Anda di halaman 1dari 3

Ma’aasyiral muslimin rahimakumullah!

Marilah kita bertakwa kepada Allah....

Ummatal Islam

Sesungguhnya intisari shalat adalah kekhusyukan dan ketundukan hati kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan tidak
mungkin hati kita khusyuk dan tunduk disaat shalat kecuali apabila hati itu membesarkan dan mengagungkan Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Karena hati yang tidak mengagungkan Allah, tidak pula membersarkanNya, ia tidak akan khusyuk, ia tidak akan
tunduk di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Oleh karena itu kata Al-Imam Ibnul Qayyim bahwa di antara rahasia gerakan-gerakan shalat itu dikomandoi oleh takbir, dimulai
dengan takbir, ketika hendak ruku’ kita takbir, ketika kita hendak sujud kita takbir, ketika kita naik di antara dua sujud kita pun
takbir. Karena sesungguhnya hakikat takbir, ucapan Allahu Akbar, Allah yang paling besar, ketika seorang hamba benar-benar
hatinya membesarkan dan mengagungkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, akan khusyuklah badannya, akan khusyuk pula hatinya.
Karena sesungguhnya kekhusyukan badan itu berasal dari kekhusyukan hati.

Ummatal Islam,

Apalagi bila pengagungan kepada Allah disertai dengan cinta kepada Allah, disertai dengan berharap akan pahala dan
keridhaanNya, disertai dengan ia takut daripada adzabNya, maka sungguh shalatnya benar-benar akan bernilai di sisi Allah
Subhanahu wa Ta’ala.

Ummatal Islam,

Tidak mungkin kita menjadi orang-orang yang khusyuk di dalam shalat kita kecuali dengan mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala,
mengenal nama-namaNya, mengenal sifat-sifatNya, mengenal dan melihat juga bagaimana ciptaan-ciptaanNya yang
menunjukkan akan kebesaranNya.

Karena sesungguhnya ketika hati kita disibukkan dengan memikirkan selain Allah, kita sibuk memikirkan dunia, kita sibuk
memikirkan usaha, kita sibuk memikirkan berbagai macam yang sifatnya urusan dunia dan tidak ada di hati kita keinginan
bahkan kerinduan untuk bermunajat kepada Allah, untuk senantiasa mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka Demi Allah
orang seperti ini tidak bisa khusyuk di dalam shalatnya.

Ketika hati kita sibuk memikirkan dunia dan ternyata pikiran itu kita bawa ke dalam shalat kita, akhirnya kita tidak bisa khusyuk.
Sehingga kemudian shalat kita tidak bernilai di mata Allah Subhanahu wa Ta’ala. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:

“Sesungguhnya seseorang selesai shalat dan tidak ditulis untuknya dari pahala kecuali hanya sepersepuluh dari shalatnya,
sepersembilan, seperdelapan, sepertujuh, seperenam, seperlima, seperempat, sepertiga, dan setengahnya.” (HR. Abu Dawud)

Dia tidak mendapat pahala apa-apa dari shalatnya. Bahkan Rasulullah mengabarkan dalam hadits yang hasan, ada orang yang
shalat 60 tahun lamanya ternyata tidak ada satupun shalatnya yang diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Maka saudaraku, shalat yang mencegah dari perbuatan keji dan munkar adalah shalat yang benar-benar khusyuk hatinya kepada
Allah, shalat yang benar-benar menggugurkan dosa-dosanya saat shalatnya adalah yang betul-betul ketika shalat hatinya
mengagungkan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Adapun shalat yang tidak khusyuk, seringkali menimbulkan ketidaktumakninahan. Kita lihat ada orang yang shalatnya sangat
cepat sekali, yang dia inginkan adalah bagaimana segera selesai shalat. Sehingga ia menganggap bahwa shalat itu beban dalam
hidupnya. Dia tidak menjadikan shalat sebagai kebutuhan hidupnya.

Saudaraku, padahal kita sangat membutuhkan shalat, kita sangat membutuhkan shalat melebihi kebutuhan kita kepada
makanan dan minuman. Kita sangat membutuhkan shalat melebihi berbagai macam kebutuhan hidup di dunia ini. Makanan dan
minuman hanya untuk kehidupan badan, tapi shalat untuk kehidupan hati kita.
Subhanallah, ketika kita benar-benar menjaga shalat kita, maka disitulah akan memberikan kekuatan yang luar biasa. Allah
berfirman:

“Sesungguhnya manusia diciptakan dalam keadaan berkeluh-kesah. Apabila ia ditimpa kesusahan, dia tidak sabaran. Apabila ia
diberikan kesenangan, ia sangat pelit. Kecuali -kata Allah- orang-orang yang shalat. Yaitu orang-orang senantiasa menjaga
shalatnya dengan penuh kesungguhan.” (QS. Al-Ma’arij*70+: 19-23)

Itulah yang membuat ia senantiasa sabar ketika menghadapi berbagai macam ujian dan cobaan dalam kehidupannya. Ketika
shalatnya benar-benar khusyuk, ketika benar-benar ia tadharru‘ kepada Allah di dalam shalatnya. Itulah yang menyebabkan hati
seseorang menjadi dermawan. Ketika diberikan kenikmatan dia pun menjadi dermawan dan tidak pelit. Yaitu ketika ia benar-
benar menjaga shalatnya, maka akan tumbuhlah jiwa dermawan di hatinya.
Maka orang yang berkeluh kesah, tidak sabaran, cepat putus asa, ini akibat ia tidak menjaga shalatnya dengan benar. Kalaulah ia
menjaga shalatnya dengan benar, pasti seperti yang Allah sebutkan dalam Al-Qur’an tadi: “Kecuali orang yang shalat.” Yaitu yang
hatinya betul-betul menghadap kepada Allah, benar-benar ketika shalat ia merasakan kenikmatan dan kelezatan ketika ia
bermunajat dan berdua-duaan dengan Allah.

Adapun bagi orang yang menganggap shalat itu beban sehingga ketika terdengar adzan hatinya menjadi berat, ketika ia
dipanggil shalat terasa berat kakinya, demi Allah ini adalah orang-orang yang ada di hatinya penyakit kemunafikan. Sebagaimana
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengabarkan demikian dalam Al-Qur’an:

“Apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malasnya, itupun riya’ ingin dilihat manusia dan tidak mengingat
Allah di dalam shalatnya kecuali sedikit saja.” (QS. An-Nisa[4]: 142)

Ia berdiri di hadapan Allah shalat, tapi yang ia ingat dunia. Ia berdiri di hadapan Allah shalat, akan tetapi yang ia ingat adalah
urusan-urusan selain Allah. Maka Allah menyifati shalatnya orang munafik, mereka tidak mengingat Allah dalam shalatnya
kecuali sedikit saja.

Subhanallah, saudara seiman..

Maka berusahalah kita jaga shalat kita. Demi Allah, apabila kita benar-benar jaga shalat kita, maka shalat itu akan memberikan
perubahan yang dahsyat dalam hidup kita.

Ummatal Islam,

Allah menyebut tentang sifat orang-orang beriman yang beruntung dan sukses. Di antaranya adalah orang-orang
yang khusyuk di dalam shalatnya. Allah berfirman:

َ ً‫﴾ انَّ ِرٌهَ ٌُ ْم ِف‬١﴿ َ‫قَ ْد أَ ْفهَ َح ْان ُم ْؤ ِمىُُن‬


﴾٢﴿ َ‫ص ََل ِت ٍِ ْم َخا ِشعُُن‬
“Sungguh telah beruntung orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Mu’minun*23+: 1) Siapa dia yang beriman yang
beruntung itu?

َ ًِ‫انَّ ِرٌهَ ٌُ ْم ف‬
﴾٢﴿ َ‫ص ََلتِ ٍِ ْم َخا ِشعُُن‬
“Yaitu orang-orang yang shalatnya khusyuk.” (QS. Al-Mu’minun*23+: 2)

Maka perhatikanlah kekhusyukan shalat kita, saudaraku. Perhatikan kekhusyukan shalat kita melebihi perhatian
kita terhadap dunia kita. Perhatikan kekhusyukan shalat kita melebihi perhatian kita terhadap rumah tangga kita
dan yang lainnya. Karena demi Allah, itu lebih besar dan lebih penting bagi kita. Karena kekhusyukan itulah sumber
kehidupan hati yang menyebabkan Allah cinta kepada kita, yang menyebabkan Allah terima ibadah kita. Dan apabila
Allah terima ibadah kita dan shalat kita akan menimbulkan cinta Allah kepada kita dan keridhaanNya. Dan itu
merupakan cita-cita seorang mukmin. Mengharapkan cinta Allah dan keridhaanNya.

Maka khusyuk di dalam shalat, perhatikanlah ia, jadikanlah ia sesuatu yang kita benar-benar perhatikan dengan
penuh kesungguhan.

‫از ْْ َعهَى ُم َح َّم ٍد ََ َعهَى‬


ِ َ‫ ََب‬.‫ك َح ِم ٍْ ٌد َم ِج ٍْ ٌد‬ ِ ‫صهٍَّْتَ َعهَى إِب َْسا ٌِ ٍْ َم ََ َعهَى‬
َ َّ‫ إِو‬،‫آل إِب َْسا ٌِ ٍْ َم‬ ِ ‫صمِّ َعهَى ُم َح َّم ٍد ََ َعهَى‬
َ ‫آل ُم َح َّم ٍد َك َما‬ َ ‫اَنهٍَُّ َّم‬
‫ك َح ِم ٍْ ٌد َم ِج ٍْ ٌد‬ ِ ‫از ْكتَ َعهَى إِب َْسا ٌِ ٍْ َم ََ َعهَى‬
َ َّ‫ إِو‬،‫آل إِب َْسا ٌِ ٍْ َم‬ َ َ‫آل ُم َح َّم ٍد َك َما ب‬
ِ

:‫عباد هللا‬
‫ان ََإٌِتَا ِء ِذي ْانقُسْ بَ ٰى ٌَََ ْىٍَ ٰى َع ِه ْانفَحْ َشا ِء ََ ْان ُمى َك ِس ََ ْانبَ ْغ ًِ ۚ ٌَ ِعظُ ُك ْم‬ ِ ْ ََ ‫إِ َّن انهَّـًَ ٌَأْ ُم ُس بِ ْان َع ْد ِل‬
ِ ‫اْلحْ َس‬
﴾٠٩﴿ ‫َُن‬ َ ‫نَ َعهَّ ُك ْم تَ َر َّكس‬
‫ َن ِرك ُس هللا أكبَس‬،‫ ََا ْش ُكسَُيُ َعهَى وِ َع ِم ًِ ٌَ ِز ْد ُكم‬،‫فَ ْاذ ُكسَُا هللا ان َع ِظ ٍْ َم ٌَ ْر ُكسْ ُكم‬

Anda mungkin juga menyukai