Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum (S.H)
Oleh :
Mubassyirin
NIM:183100031
2021 M/1442 H
Lembar persetujuan pembimbing
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum (S.H)
Oleh :
Mubassyirin
NIM:183100031
Pembimbing
Irfan Khairul Umam, LLM
NIDN.
2021 M/1442 H
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama :
NIM :
Program Studi :
Judul Skripsi :
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang
diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana
strata satu di STAI Al-Aqidah Al-Hasyimiyyah Jakarta. Sumber yang saya gunakan dalam
menulis skripsi ini sudah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di STAI
Al-Aqidah Al-Hasyimiyyah
Jakarta.
Jika di kemudian hari terbukti hasil karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan
jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di STAI
AlAqidah Al-Hasyimiyyah Jakarta.
Meterai 10.000
Dan ditandatangani
Nama
Skripsi ini disusun oleh:
Nama :
NIM :
Program Studi :
Telah diujikan di hadapan Dewan Penguji pada 3 Februari 2021 dan telah diterima
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Program
Studi Pendidikan Agama Islam, STAI Al-Aqidah Al-Hasyimiyyah Jakarta
Aida Maqbulah, MA
Pembimbing ……………………. …………...
Dr. H. Syafruddin, MA
Penguji I ……………………. …………...
Nama :
NIM :
Program Studi :
Judul Skripsi :
250 Kata
KATA PENGANTAR
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan adalah sunah Nabi Muhammad SAW, yaitu mencontoh
tingkah laku Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu bagi pengikut Nabi
Muhammad sebaiknya mengikuti yang disunahkan oleh Nabi. Selain mencontoh
tindak laku Nabi Muhammad, juga perkawinan itu merupakan kehendak
kemanusiaan, kebutuhan rohani dan jasmani.1
Perkawinan sendiri di dalam agama disebut dengan nikah, yang pada
hakikatnya guna mewujudkan kebahagiaan yang diliputi dengan rasa kasih sayang
dengan cara yang diridhoi oleh Allah SWT, yang sudah jelas diatur di dalam
agama guna menghindari dosa perbuatan zina.2
Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang
wanita sebagai suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia
dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa. Namun dalam kenyataan
sering terjadi putusnya hubungan suami istri tersebut. Perkawinan dapat putus
karena kematian, perceraian, keputusan pengadilan
Sehingga dalam perkembangannya diperlukan penanganan yang khusus
tentang perceraian yang hanya dapat dilakukan didepan sidang Pengadilan Agama
setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak.3
Namun pada ketentuan umumnya faktor-faktor yang menjadi penyebab
perceraian ialah dikarenakan:
1. Faktor pernikahan dini.
2. Faktor adanya orang ketiga, baik dari pria ataupun wanita.
3. Selalu bertengkar dengan tanpa adanya alasan.
4. Faktor ekonomi.
1
Moch Isnaeni, Hukum Perkawinan Indonesia, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2016),
23.
2
Rohana, Muawanah, Realitas Gugat Cerai TKW di Kabupaten Ponorogo(Sebuah
Tinjauan Hukum Islam), Kependidikan dan Sosial Keagamaan, Vol. 5, No. 2, (Desember, 2019),
157, Diakses pada, https://jurnal.lp2msasbabel.ac.id/index.php/edu/article/view/975, Pukul 12
Januari 2021.
3
Linda Azizah, Analisis Perceraian Dalam Kompilasi Hukum Islam, Al- Adalah, Vol. 10,
No. 4, (2020), 56, Diakses Pada, Http://Ejournal.Radenintan.Ac.Id/Index.Php
/Adalah/Article/View/295 , 15 Mei 2021 Pukul 14:45 WIB.
5. Faktor campur tangan dari kedua keluarga.4
Factor lain yang melatar belakangi adanya perceraian pada tahun 2019
berdasarkan data yang didapat disebabkan oleh:
1. Faktor Ekonomi
2. Faktor KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga)
3. Faktor perselisihan dan pertengkaran terus menerus
4. Faktor meninggalkan salah satu pihak
Pengertian perceraian sebagai penghapus perkawinan itu dengan kematian
yang lazim disebut dengan istilah cerai mati. Yang mana, bahwa dalam
melaksanakan kehidupan suami istri tentu saja tidak selamanya berada dalam
situasi yang damai dan tentram, tapi kadang-kadang terjadi juga salah paham
antara suami istri atau salah satu pihak melainkan kewajibannya, tidak percaya-
mempercayai satu sama lain dan lain sebagainya.5
Perceraian pada ketentuan yang terbatas walaupun diperbolehkan, akan
tetapi dalam Islam tetap memandang bahwa perceraian adalah suatu yang
bertentangan dengan asas-asas Hukum Islam.
Adapun dasar hukum asal talak adalah diperbolehkan karena akan
memadharatkan terutama kepada anak-anak, maka Islam menanggulangi
perselisihan di antara keluarga, jika nampak perselisihan itu, maka Islam
menasehati supaya mereka bersama-sama menahan diri, jika tidak dapat
menahannya, maka dua orang hakam diutus keluarga tersebut untuk memberikan
pepatah (menasehatinya).6
Seandainya keadaan keluarga itu tidak tentram dan tidak harmonis, maka
syari‟at Islam menganjurkan terhadap suami istri untuk mempertahankan
ikatannya. Namun jika talak lagi dapat dipertahankan, maka Islam membolehkan
untuk menjatuhkan talak sebagai jalan keluar atau sebagai jalan darurat.
4
Edi Darmawijaya, Ferra Hasanah, Peran Suami Terhadap Peningkatan Angka Perceraian
di Mahkamah Syar’iyyah Blangkejeren, Hukum Keluarga, Vol. 3, No. 1, (Juni, 2020), 87, Diakses
pada, https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/usrah/article/view/7707, 15 Mei 2021 Pukul 14:45
WIB.
5
Armansyah Martondang, Faktor-faktor yang Menyebabkan Perceraian dalam
Perkawinan, Ilmu Pemerintah dan Sosial Politik, Vol. 2, No. 2, (2014), 142, diakses pada,
https://ojs.uma.ac.id/index.php/jppuma/article/view/919, 15 Mei 2021 Pukul 14:55 WIB.
6
Linda Azizah, “Analisis Perceraian Dalam Kompilasi Hukum Iskam,” Jurnal Al-Adalah,
Vol. X, No. 4 (Juli 2012), hlm. 417
Banyaknya kasus Perceraian yang melanda pasangan suami istri ketika
masa pandemi merupakan suatu pelajaran bagi kita untuk lebih seleksi dan
intropeksi diri dalam memilih pasangan untuk membentuk dan menjalin rumah
tangga yang bahagia.7
Berdasarkan studi kepustakaan dapat dikatakan bahwa, berakhirnya
perceraian juga dapat membawa dampak sosial yang bahkan berjangka sangat
panjang, diantaranya mempersempit jaringan sosial, yang justru dapat
menimbulkan tindakan anti sosial terhadap lingkungan sekitar baik itu bagi suami
atau anak nantinya.8
Dampak yang ditimbulkan dari adanya perceraian bagi anak, dapat
dikatakan bahwa, terdapat perbedaan dari anak yang keluarganya sudah
mengalami perceraian dan dari keluarga yang masih utuh, yang mana dari anak
yang keluarganya sudah bercerai dampak yang dialami anak justru berpengaruh
pada tingkah laku dan sikapnya seperti nakal, prestasinya rendah, pemalas, namun
di sisi lain dari anak yang keluarganya utuh justru berbanding terbalik, oleh sebab
itu, tindakan perceraian sangat amat berpengaruh dampaknya terhadap anak.9
Kasus perceraian yang ada di Pengadilan Agama Jakarta Timur terhitung pada
periode Maret hingga Desember 2019 atau sebelum adanya COVID-19
berdasarkan hasil pra-penelitian di Pengadilan Agama tersebut data yang
diperoleh yaitu sebanyak total keseluruhan perkara yang diterima.
Adapun dasar hukum asal talak adalah diperbolehkan karena akan
memadharatkan terutama kepada anak-anak, maka Islam menanggulangi
perselisihan di antara keluarga, jika nampak perselisihan itu, maka Islam
menasehati supaya mereka bersama-sama menahan diri, jika tidak dapat
menahannya, maka dua orang hakam diutus keluarga tersebut untuk memberikan
pepatah (menasehatinya).12
Seandainya keadaan keluarga itu tidak tentram dan tidak harmonis, maka syari‟at
Islam menganjurkan terhadap suami istri untuk mempertahankan ikatannya.
7
Muhammad Syafuddin, Hukum Perceraian, (Palembang: Sinar Grafika,2012), 20
8
Asniar Khumas, Model Penjelasan Intensi Cerai Perempuan Muslim di Sulawesi
Selatan, Psikologi, Vol. 42, No. 3, (Desember, 2015), 190. Diakses pada,
https://jurnal.ugm.ac.id/jpsi/article/view/9908, 15 Mei 2021 Pukul 15:05 WIB.
9
M. Yusuf, Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Anak, al-Bayan, Vol. 20, No. 29,
(Januari-2014), 34, https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/bayan/article/view/112.
Namun jika talak lagi dapat dipertahankan, maka Islam membolehkan untuk
menjatuhkan talak sebagai jalan keluar atau sebagai jalan darurat.
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan penjelasan dari rumusan masalah tersebut, penelitian ini
dilakukan bertujuan untuk:
1. Memahami faktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan angka perceraian
di masa pandemi COVID-19
2. Memahami tinjauan Hukum Islam mengenai faktor perceraian di masa pandemi
COVID-19
2. Kegunaan Penelitian
1. Secara Teoritis
a. Secara teoritis diharapkan mampu memberi wawasan ilmu pengetahuan,
bagi akademis; maupun seluruh kalangan, dengan mengacu pada sumber teori
10
Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi), (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2004), 44.
yang ada terutama Hukum Islam pada umumnya mengenai hukum perkawinan
atas tingkat kasus perceraian dikaji dari disiplin Hukum Islam.
b. Sebagai bahan referensi untuk penelitian pada masa yang akan datang di
bidang Perdata Islam (Hukum Perkawinan) mengenai faktor utama sebagai
pendorong adanya peningkatan angka perceraian ditinjau dari segi rumpun
Hukum Perkawinan Islam.
2. Secara Praktis
a. Penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi diri sendiri khususnya maupun
orang lain pada umumnya, selain itu juga untuk melengkapi syarat-syarat yang
diperlukan untuk mencapai gelar Strata Satu (S1) Program Studi Pendidikan
Agama Islam Stai Al-Aqidah Al-Hasyimiyyah Jakarta.
b. Memberikan tambahan wawasan tentang ilmu keluarga Islam mengenai
tinjauan Hukum Islam terhadap meningkatnya angka perceraian yang terjadi
semasa pandemi COVID-19.
D. Tinjauan Penelitian Terdahulu
E. Metode Penelitian
1. Metode Penelitian
2. Jenis Penelitian
Dari data yang diperoleh seluruhnya kemudian bahan dalam penelitian ini
diolah dan dianalisa dengan menggunakan suatu cara pengolahan data yang
diantaranya sebagai berikut:
a. Pemeriksaan data (editing) dimana ini merupakan cara yang dilakukan oleh
penulis untuk mengoreksi terkait dengan kelengkapan data yang sudah
dikumpulkan, kevaliditasan data yang telah diperoleh tersebut dan relevansinya
dari data-data yang diperoleh.
b. Sistemasi merupakan cara yang ditempuh oleh penulis dalam menempatkan
data yang menurut data atau kerangaka sistematika bahasan yang berdasarkan
pada kronologi masalah yang diperoleh dari hasil penelitian tersebut.
12
Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, (Bandung: Mundur Maju, 1986),
148.
2) Intrviu Dan Wawancara
BAB II : ………………………………………………………………………
………………………………………………………………………
………………………………………………………………………
BAB III: ………………………………………………………………………
15
Suharsini Arikunsto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2002), h. 64.
………………………………………………………………………
………………………………………………………………………
BAB IV: ………………………………………………………………………
………………………………………………………………………
………………………………………………………………………
BAB IV: ………………………………………………………………………
………………………………………………………………………
………………………………………………………………………
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Hukum Islam
1. Defenisi Hukum Islam
Konsepsi hukum dalam islam berbeda dengan konsepsi hukum pada
umumnya, sehigga hukum Islam dipandang sebagai bagian dari ajaran agama, dan
norma-norma yang bersumber pada religi.Umat Islam meyakini bahwa hukum
Islam berdasarkan pada wahyu ilahi.Oleh sebab itu disebut sebagai syariah, yang
berarti jalan yang digariskan tuhan untuk manusia.16
a. Syari’ah
Secara harfiah, kata “syarȋ’ah” berarti jalan dan lebih khusus lagi jalan
menuju ke tempat air. Dengan religiusnya syarȋ‟ah berarti jalan yang digariskan
tuhan menuju kepada keselamatan atau lebih tepatnya jalan menuju tuhan.17
b. Fikih
Fikih berasal dari kata Arab al-Fiqh yang berarti mengerti, tahu atau
paham. Istilah fikih dipakai ke dalam dua arti yaitu dalam arti hukum
(jurisprudence) dan mengenai arti hukum itu sendiri secara bahasa (law). Arti
pertama fikih adalah hukum Islam di mana cabang studinya mengkaji norma-
norma syariah dalam kaitannya dengan tingkah laku manusia dalam berbagai hal,
hubungannya baik hukum itu ditetapkan langsung di dalam alquran dan Sunnah
nabi18
Mengenai sumber utama dari hukum Islam ialah alquran dan hadȋts,
sumber-sumber tambahan yang disebut Syafi‟i sebagai al-Ijmâ‟ dan al-Qiyâs
itu sesungguhnya adalah suatu metode yang digunakan dengan menggunakan
akal pikiran manusia. Uraian mengenai sumber hukum Islam dapat
disimpulkan bahwa sumber hukum Islam adalah (1) alquran dan (2) sunnah
nabi, serta (3) akal pikiran (ra‟yu) dengan menggunakan beberapa metode
yaitu ijmâ‟, qiyâs, istidlâl, al-mashâlih al-murshalah, istihsân, istishâb dan
„urf. Sehingga dapat diuraikan sebagai berikut:
16
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2007),
17
Ibid.
18
Ibid.
a. Al-qur’an
2) Qiyas adalah ukuran jika di tinjau nenurut bahsa, namu menurut istilah
yaitu suatu hukum yang telah tetap dalam suatu benda atau perkara,
kemudian diberikan pula kepada suatu benda atau perkara. Qiyas adalah
ukuran yang dipergunakan oleh akal budi untuk membandingkan suatu
hal yang lainnya, seperti contoh larangan meminum arak aehingga
19
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), 78.
20
Ibid.
21
Ibid.
22
Mustofa, Abdul Wahid, Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta:Sinar Grafika, 2009), 14
dapat menyebabkan minuman itu dilarang adalah illat-nya yakni
memabukkan.23
a. Prinsip Tauhid
d. Prinsip Kesamaan
Hukum perdata Islam dalam Fiqih dikenal denga istilah Fiqih mu’amalah,
yaitu ketentiuan (hukum Islam) yang mengatur hubungan antar orang-
perorangan. Dalam pengertian umum, hukum perdata Islam diartikan sebagai
Norma hukum yang berhubungan dengan hukum keluarga Islam, seperti
hukum perkawinan, penceraian, kewarisan, wasiat dan perwakafan. Sedangkan
dalam pengertian khusus, hukum perdata Islam diartikan sebagai Norma
hukum yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan hukum bisnis Islam,
seperti hukum, jual beli, utang piutang, sewa menyewa, upah mengupah,
syirkah/serikat, mudharabah, muzara’ah, mukhbarah dan lain sebagainya.
Selanjutnya perkataan hukum perdata dalam arti yang luas meliputi semua
hukum atau privat materiil, yaitu seluruh hukum pokok yang mengatur
kepentingan-kepentingan perseorangan. Perkataan "perdata" juga lazim dipakai
sebagai lawan dari pidana.
Subekti mengatakan bahwa istilah "hukum perdata", adakalanya dipakai
dalam arti yang sempit, sebagai lawan "hukum dagang", seperti disebutkan
dalam Pasal 102 Undang-Undang Dasar Sementara, yang menitahkan
pembukuan (kodifikasi) hukum di Indonesia terhadap hukum perdata dan
hukum dagang, hukum pidana sipil ataupun hukum pidana militer, hukum
acara perdata dan hukum acara pidana, dan susunan serta kekuasaan
pengadilan.
Hukum perdata menurut ilmu hukum dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
2. Hukum kekeluargaan;
4. Hukum warisan.
Hukum perdata disebut juga dengan hukum sipil untuk hukum privar
materi tetapi karena perkataan sipil lebih lazim digunakan sebagai lawan dari
kata militer, untuk semua hukum privat materiil lebih umum dan bahkan lebih
baik dipakai istilah hukum perdata.29
29
Subekti dan Tjitrosudibio. 1958. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan
Tambahan Undang-Undang Pokok Agraria dan Undang-Undang Perkawinan, Pradya Paramita.
mengatur kehidupan itu. Inilah yang dinamakan "hukum perdata"
(privatmateriil). Hukum perdata adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan
membatasi tingkah laku manusia dalam memenuhi kepentingan dan
kebutuhannya, terutama berkaitan dengan kepentingan-kepentingan
perseorangan. Dalam kenyataannya, hukum perdata di Indonesia terdiri atas
sebagai berikut.
Satu bagian yang amat penting dalam hukum kekeluargaan adalah hukum
perkawinan yang kemudian dibagi dua, yaitu hukum perkawinan dan hukum
kekayaan dalam perkawinan. Hukum perkawinan adalah keseluruhan peraturan
yang berhubungan dengan suatu perkawinan, sedangkan hukum kekayaan
dalam perkawinan adalah keseluruhan peraturan yang berhubungan dengan
harta kekayaan suami dan istri dalam perkawinan."
Perkawinan adalah suatu hal yang mempunyai akibat yang luas di dalam
hubungan hukum antara suami dan istri. Dengan perkawinan, timbullah suatu
ikatan yang berisi hak dan kewajiban, umpamanya kewajiban mengeluarkan
nafkah rumah tangga, hal waris, dan sebagainya. Dengan perkawinan itu, si
istri tidak dapat bertindak sendiri. Akan tetapi, adanya Surat Edaran Mahkamah
Agung Nomor 3/1963, Pasal 108 dan Pasal 110 B.W. dianggap tidak berlaku
lagi sehingga seorang perernpuan yang telah menikah dapat bertindak sendiri.
Kemudian, perkawinan itu berpengaruh besar pada harta kekayaan suami istri.
Hukum perdata Islam adalah semua hukum yang mengatur hak-hak dan
kewajiban perseorangan di kalangan warga negara Indonesia yang menganut
agama Islam. Dengan kata lain, hukum perdata Islam adalah privat materiil
sebagai pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan yang
khusus diberlakukan untuk umat Islam di Indonesia.
Hukum perdata Islam tidak berlaku bagi warga negara nonmuslim. Hukum
tentang waris Islam, perkawinan dalam Islam, hibah, wakaf, zakat, dan infak
adalah materi-materi hukum perdata Islam yang sifatnya khusus diberlakukan
dan dilaksanakan oleh warga negara penganut agama Islam.
Dalam keperdataan Islam dikaji secara mendalam hal-hal yang
menyangkut hubungan orangtua dengan anak, masalah gono-gini, perceraian,
rujuk, dan setiap hal yang berhubungan dengan sebelum dan sesudah
perkawinan, serta hal-hal yang menyangkut akibat-akibat hukum karena
adanya perceraian. Demikian pula, persoalan yang berkaitan dengan waris, ahli
waris, harta, dan bagian-bagian untuk ahli waris, ashabah, dan sebagainya.
Dalam hukum perdata Islam diatur pula segala hal yang berkaitan dengan dunia
bisnis atau perniagaan, misalnya masalah jual beli, kerja sama permodalan, dan
usaha, serta berbagai akad yang erat kaitannya dengan perasuransian, jaminan,
gadai, dan sebagainya.
C. Hukum Perkawinan
a. Pengrtian Perkawinan
30
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah/
Pentafsiran Al-Qur’an, 1973, h. 468.
31
Amiur Nuruddin & Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Studi Kritis
Perkembangan Hukum Islam dan Fiqih, uu No 1/1974 Sampai KHI, (Jakarta: Prenada Media,
2004), h. 38.
32
Abdurrahman al-Jazairi, Fiqih ala al-madahib al-Arba’ah, Juz IV, (tnp,: Dar al-Fikr, t.t.), h.
2.
33
Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam.
34
Soedaryono Soemin, Hukum Orang dan Keluarga, (Jakarta: Sinar Grafika, 1992), h 6.
sebagai akibat dari adanya ikatan lahir batin dan terjadi pula pertalian yang sah
antara seorang laki-laki dan seorang perempuan dalam waktu yang lama35
Artinya:
35
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, h. 23.
36
Taqiyyuddin Abi Bakr, Kifayat al-Akhyar fi Hilli Ghayah al-Ihtishar, (tnp.: Dar al-Kutub al-
Islamiy, t.t.), h. 48
37
Departemen Agama RI, Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, Kompilasi
Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama, 2000), h.
14.
Sementara berdasarkan yuridis ketentuan Pasal 1 Undang-Undang
Perkawinan, menjelaskan bahwa tujuan suatu perkawinan adalah untuk
membentuk keluarga yang kekal dan sejahtera. Dari tujuan pernikahan tersebut,
bila diformulasikan, maka terdapat tujuan yang fundamental dari perkawinan,
yakni:
b. Satu jalan yang amat mulia untuk mengatur rumah tangga dan turunan.
c. Sebagai satu tali yang amat teguh guna memperoleh tali persaudaraan
antara kaum kerabat laki-laki (suami) dengan kaum kerabat perempuan
(isteri), yang mana pertalian itu akan menjadi satu jalan yang membawa
kepada bertolongtolongan, antara satu kaum (golongan) dengan yang lain.38
a. Sesungguhnya naluri sex merupakan naluri yang paling kuat dan keras yang
selamanya menuntut adanya jalan keluar. Apabila jalan keluar tidak dapat
memuaskannya, maka akan terjadi kegoncangan dan kekacauan yang
mengakibatkan kejahatan. Pernikahan merupakan jalan yang terbaik dalam
manyalurkan hasrat seksual. Dengan pernikahan tubuh menjadi lebih segar,
jiwa jadi tenang, mata terpelihara dari melihat yang haram dan perasaan
tenang menikmati barang yang halal.
39
15 Sayyid Sabiq, Fiqhussunnah, alih bahasa Moh. Thalib, Juz. 6, (Bandung: AlMa’arif,
1990), h. 18-21.
c. Asas dan Prinsip Perkawinan
c. Asas monogami. Asas ini ada pengecualian, apabila dikehendaki oleh yang
bersangkutan karena hukum dan agama mengizinkan seorang suami dapat
beristri lebih dari seorang. Namun demikian perkawinan seorang suami
lebih dari seorang istri meskipun itu dikehendaki oleh pihak-pihak yang
bersangkutan, hanya dapat dilakukan bila dipenuhi berbagai persyaratan
tertentu dan diputuskan oleh pengadilan.
d. Prinsip calon suami harus telah masak jiwa dan raganya untuk dapat
melangsungkan perkawinan, agar supaya dapat mewujudkan tujuan
perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat
keturunan yang sehat.
f. Hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang dengan hak dan
kedudukan suami baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam
pergaulan masyarakat, sehingga dengan demikian segala sesuatunya dalam
keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan oleh suami istri.
Karena pernikahan laksana satu tubuh dua hati, maka saling melengkapi
dan melindungi merupakan hal yang sangat penting untuk dijadikan
perhatian dalam berumah tangga. Dalam kacamata normatif, suami istri
berfungsi laksana pakaian, sebagaimana dalam firman Allah.
Artinya:
D. Hukum Perceraian
Perceraian dalam istilah fiqih disebut “talak” diambil dari kata “itlaq”
yang menurut bahasa artinya melepaskan atau meninggalkan. Menurut istilah
syara‟, talak yaitu melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri hubungan
suami istri. Al-Jaziry mendefinisikan talak adalah menghilangkan ikatan
perkawinan atau mengurangi pelepasan ikatannya dengan menggunakan kata-
kata tertentu.
Artinya:
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan
Cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan Cara yang baik. Tidak halal bagi
kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada
mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak Akan dapat menjalankan
hukumhukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak
dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya
tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah
hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang
melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim. (Q.S.
al-Baqarah: 229)
42
Abdur Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003), h. 36.
jarang melahirkan benturan konsep, antara ruang yang trasenden dan
interpretasi menurut rasio manusia. Namaun gejolak zaman terus “menggugat”
hakikat atau esensi sebagai perkawinan manakala manusia mengalami
kegetiran hidup yang menuntut adanya sebuah rumusan baru atau sebuah
rekontruksi pemahaman yang lebih seimbang. Himpitan ekonomi, transformasi
budaya, politik merupakan bentuk-bentuk gugatan terhadapa cara pandag di
atas. Simpul-simpul permasalahan sebuah rumah tangga yang tidak dapat diurai
secara jelas dapat menyebabkan keretakan sebuah kebersamaan yang serius
yaitu perceraian. Perceraian kemudian melahirkan babak kehidupan baru sepert
terjadinya peran baru yang disebut single parent.
a. Pengertian Perceraian
Secara umum, percerain tak ubahnya sebagai sebuah proses seperti hal
perkawinan. Aktivitas itu terjadi karena sejumblah aspek yang menyertainya
seperti emosi, ekonomi, social dan pengakuan secara resmi oleh masyarakat
melalui hukum yang berlaku43. Selain itu dalam paradigma yang lain, percerain
merupakan suatu “kegagalan” adalah bias, karena semata-mata mendasarkan
perkawinan paling sedikit terdiri dari dua orang yang hidup dantinggal bersama
di mana masing-masing memiliki keinginan, kebutuhan, nafsu serta latar
belakang dan nilai social yang bisa berbeda satu sama lain. Perbedaan-
perbedaan itu dapat memunculkan ketegangan-ketegagan dan ketidakbahagiaan
yang akhirnya bermuara pada perceraian.44
43
T. O. Ihromi, Bunga Rampai Sosiologi Keluaga, (Jakarat: Yayasan Obor, 2004), h. 135
44
T. O. Ihromi, Bunga Rampai Sosiologi Keluaga, h. 136
45
Satria Efendi M, Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontenporer, Analisis
Yurisprodusensi dengan Pendekatan Ushuliyah, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 107.
“Perkara halal yang paling dibenci Allah adalah perceraian”.
46
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan, (Yogyakarta:
Liberty, 1982), h. 10.
Harus diakui, pada dasarnya suatu perkawinan itu harus berlangsung kekal
dan hanya putus karena kematian, akan tetapi pada kenyataannya putusnya
perkawinan itu bukan hanya disebabkan oleh adanya kematian dari salah satu
pihak tetapi ada hal-hal atau alasan lain yang menyebabkan. 47 Alasan tersebut
tidak dapat dilepaskan akibat adanya campur tangan manusia atau kehendak
dari para pihak yang bersangkutan dengan perkawinan tersebut.
b. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami
isteri itu tidak dapat hidup rukun sebagai suami isteri.
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan
lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
b. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama dua tahun beturut-turut
tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (Lima) tahun atau hukuman
yang lebih berat selama perkawinan berlangsung;
d. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan
tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri;
a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-
anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada
perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi
keputusan.
48
Penjelasan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
perilaku lainnya misalnya mabuk-mabukkan, terlibat tindak kriminal,
bahkan utang piutang.
b. Perzinahan
c. Alasan lain yang kerap dikemukakan baik oleh suami atau istri untuk
mengakhiri sebuah perkawinan adalah bahwa perkawinan mereka telah
berlangsung tanpa dilandasi adanya cinta.49
Selain dari faktor di atas, ada beberapa faktor yang memberikan kontribusi
terhadap perceraian, yaitu:
b. Tingkat pendapatan
49
Untuk lebih lengkapnya bisa dilihat Fauzi, Perceraian Siapa Takut…!. (Jakarta: Restu
Agung, 2006).
50
Untuk lebih lengkapnya bisa dilihat Newman & Newman, Development Through Life: A
Psychological Approach, 3rd edition, (Chicago: The Dorsey Press, 1984)
E. Sebab Terjadinya Perselisihan Rumah Tangga Yang Dapat Menimbulkan
Perceraian.
1. Istri mengabaikan hak suami, terkadang hubungan suami dan istri yang
menimbulkan keributan di dalam dinamika Rumah Tangga disebabkan karena
istri melalaikan kewajibannya untuk memenuhi hak sang Suami, sehingga dari
pihak Suami merasakan hak nya tidak dipenuhi oleh Istri dan menyebabkan
suami berpikir dirinya sudah tidak lagi dihargai, dari sini lah memunculkan
keributan dan perselisihan antara Suami dan Istri di dalam Rumah Tangg.
2. Suami mengabaikan hak istri, ketentuan ini sama dengan sebelumnya, yaitu di
mana suami tidak menghargai hak dari Istri, kemudian Istri merasa sudah tidak
dihargai, dan menimbulkan konflik di dalam kehidupan Rumah Tangga.
3. Suami kurang menafkahi istri, ketentuan ini berkaitan dengan aspek ekonomi,
di mana nafkah yang diberikan oleh suami terhadap Istri dirasakan kurang,
kemudian dengan kondisi ekonomi yang monoton, tidak dipungkiri
menimbulkan perselisihan.
4. Suami atau istri berakhlak buruk, ketentuan ini berkaitan dengan sifat, di mana
dalam sikap suami dan istri terdapat akhlak yang tidak baik, sehingga dengan
buruknya akhlak tanpa dilandasi akidah di dalam kehidupan Rumah Tangga,
maka menimbulkan perselisihan antara suami dan istri.
5. Istri Kurang mengurus rumah, ketentuan ini juga berkaitan dengan kewajiban
Istri, di mana dalam mengurus Rumah Tangga Istri dianggap kurang dan tidak
cekatan.
6. Tidak berterima kasih kepada suami, ketentuan ini berkaitan dengan sikap, di
mana Istri sama sekali tidak menghargai apa yang sudah diusahakan oleh
Suami dan tidak berterima kasih kepada suami, dari sini memungkinkan akan
menimbulkan perselisihan.
51
Poerwadarminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2006), 1443.
7. Tidak menundukkan pandangan, ketentuan ini berkaitan dengan hawa nafsu,
terkadang di dalam kehidupan Rumah Tangga terdapat orang ketiga, dan
diantara Suami dan Istri tidak mempu menundukkan hawa nafsu nya sehingga
tergoda oleh pihak ketiga, dan menimbulkan perselisihan serta tidak sedikit
juga menimbulkan perceraian.
8. Istri kurang merias diri, ketentuan ini mengenai keterampilan dari istri di mana
suami merasa tidak puas dengan kondisi istri-nya, sehingga dari sini terkadang
tidak dipungkiri juga menimbulkan perselingkuhan di dalam Rumah Tangga
dan menimbulkan konflik.
9. Istri tidak kunjung melahirkan, ketentuan ini berkaitan tentang keturunan, dari
sini tidak sedikit juga menciptakan perceraian, karena Istri dirasa tidak mampu
memberikan keturunan.
10. Suami sering tidak ada di rumah, ketentuan ini mengenai sifat dari suami yang
dirasa Istri sudah tidak lagi memperhatikan keluarga, dari sini dapat
menimbulkan percekcokan antara suami dan istri dan terkadang dapat
menimbulkan perceraian.
11. Problema istri bekerja, ketentuan ini mengenai ekonomi terkadang, dan dirasa
suami, Istri kurang memperhatikan keluarga dikarenakan sibuk dengan
pekerjaannya, dan terkadang suami merasa Istri tidak cukup atas apa yang
sudah dilakukannya.
12. Menikah dengan lelaki yang tidak shalih, ketentuan ini berkaitan mengenai
kriteria dalam memilih pasangan sesuai dengan ketentuan di dalam agama
Islam khususnya.
13. Ketidakserasian suami istri, ketentuan ini mengenai sikap keras kepala antara
Suami dan Istri yang terkadang tidak ada untuk saling mengalah diantara
keduanya
14. Problematika poligami, ketentuan ini mengenai aspek kasih sayang bagi Istri
yang terbagi.
15. Jarang silaturrahim kepada orang tua, perselisihan yang timbul juga terkadang
diakibatkan karena kurangnya menemui dan bersilaturahmi kepada Orang Tua.
16. Keluarga suami isteri mempunyai kebiasaan buruk, aspek ini terkadang
mempengaruhi keributan yang timbul diantara Suami dan Istri.
E. Pandemic Covid-19
Asal mula virus Corona pertama kali muncul pasar hewan dan makanan
laut di Wuhan. Kemudian dilaporkan banyak pasien yang terjangkit virus ini,
yang ternyata terkait dengan pasar hewan dan seafood .Hewan liar seperti ular,
kalelawar dan ayam banyak dijual di pasaran. Diduga virus tersebut dari
kelelawar. Diduga juga virus tersebut menyebar dari hewan ke manusia dan
kemudian dari manusia ke manusia.
52
Sufyan, Senarai Konflik Rumah Tangga, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), 5.
BAB III
METONOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Alasan ……………………………………………..
B. OBJEK PENELITIAN
januari 2020
D. INFORMAN
Hakim 2 orang
Panetra 2 orang
Penggugat 2 orang
Data
G. Kerangka berpikir
Bab IV
C. HASIL PENELITIAN
D. PEMBAHASAN
Perwalian = 89 perkara
Kewarisan = 19 perkara
Hibah = 2 perkara
Lain-lain = 28 perkara
Dalam tahun 2021 Pengadialan Agama Jakarta Timur telah menerima
perkara sebanyak 6706, yang terdiri dari perkara gugatan sebanyak
5659 perkara dan permohonan sebanyak 1047 perkara. Jumblah perkara
tersebut jika dirinci menurut jenis perkaranya adalah sebagai berikut:
Kewarisan = 27 perkara
Hibah = 2 perkara
Lain-lain = 36 perkara
BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, Linda. Analisis Perceraian Dalam Kompilasi Hukum Islam, Al- Adalah, Vol. 10,
No. 4, (2020), 56, Diakses Pada, Http://Ejournal.Radenintan.Ac.Id/Index.Php
/Adalah/Article/View/295 , 15 Mei 2021 Pukul 14:45 WIB.
Linda Azizah, “Analisis Perceraian Dalam Kompilasi Hukum Iskam,” Jurnal Al-
Adalah, Vol. X, No. 4 (Juli 2012), hlm. 417