E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu penegakan
diagnosis preeklamsia adalah:
a. Pemeriksaan labooratorium
Meliputi ECG, pemeriksaan darah, visus mata, USG ginjal.
b. Pemeriksaan janin
Pemeriksaan janin bisa dilakukan dengan menggunakan USG untuk
menilai adanya keabnormalan perkembangan janin seperti berat dan
ukuran lebih kecil dari keadaan normalnya. Selain itu, juga bisa
dilakukan pemeriksaan NST untuk mrngukur detak jantung janin.
c. Pemeriksaan urin protein
Untuk mendeteksi kadar protein yang menjdi tanda-tanda preeklamsia.
d. Radiologi
Pemeriksaan bisa menggunakan MRI atau CT-Scan. Berfungsi untuk
mengetahui adanya kondisi edeme serebral atau tidak.
F. Pengobatan Farmakologi dan Non-Farmakologi
a. Pengobatan Farmakologi
1) Aspirin
Obat ini berikan sejak trisemester pertam atau sekitar umur 12
minggu, obat ini diberikan dengan indikasi pada pasien dengan
hipertensi pada kehamilan terdahulu, penyakit ginjal kronis,
penyakit autoimun dan diabetes.
2) Suplemen kalsium
3) Suplemen antioksidan
Sejenis vitamin C dan E.
4) Obat antihipertensi
Untuk mencegajh penyakit Cerebrovaskuler dan diberikan pada ibu
hamil dengan tekanan >160/110 mmHg.
b. Pengobatan Non-Farmakologi
Pengobatan non-farmakologi bisa dilakukan degan mengkonsumsi
makanan tinggi serat, mengurangi aktivitas fisik dan bed-rest, berhenti
merokok dan mengkonsumsi alkohol.
II. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Perawat melakukan pengkajian terhadap ibu hamil penderita
preeklamsia dengan menanyakanidentitas, keluhan utama dari pasien
seperti sudah berapa lama nyeri perut dan dada lalu kemudian apakah
mengalami sakit kepala atau pusing pada ibu hamil dengan usia 20 minggu
atau lebih.
Berikut adalah beberapa hasil pengkajian yang dilakukan, antara
lain mengkaji identitas pasien, mengakaji keluhan utama seperti nyeri
bagian perut dan juga bengkak kaki maupun wajah selanjutnya
dikembangkan dengan metode PQRST. Perawat mengkaji apakah pasien
mempunyai riwayat hipertensi; diabetes mellitus; penyakit ginjal;anemia;
dan preeklamsia pada kehamilan sebelumnya, disertai dengan perawat
mengkaji apakah terdapat keluarga yang mempunyai riwayat hipertensi
juga.
Dilakukan pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi,
dan perkusi. Pertama melakukan inspeksi muka dilihat apakah pucat dan
ada odema, inspeksi mata dengan melihat konjungtiva untuk menilai
adanya anemia, inspeksi abdomen dengan melihat apakah ada bekas
operasi karena pada preeklamsia sering terjadi peningkatan tonus rahim,
inspeksi ekstremitas untuk melihat adanya edema; varises; sianosis.
Disusul dengan palpasi abdomen dan leher. Palpasi abdomen untuk
mengetahui letak janin, TFU, apakah terasa nyeri ketika ditekan di
kuadran II kiri atas, dan tegang perut. Sedangkan, palpasi di leher
berfungsi untuk melihat apakah terdapat bendungan vena jugularis yang
menandakan jantung ibu mengalami gangguan. Selanjutnya melakukan
auskultasi abdomen dan perkusi bagian ekstremitas. Dilakukan
pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium dan USG.
Dilanjutkan dengan pengkajian pola Gordon yaitu seberapa besar
pengetahuan ibu hamil dengan preeklamsia tentang status kesehatannya,
Pola nutrisi ibu hamil dengan preeklamsia membutuhkan diet khusus guna
mengganti protein yang hilang karena proteinuria dan mengurangi garam
dan air, Pola eliminasi akan meningkat pada saat ibu mengkonsumsi obat
hipertensi, pola aktivitas pada ibu hamil dengan preeklamsia berat
disarankan untuk dikurangi namun pada ibu hamil dengan preeklamsia
ringan tidak perlu mengurangi aktivitas hanya sewajarnya saja.
Pola isttirahat ibu hamil dengan preeklamsia perlu bedrest supaya
tidak bertambah parah. Pola kognitif dan sensuri digunakan untuk
mengkaji pengetahuan ibu dan pendidikan terakhir yang dijalani. Pola
konsep diri berfokus bagaimana peran pasien sebagai ibu. Pola hubungan
peran digunakan untuk mengetahui bagaimana peran pasien sebagai ibu
dengan lingkungan sosialnya. Pola seksualitas perlu dikaji karena pada
saat hamil berhubungan seks dibatasi di mana sel sperma dapat memicu
kontraksi pada ibu hamil. Pola mekanisme koping pada ibu hamil dengan
preeklamsia akan mengalami ansietas sehingga diperlukan dukungan dari
keluarga. Bagian yang perlu dikaji terakhir yaitu pola nilai dan
kepercayaan, berfokus pada agama yang diyakini pasien.
B. Diagnosa
Diagnosa yang mungkin muncul pada ibu hamil dengan preeklamsia,
diantaranya adalah
a. Kelebihan volume cairan b.d edema dan penurunan cardiac output d.d
pasien tampak edema pada kaki, tangan, dan wajahnya.
b. Defisiensi perfusi jaringan b.d edema dan tekanan darahnya naik dan
penurunan cardiac output.
c. Nyeri akut b.d edema, peningkatan tekanan darah d.d pasien merasa
sakit di bagian kepala.
C. Intervensi
Intervensi pada ibu hamil dengan preeklamsia memiliki beberapa hal yang
perlu diperhatikan berguna untuk menentukan keberhasilan proses
keperawatan. Berikut adalah uraian mengenai intervensi keperawatan
untuk ibu hamil dengan preeklamsia:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan cairan
dalam tumbuh ddapat seimbang, dengan intervensi manajemen cairan
(4120):
a. Timbang berat badan setiap hari dan monitor status pasien
b. Berikan diuretic yang diresepkan
c. Arahkan pasien mengenai status NPO
d. Konsultasikan dengan dokter bila tanda-tanda kelebihan cairam
menetap atau memburuk
Untuk masalah keperawatan yang kedua adalah defisiensi perfusi jaringan
b.d edema. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan kemampuan pasien mampu dipertahankan pada skala 1
ditingkatan pada skala 5 dengan kriteria hasil berupa muka pucat, tekanan
darah sistolik, tekanan darah diastolic, dan edema perifer di mana
mengambil intervensi Monitor Tanda-Tanda Vital (6680):
a. Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan status pernapasan dengan tepat
b. Monitor tekanan darah setelah pasien minum obat jika memungkinkan
c. Identifikasi kemungkinan perubahan TTV
d. Monitor keberadaan dan kualitas nadi
Masalah keperawatn yang ketiga adalah nyeri akut b.d edema, peningkatan
tekanan darah. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan kepuasan klien: manajemen nyeri (3016) hirapkan mampu
dipertahankan pada skala 1 dan ditingkatkan pada skala 5 dengan bkriteria
hasil yaitu nyeri terkontrol, tingkat nyeri dipantau secara regular,
mengambil tindakan untuk mengurangi nyeri, dan informasi diberikan
untuk mengelola obat-obatan. Intervensi keperawatan yang diambil adalah
manajemen nyeri (1400):
a. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/ durasi, frekuensi, kualitas, intensitas/ beratnya
nyeri dan faktor pencetus.
b. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
c. Kurangi atau eliminasi faktor-faktor yang dapat mencetus nyeri
d. Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasi atau jika keluhan pasien
saat ini berubah signifikan dari pengalaan nyeri sebelumnya.
D. Implementasi
Berikut adalah implementasi keperawatan yang telah disusun sesuai
dengan kondisi pasien.
No.
Implementasi Evaluasi Formatif
Dx
1 1. Manajemen nyeri 1. Manajemen nyeri
a. Melakuakn a. Berat badan klien masih belum
pengukuran berat turun.
badan pasien setiap b. Klien bisa mengerti mengenai
hari. status NPO.
b. Menjelaskan c. Klien meminum obat yang tepat
mengenai status NPO sesuai dengan resep dokter.
pada psien dengan d. Belum dilakukan konsultasi
harapan pasien dapat dengan dokter karena belum
memahami. ada perubahan yang signifikan
c. Memberikan pasien dari kondisi pasien.
obat deuretik yang
telah diresepkan oleh
dokter dengan prinsip
6 benar.
d. Berkonsultasi pada
dokter menegani
konsidi pasien yang
memberukuk untuk
mendapatkan solusi.
2 1. Monitor tanda 1. monitor tanda-tanda vital
tanda vital a. Belum terjadi kemajuan pada TTV
a. Memonitor tekanan pasien.
darah, nadi, suhu dan b. Terdapat perubahan tekanan darah
status pernafasan setiap klien selesai meminum oba.t
klien dengan tepat. c. Perubahan pada tekanan darah
b. Monitor tekanan pasien belum terlalu jauh tetapi
darah pasien setiap sudah ada perubahan.
selesai meminum obat d. Nadi pasien masih lemah.
yang diresepkan.
c. Mencatat dan
membandingan TTV
klien agar mengetahui
segala bentuk
perubahan yang
terjadi.
d. Monitor kualitas dan
keberadaan nadi dari
pasien.
3 1. Menejemen nyeri 1. Manajemen Nyeri
a. Melakan manejemen a. Pasien dapat bekerjasam dengan
nyeri dengan kooperatif dalam melakukan metode
menggunakan metode PQRST.
PQRST. b. Pasien dapat mengerti dan
b. Memberikan edukasi melakukan prinsip nyeri yang telah
pada pasien tentang
prinsip manejemn dajarkan.
nyeri yang dapat c. Pasien merasa lebih tenang dan
dilakukan secara stress berkurang.
mandiri. d. Belum dilakukan laporan pada
c. Menjauhkan klien dari dokter karena nyeri pasien tidak
hal-hal yang bisa menunjukan gejala memburuk.
mingkatkan rasa nyeri
seperti kebisingan
sehingga yang
menimbulkan strees
d. Memberikan informasi
pada dokter jika
penangan nyeri tidak
berhasil atau tidak
berdampak besar
E. Evaluasi
Tahap evaluasi merupakan tahap akhir dari asuhan keperawatan yang
berisi evaluasi mengenai intervensi keperawatan yang telah dilakukan.
Menelaah sejauh mana metode perawatan yang dilakukan berhasil atau
tidak.
No.
Diagnosa Evaluasi Sumatif
Dx
1 Kelebihan Volume Cairan b.d edema dan S : - Klien mengatatakan
penurunan cardiac output lebih nyaman dari
sebelumnya
O : Volume urine
bertambah, edema
berkurang
A : Masalah dapat teratasi
sebagian
P : Lanjutkan intervensi
2 Defisiensi perfusi jaringan b.d edema S:-
O : - Volume urine
bertambah, edema
berkurang
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
3 Nyeri Akut b.d edema, peningkatan S : - Klien mengatakan
tekanan darah sudah merasa lebih baik
dari sebelumnya
O : Wajah klien terlihat
lebih rileks
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
RESUME
“Asuhan Keperawatan Pada Ibu dengan Diabetes Gestasional”
I. Konsep Masalah
A. Definisi
Diabetes gestasional adalah diabetes yang dialami oleh ibu hamiul yang
sebelumnya tidak mengalami diabetes. Diabetes gestasional terjadi pada
saat usia kehamilan memasuki minggu ke-24 dan akan hilang sendiri pada
saat ibu sudah melahirkan
B. Faktor Penyebab dan Risiko Diabetes Gestasional
Penyebab diabetes gestasional belum diketahui secara pasti, namun
menurut beberapa penelitian dapat disebabkan karena adanya proses
pengiriman makanan ke janin melalui plasenta. Selain itu, juga dapat
disebabkan karena penggunaan kontrasepsi hormon dengan tipe tertentu.
Terdapat beberapa faktor risiko yang menyebabkan ibu hamil mengalami
diabetes gestasional, antara lain:
a. Obesitas
Pada ibu hamil yang obesitas hormon adipositokin akan melawan kerja
hormon insulin.
b. Kenaikan berat badan yang berlebihan
Kenaikan berat bdan pada ibu hamil sangatlah wajar, akan tetapi
apabila mengalami kenaikan berat badan yang tidak terkontrol akibat
pola makan yang salah dapat menyebabkan diabetes gestasional.
c. Riwayat DM keluarga
Ibu hamil yang memiliki riwayat DM dalam keluarganya memiliki
risiko lebih besar mengalami diabetes gestasional.
d. Riwayat DMG pada kehamilan sebelumnya
Ibu hamil yang memiliki riwayat diabetes gestasional kemungkinann
pada saat kehamilan berikutnya juga akan mengalami hal sama.
e. Riwayat keguguran
Ibu hamil yang pernah mengalami keguguran karena ibu hamil yang
menderita diabetes menyebabkan terjadinya kematian pada bayi tanpa
sebab yang jelas.
f. Glukosuria
Suatu kondisi terpapar glukosa dalam urin.
g. Usia
Ibu hamil dengan usia >35 tahun berisiko 4,05 kali dibandingkan
dengan ibu hamil <25 tahun.
C. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala diabetes gestasional antara lain sering BAK, sering
merasa haus, mudah lapar, mudah lelah, berat badan ibu hamil cenderung
menurun, mata buram, timbul rasa mual, apabila terluka sulit sembuh, dan
sering merasa kesemutan.
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan pada ibu hamil dengan diabetes gestasional dapat dilakukan
dengan Tes Toleraansi Glukosa Oral (TTGO). TTGO adalah suatu bentuk
tes kesehatan yang digunakan untuk melihat bagaimana tubuh dapat
mengatur tingkat insulin dan juga kadar glukosa dalam darah. TTGO
dapat dilakukan dengan cara:
a. Ibu hamil diminta mengkonsumsi makanna yang mengandiung
karbohidrat selama 3 hari dengan takaran 150gr per hari, sebelum
dilakukan pemeriksaan pasien dianjurkan untuk puasa 16-12 jam.
b. Terapi obat seperti insulin, kontrasepsi, diuretic harus dihentikan
c. Proses pengambilan darah yang dibagi menjadfi 3 tahap , yaitu pagi
hari setelah puasa sebanyak 3-5 ml untuk melihat gula darah puasa,
pasien diminta mengonsumsi 75gr glukosa yang dilarutkan dalam
200ml air, dan dilakukakan pemeriksaan kadar gula darah 1 jam lalu 2
jam selanjutnya.
E. Pengobatan Farmakologi dan Non-Farmakologi
a. Pengobatan Farmakologi
Pengobatan farmakologoi diberikan apabila setelah 1-2 minggu
diberikan terapi non farmakologgis tidak berhasil menurunkan gula
darah ibu. Pengobatan farmakologis dapat dilakukan dengan
memberikan insulin aksi cepat, insulin regular, dan obat-obatan
antidiabetik oral seperti metformin, sulfonylurea, dan glibenklamid.
b. Pengobatan Non-Farmakologi
Pengobatan non-farmakologi pada ibu hamil dengan diabetes
gestasional dapat dilakukan dengan cara:
1) Diet
Asupan makanan yang dikonsumsi harus memiliki kandungan serat
dan mikronutrien tinggi sehingga dapat memenuhi kebutuhan gizi
tanpa meningkatkan gula darahnya.
2) Olahraga
Dianjurkan untuk olahraga sepeti senam hamil, jalan kaki, dan
yoga dengan durasi 30 menit setiap hari.
F. Komplikasi dan Risiko Diabetes Gestasional
Apabila tidak segera ditangani maka menimbulkan sebuah komplikasi dan
menimbulkan beberapa risiko terhadap ibu dan janin. Risiko yang akan
terjadi pada ibu hamil adalah preeklamsia dan eklamsia, komplikasi
persalina, risiko DM tipe 2 di kemudian hari. Sedangkan, risiko yang akan
terjadi pada janin adalah distosia bahu, macrosomia, keguguran, lahir
prematur, dan kelainan kongenital
II. Konsep Asuhan Keperawatan
Berdasarkan penelitian jurnal dengan judul “Keterlambatan Diagnosis
Diabetes Melitus Pada Kehamilan” oleh peneliti Herwindo Pudjo .B, Ade
Nurshanty, Laksmi Sasiyarini, pada tahun 2016. Didapatkan hasil sebagai
berikut.
A. Pengkajian
1) Identitas: Seorang wanita 36 tahun melahirkan 4 hari yang lalu
secara secaer di RSSA.
2) Riwayat penyakit sekararang: kadar gula darah meningkat.
3) Riwayat perkawinan: pasien telah menikah dan sekarang pasien
berumur 36 tahunyang memilki risiko terjadi diabetes gestasional.
4) Riwayat kehamilan: merupakan kehamilan pertama setelah pasien
menikah selama 15 tahun.
5) Riwayat psikososial: pasien tidak mengalami gangguan karena tidak
mengetahui jika berisiko diabetes gestasional.
6) Pola hubungan seksual: pasien mengalami pecah ketuban dini 5 hari
sebelum dibawa ke rumah sakit.
7) Anamnesa keluarga: paseien mengalami SC atas indikasi usia ibu
>35 tahun, riwayat ketuban pecah dini, dan high social value baby.
8) Kebiasaan: Pola kebiasaan ibu hamil dengan diabetes gestasional
dapat disebabkan karena pola makan dnan riwayat (genetik).
B. Diagnosa
Diagnosis yang mungkin pada ibu hamil dengan diabetes gestasional
adalah:
a. Ketidakstabilan glukosa b.d kehamilan d.d penambahan berat badan
berlebihan, manajemen diabetes tidak tepat.
b. Berat badan berlebih b.d diabetes gestasional d.d polifagi.
c. Risiko gangguan hubungan ibu-janin d.d gangguan metabolism
glukosa d.d hiperglikemia dan bayi lahir hipoglikemia.
d. Defisiensi pengetahuan b.d status pendidikan d.d pola makan yang
salah mengenai ibu hamil dengan GDM.
C. Intervensi
D. Implementasi
E. Evaluasi
Evaluasi merupakaupakan tahap penilain di mana perawat mampu
melihat kemahjuan yang dialami oleh pasien. Terdapat dua kemungkinan
yang terjadi pada tahap evaluasi yaitu: Apabila masalah keperawatan
sudah teratasi maka intervensi bisa dihentikan, namun apabila masalah
masih ada atau masih belum teratasi maka intervensi dapat dilanjutkan
atau diganti dnegan intervensi lain yang dapat membantu
menyembuhkan sebuah masalah.
RESUME
“Asuhan Keperawatan Pada Ibu dengan HIV AIDS”
I. Konsep Masalah
A. Definisi
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah penyakit yang
disebabkan oleh infeksi human immunodeficiency virus (HIV). HIV
merupakan virus pada manusia yang menyerang system kekebalan tubuh
manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat menyebabkan
AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma penyakit yang
muncul secara kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan
sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.
B. Faktor Penyebab dan Risiko
HIV dapat dditularkan melalui cairan tubuh seperti dairah, ASI, dan cairan
kelamin. Beberapa hal yang dapat mengakibatkan HIV adalah hubungan
seksual dengan bergonta-ganti pasangan, berbagi jarum suntik, transfusi
darah, dan kegiatan ibu hamil pada saat menyusui menggunakan ASI.
C. Gambaran Klinis
Terdiri 3 fase dengan perjalanan infeksi HIV (Chris W, 2005).
a. Serekonversi
Masa selama virus beredar menuju target sel (viremia) dan antibody
serum terhadap HIV mulai terbentuk yaitu selama 2-6 minggu setelah
infeksi awal.
b. Penyakit Asimtomatis
Setelah infeksi akut dengan penyebaran virus dan munculnya respon
imun spesifik HIV, maka individu yang terinfeksi memasuki tahap
kedua infeksi. Tahap ini dapat saja asimtomatis sepenuhnya.
c. Infeksi HIV Simtomatik AIDS
Jika terjadi penurunan jumlah sel CD4 yang meningkat disertai dengan
peningkatan viremia makan hal tersebut menandakan akhir masa
asimtomatik. Gejala awal yang akan ditemui sebelum masuk ke fase
simtomayik adalah pembesaran kelenjar limfe secara menyeluruh
dengan konsistensi kenyal, mobile dengan diameter 1 cm atau lebih.
Seiring dengan menurunnya jumlah sel CD4 dan meningkatnya jumlah
virus di dalam sirkulasi akan mempercepat terjadinya infeksi
oportunistik.
D. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala HIV ada dua yautu gejala mayor dan gejala minor.
Gejala mayor meliputi penurunan BB lebih dari 10% dalam 1 bulan, diare
kronik dalam 1 bulan, adanya gangguan neurologis menyebabkan
penurunan kesadaran, dan demensia. Sedangkan gejala minor meliputi
dermatitis generalis, adanya herpes zoster yang berulang, kandidiasis
profaringeal, limfedenopati generalis, infeksi jamur berulang pada kelamin
wanita, dan retinitis cytomegalovirus.
E. Efek AIDS Pada Kehamilan
Meningkatkan insidensi gangguan pertumbuhan janin dan persalinan
prematur pada wanita dengan penurunan kadar CD4 dan penyakit yang
lanjut. Tidak ditemukan hubungan kelainan kongenital dengan infeksi
HIV.
F. Pemeriksaan Penunjang
Terdapat 3 jenis tes pemeriksaan HIV, antara lain:
a. Tes Antibodi
a. Tes antibodi bekerja dengan mengidentifikasi adanya antibodi dalam
darah. Tes antibody dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu ELISA
(enzyme-linked immunosorbent assay) merupakan tes pertama yang
dilakukan untuk mendeteksi antibodi HIV, IFA (immunoflourescene
antibody assay) merupakan tes dengan pemakaian pewarna flourens
untuk melihat adanya antibodi HIV dalam darah. Tes ini dilakukan
untuk mengkonfirmasi hasil tes ELISA dan memerlukan bantuan
mikroskop untuk melihat keberadaan antibodi HIV, dan Western Blot
merupakan tes dengan memisahkan protein antibodi dengan ekstrak
sel darah.
b. Tes PCR (Polymerase Chain Reaction)
Merupak tes yang digunakan untuk mengidentifikasi adanya RNA dan
DNA HIV dalam darah.
c. Tes Kombinasi Antibodi-Antigen (Ab-Ag test)
Tes ini dilakukan dengan mengidentifikasi antigen HIV yang dikenal
dengan p24.
G. Penatalaksanaan Medis
a. Farmakologi
Pengobatan dengan menggunakan HAART yang aman saat ini pada
wanita hamil adalah menggunakan AZT (azidotimidin) atau ADV
(zidovudin). Pengobatan wanita hamil denagn menggunakan regimen
AZT ini dibagi atas tiga bagian, yaitu: wanita hamil dengan HIV
positif, pengobatan dengan menggunakan AZT harus dimulai pada
usia kehamilan 14-34 minggu denga dosis 100mg, 5 kali sehari, atau
200 mg 3 kali sehari, atau 300 mg 2 kali sehali, pada saat persalinan;
AZT diberikan secara intravena, dosis insial 2 mg/kgBB dalam 1 jam
dan dilanjutkan 1mg/kgBB/ sampai partus, terhadap bayi diberikan
AZT dengan dosis 2 mgkgBB secara oral atau 1.5 mg/kgBB secara
intravean tiap 6 jam sampai usianya 4 minggu.
Dokter kandungan biasanya akan memberikan berbagai jenis
obat antivirus khusus, salah satunya adalah obat ARV (antiretroviral)
untuk menekan jumlah virus. Jika ibu meminum obat secara tearatur
selama kehamilan hingga persalinan, maka resiko penularan bisa
ditekan sampai hanya 7%. Untuk itu sangat penting bagi ibu hamil
untuk melakukan tes HIV, agar HIV dapat terdeteksi lebih awal,
sehingga program pencegahan HIV pun dapat dilakuakn dengan
secepatnya. Apabila bayi yang telah terlahirkan dari ibu juga
didiagnosa HIV+ makan pertolongan yang dapat dilakukan yanitu
dengan pemberian ARV cair.
b. Pembedahan Persalinan
Wanita hamil denagn HIV positif, tetapi tidak mendapat pengobatan
HAART selama kehamilannya, seksio sesaria merupakan pilian untuk
mengurangi transmisi.
11. Konsep Asuhan Keperawatan