JARINGAN TRANPORTASI
A. Pengertian
Jaringan transportasi secara teknis terdiri atas :
1. Simpul (Node), dapat berupa terminal, stasiun KA, Bandara, Pelabuhan.
2. Ruas (Link), berupa jalan raya, jalan rel, rute angkutan udara, alur kepulauan
Indonesia (ALKI). Fasilitas penyeberangan bukan merupakan simpul, melainkan
bagian dari ruas, yang sering juga disebut sebagai jembatan yang terapung.
Dalam menata jaringan jalan perlu dikembangkan sistem hirarki jalan yang jelas dan
didukung oleh penataan ruang dan penggunaan lahan.
b. Jalan Propinsi
Wewenang pembinaannya oleh pemerintah Propinsi ( Gubernur).
c. Jalan Kabupaten
Wewenang pembinaannya oleh pemerintah Kabupaten/kota
(Bupati/Walikota).
d. Jalan Desa
Wewenang pembinaannya oleh masyarakat.
b. Jalan Kolektor
Melayani angkutan pengumpulan/pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jarak
sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.
c. Jalan Lokal
Melayani angkutan setempat, dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat,
kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
b. Jalan kelas II
Adalah jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan
dengan lebar ≤ 2,50 meter dan panjang ≤ 18 meter dan MST ≤ 10 ton.
f. Jalan Desa
Adalah jalan yang melayani angkutan pedesaan dan wewenang
pembinaannya oleh masyarakat serta mempunyai MST kurang dari 6 ton,
belum dimasukan UU No. 13 tahun 1980 maupun PP No. 43 tahun 1993
Satu kelas fungsi mempunyai dua pilihan dalam kelas perencanaan, sebagai contoh, jalan
kolektor sekunder dapat sebagai jalan kelas II atau kelas III. Pilihan kelas ditentukan
berdasarkan volume lalu lintasnya. Jalan-jalan ini diharapkan untuk melayani lalu lintas
dalam kawasan dan tidak akan terlalu banyak kendaraan yang terkonsentrasi pada rute
suatu jalan kolektor. Jika untuk ukuran metropolitan, jalan kolektor sekunder bisa saja
melayani volume lalu lintas yang cukup tinggi terutama di pusat kegiatannya. Dalam hal ini
jalan kolektor sekunder harus di desain sebagai jalan tipe II kelas II.
Tipe I
Kelas I : Perluasan kota dari lajur bebas hambatan antar kota. (hubungan antar lajur bebas
hambatan antar kota dengan sistem dalam kota)
Tipe II
Kelas I : Perluasan perkotaan dari jalan arteri (highways) antar kota (jalan arteri primer)
Kelas II : Perluasan kota dari jalan antar kota dengan volume lalu lintas rendah (kolektor
primer)
Kelas III : Jalan kolektor atau distributor pada unit-unit pemukiman (Neighbourhood).
Kelas IV : Jalan masuk atau jalan pelayanan pada lahan-lahan pribadi atau perumahan atau
daerah-daerah bisnis yang kecil.
Tabel 3.3. Perencanaan Jalan yang Ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah
ADT = Average Dayly Traffic, atau yang dikenal sebagai Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR).
B. Jaringan Jalan
Jaringan jalan menurut status jalan diklasifikasikan ke dalam jalan nasional, jalan
propinsi, jalan kabupaten,/kota, jalan desa, dan menurut fungsinya diklasifikasikan
ke dalam jalan arteri, jalan kolektor, dan jalan lokal. Sedangkan sistem jaringan jalan
menurut peran pelayanan jasa distribusinya dalam satu wilayah dapat
diklasifikasikan ke dalam jalan primer dan jalan sekunder.
Sistem jaringan jalan primer dan jalan sekunder tersebut memiliki hirarki sebagai
berikut :
Kota Jalan Arteri Kota
Jenjang primer Jenjang
I I
Kota Kota
Jalan Kolektor
Jenjang Jenjang
primer
II II
Jalan Lokal
primer Jalan Kolektor Jalan Kolektor
primer primer
Jalan Lokal
primer
Jalan Lokal
primer
Persil
F21 F21
Jalan Arteri
Kawasan Kawasan
Sekunder (JAS)
Sekunder I Sekunder I
F22 F22
Jalan Kolektor
Kawasan Kawasan
Jalan Lokal Sekunder (JKS)
Sekunder II Sekunder II
Sekunder
(JLS)
Jalan Kolektor
Sekunder (JKS)
F1 = Fungsi Primer
Perumahan