Anda di halaman 1dari 32

RESUME

“Asuhan Keperawatan Pada Ibu dengan Kehamilan Gemelli”


I. Konsep Masalah
A. Definisi
Kehamilan Gemelli adalah kehamilan dengan jumlah embrio dua atau
lebih akibat dari perkembangan secara simultan (Lubis, 2011).
B. Klasifikasi Gemelli
Gemelli diklasifikasikan menjadi beberapa jenis (Mochtar, 1998).
a. Kehamilan Gemeli Dizigotik
Merupakan kehamilan yang berasal dari 2 sel telur. Jenis kelamin pada
kehamilan ini kemungkinan bisa sama atau berbeda.
b. Kehamilan Gemeli Monozigotik
Merupakan kehamilan yang berasal dari 1 sel telur dengan dua inti
yang selanjutnya akan memberikan hambatan pada tahap selanjutnya.
Plasenta ibu akan dibagi oleh kedua janin. Kondisi ini yang disebut
dengan gemeli siam.
c. Kehamilan Gemeli Conjuined twins, Superfekundasi dan Superfetasi
Merupakan jenis kehamilan siam di mana janin saling melekat dan
apaibla dilahirkan ada bagian tubuh yang menyata diantar 2 bayi.
C. Risiko Komplikasi
Kehamilan gemelli mengakibatkan komplikasi maternal, uteroplasenta,
dan janin.
a. Maternal
1) Anemia
Kekurangan sel darah merah yang menyebabkan aliran oksigen ke
tubuh mengalami penurunan.
2) Hipertensi gravidarum
Tekanan darah diastolik ibu hamil adalah minimal 90mmH atau
kenaikan tekanan diastolik minimal 30 mmHg.
3) Diabetes gestasional
Keadaan gula darah ibu hamil tinggi
4) Persalinan preterm
Proses persalinan yang terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu.
5) Preeklamsia atau eklamsia
Kondisi dimana ibu hamil mengalami hipertensi, proteinuria, dan
edema pada saat usia kehamilan 20 minggu atau lebih.
b. Uteroplasenta
1) Plasenta previa
Kondisi dimana plasenta menutupi jalan lahir. Faktor komplikasi
yang muncul mmisalnya pernah operasi secaer.
2) Ketuban pecah dini saat peterm
Merupan keadaan ketuban pecah sebelum minggu ke-37 yang bisa
menyebabklan kelahiran premature.
3) Perdarahan pasca persalinan
Gangguan perdarahan ini termasuk hilangnya otot pada uterus.
c. Janin
1) Ketidaksesuaian pertumbuhan
Memiliki risiko kelainan konginetal dua kali lipat lebih tinggi
dibandingkan dengan risiko janin tunggal, sehingga angka
motalitas bayi pada kehamilan ganda kuga lebih besar daripada
kehamilan normal.
2) Retriksi pertumbuhan
Kondisi janin tiduk tumbuh seperti ukuran pada umumnya.
3) Kematian janin
Disebabkan karena komplikasi pada ibu pada saat kehamilan
gemelli atau pada saat persalinan.
4) Kelainan konginetal
Kondisi janin tidak dapat berkembang secara normal yang dapat
menyebabkan sebuah kecacatan.
5) Sindrom transfuse gemelli ke gemelli
Kelainan pada janin monozigotik di mana terjadi
ketidakseimbangan aliran darah janin yang berbagi satu plasenta.
6) Sindrom embolisasi gemeli
Kelainan janin gemeli dimana janin gemeli yang diserap melekat
pada janin lainnya sebagai contoh bayi lahir dengan gemeli siam.
D. Faktor Penyebab dan Risiko
Menurt Norwitz dan Schorge (2007) terdapat beberapa factor risiko yang
mempengaruhi kehamilan gemelli, anatara lain:
a. Ras
Ras kulit hitam lebih berisiko daripada ras kulit putih dan ras kulit
putih juga lebih berisiko dibandingkan orang Asia.
b. Usia dan paritas
Usia dibahawah 20 tahun dan diatas 35 tahun memilki risiko tinggi
untuk mengalami kehamilan gemelli.
c. Faktor genetik
d. Teknologi reproduksi dengan bantuan
Pembuahan yang dilakukan di luar Rahim karena ada masalah pada
salah satu pasangan atau keduanya.
e. Tingkat kadar GnRH endogen, GnRH
Hormon tersebut berperan penting pada proses pertumbuhan
perkembangan folikel dalam ovarium sebelum ovulasi dan berperan
juga pada saat ovulasi .
f. Tingkat frekuensi koitus
Merupakan frekuensi hubungan suami dan istri.
E. Tanda dan Gejala
Terdapat 9 tanda dan gejala kehamilan gemelli (Formen, 2019 yaitu
kelelahan yang parah, pergerakan fetal muncul sering dan lebih awal,
morning sickness berlebihan, kadar AFP tinggi, kadar HCG tinggi
merupakan hormone yang berfungsi untuk mempertahankan kehamilan
agar janin bisa menempel di ramim ibu, terjadi peningkatan berat badan,
terdapat lebih dari detak jantung janin yang terdeteksi oleh Doppler, dan
ukuran perut ibu hamil gemeli tidak sesuai dengan usia kehamilan.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu penenagan diagnose
kehamilan gemeli, antara lain:
a. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan dengan menggunakan gelombang suara untuk
mengetahui perbedaan kepadatan dalam jaringan.
b. Pemeriksaan serum alfa-fetoprotein maternal (MS-AFP)
Menurut dr. Tania Savitri normalnya untuk ibu dengan kehamilan
tunggal meiliki kadar AFP sebanyak 10-150 ng/ml atau mcg/L3 (15-18
gestasi) sedangkan pada ibu dengan kehamilan gemelli akan bernilai
>150 ng/ml.
c. Pemeriksaan kadar HCG
Penentuan kehamilan gemelli jika melalui nilai HCG mkana harus
dilakukan perbandingan berdasarkan usia kehamilan.
d. X-Ray
Pemeriksaan menggunakan sinar radiasi untuk mengambil gambar
bagian dalam tubuh ibu hamil.
G. Pengobatan Non Farmakologi dan Farmakologi
a. Pengobatan Non Farmakologi
Menurut Morita et al. (2018) terdapat beberapa pengobatan non
farmakologi dalam menunjang diagnose medis, yaitu: UGS, X-Ray,
Ecocardiograph untuk mengetahui jantung ibu tersebut normal atau
tidak, terapi oksigen, analisa gas darah untuk mengetahui kadar O2
atau gas lain di dalam tubuh, pemeriksaan TTV, dan monitor berat
badan.
b. Pengobatan Farmakologi
Menurut Morita et al. (2018) pasien mendapat beberapa jenis
pengobatan:
1) Transfusi darah
Tindakan pemberian darah dari pasien ke penerima dengan kriteria
kesesuain darah.
2) Warfarin
Digunakan sebagai salah satu obat terapi.
3) Imidapril dan Carvedilol
Untu mengatasi tekanan darah tinggi.
4) Clomiphen Sitrat
Berguna untuk merangsang perkembangan di indung telur.
5) Heparin
Cara kerjanya yaitu menghambat aktivasi faktor pembekuan darah.
6) Diuretik
Berfungsi untuk memperbanyak pengeluaran kemih melalui kerja
terhadap ginjal.
II. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Seorang ibu berumur 32 tahun Ny.X datang ke rumah sakit dnegan
keluhan utama kesulitan bernafas sejak usia kehamilan 26 minggu, pasien
mengatakan memilki congenital cyanotic heart disease, saat usia 2 tahun
terdiagnosis tricuspid atresi tipe 2, usia 9 tahun terpasang central shunt,
dan pada saat usia 11 tahun pasien mengatakan menjalani operasi fontan
dengan lateral tunnel.
Status perkawinan pasien menikah dan usia pernikahan sudah
memasuki 9 tahun. Riwayat psikososial ibu terhadap kehamilan yaitu
pasien mengatakan ingin melanjutkan kehamilan walaupun sudah
diedukasi terkaiti risiko kehamilannya, artinya ibu sangat bahagia karena
tetap mempertahankan kehamilannya. Peran pasien dan keluarga sangat
kooperatif paselama perawatan kehamilan, keluarga mendukung
keputusan klien, begitupun klien memiliki mekanisme koping yang baik
karena tetap ingin mempertahankan kehamilannya.
Berdasarkan pengkajian 11 Pola Gordon diperoleh hasil yaitu ibu
mengalami kecemasan terkait dengan kehamilan ganda yang dialami,
pola nutrisi dan metabolisme yaitu ibu hamil ganda memerlukan kalori
yang lebih tinggi, BAB normal namun untuk BAK mengalami perubahan
yaitu Trisemester 1 terjadi peningkatan BAK karena kandung kencing
tertekan oleh uterus selanjutnya pada Trisemester II sudah kembali
normal dan untuk Trisemester III mengalami peningkatan karena adanya
penurunan kepala ke PAP. Pola aktivitas terganggu karena ibu hamil
mengalami mual dan muntah. Ibu hamil meghindari aktivitas berat
sehingga pola tidur dan istirahat tercukupi. Pola pengkajian kognitif
berhubungan dengan pemahaman ibu hamil dengan kehamilan ganda dan
risikonya. Pola seksualitas yaitu pembatasan seks karena sel sperma
memicu adanya kontraksi. Peran ibu hamil dibatasi jkarena risiko
terhadap kehamilan gemelli. Pola nilai dan keyakinan yaitu ibu hamil
meyakini bahwa kehamilan gemeli sudah merupakan ketetapanNya.
Pemeriksaan Fisik (ROS dan Head to Toe) yaitu kondisi mata ibu
hamil gemeli simetris; konjungtiva merah muda; sklera putih; dan tidak
ada secret, telinga tidak mengalami gangguan pendengaran, hidung ibu
hamil tidak mengalami gangguan, kondisi mulut ibu hamil biasanya bibir
lembab dan tidak terdapat karies, kondisi leher ibu hamil gemelli tidak
terdapat pembesaran kelenjar tiroid atau limfe. Dada ibu hamil gemeli
simetris dan terdapat suara redup pada perkusi dan auskultasi paru
terdengar ronkhi, pemeriksaan abdomen ditemukan DJJ 142x/menit,
pemeriksaan urogenital pada ibu hamil gemeli tidak memiliki varises
pada vulva namun Nampak pengeluaran sekret. Pasien mengalami
pembengkakan area ekstremitas kaki. Kulit dan kuku ibu hamil gemelli
Nampak normal
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian dan pemeriksaan fisik yang dilakuka,
kemungkinan diagnose keperawatan yang muncul adalah:
a. Hambatan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolar-kapiler,
pola napas abnormal, gas darah dalam arteri abnormal, hipoksemia
d.d Px. menyatakan memiliki penyakit jantung kongenital, kesulitan
bernapas, Sp02 91%, SaO2 92, dan Hb 10,3 g/dl.
b. Intoleransi aktivitas b.d masalah sirkulasi, gangguan pernafasan b.d
Px. menyatakan memiliki penyakit jantung kongenital, sesak nafas
saat beraktivitas setelah prepartum, Sp02 91%, SaO2 92, dan Hb 10,3
g/dl, X-Ray: cardiomegaly dan rasio cardiotorax 55%.
c. Risiko syok b.d hipoksemia, hypovolemia d.d gas darah pasien di
bawah normal.
C. Intervensi
Tujuan setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 7x24jam
diharapkan hambatan pertukara gas membaik. Beberapa intervensi yang
dibuat untuk mengatasi maslah yang terjadi pada ibu hamil gemelli:
a. Monitor pernapasan
1) Monitor keluhan sesak napas pasien, termasuk kegiatan yang
meningkatkan atau memperburuk sesak napas terbesar.
2) Monitor saturasi oksigen pada pasien yang tersedasi (seperti
SaO2,SvO2,SpO2) sesuai dnegan protokol yang ada
3) Catat perubahan pada saturasi O2, volume tidal akhir CO2, dan
perubahan nilai analisa gas darah dengan tepat.
b. Terapi oksigen
1) Siapkan peralatan oksigem dan berikan melalui sistem humidifier
2) Monitor aliran oksigen
3) Periksa perangkat pemberian okseigen secara berkala untuk
memastikan bahwa konsentrasi yang telah ditentukan sedang
diberikan
4) Monitor efektivitas terapi oksigen dengan tepat
5) Atur dan anjurkan pasien mengenai penggunaan perangkat
oksigen yang memudahkan mobilitas
6) Konsultasikan dengan tenaga kesehatan lain mengenai
penggunaan oksigen tambahan selama kegiatan dan / tidur.
Tujuan setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 5x24 jam
diharapkan intoleransi aktivitas dapat berkurang. Berikut intervensi
keperawatan yang dapat dilakukan:
a. Perawatan jantung: rehabilitasi
1) Monitor toleransi aktivitas pasien
2) Lakukan terapi relaksasai sebagaimana mestinya
3) Evaluasi perubahan tekanan darah
4) Susun waktu latihan dan istirahat untuk mencegah kelelahan
b. Relaksasi otot progresif
1) Pilih setting (lingkungan) yang tenang dan nyaman
2) Instruksikan pasien untuk berfokus pada sensasi otot pada saat
relaksasi
3) Monitor indikator akan tidak adanya kondisi rileks
4) Instruksikan pada pasien untuk bernapas dalam pelan serta
menghembuskan napas dan melepaskan ketegangan.
Tujuan setelah dilakukakan asuhan keperawatan selama 7x24jam
diharapkan risiko syok dapat berkurang: Berikut ada beberapa intervensi
keperawatan untuk ibu hamil dengan masalah risiko syok:
a. Pengurangan Perdarahan
1) Monitor jumlah dan jumlah hematocrit sebelum dan sesudah
kehilangan darah
2) Monitor penentu dri jaringan pelepasan oksigen
3) Atur ketersediaan prodik-produk darah
4) Beri produk-produk darah dengan tepat
5) Instruksikan pasien akan pembatasan aktivitas
b. Pemberian produk-produk darah
1) Cek kembali instruksi dokter
2) Cek kembali bahwa produk darah telah disiapkan, diketik, dan
dicocokkan
3) Monitor TTV (awal. selama, dan setelah)
4) Monitor adanya reaksi transfuse
5) Dokumentasikan waktu transfusi.
D. Implementasi
No
Implementasi Evaluasi Formatif
Dx
1 1) Monitor pernafasan 1) Monitor Pernafasan
a. Memonitor keluhan sesak a. Klien masih sulit untuk
nafas pasien, termasuk bernafas
kegiatan yang mengkatkan b. Klien masih
atau mamperburuk sesak membutuhkan saturasi
nafas terbesar oksigen yang sesuai
b. Memonitor saturasi oksigen c. Terdapat perubahan pada
pada pasien yang tersedasi saturasi O2, volume tidak
(seperti SaO2, SvO2, SpO2) akhir CO2 dan perubahan
sesuai dengan protokol yang nilai analisa gas darah
ada. 2) Terapi Oksigen
c. Mencatat perubahan pada a. Klien merasa lebih baik
saturasi O2, volume tidal setelah diberikan terapi
akhir CO2, dan perubahan oksigen.
nilai analisa gas darah b. Klien merasa nyaman
dengan tepat dengan posisi yang
2) Terapi Oksigen diintriksikan oleh
a. Menyiapkan peralatan perawat.
oksigen dan berikan melalui
sistem humadifier
b. Memonitor aliran oksigen
c. Memeriksa perangkat
pemberian oksigen secara
berkala untuk memastikan
bahwa konsentrasi yang telah
ditentukan sedang diberikan
d. Memonitor efektivitas terapi
oksigen (misalnya tekanan
oksimetri, ABGs) dengan
tepat
e. Mengatur dan anjurkan
pasien mengenai penggunaan
perangkat oksigen yang
memudahkan mobilitas
f. Mengkonsultasikan dengan
tenaga kesehatan lain
mengenai penggunaan
oksigen tambahan selama
kegiatan dan/ tidur
2 1) Perawatan jantung: rehabilitasi 1) Perawatan Jantung :
a. Monitor toleransi aktivitas rehabilitasi
pasien a. Klien masih kesulitas
b. Lakukan terapi relaksasi untuk melakukan
sebagaimana mestinya aktivitas
c. evaluasi perubahan tekanan b. Klien mengikuti terapi
darah relaksasi secara perlahan
d. susun waktu latihan dan c. Tekanan darah klien
istirahat untuk mencegah berangsur normal
kelelehan d. Klien beristirahat 10
2) Relaksasi otot progresif menit ditengah-tengah
a. Memiilih setting latihan
(lingkungan) yang tenang 2) Relaksasi otot progresif
dan nyaman a. Klien memilih
b. Menginstruksikan pasien melakukan relaksasi di
untuk berfokus pada sensasi tempat tidur
otot pada saat relaksasi b. Klien fokus pada sensasi
c. Memonitor indikator akan otot saat melakukan
tidak adanya kondisi rileks, relaksasi
misalnya pergerakkan, c. Klien merasa rileks
pernafasan yang sulit, nafas namun sesekali klien
sulit, bicara, dan batuk batuk-batuk
d. Menginstruksikan pada d. Klien melakukan latihan
pasien untuk bernafas dalam nafas dalam dengan aktif
dan pelan serta
menghembuskan nafas dan
meleaskan ktegangan
3 1) Pengurangan perdarahan 1) Pengurangan perdarahan
a. Monitor jumlah dan jumlah a. Hematokrit klien
kehilan/hematokrit sebelum mengalami peningkatan
dan sesduah kehilangan b. Klien mendapatkan
darahgan darah produk-produk darah
b. Monitor penentu dari c. Klien melakukan sedikit
jaringan pelepasan oksigen aktivitas
(misalnya, PaO2, SaO2, dan 2) Pemberian produk-produk
kadar hemoglobin dan darah
cardiac output) jika tersedia a. Tanda-tanda vital klien
c. Atur ketersediaan produk- normal
produk darah b. Klien tidak menunjukkan
d. Beri produk-produk darah adanya reaksi tranfusi
(trombosit, dan plasma beku yang merugikan
segar) dengan tepat
e. Instruksikan pasien akan
pembatasan aktivitas
2) Pemberian produk-produk darah
a. Cek kembali intruksi dokter
b. Cek kembali bahwa produk
darah telah disipakan,
diketik, dan dikocokkan (jika
memungkinkan) bagi
penerima
c. Monitor tanda-tanda vital
(dari awal, selama, dan
setelah)
d. Monitor adanya reaksi
transfusi
e. Dokumentasikan waktu
transfus
E. Evaluasi
No No Dx KEP Evaluasi Sumatif
1 Hambatan pertukaran gas b.d S : klien mengatakan dapat bernafas
perubahan membran alveolar- dengan normal. Klien mengatakan
kapiler nyaman dengan posisi yang
diintruksikan perawat.
O : Klien dapat bernafas normal.
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
2 Intoleransi aktivitas b.d S : Klien mengatakan bahwa dapat
masalah sirkulasi, gangguan melakukan kegiatan dengan perlahan-
pernapasan lahan.
O : Klien dapat mengikuti kegiatan dan
melakukan kegiatan dengan sesekali
istirahat.
A : Masalah dapat teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
3 Resiko Syok b.d hipoksemia, S : Klien mengatakan sudah merasa
hipovolemia lebih baik
O : perdarahan berhenti, haemoglobin
dan tanda-tanda vital klien kembali
normal
A : masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
RESUME
“Asuhan Keperawatan Pada Ibu dengan Preeklamsia”
I. Konsep Masalah
A. Definisi
Preeklamsia adalah suatu gangguan meningkatnya tekanan darah
karena kondisi kehamilan yang ditandai dnegan adanya tanda-tanda edema
dan proteinuria yang terjadi pada usia kehamilan 20 minggu atau lebih.
Kejadian preeklamsia akan memberikan komplikasi baik pada ibu hamil
maupun janin di dalam kandungan. Komplikasi untuk ibu hamil berupa
sindroma HELLP, edema paru, peradarahan pada plasenta, gangguan
ginjal, gangguan penglihatan, eklamsia bahkan terjadi kematian.
Sedangkan komplikasi pada janin yaitu berupa kelahiran prematur, gawat
janin, serta rendahnya berat badan bayi (Djanggan Sargowo, 2015).
Terjadinya preeklamsia dibagi menjadi 2 tahapan yaitu kesalahan
remodeling endovaskulartrofoblasik dan sindorm maternal yang ditandai
dengan gejala klinis edema, hipertensi, dan proteinuria.
B. Klasifikasi Preeklamsia
Menurut Rukiyah dan Yuliani (2010) preeklamsia dibagi menjadi 2 jenis
yaitu:
a. Preeklamsia Ringan
Suatu sindrom kehamilan karena adnya penurunan perfusi yang
berakibat penyempitan pembuluh darah arteri.
b. Preeklamsia Berat
Suatu komplikasi dengan kenaikan tekanan darah 160/110 mmHg yang
disertai dengan edema dan proteinuria terjadi pada minggu ke-20 atau
lebih.
C. Faktor Penyebab dan Risiko
a. Umur
Kehamilan pada umur <20 tahun dan >35 tahun memiliki risiko tinggi
terjadi komplikasi preeklamsia.
b. Primigravida
Ibu yang baru pertama hamil akan mengalami stress dalam
menghadapi persalinan. Stress yang terjadi pada primigravida
menyebabkan peningkatan pelepasan CRH oleh hipotalamus yang
menyebabkan peningkatan kortisol. Efek kortisol salah satunya adalah
respons yang ditujukan untuk menuingkatkan curah jantung dana
mempertahankan tekanan darah. Kondisi ini yang menyebabkan
terjadinya preeklamsia.
c. Obesitas
Obesitas disebabkan oleh beberapa faktor, semakin gemuk seseorang
maka semakin banyak pula darah yang terdapat dalam tubuh. Hal ini
berarti semakin berat pula kerja fungsi jantung, sehingga
memungkinkan terjadinya preeklamsia.
d. Riwayat hipertensi
Preeklamsia merupakan penyakit yang menurun.
e. Kunjungan kehamilan/ ANC
Anenatal Care merupakan cara awal untuk pencegahan preeklamsia.
Bagi ibu hamil yang tidak rutin memeriksakan kehamilan memilki
risiko lebih tinggi dibandingkan ibu hamil yang rutin melakukan
pemeriksaan.
D. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala preeklamsia dibedakan berdasarkan klasifikasinya:
a. Preeklamsia Ringan
1) Peningkatan tekanan Darah
Tekanan darah pada ibu hamil dengan preeklamsia biasanya
140/90 mmHg pada usia kehamilan menginjak minggu 20 atau
lebih.
2) Proteinuria
Ditemukannya protein dalam urin dengan kandungan >300mg/dL.
3) Edema
Terjadi karena pembuluh kapiler mengalami kebocoran sehingga
komponen air dalam sel merembes keluar dan masuk ke jaringan
tubuh yang selanjutnya mengalami penumpukan di bagian tubuh
tertentu misalnya pada kali, muka, jari tangan, atau edema
generalist.
b. Preeklamsia Berat
1) Peningkatan Tekanan Darah
Tekanan darah ibu hamil dengan Preeklamsia berat cenderung
memilki tekanan darah lebih dari 160/110 mmHg. Tekanan darah
tidak dapat menurin meskipun sudah dilakukakan tindakan
perawatan.
2) Proteinuria
Terdapat protein dalam urin. Kandungan protein dalam urin > 5
gram setiap 24 jam.
3) Oliguria
Produksi urin < 500 cc per 24 jam.
4) Kenaikan kadar kreatinin plasma
Kadar kreatinin plasma meningkat signifikan yaitu > 1,2 mg/dL.
Kadar kreatinin seum meningkat karena adanya peningkatan
hambatan aliran darah (resistensi) arteri aferen ginjal dan
perubahan endotel glomerulus yang mengakibatakna penurunan
tahap filtrasi pada ginjal yang secara perrlahan mempengaruhi
fungsi kerja ginjal.
5) Gangguan visus dan serebral
6) Nyeri Epigastrium
7) Edema paru-paru dan sianosis
Edema paru terjadi karena beberapa faktro pencetus yaitu
akumulasi cairan abnormal, usia ibu, IMT, dan penggunaan obat
OAINS.
8) Trombositopenia berat
Penurunan kadar trombosit normal. Kadar trombosit normal adalah
150.000-450.000 sel, sedangkan pada ibu hamil dengan
preeklamsia memiliki tanda dan gejala trombositopenia yaitu
memiliki jumlah kadar trombosit < 100.000/mm3.
9) Pertumbuhan janin terhambat
Suplai oksigen menuju plasenta akan berpengaruh terhadap
pertumbuhan janin.

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu penegakan
diagnosis preeklamsia adalah:
a. Pemeriksaan labooratorium
Meliputi ECG, pemeriksaan darah, visus mata, USG ginjal.
b. Pemeriksaan janin
Pemeriksaan janin bisa dilakukan dengan menggunakan USG untuk
menilai adanya keabnormalan perkembangan janin seperti berat dan
ukuran lebih kecil dari keadaan normalnya. Selain itu, juga bisa
dilakukan pemeriksaan NST untuk mrngukur detak jantung janin.
c. Pemeriksaan urin protein
Untuk mendeteksi kadar protein yang menjdi tanda-tanda preeklamsia.
d. Radiologi
Pemeriksaan bisa menggunakan MRI atau CT-Scan. Berfungsi untuk
mengetahui adanya kondisi edeme serebral atau tidak.
F. Pengobatan Farmakologi dan Non-Farmakologi
a. Pengobatan Farmakologi
1) Aspirin
Obat ini berikan sejak trisemester pertam atau sekitar umur 12
minggu, obat ini diberikan dengan indikasi pada pasien dengan
hipertensi pada kehamilan terdahulu, penyakit ginjal kronis,
penyakit autoimun dan diabetes.
2) Suplemen kalsium
3) Suplemen antioksidan
Sejenis vitamin C dan E.
4) Obat antihipertensi
Untuk mencegajh penyakit Cerebrovaskuler dan diberikan pada ibu
hamil dengan tekanan >160/110 mmHg.
b. Pengobatan Non-Farmakologi
Pengobatan non-farmakologi bisa dilakukan degan mengkonsumsi
makanan tinggi serat, mengurangi aktivitas fisik dan bed-rest, berhenti
merokok dan mengkonsumsi alkohol.
II. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Perawat melakukan pengkajian terhadap ibu hamil penderita
preeklamsia dengan menanyakanidentitas, keluhan utama dari pasien
seperti sudah berapa lama nyeri perut dan dada lalu kemudian apakah
mengalami sakit kepala atau pusing pada ibu hamil dengan usia 20 minggu
atau lebih.
Berikut adalah beberapa hasil pengkajian yang dilakukan, antara
lain mengkaji identitas pasien, mengakaji keluhan utama seperti nyeri
bagian perut dan juga bengkak kaki maupun wajah selanjutnya
dikembangkan dengan metode PQRST. Perawat mengkaji apakah pasien
mempunyai riwayat hipertensi; diabetes mellitus; penyakit ginjal;anemia;
dan preeklamsia pada kehamilan sebelumnya, disertai dengan perawat
mengkaji apakah terdapat keluarga yang mempunyai riwayat hipertensi
juga.
Dilakukan pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi,
dan perkusi. Pertama melakukan inspeksi muka dilihat apakah pucat dan
ada odema, inspeksi mata dengan melihat konjungtiva untuk menilai
adanya anemia, inspeksi abdomen dengan melihat apakah ada bekas
operasi karena pada preeklamsia sering terjadi peningkatan tonus rahim,
inspeksi ekstremitas untuk melihat adanya edema; varises; sianosis.
Disusul dengan palpasi abdomen dan leher. Palpasi abdomen untuk
mengetahui letak janin, TFU, apakah terasa nyeri ketika ditekan di
kuadran II kiri atas, dan tegang perut. Sedangkan, palpasi di leher
berfungsi untuk melihat apakah terdapat bendungan vena jugularis yang
menandakan jantung ibu mengalami gangguan. Selanjutnya melakukan
auskultasi abdomen dan perkusi bagian ekstremitas. Dilakukan
pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium dan USG.
Dilanjutkan dengan pengkajian pola Gordon yaitu seberapa besar
pengetahuan ibu hamil dengan preeklamsia tentang status kesehatannya,
Pola nutrisi ibu hamil dengan preeklamsia membutuhkan diet khusus guna
mengganti protein yang hilang karena proteinuria dan mengurangi garam
dan air, Pola eliminasi akan meningkat pada saat ibu mengkonsumsi obat
hipertensi, pola aktivitas pada ibu hamil dengan preeklamsia berat
disarankan untuk dikurangi namun pada ibu hamil dengan preeklamsia
ringan tidak perlu mengurangi aktivitas hanya sewajarnya saja.
Pola isttirahat ibu hamil dengan preeklamsia perlu bedrest supaya
tidak bertambah parah. Pola kognitif dan sensuri digunakan untuk
mengkaji pengetahuan ibu dan pendidikan terakhir yang dijalani. Pola
konsep diri berfokus bagaimana peran pasien sebagai ibu. Pola hubungan
peran digunakan untuk mengetahui bagaimana peran pasien sebagai ibu
dengan lingkungan sosialnya. Pola seksualitas perlu dikaji karena pada
saat hamil berhubungan seks dibatasi di mana sel sperma dapat memicu
kontraksi pada ibu hamil. Pola mekanisme koping pada ibu hamil dengan
preeklamsia akan mengalami ansietas sehingga diperlukan dukungan dari
keluarga. Bagian yang perlu dikaji terakhir yaitu pola nilai dan
kepercayaan, berfokus pada agama yang diyakini pasien.
B. Diagnosa
Diagnosa yang mungkin muncul pada ibu hamil dengan preeklamsia,
diantaranya adalah
a. Kelebihan volume cairan b.d edema dan penurunan cardiac output d.d
pasien tampak edema pada kaki, tangan, dan wajahnya.
b. Defisiensi perfusi jaringan b.d edema dan tekanan darahnya naik dan
penurunan cardiac output.
c. Nyeri akut b.d edema, peningkatan tekanan darah d.d pasien merasa
sakit di bagian kepala.
C. Intervensi
Intervensi pada ibu hamil dengan preeklamsia memiliki beberapa hal yang
perlu diperhatikan berguna untuk menentukan keberhasilan proses
keperawatan. Berikut adalah uraian mengenai intervensi keperawatan
untuk ibu hamil dengan preeklamsia:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan cairan
dalam tumbuh ddapat seimbang, dengan intervensi manajemen cairan
(4120):
a. Timbang berat badan setiap hari dan monitor status pasien
b. Berikan diuretic yang diresepkan
c. Arahkan pasien mengenai status NPO
d. Konsultasikan dengan dokter bila tanda-tanda kelebihan cairam
menetap atau memburuk
Untuk masalah keperawatan yang kedua adalah defisiensi perfusi jaringan
b.d edema. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan kemampuan pasien mampu dipertahankan pada skala 1
ditingkatan pada skala 5 dengan kriteria hasil berupa muka pucat, tekanan
darah sistolik, tekanan darah diastolic, dan edema perifer di mana
mengambil intervensi Monitor Tanda-Tanda Vital (6680):
a. Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan status pernapasan dengan tepat
b. Monitor tekanan darah setelah pasien minum obat jika memungkinkan
c. Identifikasi kemungkinan perubahan TTV
d. Monitor keberadaan dan kualitas nadi
Masalah keperawatn yang ketiga adalah nyeri akut b.d edema, peningkatan
tekanan darah. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan kepuasan klien: manajemen nyeri (3016) hirapkan mampu
dipertahankan pada skala 1 dan ditingkatkan pada skala 5 dengan bkriteria
hasil yaitu nyeri terkontrol, tingkat nyeri dipantau secara regular,
mengambil tindakan untuk mengurangi nyeri, dan informasi diberikan
untuk mengelola obat-obatan. Intervensi keperawatan yang diambil adalah
manajemen nyeri (1400):
a. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/ durasi, frekuensi, kualitas, intensitas/ beratnya
nyeri dan faktor pencetus.
b. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
c. Kurangi atau eliminasi faktor-faktor yang dapat mencetus nyeri
d. Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasi atau jika keluhan pasien
saat ini berubah signifikan dari pengalaan nyeri sebelumnya.
D. Implementasi
Berikut adalah implementasi keperawatan yang telah disusun sesuai
dengan kondisi pasien.
No.
Implementasi Evaluasi Formatif
Dx
1 1. Manajemen nyeri 1. Manajemen nyeri
a. Melakuakn a. Berat badan klien masih belum
pengukuran berat turun.
badan pasien setiap b. Klien bisa mengerti mengenai
hari. status NPO.
b. Menjelaskan c. Klien meminum obat yang tepat
mengenai status NPO sesuai dengan resep dokter.
pada psien dengan d. Belum dilakukan konsultasi
harapan pasien dapat dengan dokter karena belum
memahami. ada perubahan yang signifikan
c. Memberikan pasien dari kondisi pasien.
obat deuretik yang
telah diresepkan oleh
dokter dengan prinsip
6 benar.
d. Berkonsultasi pada
dokter menegani
konsidi pasien yang
memberukuk untuk
mendapatkan solusi.
2 1. Monitor tanda 1. monitor tanda-tanda vital
tanda vital a. Belum terjadi kemajuan pada TTV
a. Memonitor tekanan pasien.
darah, nadi, suhu dan b. Terdapat perubahan tekanan darah
status pernafasan setiap klien selesai meminum oba.t
klien dengan tepat. c. Perubahan pada tekanan darah
b. Monitor tekanan pasien belum terlalu jauh tetapi
darah pasien setiap sudah ada perubahan.
selesai meminum obat d. Nadi pasien masih lemah.
yang diresepkan.
c. Mencatat dan
membandingan TTV
klien agar mengetahui
segala bentuk
perubahan yang
terjadi.
d. Monitor kualitas dan
keberadaan nadi dari
pasien.
3 1. Menejemen nyeri 1. Manajemen Nyeri
a. Melakan manejemen a. Pasien dapat bekerjasam dengan
nyeri dengan kooperatif dalam melakukan metode
menggunakan metode PQRST.
PQRST. b. Pasien dapat mengerti dan
b. Memberikan edukasi melakukan prinsip nyeri yang telah
pada pasien tentang
prinsip manejemn dajarkan.
nyeri yang dapat c. Pasien merasa lebih tenang dan
dilakukan secara stress berkurang.
mandiri. d. Belum dilakukan laporan pada
c. Menjauhkan klien dari dokter karena nyeri pasien tidak
hal-hal yang bisa menunjukan gejala memburuk.
mingkatkan rasa nyeri
seperti kebisingan
sehingga yang
menimbulkan strees
d. Memberikan informasi
pada dokter jika
penangan nyeri tidak
berhasil atau tidak
berdampak besar

E. Evaluasi
Tahap evaluasi merupakan tahap akhir dari asuhan keperawatan yang
berisi evaluasi mengenai intervensi keperawatan yang telah dilakukan.
Menelaah sejauh mana metode perawatan yang dilakukan berhasil atau
tidak.
No.
Diagnosa Evaluasi Sumatif
Dx
1 Kelebihan Volume Cairan b.d edema dan S : - Klien mengatatakan
penurunan cardiac output lebih nyaman dari
sebelumnya
O : Volume urine
bertambah, edema
berkurang
A : Masalah dapat teratasi
sebagian
P : Lanjutkan intervensi
2 Defisiensi perfusi jaringan b.d edema S:-
O : - Volume urine
bertambah, edema
berkurang
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
3 Nyeri Akut b.d edema, peningkatan S : - Klien mengatakan
tekanan darah sudah merasa lebih baik
dari sebelumnya
O : Wajah klien terlihat
lebih rileks
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

RESUME
“Asuhan Keperawatan Pada Ibu dengan Diabetes Gestasional”
I. Konsep Masalah
A. Definisi
Diabetes gestasional adalah diabetes yang dialami oleh ibu hamiul yang
sebelumnya tidak mengalami diabetes. Diabetes gestasional terjadi pada
saat usia kehamilan memasuki minggu ke-24 dan akan hilang sendiri pada
saat ibu sudah melahirkan
B. Faktor Penyebab dan Risiko Diabetes Gestasional
Penyebab diabetes gestasional belum diketahui secara pasti, namun
menurut beberapa penelitian dapat disebabkan karena adanya proses
pengiriman makanan ke janin melalui plasenta. Selain itu, juga dapat
disebabkan karena penggunaan kontrasepsi hormon dengan tipe tertentu.
Terdapat beberapa faktor risiko yang menyebabkan ibu hamil mengalami
diabetes gestasional, antara lain:
a. Obesitas
Pada ibu hamil yang obesitas hormon adipositokin akan melawan kerja
hormon insulin.
b. Kenaikan berat badan yang berlebihan
Kenaikan berat bdan pada ibu hamil sangatlah wajar, akan tetapi
apabila mengalami kenaikan berat badan yang tidak terkontrol akibat
pola makan yang salah dapat menyebabkan diabetes gestasional.
c. Riwayat DM keluarga
Ibu hamil yang memiliki riwayat DM dalam keluarganya memiliki
risiko lebih besar mengalami diabetes gestasional.
d. Riwayat DMG pada kehamilan sebelumnya
Ibu hamil yang memiliki riwayat diabetes gestasional kemungkinann
pada saat kehamilan berikutnya juga akan mengalami hal sama.
e. Riwayat keguguran
Ibu hamil yang pernah mengalami keguguran karena ibu hamil yang
menderita diabetes menyebabkan terjadinya kematian pada bayi tanpa
sebab yang jelas.
f. Glukosuria
Suatu kondisi terpapar glukosa dalam urin.
g. Usia
Ibu hamil dengan usia >35 tahun berisiko 4,05 kali dibandingkan
dengan ibu hamil <25 tahun.
C. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala diabetes gestasional antara lain sering BAK, sering
merasa haus, mudah lapar, mudah lelah, berat badan ibu hamil cenderung
menurun, mata buram, timbul rasa mual, apabila terluka sulit sembuh, dan
sering merasa kesemutan.
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan pada ibu hamil dengan diabetes gestasional dapat dilakukan
dengan Tes Toleraansi Glukosa Oral (TTGO). TTGO adalah suatu bentuk
tes kesehatan yang digunakan untuk melihat bagaimana tubuh dapat
mengatur tingkat insulin dan juga kadar glukosa dalam darah. TTGO
dapat dilakukan dengan cara:
a. Ibu hamil diminta mengkonsumsi makanna yang mengandiung
karbohidrat selama 3 hari dengan takaran 150gr per hari, sebelum
dilakukan pemeriksaan pasien dianjurkan untuk puasa 16-12 jam.
b. Terapi obat seperti insulin, kontrasepsi, diuretic harus dihentikan
c. Proses pengambilan darah yang dibagi menjadfi 3 tahap , yaitu pagi
hari setelah puasa sebanyak 3-5 ml untuk melihat gula darah puasa,
pasien diminta mengonsumsi 75gr glukosa yang dilarutkan dalam
200ml air, dan dilakukakan pemeriksaan kadar gula darah 1 jam lalu 2
jam selanjutnya.
E. Pengobatan Farmakologi dan Non-Farmakologi
a. Pengobatan Farmakologi
Pengobatan farmakologoi diberikan apabila setelah 1-2 minggu
diberikan terapi non farmakologgis tidak berhasil menurunkan gula
darah ibu. Pengobatan farmakologis dapat dilakukan dengan
memberikan insulin aksi cepat, insulin regular, dan obat-obatan
antidiabetik oral seperti metformin, sulfonylurea, dan glibenklamid.
b. Pengobatan Non-Farmakologi
Pengobatan non-farmakologi pada ibu hamil dengan diabetes
gestasional dapat dilakukan dengan cara:
1) Diet
Asupan makanan yang dikonsumsi harus memiliki kandungan serat
dan mikronutrien tinggi sehingga dapat memenuhi kebutuhan gizi
tanpa meningkatkan gula darahnya.
2) Olahraga
Dianjurkan untuk olahraga sepeti senam hamil, jalan kaki, dan
yoga dengan durasi 30 menit setiap hari.
F. Komplikasi dan Risiko Diabetes Gestasional
Apabila tidak segera ditangani maka menimbulkan sebuah komplikasi dan
menimbulkan beberapa risiko terhadap ibu dan janin. Risiko yang akan
terjadi pada ibu hamil adalah preeklamsia dan eklamsia, komplikasi
persalina, risiko DM tipe 2 di kemudian hari. Sedangkan, risiko yang akan
terjadi pada janin adalah distosia bahu, macrosomia, keguguran, lahir
prematur, dan kelainan kongenital
II. Konsep Asuhan Keperawatan
Berdasarkan penelitian jurnal dengan judul “Keterlambatan Diagnosis
Diabetes Melitus Pada Kehamilan” oleh peneliti Herwindo Pudjo .B, Ade
Nurshanty, Laksmi Sasiyarini, pada tahun 2016. Didapatkan hasil sebagai
berikut.
A. Pengkajian
1) Identitas: Seorang wanita 36 tahun melahirkan 4 hari yang lalu
secara secaer di RSSA.
2) Riwayat penyakit sekararang: kadar gula darah meningkat.
3) Riwayat perkawinan: pasien telah menikah dan sekarang pasien
berumur 36 tahunyang memilki risiko terjadi diabetes gestasional.
4) Riwayat kehamilan: merupakan kehamilan pertama setelah pasien
menikah selama 15 tahun.
5) Riwayat psikososial: pasien tidak mengalami gangguan karena tidak
mengetahui jika berisiko diabetes gestasional.
6) Pola hubungan seksual: pasien mengalami pecah ketuban dini 5 hari
sebelum dibawa ke rumah sakit.
7) Anamnesa keluarga: paseien mengalami SC atas indikasi usia ibu
>35 tahun, riwayat ketuban pecah dini, dan high social value baby.
8) Kebiasaan: Pola kebiasaan ibu hamil dengan diabetes gestasional
dapat disebabkan karena pola makan dnan riwayat (genetik).

Berdasarkan pengkajian menggunakan 11 Pola Gordon didapatkan hasil:


1) Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan: ibu hamil
menganggap gejala yang dialami merupakan gejala yang wajar dan
ibu hamil cenderung banyak makan tidak memperhatikan diet yang
sesuai ibu hamil dengan diabetes gestasional.
2) Pola Eliminasi: fisiologis ibu hamil mengalami peningkatan BAK,
hal ini yang menjadi gejala perancu pada ibu hamil dnegan diabetes
gestasional karena gejala sama-sama mengalami peingkatan BAK.
3) Pola aktivitas dan latihan: dapat dilakukan secara mandiri, pasien
mengalami sesak napas saat beraktivitas berat dan TD cukup tinggi
yaitu 130/80 mmHG.
4) Pola tidur dan istirahat: pola tidur sedikit terganggu karena gejala
yang dialami seoerti mual, muntah, dan sering BAK.
5) Pola kognitif dan perseptual
a. Fungsi kognitif dan memori: ibu hamil memiliki pemahaman
yang baik, mampu membedakan gejala kehamilan biasa dengan
gejala kehamilan dengan diabetes gestasional.
b. Frungsi dan keadaan indera: Tidak terdapat gangguan.
6) Pola persepsi diri
a. Gambaran diri: Tidak terdapat masalah.
b. Ideal diri: Kehamilan yang berisiko karena usia ibu 36 tahun
c. Harga diri: klien senang karena telah menunggu kehamiolan 15
tahun dan rutin memeruiksakan kehamilan ke bidan.
d. Peran diri: menjaga kehamilan dengan baik.
e. Identitas diri: menyadari sebagai seorang istri dan calon ibu.
7) Pola seksualitas dan reproduksi: Pasien berusia 36 tahun sehinggga
memiliki risiko diabetes gestasional dan berdampak pada ketuban
pecah dini.
8) Pola peran dan hubungan: Pasien dengan diabetes gestasional
mendapat dukungan motivasi dari suami, keluarga, dan orang
terdekat.
9) Pola manajemen koping stress: Pasien mengalami gangguan
psikologis karena ketuban pecah dini, SC dan janin dalam kondisi
hipoglikemia.
10) Pola sistem nilai dan keyakinan: Pasien menerima dengan lapang
dada, ini merupakan kehendak Allah SWT.

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik (ROS dan Head to Toe):

1) Kepala: simetris dan bersih.


2) Mata: normal , konjungtiva sedikit pucat karena Hb sedikit menurun.
3) Telinga: tidak mengalami gangguan.
4) Hidung: tidak mengalami gangguan.
5) Mulut: mukosa bibir kering.
6) Leher: tidak ditemukan kelenjar getah bening.
7) Dada dan abdomen: Normal
8) Urogenital: fungsi berkemih terganggu karena diabetes gestasional.
9) Ekstremitas: Edema di tungkai.
10) Kulit dan kuku: akral cukup dingin karena Hb menurun.
11) Keadaan lokal: akral dingin dan tampak letih.

Pengkajian juga didapatkan dari pemeriksaan penunjang yang meliputi


pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan ECG.

B. Diagnosa
Diagnosis yang mungkin pada ibu hamil dengan diabetes gestasional
adalah:
a. Ketidakstabilan glukosa b.d kehamilan d.d penambahan berat badan
berlebihan, manajemen diabetes tidak tepat.
b. Berat badan berlebih b.d diabetes gestasional d.d polifagi.
c. Risiko gangguan hubungan ibu-janin d.d gangguan metabolism
glukosa d.d hiperglikemia dan bayi lahir hipoglikemia.
d. Defisiensi pengetahuan b.d status pendidikan d.d pola makan yang
salah mengenai ibu hamil dengan GDM.
C. Intervensi
D. Implementasi
E. Evaluasi
Evaluasi merupakaupakan tahap penilain di mana perawat mampu
melihat kemahjuan yang dialami oleh pasien. Terdapat dua kemungkinan
yang terjadi pada tahap evaluasi yaitu: Apabila masalah keperawatan
sudah teratasi maka intervensi bisa dihentikan, namun apabila masalah
masih ada atau masih belum teratasi maka intervensi dapat dilanjutkan
atau diganti dnegan intervensi lain yang dapat membantu
menyembuhkan sebuah masalah.

RESUME
“Asuhan Keperawatan Pada Ibu dengan HIV AIDS”
I. Konsep Masalah
A. Definisi
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah penyakit yang
disebabkan oleh infeksi human immunodeficiency virus (HIV). HIV
merupakan virus pada manusia yang menyerang system kekebalan tubuh
manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat menyebabkan
AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma penyakit yang
muncul secara kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan
sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.
B. Faktor Penyebab dan Risiko
HIV dapat dditularkan melalui cairan tubuh seperti dairah, ASI, dan cairan
kelamin. Beberapa hal yang dapat mengakibatkan HIV adalah hubungan
seksual dengan bergonta-ganti pasangan, berbagi jarum suntik, transfusi
darah, dan kegiatan ibu hamil pada saat menyusui menggunakan ASI.
C. Gambaran Klinis
Terdiri 3 fase dengan perjalanan infeksi HIV (Chris W, 2005).
a. Serekonversi
Masa selama virus beredar menuju target sel (viremia) dan antibody
serum terhadap HIV mulai terbentuk yaitu selama 2-6 minggu setelah
infeksi awal.
b. Penyakit Asimtomatis
Setelah infeksi akut dengan penyebaran virus dan munculnya respon
imun spesifik HIV, maka individu yang terinfeksi memasuki tahap
kedua infeksi. Tahap ini dapat saja asimtomatis sepenuhnya.
c. Infeksi HIV Simtomatik AIDS
Jika terjadi penurunan jumlah sel CD4 yang meningkat disertai dengan
peningkatan viremia makan hal tersebut menandakan akhir masa
asimtomatik. Gejala awal yang akan ditemui sebelum masuk ke fase
simtomayik adalah pembesaran kelenjar limfe secara menyeluruh
dengan konsistensi kenyal, mobile dengan diameter 1 cm atau lebih.
Seiring dengan menurunnya jumlah sel CD4 dan meningkatnya jumlah
virus di dalam sirkulasi akan mempercepat terjadinya infeksi
oportunistik.
D. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala HIV ada dua yautu gejala mayor dan gejala minor.
Gejala mayor meliputi penurunan BB lebih dari 10% dalam 1 bulan, diare
kronik dalam 1 bulan, adanya gangguan neurologis menyebabkan
penurunan kesadaran, dan demensia. Sedangkan gejala minor meliputi
dermatitis generalis, adanya herpes zoster yang berulang, kandidiasis
profaringeal, limfedenopati generalis, infeksi jamur berulang pada kelamin
wanita, dan retinitis cytomegalovirus.
E. Efek AIDS Pada Kehamilan
Meningkatkan insidensi gangguan pertumbuhan janin dan persalinan
prematur pada wanita dengan penurunan kadar CD4 dan penyakit yang
lanjut. Tidak ditemukan hubungan kelainan kongenital dengan infeksi
HIV.
F. Pemeriksaan Penunjang
Terdapat 3 jenis tes pemeriksaan HIV, antara lain:
a. Tes Antibodi
a. Tes antibodi bekerja dengan mengidentifikasi adanya antibodi dalam
darah. Tes antibody dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu ELISA
(enzyme-linked immunosorbent assay) merupakan tes pertama yang
dilakukan untuk mendeteksi antibodi HIV, IFA (immunoflourescene
antibody assay) merupakan tes dengan pemakaian pewarna flourens
untuk melihat adanya antibodi HIV dalam darah. Tes ini dilakukan
untuk mengkonfirmasi hasil tes ELISA dan memerlukan bantuan
mikroskop untuk melihat keberadaan antibodi HIV, dan Western Blot
merupakan tes dengan memisahkan protein antibodi dengan ekstrak
sel darah.
b. Tes PCR (Polymerase Chain Reaction)
Merupak tes yang digunakan untuk mengidentifikasi adanya RNA dan
DNA HIV dalam darah.
c. Tes Kombinasi Antibodi-Antigen (Ab-Ag test)
Tes ini dilakukan dengan mengidentifikasi antigen HIV yang dikenal
dengan p24.
G. Penatalaksanaan Medis
a. Farmakologi
Pengobatan dengan menggunakan HAART yang aman saat ini pada
wanita hamil adalah menggunakan AZT (azidotimidin) atau ADV
(zidovudin). Pengobatan wanita hamil denagn menggunakan regimen
AZT ini dibagi atas tiga bagian, yaitu: wanita hamil dengan HIV
positif, pengobatan dengan menggunakan AZT harus dimulai pada
usia kehamilan 14-34 minggu denga dosis 100mg, 5 kali sehari, atau
200 mg 3 kali sehari, atau 300 mg 2 kali sehali, pada saat persalinan;
AZT diberikan secara intravena, dosis insial 2 mg/kgBB dalam 1 jam
dan dilanjutkan 1mg/kgBB/ sampai partus, terhadap bayi diberikan
AZT dengan dosis 2 mgkgBB secara oral atau 1.5 mg/kgBB secara
intravean tiap 6 jam sampai usianya 4 minggu.
Dokter kandungan biasanya akan memberikan berbagai jenis
obat antivirus khusus, salah satunya adalah obat ARV (antiretroviral)
untuk menekan jumlah virus. Jika ibu meminum obat secara tearatur
selama kehamilan hingga persalinan, maka resiko penularan bisa
ditekan sampai hanya 7%. Untuk itu sangat penting bagi ibu hamil
untuk melakukan tes HIV, agar HIV dapat terdeteksi lebih awal,
sehingga program pencegahan HIV pun dapat dilakuakn dengan
secepatnya. Apabila bayi yang telah terlahirkan dari ibu juga
didiagnosa HIV+ makan pertolongan yang dapat dilakukan yanitu
dengan pemberian ARV cair.
b. Pembedahan Persalinan
Wanita hamil denagn HIV positif, tetapi tidak mendapat pengobatan
HAART selama kehamilannya, seksio sesaria merupakan pilian untuk
mengurangi transmisi.
11. Konsep Asuhan Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai