari buku Sejarah Kelas XI (2020) yang disusun olehIrma Samrotul Fuadah,
pemerintah Jepang di Indonesia menerapkan materi-materi pokok untuk pelatihan guru,
yaitu:
1. Nippon Seisyin, yaitu latihan kemiliteran dan semangat Jepang.
2. Bahasa, sejarah dan adat-istiadat Jepang.
3. Ilmu bumi dengan perspektif geopolitis.
4. Olahraga dan nyanyian Jepang untuk pembinaan kesiswaan.
Kehidupan Kebudayaan Indonesia Era Pendudukan Jepang
Kehidupan budaya masyarakat Indonesia pada masa peendudukan Jepang juga mengalami
banyak perubahan. Salah satu yang paling kontroversial adalah kewajiban melakukan
seikerei.
Seikerei merupakan penghormatan kepada Tenno Heika (Kaisar Jepang) yang diyakini
sebagai keturunan dewa matahari dengan cara membungkukkan badan menghadap ke arah
matahari terbit.

10
Kebiasaan penghormatan tersebut ditentang oleh kaum ulama. Salah satu aksi
penentangan tersebut berupa perlawanan antara K.H. Zainal Mustafa terhadap tentara
Jepang yang dikenal dengan Peristiwa Singaparna.
Pemerintah Jepang juga mendirikan pusat kebudayaan yang diberi nama Keimin Bunkei
Shidoso. Lembaga ini yang kemudian digunakan Jepang untuk mengawasi dan
mengarahkan kegiatan para seniman agar karya-karyanya tidak menyimpang dari
kepentingan Jepang.

3) Kejamnya Romusha
Kedatangan Jepang ke Indonesia pada tahun 1942 berpengaruh besar, dalam artian yang
baik dan buruk. Dampak baiknya, mereka berhasil mengusir Belanda yang telah menduduki
Indonesia selama tiga abad. Namun kabar buruknya, Jepang memiliki caranya tersendiri
untuk menjajah bangsa kita.
Walaupun masa pendudukan Jepang relatif singkat, yakni 3,5 tahun, mereka berhasil
mengubah mimpi buruk menjadi nyata. Pemerintah dan tentara Jepang memimpin dengan
begitu kejam dan merenggut banyak hal, padahal mereka mengaku akan memberikan
kemerdekaan di awal kedatangannya.
Berikut ini sejumlah bukti kekejaman para penjajah Jepang terhadap rakyat Indonesia!
1. Membuat rakyat Indonesia hidup secara tak manusiawi
Para penjajah Jepang memiliki cara yang licik untuk mengelabui rakyat Indonesia. Mereka
datang mengaku sebagai "saudara tua" bangsa kita untuk mendapatkan simpati. Tak hanya
itu, janji kemerdekaan juga digemborkan di awal kedatangan, sehingga rakyat
mempercayainya.
Namun ternyata, semua kebaikan itu hanya berlangsung dalam waktu yang singkat. Tak
lama setelah Jepang menduduki Banten, makanan, obat-obatan, pakaian, dan berbagai
barang kebutuhan lainnya menghilang dari pasar.
Akibatnya, rakyat pun sangat menderita. Mereka terpaksa makan seadanya dan
mengenakan karung goni sebagai alat penutup tubuh. Belum lagi jika sakit, tak ada obat
yang bisa diakses, sehingga rakyat menggunakan tumbuh-tumbuhan herbal seadanya.
2. Romusha, kerja paksa ala Jepang
Bukti kekejaman Jepang yang paling terkenal adalah romusha. Mereka memaksa rakyat,
terutama para petani, untuk mengerjakan berbagai hal. Mulai dari terjun ke medan perang,
membangun berbagai benteng, penjara, dan lain sebagainya.
Para pekerja romusha direkrut dengan paksa. Setiap kepala daerah harus menyetorkan
data laki-laki usia produktif, setelah itu mereka akan dipanggil untuk menjadi romusha. Saat
panggilan datang, keluarga harus merelakan mereka, karena seringkali para pekerja
tersebut tidak kembali lagi ke rumahnya.
Setelah menjadi romusha, mereka akan diberi pakaian "seragam" berupa karung goni yang
berkutu. Setiap hari para pekerja paksa itu harus melakukan tugas yang berat tanpa istirahat
dan makanan yang cukup. Tubuh mereka pun kurus dan lemah, namun tetap harus bekerja
dengan berat.
Para tentara Jepang pun mengawasinya setiap waktu. Cambuk, pentungan logam, dan
berbagai senjata siap untuk digunakan kapan saja ketika ada romusha yang melawan,
berusaha melarikan diri, atau mencuri waktu istirahat.
3. Membangun penjara-penjara yang tidak manusiawi
Jepang juga terkenal dengan penjara-penjaranya yang tak kenal ampun dan tidak
manusiawi. Salah satu contohnya adalah penjara bawah tanah yang ada di Lawang Sewu,
Semarang, Jawa Tengah.

11
Bangunan tersebut awalnya dibuat oleh pemerintah Belanda untuk kantor kereta api. Namun
saat Jepang menguasai Indonesia, ia dialihfungsikan menjadi penjara. Terdapat dua macam
penjara yang terkenal di Lawang Sewu, yakni penjara jongkok dan berdiri.
Penjara jongkok dibuat seperti bak dengan tinggi 50 sentimeter. Para tahanan harus jongkok
di dalamnya. Seakan tak cukup kejam, bak tersebut diisi air yang mencapai leher lalu ditutup
dengan besi.
Sementara penjara berdiri dibuat dengan ukuran 1 x 1 meter. Ruangan tersebut biasanya
diisi oleh delapan orang. Para tahanan yang berasal dari pribumi maupun warga Belanda
harus berdiri berdesak-desakan di dalamnya.
4. Menyiksa dan membiarkan tahanan mati kelaparan
Seakan penjara yang dibuatnya tak cukup menyiksa, para penjajah Jepang juga terkenal
sering membiarkan tahanannya mati kelaparan. Para sipir dengan sengaja tidak
memberikan makanan kepada tahanan selama berhari-hari.
Ketika diberi pun, makanan tersebut tidak cukup untuk memenuhi nutrisi yang diperlukan. Ini
terjadi karena penjajah Jepang menganggap penjara adalah tempat untuk menyiksa, bukan
hanya menahan. Maka tak heran jika banyak tahanan yang mati sebelum dieksekusi.
Belum lagi, tahanan juga sering mendapatkan siksaan dari Kempeitai, polisi militer Jepang
yang sangat sadis. Mereka tak ragu mengeluarkan berbagai metode untuk menyiksa orang.
Mulai dari mencambuk, menggantung tubuh secara terbalik, memukul dengan pentungan
logam, dan lain sebagainya.
5. Diduga menyuntikkan virus dan bakteri terhadap para tahanan
Tak banyak yang tahu bahwa penjajah Jepang juga menggunakan senjata biologis untuk
upaya memenangkan Perang Dunia II. Metode ini disebut sebagai operasi Unit 731 yang
memiliki laboratorium di Harbin, Tiongkok.
Mereka sering melakukan uji coba obat kimia, virus, dan bakteri terhadap manusia. Misalnya
dengan menyuntikkan bakteri sifilis kepada wanita hamil, meledakkan bom untuk melihat
efeknya pada manusia, membedah tahanan tanpa bius, dan lain-lain.
Walaupun menurut sejarah, orang Tiongkok yang sering menjadi "kelinci percobaan nya",
banyak ahli yang mengatakan bahwa Indonesia juga tak luput dari sasaran Unit 731. Dilansir
Historia, salah satunya terjadi di markas romusha Klender, Jakarta.
Sekitar tahun 1942-1943, ratusan pekerja paksa tiba-tiba ditemukan dalam kondisi yang
kritis dan menunjukkan gejala tetanus. Hal yang sama ditemukan pada romusha Surabaya
dan Kalimantan. Diduga Unit 731 terlibat ketika para tentara memberikan injeksi imunisasi
kepada romusha.
6. Tragedi Mandor Berdarah, pembantaian massal Jepang di Kalimantan
Pembantaian yang paling tak terlupakan di masa penjajahan Jepang adalah Tragedi Mandor
Berdarah yang terjadi di Mandor, Kalimantan Barat. Peristiwa ini terjadi pada 28 Juni 1944.
Diawali dengan rasa benci rakyat yang memuncak terhadap Jepang, muncullah sebuah
kelompok anti fasisme. Mereka berencana untuk berpura-pura kerja sama dengan
pemerintah Jepang. Kelompok tersebut terdiri dari generasi unggulan Kalimantan, mulai dari
cendekiawan, politisi, tokoh agama, dan lain sebagainya.
Jepang pun mengakomodasinya dengan membentuk Nissinkai, organisasi politik yang
bertujuan untuk mendukungnya. Namun tokoh di dalamnya diam-diam memata-matai
pergerakan Jepang untuk melakukan serangan balik.
Sayangnya, gerakan bawa tanah mereka ketahuan. Semua tokoh Nissinkai, keluarga,
kerabat, dan siapa pun yang terlibat di dalamnya diciduk. Dengan mata tertutup dan tangan
terikat, mereka dibawa ke tempat tersembunyi dan dibunuh dengan cara dipenggal atau

12
ditembak mati. Tercatat korban peristiwa ini mencapai ribuan orang yang terdiri atas
generasi unggulan Kalimantan Barat.
7. Menjadikan para perempuan sebagai budak seks atau Jugun Ianfu
Terakhir yang sering terlupakan adalah Jepang menciptakan Jugun Ianfu. Ini merupakan
istilah yang diberikan untuk memanggil para perempuan yang dijadikan budak pelacuran
paksa untuk tentara Jepang. Korbannya mayoritas berasal dari Korea, Malaysia, Tiongkok,
dan tak terkecuali Indonesia.
Perempuan-perempuan itu dijemput paksa dari keluarganya dan ditempatkan dalam sebuah
rumah yang disebut sebagai "rumah bordil". Tujuannya adalah untuk mempermudah tindak
perkosaan di setiap wilayah yang didiami oleh tentara Jepang. Di dalamnya, tak hanya
perempuan Indonesia, mereka juga menahan perempuan keturunan Tiongkok, Belanda,
Prancis, dan Portugis.
Para tentara akan datang setiap harinya untuk memperkosa mereka. Bahkan mereka juga
tak ragu memukul, menampar, dan bahkan menikamnya hingga mati ketika perempuan itu
melawan. Suntik kontrasepsi yang tidak dilakukan secara steril juga sering dilakukan agar
para Jugun Ianfu tidak hamil.

13
BAB 3 PENUTUP

a. Kesimpulan
Masa pendudukan Jepang di Indonesia (1942-1945) mampu memberikan dampak
kekejaman yang luar biasa bahkan dapat dikatakan kekejaman Jepang melebihi Belanda.
Kebijakan pemerintah Jepang yang melakukan tindakan penguasaan terhadap daerah
jajahannya adalah untuk perang. Jepang sebagai salah satu kekuatan fasis senantiasa
berusaha melebarkan sayapnya ke daerah-daerah yang sebelumnya menjadi basis
kekuatan negara-negara Eropa dan Amerika (Sekutu), seperti di Asia Tenggara. Selama
pendudukannya di Indonesia, pemerintah militer Jepang berusaha memobilisasi
keseluruhan sumber-sumber daya yang ada di Indonesia baik sumber daya alam maupun
sumber daya manusia. Hali ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan perang, karena
Jepang menyadari sumber daya manusia dan sumber daya alamnya tidak cukup baik untuk
memenuhi kebutuhan perang tersebut. Untuk mengeksploitasi sumber daya alam Indonesia,
Jepang menerapkan suatu kebijakan yaitu menjadikan rakyat Indonesia “Serdadu kerja”
atau dalam bahasa Jepang disebut Romusha. Pada awalnya romusha dipekerjakan sebagai
tenaga yang produktif seperti buruh di perusahaan. Di Jawa romusha dimaksudkan untuk
menciptakan produk-produk pertanian, membuat saluran irigasi dan reklamasi tanah.
Memasuki pertengahan tahun 1943, pengerahan romusha berubah menjadi usaha
eksploitasi. Romusha bekerja untuk mendukung kelancaran perang seperti membangun rel
kereta api, bekerja di pertambangan dan membangun benteng pertahanan. Bahkan
romusha menjadi komoditi yang dibutuhkan. Pelaku rekrutmen disebut Romukyokai (biro
tenaga kerja) tugas utamanya adalah merekrut romusha dan melakukan pengiriman
romusha ke tempat romusha bekerja. Biro tenaga kerja dibentuk dari pusat hingga
keresidenan. Peran kepala desa yang ditugaskan untuk merekrut romusha. Berdasarkan
berbagai kesaksian para mantan romusha cara perekrutan dilakukan dengan cara
dibujuk/rayu, di tipu dan jika dengan dibujuk atau ditipu tidak bisa romusha akan di paksa
bahkan diculik untuk dijadikan romusha. Romusha dipaksa bekerja tidak hanya di daerah
yang berdekatan tetapi diangkut kemanapun sesuai kebutuhan tuntutan tenaga kerja
Jepang. Berbagai sumber data menunjukan romusha yang bekerja di Jawa ditempatkan
banyak di wilayah Banten Selatan yang bekerja mengeksploitasi tambang batu bara dan
membangun rel kereta api guna memperlancar proses kerja di tambang. Selain
bekerja di wilayah Jawa para romusha juga dikirim keluar berbagai pulau di Indonesia dan
wilayah Asia Tenggara lainnya seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Thailand untuk
membangun benteng-benteng pertahanan, jalur kereta api dan menggali sumber daya
minyak guna mendukung usaha perang Jepang melawan Sekutu. Penderitaan romusha
adalah penderitaan yang tidak tanggung-tanggung. Pekerjaan mereka yang berat tidak
sebanding dengan upah yang mereka dapat. Ketetapan gaji sudah dibuat oleh pemerintah
militer Jepang di berbagai daerah namun yang mereka dapatkan hanya 20% dari gaji yang
seharusnya mereka dapat. Gaji romusha dipotong untuk dikirim ke keluarga di kampung.
Harga gabah yang turun juga mempengaruhi turunnya gaji romusha, bahkan kemungkinan
tidak diberi gaji karena alasan dikirim ke keluarga namun kenyataannya uang yang dikirim
tidak sampai ketangan keluarga romusha.

14
b. Saran
Belajar sejarah Indonesia organisasi pergerakan masa pendudukan Jepang ini sangat
penting karena di samping mendapatkan pemahaman tentang berbagai perubahan seperti
dalam tata pemerintahan dan kemiliteran, tetapi juga mendapatkan pelajaran tentang
nilai-nilai keuletan dan kerja keras dari para pejuang, pengorbanan, dan keteguhan untuk
mempertahankan kebenaran dan hak asasi manusia.

15
DAFTAR PUSTAKA

https://amp.kompas.com/skola/read/2022/08/23/130000469/8-organisasi-yang
-dibentuk-pada-masa-pendudukan-jepang

https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/14/200000169/organisasi-sosial-
kemasyarakatan-bentukan-jepang

https://tirto.id/sejarah-organisasi-semi-militer-masa-pendudukan-jepang-gbVy

https://www.kompas.com/skola/read/2020/06/06/080000169/mengapa-jepang-
menerapkan-ekonomi-perang

https://tirto.id/sejarah-pendidikan-kebudayaan-era-penjajahan-jepang-di-indon
esia-gnzo

16

Anda mungkin juga menyukai