Anda di halaman 1dari 117

ANALISIS MAJELIS HAKIM PENGADILAN AGAMA KUNINGAN DALAM

PEMBERIAN DISPENSASI NIKAH TERKAIT BATASAN USIA PADA MASA


PANDEMI COVID-19

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)
Pada Jurusan Hukum Keluarga / Akhwal Syakhsiyah
Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam

Oleh:

NOVIA NUR INTAN

NIM: 1808201108

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SYEKH NURJATI CIREBON

2022
ABSTRAK

Novia Nur Intan, NIM: 1808201108, “ANALISIS MAJELIS HAKIM PENGADILAN


AGAMA KUNINGAN DALAM PEMBERIAN DISPENSASI NIKAH TERKAIT
BATASAN USIA PADA MASA PANDEMI COVID-19”, 2022.

Pernikahan Merupakan akad yang sakral untuk mewujudkan keluarga yang kekal dan
bahagia. Upaya mewujudkan semua itu diawali dengan adanya kesiapan calon pengantin,
salah satunya pendewasaan usia pernikahan.Batas usia pernikahan dalam Undang-Undang
Perkawinan No. 16 Tahun 2019 bahwa usia calon mempelai sekurang-kurangnya 19
(sembilan belas) tahun baik laki-laki maupun perempuan. Namun, sebab faktor-faktor
tertentu yang dipandang mendesak sehingga pernikahan dibawah usia yang ditentukan ini
dapat dilegalkan melalui pengajuan permohonan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama.
Dispensasi nikah memunculkan dilema tersendiri terkait masalah perkawinan anak di
Indonesia, yaitu melegalkan perkawinan anak dan atau pelanggaran hak-hak anak.
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab dari pertanyaan yang menjadi rumusan
masalah: “Apa yang menjadi faktor Majelis Hakim Pengadilan Agama Kuningan dalam
pemberian dispensasi nikah terkait batasan usia pada masa pandemi”. Penelitian ini
menggunakan penelitian kualitatif, data yang dikumpulkan dengan cara interview dan
dokumentasi kemudian dianalisis dengan metode deskriptif analisis.
Hasil dari penelitian ini: Analisis Majelis Hakim Pengadilan Agama Kuningan Dalam
Pemberian Dispensasi Nikah Terkait Batasan Usia Pada Masa Pandemi Covid-19. Faktor
penyebab tingginya perkara dispensasi nikah adalah terbitnya Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2019 hampir secara bersamaan dengan pandemi Covid, perempuan mengalami
kehamilan sebelum menikah. Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Kuningan dalam
memberikan dispensasi nikah terkait batasan usia pada masa pandemi covid adalah
mengalami kehamilan sebelum menikah,Orang Tua berkeinginan menikahkan calon
mempelai serta siap membimbing secara rohani dan jasmani, kesiapan calon mempelai
melangsungkan pernikahan, tidak ada halangan menurut hukum untuk melangsungkan
pernikahan dan kedua calon mempelai saling mencintai. Pemberian putusan Majelis Hakim
Pengadilan Agama Kuningan dalam memberikan dispensasi nikah terkait batasan usia pada
masa pandemi Covid belum mengacu kepada konsep terbaik bagi anak.

Kata Kunci: Dispensasi Nikah, Pernikahan Dini dan Pertimbangan Majelis Hakim.

ii
ABTRACT

Novia Nur Intan. NIM: 1808201108, “ANALYSIS OF CONSIDERATION OF THE BRASS


RELIGIOUS COURT ASSEMBLY IN THE PROVISION OF MARRIAGE
DISPENSATION RELATED TO AGE LIMITATION DURING THE COVID
PANDEMIC”, 2022.

Marriage is a sacred contract to create an eternal and happy family. Efforts to realize
all that begins with the readiness of the bride and groom, one of which is the maturity of the
age of marriage. The age limit for marriage in the Marriage Law no. 16 of 2019 that the age
of the prospective bride and groom is at least 19 (nineteen) years, both male and female.
However, due to certain factors that are deemed urgent, marriages under the specified age
can be legalized by submitting a request for a marriage dispensation to the Religious Court.
Marriage dispensation raises its own dilemma regarding the issue of child marriage in
Indonesia, namely legalizing child marriage and or violating the rights of children.
This study aims to answer the questions that become the formulation of the problem:
"What is the consideration of the Panel of Judges of the Kuningan Religious Court in
granting marriage dispensation related to the age limit during the pandemic". This study uses
qualitative research, the data collected by means of interviews and documentation and then
analyzed by descriptive analysis method.
The results of this study: Analysis of the Consideration of the Panel of Judges of the
Kuningan Religious Court in Providing Marriage Dispensation Regarding Age Restrictions
During the Covid Pandemic. The factor causing the high number of marriage dispensation
cases related to the age limit at the Kuningan Religious Court during the covid pandemic was
the publication Law Number 16 of 2019 simultaneously with the Covid pandemic and women
experience pregnancy before marriage. The consideration of the Panel of Judges of the
Kuningan Religious Court in giving a marriage dispensation related to the age limit during
the covid pandemic is experiencing pregnancy before marriage, both parents are willing to
marry off the prospective bride and groom and are ready to guide spiritually and physically,
the readiness of the prospective bride to marry, there are no legal obstacles to married and
the bride and groom love each other. The decision of the Kuningan Religious Court Panel of
Judges in providing a marriage dispensation related to the age limit during the Covid
pandemic did not refer to the best concept for children.

Keywords: Marriage Dispensation, Early Marriage and Judges' Consideration

iii
iv
v
vi
vii
viii
KATA PERSEMBAHAN

Kupersembahkan skripsi ini kepada orang-orang yang sangat kucintai dan kusayangi.
Bapak Alm. Tanto Ahmadi dan Mama Iin Kurniasih tercinta sebagai tanda bakti, hormat dan
rasa terimakasih yang tiada terhingga. Mama dan Bapak yang telah memberikan segala
dukungan dan cinta kasih yang tiada henti dan tiada mungkin kubalas hanya dengan selembar
kertas yang bertuliskan kata cinta dan persembahan. Semoga ini menjadi awal untuk
membuat Mama dan Bapak merasa bahagia karena sesuatu yang telah kucapai. Khususnya
Mama terimakasih telah memberikanku kecukupan harta untuk menyelesaikan pendidikanku
ini di tengah keadaan ekonomi kita yang sulit karena pandemi covid. Untuk Bapak
terimakasih kuucapkan telah memberikanku semangat dalam menempuh pendidikan ini
walau Bapak tidak bisa menemaniku di hari kelulusan, tapi Aku yakin Bapak menyaksikan
kelulusanku dari atas sana dengan bangga. Untuk kalian berdua kuucapkan terimakasih.
Skripsi ini kupersembahkan juga untuk diriku sendiri, terimakasih sudah berjuang
melawan rasa malas untuk menyelesaikan skripsi ini. Walau banyak sekali cobaan dalam
menyelesaikan skripsi ini baik berupa kesusahan materi hingga gangguan kesehatan, namun
akhirnya aku sampai di titik menyelesaikan Tugas Akhir ini. Sekali lagi terimakasih semoga
diri semakin kuat.
Untuk teman-teman seperjuangan Hukum Keluarga Islam Fakultas Syari‟ah dan
Ekonomi Islam angkatan 2018, yang selalu menyemangati dan memotivasiku. Sahabat-
sahabatku yang kucintai yang sama sedang berjuang menyelesaikan skripsi Nony, Nia, Evi,
Laras, Chyntia, Opy, Ame, Nadia dan Ratih yang turut menyumbangkan inspirasi, ide, waktu
dan motivasi serta dukungan-dukungan lainnya selama dibangku kuliah maupun saat
penelitian. Skripsi ini kupersembahkan untuk orang yang kukasihi, Dhoni Gustanto yang
sama berjuang menyelesaikan skripsi, terimakasih untuk semua dukungan baik berupa
motivasi ataupun materi.
Kepada semua pihak yang telah terlibat dalam pembuatan skripsi ini dan tidak dapat
disebutkan satu persatu, peneliti mengucapkan banyak terimakasih dan semoga segala
kebaikan semua dibalas oleh Allah SWT. Aamiin.

ix
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Novia Nur Intan, Penulis dilahirkan dan


dibesarkan di Desa Kertawirama Kuningan pada tanggal 23 Juni 2000,
putri sulung dari alm. Bapak Tanto Ahmadi dan Ibu Iin Kurniasih yang
beralamat di Desa Kertawirama Kecamatan Nusaherang Kabupaten
Kuningan.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-kanak Pertiwi


di Jatibarang Lor Brebes pada tahun 2006-2007, setelah itu Penulis melanjutkan pendidikan
ke SDN 1 Kertawirama pada tahun 2007-2012 di Kertawirama, selanjutnya Penulis
melanjutkan pendidikan Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah di Pondok Pesantren
Kulliyyatul Mu‟allimin Al-Mutawally pada tahun 2012-2018 di Bojong Cilimus Kuningan.

Kemudian pada tahun 2018 sampai sekarang, Penulis melanjutkan pendidikan di


Fakultas Syari‟ah dan Ekonomi Islam Jurusan Hukum Keluarga Islam di Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon. Penulis menyelesaikan skripsi tahun akademik
2021/2022 dengan judul skripsi “Analisis Pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Agama
Kuningan Dalam Pemberian Dispensasi Nikah Terkait Batasan Usia Pada Masa Pandemi
Covid (Studi Kasus di Pengadilan Agama Kuningan).

x
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas rahmat dan karunia-Nya
telah memberikan kekuatan lahir batin kepada Penulis, sehingga Penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat beserta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW. sebagai suri tauladan yang baik bagi seluruh makhluk.

Penulis sadar bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari dukungan serta
bantuan berbagai pihak. Untuk itu sebagai ungkapan rasa hormat yang dalam, Penulis
menyampaikan terimakasih kepada Bapak/Ibu, terutama:

1. Dr. H. Sumanta Hasyim, M.Ag. Rektor IAIN Syekh Nurjati Cirebon.


2. Dr. H. Aan Jaelani, M.Ag. Dekan Fakultas Syari‟ah & Ekonomi Islam IAIN Syekh
Nurjati Cirebon.
3. Nursyamsudin, MA. Ketua Program Studi Hukum Keluarga Islam, dan Leliya, MH.
Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga Islam, yang telah memberikan motivasi dan
dukungan kepada Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Leliya, MH dan Akhmad Shodikin M.HI Dosen pembimbing skripsi Penulis, yang
secara langsung telah memberikan bimbingan, arahan serta saran-saran kepada Penulis
supaya terselesaikannya skripsi ini.
5. Mohammad Rana, M.HI Dosen Pembimbing akademik dan seluruh dosen Fakultas
syari‟ah dan Ekonomi Islam Syekh Nurjati Cirebon. Tidak lupa pegawai di lingkungan
Fakultas Syari‟ah dan Ekonomi Islam..
6. Teristimewa untuk kedua orang tua Penulis yaitu Ibunda Iin Kurniasih dan Bapak
Tanto Ahmadi, tak hentinya Penulis ucapkan terimakasih atas do‟a restu dan kasih
sayang mereka yang tak berhenti mendo‟akan Penulis dalam menempuh pendidikan.
Dengan penuh rasa hormat, kasih dan sayang, Penulis ucapkan terimakasih yang tak
terhingga.
7. Keluarga besar Kakek Suhanan dan Kakek Ojo Karyono serta keluarga besar lainnya
terimakasih banyak atas kasih sayang dan motivasi besar yang kalian berikan demi
kelancaran dan kesuksesan dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Saudara-saudari tercinta Titan Dwi Kusuma dan Tania Zikry Rahmazaira. Terimakasih
atas dukungan dan motivasinya, semoga kelak kalian menjadi anak yang sukses dunia
dan akhirat.

xi
9. Sahabat-sahabatku tercinta yang sama sedang berjuang menyelesaikan pendidikan
Dhoni, Nony, Nia, Evi, Laras, Nadia, Opy, Ame dan Ratih. Yang telah memberikan
masukan, saran, serta motivasi.
10. Teman-teman program studi Hukum Keluarga Islam 2018 yang telah memotivasi dan
memberikan saran kepada Penulis.
Dan semua pihak yang tidak mungkin Penulis sebutkan satu persatu yang juga
ikut andil dalam membantu Penulis menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari
bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna dan banyak yang perlu diperbaiki lebih
dalam. Oleh karena itu, kritik dan saran Penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi
ini. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis dan bagi
setiap pembaca tanpa terkecuali. Semoga setiap bantuan do‟a, motivasi yang telah
diberikan kepada Penulis mendapat balasan dari Allah SWT. Aamiin

Cirebon, 25 Maret 2022


Penyusun

Novia Nur Intan

xii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i


ABSTRAK ................................................................................................................ ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING. ......................................................................... v
NOTA DINAS .......................................................................................................... vi
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... vii
PERNYATAAN OTENTITAS SKRIPSI .............................................................. viii
KATA PERSEMBAHAN ....................................................................................... ix
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................ x
KATA PENGANTAR ............................................................................................. xi
DAFTAR ISI ............................................................................................................ xiii
PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................................. xvi

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1


A. Latar Belakang Masalah ................................................................................... 1
B. Perumusan Masalah .......................................................................................... 6
C. Tujuan Penilitian ............................................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian ............................................................................................ 8
E. Kerangka Berpikir ............................................................................................. 9
F. Literatur Review ............................................................................................... 11
G. Metode Penelitian ............................................................................................. 15
H. Sistematika Penulisan ....................................................................................... 19

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DISPENSASI PERKAWINAN .................. 21


A. Dispensasi Perkawinan .................................................................................... 21
1. Pengertian Perkawinan ............................................................................... 21
2. Pengertian Dispensasi Perkawinan ............................................................ 23
3. Dasar Hukum Dispensasi Perkawinan ....................................................... 24
4. Prosedur Perkara Dispensasi Perkawinan .................................................. 25
B. Putusan Majelis Hakim .................................................................................... 28
1. Pengertian Putusan Majelis Hakim ............................................................ 28
2. Macam-macam Putusan Majelis Hakim ................................................... 30
3. Susunan Isi Putusan Majelis Hakim........................................................... 34

xiii
4. Fungsi dan Tujuan Putusan Majelis Hakim ............................................... 36
C. Pandemi Covid ................................................................................................. 37

BAB III OBYEK PENELITIAN .................................................................................... 41


A. Profil Pengadilan Agama Kuningan ................................................................ 41
1. Sejarah Pengadilan Agama Kuningan........................................................ 42
2. Visi dan Misi Pengadilam Agama Kuningan ............................................. 40
3. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Kuningan .................................... 44
4. Alamat Pengadilan Agama Kuningan ........................................................ 44
5. Wilayah Yurisdiksi .................................................................................... 45
6. Fungsi dan Tugas Pengadilan Agama Kuningan ....................................... 46
7. Unit Pelaksana Teknis Kesekretariatan Pengadilan Agama Kuningan ..... 47
8. Statistik Pengadilan Agama Kuningan ...................................................... 48
B. Contoh Ringkasan Perkara Putusan Dispensasi Nikah Pengadilan Agama
Kuningan .......................................................................................................... 53
1. Identitas Pemohon ...................................................................................... 53
2. Posita Perkara ............................................................................................. 54
3. Petitum Putusan.......................................................................................... 55
4. Amar Putusan ............................................................................................. 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................................ 57


A. Faktor Penyebab Tingginya Perkara Dispensasi Nikah Terkait Batasan Usia
Pada Masa Pandemi Covid di Pengadilan Agama Kuningan .............................. 57
1. Terbitnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Hampir Bersamaan
Dengan Pandemi Covid ............................................................................ 57
2. Perempuan Mengalami Kehamilan Sebelum Menikah............................. 59
3. Sudah Lama Menjalin Hubungan Pacaran ................................................ 61
4. Orang Tua yang Menjodohkan Anaknya Untuk Melangsungkan
Perkawinan ................................................................................................ 62
B. Majelis Hakim Pengadilan Agama Kuningan Dalam Memberikan Dispensasi
Nikah Terkait Batasan Usia Pada Masa Pandemi Covid .................................... 64
C. Pemberian Dispensasi Nikah Terkait Batasan Usia Merujuk Kepada Konsep
Terbaik Bagi Anak .............................................................................................. 69

xiv
BAB V PENUTUP............................................................................................................. 71
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 71
B. Saran .................................................................................................................... 72

xv
PEDOMAN TRANSLITERASI

Keputusan bersama yang dikeluarkan oleh Menteri Agama dan Menteri Pendidikan

dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 0543b/U/1987. Transliterasi dimaksudkan

sebagai pengalih-hurufan dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Transliterasi Arab-Latin di

sini ialah penyalinan huruf-huruf Arab dengan huruf-huruf Latin beserta perangkatnya.

A. Konsonan

Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan

huruf. Dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan dengan huruf dan sebagian

dilambangkan dengan tanda, dan sebagian lagi dilambangkan dengan huruf dan tanda

sekaligus.

Berikut ini daftar huruf Arab yang dimaksud dan transliterasinya dengan huruf latin:

Tabel 0.1: Tabel Transliterasi Konsonan


Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama

‫أ‬ Alif Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan

‫ب‬ Ba B Be

‫ت‬ Ta T Te

‫ث‬ Ṡa ṡ es (dengan titik di atas)

‫ج‬ Jim J Je

‫ح‬ Ḥa ḥ ha (dengan titik di bawah)

xvi
‫خ‬ Kha Kh ka dan ha

‫د‬ Dal D De

‫ذ‬ Żal Ż Zet (dengan titik di atas)

‫ر‬ Ra R Er

‫ز‬ Zai Z Zet

‫س‬ Sin S Es

‫ش‬ Syin Sy es dan ye

‫ص‬ Ṣad ṣ es (dengan titik di bawah)

‫ض‬ Ḍad ḍ de (dengan titik di bawah)

‫ط‬ Ṭa ṭ te (dengan titik di bawah)

‫ظ‬ Ẓa ẓ zet (dengan titik di bawah)

‫ع‬ `ain ` koma terbalik (di atas)

‫غ‬ Gain G Ge

‫ؼ‬ Fa F Ef

‫ؽ‬ Qaf Q Ki

‫ؾ‬ Kaf K Ka

xvii
‫ؿ‬ Lam L El

‫ـ‬ Mim M Em

‫ف‬ Nun N En

‫و‬ Wau W We

‫ﮬ‬ Ha H Ha

‫ء‬ Hamzah „ Apostrof

‫ي‬ Ya Y Ye

B. Vokal

Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau

monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

1. Vokal Tunggal

Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat,

transliterasinya sebagai berikut:

Tabel 0.2: Tabel Transliterasi Vokal Tunggal


Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama

‫ﹷ‬ Fathah A A

‫ﹻ‬ Kasrah I I

‫ﹹ‬ Dammah U U

xviii
2. Vokal Rangkap

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat

dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf sebagai berikut:

Tabel 0.3: Tabel Transliterasi Vokal Rangkap


Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama

...َ‫ْي‬ Fathah dan ya Ai a dan u

...َ‫ْو‬ Fathah dan wau Au a dan u

Contoh:

- َ‫ب‬ َ َ‫َكت‬ kataba


- ‫فَػ َع ََل‬ fa`ala
- ‫ُسئِ ََل‬ suila

- َ‫ف‬َ ‫َكْي‬ kaifa


- ‫َح ْو ََؿ‬ haula

C. Maddah

Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf,

transliterasinya berupa huruf dan tanda sebagai berikut:

Tabel 0.4: Tabel Transliterasi Maddah


Huruf Arab Nama Huruf Nama
Latin

...‫ى‬..
َ .‫َا‬ Fathah dan alif atau ya ā a dan garis di atas

...‫ى‬
ِ Kasrah dan ya ī i dan garis di atas

xix
...‫ُو‬ Dammah dan wau ū u dan garis di atas

Contoh:

- َ‫اؿ‬ َ َ‫ق‬ qāla


- ‫َرَمى‬ ramā
- ‫قِْي ََل‬ qīla

- َ‫يػَ ُق ْو ُؿ‬ yaqūlu

D. Ta’ Marbutah

Transliterasi untuk ta‟ marbutah ada dua, yaitu:

1. Ta‟ marbutah hidup

Ta‟ marbutah hidup atau yang mendapat harakat fathah, kasrah, dan dammah,

transliterasinya adalah “t”.

2. Ta‟ marbutah mati

Ta‟ marbutah mati atau yang mendapat harakat sukun, transliterasinya adalah “h”.

3. Kalau pada kata terakhir dengan ta‟ marbutah diikuti oleh kata yang menggunakan

kata sandang al serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta‟ marbutah itu

ditransliterasikan dengan “h”.

Contoh:

- َ‫ضةَُالَطْ َف ِاؿ‬
َ ‫َرْؤ‬ raudah al-atfāl/raudahtul atfāl

- ُ‫الْ َم ِديْػنَةَُالْ ُمنَػ َّوَرَة‬ al-madīnah al-munawwarah/al-madīnatul munawwarah

- َ‫طَْل َح ْة‬ talhah

xx
E. Syaddah (Tasydid)

Syaddah atau tasydid yang dalam tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda,

tanda syaddah atau tanda tasydid, ditransliterasikan dengan huruf, yaitu huruf yang sama

dengan huruf yang diberi tanda syaddah itu.

Contoh:

- َ‫نػََّزَؿ‬ nazzala
- َِ
‫البر‬ al-birr

F. Kata Sandang

Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu ‫ال‬, namun

dalam transliterasi ini kata sandang itu dibedakan atas:

1. Kata sandang yang diikuti huruf syamsiyah

Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah ditransliterasikan sesuai

dengan bunyinya, yaitu huruf “l” diganti dengan huruf yang langsung mengikuti

kata sandang itu.

2. Kata sandang yang diikuti huruf qamariyah

Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah ditransliterasikan dengan

sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan bunyinya.

Baik diikuti oleh huruf syamsiyah maupun qamariyah, kata sandang ditulis terpisah

dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanpa sempang.

Contoh:

- َ‫الر ُج ُل‬
َّ ar-rajulu

xxi
- َ‫الْ َقلَ ُم‬ al-qalamu
- َُ ‫َّم‬
‫س‬ ْ ‫الش‬ asy-syamsu

- َ‫ل ُؿ‬
َ َ‫اْل‬
ْ al-jalālu

G. Hamzah

Hamzah ditransliterasikan sebagai apostrof. Namun hal itu hanya berlaku bagi

hamzah yang terletak di tengah dan di akhir kata. Sementara hamzah yang terletak di awal

kata dilambangkan, karena dalam tulisan Arab berupa alif.

Contoh:

- َ‫تَأْ ُخ ُذ‬ ta‟khużu


- ٌَ ‫َش‬
‫يئ‬ syai‟un
-
ُ‫النػ َّْوَء‬ an-nau‟u
- ‫إِ ََّف‬ inna

H. Penulisan Kata

Pada dasarnya setiap kata, baik fail, isim maupun huruf ditulis terpisah. Hanya kata-

kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab sudah lazim dirangkaikan dengan kata

lain karena ada huruf atau harkat yang dihilangkan, maka penulisan kata tersebut

dirangkaikan juga dengan kata lain yang mengikutinya.

Contoh:

ِ َّ ‫وَإِ َّفَاهللَفَػهوَخيػر‬
- َ ْ ‫َالرا ِزق‬
َ‫ي‬ َُْ َُ َ َ Wa innallāha lahuwa khair ar-rāziqīn/
Wa innallāha lahuwa khairurrāziqīn
- ‫اها‬
َ ‫َم ْر َس‬
ُ ‫اَو‬ َْ ِ‫بِ ْس ِمَاهلل‬
َ ‫ََمَر َاه‬ Bismillāhi majrehā wa mursāhā

xxii
I. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam transliterasi

ini huruf tersebut digunakan juga. Penggunaan huruf kapital seperti apa yang berlaku dalam

EYD, di antaranya: huruf kapital digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri dan

permulaan kalimat. Bilamana nama diri itu didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis

dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya.

Contoh:

َ‫ي‬ ِ ِّ ‫َهللَر‬ ِ ْ
- َ ْ ‫بَالْ َعالَم‬َ ‫اْلَ ْم ُد‬ Alhamdu lillāhi rabbi al-`ālamīn/
Alhamdu lillāhi rabbil `ālamīn

- َ‫َالرِحْي ِم‬
َّ ‫الر ْْح ِن‬
َّ Ar-rahmānir rahīm/Ar-rahmān ar-rahīm

Penggunaan huruf awal kapital untuk Allah hanya berlaku bila dalam tulisan Arabnya

memang lengkap demikian dan kalau penulisan itu disatukan dengan kata lain sehingga ada

huruf atau harakat yang dihilangkan, huruf kapital tidak dipergunakan.

Contoh:

- َ‫اهللَُ َغ ُف ْوٌر ََرِحْي ٌم‬ Allaāhu gafūrun rahīm


َِ ‫لِلّ ِهَا َلُمور‬
‫ََجْيػ ًعا‬ Lillāhi al-amru jamī`an/Lillāhil-amru jamī`an
- ُُْ

J. Tajwid

Bagi mereka yang menginginkan kefasihan dalam bacaan, pedoman transliterasi ini
merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan Ilmu Tajwid. Karena itu peresmian pedoman
transliterasi ini perlu disertai dengan pedoman tajwid.

xxiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pernikahan merupakan suatu ikatan yang sakral dan kuat untuk mewujudkan
keluarga yang kekal dan bahagia. Upaya mewujudkan semua itu diawali dengan adanya
kesiapan calon pengantin, salah satunya pendewasaan usia pernikahan. Kompilasi Hukum
Islam maupun Undang-Undang Perkawinan telah menentukan batas usia menikah bagi
laki-laki ataupun perempuan. Namun, sebab faktor-faktor tertentu yang dipandang
mendesak sehingga pernikahan dini dapat dilegalkan melalui pengajuan permohonan
dispensasi nikah ke Pengadilan Agama. Dispensasi Nikah memunculkan dilema tersendiri
terkait masalah perkawinan anak di Indonesia, yaitu melegalkan perkawinan anak dan atau
pelanggaran hak-hak anak.
Kompilasi Hukum Islam mengatur pembatasan usia nikah merupakan ketentuan
yang bersifat ijtihady. Dengan menggunakan metode mashlahah mursalah, ulama
Indonesia mencoba menarik suatu kebaikan dengan dibatasinya usia bagi pasangan yang
akan melangsungkan pernikahan. Sebab pernikahan bukan hanya sekedar akad yang
mencerminkan persoalan hubungan biologis saja, yaitu hubungan kelamin yang dikenal
dengan persetubuhan (persenggamaan) antara laki-laki (suami) dengan perempuan (istri),
seperti layaknya hubungan biologis yang dialkukan juga oleh hewan betina dan jantan,
tetapi juga ada konotasi lain, yaitu adanya hubungan psikis kejiwaan (kerohanian) serta
tingkah laku pasangan suami istri dibalik hubungan biologis itu. Dalam banyak hal
memang hubungan suami istri harus berbeda dengan hewan yang juga memiliki nafsu
syahwat. Hewan hanya memiliki naluri seks untuk seks, sedangkan manusia mempunyai
naluri seks untuk berketurunan sekaligus sebagai salah satu sarana penghambaan diri
kepada Allah SWT.1

1
Annisa Ulya, “Usia Ideal Perkawinan Perspektif Kompilasi Hukum Islam”, (Skripsi, Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Raden Intan Lampung, 2018), 58.

1
2

Batas usia perkawinan awalnya dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)


pasal 15 ayat (1) dan Undang-Undang perkawinan No. 1 Tahun 1974 sama-
sama menjelaskan bahwa calon suami berusia 19 tahun dan calon istri
sekurang-kurangnya berusia 16 tahun. KHI menetukan usia itu sebagai usia
kedewasaan untuk perkawinan bagi masyarakat muslim di Indonesia. Usia
perkawinan yang ditentukan dalam KHI yaitu dengan mengambil
pertimbangan nilai kemanfaatan dan kemaslahatan, serta berprinsip bahwa
calon suami dan istri harus sudah matang jasmani maupun rohani untuk
melangsungkan perkawinan. Selain nilai kemanfaatan dan kemaslahatan, kedua
calon mempelai harus sudah mencapai usia yang layak untuk melangsungkan
perkawinan agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa
berujung perceraian.
Aturan tersebut dipertimbangkan kembali dengan meninjau dari berbagai
aspek, baik dari segi pendidikan, ekonomi serta kesehatan. Sehingga batas usia
perkawinan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 direvisi menjadi
Undang-Undang perkawinan No. 16 Tahun 2019 yang menyebutkan bahwa
perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19
(sembilan belas) tahun.2 Usia pernikahan yang diatur dalam Undang-Undang
No. 16 Tahun 2019 ini dinilai sudah cukup matang untuk melangsungkan
perkawinan bagi calon mempelai.
Penulis menilai bahwa usia 16 tahun adalah usia yang terlalu dini untuk
merasakan dunia pernikahan. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
Pasal 1 ayat (1) menjelaskan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia
18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 3 Oleh
karena itu, mereka masih berhak mendapatkan hak-hak anak. Salah satunya
hak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya. Pernikahan anak dinilai merampas hak-hak anak, dimana
seharusnya usia dibawah 18 tahun menjadi usia emas untuk anak dalam

2
Pasal 7 Ayat (1)Undang-Undang No.16 tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
3
Pasal 1 ayat (1)Undang-Undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
3

menggali potensi diri dan mendapatkan pendidikan justru pernikahan anak


membawa mereka ke dunia perkawinan yang jelas-jelas belum waktunya.
Dampak pasti dari perkawinan anak adalah meningkatnya angka anak
yang putus sekolah karena perkawinan, tingginya angka kematian bayi, angka
KDRT, angka kematian ibu, meningkatnya pekerja anak, adanya upah rendah
sehingga menimbulkan kemiskinan, terganggunya kesehatan mental ibu dan
anak serta masih banyak dampak-dampak buruk lainnya dari perkawinan anak.
Hal inilah yang menjadikan perkawinan anak tetap menjadi permasalahan
serius di Indonesia.
Pemerintah juga membuat undang-undang yang mengatur tentang
dispensasi perkawinan yang diatur dalam Undang-Undang perkawinan No. 16
Tahun 2019 tentang perubahan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 Pasal 7 ayat
(2) yang menjelaskan bahwa apabila terjadinya penyimpangan terhadap
ketentuan umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang tua pihak pria
ataupun orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan
dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup.4
Adapun yang dimaksud dengan alasan sangat mendesak adalah keadaan tidak
ada pilihan lain dan sangat terpaksa harus dilangsungkan perkawinan,
sedangkan yang dimaksud dengan bukti-bukti pendukung yang cukup adalah
surat keterangan yang menyatakan bahwa usia calon mempelai masih dibawah
ketentuan Undang-Undang serta surat keterangan dari tenaga kesehatan sebagai
pendukung pernyataan orang tua bahwa perkawinan sangat mendesak untuk
dilaksanakan.
Dispensasi perkawinan ini justru menjadi dilema ditengah masyarakat,
pasalnya banyak masyarakat yang memanfaatkan dispensasi nikah ini sebagai
celah untuk melangsungkan perkawinan anak. Dispensasi nikah ini dianggap
menjadi celah legalisasi dan kanalisasi perkawinan anak jika tidak benar-benar
diperketat hanya dalam keadaan sangat darurat dengan syarat yang sangat
ketat. Hal ini perlu menjadi perhatian dari berbagai lapisan masyarakat
khususnya mengenai resiko pernikahan anak.

4
Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang No.16 tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
4

Badriyah Fayumi selaku Ketua Majelis Musyawarah Kongres Ulama


Perempuan Indonesia (KUPI) mengatakan bahwa tokoh agama berperan
penting dalam memberikan penjelasan kepada masyarakat mengenai dampak
negatif dari pernikahan anak, tentunya penjelasan tersebut didasari oleh kaidah
keilmuan dan agama yang seringkali disalah artikan oleh masyarakat. 5 Peneliti
sangat sepakat dengan pernyataan Ketua Majelis Musyawarah Kongres Ulama
Perempuan Indonesia bahwasanya tokoh agama mampu menjelaskan sejauh
mana mudharat dari perkawinan anak dibandingkan dengan manfaatnya. Tentu
mudharatnya jauh lebih besar.
Masyarakat banyak yang beranggapan bahwa perkawinan hanya sebagai
pelampiasan seksual atau upaya untuk menjauhi perzinahan semata. Padahal
mudharat dari perkawinan anak sangat berpengaruh terhadap masa depan anak-
anak mereka yang notabene adalah generasi penerus. Yaqut Cholil Qoumas
mengatakan pihaknya melalui Kantor Urusan Agama (KUA) sejauh ini telah
memberikan perhatian lebih terhadap upaya pernikahan anak. Beliau menyebut
seluruh jajaran KUA, terutama penghulu dan penyuluh tak henti-hentinya
mengedukasi masyarakat tentang resiko perkawinan anak. Yaqut mengaku
bahwa pihaknya masih mengalami kesulitan untuk menghentikan kebiasaan
masyarakat yang menikahkan anaknya terlalu dini. Apalagi jika anaknya sudah
mendapatkan dispensasi dari Pengadilan agama. Menurut peneliti tantangannya
bukan lagi pada petugas Kantor Urusan Agama yang menikahkan, tetapi
tantangan itu berupa kebiasaan masyarakat yang menikahkan anaknya terlalu
dini.6
Peneliti menilai bahwa perubahan usia minimum pernikahan untuk
menekan angka perkawinan anak belum memberikan pengaruh signifikan,
dilihat dari angka perkawinan anak walaupun mengalami penurunan dari tahun
ke tahun, namun angka perkawinan anak di Indonesia dinilai masih cukup
tinggi. Tingkat perkawinan anak bervariasi di berbagai wilayah di Indonesia.
5
Rezha Hadyan, “Mencari Solusi Pernikahan Anak yang Terus Naik di Tengah Pandemi”,
https://m.bisnis.com/amp/read/20210607/15/1402418/mencari-solusi-pernikahan-anak-yang-terus-
naik-di-tengah-pandemi. Diakses 16 Oktober 2021.
6
Rezha Hadyan, “Mencari Solusi Pernikahan Anak yang Terus Naik di Tengah Pandemi”,
https://m.bisnis.com/amp/read/20210607/15/1402418/mencari-solusi-pernikahan-anak-yang-terus-
naik-di-tengah-pandemi. Diakses 16 Oktober 2021.
5

Pada tahun 2019, Pengadilan Agama menerima 24.864 perkara dispensasi


kawin, hampir dua kali lipat dari tahun sebelumnya yaitu 13.800 perkara.
Jumlah ini sangat berbeda dengan angka di Pengadilan Negeri yang hanya
menerima 201 perkara dispensasi kawin. Angka perkara dispensasi kawin pada
tahun 2019 di Jawa Barat ditemukan melambung naik, dari semula 130 perkara
menjadi 898 perkara.7
Perkara dispensasi kawin dalam tujuh bulan pertama di tahun 2020
sebanyak 35.441 perkara dispensasi kawin yang diterima oleh Pengadilan
Agama /Mahkamah Syariah. Peneliti juga menemukan data perbandingan
jumlah perkara dispensasi kawin setelah perubahan Undang-Undang
Perkawinan pada tahun 2019 di Jawa Barat melambung tinggi, yang sebelum
adanya perubahan undang-undang tercatat 130 perkara berubah menjadi 898
perkara setelah adanya perubahan Undang-Undang.8 Kebanyakan korban dari
perkawinan anak adalah perempuan, anak perempuan yang berasal dari
keluarga yang berpendidikan rendah sehingga perempuan usia 20-24 tahun
yang menikah sebelum 18 tahun hampir 4 kali lebih besar kemungkinan tidak
dapat menyelesaikan sekolah tingkat menengah atas daripada mereka yang
menikah diatas usia 18 tahun. Perkawinan anak juga berpotensi mempersulit
akses anak perempuan terhadap pendidikan, akibatnya banyak perempuan yang
terjebak di siklus kemiskinan.
Data yang ditemukan peneliti bahwa 95 persen permohonan dispensasi
kawinyang diajukan ke Pengadilan dikabulkan oleh Hakim. Masyarakat
menganggap bahwa pernikahan anak dapat dilegalkan melalui dispensasi
pernikahan yang diajukan ke Pengadilan Agama. Kabupaten Kuningan
merupakan salah satu wilayah yang masih banyak terjadinya kasus perkawinan
anak. Peraturan dispensasi nikah diharapkan mampu menjadi solusi menekan
angka perkawinan anak, namun pada nyatanya belum dapat diterapkan sesuai

7
Mahkamah Agung Republik Indonesia, Buku Saku Pedoman Mengadili Permohonan
Dispensasi Kawin, (Jakarta:Mahkamah Agung Republik Indonesia bersama Indonesia Judicial
Research Society (IJRS), 2020), 7.
8
Mahkamah Agung Republik Indonesia, Buku Saku Pedoman Mengadili Permohonan
Dispensasi Kawin, 8.
6

dengan maksud dan tujuan. Hal ini dikarenakan dangkalnya ilmu pengetahuan
masyarakat mengenai resiko pernikahan anak.
Peneliti menemukan data bahwa pernikahan dini di Jawa Barat naik
selama pandemi, salah satunya tertulis didalam artikel yang diterbitkan oleh
Universitas Padjajaran yang berjudul Pernikahan Dini di Masa Pandemi,
didalamnya menjelaskan bahwa Jawa Barat salah satu provinsi penyumbang
angka perkawinan bawah umur tertinggi di Indonesia berdasarkan data Badan
Perencanaan dan Pembangunan Nasional tahun 2020.9 Berdasarkan uraian
diatas, Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di Pengadilan Agama
Kuningan karena Kabupaten Kuningan merupakan salah satu kota yang
termasuk kedalam Provinsi Jawa Barat, peneliti juga menilai bahwa
pertimbangan Majelis Hakim merupakan salah satu indikator penting dalam
menekan angka perkawinan anak. Penelitian ini berkaitan dengan Majelis
Hakim Pengadilan Agama Kuningan Dalam Mengabulkan Permohonan
Dispensasi Nikah Terkait Batasan Usia Pada Masa Pandemi Covid-19.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah
penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Identifikasi Masalah
a. Wilayah Kajian
Penelitian ini mengkaji tentang analisis Majelis Hakim Pengadilan
Agama Kuningan dalam pemberian dispensasi nikah pada masa pandemi
covid-19. Penelitian ini tergolong kepada wilayah kajian Hukum
Keluarga Islam Dalam Yurisprudensi Peradilan Agama.
b. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif
deskriptif. Penelitian kualitatif deskriptif adalah penelitian yang
menggunakan data kualitatif dan dijabarkan secara deskriptif. Dalam

9
Kantor Komunikasi Publik, “Pernikahan Dini di Indonesia Meningkat di Masa
Pandemi,” https://www.unpad.ac.id/2020/07/pernikahan-dini-di-indonesia-meningkat-di-masa-
pandemi/. Diakses 30 Oktober 2021.
7

penelitian ini penulis akan meneliti “Analisis Majelis Hakim Pengadilan


Agama Kuningan Dalam Pemberian Dispensasi Nikah Terkait Batasan
Usia Pada Masa Pandemi Covid-19” secara langsung kepada pegawai
pengadilan agama tersebut. Sehingga penulis mendapatkan data yang
akurat mengenai masalah yang di teliti.
c. Jenis Masalah
Jenis masalah dalam penelitian ini tentang majelis hakim
Pengadilan Agama Kuningan dalam mengabulkan permohonan
dispensasi nikah terkait batasan usia pada masa pandemi covid-19, apa
yang menjadi faktor Majelis Hakim dalam pemberian dispensasi nikah
terkait batasan usia pada masa pandemi covid-19.

2. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan masalah ini tidak melebar dengan kedangkalan teori
yang tidak memadai, maka batasan pembahasan dalam tulisan ini
disesuaikan dengan Analisis Majelis Hakim Pengadilan Agama Kuningan
dalam pemberian dispensasi nikah terkait batasan usia pada masa pandemi
covid-19. Tulisan ini membahas tentang analisis Majelis Hakim Pengadilan
Agama Kuningan terkait batasan usia hanya pada masa pandemi covid-19.

3. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan
masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
a. Apa Faktor yang menyebabkan tingginya perkara dispensasi nikah terkait
batasan usia pada masa pandemi covid-19 di Pengadilan Agama
Kuningan?
b. Apa Faktor Majelis Hakim Pengadilan Agama Kuningan dalam
memberikan dispensasi nikah terkait batasan usia pada masa pandemi
covid-19?
c. Apakah Pemberian Dispensasi Nikah Terkait Batasan Usia Merujuk
Dalam Konsep Terbaik Bagi Anak?
8

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian yang ingin
dicapai adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui faktor penyebab tingginya perkara dispensasi nikah
terkait batasan usia di Pengadilan Agama Kuningan.
2. Untuk mengetahui Faktor Majelis Hakim Pengadilan Agama Kuningan
dalam pemberian dispensasi nikah terkait batasan usia pada masa pandemi
covid-19.
3. Untuk mengetahui pemberian dispensasi nikah terkait batasan usia merujuk
dalam konsep terbaik bagi anak.

D. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini penulis berharap akan memberikan manfaat
sebagai berikut:
1. Manfaat secara teoritis
a. Menambah pengetahuan bagi penulis sekaligus sebagai pelaksanaan
tugas akademik yaitu untuk melengkapi salah satu syarat mengikuti ujian
seminar proposal.
b. Memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang majelis hakim
pengadilan agama dalam pemberian dispensasi perkawinan dalam masa
pandemi.
2. Manfaat secara praktis
a. Menjadi bahan masukan maupun referensi bagi pemerintah pusat atau
daerah untuk majelis Hakim pengadilan agama dalam memberikan
dispensasi nikah di waktu yang akan datang.
b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan dapat
digunakan sebagai referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya.
9

E. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran adalah model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah
yang penting.10 Kompilasi Hukum Islam definisi dari perkawinan adalah
pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk
mentaati perintah Allah dan melaksanakannnya merupakan ibadah,11
sedangkan definisi perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan No.1
Tahun 1974 bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang
priadengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia yang kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.12
Perkawinan dari beberapa pengertian diatas maka penulis memahami
bahwa perkawinan adalah akad yang sangat kuat dengan tujuan membentuk
keluarga yang kekal dan bahagia, sehingga perlu adanya kesiapan dari calon
mempelai, salah satunya pendewasaan usia perkawinan. Seperti memenuhi
batas usia yang telah diatur dalam Undang-Undang Perkawinan maupun
Kompilasi Hukum Islam yaitu 19 (sembilan belas) tahun bagi calon mempelai
laki-laki maupun perempuan.
Peneliti menemukan dampak negatif dari pernikahan dini diantaranya
dari sisi kesehatan, pendidikan, ataupun kehilangan masa remajanya. Dari sisi
kesehatan yang sangat berisiko adalah perempuan, hamil disaat usia masih
muda sangat berbahaya ntuk kesehatan rahim maupun persalinan. Adapun dari
sisi pendidikan tentunya dengan menikah muda akan mengorbankan
pendidikan, yang seharusnya di usia muda masih berhak mendapatkan

10
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kulitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2016),
60.
11
Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam Bab 2 tentang Dasar-Dasar Perkawinan.
12
Pasal 7 Ayat 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
10

pendidikan dan mewujudkan impian, namun harus bergelut dengan urusan


rumah tangga yang belum waktunya.13
Dispensasi nikah diperlukan bagi calon mempelai yang belum berumur
19 tahun, sebagaimana diatur dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 15 ayat (2)
menjelaskan bahwa bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun
harus mendapati izin sebagaimana yang diatur dalam pasal 6 ayat (2),(3),(4)
dan (5) UU No.1 Tahun 1974.14 Dalam Undang-Undang Perkawinan No.1
Tahun 1974 pasal 7 ayat (2) menjelaskan bahwa dalam hal penyimpangan
terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau
pejabat lain, yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak
wanita.15 Peneliti memahami bahwa bagi calon mempelai laki-laki ataupun
perempuan yang belum memenuhi batas usia minimal menikah dapat
melangsungkan pernikahan dengan mengajukan dispensasi ke Pengadilan,
dikarenakan calon mempelai belum memenuhi syarat berperkara maka yang
mengajukan dispensasi ke Pengadilan adalah orang tua dari pihak laki-laki
ataupun perempuan.
Pelaksanaan teknis ketentuan Undang-Undang tersebut diatur dalam
Peraturan Menteri Negara No.3 Tahun 1975 pasal 13 ayat (1),(2), dan (3).
Didalam aturan Peraturan Menteri Negara selain pengajuan dispensasi nikah
diajukan oleh orang tua calon mempelai laki-laki maupun perempuan,
Peraturan Menteri Negara juga mengaturPengadilan Agama setelah memeriksa
persidangan dan berkeyakinan bahwa terdapat hal-hal yang memungkinkan
untuk memberikan dispensasi tersebut, maka Pengadilan Agama memberikan
dispensasi nikah dengan suatu penetapan.16 Dalam hal ini peneliti menilai
bahwa Majelis Hakim mempunyai peranan penting dalam menekan angka
perkawinan di bawah umur.
Indonesia mempunyai masalah yang cukup serius dalam menghadapi
perkawinan anak, peneliti menemukan data bahwa selama pandemi covid
13
Nginayatul Khasanah, Pernikahan Dini Masalah dan Problematika, (Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2017), 59.
14
Pasal 15 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam tentang Rukun dan Syarat Perkawinan
15
Pasal 7 Ayat (2) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
16
Abdul Munir, “Dampak Dispensasi Nikah Terhadap Eksistensi Pernikahan (Studi
Analisis di Pengadilan Agama Kendal),” (Tesis, IAIN Walisongo, 2011), 41.
11

perkawinan anak melonjak naik melalui dispensasi ke Pengadilan Agama.


Dispensasi nikah tidak akan menjadi celah legalisasi pernikahan anak jika
benar-benar diperketat dan hanya dalam keadaan yang sangat darurat dengan
syarat yang ketat. Peneliti juga mengamati di beberapa Kantor Urusan Agama
di Kabupaten Kuningan bahwa pernikahan anak memiliki angka yang cukup
tinggi khususnya di masa pandemi covid-19.
Kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1: Kerangka Pemikiran

Analisis Majelis Hakim Pengadilan Agama Kuningan


Dalam Pemberian Dispensasi Nikah Terkait Batasan
Usia Pada Masa Pandemi Covid-19

Faktor yang Majelis Hakim Pemberian


menyebabkan Pengadilan Agama
Dispensasi Nikah
tingginya perkara Kuningan dalam
dispensasi nikah memberikan dispensasi Terkait Batasan
terkait batasan nikah terkait batasan Usia Merujuk
usia pada masa usia pada masa
pandemi covid-19 pandemi covid-19 Dalam Konsep
Terbaik Bagi Anak

F. Literatur Review
Penelitian terdahulu (Literatur Review) dibuat dengan tujuan untuk
menghindari anggapan kesamaan dengan penelitian ini dan berisi penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya. Studi tentang dispensasi nikah sudah
banyak dilakukan oleh mahasiswa, secara umum mereka meninjau efektifitas
undang-undang yang mengatur permohonan dispensasi nikah. Berdasarkan
hasil penelusuran Peneliti, ada beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan
dengan judul penelitian penulis saat ini antara lain sebagai berikut:
1. Hasil penelitian Kamarudin dan Ita Sofia (2020) yang berjudul Dispensasi
Nikah Dalam Perspektif Hukum Islam, Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 dan Kompilasi Hukum Islam. Metode penelitian ini menggunakan
12

metode penelitian kualitatif dengan sumber data primer dari Undang-


Undang Perkawinan, Kitab Fiqh dan Kompilasi Hukum Islam sedangkan
data sekunder diambil dari buku-buku, jurnal, majalah yang terkait dengan
dispensasi nikah. Hasil penelitian ini menemukan bahwa Hukum Islam tidak
mengatur khusus dispensasi nikah karena mayoritas ulama hanya
menyebutkan baligh sebagai syarat nikah dan tidak menentukan usia
perkawinan, sedangkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam mengatur ketat perkara
perkawinan di bawah umur, yaitu harus melalui mekanisme sidang
pengadilan untuk mendapatkan izin dispensasi perkawinan.17 Persamaan
penelitian terdahulu diatas dengan penelitian yang akan penulis lakukan
adalah sama-sama membahas tentang dispensasi nikah, sedangkan
permasalahan yang akan diteliti berbeda, permasalahan yang dikaji di
penelitian terdahulu adalah perspektif hukum islam, Undang-Undang
Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam tentang dispensasi nikah,
sedangkan permasalahan yang dikaji peneliti saat ini adalah menganalisis
hakim dalam memberikan dispensasi nikah khususnya di masa pandemi
covid-19.
2. Penelitian dalam bentuk jurnal dilakukan oleh Sonny Dewi Judiasih,
Susilowati Suparto, Anita Afriana dan Deviana Yuanitasari, penulis adalah
dosen Fakultas Hukum, Universitas Padjajaran (2017) dengan judul
Dispensasi Pengadilan: Telaah Penetapan Pengadilan Atas Permohonan
Perkawinan Di Bawah Umur. Penelitian ini dilakukan secara yuridis
normatif. Hasil dalam penelitian ini disimpulkan bahwa dispensasi untuk
melakukan perkawinan masih di bawah umur, merupakan kopetensi absolut
dari Pengadilan Agama untuk orang beragama Islam dan Pengadilan Negeri
untuk orang non muslim. Mengingat pihak yang melangsungkan
perkawinan masih di bawah umur, maka permohonan dispensasi diajukan
oleh orang tua. Atas dasar pertimbangan Hakim maka Hakim majelis akan

17
Kamarusdiana, Ita Sofia, “Dispensasi Nikah Dalam Perspektif Hukum Islam, Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam,” Jurnal: Sosial dan Budaya Syar’i
7:1 (Februari 2020): 1-16.
13

menolak atau mengabulkan permohonan tersebut dalam bentuk penetapan.18


Penulis sama-sama mengangkat topik tentang penetapan Pengadilan,
sedangkan permasalahan yang dikaji berbeda. Penelitian terdahulu mengkaji
pelaksanaan dispensasi dan penelaahan beberapa penetapan dispensasi
ditinjau dari hukum acara perdata di Pengadilan Agama maupun Pengadilan
Negeri. Sedangkan permasalahan yang akan dikaji oleh penulis adalah
pertimbangan majelis Hakim di Pengadilan Agama Kuningan
3. Skripsi Dany Nur Madinah (2021) dengan judul Dispensasi Kawin Di
Pengadilan Agama Banjarnegara Kelas 1A Pasca Perubahan Undang-
Undang Perkawinan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penyebab
tingginya permohonan dispensasi kawin dan pertimbangan hukum hakim
dalam mengabulkan permohonan dispensasi kawin. Penelitian ini
menggunakan metode pustaka dengan pendekatan yuridis normatif. Adapun
bahan hukum primer yang digunakan adalah Undang-Undang No.16 Tahun
2019 tentang perubahan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan. Sumber data primer berupa berkas penetapan dispensasi kawin
di Pengadilan Agama Banjarnegara. Sedangkan data sekunder berupa
wawancara hakim, peraturan perundang-undangan, buku-buku serta karya
ilmiah yang berkaitan dengan berkas penelitian. Data tersebut dianalisis
menggunakan metode deskriptif-analitis. Hasil dari penelitian menunjukan
bahwa penyebab permohonan dispensasi kawin terdapat pada alasan
pemohon mengajukan dispensasi kawin. Pertimbangan hukum hakim dalam
mengabulkan permohonan dengan alasan: (1) sudah lamaran berdasarkan
pada Undang-Undang Perkawinan yang berlaku pada saat lamaran, (2)
alasan khawatir apabila tidak melangsungkan perkawinan didasarkan hadist
tentang al-baah, dan (3) calon mempelai yang sudah hamil didasarkan pada
ketentuan KHI yang membolehkan perkawinan pada saat wanita hamil.19
Persamaan penelitian terdahulu diatas dengan penelitian yang dilakukan

18
Sonny Dewi Judiasih dkk, “Dispensasi Pengadilan : Telaah Penetapan Pengadilan Atas
Permohonan Perkawinan Di Bawah Umur,” Jurnal: Hukum Acara Perdata 3:2 (Desember 2017):
1-17.
19
Dany Nur Madinah, “Dispensasi Kawin Di Pengadilan Agama Banjarnegara Kelas 1A
Pasca Perubahan Undang-Undang Perkawinan,” (Skripsi, Fakultas Syariah IAIN Purwokerto,
2021), 26.
14

penulis adalah sama-sama mengangkat topik dispensasi perkawinan. Akan


tetapi permasalahan yang diteliti berbeda, permasalahan yang dikaji
penelitian terdahulu adalah penyebab tingginya permohonan dispensasi
kawin, sedangkan pada penelitian ini, mengkaji tentang Majelis Hakim
Dalam Mengabulkan Permohonan Dispensasi Kawin Terkait Batasan Usia
Di Masa Pandemi.
4. Skripsi Abdul Halim (2021) dengan judul Studi Kasus Pemberian
Dispensasi Nikah Oleh Pengadilan Agama Pekanbaru. Penelitian ini
dilakukan untuk mengupas tentang permohonan dispensasi nikah di
Pekanbaru pada tahun 2019. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif
analisis. Adapun hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa faktor yang
melatarbelakangi permohonan dispensasi nikah yaitu sudah dalam kondisi
hamil dan latar belakang kekhawatiran orang tua terhadap anaknya yang
berpacaran terlalu lama dan dekat akan melanggar norma syari‟at agama.20
Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan penulis
adalah sama-sama mengangkat topik dispensasi nikah di Pengadilan Agama,
akan tetapi peneliti lebih fokus pada saat masa pandemi covid.
5. Skripsi Muqaffi Ahmad (2021) dengan judul Problematika Pemberlakuan
Dispensasi Nikah Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang
Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Terhadap Upaya Pencegahan Pernikahan Anak. Penelitian ini bertujuan
untuk mengungkap problematika dan hukum pemberlakuan dispensasi nikah
dan aturan persinggungan antara pemberlakuan Dispensasi Nikah dengan
Asas dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian hukum secara normatif dengan pendekatan
undang-undang (statute approach), skripsi ini menyandingkan kedua pasal
yang tampak tidak sinkron dari dua UU yang dimaksud dan analisis
hukumnya.21 Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang

20
Abdul Halim, “Study Kasus Pemberian Dispensasi Nikah Oleh Hakim Pengadilan Agama
Pekanbaru,” (Skripsi, UIN Sultan Syarif Kasim Riau, 2021), 1.
21
Ahmad Muqaffi, “Problematika Pemberlakuan Dispensasi Nikah Dalam Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan Terhadap Upaya Pencegahan Pernikahan Anak,” (Skripsi, UIN Antasari Banjarmasin,
2021), 1.
15

dilakukan penulis adalah sama-sama mengangkat topik dispensasi nikah,


akan tetapi peneliti hanya fokus pada perkara yang terjadi pada masa
pandemi covid dan hanya di Pengadilan Agama.

G. Metodologi Penelitian
Penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif dalam
penulisan penelitian ini. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum
yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder.22
Penelitian hukum normatif juga didefinisikan oleh Peter Mahmud Marzuki
dalam bukunya yang berjudul Penelitian Hukum bahwa penelitian hukum
normatif adalah suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-
prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum
yang dihadapi.23 Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif
penulis berharap mampu menganalisis Majelis Hakim dalam mengabulkan
permohonan dispensasi kawin dalam masa pandemi covid-19.

1. Metode dan Pendekatan Penelitian


a. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yaitu jenis
penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik
atau bentuk hitungan lainnya.24 Atau penelitian kualitatif adalah penelitian
yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis. Proses dan
makna lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. landasan teori
dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di
lapangan.25 Tujuan dari penelitian kualitatif yaitu yang pertama, untuk
menggambarkan dan megungkap dan yang kedua untuk menggambarkan
dan menjelaskan.
b. Pendekatan Penelitian

22
Soerjono Soekanto & Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2003), 13.
23
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta:Kencana Prenada,2010), 35.
24
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), 2.
25
Syafnidawati, “Penelitian Kualitatif,” https://raharja.ac.id/2020/10/29/penelitian-
kualitatif/#:~:text=Penelitian%20kualitatif%20adalah%20penelitian%20yang,sesuai%20dengan%
20fakta%20di%20lapangan. Diakses 13 Oktober 2021.
16

Penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif.


Penelitian kualitatif deskriptif adalah penelitian yang menggunakan data
kualitatif dan dijabarkan secara deskriptif. Dalam penelitian ini penulis akan
“Menganalisis Majelis Hakim Dalam Mengabulkan Permohonan Dispensasi
Kawin Terkait Batasan Usia Pada Masa Pandemi Covid-19” secara
langsung kepada pegawai Pengadilan Agama tersebut, dengan melakukan
wawancara kepada Majelis Hakim Pengadilan Agama Kuningan. Sehingga
penulis mendapatkan data yang akurat mengenai masalah yang di teliti.

2. Sumber Data
Sumber data adalah subyek dari mana data diperoleh.Data dalam
penelitian ini tergolong menjadi dua jenis yaitu, sumber data primer dan
sekunder.
a. Data primer adalah suatu data yang berasal dari pihak yang bersangkutan
atau langsung diperoleh dari responden yaitu pihak pengusaha dan aparat
pemerintahan.26 Data primer dalam penelitian ini adalah data hasil
wawancara mendalam dengan ketua pengadilan, observasi langsung dan
dokumentasi.
b. Data sekunder adalah sumber data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak
langsung diperoleh oleh peneliti dan subyek penelitiannya. 27 Data
sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari buku-buku, jurnal dan
sumber data lainnya yang berhubungan dengan pembahasan judul
proposal ini.

3. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis
dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan
data.28 Oleh karena itu untuk mendapatkan data yang valid dan bisa
dipertanggungjawabkan, maka penulis megumpulkan data melalui:
a. Wawancara

26
Suharsimi Arikunto, Metode Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), 1.
27
Saifudi Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), 91.
28
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kulitatif, dan R&D, 224.
17

Wawancara penelitian ditujukan untuk mendapatkan informasi dari


satu sisi saja, oleh karena itu hubungan asimetris harus tampak.
Wawancara yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara
semi-struktur. Dimana dalam pelaksanaan wawancara ini lebih bebas bila
dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari peneliti
menggunakan metode ini supaya menemukan permasalahan secara lebih
terbuka tanpa menghilangkan poin-poin penting permasalahan yang
diteliti.
b. Dokumentasi
Menurut Sulistyo Basuki Dokumentasi adalah pekerjaan
mengumpulkan, menyusun, dan mengelola dokumen-dokumen literer
yang mencatat semua aktivitas manusia dan yang dianggap berguna
untuk dijadikan bahan keterangan dan penerangan mengenai berbagai
soal.29 Dokumentasi yang digunakan peneliti dalam penelitian ini berupa
catatan, buku-buku, foto atau video yang ditemukan peneliti di lapangan.

4. Teknik Analisis Data


Menurut Noeng Muhadjir pengertian analisis data adalah upaya
mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara,
dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang
diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain. Sedangkan
untuk meningkatkan pemahaman tersebut analisis perlu dilanjutkan dengan
berupaya mencari makna.30 Teknik analisis data dalam penelitian ini
dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus dalam
setiap tahapan penelitian sampai selesai. Adapun proses analisis data
penelitian ini mengguanakan tiga cara yang dilakukan secara bersamaan,
yaitu sebagai berikut:
a. Reduksi Data

29
Muryanto, “Dokumentasi: Pengertian dan Reduksi Pemaknaannya Kini,”
https://sambiroto.ngawikab.id/2020/11/dokumentasi-pengertian-dan-reduksi-pemaknaannya-kini/.
Diakses 16 November 2021.
30
Ahmad Rijali “Analisis Data Kualitatif”, Jurnal: Alhadharah, 17:33 (Juni 2018):1-84.
18

Pada umumnya data kualitatif sangat banyak maka peneliti perlu


melakukan reduksi data. Reduksi data merupakan pemilihan hal-hal
pokok, merangkum data, hingga didapatkan kesimpulan yang sederhana.
b. Penyajian Data
Penyajian data kualitatif biasanya berbentuk teks naratif, grafik,
matriks, jaringan ataupunn bagan. Melalui penyajian data tersebut,
membuat data semakin tersusun dalam pola berhubungan sehingga
mudah dipahami.
c. Verifikasi atau Penyimpulan Data
Tahap terakhir adalah melakukan penyimpulan data, penyimpulan
data harus berisi tentang informasi-informasi penting dalam penelitian.

5. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Agama Kuningan, tepatnya di Jl.
Perjuangan No.63, Ancaran, Kecamatan Kuningan, Kabupaten Kuningan,
Provinsi Jawa Barat.

H. Sistematika Penulisan
Supaya mempermudah pembahasan dan penulisan skripsi ini, maka
peneliti menyusun penulisan skripsi ini dengan sistematika sebagai berikut:
1. Bab Kesatu: Pendahuluan
Memberi gambaran isi dan bentuk penelitian yang berisi latar
belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, tinjauan pustaka, penelitian terdahulu, kerangka berfikir, metode
penelitian dan sistematika penulisan.
2. Bab Kedua: Tinjauan Umum Tentang Dispensasi Perkawinan
Menguraikan landasan teori yang di dalamnya berisikan sub bab
berikut, Dispensasi Perkawinan dari mulai pengertian, dasar hukum,
prosedur hingga manfaat dispensasi perkawinan, putusan Majelis Hakim
baik tujuan serta akibat putusan, dan pandemi Covid.
3. Bab Ketiga: Gambaran Umum Pengadilan Agama Kuningan
19

Berisi tentang profil Pengadilan Agama Kuningan, meliputi sejarah,


wilayah dan kedudukan Pengadilan Agama Kuningan serta contoh putusan
perkara dispensasi perkawinan.
4. Bab Keempat: Analisis Majelis Hakim Pengadilan Agama Kuningan Dalam
Memberikan Dispensasi Nikah Terkait Batasan Usia Pada Masa Pandemi
Covid-19
Membahas tentang Majelis Hakim Pengadilan Agama Kuningan
Dalam Mengabulkan Permohonan Dispensasi Perkawinan Terkait Batasan
Usia Pada Masa Pandemi Covid-19. Bab ini membahas hasil penelitian
diantaranya faktor penyebab tingginya perakara dispensasi nikah terkait
batasah usia, bagaimana majelis hakim dalam mengabulkan permohonan
dispensasi perkawinan terkait batasan usia pada masa pandemi covid-19 di
Pengadilan Agama Kuningan dan apakah pemberian dispensasi nikah ini
sudah merujuk kepada konsep terbaik bagi anak.
5. Bab Kelima: Penutup
Berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasan yang
telah dilakukan pada bab keempat sebagai jawaban singkat atas
permasalahan yang diteliti. Penulis juga akan menyampaikan saran terhadap
hasil penelitian yang telah selesai diteliti.
BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG DISPENSASI PERKAWINAN

A. Dispensasi Perkawinan
1. Pengertian Perkawinan
Perkawinan secara umum berasal dari kata kawin, dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia pengertian kawin adalah perjodohan laki-laki dan
perempuan menjadi suami istri atau membentuk keluarga dengan lawan
jenis.31 Definisi perkawinan dalam hukum positif salah satunya dijelaskan
dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 1 perkawinan adalah ikatan
lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.32

Perkawinan atau pernikahan berasal dari bahasa arab yaitu kata nikah
dan zawaj, kedua kata ini lebih dikenal dan dipakai dalam kehidupan sehari-
hari serta banyak terdapat dalam Al-Qur‟an dan Hadist. Menurut istilah kata
nikah berarti bergabung, hubungan kelamin dan juga bisa berarti sebagai
akad. Imam Syafi‟i berpendapat bahwa kata nikah berarti akad dalam arti
yang hakiki dan juga dapat berarti hubungan kelamin dalam arti yang
majazi, pengertian kata nikah dalam arti majazi ini sebenarnya memerlukan
penjelasan diluar dari kata nikah itu sendiri. Dikatakan dalam kitab al-
Mahally bahwa Imam Syafi‟i juga berpendapat pengertian nikah secara
terminologi adalah akad atau perjanjian yang mengandung maksud
membolehkan hubungan kelamin dengan menggunakan lafadz na-ka-ha
atau za-wa-ja, definisi tersebut melihat kepada hakikat dari akad apabila
dihubungkan dengan kehidupan yang berlaku setelahnya.33

31
Suharsono dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Lux, (Semarang:
Widya Karya, 2011), 230.
32
Pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
33
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media,
2009), 35-37.

20
21

Menurut Wirjono Prodjodikoro definisi perkawinan adalah suatu hidup


bersama dari seorang laki-laki dan seorang perempuan yang memenuhi
syarat-syarat yang termasuk dalam peraturan perkawinan. Sedangkan
menurut Nani Suwondo pengertian perkawinan adalah suatu tindakan
hukum yang yang dilakukan dengan maksud akan hidup bersama dengan
kekal antara dua orang yang berjenis kelamin berbeda serta dilangsungkan
menurut cara-cara yang ditetapkan pemerintah. Adapun menurut R.
Sardjono definisi perkawinan adalah ikatan lahir batin berarti bahwa para
pihak yang bersangkutan karena perkawinan itu sangat formil merupakan
suami isteri baik bagi mereka dalam hubungannya dengan masyarakat
luas.34

Berdasarkan definisi perkawinan yang dikemukakan di atas maka


dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian perkawinan memiliki beberapa
unsur, yaitu:

1. Ikatan lahir batin;


2. Terjadi antara seorang laki-laki dan perempuan;
3. Sebagai suami dan isteri;
4. Membentuk rumah tangga (keluarga) yang kekal dan bahagia;
5. Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 35
Definisi nikah yang sudah dijelaskan di atas memberikan pemahaman
kepada Peneliti sehingga bisa menyimpulkan bahwa pengertian nikah
adalah suatu akad yang menjadikan sepasang laki-laki dan perempuan
menjadi pasangan suami istri yang sah dan membentuk keluarga yang
bahagia serta abadi, akibat dari akad tersebut membuat perbuatan-perbuatan
yang biasanya dilarang sebelum menikah menjadi diperbolehkan setelah
menikah bahkan bernilai pahala, contohnya berhubungan kelamin.

34
Zaeni Asyhadie, dkk. Hukum Keluarga Menurut Hukum Positif di Indonesia, (Depok: PT
Raja Grafindo Persada, 2020), 32.
35
Zaeni Asyhadie, dkk. Hukum Keluarga Menurut Hukum Positif di Indonesia, 33.
22

2. Pengertian Dispensasi Perkawinan


Dispensasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu
pembebasan dari suatu kewajiban atau larangan, suatu pengecualian dari
aturan karena adanya pertimbangan yang khusus, adapun perkawinan
berasal dari kata kawin yang berarti membentuk keluarga dengan lawan
jenis. Sedangkan pengertian dispensasi perkawinan adalah perkawinan yang
dilakukan oleh calon mempelai laki-laki atau perempuan yang usianya
belum cukup untuk menikah sesuai dengan peraturan.36

Pengertian dispensasi nikah menurut hukum positif adalah pemberian


hak kepada seseorang untuk menikah meski belum mencapai batas
minimum usia pernikahan. Artinya, seseorang boleh menikah diluar
ketentuan Undang-Undang jika dan hanya keadaan “menghendaki” dan
tidak ada pilihan lain (ultimum remedium). Keadaan “menghendaki” yang
dimaksud adalah adanya alasan mendesak atau suatu keadaan tidak ada
pilihan lain dan sangat terpaksa untuk tetap dilangsungkan pernikahan
tersebut. Bagi pemeluk agama Islam menjadi kewenangan Pengadilan
Agama dan kewenangan Pengadilan Negeri untuk negara lain.37

Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 tentang perubahan Undang-


Undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 7 Ayat (1) yang mengatur batasan usia
perkawinan bagi laki-laki maupun perempuan sekurang-kurangnya berusia
19 tahun. Perkawinan tidak dapat dilangsungkan apabila calon mempelai
laki-laki maupun perempuan kurang dari usia yang ditetapkan pemerintah
kecuali mengajukan dispensasi ke Pengadilan.

Dispensasi kawin merupakan suatu upaya bagi calon mempelai yang


ingin menikah namun usianya belum mencukupi batas usia untuk menikah
yang ditetapkan oleh pemerintah. Sehingga orang tua yang anaknya belum
cukup umur untuk menikah dapat mengajukan dispensasi nikah ke

36
Suharsono dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Lux, 124.
37
Afif Zakiyudin, “Menakar Potensi Dispensasi Nikah Pasca Revisi UU Perkawinan”,
https://pa-kajen.go.id/v3/artikel/menakar-potensi-dispensasi-nikah-pasca-revisi-uu-perkawinan.
Diakses 13 Desember 2021.
23

Pengadilan Agama melalui proses persidangan terlebih dahulu untuk


mendapatkan dispensasi kawin. Sederhananya dispensasi kawin ini
merupakan kelonggaran hukum bagi calon mempelai yang tidak memenuhi
syarat sah perkawinan secara hukum positif. Oleh karena itu pemerintah
memberikan kewenangan kepada Pengadilan untuk memberikan dispensasi
nikah melalui persidangan.38

3. Dasar Hukum Dispensasi Perkawinan


Dasar perkawinan kedua calon mempelai harus berusia minimalnya 19
tahun bagi laki-laki ataupun perempuan sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. Pernikahan tidak
dapat dilaksanakan apabila calon mempelai laki-laki ataupun perempuan
belum memenuhi batas usia yang ditentukan. Namun, apabila calon
pengantin menghadapi keadaan yang sangat mendesak maka orang tua dari
pihak salah satu calon mempelai boleh mengajukan dispensasi ke
Pengadilan Agama, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perkawinan
No.1 Tahun 1974 Pasal 7 Ayat (2) yang berbunyi:

“Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta
dispensasi kepada Pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua
orang tua pihak pria maupun pihak wanita”.39

Pasal di atas mengandung makna bahwa pernikahan dibawah umur


bisa tetap dilaksanakan dengan syarat mengajukan dispensasi ke Pengadilan
dan dengan alasan yang sangat mendesak sehingga pernikahan harus tetap
dilaksanakan. Alasan-alasan tersebut harus benar-benar dibuktikan dan tidak
sekedar klaim. Dalam Undang-Undang Perkawinan yang baru, telah
berusaha mengakomodir dengan keharusan adanya bukti-bukti yang cukup,
diantaranya surat keterangan tenaga kesehatan yang mendukung pernyataan
orang tua bahwa perkawinan tersebut mendesak dilakukan dan surat

38
Ningsih, “Dispensasi Nikah.” http://www.pa-pulangpisau.go.id/berita/arsip-artikel-
pengadilan/1710-dispensasi-nikah Diakses 10 Desember 2021.
39
Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
24

keterangan usia calon mempelai yang masih dibawah ketentuan Undang-


Undang.

4. Prosedur Perkara Dispensasi Perkawinan


Proses mengadili perkara dispensasi kawin belum diatur secara rinci
dan tegas dalam peraturan perundang-undangan dan demi kelancaran
penyelenggaraan peradilan, maka Ketua Mahkamah Agung Republik
Indonesia menetapkan PERMA Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2019
tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin. Apabila
Orang Tua telah bercerai, maka perkara dapat diajukan oleh kedua Orang
Tua, atau salah satunya yang memiliki kuasa asuh anaknya berdasarkan
putusan Pengadilan, permohonan dispensasi kawin dapat diajukan juga oleh
salah satu Orang Tua apabila calon mempelai yang Orang Tuanya tidak
diketahui keberadaannya atau telah meninggal dunia. Permohonan
dispensasi kawin dapat diajukan oleh Wali apabila kedua Orang Tua telah
meninggal dunia atau tidak diketahui keberadaannya, namun apabila Orang
Tua atau Wali berhalangan maka permohonan dispensasi kawin dapat
diajukan oleh kuasa hukum berdasarkan surat kuasa dari Orang Tua atau
Wali sesuai peraturan perundang-undangan.40

Perkara Anak dan Orang Tua atau Wali terdapat perbedaan agama,
maka permohonan dispensasi kawin diajukan ke Pengadilan sesuai dengan
agama anak.41 Apabila calon mempelai masih dibawah batas usia
perkawinan, maka permohonan dispensasi kawin untuk masing-masing
calon mempelai diajukan ke Pengadilan yang sama sesuai dengan domisili
salah satu Orang Tua atau Wali dari kedua calon suami atau isteri.42

40
Pasal 6 Peraturan Mahkamah Agung No. 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili
Permohonan Dispensasi Kawin
41
Pasal 7 Peraturan Mahkamah Agung No. 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili
Permohonan Dispensasi Kawin.
42
Pasal 8 Peraturan Mahkamah Agung No. 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili
Permohonan Dispensasi Kawin.
25

Pemohon harus melengkapi syarat administrasi dalam pengajuan


permohonan dispensasi kawin, syarat yang harus dipenuhi adalah sebagai
berikut: surat permohonan; fotokopi Kartu Tanda Penduduk kedua Orang
Tua/Wali; fotokopi Kartu Keluarga; fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau
Kartu Identitas Anak atau akta kelahiran anak; fotokopi Kartu Tanda
Penduduk atau Kartu Identitas Anak dan atau akta kelahiran calon
suami/istri; dan fotokopi Ijazah Pendidikan terakhir anak dan atau Surat
Keterangan Masih Sekolah dari sekolah anak.43 Pada sumber lain
menjelaskan bahwa syarat mengajukan dispensasi kawin harus melampirkan
surat keterangan atau pengantar dari Kepala Desa atau Kelurahan yang
berisi pernyataan akan mengurus dispensasi kawin dan surat penolakan dari
Kantor Urusan Agama setempat.44 Apabila syarat administrasi yang
disyaratkan tidak dapat dipenuhi maka dapat menggunakan dokumen
pengganti yang menjelaskan tentang identitas Orang Tua/Wali, identitas
calon mempelai, dan status pendidikannya.45

Panitera akan memeriksa persyaratan administrasi yang diserahkan


oleh pemohon, apabila syarat administrasi belum terpenuhi maka panitera
akan mengembalikan permohonan dispensasi kawin kepada pemohon untuk
dilengkapi, namun apabila syarat administrasi telah lengkap panitera akan
mendaftarkan permohonan dispensasi kawin ke dalam register, setelah
membayar panjar biaya. Apabila pemohon tidak mampu membayar biaya
perkara, maka pemohon dapat mengajukan permohonan dispensasi kawin
secara cuma-cuma (prodeo).46

Adapun langkah-langkah pengajuan pembebasan biaya perkara


sebagaimana diatur dalam PERMA pasal 9 No. 1 Tahun 2014 adalah
sebagai berikut:

43
Pasal 5 Ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung No. 5 Tahun 2019 tentang Pedoman
Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin.
44
https://pa-baturaja.go.id/index.php/layanan-publik/prosedur-berperkara/syarat-
mengajukan-perkara Diakses 23 Desember 2021.
45
Pasal 5 Ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung No. 5 Tahun 2019 tentang Pedoman
Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin.
46
Pasal 9 Peraturan Mahkamah Agung No. 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili
Permohonan Dispensasi Kawin.
26

1. Pemohon atau Termohon menulis pengajuan pembebasan biaya perkara


sebelum sidang pertama
2. Panitera akan memeriksa kelayakan pembebasan biaya perkara dan
ketersediaan anggaran pengadilan. Jika anggaran MA tidak tersedia,
maka kasus tersebut dapat didaftarkan sebagai kasus prodeo murni
3. Ketua Pengadilan berwenang melakukan pemeriksaan dokumen tersebut
berdasarkan pertimbangan Panitera
4. Apabila pengajuan diterima, Pemohon menerima Surat Penetapan
Layanan Pembebasan Biaya Perkara. Namun apabila ditolak, proses
berperkara dilaksanakan seperti biasanya.47
Pemohon wajib menghadirkan anak yang dimintakan permohonan
dispensasi kawin, calon suami ataupun calon isteri dan Orang Tua atau Wali
dari calon suami atau isteri pada hari pertama. Apabila pemohon tidak hadir
pada sidang pertama, maka Hakim akan menunda persidangan dan
memanggil kembali pemohon secara sah, dan apabila di persidangan kedua
pemohon tidak hadir kembali maka permohonan dispensasi kawin
dinyatakan gugur. Apabila pemohon tidak dapat mengadirkan pihak-pihak
yang wajib hadir di persidangan baik di hari pertama ataupun kedua, maka
Hakim akan menunda persidangan dan akan meminta pemohon untuk
menghadirkan pihak-pihak tersebut di persidangan berikutnya. Namun
apabila pada hari ketiga persidangan dan pemohon tidak dapat
menghadirkan pihak-pihak yang dimaksud maka permohonan dispensasi
kawin tidak dapat diterima.48

Majelis Hakim harus memberikan nasihat kepada pemohon pada saat


persidangan, anak yang dimintakan dispensasi kawin, calon suami atau
calon isteri dan Orang Tua atau Wali calon suami atau isteri. Majelis Hakim
menyampaikan nasihat berupa risiko-risiko perkawinan untuk memastikan
pihak-pihak yang hadir di Persidangan daat memahaminya. Diantaranya

47
Mahkamah Agung Republik Indonesia, Buku Saku Pedoman Mengadilii Permohonan
Dispensasi Kawin, (Jakarta: Mahkamah Agung Republik Indonesia bersama Indonesia Judicial
Research Society (IJRS), 2020), 59.
48
Pasal 10 Peraturan Mahkamah Agung No. 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili
Permohonan Dispensasi Kawin.
27

seperti organ reproduksi anak yang belum siap, kemungkinan berhentinya


pendidikan bagi anak, keberlanjutan anak dalam menjalani wajib belajar 12
tahun, adanya potensi perselisihan dan kekerasan dalam rumah tangga,
adanya dampak sosial, ekonomi dan psikologi bagi anak. Apabila Majelis
Hakim tidak menyampaikan nasihat sebagaimana dimaksud, maka
mengakibatkan penetapan batal demi hukum.49

Majelis Hakim dalam persidangan memiliki keharusan untuk


mendengar keterangan-keterangan dari para pihak yang diminta hadir di
persidangan, diantaranya anak dan calon suami yang dimintakan dispensasi
kawin, serta Orang Tua atau Wali dari keduanya. Majelis Hakim memiliki
keharusan pula mempertimbangkan keterangan yang diberikan oleh para
pihak untuk memutuskan penetapan, apabila Majelis Hakim tidak
melakukan keharusan sebagaimana dijelaskan, maka penetapan dianggap
batal demi hukum.50 Majelis Hakim melakukan pemeriksaan dalam
persidangan, mengidentifikasi bahwa; Anak yang dimintakan dispensasi
kawin mengetahui dan menyetujui rencana perkawinan yang diajukan oleh
Orang Tua; memeriksa kondisi kesehatan, psikologis serta kesiapan anak
untuk melangsungkan perkawinan hingga membangun kehidupan rumah
tangga; dan mengidentifikasi ada atau tidaknya paksaan terhadap anak atau
keluarga baik secara fisik, psikis, seksual maupun ekonomi untuk
melangsungkan kawin atau mengawinkan Anak bagi Orang Tua.51

Penetapan permohonan dispensasi kawin Majelis Hakim


mempertimbangkan dua hal diantaranya kepentingan dan perlindungan
terbaik bagi Anak baik yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan
atau hukum tidak tertulis seperti dalam bentuk kearifan lokal, nilai-nilai

49
Pasal 12 Peraturan Mahkamah Agung No. 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili
Permohonan Dispensasi Kawin.
50
Pasal 13 Peraturan Mahkamah Agung No. 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili
Permohonan Dispensasi Kawin.
51
Pasal 20 Peraturan Mahkamah Agung No. 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili
Permohonan Dispensasi Kawin.
28

hukumserta rasa keadilan di masyarakat, serta mempertimbangkan


perjanjian internasional ataupun konvensi terkait perlindungan anak.52

B. Putusan Majelis Hakim


1. Pengertian Putusan Majelis Hakim
Majelis Hakim dalam mengadili suatu perkara yang menjadi hal
penting adalah fakta atau peristiwa dan bukan hukumnya, karena dalam
suatu peristiwa akan tersimpul hukumnya. Apabila peristiwa itu terbukti
maka Majelis Hakim dapat mengkonstatir peristiwa yang menjadi sengketa
dan Majelis Hakim harus menentukan peraturan hukum apakah yang
menguasai sengketa antara kedua belah pihak dan hasil penentuan biasanya
disebut dengan putusan.53 Putusan berasal dari kata putus yang berarti ada
kepastian (ketentuan, ketetapan dan penyelesaian). Definisi putusan menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pernyataan Hakim dalam sidang
pengadilan yang dapat berupa pemidanaan, putusan bebas, atau lepas dari
segala tuntutan hukum.54
Pakar hukum menjelaskan definisi putusan Hakim diantaranya
menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., yang berpendapat bahwa
putusan Hakim adalah suatu pernyataan yang diucapkan oleh Majelis
Hakim, sebagai pejabat yang diberi wewenang tersebut, diucapkan di
persidangan dengan tujuan mengakhiri atau meyelesaikan suatu perkara dari
para pihak yang bersengketa. Sedangkan menurut Lilik Mulyadi, S.H.,
M.H., meninjau dari visi praktik dan teoritik menjelaskan pengertian
putusan Hakim adalah putusan yang diucapkan oleh Majelis Hakim karena
jabatannya dalam persidangan perkara perdata yang terbuka untuk umum
setelah melalui proses serta prosedural Hukum Acara Perdata pada

52
Pasal 17 Peraturan Mahkamah Agung No. 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili
Permohonan Dispensasi Kawin.
53
Martha Eri Safira, Hukum Acara Perdata, (Ponorogo: CV. Nata Karya, 2017), 131.
54
Suharsono dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Lux, 398.
29

umumnya dibuat dalam bentuk tertulis dengan tujuan menyelesaikan suatu


perkara.55
Pengertian putusan pengadilan atau putusan Hakim dijelaskan juga
dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Hukum Acara Perdata Bab I
Pasal 1 angka 5 menjelaskan bahwa putusan pengadilan adalah suatu
keputusan oleh Majelis Hakim, sebagai pejabat Negara yang diberi
wewenang menjalankan kekuasaan kehakiman, yang dituangkan dalam
bentuk tulisan dan kemudian dibacakan di persidangan serta bertujuan untuk
mengakhiri atau menyelesaikan gugatan.56

2. Macam-macam Putusan Majelis Hakim


Keputusan Hakim terbagi kedalam beberapa macam jenis putusan.
Diantaranya dari segi fungsi putusan dalam mengakhiri perkara, Keputusan
Hakim terbagi menjadi dua yaitu keputusan akhir dan keputusan sela.
Keputusan akhir adalah putusan yang mengakhiri pemeriksaan perkara di
persidangan, baik yang telah atau belum menempuh semua tahapan
pemeriksaan. Putusan akhir ini ada yang bersifat menghukum
(condemmnatoir), ada yang bersifat menciptakan (constitutif) dan ada yang
bersifat menyatakan (declaratoir).57
Apabila dilihat dari segi sifat terhadap akibat hukum yang
ditimbulkan, maka putusan dibagi sebagai berikut:
1. Putusan Diklatoir merupakan putusan yang menyatakan suatu keadaan
tertentu sebagai keadaan yang resmi menurut hukum. Setiap perkara
voluntair diselesaikan dengan putusan diklatoir dalam bentuk penetapan
atau beschiking. Putusan diklatoir memiliki ciri-ciri diantaranya seperti
putusan diklatoir berbunyi menyatakan, tidak memerlukan eksekusi,
tidak merubah atau menciptakan suatu hukum baru, hanya memberikan
kepastian hukum semata atas keadaan yang telah ada.

55
Laila M. Rasyid dan Herinawati, Hukum Acara Perdata (Sulawesi: Unimal Press, 2015),
97.
56
Laila M. Rasyid dan Herinawati, Hukum Acara Perdata, 98.
57
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Cahaya Atma
Pustaka, 2013), 240.
30

2. Putusan Konstitutif merupakan putusan yang menciptakan keadaan


hukum baru, berbeda dengan putusan diklatoir. Putusan konstitutif selalu
berkenaan dengan status hukum seseorang atau hubungan keperdataan
satu sama lain. Putusan konstitutif memiliki ciri-ciri diantaranya seperti
putusan konstitutif diterangkan dalam bentuk putusan, tidak memerlukan
eksekusi, biasanya berbunyi menetapkan atau menggunakan kalimat lain
yang bersifat aktif dan bertalian dengan pokok perkara. Misalnya
memutuskan perkawinan, keadaan hukum baru tersebut dimulai sejak
putusan mendapatkan kekuatan hukum tetap.
3. Putusan Kondemnatoir merupakan suatu putusan yang bersifat
menghukum kepada salah satu pihak untuk melakukan sesuatu, ataupun
menyerahkan sesuatu kepada lawan untuk memenuhi prestasi. Putusan
ini terdapat pada perkara kontentius. Putusan kondemnatoir memiliki
ciri-ciri seperti putusan yang berbunyi “menghukum” serta memerlukan
eksekusi, dan apabila pihak terhukum tidak mau menjalankan isi dari
putusan tersebut, maka putusan dapat dilakukan secara paksa oleh
pengadilan yang memutuskan atas permohonan tergugat. Putusan bisa
dieksekusi apabila sudah mendapat kekuatan hukum tetap, kecuali dalam
hal vitoer baar bijvoorraad.58
Putusan sela adalah putusan yang dijatuhkan pada waktu masih dalam
proses pemeriksaan perkara dengan tujuan memperlancar pemeriksaan.
Putusan sela juga dikenal sebagai putusan antara yang fungsinya adalah
untuk memperlancar pemeriksaan perkara. Putusan sela tidak mengakhiri
pemeriksaan, akan tetapi akan berpengaruh terhadap arah dan jalannya
pemeriksaan. Putusan ini dibuat seperti putusan biasa, namun tidak dibuat
secara terpisah, melainkan ditulis dalam berita acara persidangan. Putusan
sela diucapkan pada sidang terbuka serta ditanda tangani oleh Majelis
Hakim dan Panitera yang turut bersidang. Putusan sela tidak berdiri sendiri
oleh karena itu putusan sela selalu tunduk pada putusan akhir dan akhirnya
dipertimbangkan pada putusan akhir.

58
Yulia, Hukum Acara Perdata, (Sulawesi: Unimal Press, 2018), 87.
31

Putusan sela terbagi menjadi empat macam putusan yaitu preparatoir,


interlucotoir, incidentieel dan provisioneel.
 Putusan preparatoir merupakan putusan persidangan mengenai
jalannya pemeriksaan guna melancarkan segala sesuatu untuk
membuat putusan akhir. Contohnya, putusan untuk menolak
pengunduran pemeriksaan saksi.
 Putusan interlucotoir merupakan putusan yang berisi memerintahkan
pembuktian. Contohnya putusan untuk memeriksa saksi. Putusan
interlucotoir akan mempengaruhi putusan akhir karena menyangkut
masalah pembuktian.
 Putusan incidentieel merupakan putusan yang berhubungan dengan
insident, yaitu peristiwa yang menghentikan prosedur peradilan biasa.
 Putusan provisioneel merupakan putusan yang menjawab tuntutan
provisi, yaitu permintaan pihak yang berperkara supaya diadakan
tindakan pendahuluan untuk kepentingan salah satu pihak sebelum
putusan akhir dijatuhkan. Contohnya dalam perkara perceraian,
sebelum perkara pokok diputuskan, suami minta dibebaskan
kewajiban untuk tinggal bersama dengan istrinya.59
Kemudian apabila dilihat dari segi hadir tidaknya para pihak yang
berperkara pada saat putusan dijatuhkan, putusan dibagi sebagai berikut:
1. Putusan gugur merupakan putusan yang menyatakan bahwa permohonan
gugur karena pemohon tidak pernah hadir, meskipun telah dipanggil.
Sedangkan tergugat hadir dan mohon putusan. Putusan gugur dijatuhkan
pada sidang pertama atau sesudahnya sebelum tahapan pembacaan
gugatan/permohonan. Apabila penggugat atau pemohon lebih dari satu
orang dan tidak hadir semua, maka dapat pula diputus gugur. Dalam
putusan gugur pemohon dihukum membayar biaya perkara. Tahapan
putusan ini dapat diminta banding atau diajukan sebagai perkara baru.
2. Putusan Verstek merupakan putusan yang dijatuhkan karena tergugat atau
termohon tidak pernah hadir walaupun telah dipanggil secara resmi,
sedang peggugat hadir dan mohon putusan. Verstek artinya tergugat tidak

59
Yulia, Hukum Acara Perdata, 81-82.
32

hadir. Putusan ini dapat dijatuhkan dalam sidang pertama atau


sesudahnya, sesudah pembacaan gugatan sebelum jawaban tergugat.
Apabila tergugat lebih dari satu orang dan tidak hadir semua, maka tetap
diputus verstek. Putusan ini hanya bernilai secara formil surat gugatan
dan belum menilai secara materil kebenaran dalil-dalil tergugat. Apabila
gugatan itu beralasan dan tidak melawan hak maka putusan verstek
berupa mengabulkan gugatan penggugat, adapun mengenai dalil-dalil
gugat, oleh karea dibantah maka harus dianggap benar dan tidak perlu
dibuktikan kecuali perkara perceraian. Namun apabila gugatan tidak
beralasandan melawan hak maka putusan verstek dapat berupa tidak
menerima gugatan penggugat dengan verstek. Tergugat dapat melakukan
perlawanan (verzet) terhadap putusan verstek.
3. Putusan Kontrakditoir merupakan putusan akhir yang pada saat
dijatuhkan dalam sidang tidak dihadiri salah satu atau para pihak. Dalam
putusan kontrakditoir disyaratkan penggugat atau tergugat pernah hadir
dalam persidangan. Terhadap putusan ini dapat dimintakan banding.60
Apabila dilihat dari segi isinya terhadap gugatan atau perkara, putusan
Hakim dibagi sebagai berikut:
1. Putusan tidak menerima merupakan putusan yang menyatakan bahwa
Hakim tidak menerima gugatan penggugat atau pemohon karena tidak
memenuhi syarat hukum baik secara formil maupun materil. Apabila
terjadi eksepsi yang dibenarkan oleh Hakim, maka Hakim selalu
menjatuhkan putusan bahwa gugatan penggugat tidak dapat diterima.
Walaupun tidak ada eksepsi maka Hakim karena jabatannya dapat
memutus gugatan penggugat tidak diterima jika tidak memenuhi syarat
hukum.
2. Putusan menolak gugatan penggugat merupakan putusan akhir yang
dijatuhkan setelah melewati semua tahap pemeriksaan apabila ternyata
dalil-dalil gugat tidak terbukti. Dalam memeriksa pokok gugatan maka
Hakim harus terlebih dahulu memeriksa syarat-syarat gugat telah
terpenuhi agar pokok gugatan dapat lanjut diperiksa untuk diadili.

60
Yulia, Hukum Acara Perdata, 84.
33

3. Putusan mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya. Putusan ini


merupakan putusan yang dijatuhkan apabila syarat-syarat gugat telah
terpenuhi dan seluruh dalil-dalil tergugat yang mendukung petitum
terbukti.61
Putusan Hakim memiliki tiga macam kekuatan diantaranya kekuatan
mengikat, kekuatan pembuktian dan kekuatan eksekutorial (kekuatan untuk
dilaksanakan.
 Kekuatan Mengikat
Kekuatan mengikat adalah putusan yang memiliki kekuatan hukum tetap
atau tidak dapat diganggu gugat yang berarti sudah tidak ada kesempatan
untuk menggunakan upaya hukum biasa untuk melawan. Yang terikat
oleh putusan Hakim adalah para pihak, ahli waris dari para pihak dan
mereka yang mendapat hak dari para pihak. Sifat mengikat dari putusan
bertujuan untuk menetapkan suatu hak atau hubungan hukum antara
pihak-pihak yang berperkara atau untuk menetapkan suatu keadaan
hukum tertentu.

 Kekuatan Pembuktian
Putusan hakim merupakan persangkaan, sesuatu yang telah diputuskan
Hakim harus dianggap benar sesuai bunyi KUHPerdata Pasal 1916 ayat
(2). Putusan Hakim yang telah dituangkan dengan tulisan termasuk
dalam akta autentik yang dibuat oleh pejabat yang berwenang,
ditandatangani dan dapat dijadikan sebagai alat bukti bagi kedua belah
pihak yang berperkara. Kekuatan pembuktian perkara putusan perdata
diserahkan kepada pertimbangan Majelis Hakim.62

 Kekuatan Eksekutorial
Putusan Hakim merupakan sebuah kekuatan untuk dilaksanakan secara
paksa bagi pihak yang tidak menjalankan putusan secara sukarela atau
dengan kata lain kekuatan eksekutorial adalah kekuatan untuk
dilaksanakannya susuatu yang tertuang dalam putusan secara paksa

61
Yulia, Hukum Acara Perdata, 86.
62
Endang Hadrian dan Lukman Hakim, Hukum Acara Perdata di Indonesia, (Yogyakarta:
Deepublish, 2020), 54.
34

dengan menggunakan alat-alat negara. Misalnya dengan kata-kata “demi


keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” dapat memberi
kekuatan eksekutorial bagi putusan-putusan pengadilan di Indonesia.63

3. Susunan Isi Putusan Hakim


Secara teoritis dan eksplisit dalam ketentuan perundang-undangan
tidak ditentukan apa susunan isi putusan Hakim. Adapun susunan isi
putusan Hakim yang saat ini digunakan adalah hasil tumbuh dan
berkembang dalam kebiasaan praktik peradilan perkara perdata. Secara garis
besar susunan isi putusan Majelis Hakim terbagi kedalam empat bagian,
yaitu kepala putusan, identitas para pihak, pertimbangan hukum hakim dan
amar.64 Adapun hakekat susunan dan isi putusan Hakim dalam perkara
perdata adalah sebagai berikut:
1. Kepala Putusan
Ketentuan Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang No.4 Tahun 2004 dan
Pasal 435 Rv ditegaskan bahwa setiap Putusan Hakim harus diawali
dengan kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa”. Dengan demikian Putusan Hakim mempunyai kekuatan untuk
dilaksanakan (eksekutorial), apabila tidak mencantumkan kalimat
tersebut, maka Putusan Hakim tidak mempunyai kekuatan untuk
dilaksanakan (non-eksekutabel) sesuai dengan Pasal 224 HIR dan Pasal
258 Rbg. Kalimat tersebut dimaksudkan agar Hakim dalam menjalankan
peradilan tidak hanya bertanggung jawab kepada hukum, diri sendiri dan
rakyat namun bertanggung jawab juga kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Nomor Register Perkara
Nomer register perkara dicantumkan dibawah kata “Putusan” diatas
kalimat “Demi Keadilan Berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa”.
Contohnya: 24/Pts.Pdt.G/2004/PN Lsm. Kedudukan nomor register
perkara cukup penting, hal itu membuktikan kebenaran bahwa perkara

63
Yulia, Hukum Acara Perdata, 88.
64
Yulia, Hukum Acara Perdata, 87.
35

yang tercantum dalam putusan adalah benar terdaftar dan diputus oleh
pengadilan tersebut.
3. Nama Pengadilan yang Memutus Perkara
Nama pengadilan tempat diputusnya perkara juga dicantumkan
dalam susunan isi surat putusan guna menunjukan bahwa benar putusan
telah dijatuhkan di Pengadilan yang tertulis.
4. Identitas Para Pihak
Identitas para pihak yang dicantumkan dalam surat putusan yaitu
meliputi nama, umur, pekerjaan, alamat kantor atau domisili kuasa
apabila perkara dikuasakan.
5. Tentang Duduk Perkara
Duduk perkara pada dasarnya berisikan dalil gugatan dan alat-alat
bukti yang diajukan oleh para pihak di persidangan.
6. Tentang Hukumnya
Pertimbangan hukum biasanya memuat hal-hal seperti pokok
persoalan, analisis yuridis, petitum penggugat, pertimbangan Hakim
secara yuridis dengan melihat pada pendapat doktina, alat bukti serta
yurisprudensi. Pertimbangan hukum sangat menentukan hasil dari
putusan Hakim, sehingga pertimbangan hukum harus disikapi secara
baik, cermat dan teliti. Apabila pertimbangan hukum ini tidak disikapi
dengan baik, cermat dan teliti maka putusan dabat dibatalkan oleh
Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung.
7. Amar Putusan atau Diktum
Amar putusan merupakan aspek penting sekaligus isi dari surat
putusan.
8. Tanggal Musyawarah atau Diputuskan Perkarakan
Tanggal musyawarah atau diputuskannya perkara haruslah
dilakukan secara terpisah dengan tanggal putusan yang diucapkan dalam
persidangan terbuka untuk umum.
9. Keterangan Tentang Hadir atau Tidaknya Pihak-pihak Pada Saat Putusan
Dijatuhkan
36

Keterangan hadir dari para pihak yang berperkara dinilai penting


sebagaimana ditegaskan dalam putusan agar para pihak yang
berkepentingan atau pihak ketiga mengetahui bahwa putusan telah
dijatuhkan.
10. Nama, Tanda Tangan Majelis Hakim, Panitera Pengganti yang
Bersidang, Materai, Perincian Biaya Perkara & Catatan Panitera
Pengganti.65

4. Fungsi dan Tujuan Putusan Hakim


Putusan Hakim diperlukan untuk memeriksa, menyelesaikan dan
memutus perkara yang diajukan ke Pengadilan. Hasil putusan yang
dikeluarkan oleh Majelis Hakim harus mewakili suara hati masyarakat yang
mencari keadilan, putusan Hakim jangan sampai menimbulkan kontroversi
bagi masyarakaat atau praktisi hukum. Untuk menegakkan keadilan, maka
putusan Hakim harus sesuai dengan tujuan sejatinya yakni memberikan
kesempatan yang sama bagi para pihak yang berperkara. Selain itu putusan
Hakim merupakan bagian dari proses penegakkan hukum yang salah satu
tujuannya yaitu terwujudnya kepastian hukum.66

Putusan juga berfungsi sebagai “sumber pembelajaran” mengenai


hukum, melalui putusan yang dikeluarkan oleh Hakim maka masyarakat
umum akan mengetahui serta memahami bagaimana hakim bersifat dan
menafsirkan tentang suatu isu hukum yang sedang menjadi permasalahan
masyarakat melalui perkra yang diajukan ke Pengadilan.67 Menurut peneliti
tujuan dari putusan Hakim adalah bertujuan untuk menemukan hasil akhir

65
Laila M. Rasyid dan Herinawati, Hukum Acara Perdata, 102-109.
66
Dewi Atiqah, “Peran Hakim Dalam Mewujudkan Asas Keadilan Kepastian Hukum dan
Kemanfaatan Putusan” http://pa-purwodadi.go.id/index.php/sub-bag-keuangan/pedoman/26-
halaman-depan/artikel/358-peran-hakim-dalam-mewujudkan-asas-keadilan-kepastian-hukum-dan-
kemanfaatan
putusan#:~:text=Putusan%20hakim%20diperlukan%20guna%20memeriksa,perkara%20yang%20
diajukan%20ke%20pengadilan.&text=Putusan%20hakim%20merupakan%20gambaran%20kesada
ran,bagi%20setiap%20orang%20yang%20berperkara Diakses 15 Februari 2022.
67
Siska Trisia, “Manfaat Penyederhanaan Format Putusan Bagi Pencari Keadilan”,
http://mappifhui.org/2018/05/21/manfaat-penyederhanaan-format-putusan-bagi-pencari-
keadilan/#:~:text=Putusan%20berfungsi%20sebagai%20%E2%80%9Csumber%20pembelajaran,p
erkara%20yang%20diajukan%20ke%20persidangan Diakses 16 Maret 2022.
37

dari perkara yang diajukan ke Pengadilan oleh para pihak dengan maksud
ingin mendapat keadilan.

C. Pandemi Covid 19
Virus corona ditemukan pada bulan desember 2019 di Wuhan China,
kemudian diberi nama Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (
SARS- COV2), lalu menyebabkan penyakit Corona-virus Disease-2019
(COVID-19). Penelitian menujukan bahwa homologi antara COVID-19 dan
coronavirus pada kelelawar-SARS memiliki kemiripan lebih dari 85%.
COVID-19 dapat ditemukan pada sel epitel pernapasan manusia setelah 96
jam. Sementara mengisolasi serta mengkultur vero E6 dan Huh-7 garis sel
membutuhkan waktu sekitar 6 hari. Organ yang paling terpengaruh oleh virus
ini adalah paru-paru, karena COVID-19 mengakses sel inang melalui enzim
ACE2. Kepadatan ACE2 pada setiap jaringan berhubungan dengan tingkat
keparahan penyakit pada jaringan itu , serta beberapa ahli berpendapat bahwa
penurunan aktivitas ACE2 bersifat protektif. Serta seiring perkembangan
penyakit alveolar, memungkinkan terjadinya kegagalan pernafasan hingga
terjadinya kematian.68
Diduga sejak 31 Desember 2019 pertama kali dilaporkan kasus seorang
individu asal China yang terinfeksi virus Covid. Virus ini menyebar dengan
sangat pesat dan tak terkendali hingga menuju ke berbagai negara bahkan
Indonesia. Seluruh kegiatan manusia seakan lumpuh seketika dalam berbagai
aspek seperti pendidikan, ekonomi hingga kesehatan. Banyak sekali kerugian
yang ditimbulkan oleh pandemi Covid yang sangat mengegerkan dunia ini.69
Awal penyebaran virus Covid di Indonesia Pemerintah mengumumkan secara
resmi kepada masyarakat mengenai kasus pertama virus Covid terjadi pada
tanggal 2 maret 2020. Dua warga Indonesia dinyatakan positif Covid setelah
melakukan kontak langsung dengan warga Negara Jepang yang sedang

68
Kementerian Dalam Negeri, Pedoman Umum Menghadapi Pandemi Covid-19 Bagi
Pemerintah Daerah Pencegahan, Pengendalian, Diagnosis dan Manajemen, (Jakarta: Tim Kerja
KEMENDAGRI, 2020), 4.
69
Cut Rita Zahara dkk, Cara Publik Berdamai Dengan Covid-19, (Banda Aceh: Syiah Kuala
University Press, 2020), 53.
38

melakukan kunjungan ke Indonesia. Untuk pertama kalinya pada tanggal 11


maret 2020 ada kasus kematian yang diakibatkan positif Covid-19, hal ini
menjelaskan bahwa virus Covid-19 termasuk kedalam virus yang sangat
berbahaya bahkan bisa menjadi penyebab kematian. Seiring berjalannya waktu
penyebaran virus ini semakin menyebar di Indonesia hingga ke 34 provinsi.70
Hingga saat ini kasus virus Covid yang terkonfirmasi di Indonesia adalah
sebanyak 5.149.021.71
Pandemi Covid-19 terus berlangsung di dunia khususnya Indonesia dari
tahun 2020 hingga saat ini 2022, data yang Peneliti peroleh dapat dilihat bahwa
kasus Covid-19 di Indonesia terus naik dengan pesat dari hari ke hari, sehingga
membuat pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan dengan tujuan
melindungi masyarakat mengingat virus Covid-19 yang berbahaya dan
menyebabkan kematian, maka pemerintah menerapkan beberapa kebijakan
untuk pencegahan penyebaran virus ini, diantaranya menerapkan 3M
(Memakai masker, Mencuci Tangan dan Menjaga Jarak), Lockdown, PSBB
(Pembatasan Sosial Berskala Besar), PPKM (Pemberlakuan Pembatasan
Kegiatan Masyarakat) hingga Vaksin. Pemerintah terus mengganti berbagai
kebijakan dalam menangani virus Covid-19, mengingat virus ini adalah varian
virus baru dan pertama kali menghadapi situasi seperti ini sehingga pemerintah
serta masyarakat diharapkan mampu beradaptasi menghadapinya.
Masyarakat dihimbau dengan 3M yaitu Memakai masker, Mencuci
Tangan dan Menjaga Jarak atau Social Distancing. Menghadapi virus ini
masyarakat mengenal kebiasaan-kebiasaan baru seperti wajib memakai masker
saat pergi ke ruang publik dan selalu dihimbau mencuci tangan setelah dari
tempat publik guna mematikan virus yang menempel pada tangan atau tubuh
manusia, hingga masyarakat dihimbau untuk menjaga jarak atau social
distancing yaitu masyarakat dihimbau untuk terus menjaga jarak antara satu
sama lain di tempat umum atau menghindari kerumunan.
Pemerintah juga menerapkan lockdown sebagai langkah menekan angka
penularan virus Covid-19, yaitu masyarakat hanya boleh melakukan

70
Moch Halim Sukur dkk, “Penanganan Pelayanan Kesehatan Di Masa Pandemi Covid-19
Dalam Perspektif Hukum Kesehatan”, Jurnal:Journal Incio Legis 1:1 (Oktober 2020): 1-17.
71
https://data.covid19.go.id/public/index.html. Diakses 20 Februari 2022.
39

aktifitasnya dari dalam rumah, mulai dari Work From Office (bekerja dari
rumah) hingga kegiatan belajar mengajar yang dilakukan secara online,
sehingga membuat masyarakat membeli kebutuhan rumah untuk memenuhi
kebutuhannya selama lockdown berlangsung karena tidak boleh melakukan
kegiatan di luar rumah.
Langkah lain dari upaya pemerintah menekan angka penularan virus
Covid adalah PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yaitu pemerintah
membatasi kegiatan-kegiatan umum seperti jual beli di pasar, atau melarang
pengendara yang keluar masuk antar kota hingga membatasi kegiatan-kegiatan
keagamaan.
PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) adalah salah
satu kebijakan yang dikeluarkan pemerintah hampir sama dengan PSBB
(Pembatasan Sosial Berskala Besar) yaitu pemerintah membatasi kegiatan
masyarakat yang berhubungan dengan ruang publik, hanya saja PPKM
(Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) dilakukan pada jam-jam
tertentu contohnya kegiatan angkutan umum hanya dapat berlangsung dari jam
05.00 sampai 16.00 WIB.
Kebijakan pemerintah yang saat ini sedang dilangsungkan adalah
masyarakat wajib melakukan vaksin sebanyak tiga kali, masyarakat akan
mendapatkan kartu vaksin dan kartu tersebut yang bisa menjadi syarat
masyarakat pergi ke ruang publik, misalnya untuk mengikuti kegiatan belajar
mengajar maka guru atau siswa diwajibkan vaksin terlebih dahulu, begitupun
untuk pergi ke kantor atau swalayan. Berbagai upaya pencegahan yang
dilakukan dari Pemerintah ini berhasil menekan angka Covid-19 di Indonesia,
yang menunjukan bahwa Covid-19 saat ini menunjukan data yang menurun.
Berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah ini memiliki kolerasi
dengan dispensasi perkawinan dibawah umur dengan seiring maraknya artikel
yang mengungkapkan bahwa angka perkawinan dibawah umur yang
dikabulkan pada masa pandemi Covid-19 ini naik pesat. Faktor pasti dari
meningkatnya angka perkawinan dibawah umur ini belum diketahui secara
jelas, namun beberapa artikel ternama membenarkan data pernikahan dibawah
umur yang semakin naik pada masa pandemi Covid-19.
40

Banyak artikel yang membahas tentang meningkatnya pernikahan dini di


masa pandemi Covid-19 sehingga menggiring masyarakat dengan dugaan-
dugaan terkait data yang menunujkan bahwa pernikahan dibawah umur ini naik
secara pesat pada masa pandemi Covid-19, artikel tersebut menyoroti kasus
yang terjadi di Indonesia mapun di Jawa Barat. Namun Peneliti hanya
mengambil satu sampel yaitu artikel yang dikeluarkan oleh Universitas
Padjadjaran yang berjudul “Pernikahan Dini di Indonesia Meningkat di Masa
Pandemi” karena artikel tersebut membahas kasus yang terjadi Jawa Barat
sesuai dengan tempat penelitian yang dilakukan peneliti yaitu di Pengadilan
Agama Kuningan yang menjadi salah satu kabupaten di Jawa Barat. Artikel
tersebut menjelaskan bahwa Jawa Barat menjadi Provinsi penyumbang angka
pernikahan dini tertinggi di Indonesia.72 Dengan hal ini Peneliti tertarik untuk
menganalisis Majelis Hakim Pengadilan Agama Kuningan dalam memberikan
dispensasi nikah terkait batasan usia pada masa pandemi Covid-19.

72
Universitas Padjadjaran, “Pernikahan Dini di Indonesia Meningkat di Masa Pandemi”,
https://www.unpad.ac.id/2020/07/pernikahan-dini-di-indonesia-meningkat-di-masa-pandemi/
Diakses 20 Februari 2022.
BAB III

GAMBARAN UMUM PENGADILAN AGAMA KUNINGAN

A. Profil Pengadilan Agama Kuningan


1. Sejarah Pengadilan Agama Kuningan
Tercatat dalam sejarah tepatnya pada tahun 1940 di kabupaten
Kuningan telah banyak berdiri kantor-kantor pemerintah, salah satunya
kantor penghulu landraad yang daerah hukumnya sama dengan daerah
hukum Pengadilan Negeri. Penghulu landraad pada waktu itu berada
dibawah naungan Bupati Kuningan selaku kepala daerah, adapun
pengahasilannya didapat dari prosentase biaya NTR.
Penjajahan pemerintah Jepang tepatnya pada bulan Maret tahun 1942,
kantor penghulu landraad diberi nama suryo kocin (Raad Agama). Lalu pada
tahun 1945 ketika pemerintah Republik Indonesia berdiri atau merdeka,
penghulu landraad berubah nama menjadi Kantor Raad Agama. Untuk
memudahkan pelayanan kepada masyarakat, maka dibuatlah distrik atau
perwakilan daerah diantaranya distrik Ciawigebang, distrik Luragung dan
distrik Cilimus. Kemudian pada tanggal 1 September 1951 Raad Agama
berubah nama menjadi Pengadilan Agama sesuai dengan peraturan
Pengadilan Agama di Jawa dan Madura (statsblaad tahun 1882 no.152 dan
statsblaad tahun 1937 No. 116 dan 610).
Para pemuka agama atau alim ulama dan masyarakat Kuningan
berdiskusi mengenai siapa yang cakap dan dipandang layak untuk
memimpin penghulu landraad, dari hasil diskusi tersebut maka terpilihlah
RD Hasan Buchori sebagai ketua, mas Endoy Hidayat sebagai panitera serta
didampingi oleh dua orang anggota bernama KH. Hasan Ilyas dan KH.
Madtohir. Pada tahun 1941 RD Hasan Buchori wafat maka digantikan oleh
Mas Ahmad Saleh sebagai Penghulu distrik Ciawigebang.
Pada tahun 1947 Tentara Belanda menyerang kota Kuningan lalu
pemerintahan Kuningan sementara pindah ke tempat yang aman, sehingga

41
42

pemerintahan Kuningan termasuk kegiatan landraad agama vakum. Setelah sekian


lama landraad agama vakum lalu pada tanggal 1 September 1951 raad agama
berubah nama menjadi Pengadilan Agama sesuai dengan peraturan Pengadilan
Agama di Jawa dan Madura (statsblaad tahun 1882 no.152 dan statsblaad tahun
1937 No. 116 dan 610). Dengan secara resmi SK Pengadilan Agama RI menunjuk
KH. Moh. Irfan sebagai ketua Pengadilan Agama yang berkantor di sebelah utara
Masjid Agung Kabupaten Kuningan. Lalu pada tahun 1978 dibangun gedung
Pengadilan Agama yang terletak di Jalan Aria Kamuning No. 5 Kuningan,
kemudian pada tanggal 4 Maret 1998 Pengadilan Agama Kuningan Kelas 1B
pindah ke Gedung baru di Jalan Perjuangan No.63 Ancaran Kuningan.73

2. Visi dan Misi Pengadilan Agama Kuningan


Visi Pengadilan Agama Kuningan:
“Terwujudnya Pengadilan Agama Kuningan Yang Agung”

Misi Pengadilan Agama Kuningan:

1) Menjaga Kemandirian Pengadilan Agama Kuningan


Syarat utama upaya terselenggaranya proses peradilan yang objektif
adalah adanya kemadirian lembaga yang menyelenggarakan peradilan, yaitu
kemandirian Pengadilan Agama Kuningan sebagai sebuah lembaga
(kemandirian institusional), serta kemandirian hakim dalam menjalankan
fungsinya (kemandirian individual atau fungsional), kemandirian menjadi kata
kunci dalam usaha melaksanakan tugas pokok dan fungsi Pengadilan Agama
Kuningan secara efektif.
2) Memberikan Pelayanan Hukum yang Berkeadilan Kepada Pencari Keadilan
Tugas badan peradilan adalah menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan, oleh karena itu sebuah keharusan bagi setiap
badan peradilan khususnya Pengadilan Agama Kuningan untuk meningkatkan
pelayanan publik dan memberikan jaminan proses peradilan yang adil.
3) Meningkatkan Kualitas Kepemimpinan Pengadilan Agama Kuningan

73
https://www.pa-kuningan.go.id/tentang-pengadian/profile-pengadilan/sejarah-pengadilan,
Diakses 20 Februari 2022.
43

Kualitas kepempinan badan peradilan khususnya di Pengadilan Agama


Kuningan akan menentukan kualitas dan kecepatan gerak perubahan badan
peradilan. Dalam sistem satu atap, peran pemimpin badan peradilan selain
menguasai aspek teknis yudisial, diharuskan mampu merumuskan kebijakan-
kebijakan non-teknis (kepemimpinan dan manajerial). Dengan kata lain
Pengadilan Agama Kuningan menitikberatkan pada peningkatan kualitas
kepemimpinan dengan membangun dan mengembangkan kompetensi teknis
yudisial dan non-teknis yudisial (kepemimpinan dan manajerial). Adapun
terkait aspek yudisial, pemimpin pengadilan bertanggungjawab untuk menjaga
adanya kesatuan hukum di pengadilan yang dipimpinnya. Adapun untuk area
non-tekis, secara operasional pemimpin badan peradilan dibantu oleh
pelaksana urusan administrasi.
4) Meningkatkan Kredibilitas dan Transparansi Pengadilan Agama Kuningan
Kredibilitas dan transparansi Pengadilan Agama Kuningan merupakan
faktor penting untuk mengembalikan kepercayaan para pencari keadilan.
Upaya menjaga kredibilitas akan dilakukan dengan mengefektifkan sistem
pembinaan, pengawasan serta publikasi putusan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Selain sebagai pertanggungjawaban publik, adanya
pengelolaan organisasi yang terbuka, juga akan membangun kepercayaan
pengemban kepentingan, serta melalui keterbukaan informasi dan pelaporan
internal, personil peradilan akan mendapatkan kejelasan mengenai jenjang
karir, kesempatan mengembangkan diri dengan pendidikan dan pelatihan, serta
penghargaan ataupun hukuman yang mungkin mereka dapatkan. Terlaksananya
prinsip transparansi, pemberian perlakuan yang setara, secara jaminan proses
yang jujur dan adil, hanya dapat dicapai dengan usaha para personil peradilan
yang bekerja secara profesional dan menjaga integritasnya.74

74
https://www.pa-kuningan.go.id/tentang-pengadian/profile-pengadilan/visi-dan-misi.
Diakses 25 Februari 2022.
44

3. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Kuningan

Gambar 1: Struktur Organisasi Pengadilan Agama Kuningan

4. Alamat Pengadilan Agama Kuningan


Pengadilan Agama Kuningan berada di Jalan Perjuangan No.63,
Kelurahan Ancaran, Kecamatan Kuningan, Kabupaten Kuningan, Jawa
Barat. Dengan nomor pos 45514.

URL: https://www.pa-kuningan.go.id/

Telp. 0232-871652

Fax. 0232-8883031

Email: pakuningan@gmail.com75

75
https://www.pa-kuningan.go.id/tentang-pengadian/profile-pengadilan/alamat-pengadilan.
Diakses 15 Februari 2022.
45

5. Wilayah Yurisdiksi Pengadilan Agama Kuningan


Kabupaten Kuningan terletak pada titik koordinat 108º 23- 108º 47
Bujur Timur dan 6º 47- 7º 12 Lintang Selatan. Sedangkan ibu kotanya
terletak pada titik koordinat 6º 45- 7º 50 Lintang Selatan dan 105º 20- 108º
40 Bujur Timur. Dilihat dari sisi geografisnya terletak di bagian timur Jawa
Barat berada pada lintasan jalan regional yang menghubungkan kota
Cirebon dengan wilayah Priangan Timur dan sebagai jalan alternatif tengah
yang menghubungan Bandung-Majalengka dengan Jawa Tengah. Secara
administratif dengan:

Sebelah Utara: Kabupaten Cirebon

Sebelah Timur: Kabupaten Brebes (Jawa Tengah)

Sebelah Selatan: Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Cilacap (Jawa Tengah)

Sebelah Barat: Kabupaten Majalengka

Kabupaten Kuningan terdiri atas 32 kecamatan, yang dibagi lagi atas


361 desa dan 15 kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Kuningan.
Bagian timur wilayah kabupaten adalah dataran rendah, sedang bagian barat
berupa pegunungan, dengan puncaknya Gunung Ciremai (3.076 m) di
perbatasan dengan Kabupaten Majalengka. Gunung Ciremai adalah gunung
tertinggi di Jawa Barat.76

76
https://www.pa-kuningan.go.id/tentang-pengadian/profile-pengadilan/wilayah-yurisdiksi
Diakses 25 Februari 2022.
46

Gambar 2: Wilayah Yurisdiksi

6. Fungsi dan Tugas Pengadilan Agama Kuningan


Pengadilan Agama yang merupakan Pengadilan Tingkat Pertama dan
mengadili, memutuskan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara
orang-rang yang beragama Islam pada bidang perkawinan, kewarisan,
wasiat, hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam, serta wakaf dan
shadaqah sebagaimana diatur dalam pasal 49 Undang-Undang No. 50 Tahun
2010 tentang Peradilan Agama.

Tugas pokok Pengadilan Agama Kuningan memiliki fungsi sebagai


berikut:

1. Memberikan pelayanan teknis yudisial dan administrasi kepaniteraan


untuk perkara tingkat pertama serta penyitaan dan eksekusi;
2. Memberikan pelayanan administrasi perkara banding, kasasi dan
penyediaan kembali serta administrasi peradilan lainnya;
47

3. Memberikan layanan administrasi umum kepada semua unsur di


lingkungan Pengadilan Agama (umum, kepegawaian dan keuangan
kecuali biaya perkara);
4. Memberikan keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang Hukum
Islam pada Instansi Pemerintah di daerah hukumnya, jika diminta
sebagimana diatur dalam pasal 52 Undang-Undang No. 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama;
5. Memberikan pelayanan pemberian bantuan harta peninggalan sengketa
antara orang-orang yang beragama Islam yang dilakukan brdasarkan
Hukum Islam sebagaimana diatur dalam pasal 107 ayat (2) Undang-
Undang No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.
7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
6. Waarmerking Akta Keahliwarisan di bawah tangan untuk pengambilan
deposit atau tabungan, pensiunan dan sebagainya;
7. Pelaksanaan tugas-tugas pelayanan lainnya seperti penyuluhan hukum,
pelaksanaan hisab rukyat, pelayanan riset atau penelitian dan
sebagainya.77

7. Unit Pelaksana Teknis Kesekretariatan Pengadilan Agama Kuningan


1. Nama : Ahud Hurairi, S. HI
Gigit : 19650610 199203 1 005
Pangkat/ Golongan : Penata Tk.I/ III/d
Jabatan : Sekretaris
2. Nama : Aah Nurjanah, SE
Gigit : 19681004 198803 2 003
Pangkat/ Golongan : Penata Tk.I/ III/d
Jabatan : KASUBBAG Perencanaan IT dan Pelaporan
Nama : Evan Sofian, SEI
Gigit : 19801201 200904 1 007
Pangkat/ Golongan : Penata / III/c

77
https://www.pa-kuningan.go.id/tentang-pengadian/profile-pengadilan/fungsi-dan-tugas-
pengadilan. Diakses 25 Februari 2022.
48

Jabatan : KASUBBAG Kepegawaian dan Organisasi Tata


Laksana
3. Nama : Aria Adhipratana, SE
Gigit : 19871104 201101 1 010
Pangkat/ Golongan : Penata / III/c
Jabatan :KASUBBAG Umum dan Keuangan
4. Nama : Elyn Purnamasari, SE
Gigit : 19870818 201903 2 008
Pangkat/ Golongan : Penata Muda/ III/a
Jabatan : Analisis Sumber Daya Manusia Aparatur
5. Nama : Anniza Purbaningrum, S.Sos
Gigit : 19911028 201903 2 015
Pangkat/ Golongan : Penata Muda/ III/a
Jabatan : Analisis Kepegawaian Ahli Pertama
6. Nama : Muhammad Fantony, S.Kom
Gigit : 19881207 202012 1 002
Pangkat/ Golongan : Penata Muda/ III/a
Jabatan : Pranata Komputer Ahli Pertama
7. Nama : Astarie Prima Setya, A.Md. Ak.
Gigit : 19981006 202012 1 003
Pangkat/ Golongan : Pengatur/ II/c
Jabatan : Pengelola Barang Milik Negara78

8. Statistik Pengadilan Agama Kuningan


Pengadilan Agama Kuningan selama dua tahun terakhir menerima
7.537 (tujuh ribu lima ratus tiga puluh tujuh) perkara yang terdiri dari 6.512
(enam ribu lima ratus dua belas) perkara di tahun 2021 dan 1.025 (seribu
dua puluh lima) perkara di tahun 2022.79 Berikut rincian perkara yang
diterima Pengadilan Agama Kuningan pada tahun 2021:

78
https://www.pa-kuningan.go.id/tentang-pengadian/profile-pengadilan/unit-pelaksana-
teknis-kesekretariatan. Diakses 25 Februari 2022.
79
https://www.pa-kuningan.go.id/tentang-pengadian/profile-pengadilan/statistik-pengadilan.
Diakses 20 Maret 2022.
49

Tabel 1: Statistik Perkara Pengadilan Agama Kuningan 2021

NO. BULAN Sisa Perkara Perkara Sisa


Perkara Masuk Putus Perkara
Bulan Lalu Saat Ini

1. Januari 167 409 240 336

2. Februari 336 311 341 306

3. Maret 306 323 345 284

4. April 284 198 270 212

5. Mei 212 258 125 354

6. Juni 354 358 374 329

7. Juli 329 200 234 295

8. Agustus 295 301 293 303

9. September 303 308 339 272

10. Oktober 272 285 269 288

11. November 288 285 269 276

12. Desember 276 171 345 102

Jumlah 3.422 3.049 3.444 3.354

Berikut rincian perkara yang diterima Pengadilan Agama Kuningan


pada tahun 2022:
50

Tabel 2: Statistik Perkara Pengadilan Agama Kuningan 2022

NO. BULAN Sisa Perkara Perkara Sisa


Perkara Masuk Putus Perkara
Bulan Lalu Saat Ini

1. Januari 102 455 276 291

2. Februari 291 267 298 250

Jumlah 393 722 574 541

Perkara yang diterima Pengadilan Agama Kuningan pada tahun 2022


berjumlah 6.512 (enam ribu lima ratus dua belas) perkara dan dirinci
menurut jenis perkaranya adalah sebagai berikut:

Tabel 3: Rekapitulasi Perkara Masuk Menurut Jenis Perkara Pengadilan Agama


Kuningan 2021

NO. JENIS PERKARA JUMLAH

1. Izin Poligami 8

2. Cerai Talak 1.476

3. Cerai Gugat 4.367

4. Harta Bersama 13

5. Penguasaan Anak 4

6. Pengesahan Perkawinan/ Itsbat 101


Nikah
7. Dispensasi Kawin 467
51

8. Hibah 7

9. Kewarisan 4

10. Penetapan Ahli Waris 29

11. Perwalian 16

12. Wali Adhal 7

13. Lain-lain 6

14. Pencabutan Kekuasaan Wali 4

15. Asal- Usul Anak 2

16. Pembatalan Perkawinan 1

Jumlah 6.512

Perkara yang diterima Pengadilan Agama Kuningan pada tahun 2022


berjumlah 1.025 (seribu dua puluh lima) perkara dan dirinci menurut jenis
perkaranya adalah sebagai berikut:

Tabel 4: Rekapitulasi Perkara Masuk Menurut Jenis Perkara Pengadilan Agama


Kuningan 2022

NO. JENIS PERKARA JUMLAH

1. Izin Poligami 1

2. Cerai Talak 263

3. Cerai Gugat 646

4. Harta Bersama 4

5. Pengesahan Perkawinan/ Itsbat 27


Nikah
52

6. Dispensasi Kawin 73

7. Kewarisan 2

8. Penetapan Ahli Waris 3

9. Perwalian 3

10. Wali Adhal 1

11. Lain-lain 1

12. Pembatalan Perkawinan 1

Jumlah 1.025

Peneliti menyimpulkan dari data di atas bahwa selama tahun 2021-2022


Pengadilan Agama Kuningan menerima perkara dispensasi nikah sebanyak 613
(enam ratus tiga belas) perkara yang terdiri dari 467 (empat ratus enam puluh
tujuh) perkara tahun 2021 dan 73 (tujuh puluh tiga) perkara pada tahun 2022,
pada tahun 2021 dapat dirincikan sebagai berikut:

Tabel 5: Rekapitulasi Data Perkara Dispensasi Nikah Yang Diterima Pengadilan


Agama Kuningan 2021

NO. BULAN Tahun 2021

1. Januari 42

2. Februari 39

3. Maret 54

4. April 40

5. Mei 35
53

6. Juni 79

7. Juli 21

8. Agustus 38

9. September 35

10. Oktober 34

11. November 31

12. Desember 19

Jumlah 467

Peneliti menemukan perkara dispensasi nikah yang diterima oleh


Pengadilan Agama Kuningan pada tahun 2022 yaitu sebanyak 73 (tujuh puluh
tiga) perkara yang terdiri dari 42 (empat puluh dua) perkara pada bulan Januari
dan 39 (tiga puluh sembilan) perkara pada bulan Februari. Berikut rincian
perkara pada tahun 2022:

Tabel 6: Rekapitulasi Data Perkara Dispensasi Nikah Yang Diterima Pengadilan


Agama Kuningan 2022

NO. BULAN Tahun 2022

1. Januari 42

2. Februari 39

Jumlah 73
54

B. Contoh Ringkasan Perkara Putusan Dispensasi Nikah Pengadilan Agama


Kuningan.
1. Identitas Pemohon
Identitas Pemohon I
Nama : Sutardi
Usia : 68 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan : Sekolah Dasar
Alamat :Dusun Puhun Rt.009 Rw. 002 Desa Kertawirama
Kecamatan Nusaherang Kabupaten Kuningan, Provinsi
Jawa barat.
Identitas Pemohon II
Nama : Elis
Usia : 58 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Mengurus Rumah Tangga
Pendidikan : Sekolah Dasar
Alamat :Dusun Puhun Rt.009 Rw. 002 Desa Kertawirama
Kecamatan Nusaherang Kabupaten Kuningan, Provinsi
Jawa barat.80

2. Posita/ Duduk Perkara


Pemohon mengajukan permohonannya tanggal 25 Juni 2021 yang
telah terdaftar di kepaniteraan Pengadilan Agama Kuningan dengan register
nomor: 254/Pdt.P/2021/PA.Kng dimuka persidangan mengemukakan hal-
hal sebagai berikut:
1) Bahwa para pemohon telah melangsungkan akad nikah dihadapan
Pejabat Kantor Urusan Agama Kecamatan Nusaherang Kabupaten
Kuningan tanggal 29 Juli 1978 tercatat dalam buku kutipan akta nikah

80
Salinan Putusan Perkara Dispensasi Nikah Terkait Batasan Usia Pada Masa Pandemi
Covid.
55

tanggal 29 Juli 1978 yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama


Kecamatan Nusaherang Kabupaten Kuningan;
2) Bahwa sesudah akad nikah para Pemohon telah hidup berumah tangga
selama 42 tahun 11 bulan dan dikaruniai empat orang anak; Euis umur 35
tahun; Dimas 30 tahun; Lilis 25 tahun; Wulandari 17 tahun 11 bulan;
3) Bahwa para Pemohon hendak menikahkan salah satu anak para Pemohon
yang bernama Wulandari; Tempat, tanggal lahir: Kuningan, 29 Agustus
2003; (umur 17 tahun 11 bulan); Agama: Islam; Pendidikan: SLTP;
Pekerjaan; Tempat kediaman di: Dusun Puhun, RT.009 RW. 002 Desa
Kertawirama, Kecamatan Nusaherang, Kabupaten Kuningan, Provinsi
Jawa Barat.
Dengan calon suaminya;
Nama: Nanang; NIK: 3208080508500006; Tempat, tanggal lahir:
Kuningan, 11 Januari 1993; (umur 28 tahun 5 bulan); Agama: Islam;
Pendidikan: SLTP; Pekerjaan: Buruh; Tempat kediaman di: Dusun
Pahing, RT. 004 RW.002, Desa Kertawirama, Kecamatan Nusaherang,
Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat;
Yang akan dilaksanakan dan dicatatkan di hadapan Pegawai Pencatat
Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Nusaherang Kabupaten
Kuningan;
4) Bahwa syarat-syarat untuk melaksanakan pernikahan tersebut baik
menurut ketentuan hukum Islam maupun peraturan perundang-undangan
yang berlaku telah terpenuhi kecuali syarat usia bagi anak para Pemohon
belum mencapai umur 19 tahun dan karenanya maka maksud tersebut
telah ditolak oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Nusaherang
Kabupaten Kuningan dengan Surat Nomor: B-
168/Kua.10.08.31/Pw/01/IVI2021 tertanggal 24 Juni 2021;
5) Bahwa Pernikahan tersebut sangat mendesak untuk dilangsungkan karena
keduanya telah berpacaran sejak kurang lebih 3 tahun yang lalu dan
sekarang anak para pemohon sedang mengandung dengan usia
kandungan 1,5 bulan sehinggga para Pemohon ingin segera menikahkan
keduanya;
56

6) Bahwa anak para Pemohon dan calon suaminya tersebut tidak ada
larangan untuk melakukan pernikahan dan tidak ada hubungan darah dan
tali sepersusuan;
7) Bahwa anak para Pemohon berstatus belum menikah dan tidak dalam
pinangan orang lain, dan calon suaminya berstatus belum menikah, dan
keduanya telah akil baligh serta anak para Pemohon sudah siap untuk
menjadi istri atau ibu rumah tangga;
8) Bahwa calon suami anak para Pemohon telah bekerjasebagai buruh
dengan penghasilan sebulan sekitar Rp3.000.000,- (Tiga Juta Rupiah).81

3. Petitum Putusan
Berdasarkan duduk perkara diatas maka para Pemohon mohon agar
Ketua Pengadilan Agama Kuningan segera memeriksa dan mengadili
perkara yang diajukan Pemohon, selanjutnya menjatuhkan penetapan yang
amarnya berbunyi sebagai berikut
PRIMER
1) Mengabulakan permohonan para Pemohon;
2) Memberikan dispensasi nikah kepada anak para Pemohon yang bernama
Wulandari untuk menikah dengan seorang laki-laki bernama Nanang;
3) Menetapkan biaya menurut hukum;
SUBSIDER

Atau menjatuhkan penetapan yang seadil-adilnya82

4. Amar Putusan
Berdasarkan alasan-alasan diatas maka para Pemohon mohon agar
Ketua Pengadilan Agama Kuningan Segera memeriksa dan mengadili
perkara ini, selanjutnya menjatuhkan penetapan yang amarnya berbunyi
sebagai berikut:
1. Mengabulkan permohonan para Pemohon

81
Salinan Putusan Perkara Dispensasi Nikah Terkait Batasan Usia Pada Masa Pandemi
Covid.
82
Salinan Putusan Perkara Dispensasi Nikah Terkait Batasan Usia Pada Masa Pandemi
Covid Pengadilan Agama Kuningan No. 254/Pdt.P/2021/PA.Kng.
57

2. Memberikan dispensasi nikah kepada para Pemohon untuk menikahkan


anaknya dengan seorang laki-laki.
3. Membebankan kepada para Pemohon untuk membayar biaya perkara
sejumlah Rp.340.000,00- (tiga ratus empat puluh ribu rupiah).
Penetapan diucapkan dalam sidang terbuka pada hari Kamis tanggal
08 Juli 2021 M.83

83
Salinan Putusan Perkara Dispensasi Nikah Terkait Batasan Usia Pada Masa Pandemi
Covid Pengadilan Agama Kuningan No. 254/Pdt.P/2021/PA.Kng.
BAB IV

ANALISIS MAJELIS HAKIM PENGADILAN AGAMA KUNINGAN


DALAM PEMBERIAN DISPENSASI NIKAH TERKAIT BATASAN USIA
PADA MASA PANDEMI COVID-19

A. Faktor Penyebab Tingginya Perkara Dispensasi Nikah Terkait Batasan


Usia Pada Masa Pandemi Covid-19 di Pengadilan Agama Kuningan
1. Terbitnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Hampir Bersamaan
Dengan Pandemi Covid-19
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 berisi tentang perubahan atas
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Salah satu pasal
yang dirubah adalah Pasal 7 ayat (1) Tahun 1974 tentang perkawinan yang
menyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pihak laki-laki
mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak perempuan mencapai
umur 16 (enam belas) tahun. Ketentuan ini memungkinkan terjadinya
perkawinan dalam usia anak khususnya pada perempuan karena dalam pasal
1 angka 1 Undang-Undang tentang perubahan atas Undang-undang Nomor
23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak mendefinisikan bahwa anak
adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk
anak yang masih dalam kandungan.
Mahkamah Konstitusi mempertimbangkan kembali putusan ini tatkala
pembedaan perlakuan antara laki-laki dan perempuan berdampak atau
menghalangi pemenuhan hak konstitusional warga negara, baik yang
termasuk kedalam kelompok hak-hak sipil dan politik maupun hak-hak
ekonomi, pendidikan, sosial serta kebudayaan yang seharusnya tidak boleh
dibedakan semata-mata berdasarkan jenis kelamin, maka pembedaan usia
pernikahan ini juga termasuk diskriminasi. Lalu Mahkamah Agung
memerintah kepada pembentuk Undang-Undang untuk melakukan
perbaikan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Pernikahan.
Perbaikan Undang-Undang ini menjangkau dengan menaikan batas usia
perkawinan bagi perempuan menjadi 19 (sembilan belas) tahun sama seperti
batas usia perkawinan bagi laki-laki.

58
59

Undang-Undang ini disahkan oleh Presiden Joko Widodo pada 14


Oktober 2019 di Jakarta, dan mulai berlaku setelah diundangkan Plt.
Menhumham Tjahjo Kumolo pada tanggal 15 Oktober 2019.84 Berlakunya
Undang-Undang ini pada bulan Oktober 2019 yang hampir bersamaan
dengan pandemi Covid-19 pada bulan Desember 2019, sehingga perkara
dispensasi nikah dibawah umur pada masa pandemi Covid-19 terlihat sangat
naik, karena yang sudah mendaftar pernikahan dengan usia sebelum
dirubahnya Undang-Undang harus mendaftarkan perkara dispensasi nikah
ke Pengadilan Agama setempat. Karena peristiwa tersebut maka banyak
artikel-artikel yang mengeluarkan statment tentang naiknya perkara
dispensasi nikah terkait batasan usia pada masa pandemi Covid-19.
Sehingga hal ini membuat masyarakat berpandangan bahwa ada faktor
khusus yang membuat perkara ini naik ditengah pandemi Covid-19.
Naiknya angka dispensasi perkawinan di masa pandemi Covid-19 membuat
Penulis tertarik untuk meneliti masalah ini, apakah ada faktor khusus yang
membuat angka dispensasi nikah ini naik secara drastis.
Peneliti telah melakukan wawancara dengan salah satu Majelis Hakim
Pengadilan Agama Kuningan yaitu dengan Drs. H. Zulkifli, S.H.,M.H,
beliau membenarkan tentang naiknya perkara dispensasi nikah terkait
batasan usia pada masa pandemi Covid-19, namun beliau juga menerangkan
bahwasanya tidak ada faktor khusus yang mendorong naiknya perkara
dispensasi nikah terkait batasan usia pada masa pandemi Covid-19. Naiknya
perkara dispensasi nikah terkait batasan usia pada masa pandemi ini salah
satunya karena pengesahan Undang-Undang No. 16 tahun 2019 yang
bersamaan dengan munculnya wabah Covid-19 sehingga perkara ini terlihat
naik di masa pandemi Covid-19 tutur beliau.85
Peneliti memahami bahwa memang tidak ada faktor khusus yang
menjadikan perkara dispensasi nikah ini khususnya mengenai batasan usia
yang naik pada masa pandemi Covid-19, namun adanya faktor

84
Joglo Abang, “UU 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas UU 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan”, https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-16-2019-perubahan-uu-1-1974-
perk.awinan Diakses 01 Maret 2022.
85
Hasil Interview Bersama Bapak Zulkifli Majelis Hakim Pengadilan Agama Kuningan
pada Tanggal 22 Desember 2021.
60

ketidaksengajaan antara waktu pengesahan Undang-Undang Nomor 16


Tahun 2019 dengan munculnya wabah Covid-19 yang hampir bersamaan
sehingga membuat masyarakat beranggapan kasus dispensasi nikah naik
selama pandemi Covid didukung juga oleh banyak berita baik artikel
maupun televisi yang mengungkapkan demikian.

2. Perempuan Mengalami Kehamilan Sebelum Menikah


Ulama berbeda pendapat tentang hukum menikahi wanita pezina
perbedaan pendapat ini disebabkan oleh sudut pandang terhadap
pemahaman kalimat larangan menikahi wanita pezina sebagaimana yang
tercantum dalam Q.S. An-Nur (24): 3 yang kurang lebih artinya laki-laki
yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina atau
perempuan yang musyrik dan perempuan yang berzina tidak mengawini
melainkan laki-laki yang berzina atau laki-laki yang musyrik, dan yang
demikian diharamkan atas orang yang mukmin. Jumhur ulama cenderung
mengartikan persitiwa ini sebagai dosa bukan haram, maka mereka
berpendapat membolehkan menikahinya.86
M. Quraish Shihab berpendapat bahwa pria yang menikahi wanita
yang pernah dizinahi hukumnya sah. Anak yang dikandungnya dinilai
anaknya apabila ia lahir setelah 6 bulan dari masa akad nikahnya dan
apabila kurang dari waktu tersebut suami wanita itu mengakui anak yang
dikandung sebagai anaknya tanpa berkata bahwa itu adalah anak zina, maka
pengakuannya dapat dibenarkan sehingga anak dinasabkan kapada yang
bersangkutan, hal ini karena boleh jadi telah terlaksana perkawinan sah
tanpa diketahui sebelum kehamilan dan juga supaya nama baik dapat
terpelihara.87
Majelis Hakim menuturkan bahwa faktor tertinggi perkara dispensasi
nikah di Pengadilan Agama Kuningan adalah karena faktor hamil diluar
nikah. Berdasarkan data faktor ini menjadi faktor tertinggi dalam alasan
pengajuan perkara dispensasi nikah terkait batasan usia di Kabupaten

86
Khoirul Abror, Pernikahan Wanita Hamil Akibat Zina, (Lampung: LP2M, 2017), 103.
87
M. Quraish Shihab, Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab: Seputar Tafsir Al-Qur’an,
(Bandung: Mizan, 2001), 140.
61

Kuningan. Seperti contoh perkara dispensasi nikah terkait batasan usia pada
masa pandemi covid-19 yang diambil oleh peneliti merupakan faktor hamil
diluar nikah.88
Hamil diluar nikah ini manjadi alasan atau ketakutan para Orang Tua
sehingga membolehkan bahkan memaksa putra/putrinya melaksanakan
perkawinan dibawah umur, tanpa mempertimbangkan risiko-risiko buruk
lainnya seperti terputusnya pendidikan anak, kemiskinan berantai,
Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT dan banyak dampak negatif
lainnya. Melihat perkawinan dibawah umur ini lebih banyak dampak
negatifnya daripada positifnya, sehingga perlunya kesadaran dari berbagai
lapisan masyarakat untuk menyadari dampak negatif dari perkawinan
dibawah umur ini. Banyak hal yang dapat mengatasi hamil diluar nikah
selain dengan menikahkan anaknya yaitu dengan lebih menjaga pergaulan
anak atau memilih pendidikan anak dengan memasukan anak ke Pondok
Pesantren sehingga anak lebih paham tentang ilmu agama dan dapat
menghindari perbuatan maksiat seperti zina.
Beliau menuturkan tatkala sudah terjadi hamil diluar nikahpun Majelis
Hakim tetap memberi saran agar menunda perkawinan sampai memenuhi
batas usia calon pengantin atau sampai anak lahir, namun kebanyakan orang
tua tetap ingin menikahkan anaknya dalam keadaan hamil dan belum
memenuhi kriteria batasan usia perkawinan sehingga mengharuskan
mengajukan perkara dispensasi nikah terkait batasan usia ke Pengadilan
Agama.
Peneliti memahami bahwa kebanyakan kasus hamil diluar nikah
khususnya di Pengadilan Agama Kuningan ini dipengaruhi oleh pergaulan
bebas remaja. Semua hal-hal pornografi baik berupa gambar, tulisan hingga
video dapat diakses dengan mudah di internet melalui gadget masing-
masing yang saat ini hampir semua remaja sudah memiliki gadget.
Penggunaan media sosial saat ini dapat menjadi pisau bagi pemakainya,
semuanya tergantung pemakai menggunakan pisau itu untuk apa entah itu

88
Hasil Interview Bersama Bapak Zulkifli Majelis Hakim Pengadilan Agama Kuningan
pada Tanggal 22 Desember 2021.
62

hal baik atau hal buruk. Tentunya penggunaan media sosial ini harus
diimbangi dengan ilmu pengetahuan khususnya agama agar tidak terjerumus
kepada hal-hal yang tidak diinginkan.

3. Sudah Lama Menjalin Hubungan Pacaran


Pacaran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kekasih atau
teman lawan jenis yang tetap serta memiliki hubungan batin berdasarkan
cinta kasih. Pacaran dapat dikatakan hubungan pranikah antara laki-laki dan
perempuan yang bukan mahram, aktivitas pacaran biasanya dilakukan
berduaan. Sejauh ini kegiatan pacaran sudah menjadi hal yang lumrah
padahal pacaran adalah kunci menuju zina, maka beberapa Orang Tua
khawatir anaknya terjerumus kepada hal-hal yang tidak diinginkan sehingga
lebih memilih menikahkan anaknya dan yang menjadi permasalahan adalah
ketika menikahkan anaknya di usia muda.89
Majelis Hakim menuturkan bahwa salah satu faktor yang sering
dijumpai pada kasus dispensasi nikah terkait batasan usia ini yaitu sudah
menjalani pacaran dengan waktu yang lama sehingga menimbulkan rasa
khawatir dari Orang Tua terhadap anaknya, khawatir anaknya terjerumus
kepada hal-hal yang tidak diinginkan seperti melakukan perzinahan hingga
hamil diluar nikah. Sehingga Orang Tua lebih memilih menikahkan anaknya
yang belum mencapai usia pernikahan dibanding melawan rasa takut dan
menjaga anaknya dengan memberikan pendidikan agama.90 Pacaran
menurut Psikologi Anak dan Remaja, Ratih Zulhaqqi menuturkan kini
pacaran sudah bergeser ke arah negatif. Ratih Zulhaqqi juga membenarkan
jika tingginya angka seks bebas saat ini karena bermula dari pacaran.91
Langkah mencegah pacaran ini perlunya bimbingan Orang Tua untuk
menanamkan rasa malu dalam diri anaknya. Selain itu memilih tempat
pendidikan anak tumbuh dan berkembang juga sangat berpengaruh terhadap

89
https://ibnumajjah.wordpress.com/2012/06/04/pacaran-dalam-timbangan-syariat/
Diakses 18 Maret 2022.
90
Hasil Interview Bersama Bapak Zulkifli Majelis Hakim Pengadilan Agama Kuningan
pada Tanggal 22 Desember 2021.
91
Hafidz Muftisany, Bahaya Mengintai Pacaran, (Karanganyar: INTERA, 2021), 11.
63

kepribadian anak, seperti menempatkan anaknya di Pondok Pesantren


supaya anak tumbuh di lingkungan yang paham agama serta senantiasa
terpelihara. Menurut Peneliti sebelum mencapai usia baligh atau mendekati
umur 19 (sembilan belas) tahun anak masih berada dibawah kendali Orang
Tua secara penuh, sehingga Orang Tua dapat memberikan yang terbaik
untuk anaknya baik dari segi pendidikan, ekonomi sampai kesehatan.
Banyak juga Orang Tua yang terlambat memberikan pendidikan
seksual, karena menganggap hal itu sesuatu yang tabu, padahal memberikan
edukasi seksual bukanlah hal yang salah. Melalui edukasi seksual dapat
memberi pemahaman kepada anak bahwa ada hal-hal yang tidak boleh
disentuh atau dilihat orang lain, sehingga anak lebih pandai menjaga diri.
Faktor ini sungguh perlu diperhatikan oleh berbagai kalangan masyarakat
seperti Orang Tua, Guru, hingga tokoh Pemuka Agama sehingga tidak ada
lagi yang menempuh perkawinan dibawah umur hanya karena alasan
menghindari zina, Peneliti memahami bahwa banyak sekali hal-hal yang
dapat dilakukan untuk menghindari zina daripada harus menempuh
perkawinan anak yang banyak madhorotnya.

4. Orang Tua yang Menjodohkan Anaknya Untuk Melangsungkan


Perkawinan
Menjodohkan berasal dari kata jodoh dan definisi jodoh dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia adalah cocok, sesuai dan sepadan. Sedangkan
menjodohkan artinya mengawinkan atau menikahkan, menjadikan dua
orang sebagai pasangan dan mengusahakan menjadi suami isteri.92
Perjodohan biasanya dilakukan oleh Orang Tua dan mereka kerap
menjodohkan anaknya dengan seseorang yang dinilai pantas mendampingi
anak mereka dari berbagai segi baik dari segi fisik, ekonomi atau budi
pekerti. Kegiatan menjodohkan ini biasanya dilakukan oleh Orang Tua yang
sudah memiliki usia yang lanjut usia, mereka kerap berasumsi memiliki
umur yang pendek maka dari itu memilih menjodohkan anaknya supaya
anaknya bahagia dan mereka dapat menyaksikan. Sayangnya perjodohan ini
92
Suharsono dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Lux,
(Semarang: Widya Karya, 2011), 206.
64

seringkali tak kenal umur terkadang usia dibawah umur sudah dijodohkan
dengan pasangannya yang lebih tua dan hal inilah yang menjadi
permasalahan.
Majelis Hakim menuturkan bahwa tidak sedikit kasus dispensasi
perkawinan terkait batasan usia yang diajukan ke Pengadilan Agama
Kuningan dengan alasan dijodohkan oleh kedua Orang Tua. Peneliti menilai
bahwasanya masih banyak Orang Tua yang tidak sadar akan madhorot
perkawinan dibawah umur. Pada kasus ini kebanyakan karena Orang Tua
sudah memiliki umur yang tua sehingga khawatir tidak dapat menyaksikan
anaknya menikah. Kekhawatiran tidak menyaksikan anak menikah ini lebih
dipentingkan daripada kekhawatiran anaknya kesulitan menghadapi situasi
perkawinan dibawah umur.93
Peneliti sering mendengar bahwa perjodohan hanya ada di zaman Siti
Nurbaya namun tak bisa dipungkiri di zaman sekarang juga masih banyak
Orang Tua yang melakukan perjodohan anak-anaknya, perjodohan itu entah
merujuk kepada kebahagiaan anak ataupun kebahagiaan Orang Tua. Orang
Tua senantiasa mengatakan bahwa pilihannya selalu benar tetapi di sisi lain
pilihan anakpun belum tentu salah, sehingga dalam kasus ini sudah
seharusnya anak diberi kesempatan yang sama untuk memilih jodohnya,
karena bagaimanapun anaklah yang menjalani pernikahan bukan Orang Tua.
Fatalnya perjodohan itu jika Orang Tua berkehendak harus melangsungkan
pernikahan meskipun masih dibawah umur.
Peneliti menilai bahwasanya permasalahan perkawinan dibawah umur
ini bukan lagi pada Kantor Urusan Agama yang menikahkan, bahkan bukan
di Pengadilan Agama yang mengabulkan permohonan dispensasi nikah,
namun permasalahannya berada pada adat Orang Tua yang berkehendak
menjodohkan anaknya atau menikahkan anaknya dibawah usia seharusnya
seperti yang diatur dalam Undang-Undang.

93
Hasil Interview Bersama Bapak Zulkifli Majelis Hakim Pengadilan Agama Kuningan
pada Tanggal 22 Desember 2021.
65

B. Majelis Hakim Pengadilan Agama Kuningan Dalam Memberikan


Dispensasi Nikah Terkait Batasan Usia Pada Masa Pandemi Covid-19
Majelis Hakim dalam persidangan membuka kesempatan jawab-
menjawab antara penggugat dengan tergugat yang bertujuan supaya Majelis
Hakim dapat memperoleh kepastian tentang peristiwa konkret yang
disengketakan oleh kedua belah pihak. Kegiatan jawab-menjawab ini Majelis
Hakim dapat menyimpulkan peristiwa konkret apakah yang sekiranya
disengketakan. Majelis Hakim Harus mengkonstatir peristiwa konkret yang
disengketakan mengkonstatir berarti menyatakan benar terjadinya suatu
peristiwa konkret dan harus dibuktikan terlebih dahulu,94 peristiwa-peristiwa
tersebut biasa disebut prosedur penemuan hukum dan hal ini yang akan
memunculkan berbagai pertimbangan Majelis Hakim untuk memutus akhir
suatu perkara yang disengketakan.
Majelis Hakim Pengadilan Agama Kuningan Sebelum memutus perkara
dispensasi nikah memberikan pertimbangan-pertimbangan untuk kemaslahatan
calon mempelai diantaranya yang pertama adalah telah terjadinya kehamilan
sebelum pernikahan. Kasus kehamilan diluar nikah akhir-akhir ini menjadi
kasus tertinggi alasan pengajuan dispensasi nikah di Kabupaten Kuningan,
dimana perempuan sudah terlanjur hamil dan usia kandungan yang semakin
membesar sehingga pihak-pihak tertentu merasa terdesak untuk
melangsungkan pernikahan. Permasalahan yang sering dihadapi adalah ketika
calon mempelai laki-laki atau perempuan yang mengalami kehamilan belum
mencapai batas usia yang ditentukan oleh Undang-Undang.
Pernikahan dibawah umur yang disebabkan oleh kehamilan sebelum
menikah ini sudah menjadi jalan akhir bagi para pihak yang terlibat, selain
untuk meminta pertanggungjawaban pihak laki-laki, pernikahan juga
menghindari perbuatan aborsi karena perbuatan aborsi ini dilarang secara tegas
dalam Undang-Undang sebagaimana diatur dalam Pasal 75 ayat (1) Undang-
Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang berisi setiap orang
dilarang melakukan aborsi. Aborsi hanya diperbolehkan dalam 2 kondisi yaitu
dalam kedaruratan medis dan kehamilan akibat pemerkosaan. Pelaku aborsi

94
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia , 210.
66

ilegal dapat dijerat pasal 194 Undang-Undang Kesehatan yaitu pidana penjara
paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 1 miliar.95
Kehamilan sebelum menikah ini menjadi salah satu pertimbangan
Majelis Hakim dalam memutuskan perkara dispensasi nikah terkait batasan
usia. Tentunya sebelum memberikan putusan perkara dispensasi nikah terkait
batasan usia ini Majelis Hakim berupaya memberi nasihat kepada Pemohon
dengan memberi berbagai pertimbangan agar bersabar menunggu anak dewasa
supaya lebih siap untuk berumah tangga, namun Pemohon tetap untuk
melanjutkan perkara dan bisa dikabulkan untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan.
Peneliti memahami bahwa meskipun kehamilan diluar pernikahan
merupakan hal yang tabu di Indonesia, namun tidak dapat dipungkiri hal ini
banyak terjadi. Kehamilan sebelum menikah dianggap sebagai aib keluarga,
maka dari itu perempuan yang hamil harus segera dinikahi untuk menghapus
aibnya. Maka tidak heran apabila banyak Orang Tua yang memilih untuk
menikahkan anaknya yang belum cukup umur untuk melangsungkan
pernikahan selain untuk meminta pertanggungjawabaan pihak laki-laki juga
untuk menutupi aib keluarga.
Mengutip dari Kompilasi Hukum Islam mengenai kawin hamil,
bahwasanya apabila seorang wanita hamil di luar nikah maka dapat dikawinkan
dengan pria yang menghamilinya. Perkawinan tersebut dapat dilangsungkan
tanpa menunggu terlebih dahulu kelahiran anaknya dan ketika melangsungkan
perkawinan pada saat hamil, maka tidak perlu dilangsungkan perkawinan ulang
setelah anak lahir.96 Hal ini menunjukan bahwa hukum membolehkan menikah
dalam keadaan hamil dengan syarat kedua calon mempelai tidak memiliki
hubungan yang dilarang menurut hukum.
Pertimbangan Majelis Hakim yang kedua adalah kedua Orang Tua calon
mempelai bersedia menikahkan anaknya serta siap membimbing secara rohani
dan Jasman. Dalam perkara dispensasi nikah terkait batasan usia ini Pemohon

95
Diana Kusumasari, “Ancaman Pidana Terhadap Pelaku Aborsi Ilegal”,
https://www.hukumonline.com/klinik/a/penerapan-hukum-pidana-dalam-aborsi-ilegal-cl840
Diakses 04 Maret 2022.
96
Pasal 53 Kompilasi Hukum Islam tentang Kawin Hamil.
67

sudah dinasehati oleh Majelis Hakim terkait kemungkinan-kemungkinan yang


dihadapi oleh kedua calon mempelai, namun sebagian besar dari Pemohon
memilih untuk tetap melanjutkan perkara dengan berbagai alasan dan
pertimbangan Pemohon tutur Majelis Hakim Pengadilan Agama Kuningan, ada
yang beralasan karena sudah terlanjur hamil sebelum nikah, ada yang khawatir
terjadinya perzinahan, sampai alasan karena menikah muda turun temurun.
Selain Majelis Hakim memberikan putusan dispensasi nikah kepada Pemohon,
Majelis Hakim juga memastikan bahwa Pemohon siap membimbing calon
mempelai secara rohani dan jasmani dalam melangsungkan pernikahan.
Peneliti juga menyadari bahwa pernikahan adalah sesuatu hal yang
sakral, sehingga untuk umur dibawah ketetuan Undang-Undang sangat butuh
bimbingan dari Orang Tua, agar tercapainya tujuan pernikahan yaitu
pernikahan yang kekal abadi serta bahagia. Peneliti melihat di beberapa
pedesaan khususnya di tempat tinggal Peneliti yaitu Desa Kertawirama dan
sekitarnya, banyak tokoh agama yang menggencarkan pernikahan dibawah
umur dan dipraktikkan langsung kepada anak-anaknya dengan alasan
menghindari perzinahan. Sehingga di Desa Kertawirama sangat banyak
khususnya perempuan yang menikah dibawah umur 18 (delapan belas) tahun.
Hal ini membuktikan bahwa kurangnya kesadaran akan bahaya pernikahan
dibawah umur dan ini menjadi sorotan bahwa pernikahan dibawah umur harus
diperhatikan oleh semua masyarakat khususnya tokoh agama yang merupakan
tokoh terpercaya terutama di pedesaan, tentunya mengedukasi masyarakat
diimbangi dengan ilmu pengetahuan tentang risiko pernikahan dibawah umur.
Pertimbangan Majelis Hakim yang ketiga adalah memastikan kedua
calon mempelai sudah siap untuk melangsungkan pernikahan, Majelis Hakim
mempertimbangkan bahwa anak Pemohon yang mengajukan dispensasi nikah
terkait batasan usia meskipun dibawah umur yang ditentukan Undang-Undang,
namun secara jasmani dan rohani cukup dewasa untuk melangsungkan
pernikahan. Tentunya didukung oleh keterangan para saksi bahwasanya kedua
calon mempelai secara fisik maupun mental sudah mampu untuk
melangsungkan pernikahan, seperti calon suami sudah memiliki pekerjaan atau
penghasilan tetap agar kehidupan kedepannya terjamin.
68

Peneliti menyadari bahwa kedewasaan seseorang tidak bisa diukur dari


usia, namun setiap orang punya peluang yang sama untuk belajar dan terus
memperbaiki kekurangan diri masing-masing, sehingga kesiapan calon
mempelai adalah sesuatu yang bisa dipelajari dan bisa didapat dari mana saja.
Tentunya dengan tidak mengabaikan segala risiko-risiko dari pernikahan
dibawah umur. Misalnya untuk menghindari kecatatan bayi lahir maka calon
mempelai bisa menunda kehamilan sampai umur Ibu dirasa cukup untuk
menjalani proses kehamilan agar tidak membahayakan proses persalinan.
Pertimbangan Majelis Hakim yang keempat adalah memastikan bahwa
tidak ada halangan antara kedua calon mempelai secara hukum untuk
melangsungkan pernikahan. pertimbangan ini berangkat dari keterangan para
saksi serta bukti-bukti. Seperti keterangan-keterangan yang menjelaskan bahwa
kedua calon mempelai tidak memiliki hubungan sedarah baik garis keturunan
lurus kebawah, keatas maupun kesamping.
Mengutip dari Pasal 8 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun
1974 bahwa perkawinan dilarang antara dua orang yang memiliki hubungan-
hubungan sebagai berikut:
a. Memiliki hubungan sedarah dalam garis keturunan keatas, kebawah,
maupun kesamping.
b. Memiliki hubungan semenda seperti mertua, anak tiri, menantu dan ibu atau
bapak tiri.
c. Memiliki hubungan susuan yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara
susuan dan bibi atau paman susuan.
d. Memiliki hubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan
dari isteri, berlaku dalamhal seorang suami beristeri lebih dari seorang.
e. Memiliki hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku,
dilarang menikah.97
Calon mempelai yang akan melangsungkan pernikahan dan memiliki
hubungan-hubungan yang tertulis seperti di atas maka pernikahannya tidak
dapat dilangsungkan demi hukum. Tidak hanya diatur dalam Undang-Undang
Perkawinan, pernikahan juga dilarang dalam Kompilasi Hukum Islam bagi

97
Pasal 8 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1947 tentang Perkawinan.
69

calon mempelai yang memiliki hubungan karena pertalian nasab, pertalian


kerabat semenda dan pertalian sesusuan.98
Pertimbangan Majelis Hakim yang kelima adalah memastikan bahwa
kedua calon mempelai saling mencintai, sehingga tidak adanya paksaan dalam
melangsungkan pernikahan. Karena banyak perkawinan yang dilangsungkan
hanya atas kehendak Orang Tua tanpa melibatkan pendapat dan perasaan anak.
Maka dari itu memastikan kedua calon mempelai saling mencintai merupakan
hal yang penting. Apabila calon mempelai tidak saling mencintai dan keberatan
dalam melakukan pernikahan yang didaftarkan oleh Orang Tua atau wali
sebagai Pemohon maka pengajuan dispensasi nikah dapat dibatalkan.
Cinta dalam pernikahan bukan hanya sebatas perasaan namun sebisa
mungkin membuat cinta yang memiliki visi misi bersama yang melahirkan
komitmen kuat dalam sebuah hubungan, supaya terciptanya rumah tangga yang
kekal serta bahagia. Peneliti sadar bahwa cinta bukan segalanya dalam
pernikahan namun bagaimana mungkin jika dalam rumah tangga tidak ada
cinta. Jika dalam rumah tangga tidak ada cinta, maka didalamnya akan banyak
keegoisan. Cinta memang dibutuhkan untuk merekatkan pasangan suami isteri,
tapi cinta saja tidak cukup untuk membuat rumah tangga kekal. Cinta
dibutuhkan komitmen yang kuat serta upaya kita memandang pernikahan
sebagai ibadah kepada Allah SWT. Agar pernikahan dijaga sampai akhir hayat
bahkan akhirat.
Majelis Hakim Pengadilan Agama Kuningan sebelum memutus perkara
dispensasi perkawinan sudah pasti memberikan pertimbangan-pertimbangan
yang terbaik agar tidak salah memberikan hasil putusan, hasil dari wawancara
kepada Majelis Hakim Pengadilan Agama Kuningan maka Peneliti
mendapatkan beberapa poin yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim
Pengadilan Agama Kuningan Sebelum memutus perkara dispensasi nikah
terkait batasan usia pada masa pandemi covid-19 diantaranya yaitu calon
mempelai telah hamil sebelum menikah, kedua Orang Tua berkeinginan
menikahkan anaknya serta siap membimbing secara rohani dan jasmani,
kesiapan calon mempelai untuk melangsungkan pernikahan, calon mempelai

98
Pasal 39 Kompilasi Hukum Islam tentang Larangan Kawin.
70

tidak memiliki halangan menikah di mata hukum dan kedua mempelai saling
mencintai.99

C. Pemberian Dispensasi Nikah Terkait Batasan Usia Merujuk Dalam


Konsep Terbaik Bagi Anak
Pemohon yang mendaftarkan anaknya untuk melangsukan pernikahan
dibawah umur kebanyakan berasal dari keluarga menengah kebawah dengan
alasan tidak ada biaya untuk melanjutkan pendidikan sehingga harus menikah
atau dengan alasan Orang Tua tidak memiliki biaya banyak untuk terus
menghidupinya sehingga melimpahkan tanggungjawab kepada suami atau
istrinya, namun pemohon tidak menyadari tentang dampak buruk dari
pernikahan dibawah umur salah satu contohnya kemiskinan terstruktur.
Majelis Hakim Pengadilan Agama Kuningan menggunakan PERMA
Nomor 5 tahun 2019 sebagai rujukan untuk mengadili permohonan dispensasi
nikah khususnya terkait batasan usia. Peneliti menemukan data bahwa dari
semua perkara dispensasi nikah terkait batasan usia yang diterima oleh
Pengadilan Agama Kuningan sebagian besar diterima. Perkara yang diterima
adalah perkara yang semua syaratnya terpenuhi, dan perkara yang ditolak
adalah perkara yang pernikahannya hanya kehendak Orang Tua saja serta tidak
melibatkan anaknya dalam mengambil keputusan untuk menikah, Majelis
Hakim menuturkan bahwa hal ini akan mutlak ditolak oleh Hakim.
Fakta diatas bahwa putusan Majelis Hakim Pengadilan Agama Kuningan
belum sepenuhnya mengacu pada konsep terbaik bagi anak. Selagi persyaratan
terpenuhi dan calon mempelai menyetujui pernikahan tersebut maka putusan
akan dikabulkan. Seharusnya perkara dispensasi nikah ini dikabulkan hanya
bagi pihak-pihak yang benar-benar terdesak atau membutuhkan. Sehingga
tidak ada dilema dalam masyarakat mengenai Undang-Undang No. 16 Tahun
2019 dan tidak ada oknum yang memanfaatkan dispensasi nikah ini untuk
menjadi jalan melaksanakan pernikahan dibawah umur. Contoh pihak yang

99
Hasil Interview Bersama Bapak Zulkifli Majelis Hakim Pengadilan Agama Kuningan
pada Tanggal 22 Desember 2021.
71

benar-benar membutuhkan adalah kehamilan diluar nikah, selain itu


permohonan bisa ditolak.
Dispensasi nikah di Kabupaten Kuningan belum cukup efektif dalam
menekan angka pernikahan dibawah umur, seharusnya Pengadilan Agama
Kuningan lebih selektif dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah
terkait batasan usia. Mengingat angka perkawinan dibawah umur semakin naik
di Indonesia khususnya di Kabupaten Kuningan. Akibat dari kurang ketatnya
pemberian dispensasi nikah ini menjadikan masyarakat berpandangan bahwa
dispensasi nikah ini hanya syarat formal semata dan angka pernikahan dini ini
akan terus naik.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Hasil penelitian Peneliti mendapatkan pokok-pokok pembahasan yang
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Faktor penyebab tingginya perkara dispensasi nikah di Pengadilan Agama
Kuningan terkait batasan usia pada masa pandemi Covid-19 adalah sebagai
berikut:
a. Undang-Undang No. 16 Tahun 2019
b. Kehamilan Sebelum Menikah
c. Sudah Pacaran Lama
d. Dijodohkan Orang Tua
2. Majelis Hakim Pengadilan Agama Kuningan dalam memutus perkara
dispensasi nikah terkait batasan usia sebagai berikut:
a. Kehamilan sebelum menikah
b. Kedua Orang Tua berkeinginan menikahkan calon mempelai serta siap
membimbing secara rohani dan jasmani
c. Kesiapan calon mempelai melangsungkan pernikahan
d. Tidak ada halangan menurut hukum untuk melangsungkan pernikahan
e. Kedua calon mempelai saling mencintai
3. Pemberian putusan dispensasi nikah terkait batasan usia di Pengadilan
Agama Kuningan pada masa pandemi Covid-19 ini diharapkan merujuk
pada konsep terbaik bagi anak, namun hasil penelitian yang didapat Peneliti
menunjukan bahwa putusan Majelis Hakim Pengadilan Agama Kuningan
terkait batasan usia pada masa pandemi Covid-19 belum sepenuhnya
merujuk pada konsep terbaik bagi anak.

72
73

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas Peneliti dapat memberi saran sebagai
berikut:
1. Melihat faktor-faktor tingginya angka pernikahan dibawah umur membuat
semua pihak bertanggungjawab dalam menekan angka pernikahan
dibawah umur, khususnya dalam mengedukasi diri sendiri dan umumnya
orang lain mengenai dampak dari pernikahan dini serta pencegahannya.
2. Dengan tujuan awal dibuatnya Undang-Undang No. 16 tahun 2019
mengenai batas usia pernikahan adalah menekan angka pernikahan
dibawah umur, seharusnya dispensasi nikah ini tidak menjadi dilema lagi
di tengah masyarakat apabila Pengadilan Agama Kuningan benar-benar
mempertimbangan dalam memberikan dispensasi nikah ini hanya kepada
pihak yang benar-benar membutuhkan.
3. Pengadilan Agama Kuningan diharapkan dapat memberi pertimbangan
dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah merujuk pada konsep
terbaik bagi anak, bukan hanya sekedar terpenuhinya persyaratan perkara.
4. Peneliti menyarankan agar semua lapisan masyarakat mampu menyadari
akan bahayanya pernikahan dini, sehingga timbulnya kesadaran bahwa
dispensasi nikah ini bukan jalan legalisasi untuk tetap melangsungkn
pernikahan dini.
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abror, Khoirul. Pernikahan Wanita Hamil Akibat Zina, Lampung: LP2M, 2017.
Arikunto, Suharsimi. Metode Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Asyhadie, Zaeni. Dkk. Hukum Keluarga Menurut Hukum Positif di Indonesia,
Depok: PT. Raja Grafindo Persada, 2020.
Azwar, Saifudi. Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998.
Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta: Bumi Aksara, 2013.

Hadrian, Endang dan Lukman Hakim, Hukum Acara Perdata di Indonesia,


Yogyakarta: Deepublish, 2020

Kementerian Dalam Negeri, Pedoman Umum Menghadapi Pandemi Covid-19


Bagi Pemerintah Daerah Pencegahan, Pengendalian, Diagnosis dan
Manajemen, Jakarta: Tim Kerja KEMENDAGRI, 2020.

Khasanah, Nginayatul. Pernikahan Dini Masalah dan Problematika, Yogyakarta:


Ar-Ruzz Media, 2017.
Mahkamah Agung Republik Indonesia, Buku Saku Pedoman Mengadili
Permohonan Dispensasi Kawin, Jakarta:Mahkamah Agung Republik
Indonesia bersama Indonesia Judicial Research Society (IJRS), 2020.

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum, Jakarta:Kencana Prenada,2010.

Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Cahaya


Atma Pustaka, 2013.

Muftisany, Hafidz. Bahaya Mengintai Pacaran, Karanganyar: INTERA, 2021.

Rasyid, Laila M. dan Herinawati, Hukum Acara Perdata, Sulawesi: Unimal Press,
2015.
Safira, Martha Eri. Hukum Acara Perdata, Ponorogo: CV. Nata Karya, 2017.
Shihab, M. Quraish. Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab: Seputar Tafsir Al-Qur’an,
Bandung: Mizan, 2001.

74
75

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan
Singkat, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2003.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kulitatif, dan R&D, Bandung: Alfabeta,
2016.
Suharsono dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Lux,Semarang: Widya Karya, 2011.
Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta: Prenada
Media, 2009.
Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi
Hukum Islam , Bandung: Citra Umbara, 2018.
Yulia, Hukum Acara Perdata, Sulawesi: Unimal Press, 2018.
Zahara, Cut Riza dkk. Cara Publik Berdamai Dengan Covid-19, Banda Aceh:
Syiah Kuala University Press, 2020.

B. Jurnal/ Skripsi/ Tesis

Halim, Abdul. “Study Kasus Pemberian Dispensasi Nikah Oleh Hakim


Pengadilan Agama Pekanbaru.” Skripsi, UIN Sultan Syarif Kasim Riau,
2021.
Judiasih, Sonny Dewi. dkk, “Dispensasi Pengadilan : Telaah Penetapan
Pengadilan Atas Permohonan Perkawinan Di Bawah Umur,” Jurnal:
Hukum Acara Perdata 3:2 (Desember 2017): 1-17.
Kamarusdiana, Ita Sofia, “Dispensasi Nikah Dalam Perspektif Hukum Islam,
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam,”
Jurnal: Sosial dan Budaya Syar’i 7:1 (Februari 2020): 1-16.
Madinah, Dany Nur. “Dispensasi Kawin Di Pengadilan Agama Banjarnegara
Kelas 1A Pasca Perubahan Undang-Undang Perkawinan,” Skripsi,
Fakultas Syariah IAIN Purwokerto, 2021.
Munir,Abdul. “Dampak Dispensasi Nikah Terhadap Eksistensi Pernikahan (Studi
Analisis di Pengadilan Agama Kendal),” Tesis, IAIN Walisongo, 2011.

Muqaffi, Ahmad. “Problematika Pemberlakuan Dispensasi Nikah Dalam Undang-


Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Undang-Undang
76

Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Terhadap Upaya Pencegahan


Pernikahan Anak.” Skripsi, UIN Antasari Banjarmasin, 2021.
Rijali, Ahmad. “Analisis Data Kualitatif”, Jurnal: Alhadharah, 17:33 (Juni
2018):1-84.
Sukur, Moch Halim. dkk, “Penanganan Pelayanan Kesehatan Di Masa Pandemi
Covid-19 Dalam Perspektif Hukum Kesehatan”, Jurnal:Journal Incio
Legis 1:1 (Oktober 2020): 1-17.
Ulya, Annisa. “Usia Ideal Perkawinan Perspektif Kompilasi Hukum Islam.”
Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Raden Intan Lampung, 2018.

C. Putusan
Putusan Pengadilan Agama Kuningan Nomor 254/Pdt.P/2021/PA.Kng

D. Peraturan Perundang-Undangan

Kompilasi Hukum Islam tentang Dasar-Dasar Perkawinan.


Kompilasi Hukum Islam tentang Rukun dan Syarat Perkawinan.
Kompilasi Hukum Islam tentang Kawin Hamil.
Kompilasi Hukum Islam tentang Larangan Kawin.
Peraturan Mahkamah Agung No. 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili
Permohonan Dispensasi Kawin.
Undang-Undang No.16 tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Undang-Undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

E. Internet

Abang, Joglo. “UU 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas UU 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan”, https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-16-2019-
perubahan-uu-1-1974-perk.awinan Diakses 01 Maret 2022.
77

Atiqah, Dewi. “Peran Hakim Dalam Mewujudkan Asas Keadilan Kepastian


Hukum dan Kemanfaatan Putusan” http://pa-
purwodadi.go.id/index.php/sub-bag-keuangan/pedoman/26-halaman-
depan/artikel/358-peran-hakim-dalam-mewujudkan-asas-keadilan-
kepastian-hukum-dan-kemanfaatan
putusan#:~:text=Putusan%20hakim%20diperlukan%20guna%20memeriks
a,perkara%20yang%20diajukan%20ke%20pengadilan.&text=Putusan%20
hakim%20merupakan%20gambaran%20kesadaran,bagi%20setiap%20ora
ng%20yang%20berperkara Diakses 15 Februari 2022.
Hadyan, Rezha. “Mencari Solusi Pernikahan Anak yang Terus Naik di Tengah
Pandemi.” https://m.bisnis.com/amp/read/20210607/15/1402418/mencari-
solusi-pernikahan-anak-yang-terus-naik-di-tengah-pandemi. Diakses 16
Oktober 2021.

https://data.covid19.go.id/public/index.html. Diakses 20 Februari 2022.


https://ibnumajjah.wordpress.com/2012/06/04/pacaran-dalam-timbangan-syariat/
Diakses 18 Maret 2022.
https://pa-baturaja.go.id/index.php/layanan-publik/prosedur-berperkara/syarat-
mengajukan-perkara Diakses 23 Desember 2021.
https://www.pa-kuningan.go.id/tentang-pengadian/profile-pengadilan/alamat-
pengadilan. Diakses 15 Februari 2022.
https://www.pa-kuningan.go.id/tentang-pengadian/profile-pengadilan/fungsi-dan-
tugas-pengadilan. Diakses 25 Februari 2022
https://www.pa-kuningan.go.id/tentang-pengadian/profile-pengadilan/sejarah-
pengadilan, Diakses 20 Februari 2022.
https://www.pa-kuningan.go.id/tentang-pengadian/profile-pengadilan/statistik-
pengadilan. Diakses 20 Maret 2022.
https://www.pa-kuningan.go.id/tentang-pengadian/profile-pengadilan/unit-
pelaksana-teknis-kesekretariatan. Diakses 25 Februari 2022.
https://www.pa-kuningan.go.id/tentang-pengadian/profile-pengadilan/visi-dan-
misi. Diakses 25 Februari 2022.
https://www.pa-kuningan.go.id/tentang-pengadian/profile-pengadilan/wilayah-
yurisdiksi Diakses 25 Februari 2022.
78

Kantor Komunikasi Publik, “Pernikahan Dini di Indonesia Meningkat di Masa


Pandemi,” https://www.unpad.ac.id/2020/07/pernikahan-dini-di-
indonesia-meningkat-di-masa-pandemi/. Diakses 30 Oktober 2021.

Kusumasari, Diana. “Ancaman Pidana Terhadap Pelaku Aborsi Ilegal”,


https://www.hukumonline.com/klinik/a/penerapan-hukum-pidana-dalam-
aborsi-ilegal-cl840 Diakses 04 Maret 2022.

Muryanto, “Dokumentasi: Pengertian dan Reduksi Pemaknaannya Kini,”


https://sambiroto.ngawikab.id/2020/11/dokumentasi-pengertian-dan-
reduksi-pemaknaannya-kini/. Diakses 16 November 2021.

Ningsih, “Dispensasi Nikah.” http://www.pa-pulangpisau.go.id/berita/arsip-


artikel-pengadilan/1710-dispensasi-nikah Diakses 10 Desember 2021.
Syafnidawati, “Penelitian Kualitatif,” https://raharja.ac.id/2020/10/29/penelitian-
kualitatif/#:~:text=Penelitian%20kualitatif%20adalah%20penelitian%20ya
ng,sesuai%20dengan%20fakta%20di%20lapangan. Diakses 13 Oktober
2021.

Trisia, Siska. “Manfaat Penyederhanaan Format Putusan Bagi Pencari Keadilan”,


http://mappifhui.org/2018/05/21/manfaat-penyederhanaan-format-putusan-
bagi-pencari-
keadilan/#:~:text=Putusan%20berfungsi%20sebagai%20%E2%80%9Csu
mber%20pembelajaran,perkara%20yang%20diajukan%20ke%20persidang
an Diakses 16 Maret 2022.

Universitas Padjadjaran, “Pernikahan Dini di Indonesia Meningkat di Masa


Pandemi”, https://www.unpad.ac.id/2020/07/pernikahan-dini-di-
indonesia-meningkat-di-masa-pandemi/ Diakses 20 Februari 2022.

Zakiyudin, Afif. “Menakar Potensi Dispensasi Nikah Pasca Revisi UU


Perkawinan”, https://pa-kajen.go.id/v3/artikel/menakar-potensi-dispensasi-
nikah-pasca-revisi-uu-perkawinan. Diakses 13 Desember 2021.
79

LAMPIRAN-LAMPIRAN
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91

Dokumentasi

Pengadilan Agama Kuningan

Wawancara dengan Majelis Hakim Pengadilan Agama Kuningan


92

Meminta salinan surat putusan kepada Panitera Muda Hukum


93

Pedoman Wawancara

Nama : Drs. H. Zulkifli, SH., MH

Jabatan : Majelis Hakim Pengadilan Agama Kuningan

Hari/ Tanggal : 22 Desember 2021

Waktu Wawancara : 13.00 WIB

Tempat Wawancara : Pengadilan Agama Kuningan

Tanya : Saya menemukan data bahwa pernikahan terkait batasan usia atau pernikahan
dibawah umur di Jawa Barat selama pandemi Covid sangat naik, bagaimana di
Kabupaten Kuningan apakah sama mengalami kenaikan?
Jawab : Iya benar di Kuningan juga mengalami kenaikan angka pernikahan dini selama
pandemi Covid.

Tanya : Apa faktor yang menyebabkan tingginya perkara dispensasi nikah terkait batasan
usia di Pengadilan Agama Kuningan pada masa pandemi Covid ?
Jawab : Adapun faktor-faktor penyebab tingginya perkara dispensasi nikah terkait
batasan usia di Pengadilan Agama Kuningan pada masa pandemi Covid
diantaranya waktu pengesahan Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 yang hampir
bersamaan dengan pandemi, perempuan mengalami kehamilan sebelum menikah,
sudah lama menjalin ikatan pacaran, dan dijodohkan Orang Tua. Faktor alasan
tertinggi diajukannya dispensasi nikah terkait batasan usia di Pengadilan Agama
Kuningan adalah hamil diluar nikah.

Tanya : Apa faktor yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Agama
Kuningan dalam memberikan dispensasi nikah terkait batasan usia pada masa
pandemi Covid?
Jawab : Sudah lama pacaran, orang tua rantau, dan hamil duluan.

Tanya : Apakah Majelis Hakim Pengadilan Agama Kuningan menggunakan buku


pedoman mengadili permohonan dispensasi nikah terkait batasan usia (PERMA no.
5 Tahun 2019)?
Jawab : Iya menggunakan.

Tanya : Apakah ada pertimbangan khusus dalam menangani/ mengabulkan permohonan


dispensasi nikah terkait batasan usia di Pengadilan Agama Kuningan pada masa
pandemi Covid?
Jawab : Tidak ada pertimbangan khusus dalam memberikan dispensasi nikah terkait
batasan usia di Pengadilan Agama Kuningan pada masa pandemi Covid, justru
94

Majelis Hakim Pengadilan Agama Kuningan tidak akan mengabulkan permohonan


dispensasi nikah terkait batasan usia jika alasannya karena pandemi.

Tanya : Permohonan disensasi nikah terkait batasan usia di Pengadilan Agama Kuningan
pada masa pandemi Covid banyak yang diterima atau ditolak?
Jawab : Lebih banyak yang diterima daripada di tolak.

Tanya : Alasan diterima atau ditolaknya itu kenapa ya pak?


Jawab : Alasan yang diterima adalah jika semua syarat sudah terpenuhi semua dan alasa
yang ditolak adalah jika kehendak pernikahan dini hanya dari pihak oran tua saja
tanpa melibatkan keputusan anak.

Anda mungkin juga menyukai