Anda di halaman 1dari 3

KETAATAN HUKUM

Tulisan santai ini dibuat di akhir pekan dengan cuaca yang sedikit lebih cerah jika
dibadingkan dengan beberapa hari belakangan, yah akhir-akhir ini cuaca di sekitar wilayah
Bumi Serpong Damai (BSD) Kabupaten Tangerang selalu hujan dengan suara petir yang
menggelegar. Tulisan ini adalah renungan yang dibagikan dengan tetap pada permasalahan
isu hukum yang berkembang dan terjadi di dalam masyarakat, tidak terkecuali saya yang juga
merupakan masyarakat hukum.

Sebelumnya, sekali lagi tulisan ini hanya tulisan santai dengan pembahasan yang santai dan
dengan gaya kalimat yang tidak kalah santai-nya. Jadi mohon untuk dibaca dengan santai
agar kehidupan tidak sekaku kanebo jika kering, sekali lagi santai.

Satu pertanyaan yang mungkin sedang banyak saya fikirkan akhir-akhir ini adalah tentang
bagaimana sifat bekerjanya hukum? Apakah hukum itu bekerja? Ataukah bagaimana cara
hukum bekerja?. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu bagi saya sebagai anak hukum tentu
adalah sebuah anomali, loh kok orang yang belajar hukum mempertanyakan hukum; kata
orang lain yang bukan anak hukum.

Hanya saja, jika ditelusuri lebih lanjut, pertanyaan-pertanyaan ini juga hampir sebagian besar
juga dipertanyakan oleh mereka yang memang tidak pernah belajar hukum. Bahkan obrolan-
obrolan mengenai pertanyaan di atas tidak jarang menjadi pokok pembahasan di waktu santai
pada ruang-ruang kedai kopi kala senja menghampiri. Agaknya memang sudah menjadi
rahasia umum, jika banyak orang yang merasa kalau hukum hanya tinggal istilah dengan
implementasi yang hanya jadi imajinasi pembuatnya.

Apakah hukum bekerja? Bagaimana hukum bekerja? Bagaimana bentuk bekerjanya hukum
itu? Pada akhirnya hanya akan memenuhi renungan saya tentang hukum dan dampaknya
dalam kehidupan masyarakat. Dengan sedikit pede, yah kan saya anak hukum, jadi wajar
dong memehami hukum dan melihatnya dalam ruang yang nyata. kebanyakan renungan saya
tetang permasalahan di atas terjadi ketika sedang mengemudikan kendaraan, baik dalam
perjalanan panjang maupun singkat.

Pada akhirnya, pertanyaan demi pertanyaan tersebut melahirkan tulisan yang santai ini, tidak
untuk berlagak ahli melihat bagaimanakah hukum bekerja, atau terlalu filosofis dengan
mempertanyakan apa itu hukum apalagi liberalis yang menginginkan hukum bekerja
sebagaimana kehendaknya. Renungan yang saya lakukan sesungguhnya hanya akan
menekankan pada aspek keberadaan hukum dan manfaatnya bagi masyarakat dan/atau subjek
hukum.

Hukum dan Ketaatan Hukum

Bukan hal yang baru jika mendapati kondisi hukum yang ada saat ini jauh panggang dari api,
hukum berisi kumpulan pengaturan/peraturan namun hukum tidak dapat mengatur. Mengapa
demikian? Banyak yang mencoba mengalisa hal demikian itu dengan studi teoritis sampai
filosofis, ada yang mengatakan hukum berlaku bahkan sejak manusia belum mengetahui
hukum dan bagi kajian filosofisnya hukum adalah tata nilai yang hidup dan menjadi norma
dalam kehidupan.

Kajian yang dilakukan patutlah mendapatkan apresiasi, dalam keadaan yang tidak banyak
orang mau peduli dengan penelitian bukan? Jangankan masyarakat, peneliti sekarang-pun
banyak yang baru melakukan penelitian jika mendapatkan keuntungan finansial semata.
Maka dari itu saya-pun mengapresiasi hal yang dilakukan oleh mereka, sekalipun tanpa
penghargaan DIKTI mereka peka dalam melihat kondisi.

Bagi saya pribadi hukum tidak bekerja bukan dikarenakan keberadaan hukum yang tidak
dan/atau belum dirasakan kehadirannya oleh masyarakat dan/atau subjek hukum. kebanyakan
subjek hukum melihat hukum sebatas norma yang dituliskan dengan berbagai bentuk; bisa
Undang-Undang Dasar (UUD), Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang, Keputusan Presiden, Peraturan daerah dan lain-lain. Akibatnya adalah, ketika
hukum hanya dilihat sebatas pada norma yang dituliskan tersebut, untuk menilai hukum
bekerja adalah dengan melihat bagaimana subjek hukum mengetahui hukum.

Menjadikan hukum sebatas norma yang dituliskan akan membuat kebanyakan dari kita
melihat hukum itu sebatas wujud-nya hukum, tapi alpa pada esensi keberadaan suatu hukum.
Contoh paling sederhana adalah ketika berada di lampu merah dan mendapati lampu sedang
merah, sebagian pengemudi berhenti sebagaimana tanda merah yang mengharuskan berhenti,
namun tidak jarang ada juga pengendara yang tetap melanjutkan perjalannnya tanpa
menghiraukan rambu lalu-lintas untuk berhenti karena lampu sedang merah. *Termasuk saya
juga teman-teman, yah kadang memang sifat kebinatangan muncul kalau dalam kondisi
tergesa-gesa.

Keadaan tersebut secara sederhana menunjukkan bahwa pelanggar lampu merah telah
melanggar hukum, tapi apakah penindakan terhadap mereka yang melanggar hukum mampu
membuat subjek yang lain merasakan keberadaan hukum? Sehingga dapat patuh terhadap
hukum. Jawabannya mungkin bisa iya dan juga bisa tidak. Lebih lanjut, hal yang demikian
ini berlaku layaknya sisi objektif dalam melihat persoalan, yah sebatas bagaimanakah bentuk
hukum dan hukum bekerja.

Namun karena renungan mengenai keberadaan hukum ini saya rasakan, saya melihat jika
seandainya pertanyaan di awal tadi tidak dapat diselesaikan dengan pendekatan objektif
namun memang harus secara subjektif, apa itu? Pendekatan subjektif disini adalah keadaan
dimana hukum berlaku karena subjek hukum taat pada hukum.

Lantas, bagaimana ketaatan itu memengaruhi hukum? Ketaatan terhadap hukum akan
menjadikan suatu keadaan yang mana subjek hukum tanpa hukum akan melihat suatu
perbuatan dari sisi kesadaraannya *kodisi inheren, apakah ini baik ataukah sebaliknya.
Apakah ini sudah sesuai dan/atau tidak sesuai, ataukah hal ini benar dan/atau sebaliknya.
Kesadaan yang memengaruhi ketaatan pada akhirnya membuat hukum bekerja tanpa harus
terlebih dahulu menjadikannya sebagai objektifitas sifat dan/atau istilah, karena secara
lahiriah subjek hukum telah mengetahui hukum dan menjalankan hukum.
Pentingnya Ketaatan Hukum

Pada akhirnya menurut saya, semuanya haruslah kembali pada pribadi untuk dapat merasakan
bagaimana hukum itu bekerja. Lantas bagaimanakah caranya untuk dapat merasakan hukum
bekerja, cobalah untuk taat pada hukum dari kesadaran mengenai hukum. Dengan menjadi
taat terhadap hukum, tanpa hukum mesti dibuat tertulis, subjek hukum telah menjalankan
hukum karena telah sadar dan mengetahui hukum. Kondisi ini yang menurut saya adalah
kondisi subjektifitas hukum tanpa mendistorsi sisi formil dalam suatu negara hukum, bahwa
hukum yang baik adalah hukum yang nyata.

Kenapa ketaatan terhadap hukum menjadi point dalam tulisan saya ini adalah karena dengan
taat pada hukum maka secara langsung keberadaan hukum akan dirasakan manfaatnya tidak
hanya kepada mereka yang taat tapi juga kepada meraka yang belum taat. Apalah artinya
hukum kalau hanya tertulis rapi pada lembara putih, dengan janji-janji dan imajinasi namun
gagal dalam implementasi; kata saya dalam salah satu kegiatan diskusi.

Inilah pendapat santai saya, di pagi hari yang cerah ini. Semoga kita semua selalu taat pada
hukum, serta sadar dengan kebutuhan hukum dalam kehidupan keseharian subjek hukum.
Dengan kondisi yang taat dan sadar hukum akan membawa kita semua dapat menghargai
hukum, secara langsung maupun tidak langsung. Ditambah lagi, jika hukum telah dirasakan
keberadaannya maka tanpa pendahuluan mengetahui hukum yang dituliskan, tiap subjek akan
menjalankan hukum karena kesadarannya terhadap hukum. Taat terhadap hukum tentunya
akan dirasakan manfaatnya dalam berbagai ruang baik sosial, keluarga maupun urusan
negara. Salam santai dan semoga kita semua tetap dapat waras melihat ditengah disrupsi yang
gila, salam santai.

Anda mungkin juga menyukai