Anda di halaman 1dari 50

TINJAUAN HUKUM PERDATA ISLAM TERHADAP PROBLEMATIKA

PENCERAIAN YANG TERJADI DI ERA PANDEMI COVID-19

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum (S.H)

Oleh :
Mubassyirin
NIM:183100031

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH


STAI AL-AQIDAH AL-HASYIMIYYAH JAKARTA

2021 M/1442 H
Lembar persetujuan pembimbing

TINJAUAN HUKUM PERDATA ISLAM TERHADAP PROBLEMATIKA


PENCERAIAN YANG TERJADI DI ERA PANDEMI COVID-19

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum (S.H)

Oleh :
Mubassyirin
NIM:183100031

Pembimbing
Irfan Khairul Umam, LLM
NIDN.

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH


STAI AL-AQIDAH AL-HASYIMIYYAH JAKARTA

2021 M/1442 H
Saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama :

NIM :

Program Studi :

Judul Skripsi :

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang
diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana
strata satu di STAI Al-Aqidah Al-Hasyimiyyah Jakarta. Sumber yang saya gunakan dalam
menulis skripsi ini sudah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di STAI
Al-Aqidah Al-Hasyimiyyah

Jakarta.

Jika di kemudian hari terbukti hasil karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan
jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di STAI
AlAqidah Al-Hasyimiyyah Jakarta.

Jakarta, 03 Februari 2021

Meterai 10.000

Dan ditandatangani

Nama
Skripsi ini disusun oleh:

Nama :

NIM :

Program Studi :

Judul Skripsi : HURUF KAPITAL & BOLD

Telah diujikan di hadapan Dewan Penguji pada 3 Februari 2021 dan telah diterima
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Program
Studi Pendidikan Agama Islam, STAI Al-Aqidah Al-Hasyimiyyah Jakarta

Jakarta, (tanggal revisi)


DEWAN PENGUJI TANDA TANGAN TANGGAL
Dr. Muhammad Zain, M.Ag.
Ketua ……………………. …………...

Muslihan Habib, SS, M.Ag


Sekretaris ……………………. …………...

Aida Maqbulah, MA
Pembimbing ……………………. …………...

Dr. H. Syafruddin, MA
Penguji I ……………………. …………...

Dr. Komarudin, MA Penguji


II ……………………. …………...
ABSTRAK

Nama :
NIM :
Program Studi :
Judul Skripsi :

250 Kata
KATA PENGANTAR
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan adalah sunah Nabi Muhammad SAW, yaitu mencontoh
tingkah laku Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu bagi pengikut Nabi
Muhammad sebaiknya mengikuti yang disunahkan oleh Nabi. Selain mencontoh
tindak laku Nabi Muhammad, juga perkawinan itu merupakan kehendak
kemanusiaan, kebutuhan rohani dan jasmani.1
Perkawinan sendiri di dalam agama disebut dengan nikah, yang pada
hakikatnya guna mewujudkan kebahagiaan yang diliputi dengan rasa kasih sayang
dengan cara yang diridhoi oleh Allah SWT, yang sudah jelas diatur di dalam
agama guna menghindari dosa perbuatan zina.2
Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang
wanita sebagai suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia
dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa. Namun dalam kenyataan
sering terjadi putusnya hubungan suami istri tersebut. Perkawinan dapat putus
karena kematian, perceraian, keputusan pengadilan
Sehingga dalam perkembangannya diperlukan penanganan yang khusus
tentang perceraian yang hanya dapat dilakukan didepan sidang Pengadilan Agama
setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak.3
Namun pada ketentuan umumnya faktor-faktor yang menjadi penyebab
perceraian ialah dikarenakan:
1. Faktor pernikahan dini.
2. Faktor adanya orang ketiga, baik dari pria ataupun wanita.
3. Selalu bertengkar dengan tanpa adanya alasan.
4. Faktor ekonomi.
1
Moch Isnaeni, Hukum Perkawinan Indonesia, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2016),
23.
2
Rohana, Muawanah, Realitas Gugat Cerai TKW di Kabupaten Ponorogo(Sebuah
Tinjauan Hukum Islam), Kependidikan dan Sosial Keagamaan, Vol. 5, No. 2, (Desember, 2019),
157, Diakses pada, https://jurnal.lp2msasbabel.ac.id/index.php/edu/article/view/975, Pukul 12
Januari 2021.
3
Linda Azizah, Analisis Perceraian Dalam Kompilasi Hukum Islam, Al- Adalah, Vol. 10,
No. 4, (2020), 56, Diakses Pada, Http://Ejournal.Radenintan.Ac.Id/Index.Php
/Adalah/Article/View/295 , 15 Mei 2021 Pukul 14:45 WIB.
5. Faktor campur tangan dari kedua keluarga.4
Factor lain yang melatar belakangi adanya perceraian pada tahun 2019
berdasarkan data yang didapat disebabkan oleh:
1. Faktor Ekonomi
2. Faktor KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga)
3. Faktor perselisihan dan pertengkaran terus menerus
4. Faktor meninggalkan salah satu pihak
Pengertian perceraian sebagai penghapus perkawinan itu dengan kematian
yang lazim disebut dengan istilah cerai mati. Yang mana, bahwa dalam
melaksanakan kehidupan suami istri tentu saja tidak selamanya berada dalam
situasi yang damai dan tentram, tapi kadang-kadang terjadi juga salah paham
antara suami istri atau salah satu pihak melainkan kewajibannya, tidak percaya-
mempercayai satu sama lain dan lain sebagainya.5
Perceraian pada ketentuan yang terbatas walaupun diperbolehkan, akan
tetapi dalam Islam tetap memandang bahwa perceraian adalah suatu yang
bertentangan dengan asas-asas Hukum Islam.
Adapun dasar hukum asal talak adalah diperbolehkan karena akan
memadharatkan terutama kepada anak-anak, maka Islam menanggulangi
perselisihan di antara keluarga, jika nampak perselisihan itu, maka Islam
menasehati supaya mereka bersama-sama menahan diri, jika tidak dapat
menahannya, maka dua orang hakam diutus keluarga tersebut untuk memberikan
pepatah (menasehatinya).6
Seandainya keadaan keluarga itu tidak tentram dan tidak harmonis, maka
syari‟at Islam menganjurkan terhadap suami istri untuk mempertahankan
ikatannya. Namun jika talak lagi dapat dipertahankan, maka Islam membolehkan
untuk menjatuhkan talak sebagai jalan keluar atau sebagai jalan darurat.

4
Edi Darmawijaya, Ferra Hasanah, Peran Suami Terhadap Peningkatan Angka Perceraian
di Mahkamah Syar’iyyah Blangkejeren, Hukum Keluarga, Vol. 3, No. 1, (Juni, 2020), 87, Diakses
pada, https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/usrah/article/view/7707, 15 Mei 2021 Pukul 14:45
WIB.
5
Armansyah Martondang, Faktor-faktor yang Menyebabkan Perceraian dalam
Perkawinan, Ilmu Pemerintah dan Sosial Politik, Vol. 2, No. 2, (2014), 142, diakses pada,
https://ojs.uma.ac.id/index.php/jppuma/article/view/919, 15 Mei 2021 Pukul 14:55 WIB.
6
Linda Azizah, “Analisis Perceraian Dalam Kompilasi Hukum Iskam,” Jurnal Al-Adalah,
Vol. X, No. 4 (Juli 2012), hlm. 417
Banyaknya kasus Perceraian yang melanda pasangan suami istri ketika
masa pandemi merupakan suatu pelajaran bagi kita untuk lebih seleksi dan
intropeksi diri dalam memilih pasangan untuk membentuk dan menjalin rumah
tangga yang bahagia.7
Berdasarkan studi kepustakaan dapat dikatakan bahwa, berakhirnya
perceraian juga dapat membawa dampak sosial yang bahkan berjangka sangat
panjang, diantaranya mempersempit jaringan sosial, yang justru dapat
menimbulkan tindakan anti sosial terhadap lingkungan sekitar baik itu bagi suami
atau anak nantinya.8
Dampak yang ditimbulkan dari adanya perceraian bagi anak, dapat
dikatakan bahwa, terdapat perbedaan dari anak yang keluarganya sudah
mengalami perceraian dan dari keluarga yang masih utuh, yang mana dari anak
yang keluarganya sudah bercerai dampak yang dialami anak justru berpengaruh
pada tingkah laku dan sikapnya seperti nakal, prestasinya rendah, pemalas, namun
di sisi lain dari anak yang keluarganya utuh justru berbanding terbalik, oleh sebab
itu, tindakan perceraian sangat amat berpengaruh dampaknya terhadap anak.9
Kasus perceraian yang ada di Pengadilan Agama Jakarta Timur terhitung pada
periode Maret hingga Desember 2019 atau sebelum adanya COVID-19
berdasarkan hasil pra-penelitian di Pengadilan Agama tersebut data yang
diperoleh yaitu sebanyak total keseluruhan perkara yang diterima.
Adapun dasar hukum asal talak adalah diperbolehkan karena akan
memadharatkan terutama kepada anak-anak, maka Islam menanggulangi
perselisihan di antara keluarga, jika nampak perselisihan itu, maka Islam
menasehati supaya mereka bersama-sama menahan diri, jika tidak dapat
menahannya, maka dua orang hakam diutus keluarga tersebut untuk memberikan
pepatah (menasehatinya).12
Seandainya keadaan keluarga itu tidak tentram dan tidak harmonis, maka syari‟at
Islam menganjurkan terhadap suami istri untuk mempertahankan ikatannya.

7
Muhammad Syafuddin, Hukum Perceraian, (Palembang: Sinar Grafika,2012), 20
8
Asniar Khumas, Model Penjelasan Intensi Cerai Perempuan Muslim di Sulawesi
Selatan, Psikologi, Vol. 42, No. 3, (Desember, 2015), 190. Diakses pada,
https://jurnal.ugm.ac.id/jpsi/article/view/9908, 15 Mei 2021 Pukul 15:05 WIB.
9
M. Yusuf, Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Anak, al-Bayan, Vol. 20, No. 29,
(Januari-2014), 34, https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/bayan/article/view/112.
Namun jika talak lagi dapat dipertahankan, maka Islam membolehkan untuk
menjatuhkan talak sebagai jalan keluar atau sebagai jalan darurat.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah


1. Pembatasan Masalah
Fokus penelitian merupakan penetapan area spesifik yang akan diteliti 10
penelitian ini dilakukan di Pengadilan Jakarta Timur Jl. Raya Pkp No. 24,
Rt.2/Rw.9, Klp. Dua Wetan, Kec. Ciracas, Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus
Ibu Kota Jakarta 13730. Penelitian berfokus pada Pandangan Hukum Islam
Tentang fenomena meningkatnya angka perceraian selama masa Pandemi Covid-
19 di Pengadilan Agama.
C. Perumusan Masalah
1. Apa saja faktor yang menyebabkan angka perceraian meningkat pada masa
pandemi Covid-19 di Pengadilan Agama Jakarta timur.?
2. Bagaimana tinjauan Hukum Perdata Islam terhadap faktor perceraian dimasa
pandemi Covid-19 di Pengadilan Agama Jakarta timur.?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan penjelasan dari rumusan masalah tersebut, penelitian ini
dilakukan bertujuan untuk:
1. Memahami faktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan angka perceraian
di masa pandemi COVID-19
2. Memahami tinjauan Hukum Islam mengenai faktor perceraian di masa pandemi
COVID-19

2. Kegunaan Penelitian
1. Secara Teoritis
a. Secara teoritis diharapkan mampu memberi wawasan ilmu pengetahuan,
bagi akademis; maupun seluruh kalangan, dengan mengacu pada sumber teori

10
Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi), (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2004), 44.
yang ada terutama Hukum Islam pada umumnya mengenai hukum perkawinan
atas tingkat kasus perceraian dikaji dari disiplin Hukum Islam.
b. Sebagai bahan referensi untuk penelitian pada masa yang akan datang di
bidang Perdata Islam (Hukum Perkawinan) mengenai faktor utama sebagai
pendorong adanya peningkatan angka perceraian ditinjau dari segi rumpun
Hukum Perkawinan Islam.
2. Secara Praktis
a. Penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi diri sendiri khususnya maupun
orang lain pada umumnya, selain itu juga untuk melengkapi syarat-syarat yang
diperlukan untuk mencapai gelar Strata Satu (S1) Program Studi Pendidikan
Agama Islam Stai Al-Aqidah Al-Hasyimiyyah Jakarta.
b. Memberikan tambahan wawasan tentang ilmu keluarga Islam mengenai
tinjauan Hukum Islam terhadap meningkatnya angka perceraian yang terjadi
semasa pandemi COVID-19.
D. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Melakukan sebuah penelitian agar tindakan penelitian dapat terhindar dari


tindakan plagiat/plagiarisme, maka studi pustaka atau tinjauan pustakan sangat
diperlukan, hal tersebut bertujuan agar terhindar dari tindakan plagiat yang
melanggar karya ilmiah, sehingga dalam penelitian ini, maka dapat dipaparkan
sebagai berikut:
1. Ahmad Ziyad Najahi, 2019, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Dampak Media
Sosial Dalam Meningkatnya Angka Perceraian di PA Lamongan 2016, fokus
dari penelitian ini ialah bagaimana Islam meninjau adanya peningkatan angka
perceraian yang disebabkan penggunaan media sosial, sehingga dalam hasil
pembahasan menyatakan bahwa media sosial sendiri memiliki pengaruh buruk
jika tidak dipergunakan secara bijak sehingga dalam penggunaannya jika
menimbulkan kemudharatan bagi tatanan keluarga maka dilarang
menggunakannya walaupun pada dasarnya media sosial dipergunakan untuk
kebaikan. Lantas persamaan dan perbedaan antara penelitian dari peneliti
sendiri dengan penelitian dari Ahmad Ziyad Najahi adalah:
Perbedaan : Pada fokus penelitian di mana Ahmad Ziyad Najahi membahas
mengenai meningkatnya angka perceraian dari penggunaan media
sosial, sedangkan peneliti sendiri membahas fokus objeknya dari
adanya peningkatan perceraian yang disebabkan efek dari masa
pendemi (COVID-19).
Persamaan : Terletak pada tinjauan yaitu dari segi disiplin ilmu hukum Islam
khusunya hukum perkawinan Islam terhadap, selain itu terletak pada
metode penelitian dengan jenis penelitian kualitatif.
2. Mr. Narong Umohmalee, 2019, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Perceraian
dalam Perkawinan Dikarenakan Faktor Ekonomi Rendah, di mana fokus dari
penelitian ini sendiri terfokus pada penyebab meningkatnya angka perceraian
dari segi pendapatan ekonomi yang rendah, sehingga hasil dari pembahasan
penelitian ini menyatakan bahwa Islam meninjau mengenai ekonomi rendah,
harus saling memahami dan tetap kukuh terhadap prinsip keutuhan keluarga,
sebab tidak diperkenankan untuk bercerai hanya dikarenakan pendapatan
ekonomi rendah, sedangkan perbedaan dan persamaan penelitian ialah:
Perbedaan : Pada Fokus dan tempat penelitian di mana fokusnya disebabkan
karena faktor Ekonomi rendah, sedangkan peneliti sendiri terfokus
pada ada nya pandemi COVID-19, selain itu tempat penelitian di
mana peneliti mengambil dari tempat Pengadilan Agama Tulang
Bawang Tengah, Indonesia, sedangkan penelitian dari Mr. Narong
Umohmalee terjadi pada Majelis Agama Islam Patani Thailand
Selatan,.
Persamaan : Terletak pada disiplin Ilmu Hukum Islam khusunya perkawinan
hukum keluarga Islam serta.
3. Yusnarik Bakhtiar, 2020, Penelantaran Rumah Tangga Sebagai Bentuk
Kekerasan dalam Rumah Tangga Yang Menjadi Alasan Perceraian di Masa
Pandemi COVID-19, di mana fokus dari penelitian ini sendiri terfokus pada
adanya kekerasan rumah tangga akibat penelantaran yang menimbulkan
perceraian di masa Pandemi COVID-19, sehingga hasil dari pembahasan
penelitian ini menyatakan bahwa adanya Pandemi tidak mempengaruhi adanya
peningkatan perceraian namun justru menurun yang mana penyebab perceraian
karena ekonomi sehingga menimbulkan penelantaran keluarga dan kekerasan
di dalam rumah tangga, sedangkan perbedaan dan persamaan penelitian ialah:

Perbedaan : Pada Fokus dan tempat penelitian di mana fokusnya disebabkan


karena adanya kekerasan rumah tangga akibat penelantaran yang
menimbulkan perceraian, sedangkan peneliti sendiri terfokus pada ada
nya pandemi COVID-19 ditinjau dari hukum Islam, selain itu tempat
penelitian di mana peneliti mengambil dari tempat Pengadilan Agama
Tulang Bawang Tengah, Indonesia, sedangkan penelitian dari
Yusnarik Bakhtiar bertempat di Pengadilan Agama Siak.
Persamaan :Terletak pada objek penelitian yaitu terkait masalah perceraian
Kesimpulannya dapat dikatakan bahwa, dari beberapa tinjauan
pustaka di atau bahwa penelitian yang dilakukan hanya secara
eksplisit dari faktor yang menimbulkan perceraian, sehingga dengan
penelitian dai peneliti sendiri sangat berbeda, di mana peneliti
menganalisis tinjauan dari hukum Islam terhadap beberapa faktor
yang mengakibatkan meningkatnya angka perceraian.

E. Metode Penelitian

1. Metode Penelitian

Metodologi merupakan pemberian pedoman atau tuntunan, tentang cara


seorang peneliti dalam mempelajari, menganalisa, dan memahami suatu situasi
yang akan dialaminya.11
Sehingga dapat disimpulkan bahwa metodologi ialah suatu langkah yang
mempunyai proses dasar dan berprosedur melalui pendekatan suatu permasalahan
dan kemudian langkah selanjutnya yaitu mencari suatu jawaban yang
berhubungan dengan permasalahan tersebut.
Menurut Soerjono Soekanto bahwa metodologi merupakan suatu unsur
yang mutlak dan harus ada di dalam suatu penelitian dalam pengembangan suatu
11
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia, 1986), 6.
ilmu pengetahuan, Sehingga metode yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan penelitian kualitatif yang bersifat pendekatan deskriptif analitis,
yang mempunyai pengertian bahwa metode yang mempunyai fungsi

2. Jenis Penelitian

Apabila jika dilihat dari penelitian ini berdasarkan jenisnya, yaitu


penelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan (Field Research) yaitu
penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan suatu data atau informasi dengan
penelusuran pada objek penelitian yang berada di lapangan dan pendataan yang
berkaitan berdasarkan pada lapangan dan yang lainnya. Sehingga dengan
ini,penulis melakukan penelitian terhadap perspektif Hukum Islam mengenai
judul penulis yaitu Tinjauan Hukum Perdata Islam Terhadap Problematika
Penceraian Yang Terjadi Di Era Pandemi di pengadilan agama Jakarta timur. Jl.
Raya Pkp No. 24, Rt.2/Rw.9, Klp. Dua Wetan, Kec. Ciracas, Kota Jakarta Timur,
Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta 13730.
3. Tekhnik Penelitian

Teknik penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif yaitu di mana merupakan


suatu penelitian untuk memberikan data seteliti mungkin mengenai gejala-gejala
yang berada dalam kehidupan manusia. Hakikat nya hubungan di antara variabel-
variabel yang dianalisis dengan menggunakan teori yang objektif. Sehingga dalam
hal ini penulis akan menguraikan dan menggambarkan secara objektif terkait
perspektif Hukum Islam mengenai meningkatnya angka perceraian pada masa
Pandemi Covid-19 Periode 2019-2020 Studi Pada Pengadilan Agama Jakarta
timur. Jl. Raya Pkp No. 24, Rt.2/Rw.9, Klp. Dua Wetan, Kec. Ciracas, Kota
Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta 13730.
a. Teknik Penelitian Populasi Dan Sampel

Populasi dalam penelitian adalah unsur keseluruhan yang ada di


Pengadilan Agama, baik hakim Pengadilan Agama, dan Panitera di Pengadilan
Agama Jakarta timur. Jl. Raya Pkp No. 24, Rt.2/Rw.9, Klp. Dua Wetan, Kec.
Ciracas, Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta 13730.
Sampel adalah suatu cara pengambilan informasi dari subjek penelitian
yang dapat mewakili populasi, yaitu dengan menentukan anggota sampel yaitu
dengan probability sampling dengan jenis purposive sampling yaitu penelitian
yang dilakukan dengan beberapa daerah spesifik (sampel yang dianggap
berkompeten di dalam bidangnya).12
Sehingga berdasarkan jenis sampling di atas peneliti memilih sampel yang
sesuai dengan kebutuhan data dari penilitian yang peneliti anggap berkompeten
dalam hal permasalahan perceraian yaitu terdiri dari 4 orang di Pengadilan Agama
Jakarta timur. Jl. Raya Pkp No. 24, Rt.2/Rw.9, Klp. Dua Wetan, Kec. Ciracas,
Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta 13730.yaitu 2 orang hakim
dan 2 orang panitera., serta 2 dari pemohon pengajuan perceraian, sehingga
keseluruhan menjadi 6 sampel. Alasan memilih masing masing dua dari hakim,
panitera dan yang berperkara karena, 2 hakim yaitu 1 hakim mengenai Gugatan
dan Talak (Permohonan), begitu juga dengan Panitera yaitu Gugatan dan
Permohonan, dan yang berperkara dari Perempuan selaku penggugat dan Laki-
laki selaku Pemohon.
b. Teknik Pengumpulan Data

Dari data yang diperoleh seluruhnya kemudian bahan dalam penelitian ini
diolah dan dianalisa dengan menggunakan suatu cara pengolahan data yang
diantaranya sebagai berikut:
a. Pemeriksaan data (editing) dimana ini merupakan cara yang dilakukan oleh
penulis untuk mengoreksi terkait dengan kelengkapan data yang sudah
dikumpulkan, kevaliditasan data yang telah diperoleh tersebut dan relevansinya
dari data-data yang diperoleh.
b. Sistemasi merupakan cara yang ditempuh oleh penulis dalam menempatkan
data yang menurut data atau kerangaka sistematika bahasan yang berdasarkan
pada kronologi masalah yang diperoleh dari hasil penelitian tersebut.

12
Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, (Bandung: Mundur Maju, 1986),
148.
2) Intrviu Dan Wawancara

Wawancara adalah suatu teknik yang dapat digunakan untuk


mengumpulkan data penelitian terhadap suatu kejadian atau suatu proses interaksi
antara pewawancara dengan orang diwawancarai melalui komunikasi langsung.13
Wawancara dilakukan guna menggali informasi secara langsung kepada pihak
yang berkaitan seperti pegawai Pengadilan Agama Jakarta timur. Jl. Raya Pkp No.
24, Rt.2/Rw.9, Klp. Dua Wetan, Kec. Ciracas, Kota Jakarta Timur, Daerah
Khusus Ibu Kota Jakarta 13730.
3) Observasi

Observasi adalah sebagai suatu objek yang dijadikan sebagai sumber


informasi guna kepentingan atas suatu kebenaran berita yang dilakukan untuk
kepentingan analisa.14 Populasi dalam penelitian adalah unsur keseluruhan yang
ada di Pengadilan Agama Kabupaten Tulang Bawang Tengah, baik hakim
Pengadilan Agama, dan Panitera di Pengadilan Agama Jakarta timur. Jl. Raya Pkp
No. 24, Rt.2/Rw.9, Klp. Dua Wetan, Kec. Ciracas, Kota Jakarta Timur, Daerah
Khusus Ibu Kota Jakarta 13730.
c. Teknik Analisis Data

Menurut Nasution, analisis data adalah proses penyusunan,


pengkategorian data, mencari pola atau tema dengan maksud untuk memahami
maknanya. Sebagaimana dalam penelitian kualitatif terdapat berbagai analisis
data yang dapat digunakan dalam melakukan sebuah penelitian. Penggunaan pada
semua analisis data penelitian kualitatif senantiasa mendasarkan analisis data yang
dilakukan selama keberlangsungan penelitian tersebut. Rumus yang digunakan
dalam penelitian tersebut dengan menggunakan penelitian kualitatif secara
distribusi frekuensi dan memberikan persentasi, dalam hal ini menggunakan
rumus sebagai berikut.
P = F x 100%
N
13
Muri Yusuf, Metode Penelitian (Kuantitatif, Kualitatif dan Gabungan), (Jakarta:
Kencana, 2014), 373.
14
Sugiono, Metode Penelitian kualitatif, Kuantitatif, R&D, (Bandung: Alfabeta, 2012),
215.
Keterangan
P = Prosentase yang dicari
F = Frekuensi
N = Jumlah seluruh sampel
E. Hipotesis
Secara etimologi hipotesis berasal dari Bahasa Yunani yaitu “Hypo” yang
mempunyai arti “dibawah” dan ”Thesa” yang artinya “kebenaran”. Dalam
sastra Indonesia kosakata ini disesuaikan dengan Bahasa Indonesia menjadi
“Hipotesa” dan mengalami perkembangan menjadi “Hipotesis”Hiotesis tidak lain
dari jawaban sementara terhadap suatu masalah dalam penelitian, yang
kebenarannya harus diuji secara empiris. Hipotesa mengatakan hubungan apa
yang kita cari atau yang ingin kita pelajari15.
Dalam penelitian ini ada dua hipotesis yaitu:

1. Ho = Artinya angka perceraian tidak ada hubungannya dengan pandemi virus


covid 19
2. Ha = Artinya angka perceraian ada hubungannya dengan pandemi virus covid
19
F. Sistematika Penulisan

Dalam sistematika pembahasan, nantinya akan berisi tentang alur


pembahasan yang akan terdapat dalam bab pendahuluan sampai bab penutup.

BAB I: pendahuluan berisi tentang , latar belakang masalah, pembatasan dan


perumusan masalah, perumusan masalah, tujuan kegunaan
penelitian, tinjauan penelitian terdahulu, metode penelitian,
hipotesis, sistematika penulisan.

BAB II : ………………………………………………………………………

………………………………………………………………………
………………………………………………………………………
BAB III: ………………………………………………………………………
15
Suharsini Arikunsto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2002), h. 64.
………………………………………………………………………
………………………………………………………………………
BAB IV: ………………………………………………………………………

………………………………………………………………………
………………………………………………………………………
BAB IV: ………………………………………………………………………
………………………………………………………………………
………………………………………………………………………
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Hukum Islam
1. Defenisi Hukum Islam
Konsepsi hukum dalam islam berbeda dengan konsepsi hukum pada
umumnya, sehigga hukum Islam dipandang sebagai bagian dari ajaran agama, dan
norma-norma yang bersumber pada religi.Umat Islam meyakini bahwa hukum
Islam berdasarkan pada wahyu ilahi.Oleh sebab itu disebut sebagai syariah, yang
berarti jalan yang digariskan tuhan untuk manusia.16

Terdapat banyak istilah yang digunakan untuk menyebut hukum Islam,


istilah-istilah itu berbeda satusama lain dan menggambarkan sisi tertentu dari
hukum Islam adalah syariah dan fikih diantaranya:

a. Syari’ah

Secara harfiah, kata “syarȋ’ah” berarti jalan dan lebih khusus lagi jalan
menuju ke tempat air. Dengan religiusnya syarȋ‟ah berarti jalan yang digariskan
tuhan menuju kepada keselamatan atau lebih tepatnya jalan menuju tuhan.17

b. Fikih

Fikih berasal dari kata Arab al-Fiqh yang berarti mengerti, tahu atau
paham. Istilah fikih dipakai ke dalam dua arti yaitu dalam arti hukum
(jurisprudence) dan mengenai arti hukum itu sendiri secara bahasa (law). Arti
pertama fikih adalah hukum Islam di mana cabang studinya mengkaji norma-
norma syariah dalam kaitannya dengan tingkah laku manusia dalam berbagai hal,
hubungannya baik hukum itu ditetapkan langsung di dalam alquran dan Sunnah
nabi18

2. Sumber-sumber Hukum Islam

Mengenai sumber utama dari hukum Islam ialah alquran dan hadȋts,
sumber-sumber tambahan yang disebut Syafi‟i sebagai al-Ijmâ‟ dan al-Qiyâs
itu sesungguhnya adalah suatu metode yang digunakan dengan menggunakan
akal pikiran manusia. Uraian mengenai sumber hukum Islam dapat
disimpulkan bahwa sumber hukum Islam adalah (1) alquran dan (2) sunnah
nabi, serta (3) akal pikiran (ra‟yu) dengan menggunakan beberapa metode
yaitu ijmâ‟, qiyâs, istidlâl, al-mashâlih al-murshalah, istihsân, istishâb dan
„urf. Sehingga dapat diuraikan sebagai berikut:

16
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2007),
17
Ibid.
18
Ibid.
a. Al-qur’an

Alquran adalah sumber hukum Islam yang pertama dan utama.


Memuat kaidah-kaidah hukum fundamental (asasi) yang perlu dikaji
dengan teliti dan dikembangkan lebih lanjut.Menurut keyakinan umat
Islam, yang dibenarkan oleh penelitian ilmiah terakhir, alquran adalah kitab
suci yang memuat wahyu (Firman) Allah.19

b. Al-sunnah atau Al-hadist

Al-sunnah atau Al-hadist adalah sumber hukum Islam kedua


setelah alquran, berupa perkataan, perbuatan dan sikap diam Rasulullah
yang tercatatkan dalam kitab-kita hadȋts. Ucapan, perbuatan dan sikap diam
nabi dikumpulkan tepat pada awal penyebaran Islam. Orang-orang yang
mengumpulkan sunah nabi, menelusurinya melalui riwayat ucapan,
perbuatan serta pendiaman nabi 20

c. Akal Pikiran (ijtihad)

Sumber hukum Islam ketiga ialah akal pikiran manusia yang


memenuhi syarat berusaha, berikhtiar dengan seluruh kemanpuan yang ada
pada diri manusia. Memahami kaidah-kaidah hukum yang fundamental
yang terdapat dalam al-qur’an, serta kaidah-kaidah hukum yang bersifat
umum di dalam sunah nabi dan merumuskannya menjadi garis-garis hukum
yang dapt di terapkan terhadap suatu kasus tertentu atau merumuskan garis-
garis ketentuan yang belum terdapat di dalam sumber hukum Islam al-
qur’an dan hadits. 21 Ijtihad ada beberapa metode untuk melakukannya
diantaranya:

1) Ijtima’ adalah menurut bahasa, artinya kesepakatan. Adapaun menurut


istilah ijma’ berarti kebulatan pendapat para mujtahidin pada satu masa
dalam menetapkan hukum yang tidak ditemukan di dalam al-qur’an dan
hadist.22

2) Qiyas adalah ukuran jika di tinjau nenurut bahsa, namu menurut istilah
yaitu suatu hukum yang telah tetap dalam suatu benda atau perkara,
kemudian diberikan pula kepada suatu benda atau perkara. Qiyas adalah
ukuran yang dipergunakan oleh akal budi untuk membandingkan suatu
hal yang lainnya, seperti contoh larangan meminum arak aehingga

19
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), 78.
20
Ibid.
21
Ibid.
22
Mustofa, Abdul Wahid, Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta:Sinar Grafika, 2009), 14
dapat menyebabkan minuman itu dilarang adalah illat-nya yakni
memabukkan.23

3) Istidlal adalah menarik kesimpulan dari dua hal yang berlainan


misalnya adalah kesimpulan yang ditarik dari adaqt istiadat dengan
agama yang di wahyukan sebelum Islam24

4) Mashalih al-Mursalah adalah Cara menentukan hukum sesuatu hal


yang tidakk terdapat ketentuannya yang bedasarkan pada kemaslahatan
umat.25

5) Istihsan adalah Cara menentukan hukum dengan jalan menyimpan dari


ketentuan yang telah ada demi suatu keadilan dan kepentingan social.26

6) Istihab adalah menentukan hukum sesuatu hal yang menurut keadaan


yang terjadi sebelumnya sampai ada dalil yang mengubahnya atau
dengan kata lain ialah melangsungkan mengenai berlakunya suatu
hukum yang telah ada karena belum ada ketentuan lain yang
membatalkannya27

7) ‘Urf secara bahasa adalah tingginya sesuatu. Sehingga‘Urf menurut


istilah sesuatu yang menjadi tradisi di kalangan manusia dan mereka
menjalangkan dengan berbuatan serta ucapan yang populer diantara
mereka28

3. Prinsip-prinsip Hukum Islam

Prinsip berdasarkan definisi dari bahasa ialah permulaan sedangkan secara


harfiah adalah suatu kebenaran universal yang inheren di dalam dan menjadi
titik tolak dalam pembinaanya, sehingga menjadi cabang yang diantaranya:

a. Prinsip Tauhid

Prinsip mengenai tauhid dapat dinyatakan bahwa semua manusia ada di


bawah suatu ketetapan yang sama yaitu ketetapan tauhid yang di dalam
alquran memberikan ketentuan dengan jelas mengenai prinsip persamaan
tauhid antar semua umatnya. Sehingga konsekuensi prinsip tauhid ini
mengajarkan hukum sesuai dengan ketentuan dari Allah
23
Ibid.
24
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam, 121
25
Ibid.
26
Ibid
27
Ibid.
28
Faiz Zainuddin, “Konsep Islam Tentang Adat”, Lisan Al-Hal, Vol, 9, No, 2, Desember, 2015), 390,
Diakses pada https://journal.ibrahimy.ac.id/index.php/Lisanalhal/article/view/145, 24 Februari
2022.
b. Prinsip Keadilan

Islam mengajarkan untuk melakukan tindakan yang bersikap adil, sehingga


kadilan hukum wajib ditegakkan yang diterapkan pada semua orang atas
dasar kesamaan yang mana keadilan tersebut meliputi segala aspek
kehidupan hingga termasuk ke dalam tindakan untuk diperlakukan
kesamaan di mata hukum

c. Prinsip Amar Ma‟rȗf Nahi Munkār

Berdasarkan pengertian bahwa Amar Ma‟rȗf Nahi Munkār ialah menyuruh


kepada kebaikan dan mencegah dari tindakan kejahatan, sehingga
berdasarkan filsafat bahwa amar ma’ruf sebagai fungsi sosial engineering
sedangkan nahi munkar sebagai sosial kontrol dalam kehidupan penegakan
hukum, sehingga berdasarkan prinsip ini dapat dikatakan bahwa hukum
Islam dikenal perintah dan larangan

d. Prinsip Kesamaan

Manusia adalah makhluk yang mulia, kemuliaan tersebut bukan


dikarenakan ras dan warna kulitnya, melainkan dikarenakan zat mausia itu
sendiri, sehingga di hadapan Allah SWT baik karena kebodohan,
kepandaian, ras, suku, dan lain sebagainya semua berhak mendapatkan
perlakuan yang sama dikarenakan Islam mengenal prinsip persamaan
tersebut.

B. Tinjauan Umum Tentang Hukum Perdata Islam

a. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Perdata Islam

Hukum perdata Islam dalam Fiqih dikenal denga istilah Fiqih mu’amalah,
yaitu ketentiuan (hukum Islam) yang mengatur hubungan antar orang-
perorangan. Dalam pengertian umum, hukum perdata Islam diartikan sebagai
Norma hukum yang berhubungan dengan hukum keluarga Islam, seperti
hukum perkawinan, penceraian, kewarisan, wasiat dan perwakafan. Sedangkan
dalam pengertian khusus, hukum perdata Islam diartikan sebagai Norma
hukum yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan hukum bisnis Islam,
seperti hukum, jual beli, utang piutang, sewa menyewa, upah mengupah,
syirkah/serikat, mudharabah, muzara’ah, mukhbarah dan lain sebagainya.

Selanjutnya perkataan hukum perdata dalam arti yang luas meliputi semua
hukum atau privat materiil, yaitu seluruh hukum pokok yang mengatur
kepentingan-kepentingan perseorangan. Perkataan "perdata" juga lazim dipakai
sebagai lawan dari pidana.
Subekti mengatakan bahwa istilah "hukum perdata", adakalanya dipakai
dalam arti yang sempit, sebagai lawan "hukum dagang", seperti disebutkan
dalam Pasal 102 Undang-Undang Dasar Sementara, yang menitahkan
pembukuan (kodifikasi) hukum di Indonesia terhadap hukum perdata dan
hukum dagang, hukum pidana sipil ataupun hukum pidana militer, hukum
acara perdata dan hukum acara pidana, dan susunan serta kekuasaan
pengadilan.

Hukum perdata menurut ilmu hukum dibagi menjadi empat bagian, yaitu:

1. Hukum tentang diri seseorang;

2. Hukum kekeluargaan;

3. Hukum kekayaan; dan

4. Hukum warisan.

Dalam hukum perdata diatur perihal hubungan-hubungan kekeluargaan,


yaitu perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara
suami istri, hubungan antara orangtua dan anak, perwalian, dan curatele.

Hukum perdata disebut juga dengan hukum sipil untuk hukum privar
materi tetapi karena perkataan sipil lebih lazim digunakan sebagai lawan dari
kata militer, untuk semua hukum privat materiil lebih umum dan bahkan lebih
baik dipakai istilah hukum perdata.29

Lahirnya hukum perdata tidak terlepas dari kodrat manusia sebagai


makhluk sosial yang selalu mengadakan hubungan antara satu dan lainnya.
Hubungan antarmanusia sudah terjadi sejak manusia dilahirkan hingga
meninggal dunia. Pendapat bahwa timbulnya hubungan antara manusia adalah
kodrat dirinya karena takdirnya manusia untuk hidup bersama, dan
melaksanakan kodrat hidup sebagai proses kehidupan manusia yang .alamiah
sejak dilahirkan sampai dengan wafatnya. Proses interaksi terjadi semenjak
manusia hidup, yaitu antara kaum laki-laki dengan sesama jenis gendernya,
perempuan dengan sesamanya, atau laki-laki dengan perempuan. Dengan
adanya hubungan tersebut, terjadila perkawinan. Karena manusia bukan
binatang, perkawinan harus diatur oleh berbagai tuntunan, baik yang datang
dari agama yang dianut maupun dari undang-undang yang berlaku, atau adat
yang dijadikan standar moralitas sosial dalam suatu masyarakat.

Manusia dikodratkan untuk selalu hidup bersama demi kelangsungan


hidupnya sehingga menimbulkan satu jenis hukum yang ketentuannya

29
Subekti dan Tjitrosudibio. 1958. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan
Tambahan Undang-Undang Pokok Agraria dan Undang-Undang Perkawinan, Pradya Paramita.
mengatur kehidupan itu. Inilah yang dinamakan "hukum perdata"
(privatmateriil). Hukum perdata adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan
membatasi tingkah laku manusia dalam memenuhi kepentingan dan
kebutuhannya, terutama berkaitan dengan kepentingan-kepentingan
perseorangan. Dalam kenyataannya, hukum perdata di Indonesia terdiri atas
sebagai berikut.

1. Hukum perdata adat, yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur


hubungan antarindividu dalam masyarakat adat yang berlainan dengan
kepentingan-kepentingan perseorangan. Masyarakat adat yang
dimaksudkan ialah kelompok sosial bangsa Indonesia yang oleh penjajah
Belanda dinamakan "Golongan Indonesia". Ketentuanketentuan hukum
perdata adat itu pada umumnya tidak tertulis dan berlaku dalam kehidupan
masyarakat adat secara turun-temurun serta ditaati. Hukum adat berlaku
bagi golongan bangsa Indonesia asli, sebagai hukum yang sejak dahulu
telah berlaku di kalangan rakyat, yang sebagian besar masih belum tertulis.
Hukum adat adalah hukum yang hidup dalam tindakan-tindakan rakyat
yang berkaitan dengan segala hal dalam kehidupan masyarakat.

2. Hukum perdata Eropa, yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur


hubungan hukum mengenai kepentingan orang-orang Eropa dan orang-
orang yang pada dirinya secara sukarela berlaku ketentuan itu. Ketentuan-
ketentuan hukum perdata Eropa itu mempunyai Pasal II Aturan Peralihan
UUD 1945.

3. Hukum perdata bersifat nasional, yaitu bidang-bidang hukum perdata


sebagai produksi nasional, artinya ketentuan-ketentuan hukum yang
mengatur kepentingan perseorangan yang dibuat berlaku untuk seluruh
penghuni Indonesia. Bagian hukum perdata nasional yang dibuat itu terdiri
atas hukum perkawinan dan hukum agraria. Hukum perdata yang sampai
sekarang belum ada hukum adalah hukum perdata nasional secara
menyeluruh. Dengan demikian, hukum perdata yang berlaku di Indonesia
masih menggunakan dasar hukum Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945
sebagaimana dicantumkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara.

4. Hukum perdata materiil yang ketentuan-ketentuannya mengatur


kepentingan perseorangan, terdiri atas: hukum pribadi (personenrecht),
yaitu ketentuan-ketentuannya hukum yang mengatur hak dan kewajiban
dan kedudukannya dalam hukum sebagai berikut.

a. Hukum keluarga (familierecht), yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang


mengatur hubungan lahir batin antara dua orang yang berlainan kelamin
(dalam perkawinan) dan akibat hukumnya.
b. Hukum kekayaan (vernogensrecht), yaitu ketentuan-ketentuan hukum
yang mengatur hak-hak perolehan seseorang dalam hubungannya
dengan orang lain yang mempunyai nilai uang.

c. Hukum waris (erfrecht), yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang


mengatur cara pemindahan hak milik seseorang yang meninggal dunia
kepada yang berhak memiliki selanjutnya.

Kaitannya dengan hukum keluarga, mengatakan bahwa ketentuan-


ketentuan dalam hukum keluarga diartikan sebagai keseluruhan ketentuan
mengenai hubungan hukum yang bersangkutan dengan kekeluargaan sedarah
dan kekeluargaan karena perkawinan. Kckeliuirguan sedarah adalah pertalian
keluarga yang terdapat di antara beberapa orang ynng mempunyai hubungan
keturunan yang sama. Adapun kekeluargaan karena perkawinan hukum antara
seorang dengan keluarga sedarah dari istri (suaminya). Hubungan keluarga ini
sangat penting karena bersangkut pautnya dengan hubungan anak dan orangtua,
hukum waris, perwalian, dan pengampuan.

Satu bagian yang amat penting dalam hukum kekeluargaan adalah hukum
perkawinan yang kemudian dibagi dua, yaitu hukum perkawinan dan hukum
kekayaan dalam perkawinan. Hukum perkawinan adalah keseluruhan peraturan
yang berhubungan dengan suatu perkawinan, sedangkan hukum kekayaan
dalam perkawinan adalah keseluruhan peraturan yang berhubungan dengan
harta kekayaan suami dan istri dalam perkawinan."

Perkawinan adalah suatu hal yang mempunyai akibat yang luas di dalam
hubungan hukum antara suami dan istri. Dengan perkawinan, timbullah suatu
ikatan yang berisi hak dan kewajiban, umpamanya kewajiban mengeluarkan
nafkah rumah tangga, hal waris, dan sebagainya. Dengan perkawinan itu, si
istri tidak dapat bertindak sendiri. Akan tetapi, adanya Surat Edaran Mahkamah
Agung Nomor 3/1963, Pasal 108 dan Pasal 110 B.W. dianggap tidak berlaku
lagi sehingga seorang perernpuan yang telah menikah dapat bertindak sendiri.
Kemudian, perkawinan itu berpengaruh besar pada harta kekayaan suami istri.

Hukum perdata Islam adalah semua hukum yang mengatur hak-hak dan
kewajiban perseorangan di kalangan warga negara Indonesia yang menganut
agama Islam. Dengan kata lain, hukum perdata Islam adalah privat materiil
sebagai pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan yang
khusus diberlakukan untuk umat Islam di Indonesia.

Hukum perdata Islam tidak berlaku bagi warga negara nonmuslim. Hukum
tentang waris Islam, perkawinan dalam Islam, hibah, wakaf, zakat, dan infak
adalah materi-materi hukum perdata Islam yang sifatnya khusus diberlakukan
dan dilaksanakan oleh warga negara penganut agama Islam.
Dalam keperdataan Islam dikaji secara mendalam hal-hal yang
menyangkut hubungan orangtua dengan anak, masalah gono-gini, perceraian,
rujuk, dan setiap hal yang berhubungan dengan sebelum dan sesudah
perkawinan, serta hal-hal yang menyangkut akibat-akibat hukum karena
adanya perceraian. Demikian pula, persoalan yang berkaitan dengan waris, ahli
waris, harta, dan bagian-bagian untuk ahli waris, ashabah, dan sebagainya.

Dalam hukum perdata Islam diatur pula segala hal yang berkaitan dengan dunia
bisnis atau perniagaan, misalnya masalah jual beli, kerja sama permodalan, dan
usaha, serta berbagai akad yang erat kaitannya dengan perasuransian, jaminan,
gadai, dan sebagainya.

C. Hukum Perkawinan

a. Pengrtian Perkawinan

Perkawina dalam bahasa Arab dikenal dengna istilah al-nikah.30 Al-nikah


yang bermakana al-wathi’ dan al-dhammu waal-tadakhul, terkadang juga
disebut dengan aldhammu waal-jam’u atau ibarat ‘ian al-wath wa al- ‘aqd
yang bermakna bersutubuh, berkumpul dan akad.31 Dalam pengertian majaz,
nikah diistilakan dengan akad, karena akad merupakan sebab diperbolehkannya
bersenggama.32 Karena nikah adalah akad, maka pernikahan didefinisikan
sebgai suatu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghaliza untuk memenuhi
perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah,33 dengan tujua n yang
bersifat material yakni membentuk kelurga yang bahagia, dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.34

Makna Berdasarkan Ketuhana Yang Maha Esa yang dimaksud, bahwa


perkawinan tidak terjadi begitu saja menurut pihak-pihak, melainkan sebagai
karunia Tuhan kepada manusia sebagai makhluk beradab. Karena itu,
perkawinan dilakukan secara beradab pula, sesuai dengan ajaran agam yang
diturunkan Tuhan kepad manusia. Dengan demikian, pernikahan adalah akad
yang menghalalkan pergaulan, membatasi hak dan kewajiban beserta saling
tolong –menolong antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang antara
keduanya bukan muhrim, sehingga terbentuklah fungsi masing-masing pihak

30
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah/
Pentafsiran Al-Qur’an, 1973, h. 468.
31
Amiur Nuruddin & Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Studi Kritis
Perkembangan Hukum Islam dan Fiqih, uu No 1/1974 Sampai KHI, (Jakarta: Prenada Media,
2004), h. 38.
32
Abdurrahman al-Jazairi, Fiqih ala al-madahib al-Arba’ah, Juz IV, (tnp,: Dar al-Fikr, t.t.), h.
2.
33
Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam.
34
Soedaryono Soemin, Hukum Orang dan Keluarga, (Jakarta: Sinar Grafika, 1992), h 6.
sebagai akibat dari adanya ikatan lahir batin dan terjadi pula pertalian yang sah
antara seorang laki-laki dan seorang perempuan dalam waktu yang lama35

Sementara makna nikah (perkawina) dalam perspektif sosiologis, dalam


teori pertukaran melihat perkawina sebagai suatu proes pertukaran antara hak
dan kewajiban serat “Penghargaan dan Kehilangan’’ yang terjadi antara
sepasang suami istri. Oleh karena perkawina merupakan proses integrasi dua
individu yang memiliki latar belakang social-budaya, keingina serta kebutuhan
yang berbeda, maka proses pertukaran dalam perkawinan ini harus senantiasa
dirundingkan serta disepakati bersama. Dengan demikian, dalam konteks
sosiologi bahwa perkawinan tidak akan terjadi bila tidak ada kesepakatan
bersama, untuk bersama-sama mengarungi bahtera rumah tangga.

b. Tujuan dan Hikmah Perkawinan

Dalam Islam, tujuan dari perkawinan adalah terjaganya dan terpeliharanya


keturunan dan kesucian diri manusia. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan
oleh Taqiyyuddin Abi Bakar dalam kitabnya Kifatul Akhyar menyebutkan
bahwa pernikahan bertujuan untuk menghindarkan diri dari zina, mempunyai
anak dan sebagai ibadah.36

Selain itu, dengan perkawinan, manusia akan memperoleh ketenangan,


mendapatkan kasih sayang dan dapat memperoleh ketentraman dalam hidup.
Hal ini sebagaimana dalam firman Allah Q.S. ar-Rum ayat 21 yang berbunyi:

Artinya:

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu


isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berfikir”.

Berdasarkan ayat di atas, dapat dimengerti bahwa tujuan perkawinan


menurut Hukum Islam adalah untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga
yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.37

35
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, h. 23.

36
Taqiyyuddin Abi Bakr, Kifayat al-Akhyar fi Hilli Ghayah al-Ihtishar, (tnp.: Dar al-Kutub al-
Islamiy, t.t.), h. 48

37
Departemen Agama RI, Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, Kompilasi
Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama, 2000), h.
14.
Sementara berdasarkan yuridis ketentuan Pasal 1 Undang-Undang
Perkawinan, menjelaskan bahwa tujuan suatu perkawinan adalah untuk
membentuk keluarga yang kekal dan sejahtera. Dari tujuan pernikahan tersebut,
bila diformulasikan, maka terdapat tujuan yang fundamental dari perkawinan,
yakni:

a. Untuk hidup dalam pergaulan yang sempurna.

b. Satu jalan yang amat mulia untuk mengatur rumah tangga dan turunan.

c. Sebagai satu tali yang amat teguh guna memperoleh tali persaudaraan
antara kaum kerabat laki-laki (suami) dengan kaum kerabat perempuan
(isteri), yang mana pertalian itu akan menjadi satu jalan yang membawa
kepada bertolongtolongan, antara satu kaum (golongan) dengan yang lain.38

Sementara hikmah dari perkawinan, sebagaimana pendapat Sayyid Sabiq


dalam kitabnya Fiqh al-Sunnah yaitu:

a. Sesungguhnya naluri sex merupakan naluri yang paling kuat dan keras yang
selamanya menuntut adanya jalan keluar. Apabila jalan keluar tidak dapat
memuaskannya, maka akan terjadi kegoncangan dan kekacauan yang
mengakibatkan kejahatan. Pernikahan merupakan jalan yang terbaik dalam
manyalurkan hasrat seksual. Dengan pernikahan tubuh menjadi lebih segar,
jiwa jadi tenang, mata terpelihara dari melihat yang haram dan perasaan
tenang menikmati barang yang halal.

b. Meneruskan keturunan dan memeliharan nasab, karena dengan pernikahan


akan diperoleh nasab secara halal dan terhormat. Ini merupakan
kebanggaan bagi individu dan keluarga bersangkutan dan ini merupakan
insting manusia untuk berketurunan dan melestarikan nasabnya.

c. Meningkatkan rasa tanggungjawab, karena dengan pernikahan berarti


masing-masing pihak dibebani tanggungjawab sesuai dengan fungsi
masing-masing. Suami sebagai kepala rumahtangga bertanggungjawab atas
nafkah keluarganya, sedangkan istri bertanggungjawab atas pemeliharaan
anak dan pengkondisian rumah tangga menjadi lebih nyaman dan tentram.

d. Membuahkan tali kekeluargaan, memperteguh kelanggengan rasa cinta


antar keluarga dan memperkuat hubungan kemasyarakatan, masyarakat
yang saling mencintai dan saling menunjang merupakan masyarakat yang
kuat dan bahagia.39
38
Untuk lebih lengkapnya bisa dilihat dalam Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Jakarta:
Attahiriyah, 2004).

39
15 Sayyid Sabiq, Fiqhussunnah, alih bahasa Moh. Thalib, Juz. 6, (Bandung: AlMa’arif,
1990), h. 18-21.
c. Asas dan Prinsip Perkawinan

Apabila diteliti secara saksama dalam kacamata yuridis (Undang-Undang


No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan), terdapat asas-asas yang fundamental
dalam perkawinan, yaitu:

a. Karena tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagian dan


kekal. Maka suami istri perlu saling membantu dan melengkapi, agar
masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya, membantu dan
mencapai kesejahteraan spiritual dan material.

b. Dalam undang-undang ini menyatakan bahwa suatu perkawinan adalah sah,


bila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaanya itu di samping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.40

c. Asas monogami. Asas ini ada pengecualian, apabila dikehendaki oleh yang
bersangkutan karena hukum dan agama mengizinkan seorang suami dapat
beristri lebih dari seorang. Namun demikian perkawinan seorang suami
lebih dari seorang istri meskipun itu dikehendaki oleh pihak-pihak yang
bersangkutan, hanya dapat dilakukan bila dipenuhi berbagai persyaratan
tertentu dan diputuskan oleh pengadilan.

d. Prinsip calon suami harus telah masak jiwa dan raganya untuk dapat
melangsungkan perkawinan, agar supaya dapat mewujudkan tujuan
perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat
keturunan yang sehat.

e. Karena tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia, kekal


dan sejahtera maka undang-undang ini menganut prinsip mempersukar
terjadinya perceraian.

f. Hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang dengan hak dan
kedudukan suami baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam
pergaulan masyarakat, sehingga dengan demikian segala sesuatunya dalam
keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan oleh suami istri.

Mengenai prinsip dalam perkawinan, Musdah Mulia memformulasikan


menjadi empat hal yaitu:41

a. Prinsip Mawaddah wa Rahmah (saling mencintai)


40
Dalam prosesnya, Perkawinan dianggap sah apabila telah terpenuhi syarat dan rukun
sebagaimana yang dikehendaki. Adapun rukun yang dimaksudkan adalah adanya calon mempelai
laki-laki dan perempuan, wali, saksi serta sighat ijab qabul. Di mana rukun-rukun tersebut wajib
terpenuhi saat akad nikah (’aqd al-nikāh) dilangsungkan. Lihat Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami
wa-Adiillatuhu, Jilid IX, (Beirut: Dar al-Fikr, 1997), h. 6521-6581.
Menurut Musdah Mulia, Mawaddah secara bahasa berarti 'cinta kasih',
sedangkan rahmah berarti 'kasih sayang', kedua istilah itu menggambarkan
perasaan batin manusia yang sangat luhur dan penuh nilai-nilai spiritual.
Keduanya terbentuk dari suasana hati yang penuh keikhlasan dan kerelaan
berkorban demi kebahagiaan bersama. Sejak akad nikah suami istri
seharusnya telah dipertautkan oleh perasaan mawaddah wa rahmah
sehingga keduanya tidak mudah goyah dalam mengarungi samudra
kehidupan rumah tangga yang seringkali penuh gejolak.

Dengan demikian, cinta dan kasih sayang (mawaddah dan rahmah)


merupakan asas, sendi dan lem perekat rumah tangga yang tidak bisa
dianggao sederhana. Karena cinta kasih merupakan sesuatu yang suci,
maka cinta harus dijaga, dirawat, dan dipupuk agar terus lestari dan mekar
berseri. Maka sikap yang dipenuhi kesabaran, kesetiaan, pengertian,
pemberian dan pengorbanan akan mendatangkan/ menyuburkan cinta.

b. Prinsip Mu’asyarah bi al-Ma’ruf (berperilaku sopan dan beradab)

Sebagai pasangan hidup dalam rumah tangga, maka masing-masing


individu harus mengutamakan akhlak yang baik, sehingga kehidupan
rumah tangga dipenuhi dengan etika dan etiket yang baik. Berperilaku
sopan dan beradab sangat diperlukan demi kelangsungan rumah tangga.

c. Prinsip Musawah (Saling melengkapi dan melindungi)

Karena pernikahan laksana satu tubuh dua hati, maka saling melengkapi
dan melindungi merupakan hal yang sangat penting untuk dijadikan
perhatian dalam berumah tangga. Dalam kacamata normatif, suami istri
berfungsi laksana pakaian, sebagaimana dalam firman Allah.

Artinya:

“Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi


mereka”

Karena berkeluarga laksana pakaian, maka kekurangan dalam hal


keuangan keluarga misalnya, oleh orang bijak dapat dijadikan sarana untuk
menciptakan suasana dinamis dalam keluarga. Sebaliknya suasana mapan
yang lama (baik mapan cukup maupun mapan dalam kekurangan) dapat
menimbulkan suasana rutin yang menjenuhkan. Oleh karena itu suami isteri
harus pandai-pandai menciptakan suasana baru, baru dan diperbaharui lagi,
karena faktor kebaruan secara psikologis membuat hidup menjadi menarik.
41
Musdah Mulia, Prinsip-Prinsip Perkawinan Islam,
http://mujahidahmuslimah.com/images/documents/prinsipperkawinan.pdf, diakses pada tanggal
10 Maret 2022.
d. Prinsip Musyawarah (saling berdiskusi dan berkomunikasi secara efektif)

Suami istri ketika telah mengakadkan untuk mengarungi bahtera


rumah tangga, tak dapat dipungkiri setiap permasalahan yang muncul tidak
dapat diselesaikan sendiri, karena dalam rumah tangga masingmasing
individu mempunyai daya nalar dan pikir yang mesti diberdayakan. Maka,
komunikasi yang efektif dalam bentuk musyarakat tidak dapat dielakkan
dalam berumah tangga.

Bila hubungan suami istri yang dibangun berdasarkan keempat


prinsip, yakni prinsip saling mencintai (mawaddah wa rahmah), saling
menghormati (ta`asyur bil ma`ruf), saling melengkapi, dan saling terbuka
(musyawarah) akan membawa kepada kehidupan keluarga yang sakinah.
Rumah tangga yang demikian akan terasa sejuk, nyaman dan damai laksana
surga bagi para penghuninya.

D. Hukum Perceraian

Pada prinsipnya tujuan perkawinan menurut UndangUndang Perkawinan


No. 1 Tahun 1974 yaitu membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, pasal 1
menegaskan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang
bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa. Untuk itu,
penjelasan umum point 4 huruf (a) menyatakan suami istri perlu saling bantu-
membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan
kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan imeterial.
Karena itu, undang-undang ini juga menganut asas atau prinsip mempersulit
terjadi nya perceraian untuk memungkinkan perceraian harus ada alasan-alasan
tertentu serta dilakukan di hadapan sidang pengadilan.

Perceraian dalam istilah fiqih disebut “talak” diambil dari kata “itlaq”
yang menurut bahasa artinya melepaskan atau meninggalkan. Menurut istilah
syara‟, talak yaitu melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri hubungan
suami istri. Al-Jaziry mendefinisikan talak adalah menghilangkan ikatan
perkawinan atau mengurangi pelepasan ikatannya dengan menggunakan kata-
kata tertentu.

Jadi, talak itu ialah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah


hilangnya ikatan perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi suaminya, dan ini
terjadi dalam hal talak ba‟in, sedangkan arti mengurangi pelepasan ikatan
perkawinan ialah berkurangnya hak talak bagi suami yang mengakibatkan
berkurangnya jumlah talak yang menjadi hak suami dari tiga menjadi dua, dari
dua menjadi satu, dan dari satu menjadi hilang hak talak itu, yaitu terjadi dalam
talak raj‟i.

Kemudian pengertian perceraian menurut fikih di Indonesia, sebagaimana


yang tercantum dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi
Hukum Islam, disebutkan perceraian merupakan salah satu akibat putusnya
perkawinan, yang mengucapkan ikrar talak harus di depan sidang Pengadilan
Agama. Apabila perceraian itu datang dari suami maka istilahnya dengan cerai
talak, sedangkan jika datang dari istri disebut cerai gugat.

Maka menurut hemat penulis talak merupakan satusatunya alternatif dalam


menyelesaikan persengketaan rumah tangga dan ia mempunyai dampak
positifnya serta negatifnya. Bahkan talak sebagai salah satu syariat dari yang
Maha Mengetahui, talak diyakini mempunyai tujuan yang luhur di samping
terkandung rahasia-rahasia di dalamnya. Agama Islam telah menetapkan
kebolehan perceraian. Banyak sekali ayat-ayat al-Quran yang membahas dan
menyebutkan tentang masalah perceraian. Sebagaimana firman Allah SWT:

Artinya:

“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan
Cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan Cara yang baik. Tidak halal bagi
kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada
mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak Akan dapat menjalankan
hukumhukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak
dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya
tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah
hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang
melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim. (Q.S.
al-Baqarah: 229)

Setiap perkawina mempunyai harapan akan dapat bertahan seumur hidup,


karena salah satu dari prinsip perkawina adalah untuk selamanya.42 Perkawina
sebagai langkah pebentukan keluarga atau rumah tangga adalah ydimaksudkan
sebagai wahan untuk mewujudkan kehidupan yang tentram, aman, damai
sejahtera dalam suasana kasih sayang diantara mereka yang ada di dalamanya,
karena perkawiana bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhana Yang Maha Esa.

Perkawina adalah kegiatan yang sacral, Konsep itu selalu memandang


lembaga social tersebut dari dari sudut pandanf filsafat-teologis sehingga tidakl

42
Abdur Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003), h. 36.
jarang melahirkan benturan konsep, antara ruang yang trasenden dan
interpretasi menurut rasio manusia. Namaun gejolak zaman terus “menggugat”
hakikat atau esensi sebagai perkawinan manakala manusia mengalami
kegetiran hidup yang menuntut adanya sebuah rumusan baru atau sebuah
rekontruksi pemahaman yang lebih seimbang. Himpitan ekonomi, transformasi
budaya, politik merupakan bentuk-bentuk gugatan terhadapa cara pandag di
atas. Simpul-simpul permasalahan sebuah rumah tangga yang tidak dapat diurai
secara jelas dapat menyebabkan keretakan sebuah kebersamaan yang serius
yaitu perceraian. Perceraian kemudian melahirkan babak kehidupan baru sepert
terjadinya peran baru yang disebut single parent.

a. Pengertian Perceraian

Secara umum, percerain tak ubahnya sebagai sebuah proses seperti hal
perkawinan. Aktivitas itu terjadi karena sejumblah aspek yang menyertainya
seperti emosi, ekonomi, social dan pengakuan secara resmi oleh masyarakat
melalui hukum yang berlaku43. Selain itu dalam paradigma yang lain, percerain
merupakan suatu “kegagalan” adalah bias, karena semata-mata mendasarkan
perkawinan paling sedikit terdiri dari dua orang yang hidup dantinggal bersama
di mana masing-masing memiliki keinginan, kebutuhan, nafsu serta latar
belakang dan nilai social yang bisa berbeda satu sama lain. Perbedaan-
perbedaan itu dapat memunculkan ketegangan-ketegagan dan ketidakbahagiaan
yang akhirnya bermuara pada perceraian.44

Namun dalam konteks hukum Islam, perceraian diistilahkan “talak” atau


“furqah”. Adapun arti dari talak adalah membuka ikatan dan membatalkan
perjanjian, sementara furqah artinya bercerai yaitu lawan dari berkumpul.
Selanjutnya kedua kata ini dipakai oleh para ahli fiqih sebagai suatu istilah
yang berarti perceraianantara suami istri. Dengan demikian, talak adalah
tindakan yang dilakukan kepada suami terhadap istri untuk bercerai, baik talak
satu, dua dan tiga, talak ini hanya diucapkan dari suami kepad istri maka
sahnya perceraian tersebut.45

Sementara dalam perspektif yuridis, perceraian adalah putusnya suatu


perkawinan dengan putusan hakim yang berwenang atas tuntutan salah seorang
dari suami istri berdasarkan alasan-alasan yang telah ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan. Secara normatif, talak dalam agama Islam merupakan
perkara halal, namun sangant dibenci oleh Allah sebagaiman dalam sebuah
hadis yang artinya:

43
T. O. Ihromi, Bunga Rampai Sosiologi Keluaga, (Jakarat: Yayasan Obor, 2004), h. 135
44
T. O. Ihromi, Bunga Rampai Sosiologi Keluaga, h. 136
45
Satria Efendi M, Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontenporer, Analisis
Yurisprodusensi dengan Pendekatan Ushuliyah, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 107.
“Perkara halal yang paling dibenci Allah adalah perceraian”.

b. Sebab-sebab Putusnya Perkawinan

Perkawinan merupakan penyatuan masing-masing sifat, pola pikir, dan


kebiasaan yang berbeda yang oleh sebab itu dalam kehidupan berumah tangga
(berkeluarga) selalu ada permasalahan atau konflik yang terjadi diantara suami
dan istri. Dalam hal konflik tersebut tidak dapat diselesaiakan sendiri maka
dapat meyebabakan berakhirnya perkawinan yang disebut dengan perceraian.

Pemutusan perkawinan tidaklah sesederhana seperti dalam pemutusan


perjanjian biasa, yang ditetapkan lebih awal dalam isi perjanjiannya. Sebab
putusnya ikatan perkawinan, prosedurnya maupun akibatnya pemutusannya,
tidak ditetapkan oleh para pihak, melainkan hukumlah yang menentukannya.
Perjanjian dalam perkawinan mempunyai karakter khusus, antara lain bahwa
kedua belah pihak (lakilaki dan perempuan) yang mengikat persetujuan
perkawinan itu saling mempunyai hak untuk memutuskan perjanjian
berdasarkan ketentuan yang sudah ada hukum-hukumnya.46

Bila ditinjau secara yuridis, masalah perkawinan dan perceraian terdapat


dalam Undang-Undang Perkawinan (UUP) dan penjelasannya dimuat dalam
Lembaran Negara Nomor 1 Tahun 1974 dan Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3019. UUP ini keseluruhan berisi XIV Bab dan 67
Pasal. Mengenai putusnya perkawinan diatur dalam Bab VIII Pasal 38 sampai
dengan Pasal 41 UUP dan mengenai tata cara perceraian diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Perkawinan.

Berdasarkan yuridiksi Indonesia, masalah perceraian diatur dalam Pasal 38


Undang-Undang Perkawinan. Didalamnya dijelaskan bahwa perkawinan dapat
putus dikarenakan tiga hal, yaitu (1) Kematian, (2) Perceraian, dan (3) Atas
Keputusan Pengadilan.

Kematian merupakan penyebab putusnya perkawinan yang tidak dapat


dihindari oleh pasangan suami isteri karena merupakan kehendak yang maha
kuasa dan tidak dipengaruhi oleh kehendak manusia. Kematian suami/istri
tentunya dapat mengakibatkan perkawinan putus sejak terjadinya kematian.
Apabila perkawinan putus disebabkan meninggalnya salah satu pihak maka
harta benda yang diperoleh selama perkawinan akan beralih kepada keluarga
yang ditinggalkan dengan cara diwariskan. Demikian pula halnya dengan anak
yang lahir dari perkawinan tersebut akan menjadi tanggung jawab dari pihak
yang hidup lebih lama.

46
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan, (Yogyakarta:
Liberty, 1982), h. 10.
Harus diakui, pada dasarnya suatu perkawinan itu harus berlangsung kekal
dan hanya putus karena kematian, akan tetapi pada kenyataannya putusnya
perkawinan itu bukan hanya disebabkan oleh adanya kematian dari salah satu
pihak tetapi ada hal-hal atau alasan lain yang menyebabkan. 47 Alasan tersebut
tidak dapat dilepaskan akibat adanya campur tangan manusia atau kehendak
dari para pihak yang bersangkutan dengan perkawinan tersebut.

Sementara Pasal 39 ayat (1) Undang-undang Perkawinan ditentukan


bahwa Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah
Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua
belah pihak yang mana untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan
bahwa antara suami istri itu tidak dapat rukun lagi sebagai suami isteri.
Sebaliknya, dalam hal tidak ada alasan ke arah perceraian selanjutnya
pengadilan dapat menolak perceraian tersebut. Dalam Pasal 39 Undang-
Undang Perceraian diatur mengenai putusnya perkawinan yang menyatakan:

a. Perceraian hanya dapat dilakukan didepan Sidang Pengadilan setelah


Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak.

b. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami
isteri itu tidak dapat hidup rukun sebagai suami isteri.

c. Tatacara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan


perundangan tersendiri.

Menurut Penjelasan Pasal 39 ayat (2) Undang-undang Perkawinan terdapat


beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai alasan untuk mengajukan
perceraian, yaitu:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan
lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

b. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama dua tahun beturut-turut
tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (Lima) tahun atau hukuman
yang lebih berat selama perkawinan berlangsung;

d. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan
tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri;

e. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang


membahayakan terhadap pihak lain;
47
Sri Soesilowaty Mahdi, Surini Ahlan Sjarief dan Akhmad Budi Cahyono, Hukum Perdata
(Suatu Pengantar), (Jakarta: Gitama Jaya, 2005), h.61.
f. Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran
dan tidak ada harapan akan hidup rukun dalam rumah tangga.48

Selanjutnya dalam Pasal 41 Undang-Undang Perkawinan disebutkan


beberapa hal akibat hukum putusnya perkawinan yang dikarenakan oleh
perceraian:

a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-
anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada
perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi
keputusan.

b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan


pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataannya
tidak dapat memberi kewajiban tersebut, maka pengadilan dapat
menentukan siapa yang ikut memikul biaya tersebut.

c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya


penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.

Ketentuan Pasal 41 UU Perkawinan sebagaimana disebutkan di atas


memberikan pengertian bahwa:

a. Mantan suami atau isteri berkewajiban memelihara dan mendidik anak-


anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada
perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberikan
keputusan.

b. Mantan suami bertanggungjawab atas semua biaya pemeliharaan dan


pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana dalam kenyataan suami
tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan
bahwa isteri ikut memikul biaya tersebut.

c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya


kehidupan dan/ atau menentukan kewajiban bagi bekas isteri.

c. Faktor-faktor Penyebab Perceraian

Ada banyak faktor yang menyebabkan perceraian bisa menjadi sebuah


keniscayaam dalam rumah tangga, yaitu:

a. Perceraian juga sering memperoleh landasan berupa krisis moral dan


akhlak misalnya kelalaian tanggung jawab baik suami maupun istri,
poligami yang tidak sehat, penganiayaan, pelecehan dan keburukan

48
Penjelasan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
perilaku lainnya misalnya mabuk-mabukkan, terlibat tindak kriminal,
bahkan utang piutang.

b. Perzinahan

Terjadinya perzinahan yaitu hubungan seksual di luar nikah yang


dilakukan baik suami maupun istri merupakan penyebab perceraian. Di
dalam hukum perkawinan Indonesia, perzinahan dimasukkan ke dalam
salah satu pasalnya yang dapat mengakibatkan berakhirnya perceraian.

c. Alasan lain yang kerap dikemukakan baik oleh suami atau istri untuk
mengakhiri sebuah perkawinan adalah bahwa perkawinan mereka telah
berlangsung tanpa dilandasi adanya cinta.49

Selain dari faktor di atas, ada beberapa faktor yang memberikan kontribusi
terhadap perceraian, yaitu:

a. Usia saat menikah

Di Amerika Serikat, angka perceraian cukup tinggi diantara pasangan yang


menikah sebelum usia 20 tahun.

b. Tingkat pendapatan

Angka perceraian di populasi yang memiliki pendapatan dan tingkat


pendidikan rendah cenderung labih tinggi dibandingkan mereka yang ada
dikalangan menengah ke atas.

c. Perbedaan perkembangan sosio emosional di antara pasangan

Wanita dilaporkan lebih banyak mengalami stress dan problem


penyesuaian diri dalam perkawinan di bandingkan laki-laki. Kepuasan
dalam perkawinan juga tergantung pada kualitas-kualitas suami, seperti:
stabilitas identitas maskulin, kebahagiaan dari perkawinan orangtua,
tingkat pendidikan, dan status sosialnya.

d. Sejarah keluarga berkaitan dengan perceraian

Ada sejumlah bukti yang menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga


yang bercerai cenderung mengalami perceraian dalam kehidupan rumah
tangganya.50

49
Untuk lebih lengkapnya bisa dilihat Fauzi, Perceraian Siapa Takut…!. (Jakarta: Restu
Agung, 2006).

50
Untuk lebih lengkapnya bisa dilihat Newman & Newman, Development Through Life: A
Psychological Approach, 3rd edition, (Chicago: The Dorsey Press, 1984)
E. Sebab Terjadinya Perselisihan Rumah Tangga Yang Dapat Menimbulkan
Perceraian.

Pertengkaran adalah berbantah, bercekcok mulut, Pertengkaran yang


dimaksud adalah pertengkaran suami istri, pertengkaran tersebut terjadi secara
terus menerus karena antara suami istri sudah tidak ada kecocokan lagi Sebab-
Sebab Pertengkaran.51

Dalam bukunya Ummu Sufyan, yang berjudul Senarai Konflik Rumah


Tangga telah dijelaskan bahwa diantara penyebab pertengkaran rumah tangga
antara lain:

1. Istri mengabaikan hak suami, terkadang hubungan suami dan istri yang
menimbulkan keributan di dalam dinamika Rumah Tangga disebabkan karena
istri melalaikan kewajibannya untuk memenuhi hak sang Suami, sehingga dari
pihak Suami merasakan hak nya tidak dipenuhi oleh Istri dan menyebabkan
suami berpikir dirinya sudah tidak lagi dihargai, dari sini lah memunculkan
keributan dan perselisihan antara Suami dan Istri di dalam Rumah Tangg.

2. Suami mengabaikan hak istri, ketentuan ini sama dengan sebelumnya, yaitu di
mana suami tidak menghargai hak dari Istri, kemudian Istri merasa sudah tidak
dihargai, dan menimbulkan konflik di dalam kehidupan Rumah Tangga.

3. Suami kurang menafkahi istri, ketentuan ini berkaitan dengan aspek ekonomi,
di mana nafkah yang diberikan oleh suami terhadap Istri dirasakan kurang,
kemudian dengan kondisi ekonomi yang monoton, tidak dipungkiri
menimbulkan perselisihan.

4. Suami atau istri berakhlak buruk, ketentuan ini berkaitan dengan sifat, di mana
dalam sikap suami dan istri terdapat akhlak yang tidak baik, sehingga dengan
buruknya akhlak tanpa dilandasi akidah di dalam kehidupan Rumah Tangga,
maka menimbulkan perselisihan antara suami dan istri.

5. Istri Kurang mengurus rumah, ketentuan ini juga berkaitan dengan kewajiban
Istri, di mana dalam mengurus Rumah Tangga Istri dianggap kurang dan tidak
cekatan.

6. Tidak berterima kasih kepada suami, ketentuan ini berkaitan dengan sikap, di
mana Istri sama sekali tidak menghargai apa yang sudah diusahakan oleh
Suami dan tidak berterima kasih kepada suami, dari sini memungkinkan akan
menimbulkan perselisihan.

51
Poerwadarminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2006), 1443.
7. Tidak menundukkan pandangan, ketentuan ini berkaitan dengan hawa nafsu,
terkadang di dalam kehidupan Rumah Tangga terdapat orang ketiga, dan
diantara Suami dan Istri tidak mempu menundukkan hawa nafsu nya sehingga
tergoda oleh pihak ketiga, dan menimbulkan perselisihan serta tidak sedikit
juga menimbulkan perceraian.

8. Istri kurang merias diri, ketentuan ini mengenai keterampilan dari istri di mana
suami merasa tidak puas dengan kondisi istri-nya, sehingga dari sini terkadang
tidak dipungkiri juga menimbulkan perselingkuhan di dalam Rumah Tangga
dan menimbulkan konflik.

9. Istri tidak kunjung melahirkan, ketentuan ini berkaitan tentang keturunan, dari
sini tidak sedikit juga menciptakan perceraian, karena Istri dirasa tidak mampu
memberikan keturunan.

10. Suami sering tidak ada di rumah, ketentuan ini mengenai sifat dari suami yang
dirasa Istri sudah tidak lagi memperhatikan keluarga, dari sini dapat
menimbulkan percekcokan antara suami dan istri dan terkadang dapat
menimbulkan perceraian.

11. Problema istri bekerja, ketentuan ini mengenai ekonomi terkadang, dan dirasa
suami, Istri kurang memperhatikan keluarga dikarenakan sibuk dengan
pekerjaannya, dan terkadang suami merasa Istri tidak cukup atas apa yang
sudah dilakukannya.

12. Menikah dengan lelaki yang tidak shalih, ketentuan ini berkaitan mengenai
kriteria dalam memilih pasangan sesuai dengan ketentuan di dalam agama
Islam khususnya.

13. Ketidakserasian suami istri, ketentuan ini mengenai sikap keras kepala antara
Suami dan Istri yang terkadang tidak ada untuk saling mengalah diantara
keduanya

14. Problematika poligami, ketentuan ini mengenai aspek kasih sayang bagi Istri
yang terbagi.

15. Jarang silaturrahim kepada orang tua, perselisihan yang timbul juga terkadang
diakibatkan karena kurangnya menemui dan bersilaturahmi kepada Orang Tua.

16. Keluarga suami isteri mempunyai kebiasaan buruk, aspek ini terkadang
mempengaruhi keributan yang timbul diantara Suami dan Istri.

17. Permasalahan stabilitas ekonomi keluarga, ketentuan ini berkenaan mengenai


kondisi kegiatan ekonomi yang menurun sedangkan kebutuhan hidup semakin
menaik dan berdampak pada kehidupan Rumah Tangga, sehingga mengenai
aspek ini banyak sekali timbul perceraian.52

E. Pandemic Covid-19

1. Ruang Lingkup Tentang Covid-19

Covid-19 merupakan virus dari keluarga Coronavirus yang dapat


menyebabkan penyakit menular dan fatal, serta meyerang manusia dan
mamalia lain hingga ke paru-paru di saluran pernapasan. Biasanya penderita
Covid-19 dapat mengalami demam, radang tenggorokan, pilek atau bahkan
batuk, yang bahkan akan menimbulkan gejala pneumonia, virus ini dapat
menyebar melalui kontak dekat dengan penderita cairan pernafasan dan Covid-
19

Covid-19 yang juga dikenal sebagai virus Corona oleh masyarakat


merupakan virus yang menyerang system pernafasan. Coronavirus dapat
menyebabkan penyakit pernafasan dan kematian akibat pneumonia akut. Ini
adalah jenis virus baru yang dapat menyebar ke manusia. Virus ini bisa
menyerang siapa saja, termasuk bayi, anak-anak, dewasa, dan lanjut usia. Virus
ini bernama Covid-19 yang pertama kali ditemukan di Wuhan, China pada
Desember 2019. Virus ini menyebar dengan cepat dan menyebar di belahan
China lainnya bahkan di banyak Negara termasuk Indonesia.

Asal mula virus Corona pertama kali muncul pasar hewan dan makanan
laut di Wuhan. Kemudian dilaporkan banyak pasien yang terjangkit virus ini,
yang ternyata terkait dengan pasar hewan dan seafood .Hewan liar seperti ular,
kalelawar dan ayam banyak dijual di pasaran. Diduga virus tersebut dari
kelelawar. Diduga juga virus tersebut menyebar dari hewan ke manusia dan
kemudian dari manusia ke manusia.

52
Sufyan, Senarai Konflik Rumah Tangga, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), 5.
BAB III
METONOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif pendekatan


deskriptif yang bertujuan untuk memperoleh data sesuai kejadian ditempat
penulis meneliti dalam penelitian kualitatif, data diperoleh dari berbagai
macam sumber Teknik pengumpulan data juga bermacam-macam dan
dilakukan secara terus menerus sampai datanya penuh. Disini peran peneliti
adalah sebagai pengumpul data utama. Analisis data kualitatif adalah
bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh,
selanjutnya pola hubungan tertentu atau menjadi hipotesis. Instrument
dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Subjek
penelitian adalah informan, yang artinya orang pada latar penelitian yang
dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar
penelitian. Spradley mengungkapakan bahwa dalam penelitian kualitatif
tidak menggunakan populasi, tetapi dinamakan sosial situation atau situasi
sosial yang terdiri dari tiga elemen, yaitu tempat, pelaku, dan aktivitas yang
berintraksi secara sinergis

Alasan ……………………………………………..

B. OBJEK PENELITIAN

Pengadilan Agama Jakarta Timur

C. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

januari 2020

D. INFORMAN

Hakim 2 orang

Panetra 2 orang

Penggugat 2 orang

E. TEKNIK ANALISIS DATA


Wawancara

Data

F. TEKNIK PENGESAHAN DATA

G. Kerangka berpikir
Bab IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

B. DESKRIPSI IDENTITAS INFORMAN

C. HASIL PENELITIAN

D. PEMBAHASAN

Dalam tahun 2020 Pengadilan agama Jakarta timur telah menerima


perkara gugatan sebanyak 5.728 perkara, gugatan sederhana Ekonomi
Syariah sebanyak 1 perkara dan permohonan sebanyak 705 perkara.
Jumblah perkara tersebut jika dirinci menurut jenis perkaranya sebagai
berikut:

Izin Poligami = 5 perkara

Pencegahan perkawinan = 1 perkara

Pembatalan perkawinan = 6 perkara

Cerai talak = 1.303 perkara

Cerai gugat = 3.557 perkara

Harta bersama = 35 perkara

Penguasaan anak/Hadhanah = 33 perkara

Perwalian = 89 perkara

Asal usul anak = 17 perkara

Isabat nikah = 195 perkara

Dispensasi kawin = 164 perkara

Wali afdhol = 11 perkara

Ekonomi syariah = 2 perkara

Kewarisan = 19 perkara

Hibah = 2 perkara

Penetapan ahli waris = 261 perkara

Lain-lain = 28 perkara
Dalam tahun 2021 Pengadialan Agama Jakarta Timur telah menerima
perkara sebanyak 6706, yang terdiri dari perkara gugatan sebanyak
5659 perkara dan permohonan sebanyak 1047 perkara. Jumblah perkara
tersebut jika dirinci menurut jenis perkaranya adalah sebagai berikut:

Izin Poligami = 9 perkara

Pencegahan perkawinan = 1 perkara

Pembatalan perkawinan = 8 perkara

Cerai talak = 1.491 perkara

Cerai gugat = 3.979 perkara

Harta bersama = 31 perkara

Penguasaan anak/Hadhanah = 36 perkara

Perwalian = 118 perkara

Asal usul anak = 37 perkara

Isabat nikah = 239 perkara

Dispensasi kawin = 164 perkara

Wali afdhol = 14 perkara

Nafkah anak oleh Ibu = 1 perkara

Pencabutan Kekuasaan Orang Tua = 3 perkara

Ekonomi syariah = 1 perkara

Kewarisan = 27 perkara

Hibah = 2 perkara

Penetapan ahli waris = 557 perkara

Lain-lain = 36 perkara
BAB VI

PENUTUP

A. KESIMPULAN

B. SARAN

DAFTAR PUSTAKA

Arikunsto, Suharsini. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta:


Rineka Cipta, 2002), h. 64.
Isnaeni, Moch Hukum Perkawinan Indonesia, (Bandung: PT. Refika Aditama,
2016), 23.

Muawanah, Moch Realitas Gugat Cerai TKW di Kabupaten Ponorogo(Sebuah


Tinjauan Hukum Islam), Kependidikan dan Sosial Keagamaan, Vol. 5, No. 2,
(Desember, 2019), 157,
Diakses pada, https://jurnal.lp2msasbabel. ac.id/index.php/edu/article/view/975,
Pukul 12 Januari 2021.

Azizah, Linda. Analisis Perceraian Dalam Kompilasi Hukum Islam, Al- Adalah, Vol. 10,
No. 4, (2020), 56, Diakses Pada, Http://Ejournal.Radenintan.Ac.Id/Index.Php
/Adalah/Article/View/295 , 15 Mei 2021 Pukul 14:45 WIB.

Darmawijaya, Edi, Ferra Hasanah, Peran Suami Terhadap Peningkatan Angka


Perceraian di Mahkamah Syar’iyyah Blangkejeren, Hukum Keluarga, Vol. 3, No.
1, (Juni, 2020), 87, Diakses pada,
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/usrah/article/view/7707, 15 Mei 2021
Pukul 14:45 WIB.

Martondang, Armansyah. Faktor-faktor yang Menyebabkan Perceraian dalam


Perkawinan, Ilmu Pemerintah dan Sosial Politik, Vol. 2, No. 2, (2014), 142,
diakses pada, https://ojs.uma.ac.id/index.php/jppuma/article/view/919, 15 Mei
2021 Pukul 14:55 WIB.

Linda Azizah, “Analisis Perceraian Dalam Kompilasi Hukum Iskam,” Jurnal Al-
Adalah, Vol. X, No. 4 (Juli 2012), hlm. 417

Syafuddin, Muchammad. Hukum Perceraian, (Palembang: Sinar Grafika,2012),


20
Khumas, Arsinar. Model Penjelasan Intensi Cerai Perempuan Muslim di
Sulawesi Selatan, Psikologi, Vol. 42, No. 3, (Desember, 2015), 190. Diakses
pada, https://jurnal.ugm.ac.id/jpsi/article/view/9908, 15 Mei 2021 Pukul 15:05
WIB.
M. Yusuf, Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Anak, al-Bayan, Vol. 20, No.
29, (Januari-2014), 34,
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/bayan/article/view/112.
Moleong, Lexy. Metode Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi), (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2004), 44.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia, 1986), 6.
Kartono, Kartini. Pengantar Metodologi Riset Sosial, (Bandung: Mundur Maju,
1986), 148.
Yusuf, Muri. Metode Penelitian (Kuantitatif, Kualitatif dan Gabungan), (Jakarta:
Kencana, 2014), 373.
Sugiono, Metode Penelitian kualitatif, Kuantitatif, R&D, (Bandung: Alfabeta,
2012), 215.

RINCIAN ISI PENELITIAN LAPANGAN

Halaman Sampul (Cover)


Halaman Judul
Halaman Persetujuan Ketua Program Studi
Bab I : Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah ……………………..............................
B. Identifikasi Masalah ………………………….............................
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ………………………………
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ………………………………….
E. Tinjauan/Penelitian Terdahulu …………….................................
F. Metodologi Penelitian …………………………………………….
G. Sistematika Penulisan …………………………………………….
Bab II : Kerangka Teori
A. ………………………………………….………………………....
B. ……………………….………………………………….………...
C. Dan seterusnya ……………………………………………………
Bab III : (Gambaran Umum Daerah/Tempat Penelitian atau Metodologi
Penelitian)
A. ……………………………………………………………………....
B. ……………………….…………………………...........................
C. Dan seterusnya …………………………………………………….
Bab IV : (Berisi tentang Pembahasan Masalah)
A. (Sub judul disesuaikan dengan rumusan masalah yang ada di bab I
Pendahuluan)
B. …………………………………………..…………………………..
C. Dan seterusnya ………………………..…………………………...
Bab V : Penutup
A. Kesimpulan ……………………….…….………………………....
B. Saran ………………..……………………………………………...

Anda mungkin juga menyukai