Kalsium di dalam feses terkandung dari diet yang tak diabsorbsi, juga kalsium yang
keluar dari plasma ke dalam usus. Dari masukan sehari-hari 25 mmol (1 kg) kalsium, 2,5-
7,5 (0,1-0,3 g) diekskresikan ke dalam urin dan sisanya ditemukan di dalam feses. Hampir
semua kalsium yang difiltrasi akan diabsorbsi kembali. Kalsium berlaku sebagai zat
ambang dan bila kadar kalsium turun maka eksresinya ke dalam urin berhenti. Pada fungsi
ginjal yang normal jumlah kalsium yang diekskresikan ke dalam urin meningkat karena
kadar kalsium serum meningkat. Sekitar 2,5 mmol (0,1 g) kalsium hilang setiap hari pada
kulit dan keringat.
Transpor kalsium dalam usus halus dimediasi oleh proses transpor yang tersusun
kompleks dan diregulasi oleh calcitropic hormonest, yaitu: 1,25-(OH)2D3 and hormon
paratiroid (PTH). Hormon-hormon lain, seperti glukokortikoid, prolaktin dan estrogen
berperan sebagai regulator absorpsi kalsium di usus halus. Absorpsi kalsium di usus halus
dapat melalui 2 mekanisme, yaitu aktif dan pasif. Transpor kalsium aktif terjadi terutama di
duodenum dan proximal jejunum, sementara transpor pasif terjadi pada seluruh usus halus.
Usus besar juga mampu mengabsorpsi kalsium namun hal tersebut masih kontroversial.
Duodenum adalah tempat absorpsi kalsium yang paling efisien karena dapat mengambil
kalsium bahkan pada keadaan diet sangat rendah kalsium melalui mekanisme aktif, juga
memiliki seluruh komponen bagi transpor kalsium melalui jalur transcellular dan
paracellular.
Saat memasuki darah, vitamin D yang berasal dari kulit dan saluran pencernaan belum aktif.
Untuk menjadi aktif, harus melalui proses perubahan biokimiawi berurutan berupa penambahan
dua gugus hidroksil (-OH) terlebih dahulu dan di dalamnya terdapat peranan penting dari sinar
matahari. Jika seseorang hanya mengonsumsi vitamin D saja dan kulitnya tidak pernah terpapar
sinar matahari, maka vitamin D tidak dapat dihasilkan oleh tubuh. Reaksi pengaktifan vitamin D
terjadi di dua lokasi, yaitu pertama di hati dan kedua di ginjal. Hasil akhirnya adalah bentuk aktif
vitamin D berupa 1,25-(OH)2-D atau kalsitriol. Berikut tahapan dari metabolisme vitamin D di
dalam tubuh:
6. Patofisiologi Osteomalasia
Dua penyebab utama osteomalasia adalah, yang pertama ketidakcukupan absorpsikalsium
di usus karena kurangnya asupan kalsium atau defisiensi vitamin D, dan kedua peningkatan
kehilangan fosfor melalui urine (Porth & Matfin, 2009). Pada bentuk alaminya,vitamin D
didapat dari makanan tertentu dan radiasi ultraviolet matahari. Vitamin Dmempertahankan
kadar serum kalsium dan fosfat normal untuk mineralisasi normal tulang.Defisiensi vitamin D
atau resistensi terhadap kerja mengganggu mineralisasi normal tulang,menyebabkan peunakan
tulang.
Vitamin D tidak aktif ketika diapsorbsi dari usus ataudisintesis dari pajanan terhadap
terhadap sinar ultraviolet. Agar vitamin D menjadi
aktif, proses dua langkah harus terjadi. Vitamin D (dan metabolitnya) dipindahkan dari darah
kehati, tempat vitamin D diubah menjadi kalsidiol. Kalsidiol kemudian ditransportasikan
keginjal dan diubah menjadi bentuk aktif, kalsitriol.Bentuk aktif vitamin D diperlukan untuk
absorpsi kalsium dan fosfor yang optimaldari usus. Kalsium dan fosfor dipindahkan dari
darah ke tulang untuk mineralisasi normal.
Jika terdapat kekurangan vitamin D, kalsium dan fosfor tidak diabsorpsi dari usus dan
kadar kalsium dan fosfor serum turun. Defisiensi mineral ini pada gilirannya mengaktivasi
kelenjar paratiroid, dengan kehilangan kalsium dan fosfor dari tulang. Kehilangan
kalsium dan fosfatyang berlebihan dalam tulang mengganggu mineralisasi kalsium. Gangguan
mineralisasitulang menyebaban abnormalitas ditulang spons dan tulang padat. Osteoid
(bagian matriksyang lunak dan tidak terkalsifikasi) terus menghasilkan terapi tidak
mineralisasi.Penumpukan abnormal tulang demineralisasi menyebabkan deformitas besar
padatulang panjang, spina, panggul, dan tengkorak, menyebabkan tulang lunak dan tidak mam
pumenyangga beban dan menekan atau membebani gerakan tubuh.
8. Tatalaksana Osteomalacia
1. Penatalaksanaan Medik
Jika penyebabnya kekurangan vitamin D, maka dapat disuntikkan vitamin D
200.000IU per minggu selama 4-6 minggu, yang kemudian dilanjutkan dengan 1600 IU
setiap hariatau 200.000 IU setiap 4-6 bulan. Jika terjadi kekurangan fosfat
(hipofosfatemia), maka dapatdiobati dengan mengkonsumsi 1,25 dihydroxy vitamin D.