Anda di halaman 1dari 5

Penderitaan-penderitaan yang Rumit (2:10-22)

Pantaslah kalau nyanyian-nyanyian ini disebut Ratapan, dan nyanyian-nyanyian itu sangat menyedihkan,
pengungkapan kesedihan yang sempurna, meratap dan berduka, tidak ada yang lain lagi, sama seperti isi
gulungan Kitab Yehezkiel (Yeh. 2:10)

I. Salinan-salinan dari ratapan-ratapan itu disajikan di sini dan dilukiskan untuk kehidupan kita.

1. Hakim-hakim dan para pemuka yang biasa tampil mengenakan jubah-jubah kebesaran, kini telah
menanggalkannya, atau lebih tepatnya dirampas dari mereka, dan mengenakan kebiasaan para peratap
(ay. 10). Sekarang para tua-tua tidak duduk di kursi-kursi pengadilan lagi, kursi-kursi milik keluarga raja
Daud, tetapi duduk tertegun di atas tanah, karena tidak memiliki tempat duduk untuk beristirahat, atau
sebagai tanda kesengsaraan yang besar, seperti sahabat-sahabat Ayub, duduk bersama-sama dia di tanah
(Ayb. 2:13). Mereka tidak membuka mulut di depan pintu gerbang seperti biasanya untuk menyatakan
pendapat mereka, tetapi semua tinggal diam, hanyut oleh oleh kesedihan, tidak tahu apa yang harus
dikatakan. Mereka telah menabur abu di atas kepala, dan mengenakan kain kabung (ay. 10), seperti yang
biasa dilakukan oleh peratap-peratap dalam kepedihan. Mereka telah kehilangan kekuasaan dan kekayaan
mereka, dan hal itu sungguh membuat mereka menderita. Ploratur lachrymis amissa pecunia veris –
murnilah air mata yang ditumpahkan atas harta benda yang terhilang.

2. Perempuan-perempuan muda yang biasanya berpakaian begitu mewah, dan berjalan dengan jenjang
leher (Yes. 3:16), sekarang merendahkan diri. Dara-dara Yerusalem menundukkan kepalanya ke tanah.
Orang-orang yang sebelumnya menentang kesengsaraan dan selalu ingin bersukaria, kini dibuat mengenal
kesengsaraan.

3. Nabi itu sendiri menjadi contoh bagi para peratap itu (ay. 11). Matanya kusam dengan air mata, ia telah
menangis sampai ia tidak dapat menangis lagi, menangis sampai matanya hampir keluar, menangis sampai
ia sendiri tidak dapat melihat. Kesan-kesan batiniah karena kesedihan tidak kalah hebatnya dengan
ungkapan luarnya. Dada-dadanya menggeliat sakit ketika ia melihat bencana-bencana ini datang (Yer. 4:19-
20), yang mungkin membuat orang mengira sekarang ia dapat diampuni. Tetapi bahkan sang nabi sendiri
yang tidak merasa heran lagi dengan bencana-bencana ini, tetap saja merasakan kesedihan yang tak
tertahankan, sampai membuat hatinya tercurah ke tanah. Ia sendiri merasakan tubuhnya mengering habis-
habisan, semua isi tubuh bagian dalamnya berlelehan dan melarut, sebagaimana dinyatakan dalam 15.
Yeremia sendiri telah diperlakukan secara lebih baik dari pada para tetangganya, jauh lebih baik dari pada
perlakuan saudara sebangsanya, bahkan kehancuran mereka merupakan pembebasan baginya, penawanan
mereka menjadi kelegaannya. Orang-orang yang sama yang menawan saudara sebangsanya, sangat
menyayanginya. Walaupun begitu, kepentingan pribadinya tenggelam dalam kepeduliannya terhadap
masyarakat umum, dan ia meratapi keruntuhan puteri bangsanya seolah-olah ia sendiri menjadi orang
yang paling menderita dalam malapetaka yang menimpa semua orang itu. Perhatikanlah, segala
penghakiman Allah atas negeri dan bangsa harus kita ratapi meskipun kita sendiri mempunyai kesempatan
yang baik untuk melarikan diri.

II. Seruan untuk meratap diberikan di sini: Berteriaklah kepada TUHAN dengan nyaring (ay. 18).

Sebagian orang mengkhawatirkan bahwa seruan itu hanyalah merupakan tangisan belaka, bukan karena
pertobatan sejati, melainkan keluhan kepahitan. Hati mereka penuh kepedihan yang tak tertahankan, dan
mereka melampiaskan hal itu dalam jeritan-jeritan dan teriakan-teriakan muram, dengan memakai nama
Allah. Namun, dengan hati yang baik ada bagusnya kita menduga bahwa banyak di antara mereka
melakukan semua ini dengan seruan yang tulus dan bersungguh-sungguh kepada Allah untuk memperoleh
belas kasihan dalam kesesakan mereka, dan sang nabi menganjurkan supaya mereka terus melakukan
seperti itu: “Wai pagar tembok puteri Sion! Kamu yang berdiri di atas tembok, juga kamu, pengintai-
pengintai yang ditempatkan di atas tembok-tembok (Yes. 62:6), ketika kamu melihat musuh-musuh
berkemah di sekitar tembok dan bergerak semakin mendekat, atau karena tembok-tembok itu (yang
menjadi sasaran ratapan mereka), karena penghancuran tembok-tembok itu (yang tidak dilakukan sampai
sekitar satu bulan sesudah kota itu direbut), karena bencana yang berlanjut ini, biarlah putri Sion terus
meratap.” Inilah yang diratapi oleh Nehemia jauh di kemudian hari (Neh. 1:3-4). “Cucurkanlah air mata
bagaikan sungai siang dan malam, menangis tanpa henti, janganlah kauberikan dirimu istirahat, janganlah
matamu tenang.” Hal ini menunjukkan,

1. Bahwa bencana-bencana ini akan berlangsung terus, dan penyebab-penyebab kesedihan itu akan sering
berulang, dan kesempatan baru senantiasa diberikan kepada mereka setiap hari dan malam untuk
meratapi diri mereka sendiri.

2. Bahwa secara perlahan-lahan mereka akan cenderung menjadi tidak peka dan bodoh di bawah tindihan
tangan Allah, dan masih perlu diminta untuk lebih dan lebih lagi menekan jiwa mereka, sampai hati mereka
yang sombong dan keras direndahkan dan dilembutkan sepenuhnya.

III. Penyebab-penyebab ratapan disebutkan di sini, dan bencana-bencana yang diratapi digambarkan
secara sangat khusus dan menyedihkan.

1. Banyak orang binasa oleh kelaparan, suatu hukuman yang sangat menyakitkan, dan kasihanlah orang-
orang yang jatuh di bawah hukuman itu. Allah telah menegur mereka dengan kelangkaan bahan pangan
melalui musim kering beberapa waktu sebelumnya (Yer. 14:1), dan mereka tidak dibawa kepada
pertobatan oleh penghukuman yang tergolong ringan ini, dan oleh karena itu, sekarang melalui
pengepungan yang menyesakkan itu Allah mendatangkan hukuman yang paling keras atas mereka, karena,

(1) Anak-anak mati akibat kelaparan dalam pelukan ibu-ibu mereka: anak-anak dan bayi-bayi, yang tidak
bersalah dan tidak berdaya sehingga seharusnya berhak untuk dibantu secepat mungkin, jatuh pingsan di
lapangan-lapangan kota (ay. 11) seperti orang yang gugur (ay. 12), karena tidak ada makanan yang bisa
didapat bagi mereka. Mereka yang kelaparan pasti mati seperti orang-orang yang ditikam. Anak-anak
terbaring dan berteriak menangis meminta ibu-ibu mereka yang malang mencari makanan untuk memberi
makan mereka dan anggur untuk menyegarkan mereka, sebab mereka telah dibesarkan sedemikian rupa
dengan air anggur, maka sekarang mereka menginginkannya. Namun tidak ada setetes anggur pun bagi
mereka, sehingga pada akhirnya mereka menumpahkan jiwa mereka ke dalam pangkuan ibu-ibu mereka
(ay. 12), dan di sanalah mereka mengembuskan nafas terakhir. Hal ini disebutkan kembali dalam ayat 19,
mereka jatuh pingsan karena lapar di ujung-ujung jalan. Tetapi hal ini bukanlah yang terburuk.

(2) Ada beberapa anak kecil yang dibunuh oleh tangan ibu-ibu mereka sendiri dan kemudian memakannya
(ay. 20). Tampaknya kelangkaan bahan pangan membuat para perempuan itu tega memakan buah
kandungan mereka sendiri, bahkan anak-anak kandung mereka sendiri ketika mereka masih dalam buaian,
sesuai dengan ancaman (Ul. 28:53). Hal serupa juga pernah terjadi saat pengepungan Samaria (2Raj. 6:29).
Keadaan yang luar biasa parah itu, bahkan yang sangat biadab itu, mereka alami karena kelaparan yang
dahsyat. Marilah kita, dalam kelimpahan kita, bersyukur kepada Allah bahwa kita memiliki makanan yang
lebih dari cukup, tidak saja bagi kebutuhan kita sendiri, tetapi juga bagi anak-anak kita.

2. Banyak orang rebah oleh pedang, yang menelan satu demi satu, khususnya ketika pedang itu berada di
tangan musuh yang sedemikan kejamnya seperti orang-orang Kasdim itu.

(1) Mereka tidak mengecualikan para tokoh, tidak, termasuk orang-orang yang paling dimuliakan. Bahkan
imam dan nabi (ay. 20), yang dibandingkan semua orang lainnya, dianggap dapat mengharapkan
perlindungan dari sorga dan penghormatan di dunia, juga dibunuh, bukan di medan perang saat mereka
berada di luar tempat tinggal mereka, seperti Hofni dan Pinehas, melainkan di dalam tempat kudus TUHAN,
tempat mereka melayani dan yang mereka harapkan dapat menjadi perlindungan mereka.

(2) Mereka tidak mengecualikan umur, tidak, termasuk mereka yang sudah renta karena usia, tidak
dikecualikan dari pedang, sebab bahkan mereka pun gugur oleh pedang. “Orang-orang muda, yang belum
cakap menyandang pedang, dan orang-orang tua yang sudah melepaskan pedang mereka, terbaring di di
atas debu tanah, terbunuh di jalan-jalan, sampai ada orang yang berbaik hati menguburkan mereka.”

(3) Mereka tidak mengecualikan jenis kelamin: dara-daraku dan teruna-terunaku gugur oleh pedang (ay.
21). Dalam serbuan pasukan paling biadab (lihat Bil. 31:18 dan Hak. 5:30), anak-anak dara diselamatkan
dan dijadikan bagian dari jarahan, tetapi di sini anak-anak dara pun dibunuh dengan pedang, sama seperti
teruna-teruna.

(4) Ini adalah perbuatan TUHAN. Ia membiarkan pedang orang Kasdim membinasakan mereka tanpa
memandang bulu: Engkau membunuh mereka tatkala Engkau murka (ay. 21), sebab Allah-lah yang
mematikan dan menghidupkan, dan membiarkan hidup sebagaimana dikehendaki-Nya. Namun, kalimat
berikutnya sangatlah keras: Tanpa belas kasihan engkau menyembelih mereka, karena hati-Nya tidak dapat
tahan lagi melihat kesukaran Israel. Musuh-musuh yang memperlakukan mereka dengan demikian bengis
seolah-olah sudah dikumpulkan dan dipanggil-Nya (ay. 22): “Seolah-olah pada hari perayaan Engkau telah
mengundang semua yang kutakuti dari sekeliling, yaitu orang-orang Kasdim itu, orang-orang yang sangat
kutakuti.” Musuh-musuh berdesak-desakan memasuki Yerusalem, sama padatnya seperti yang biasa terjadi
ketika orang-orang datang beribadah pada hari perayaan. Mereka luar biasa kuatnya dalam hal jumlah, dan
tidak ada seorang pun yang dapat melarikan diri atau tetap selamat. Yerusalem telah dijadikan sebagai
rumah jagal yang sempurna. Hati ibu-ibu tercabik melihat anak-anak yang telah mereka jaga dan pelihara
dengan susah payah dan penuh kasih sayang diperlakukan dengan demikian keji, tiba-tiba dibinasakan,
padahal baru saja bertumbuh: “Mereka yang kubuai dan kubesarkan dibinasakan seteruku,” Seolah-olah
mereka dibesarkan untuk para pembunuh itu, seperti domba-domba bagi tukang jagal (Hos. 9:13). Sion,
yang menjadi ibu bagi mereka semua, meratap melihat mereka yang dibesarkan di dalam istana-istananya,
dan di bawah bimbingan orang-orang bijaksananya, dijadikan mangsa dengan cara seperti itu.

3. Nabi-nabi palsu mereka telah menyesatkan mereka (ay. 14). Hal inilah yang telah ditangisi oleh Yeremia
jauh-jauh hari, dan telah diamatinya dengan penuh kecemasan (Yer. 14:13): Aduh! TUHAN Allah, bukankah
para nabi telah berkata kepada mereka: Kamu tidak akan mengalami perang. Dan di sini Yeremia
menyisipkan di antara ratapan-ratapannya: Nabi-nabimu melihat bagimu penglihatan yang dusta dan
hampa, mereka mengaku-ngaku telah mengetahui pikiran dan kehendak Allah bagimu, dan kemudian
menyatakannya kepadamu. Mereka mengaku-ngaku melihat penglihatan dari yang Mahakuasa dan
kemudian memperkatakan firman-firman-Nya. Tetapi semuanya dusta dan bodoh belaka. Penglihatan-
penglihatan mereka semua hanyalah khayalan mereka sendiri, dan jika mereka mengira memiliki sesuatu,
itu hanyalah hasil kepala yang menjadi gila atau angan-angan yang memanas, seperti yang tampak dari hal-
hal yang mereka sampaikan, yang semuanya tidak jelas dan tidak keruan. Bahkan besar kemungkinan
mereka sendiri tahu bahwa penglihatan yang mereka aku-aku itu adalah palsu. Semuanya hanya tipuan
saja, yang dibuat-buat untuk membungkus apa yang sengaja mereka bebankan kepada rakyat, supaya
dengan demikian mereka dapat mengeruk keuntungan bagi diri sendiri. Mereka adalah nabi-nabimu, bukan
nabi-nabi Allah. Ia tidak pernah mengutus mereka, juga bukan gembala-gembala yang sesuai dengan hati-
Nya, tetapi rakyatlah yang mengangkat mereka, menyuruh mereka mengatakan apa yang harus mereka
katakan, jadi mereka adalah nabi-nabi yang mengikuti hati rakyat.

(1) Nabi-nabi harus memberitahukan kesalahan-kesalahan rakyat, harus menunjukkan dosa-dosa mereka,
supaya mereka bisa dibawa kepada pertobatan, dan dengan demikian mencegah kehancuran mereka.
Tetapi nabi-nabi palsu ini tahu bahwa jika mereka berbuat seperti itu, mereka akan kehilangan kasih sayang
dan sumbangan rakyat. Mereka juga tahu bahwa mereka tidak dapat menegur pendengar-pendengar
mereka tanpa membuka aib mereka sendiri pada waktu yang sama, dan karena itu mereka tidak
menyatakan kesalahanmu (ay. 14). Mereka sendiri tidak bisa melihat kesalahan itu, ataupun kalau mereka
bisa lihat, mereka tidak melihat ada yang jahat di situ atau ada bahaya yang akan ditimbulkan, sehingga
karena itulah mereka tidak mau memberitahukan umat tentang kesalahan mereka, walaupun hal itu dapat
menjadi sebuah jalan, bahwa dengan melenyapkan kedurjanaan mereka, pembuangan mereka dapat
dicegah.

(2) Nabi-nabi harus memperingatkan umat akan penghakiman Allah yang datang atas mereka, namun nabi-
nabi palsu ini mengeluarkan bagimu ramalan-ramalan yang dusta. Pesan-pesan yang mereka klaim berasal
dari Allah, sudah mereka ketahui bahwa sebenarnya palsu, dan dengan penuh kebohongan mengatakan
berasal dari Allah. Dengan cara menenangkan hati umat bahwa mereka aman-aman saja, mereka
menyebabkan datangnya pembuangan itu, yang sebenarnya dapat mereka hindari dengan berlaku jujur.
4. Tetangga-tetangga mereka menertawakan mereka: Sekalian orang yang lewat bertepuk tangan karena
engkau (ay. 15). Yerusalem telah menjadi kota yang agung, memiliki nama besar, dan kekuasaan besar di
antara bangsa-bangsa. Hal ini mendatangkan kedengkian dan kengerian bagi negeri-negeri di sekitarnya.
Karena itu ketika kota tersebut merosot, semua bangsa itu (seperti yang cenderung dilakukan orang dalam
kejadian semacam itu) bergembira atas kejatuhannya. Mereka bersuit-suit dan menggelengkan kepalanya,
menyenangkan diri saat melihat betapa kota itu telah jatuh dari kemegahannya semula. Inikah kota itu
(kata mereka) yang disebut orang sebagai puncak keindahan? (Mzm. 50:2). Bagaimana sekarang dapat
menjadi puncak kecacatan! Di manakah sekarang semua keindahannya? Inikah kota yang disebut orang
kota kegirangan bagi seluruh bumi (Mzm. 48:3), yang bersukacita dalam berbagai karunia kebajikan dan
rahmat Allah melebihi tempat-tempat lain mana pun, dan menjadi sukacita seluruh bumi? Di manakah
sekarang semua kegembiraan dan kebanggaannya? Sungguh merupakan dosa yang besar untuk mengolok-
olok kesengsaraan orang lain dan menambahkan banyak penderitaan lagi bagi orang yang sedang
menderita itu.

5. Musuh-musuh mereka bergembira atas mereka (ay. 16). Orang-orang yang mengharapkan hal-hal yang
buruk terhadap Yerusalem dan kedamaiannya sekarang melampiaskan dendam dan kedengkian mereka,
perasaan yang sebelumnya mereka sembunyikan. Sekarang mereka membuka mulut, bahkan lebih lebar
lagi, mereka bersuit-suit dan menggertakkan gigi dalam caci maki dan kegeraman mereka. Mereka
bergembira atas keberhasilan mereka terhadap Yerusalem, dan jarahan banyak yang mereka peroleh
dengan menjadi penguasa-penguasa atas Yerusalem: “Kami telah memusnahkannya, kami yang
melakukannya, untunglah kami. Semuanya menjadi milik kami sekarang. Yerusalem tidak akan pernah lagi
dirayu-rayu atau ditakuti orang seperti sebelumnya. Tentu saja hari ini adalah hari yang sudah lama kami
nanti-nantikan, kami telah menemukannya, kami telah melihatnya, syukur, itulah keinginan kami.”
Perhatikanlah, musuh-musuh jemaat cenderung menggunakan guncangan-guncangan yang terjadi pada
jemaat untuk menghancurkannya, dan mereka bergembira oleh karenanya. Namun, mereka akan
mendapati diri tertipu, sebab alam maut tidak akan menguasai jemaat Allah.

6. Allah mereka, dalam segala yang terjadi ini, tampak menentang mereka: TUHAN telah menjalankan yang
dirancangkan-Nya (ay. 17). Perusak-perusak Yerusalem tidak akan memiliki kuasa melawan kota itu jikalau
kuasa itu tidak diberikan kepada mereka dari atas. Mereka hanyalah pedang di tangan Allah. Dialah yang
merusak tanpa belas kasihan. “Dalam pertentangan-Nya dengan kita ini, kita tidak mendapat belas kasihan-
Nya seperti yang selalu dilakukan-Nya kepada kita.” Ia yang membuat musuhmu bersukacita atas kamu
(lihat Ayb. 30:11). Ia meninggikan tanduk lawan-lawanmu (ay. 17), telah memberikan kuasa dan harta
benda kepada mereka untuk berbangga. Ini sungguh merupakan kesukaran yang sehebat-hebatnya, bahwa
Allah menjadi musuh mereka. Namun, hal ini seharusnya juga menjadi alasan paling kuat untuk bersabar di
bawah keadaan seperti itu. Kita terikat untuk tunduk kepada segala sesuatu yang diperbuat Allah, karena,

(1) Itu adalah penyelenggaraan yang telah dirancang-Nya: TUHAN telah menjalankan yang dirancangkan-
Nya, dilaksanakan dengan bijaksana dan dengan pertimbangan yang mendalam, tidak tergesa-gesa, atau
berdasarkan ketetapan yang tiba-tiba. Itu adalah malapetaka yang telah disiapkan-Nya (Yer. 18:11), dan
kita dapat meyakini bahwa malapetaka itu telah dipersiapkan dengan begitu cermat untuk menjawab
maksud-Nya. Apa yang dirancang Allah terhadap umat-Nya dimaksudkan untuk kebaikan mereka, dan
demikianlah yang akan didapati.

(2) Itu adalah penggenapan dari semua nubuat-Nya, pemenuhan kitab suci. Ia melaksanakan firman-Nya
yang telah diperintahkan pada dahulu kala (ay. 17). Ketika Ia memberikan hukum Taurat-Nya melalui Musa,
Ia memberitahukan kepada umat-Nya itu hukuman apa saja yang pasti akan dijatuhkan atas mereka jika
mereka melanggar hukum itu. Dan sekarang ketika mereka sudah bersalah atas pelanggaran hukum ini
maka Ia melaksanakan hukuman itu sesuai dengan yang tertulis dalam 16 dan seterusnya, dan Ulangan
28:15. Perhatikanlah, dalam segala penyelenggaraan Allah atas jemaat-Nya, baik sekali untuk
memperhatikan penggenapan firman-Nya. Sebab, ada kesesuaian yang pasti antara hukuman tangan Allah
dan hukuman-hukuman yang berasal dari firman-Nya, dan jika dibandingkan, keduanya akan saling
menjelaskan dan menegaskan satu sama lain.
IV. Penghiburan untuk menyembuhkan ratapan-ratapan dicari dan ditetapkan di sini,

1. Penghiburan-penghiburan itu dicari dan diselidiki (ay. 13). Sang nabi berusaha menemukan kata-kata
yang tepat dan dapat diterima untuk disampaikan kepada bangsa ini mengenai perkara mereka ini: Dengan
apa aku dapat membandingkan engkau untuk dihibur, ya dara, puteri Sion? Perhatikanlah, kita harus
berusaha menghibur orang-orang yang melapetakanya kita tangisi. Hati kita tertekan oleh malapetaka
mereka, tetapi dengan hikmat kita harus mengatasinya, dan berbuat yang terbaik. Kita harus berusaha agar
bela rasa kita terhadap sahabat-sahabat kita yang tengah dirundung malang itu bisa menjadi penghiburan
bagi mereka. Sekarang dua pokok pembicaraan paling umum yang bisa membawa penghiburan dibahas di
sini, tetapi keduanya diabaikan karena tidak berhasil. Umumnya kita berusaha menghibur sahabat-sahabat
kita dengan cara memberitahukan kepada mereka,

(1) Bahwa perkara mereka bukan satu-satunya yang pernah terjadi. Ada banyak orang yang mengalami
masalah yang lebih besar dan lebih berat menindih mereka. Akan tetapi perkara Yerusalem tidak cocok
dengan alasan seperti ini: “Dengan apa aku dapat menyamakan engkau, atau dengan apa aku dapat
membandingkan engkau supaya aku dapat menghiburmu? (ay. 13). Kota apa, negeri apa, yang perkaranya
setara dengan perkaramu? Kesaksian apa yang akan kubuat untuk membuktikan bahwa perkara kota lain
setara dengan malapetakamu saat ini? Aduh! Tidak ada satu pun, tidak ada kesengsaraan seperti
sengsaramu, karena tidak ada yang memiliki kehormatan seperti kehormatanmu.”

(2) Kita memberitahukan kepada mereka bahwa keadaan mereka bukanlah keadaan yang tanpa harapan,
melainkan dapat dipulihkan dengan mudah. Akan tetapi, penghiburan ini pun tidak bisa diterima, menurut
kemungkinan pandangan manusia, karena reruntuhanmu luas bagaikan laut (ay. 13), seperti reruntuhan
yang kadang-kadang dilakukan oleh ombak laut atas daratan, yang tidak dapat dipulihkan, malah menjadi
semakin lebar. Engkau sudah terluka, dan siapakah yang akan memulihkan engkau? Tidak ada hikmat
ataupun kuasa manusia dapat memperbaiki kehancuran sebuah negeri yang hancur lebur seperti itu. Oleh
karena itu, tidak ada gunanya menawarkan kata-kata penghiburan yang umum dipakai ini. Oleh karena itu,

2. Cara pemulihan yang sudah ditetapkan adalah berseru sendiri kepada Allah, dan melalui doa tobat
menyerahkan perkara mereka kepada Dia, dan gigih serta bertekun dalam menaikkan doa seperti itu (ay.
19): “Bangkitlah dari debumu, dari kesedihanmu, menangis dan berserulah pada malam hari, berjagalah
dalam doa. Ketika orang-orang lain sedang tidur nyenyak, berlututlah kamu, bersungguh-sungguh mohon
belas kasihan kepada Allah. Pada permulaan giliran jaga malam dari setiap empat waktu giliran jaga malam
hari (biarlah matamu mendahului waktu-waktu jaga malam itu [Mzm. 119:148]), lalu curahkanlah isi
hatimu bagaikan air di hadapan TUHAN, dengan bebas dan sepenuh-penuhnya, dengan tulus hati dan
bersungguh-sungguhlah di dalam doa, bukalah pikiranmu, beberkan perkaramu di hadapan TUHAN.
Angkatlah tanganmu kepada-Nya dalam hasrat yang kudus dan pengharapan. Bermohonlah demi hidup
anak-anakmu. Domba-domba yang malang ini, apakah yang telah mereka lakukan? (2Sam. 24:17). Siapkan
perkataanmu, ucapkan kata-kata ini (ay. 20), Lihatlah, TUHAN, dan tiliklah, kepada siapakah Engkau telah
berbuat ini, dengan siapakah Engkau telah berurusan dengan begitu rupa seperti ini. Apakah mereka bukan
milik-Mu sendiri, keturunan Abraham, sahabat-Mu, dan Yakub, orang pilihan-Mu? TUHAN, bawalah
perkara mereka ke dalam pertimbangan-Mu yang penuh belas kasihan!” Perhatikanlah, doa adalah obat
bagi semua rasa sakit, bahkan yang paling sakit sekalipun, penawar bagi setiap penyakit, bahkan yang
paling menyedihkan. Dan bagian kita di dalam doa adalah tidak untuk menetapkan sesuatu, tetapi untuk
tunduk pada hikmat dan kehendak Allah. Juga, untuk menghadapkan perkara kita kepada-Nya, dan
menyerahkannya kepada Dia. TUHAN, lihatlah dan pertimbangkanlah, dan kehendak-Mu jadilah

Anda mungkin juga menyukai