Anda di halaman 1dari 66

0

PERSPEKTIF HUKUM NIKAH SIRI MENURUT


FIKIH ISLAM DAN KHI DI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar


Sarjana Hukum (S.H.) Pada Program Studi Ahwal Syakhshiyah Fakultas
Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh:
EFRIN
NIM: 105261102218

PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSIYAH


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
1444 H/2022 M
1
2
iii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini.

Nama : EFRIN

NIM : 105261102218

Program Studi : Ahwal Syakshiyah

Fakultas : Agama Islam

Dengan ini menyatakan hal sebagai berikut :

1. Mulai dari penyusunan proposal sampai selesai penyusunan skripsi, saya

menyusun sendiri skripsi saya (tidak dibuatkan oleh siapapun)

2. Saya tidak melakukan penjiplakan (Plagiat) dalam menyusun Skripsi ini.

3. Apabila saya melanggar perjanjianpada butir 1 atau 2 maka saya bersedia

untuk menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran.

Makassar, 20 Agustus 2022 M

Yang membuat Pernyataan

EFRIN

NIM : 105261102218

iii
iv

ABSTRAK

EFRIN 105261102218. 2022. Perspektif Hukum Nikah Siri menurut Fikih


Islam dan KHI di Indonesia. Program Studi Ahwal Syakshiyah (Hukum
Keluarga), Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar. Di
bimbing oleh Satrianingsih dan A. Asdar Yusuf.
Penelitian ini tentang Perspektif Hukum Nikah Siri menurut Fikih Islam dan
KHI di Indonesia meneliti tentang Pandangan Hukum Nikah Siri menurut Fikih
Islam KHI di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang
pandangan hukum nikah siri dan faktor pernikahan siri.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa berdasarkan pandangan Fikih
Islam dan KHI, nikah siri bukanlah hal baru, tetapi sudah menjadi pembahasan
ulama‟ dan para tokoh Agama. Mayoritas masyarakat Indonesia sudah banyak
mendengar tentang nikah siri. Menurut fikih Islam hukum perkawinan tersebut
dianggap sah apabila telah memenuhi syarat dan rukunnya. Pada sisi lain besar
juga mudharatnya karena tidak memiliki bukti yaitu Akta Nikah. Akibatnya
kesulitan mengurus Administrasi Negara, seperti membuat Akta kelahiran Anak,
Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk dan lain-lainnya. Sesuai dengan Undang-
undang tentang perkawinan menyatakan bahwa setiap perkawinan dicatat menurut
peraturan perundang-undang yang berlaku. Itu berarti setiap perkawinan harus
dibawah pengawasan pejabat negara atau lebih dikenal Pegawai Pencatat Nikah.

Kata kunci :Nikah siri, pandangan hukum nikah siri, faktor

iv
v

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah subhana wata‟ala atas segala curahan nikmat terutama

nikmat kesehatan dan kesempatan serta rahmat, taufik dan hidayah-Nya. Sholawat

beserta salam senantiasa kita ucapkan kepada suri teladan kita yaitu Nabi

Muhammad shalallahu’alaihi wasalam. Berserta istri, keluarga, sahabat, dan

orang-orang yang senantiasa istiqomah mengikuti ajarannya sampai hari kiamat.

Judul skripsi ini adalah “Perspektif Hukum Nikah Siri Menurut Fiqih Islam

dan KHI di Indonesia”.Peneliti menyadari terselesaikannya skripsi ini tidak

terlepas dari do‟a, bantuan dan koreksi dari berbagai pihak, maka tidak bersyukur

manusia kepada Allah, jika dia tidak berterima kasih kepada manusia. Oleh karena

itu peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua saya yang tercinta, bapak yang selalu memberi semangat

untuk berjuang yang tinggi dan selalu memberi motivasi kepada saya untuk

selalu semangat dalam menuntut ilmu. Dan untuk almarhumah Ibu saya

walau pun dia telah tiada semoga Allah menempatkanNya di syurgaNya,

yang saya sangat saya sayangi dan juga selalu mendorong saya untuk selalu

semangat dalam belajar di perantauan dan harus jadi kebanggaan kelurga.

2. Kakak, adik kandung saya, istri dan anak saya yang menjadi motivasi saya

untuk semangat dalam menyelesaikan kuliah.

3. Segenap jajaran AMCF pusat, terutama Dr. H.C. Syaikh Muhammad

Thoyib Thoyib Khoory, merupakan orang yang sangat berjasa dalam

memberikan beasiswa kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan

studi, semoga Allah membalas semua kebaikan beliau.

v
vi
vi

4. Bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag selaku Rektor Universitas

Muhammadiyah Makassar.

5. Ibunda Dr. Amirah Mawardi, S.Ag., M.Si selaku Dekan Fakultas Agama

Islam Universitas Muhammadiyah Makassar.

6. Ayahanda Ustadz Dr. Ilham Muchtar Lc., M.A selaku Wakil Dekan Satu

Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar.

7. Ayahanda Ustadz Hasan Juhanis Lc., M.S selaku Kepala Prodi Ahwal

Syakhshyiah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar.

8. Ustazah Satrianingsih, Lc., M.TH.I Dosen sekaligus pembimbing ( I ) saya

yang selalu memberikan masukan, arahan dan perbaikan untuk skripsi

saya.

9. Ustadz Asdar Yusuf, Lc., M.A Dosen sekaligus pembimbing ( II ) saya

yang selalu memberikan masukan, arahan dan perbaikan untuk skripsi

saya.

10. Ustadz Lukman Abdul Shamad, Lc selaku Mudir Ma‟had Al-Birr

Universitas Muhammadiyah Makassar yang sudah memberikan

kesempatan untuk belajar di ma‟had Al-Birr.

11. Ustadz Dr. Muhammad Ali Bakri, S.Sos., M.Pd selaku Wakil Mudir

Ma‟had Al-Birr Universitas Muhammadiyah Makassar.

12. Seluruh dosen di Ma‟had Al-birr yang sudah membimbing kami,

mengajarkan ilmu agama Islam dan lain-lainnya kepada kami, yang tidak

bisa kami sebutkan satu persatu namanya.


vii

HALAMAN JUDUL …………………………………………………………....

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ i

BERITA ACARA MUNAQASYAH ................................................................. ii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ............................................. iii

ABSTRAK ........................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ......................................................................................... v

DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 5
E. Metode Penelitian...................................................................................... 5
1. Desain Penelitian ...................................................................................6
2. Data dan Sumber Data...........................................................................6
3. Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 7
4. Teknik Analisa Data .............................................................................. 7
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NIKAH ........................................... 9

1. Nikah ............................................................................................................ 9

a. Pengertian Nikah .................................................................................. 9

b. Dasar Hukum Pernikahan ...................................................................... 12

c. Syarat Sah Pernikahan ........................................................................... 14

d. Rukun Pernikahan .................................................................................. 16

BAB III ANALISIS NIKAH SIRI MENURUT FIKIH ISLAM DAN KHI di

Indonesia ............................................................................................. 20

1. Pengertian Nikah Siri Menurut Fikih Islam............................................ 20

A. Nikah Siri ............................................................................................ 20

vii
viii

1. Pengertian Nikah Siri ........................................................................... 20

2. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Nikah Siri .................................... 23

3. Hukum Nikah Siri ................................................................................ 27

2. Nikah Siri Menurut KHI .......................................................................... 26

a. Pengertian KHI ...................................................................................... 26

b. Dasar Hukum Kompilasi Hukum Islam ................................................ 31

BAB IV PERSPEKTIF HUKUM NIKAH SIRI MENURUT FIKIH ISLAM

DAN KHI DI INDONESIA .................................................................. 33

BAB V PENUTUP..............................................................................................38

A. Kesimpulan.......................................................................................... 38

B. Saran .................................................................................................... 39

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................40

DAFTAR RIWAYAT HIDUP...........................................................................44

LAMPIRAN.........................................................................................................
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pernikahan dalam fikih berbahasa Arab yaitu dua kata, yang pertama

nikah dan kedua zawaj. Dua kata biasa dipakai pada kehidupan sehari-hari

orang Arab dan paling banyak dalam Al-Qur‟an dan hadits Nabi. Seperti

na-ka-ha banyak dalam Al-Qur‟an yang artinya kawin1 Sebagaimana firman

allah Q.S. An-Nisa/5:3.

َّ‫بء َمثْى‬ َ ِ‫بة نَ ُكم ِمهَ انى‬


ِ ‫س‬ َ ‫ط‬ َ ‫ط ُْا فِٓ ْانَٕتَب َمّ فَب ْو ِك ُذُا َمب‬ ُ ‫ََا ِْن ِد ْفت ُ ْم االٌت ُ ْق ِس‬
َ َ‫ت ا َ ْٔ َمبوُ ُك ْم رَ ِن َك ا َ ْدوَّ ََثُال‬
‫ث‬ ِ َُ َ‫ع فَ ِب ْو ِخ ْفت ُ ْم اَالَّ ت َ ْع ِذنُ ُْا ف‬
ْ ‫ادذَة ا َ َْ َمب َمهَ َك‬ َ ‫ََ ُس َبب‬
‫اَالَّتَعُ ُْنُ ُْا‬
Terjemahaannya :
“Dan jika kamu takut akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya) maka kawinilah
wanita-wanita (lain-lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.
Kemudian, jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (
kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.2

Perkawinan menurut pandangan agama Islam, tidak sekedar hubungan suami

istri, ataupun perubahan status, dan untuk memenuhi kebutuhan fitrah manusia.

Pernikahan bukan hanya sekedar upacara sakral yang menjadi bagian dari siklus

kehidupan manusia. Pernikahan adalah bukti kepasrahan seseorang kepada Allah

dan Rasul-Nya. Perkawinan merupakan hukum yang dapat dilaksanakan oleh

mukallaf yang memenuhi syarat.

1
Amir Syarifuddin, “Hukum Perkawinan Islam di Indonesia”,( jakarta : Kencana 2007 M
),h. 35
2
Kementrian Agama RI, al-Quran Terjemah dan Tajwid, vol. 4 (Cet. 1; Jawa Barat: PT
Syigma, 2014), h.77

1
2

Perkawinan merupakan ikatan hukum yang membina rumah tangga dan

keluarga yang bahagia dan sejahtera dimana masing-masing baik suami maupun

istri mengemban amanah dan tanggung jawab, oleh karena itu istri akan

mengalami proses psikologis yang berat berupa pengorbanan kehamilan dan

persalinan.3

Dalam pandangan Islam perkawinan bukan hanya untuk urusan keperdataan

saja, bukan hanya urusan keluarga dan budaya saja, tetapi juga untuk urusan

masalah keagamaan, karena perkawinan dibuat dan dilakukan sesuai dengan

peraturan dan ketentuan Allah dan Rasul serta dilaksanakan dengan petunjuk

Allah dan petunjuk Nabi.4

Jika syarat dan ketentuan terpenuhi, Pernikahan dianggap sah. Jika salah satu

syarat dan asas itu tidak terpenuhi, maka perkawinan itu dianggap tidak sah demi

hukum. Mayoritas ulama menyatakan bahwa rukun nikah ada empat, yaitu; sighat

(ijab dan qabul), istri, suami, dan wali. Kesaksian dan mahar adalah syarat-syarat

akad nikah. Dengan demikian, saksi dan mahar diselaraskan sesuai dengan

kondisi yang beredar di kalangan sebagian ulama fikih.5

Soal perkawinan merupakan masalah yang kompleks, tidak hanya timbul antar

pemeluk agama yang berbeda, tetapi juga antar pemeluk agama yang sama, jika

dikaitkan dengan hukum agama dan hukum resmi di negara kita, juga muncul

antara orang-orang. menganut agama yang sama. Masalah perkawinan ada dua,

pertama persoalan perkawinan beda agama, dan kedua perkawinan yang terjadi

dalam perkawinan informal. Nikah siri adalah perkawinan yang dilakukan oleh

3
Djoko Prakoso, I Ketut Murtika, . Azas-azas Hukum Perkawinan di indonesia.PT Bina
Aksara :( Jakarta : 1987 M ) .h. 2
4
Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh, ( Bogor : Kencana, 2003 M ), h .81
5
Wahbah az-Zuhaili. al-fiqh al-islamiy wa Adillatuhu. ( Suriyah-Dimasyiq:1405 H/1985 M
Dar al-Fikr. 45 )
3

umat Islam Indonesia dengan memenuhi syarat dan ketentuan perkawinan, tetapi

tidak terdaftar dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.6

Nikah siri yang dikenal oleh masyarakat Indonesia sekarang ini adalah

perkawinan yang dilaksanakan dengan memenuhi syarat dan ketentuan agama

yang telah ditentukan oleh agama, tetapi tidak dilakukan di hadapan Pegawai

Pencatat Nikah sebagai pejabat pemerintah atau dilangsungkannya perkawinan

tersebut. Tidak terdaftar di Kantor Urusan Agama sehingga tidak mendapatkan

akta nikah yang dikeluarkan dari Pegawai Pencatat Nikah pemerintah. Perkawinan

yang demikian di masyarakat tidak hanya dikenal dengan perkawinan siri atau

disebut juga perkawinan rahasia.7

Pernikahan siri bukanlah hal baru, namun telah lama menjadi pembahasan

ulama dan Pemuka Agama. Mayoritas masyarakat Indonesia sudah banyak

mendengar pembahasan tentang nikah siri. Bahkan nikah siri sudah menjadi hal

yang lumrah di kalangan masyarakat Indonesia. Masalahnya nikah siri yang

terjadi sekarang tidak sesuai dengan syariat Islam, karena tidak menggunakan

pelindung nasab yang sesungguhnya dalam pelaksanan akad nikah tidak

menggunakan wali nasab sebenarnya. Tetapi menggunakan wali orang lain yang

tidak ada ikatan keluarga dari perempuan tersebut. Menurut hukum perkawinan di

Indonesia perkawinan tersebut dianggap batal atau fasid. Pada sisi lain besar juga

kerugiannya karena tidak memiliki bukti yaitu Akta Nikah. Akibatnya sulit

mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan persyaratan Tata Usaha Negara,

seperti pembuatan Akta kelahiran Anak, Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk

6
M Idris Ramulyo .” Suatu Perbandingan antara Ajaran Syafi‟i Hazairin dan Wasiat
Wajib di Mesi r Tentang Pembagian Harta Warisan untuk Cucu Menurut Islam”. Majalah Hukum
Pembangunan. Nomor 2 Tahun XII ( Maret 2000 M ).
7.
Burhanuddin S, S.HI, M. Hum. Nikah Siri Menjawab Semua Pertanyaan tentang
Nikah Siri .( Yogyakarta ; Tim Pustaka Yustisia : 2012 M ).h. 13
4

dan lain-lainnya. Sesuai dengan Undang-undang perkawinan disebutkan bahwa

setiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undang yang berlaku. Itu

berarti setiap perkawinan harus dibawah pengawasan pejabat Negara atau lebih

dikenal Pegawai Pencatat Nikah.

Mengingat pentingnya memahami tentang pernikahan atau perkawinan yang

mana kita ketahui di Indonesia banyak melakukan pernikahan siri oleh kalangan

masyarakat maka, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian untuk menambah

wawasan dan ilmu pengetahuan yaitu perbandingan hukum nikah siri yang

judulnya tentang “Perspektif hukum nikah siri menurut fikih Islam dan KHI di

Indonesia”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka

penulis dapat merumuskan pokok permasalahan yang akan dikaji sebagai

berikut:

1. Bagaimana pandangan hukum nikah siri menurut fikih Islam dan KHI di
Indonesia?
2. Apakah faktor dari nikah siri menurut fikih Islam dan KHI di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Agar dapat mengetahui pandangan hukum nikah siri menurut fikih Islam

dan KHI di Indonesia

2. Untuk dapat mengetahui faktor dari pernikahan siri menurut fikih Islam

dan KHI di Indonesia


5

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat ilmiah

Penelitian ini berharap agar dapat menambah ilmu pengetahuan,

terkhususnya ilmu tentang nikah dibawah tangan atau nikah siri dan apa

pandangan hukum dan faktornya.

2. Manfaat praktis

a. Agar dapat menjadi bahan acuan untuk peneliti berikutnya, pada khususnya

yang berkaitan tentang nikah siri.

b. Untuk dapat Meningkatkan pengetahuan penulis tentang masalah yang

berterkaitan dalam penelitian ini dan diharapkan dapat berguna bagi

seluruh masyarakat terkhususnya meneliti tentang nikah siri dan dapat

menambah ilmu pengetahuan bagi peneliti yang paling utama.

E. Metode Penelitian
1. Desain Penelitian

a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang

datanya diperoleh dengan susah payah dari perpustakaan, buku, jurnal, dan artikel

terkait. Peneliti harus mengetahui secara tepat dari mana sumber informasi ilmiah

akan diperoleh sebelum meneliti bahan pustaka. Sumber yang digunakan adalah:

Buku teks, jurnal ilmiah, artikel dan hasil penelitian berupa Skripsi, Internet dan

sumber lain yang relevan. Sumber-sumber ini diambil dari berbagai karya yang

membahas materi pandangan pHukum Nikah Siri menurut Fikih Islam dan KHI di

Indonesia.
6

b. Pendekatan Penelitian

Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan komparatif diantara

kedua pembahasan tentang pandangan hukum nikah siri menurut fikih Islam dan

KHI (Kompilasi Hukum Islam). Dengan melihat kedua perspektif ini, maka akan

dapat memahami argumentasi hukum yang berkaitan dengan nikah siri tersebut.

2. Sumber Data

Secara umum, sumber data terbagi dua, yaitu data primer dan data sekunder.

a. Sumber Data primer yaitu buku-buku Fiqih Islam, KHI (Kompilasi Hukum
Islam dan UUD Tentang Perkawinan.

b. Sumber Data Sekunder adalah bahan pustaka yaitu Buku-buku, Artikel, jurnal
dan karya ilmiyah.

3. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini termasuk kepustakaan. Oleh karena itu teknik yang digunakan
dalam pengumpulan data adalah kompilasi kepustakaan yaitu bahan pustaka yang
sesuai dengan objek pembahasan yang bersangkutan.8 Data diperpustakaan
dikumpulkan dan diproses dengan cara yang berbeda :

a. Editing yaitu pemeriksaan ulang terhadap data yang diperoleh yang utama
dari kelengkapan, kejelasan makna dan keselaraan makna.
b. Organizing yaitu mengorganisasikan data yang diperoleh dengan karangka
yang diperlukan.
c. Penemuan hasil penelitian yaitu analisis lebih lanjut dari hasil
pengorganisasian data dengan menggunakan prinsip-prinsip dan metode
teoristis yang telah ditentukan untuk diperoleh kesimpulan tertentu yang
merupakan konsekuensi dari jawaban atas rumusan masalah.

8
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek. ( Jakarta : Rineka
Cipta ,1990 M ),h. 24
7

4. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam kajian pustakaan ini adalah analisis isi yaitu penelitian
dimana isi informasi tertulis yang tercetak di media massa dibahas secara
mendalam. Atau, analisis isi adalah teknik penelitian untuk menarik kesimpulan
dari data yang masuk akal (berulang) dan valid, dengan memperhatikan
konteknya.9
Adapun tahapan analisis isi yang dilakukan oleh penulis adalah sebagai
berikut :
a. Identifikasi permasalahan
b. Kembangkan kerangka pemikiran
c. Mengembangkan perangkat metodologi yang terdiri dari serangkaian
metode yang mencakup :
1. Mengidentifikasi metode pengukuran atau prosedur operasional.
2. Mengidentifikasi alam semesta atau populasi yang akan dipelajari cara
pengambilan sampelnya.
3. Menentukan metode pengambilan data dengan membuat halaman
coding.
4. Tentukan metode analisisnya.
d. Analisis data
e. Interprensi data.10

9
Klaus Krippendorff . Analisis isi : pengantar Teori dan metodologi. Terjemahan .Farid
wajidi ( Jakarta : Citra Niaga Rajawali Press, 1993 M ),h.15
10
Burhan Bungin (Ed), Metodologi Penelitian Kualitatif , aktualisasi metodologis ke Arah
Ragam Varian Kontemporer (Jakarta : PT Raja Grapindo Persada, 2004 M ).h.139-142
8

BAB II

TINJAUAN UMUM

A. Nikah

1 .Pengertian Nikah

Nikah secara bahasa artinya berkumpul. Nikah juga berarti hubungan dan

kontrak. Menurut para ahli dan ahli bahasa, makna utama dari nikah adalah

hubungan, dan makna metaforisnya adalah kontrak. Oleh karena itu, jika kata

nikah digunakan tanpa indikasi dalam al-Qur‟an atau hadits Nabi, artinya adalah

hubungan.11 Sebagaimana di dalam Q.S An-Nisa(4):22 :

12
. َ َ‫ََ َال ت َ ْى ِك ُذ ُْا َمب وَ َك َخ َءابَآ ُؤ ُك ْم ِّمهَ ْانىِّ َس ِآء ِإ ّالَ َمب دَ ْذ َله‬
Terjemahnya:

“Dan janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan yang telah


dinikahi oleh ayahmu, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau.”

Ayat tersebut menunjukan bahhwa haram bagi seseorang untuk menikahi

wanita yang telah dinikahi oleh bapaknya. Haram sesuai dengan yang telah

ditetapkan berdasarkan ijma‟.13

Ibnu Abidin al-Dimasyqii al-Hanafi dalam bukunya Darru al-Mukhtar fi

Durri al-Mukhtar mengartikan pernikahan dalam pengertian fuqhoha yang berarti

11
Wahbah al-Zuhaili, al Fiqh al-islami wa Adilatuhu, vol 9, (Damaskus: Dar al-Fikr,2004 M
), h. 6514.
12
Kementrian Agama RI, al-Quran Terjemah dan Tajwid, vol. 4 (Cet. 1; Jawa Barat: PT
Syigma, 2014), h. 81
13
Wahbah al-Zuhaili, al Fiqh al-islami wa Adilatuhu, vol 9, (Damaskus: Dar al-Fikr, 2004 M
)h ,6514.

8
9

kesenangan, yaitu akad yang dibolehkan seks dan hiburan. Menikahi laki-laki dan

perempuan tidak diharamkan karena sebelumnya telah diharamkan.14

Ada beberapa defenisi menurut hukum Islam. Jamaluddin al-Rummi

mendefenisikan pernikahan dalam kitabnya al-inayah syarah al-Hidayah

mengartikan nikah sebagai berikut.

َ َ‫ض َع ِنت َ ْم ِه ْٕ ِك َمىَبفِ َع ْانب‬


.ِ‫ضع‬ ْ ‫ان ِىّ َكب ُح فِ ْٓ اْ ِل‬
ِ َُ ٌ‫ص ِطالَحِ َع ْقذ‬
15

Artinya:

“Menurut istilah pernikahan, itu adalah akad yang digunakan untuk


mendapatkan keuntungan yang diinginkan”.

Dalam kitab Darul Hukam Syarah Gharru Al-ahkam, pengertian nikah


ditinjau dari syara‟.
16 ْ
) ‫ع نمهك انمتعت‬ ُ ُْ ‫ش ْشعب ( َعقذٌ َم‬
ٌ ُْ ‫ض‬ َ ُ‫ََ َم ْعىَبي‬
Artinya:

“Pengertian nikah secara syara‟ adalah akad yang untuk mendapatkan


kesenangan”.

‫ع ِنُٕ ِف ْٕذ ُ مهك التمتبع انش ُج ُم‬


ُ ‫بس‬
ِ ‫ش‬َ ‫ضعًُُ ان‬ ْ ََ ٌ ‫ش ْشعب ٌُ َُ َع ْقذ‬
َ ‫انض ََا ُج‬َّ "
"‫بنش ُج ِم‬
َّ ِ‫ب‬ ُ ‫ْان َم ْشأ َة‬ ُ ‫اِ ْلتِ ْمت َب‬
‫ع‬ ‫ََدم‬ ِ‫بِ ْبن َم ْشأ َة‬

Artinya:

“Menurut syara‟, pernikahan adalah akad yang ditetapkan syara‟ untuk


mengizinkan hiburan atau persetubuhan antara laki-laki dengan perempuan
dan menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dengan laki-laki”.

Abu Yahya Zakaria Al-Anshary mendefinisikan:

14
Ibn Abidin al-Dimasaqi al-Hanafi. Darru al-Mukhtar fi Darri al-Mukhtar.(Bairut: Darru
al-fikr: 1992 M), juz.3, h. 3
15
Jamaluddin al-rummi. al-Inayah Syarah al-Hidayah.( Bairut : Darut fikr, juz, 3, h.187.
16
Muhammad Ibnu Faramizi Ibnu Ali al-Syahiri, Darruhukam Syarah Gharru al-ahkam,
Bairut : Darru ihya al-Kutubi al-Arabi, Juz ,1.h.325
10

17
.ُ‫ئ ِبهَ ْف ِظ ِإ ْو َكبحِ أ َ َْ وَ ْذ ُُي‬ ْ ََ ُ‫ض َّم ُه إِ َبب َدت‬
ٌ ‫ط‬ َ َ ‫ش ْشعب ٌُ َُ َع ْقذ ٌ َٔت‬
َ ‫ان ِىّ َكب ُح‬
Artinya:

“Menurut istilah 'syara', nikah adalah akad yang memuat ketentuan-


ketentuan hukum tentang kebolehan hubungan seksual dengan kata nikah
atau arti kata dengannya.”

Istilah nikah berasal dari bahasa Arab, nikah.18 Secara etimologis (arti kata)

pernikahan berarti: 1. perjanjian antara pria dan wanita untuk (secara resmi). 2.

Pernikahan. Al-qur‟an menggunakan makna ini, selain makna kiasannya,

berhubungan seks juga berarti berkumpul. Berdasarkan pengertian tersebut, maka

dapat rumuskan makna menyatukan laki-laki dan perempuan sebagai suami istri

atas dasar kesepakatan, hingga hubungan seksual diantara mereka menjadi bebas.

Pernikahan menurut istilah adalah hidup bersama antara dua orang pria dan

wanita dalam satu rumah tangga dan ikatan kelahiran yang diwujudkan menurut

ketentuan-ketentuan hukum Islam.19

Perkawinan adalah suatu kontrak yang suci dan abadi antara seorang pria

(menjadi suami) dan seorang wanita (akan menikah) untuk menciptakan suatu

institusi keluarga (rumah tangga) bersama untuk mencapai kedamaian pikiran,

kedamaian pikiran dan cinta.20

Perkawinan merupakan cara yang sangat mulia dalam mengatur kehidupan

rumah tangga dan keturunan serta saling mengenal, sehingga akan membuka jalan

17
Abdul Rahman Ghazali. Fiqh Munakahat. Cet.1 ( Bogor : Prenada Media, 2003 M),h.7
18
Mahmud Yunus. Kamus Bahasa Arab-Indonesia (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990 M), h
467, Luwis Ma‟luf, Al-Munjid fi-Lughoti wa al-a’lam, (Bairut : Darul masyruq, 1998 M), h 837
19
H.Agus Jaya A. Kholid,Lc.M.Hum, Bekal Abadi Muslim (Trilogi Ibadah, Do’a dan
Dzikir) (Indralaya Ogan Ilir Sumatera Selatan,2011 M) h,100
20
Didi jubaidi Ismai‟l, Membina Rumah Tangga Islam di bawah Ridho Allah, (bandung:
Pustaka Setia 2000 M), h, 64.
11

untuk saling tolong-menolong. Perkawinan menimbulkan pertanyaan tentang hak

dan kewajiban suami istri yang diatur secara timbal balik dengan sangat rapi, serta

hak dan kewajiban antara orang tua dan anak-anaknya. Jika ada perbedaan

pendapat antara suami istri, metode rekonsilasi juga disusun. Hal ini menunjukan

bentuk sosialisasi tradisiolan dalam keluarga sejauh mungkin untuk menjaga dan

menjamin keharmonisan hidup.21

Pernikahan adalah suatu upaya untuk menyalurkan naluri seksual seseorang

suami-istri secara halal dalam rumah tangga dan bertujuan untuk menghasilkan

atau mendapatkan keturunan yang dapat menjamin kelangsungan exsistensi

manusia di atas bumi. Keberadaan nikah itu sejalan dengan lahirnya manusia di

muka bumi dan merupakan fitrah manusia oleh Allah swt kepada hamba-

hambanya.22

Pengertian perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan, yakni akad

yang sangat kuat ( miitsaaqan ghaalizhaan ) untuk mengikuti perintah Allah dan

melaksanakannya adalah ibadah, yang tujuannya untuk memperoleh kehidupan

berumah tangga yaitu sakinah, mawaddah dan rahmah.23

Qurais Shihab berpendapat bahwa betapa pentingnya pencatatan perkawinan

yang diatur oleh undang-undang. Sebaliknya perkawinan yang tidak dicatatkan

selama ada dua orang saksi tetap dianggap sah menurut hukum agama, meskipun

perkawinan tersebut dianggap sah, tetapi perkawinan di bawah tangan dapat

mengakibatkan dosa bagi pelakunya, karena melanggar ketentuan yang telah

21
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, Universitas Indonesia, (Yogyakarta:1989
M) ,h. 1
22
Burhanuddin S . “Menjawab Semua Pertanyaan tentang Nikah Siri” .Pustaka Yustia : (
Yogyakarta : 2010 M ) h. 30
23
Zainuddin bin Abdul Aziz Al Malibary, “Fathl Al- Mu’in”,Jilid 3,diterjemahkan oleh
Aliy As‟ad , ( Kudus: Menara Kudus, 1979 M ), h. 1
12

ditetapkan oleh pemerintah. Al-Qur'an memerintahkan setiap Muslim untuk

menaati Ulul Amri selama tidak bertentangan dengan hukum Allah. Dari segi

pencatatannya, bukan saja tidak bertentangan, tetapi sebenarnya sangat sejalan

dengan semangat al-Qur'an.24

2. Dasar Hukum Pernikahan

Dasar hukum pernikahan pada awalnya diperbolehkan, tetapi dapat bervariasi

tergantung pada keadaan orang tersebut. Untuk menentukan hukum perkawinan

bagi seseorang harus diperhatikan dua hal, yaitu: “kemampuannya” untuk

memenuhi kewajibannya (baik suami maupun istri) dan kemampuannya

“mengurus dirinya sendiri”, yaitu apakah mampu atau tidaknya seorang. Dia bisa

mengendalikan dirinya agar tidak terjatuh ke dalam jurang kejahatan seks.

Para ulama menyebut beberapa macam hukum nikah, sebagai berikut.

a. Wajib

Hukum perkawinan menjadi wajib bagi siapa saja yang secara hukum siap dan

mampu untuk menikah (menikah) dan bernafsu secara biologis (nafsu) dan benar-

benar khawatir akan berzina jika belum menikah.25

b. Sunnah

Hukumnya adalah sunnah ketika seseorang harus menikah. Yaitu orang-orang

yang mempunyai keinginan yang mendorong dan melahirkan perkawinan, dan

orang-orang yang mempunyai mahar dan nafkah yang cukup untuk nafkah dirinya

dan pasangannya. Tetapi pada saat yang sama, dia tidak khawatir bahwa dia akan

jatuh ke dalam amoralitas jika dia tidak menikah. Dalam hal ini, hukum

24
Hafidz Muftisany, Hukum Menafsirkan Mimpi Hingga Status Anak Dari Nikah Siri, (
Karanganyar: CV. Intera : 2021 M ) h. 30
25
Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta, 2004 M), h.
91
13

pernikahan adalah sunnah baginya. Baginya, pernikahan bisa melahirkan anak,

menjaga kekerabatan, dan membantu memberikan manfaat.26

c. Mubah

Hukum perkawinan menjadi mubah bagi orang yang tidak mempunyai

keinginan utama untuk menikah atau yang perkawinannya tidak merugikan

siapapun.27

d. Makruh
Hukum perkawinan adalah makruh bagi orang yang mempunyai kesanggupan

untuk menikah dan jika belum menikah bagi yang memiliki pengendalian diri agar

tidak melakukan zina. Hanya orang ini yang tidak memiliki keinginan kuat untuk

memenuhi kewajiban suami istri dengan baik.

e. Haram
Hukum perkawinan menjadi haram bagi mereka yang tidak mempunyai

keinginan dan tanggung jawab untuk memenuhi kewajiban rumah tangganya

sehingga akan terlantar oleh dia dan istrinya jika mereka menikah. Bagi orang

tersebut itu haram.28

2. Syarat Pernikahan

Syarat adalah sesuatu yang menentukan keabsahan suatu pekerjaan (ibadah),

sesuatu yang seharusnya, tetapi tidak termasuk dalam rangkaian pekerjaan. Syarat

sahnya nikah adalah sebagai berikut:29

1. Calon suami

26
Musthafa Al-bugha, Musthafa Al-khan,Ali Al-Syurbaji, Fikih Lengkap Manhaji Imam
Asy-yafi’i, (Yogyakarta, Darul Urwah, 2012 M, jilid 1),h. 605
27
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (jakarta, kencana, juli 2014
M),h, 46
28
Prof. Dr. H. Abdul Rahman Ghazaly, M.A “Fiqih Munakahat” Cet. ke 8 (Jakarta
:kencana 2003 M) h,15
29
Al-Hamdani, Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam, cet 2, (Jakarta: Pustaka Amani,
2002 M), h. 67-68
14

Para calon suami harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Bukan mahram dari calon istri

b. Tidak terpaksa (sukarela)

c. Jelas orangnya (bukan sejenis)

d. Tidak sedang ihram haji

2. Calon istri

Para calon istri yang akan menikah juga harus memenuhi syarat-syarat berikut:

a. Tidak bersuami

b. Bukan mahram

c. Tidak dalam masa iddah

d. Merdeka (suka rela)

e. Jelas orangnya (bukan sejenis)

f. Tidak sedang ihram haji

3. Wali

Para wali dalam sebuah pernikahan, harus memenuhi syarat-syarat sebagai

berikut:

a. Laki-laki

b. Dewasa

c. Waras akalnya(tidak gila)

d. Tidak terpaksa

e. Adil

f. Tidak sedang ihram haji

4. Ijab kabul
15

Ijab adalah sesuatu yang diucapkan oleh wali, sedangkan penerimaan adalah

sesuatu yang diucapkan oleh pengantin pria atau wakilnya dalam keterangan dua

orang saksi.

5. Mahar

Mahar adalah pemberian berupa barang atau jasa yang tidak bertentangan

dengan syariat Islam kepada calon mempelai wanita oleh calon mempelai pria.30

Fuqaha’ setuju bahwa mahar adalah syarat sahnya pernikahan dan tidak ada

kesepakatan yang harus dibuat untuk menolaknya.31

Sebagaimana firman Allah dalam Q.S An-Nisa‟/5: 4.

ُ‫ش ْٓءٍ ِم ْىًُ وَ ْفسب فَ ُكهُ ُْي‬


َ ‫صذُدَتِ ٍِ َّه وِ ْذهَت ’ فَإ ِ ْن ِطبْهَ نَ ُك ْم َع ْه‬ َ ِّ‫ََ َءاتُُا انى‬
َ ‫سب َء‬
32
‫ٌَىِْٕئب َم ِش ْٔئب‬

Terjemahnya:
“ Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang akan kamu
nikahi) sebagai pemberian dengan keikhlasan. Kemudian jika mereka
menyerahkan kepada kamu sebagaian dari maskawin itu dengan senang
hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati”.
(Q.S An-Nisa‟ : 4)

3. Rukun Pernikahan

Rukun adalah sesuatu yang harus ada untuk menentukan keabsahan atau tidak

nya suatu pekerjaan (Ibadah), tetapi termasuk dalam urutan rangkaian pekerjaan

tersebut. Adapun rukun dalam sebuah pernikahan, jumhur sepakat ada empat,

yaitu:33

30
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, Edisi 1, (Jakarta: Akademika Pressindo, 1992 M),
h.113
31
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtasid, Cet. 12, terjemahaan.Imam
Ghazali Sa‟id Ahmad Zaidun, Cet. 12 (Jakarta : Pustaka Amani,2002 M), h. 432
32
Kementrian Agama RI, al-Quran Terjemah dan Tajwid, vol. 4 (Cet. 1; Jawa Barat: PT
Syigma, 2014), h.77
33
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, ( Jakarta : Akademi Pressindo 1992
M ) h. 120.
16

1. Untuk para calon suami dan istri yang akan melakukan pernikahan. Syarat-

syarat yang harus dilengkapi oleh kedua mempelai adalah:

a. Pria dan wanita yang akan melangsungkan pernikahan harus sama-sama

beragama Islam.

b. Keduanya harus memiliki identitas yang jelas dan dapat dibedakan dari yang

lain, baik nama, lokasi, jenis kelamin, maupun hal lain yang relevan.

Dengan syariah, dua calon pengantin bisa saling mengenal dan mengenal

dengan baik dan jelas.

c. Kedua belah pihak sepakat untuk menikah dan setuju dengan pihak yang

menikahinya. Tentang persetujuan dan persetujuan kedua belah pihak untuk

menikah.34

2. Adanya wali dari pihak pengantin wanita

Akad nikah dianggap tidak sah apabila tidak ada seorang wali atau wakilnya

yang akan menikahkannya, sesuai dengan sabda Nabi Saw:

‫لهَّ َم أَُّ َمب‬


َ ََ ًِ ْٕ َ‫ّللا َعه‬
ّ َّ‫صه‬
َ ِ‫ّللا‬ ْ َ‫ّللاُ َع ْى ٍَب دَبن‬
ُ ‫ت دَب َل َس‬
ّ ‫ل ُْ ُل‬ ّ ٓ ِ ‫شتَ َس‬
َ ‫ض‬ َ ِ‫َع ْه عبَئ‬
‫بط ُم فَإ ِ ْن دَ َخ َم ِب ٍَب فَهَ ٍَب ْان َم ٍْ ُش ِب َمب‬ ْ ‫ا ِْمشأَةٍ وَ َك َذ‬
ِ َ‫ت ِبغَٕ ِْش إ ْر ِن ََ ِنُٕ ٍَب فَىِ َكب ُد ٍَب ب‬
‫ٓ نَ ٍَب‬ َّ ‫ٓ َم ْه الَ ََ ِن‬ ُ ‫ط‬
ُّ ‫بن ََ ِن‬ َ ‫س ْه‬
ُّ ‫اِ ْلت َ َذ َّم ِم ْه فَ ْش ِج ٍَب ََإِ ِن ا ْشت َ َج ُش َْا فَبن‬

Terjemahnya:
“Dari Aisyah berkata: Rasullallah Saw bersabda: Perkawinan perempuan
mana saja yang menikah tanpa izin walinya maka pernikahannya tidak
sah, jika suaminya telah menggaulinya, maka maskawinnya adalah
untuknya (wanita) terhadap apa yang diperboleh darinya. Apabila mereka

34
Abd. Rahman Ghazaly, Fikih Munakahat,( Jakarta : Prenada media 2003 M) h. 46
17

perselisihan diantara mereka, maka penguasa menjadi wali bagi mereka


yang tidak mempunyai wali”.(HR. Ahmad).35

B. Adanya dua orang saksi

Pelaksanaan akad nikah akan sah apabila dua orang saksi yang

menyaksikan akad nikah tersebut, berdasarkan sabda Nabi Saw:

‫ع ْذ ٍل‬
َ َِ‫شب ٌِذ‬
َ ََ ِّٓ ‫َالوِ َكب َح ِإالَّ ِب َُن‬
36

Artinya:

” Tidak ada pernikahan melainkan yang menikahkannya wali itu sendiri

dan dua saksi yang adil”. (HR. Baihaqi)

C. Sighat akad nikah

Sighat akad adalah ijab dan qabul. Keduanya menjadi rukun akad, ijab

diucapkan oleh wali atau wakilnya dari pihak wanita, dan qabul yang dijawab

oleh calon pengantin laki-laki. Akad adalah gabungan ijab salah satu dari dua

pembicara serta penerimaan yang lain. Seperti ucapan seorang laki-laki:”Aku

nikahkan engkau dengan putriku” adalah ijab, sedangkan yang lain berkata: “Aku

terima” adalah qabul.37

Tentang jumlah rukun nikah ini. Para ulama berbeda pendapat :

Menurut mazhab Imam Hanafi, esensi pernikahan hanyalah ijab dan qabul
saja (yaitu akad yang dilakukan oleh pihak wali wanita dan calon pengantin pria).

Mazhab Malikiyyah berpendapat bahwa rukun nikah ini ada lima macam
yaitu:
1. Sighat
2. Calon mempelai pria

35
As-sayyid Abu Al Ma‟aaty An Nury, Kitab Baqi’ Musnad Ahmad, („Amman: Diar Alami
Kutub, 1419 M), h. 23236.
36
Hadits shahih, Sunan AL-Baihaqi, Jilid VII, h. 125 : Sunan Ath-Thabrani, jild.VII, h. 142
37
Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Dr. Abdul Wahab Sayyed Hawwas. Fiqih
Munakahat, Amzah,( Jakarta: 2009 M), h. 60
18

3. Calon mempelai wanita


4. Orang tua atau wali dari wanita
5. Mahar.
Imam Syafi‟i berkata rukun itu ada lima macam yaitu:
1. Calon mempelai pria
2. Calon mempelai wanita
3. Wali
4. Dua orang saksi
5. Sighat akad nikah
Menurut mazhab Hambali rukun nikah hanya tiga, yaitu:
1. Calon Suami
2. Calon Isteri
3. Sighat38

38
Prof. Dr.H. Abdul Hadi, M.A., Fiqh Munakahat, (Semarang : CV. Karya Abadi Jaya
:2015 M ), h. 105-106
19

BAB III
ANALISIS NIKAH SIRI MENURUT FIKIH ISLAM DAN KHI

A. Nikah Siri Menurut Fikih Islam

1. Pengertian Nikah Siri

Istilah nikah siri berasal dari bahasa arab yang sering diserap dalam bahasa

Indonesia. Pernikahan siri dalam kitab fiqh sering disebut ) ِ‫(انضَاج انسش‬
sebagai rangkaian dari dua kata yaitu )‫(انضَاج‬ dan )ِ‫(انسش‬. Istilah nikah
)‫(انضَاج‬ yaitu merupakan bentuk masdar )‫صَج‬
ّ ( yang artinya menurut

bahasa berarti pernikahan. Sedangkan istilah siri )ِ‫(انسش‬ merupakan bentuk

masdar dari kata )‫(لش‬


ّ yang artinya rahasia. Sesuai dengan pengertian tersebut,
maka pada kata az-zawaj as-siri )ِ‫(انضَاج انسش‬ dapat diartikan

pernikahan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi/rahasia.39


Menurut Imam Maliki, nikah dibawah tangan ialah:

‫ع ْه‬َ َْ َ ‫ أ‬,ًِ ِ‫ع ْه اِ ْم َشاَت‬ َّ ‫ص ْٓ فِ ْٕ ًِ ا‬


ُّ ‫نض ََاجِ ان‬
َ ًُ‫ش ٍُ ُْ ِد ِب َكتَ َم‬ ْ ‫ٌُ َُ انَّ ِز‬
ِ ُْ ُٔ ْ
40
.‫ل‬ُ ‫َم ْى ِض‬ ‫أَ ٌْ ُم‬ ُْ َ‫ََن‬ ‫ع ِت‬َ ‫َج َمب‬

Artinya :

”Pernikahan yang atas perintah suami, untuk para saksi merahasiakannya


kepada istrinya atau jama‟ah, sekalipun keluarga setempat”

Menurut Mazhab Imam Maliki nikah siri adalah nikah yang dirahasiakan oleh

para saksi kepada istrinya atau masyrakat, sekalipun keluarga dekat. Menurut

mazhab Hanafi, Maliki dan Syafi‟i perkawinan siri tidak diperbolehkan didalam

39
Burhanuddin S, S.HI,M.Hum. Nikah Siri Menjawab Semua Pertanyaan tentang Nikah
Siri .( Yogyakarta ; Tim Pustaka Yustisia : 2012 M ).h. 12
40
Diriwayatkan oleh Darulqutni di dalam Sunnah Darulqutni, Kitab “ An-nikah” ,Jilid III,
h.225-226 .nomor 22, h.225-226 19
20

agama Islam. Perkawinannya dapat dibatalkan dan kedua pelakunya dapat

dihukum had (dera atau rajam) dan jika telah berhubungan suami istri diantara

keduanya dan mereka mengakuinya atau ada kesaksian empat orang saksi. Hal ini

sesuai yang dikatakan khalifah Umar bin khattab r.a waktu itu ketika beliau diberi

kabar bahwa telah terjadi pernikahan yang tidak dihadiri oleh saksi yang cukup,

Umar berkata, “Ini adalah nikah siri dan aku tidak mengizinkannya dan sekiranya

saya datang pasti akan aku rajam”. Pengertian Perkawinan siri menurut Umar bin

khattab r.a didasari karena kasus pernikahan yang menghadirkan saksi-saksi yang

tidak sesuai dengan ketentuan. Menurut pendapat mazhab Hambali, nikah yang

dilaksanakan sesuai aturan syari‟at Islam hukumnya sah, walaupun kedua

mempelai, wali dan para saksi merahasiakannya.41

Pernikahan di bawah tangan yaitu pernikahan yang dilaksanakan sesuai

dengan hukum Islam akan tapi tidak menghadirkan Petugas Pencatat Nikah ( PPN

) sebagai petugas resmi pemerintah dan atau tidak tercatat di Kantor Urusan

Agama sehingga tidak tidak diberikan akta nikah sebagai salah satu bukti resmi

yang sah.42

Istilah nikah di bawah tangan mulai digunakan setelah Undang-Undang No.1

Tahun 1974 tentang perkawinan mulai berlaku Tanggal 1 Oktober 1975.

Pernikahan seperti ini pada dasarnya adalah kebalikan dari pernikahan yang sah.

Sedangkan pernikahan sesuai hukum yaitu yang mengi kuti aturan dalam UU

pernikahan. Oleh karena itu, dapat dirumuskan, bahwa nikah di bawah tangan

41
Abdullah Wasin, Akibat Hukum Perkawinan Siri (tidak dicatatkan) terhadap Kedudukan
Istri, Anak dan Harta Kekayaan Tinjauan Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan, (Tesis
S2 Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro, Semarang 2010 M), h, 121
42
H. A Zahri, “Argumentasi Yuridis Pencatatan Perkawinan Dalam Persekutif Hukum
Islam”http://badilag.net/data/ARTIKEL/Argumentasi%20Yuridis%20Pencatatan%20Perkawinan
%dlam%20Perspektif%Hukum%20Islam.pdf. Diakses pada Pukul:12.25 Tgl.29.03.2022 M
21

adalah nikah yang tidak sah. Dan pernikahan yang dilakukan tidak menurut

hukum dianggap pernikahan tidak sah, sehingga tidak memiliki kekuatan atau

sanksi hukum, seperti pengakuan dan perlindungan hukum.43

Pernikahan Siri secara luas dipahami oleh masyarakat luas sebagai terbelah

dua. Yang pertama pernikahan tanpa adanya wali. Perkawinan semacam itu

bersifat rahasia (siri) karena wanita tersebut dibuat karena walinya tidak

mengizinkan atau karena dia menganggap pernikahan tanpa wali sah atau karena

dia hanya ingin memuaskan nafsunya tanpa mematuhi ketentuan syariat. Kedua,

perkawinan adalah sah menurut agama, tetapi tidak diumumkan secara luas dan

tidak dicatatkan pada catatan negara yang berwenang, atau kadang-kadang tercatat

dalam catatan negara, tetapi tidak diketahui secara luas. Kasus pencatatan resmi

yang luput dari perhatian banyak orang sering terjadi di negara-negara Islam di

mana undang-undang tidak mewajibkan pernikahan kedua untuk mendapatkan

persetujuan dari pasangan pertama.44

Istilah nikah di bawah tangan atau nikah sembunyi sudah sangat dikenal oleh

para ulama. Hanya pernikahan di bawah tangan yang dikenal dengan makna yang

berbeda dengan pernikahan di bawah tangan pada zaman dulu dan sekarang.

Dahulu tujuan pernikahan di bawah tangan adalah nikah yang sesuai dengan

syariat dan ketentuan nikah, hanya saja saksi diminta untuk tidak memberitahukan

43
Darmawati, “ Nikah Siri, nikah dibawah tang an dan status anaknya”. Ar-risalah, Vol. 10
.No. 1( Mei 2010 M). h.38-39
44
M. Musthafa Luthfi Mulyadi Luthfy, Nikah sirri membahas tuntas definisi,asal-usul,
hukum, serta pendapat ulama salaf dan khalaf, (Surakarta : Wacana Ilmiah Press, 2010 M),h. 42-
43
22

pernikahannya tentang perkawinan tersebut, kepada umum, dan otomatis tidak

diadakan walimah al-Urs.45

Nikah siri yang dikenal oleh masyarakat Indonesia sekarang ini adalah

pernikahan yang dilaksanakan dengan memenuhi syarat dan ketentuan yang

ditetukan oleh agama, tetapi tidak dilaksanakan di depan Pencatat Nikah sebagai

pejabat pemerintah atau dilangsungkannya pernikahan tersebut. Dengan kata lain

tidak ada Akta Nikah yang dikeluarkan oleh pemerintah. Pernikahan yang tersebut

masyarakat tidak hanya memahami dengan pernikahan siri atau disebut juga

pernikahan di bawah tangan.46

Nikah siri bukan hanya zaman sekarang saja akan tetapi pada zaman sahabat

juga. Dan istilah nikah siri berasal dari perkataan Umar bin Khattab saat

memberitahukan ada yang telah melakukan pada waktu pernikahan tanpa saksi

selama, bahwa hanya ada satu laki-laki dan satu perempuan saja. Pada suatu

riwayat masyhur, dari Umar bin khattab r.a menyatakan :

47
ُ‫ ََ َال أ ُ ِج ْٕ ُضيُ ََنَ ُْ ُك ْىتُ ت َقَذَّ ْمتُ فِ ْٕ ًِ نَ َش َج ْمت‬,‫س ِ ّش‬
ّ ِ ‫ٌَزَا وِ َكب ُح ان‬

Artinya: “Ini nikah siri, dan saya tidak membolehkannya dan kalau saya tau lebih
awal, jika saya tahu sebelumya pasti telah merajamnya”.

Sementara itu Ma‟ruf Amin mengatakan bahwa nikah siri adalah pernikahan

yang memenuhi syarat dan ketentuan yang di tetapkan dalam fiqih (hukum islam).

45
Dimayati, Ayat dan M.Sar‟an, Hadits Ahkam Keluarga ,( Bandung : Raja Wali, 2008 M), h.
39
46
Burhanuddin S . “Menjawab Semua Pertanyaan tentang Nikah Siri” (Yogyakarta :.Pustaka
Yustisia ; 2012 M) h.12
47
Muhammad Ali Hasan, Pedoman Hidup Rumah Tangga dalam Islam, Cet ke.1 (Jakarta:
Prenada Media, 2003), h. 295
23

Namun, pernikahan ini berlangsung tanpa pencatatan resmi di instansi berwenang

sebagaimana diatur dalam perundang-undangan.48

Fatwa MUI menyatakan bahwa pernikahan di bawah tangan juga

mengesahkan dan menyetujui pernikahan tersebut. Dalam ketentuan hukumnya

MUI menyatakan “pernikahan di bawah tangan hukumnya sah karena terpenuhi

syarat dan rukun nikah, tetapi haram jika terdapat mudarat”. MUI juga

menekankan bahwa pernikahan harus didaftarkan pada pihak yang berwenang

sebagai tindakan preventif untuk menghindari dampak yang merugikan.49

2. Faktor-faktor yang menyebabkan nikah siri

Fenomena pernikahan siri bagi umat Islam di Indonesia masih cukup tinggi.

Hal ini tidak hanya dilakukan oleh masyarakat kelas bawah, tetapi juga oleh kelas

masyarakat menengah ke atas. Kondisi demikian terjadi muncul karena berbagai

faktor yang membelakangi, namun secara umum nikah siri dapat disebabkan oleh

beberapa faktor, yaitu :

a. Kurang kesadaran masyarakat tentang hukum

Banyak masyarakat yang belum memahami sepenuhnya betapa pentingnya

pencatatan pernikahan. Di KUA, beberapa orang hanya melanjutkan kasus

tersebut. Pengetahuan masyarakat terhadap nilai-nilai dalam perkawinan masih

sangat kurang, mereka menganggap bahwa masalah perkawinan itu masalah

pribadi dan tidak ada urusan atau campur tangan pemerintah/negara.50

b. Hamil di luar nikah

48
Hukum Online,” Nikah dibawah tangan: Pencatatan Nikah Akan Memperjelas Status
Hukum”.http://www.hukumonline.com/berita/baca/ho115651/pencatatan–nikahakan-memperjelas-
status-hukum. Diakses pada Pukul:12.30. Tgl. 29.03.2022 M
49
Ma‟ruf Amin dkk, Fatwa MUI sejak 1975. ( Jakarta : Penerbit Erlangga, 2011 M ) . h.53
50
Al-Fitri, Kertas dibaca pada, Dampak Yuridis Pelaksanaan Nikah Siri, ( Hakim Pratama
Madya Pengadilan Agama Tanjung Padang ) h.10
24

Kehamilan di luar nikah merupakan aib bagi keluarga dan menjadi bahan

tertawaan masyarakat. Dari situ, orang tua menikahkan anaknya dengan laki-laki

yang menghamilinya, dengan dalih melindungi kesejahteraan keluarga dan tanpa

melibatkan petugas PPN, tetapi hanya acuh tak acuh oleh mualim atau kyai.51

c. Menghindari Tuntutan Hukum

Karena perkawinan yang tidak dicatat oleh Kantor Urusan Agama, Dan tidak

dapat dituntut secara hukum di pengadilan. Sehingga pasangan tersebut tidak

menggugat di hari kemudian. Hal ini, terjadi ketika orang yang sudah menikah

akan melakukan perkawinan untuk menikah kedua kali (poligami).

d. Ketentuan pencatatan pernikahan yang kurang jelas

Sebagaimana diketahui, ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 merupakan asas utama sahnya perkawinan. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2)

dalam pasal harus dipahami sebagai syarat kumulatif. Ini bukan persyaratan

alternatif untuk pernikahan yang sah. Dari fakta-fakta hukum atau norma-norma

hukum tersebut sebenarnya terlihat jelas bahwa umat Islam telah mencatatkan

perkawinannya. Namun ketentuan ini memiliki kelemahan karena pasal tersebut

memiliki penafsiran lebih dari satu dan tidak mencantumkan sanksi bagi

pelanggarnya, dengan kata lain ketentuan mengenai pencatatan perkawinan tidak

jelas dalam undang-undang.

e. Faktor Ekonomi

Ada anggapan bahwa nikah yang sah itu sangat mahal dan sah serta patut di

mata agama, meskipun hanya nikah siri yang tidak tercatat di KUA.

f. Tidak adanya izin bepoligami dari istri pertama

51
Hijar Cahaya Argiansyah, Tinjauan Yuridis Tentang Perkawinan Siri Dalam Perspektif
Hukum Islam dan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang perkawinan, h. 67-68
25

Salah satu alasan kenapa orang melakukan nikah siri karena tidak adanya izin

dari istri pertama. Maka jalan terakhir yaitu nikah siri dan tidak memberitahukan

istri yang pertama.

Perkawinan di bawah tangan yaitu perkawinan yang memenuhi syarat dan

ketentuan menurut syariat Islam hanya tidak dicatat atau didaftarkan pada Kantor

Urusan Agama (KUA) setempat, karena jika perkawinan telah memenuhi syarat

dan rukun, maka perkawinan di bawah tangan tersebut sah menurut syariat Islam.

Dan ada implikasi hukum bagi anak dan harta bersama. Namun, meskipun

pernikahan di bawah tangan sah menurut hukum Islam, hal ini bertentangan

dengan Pasal 2 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974.52

Sistem hukum di Indonesia tidak mengenal “pernikahan di bawah tangan”

atau istilah serupa, dan tidak diatur oleh undang-undang. Namun secara

sosiologis, istilah “kawin di bawah tangan” atau “nikah sirri” diberikan kepada

perkawinan yang tidak cacat atau dilaksanakan tidak memenuhi ketentuan

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1947.

Istilah perkawinan di bawah tangan muncul di masyarakat Indonesia setelah

disahkannya Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1947. Yang dimaksud

dengan perkawinan di bawah tangan adalah “Perkawinan yang dilakukan menurut

peraturan perundang-undangan setiap agama dan kepercayaan, tetapi tidak dicatat

menurut Undang-undang berlaku. Peraturan Undang-undang Hal ini berdasarkan

Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1947, perkawinan itu sah

menurut hukum agama masing-masing dan kepercayaannya. Artinya, jika suatu

perkawinan yang dilaksanakan telah memenuhi syarat dan rukun-rukun nikah atau

52
Samuji “ Perkawinan Persekutif Hukum Islam” Jurnal Paradigma. (Magetan: 2015 M ),
Volume 2 ,Nomor 1
26

ijab kabul (bagi yang muslim) atau telah dilakukan shalawat atau ritus lain oleh

imam/pastor (bagi non muslim), maka perkawinan tersebut menurut hukum

agama dan kepercayaan yang bersangkutan itu sah.53

Pernikahan di bawah tangan adalah istilah yang banyak digunakan di

masyarakat. Pernikahan di bawah tangan ini dimaksud untuk menunjukan bahwa

pernikahan yang tidak tercatat di KUA/PPN Kecamatan atau dilakukan secara

rahasia (siri), tetapi memenuhi dasar rukun dan syarat pernikahan menurut hukum

Islam.

Sebagaimana dinyatakan pada ayat (2) Pasal 2 UU No. 1 tahun 1974, yang

menyatakan, “Setiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan

yang berlaku.” Hal ini tentunya memberikan gambaran kepada kita bahwa setiap

nikah siri, calon pengantin wajib mendaftarkan pernikahannya ke KUA/PPN

tempat mereka akan menikah. Dan tidak mendaftar bukan berarti perkawinan

tidak sah dalam Islam tetapi sah secara hukum di Indonesia.

Dalam pernikahan dibawah tanagan atau perkawinan siri, Pegawi Pencatat

Nikah (KUA) tidak mungkin mencatatkan perkawinan tersebut karena dianggap

menyalahi hukum yang berlaku.54

3. Hukum Nikah Siri

Menurut pandangan agama pada umumnya nikah siri sah atau legal dan

diperbolehkan jika syarat dan rukun nikahnya terpenuhi pada saat nikah siri

dilaksanakan. Menurut madzhab Asy-Syafi‟iyah agar suatu pernikahan dapat

dikatakan sah, maka dasar-dasar nikah harus dipenuhi yaitu ;

53
Harpani Matnuh. “Perkawinan dibawah tangan dan Akibat hukumnya Menurut Hukum
perkawinan nasional” ( jurnal Pendidikan Kewarganegaraan. 2016 M).volume 6, Nomor 11.
54
Lembaga Bantuan Hukum APIK, Dampak Pernikahan di Bawah Tangan Bagi Perempuan.
Artikel diakses pada hari selasa 7 juni 2022 dari :hpp://www.lbh-apik.or.id/fact51-bwh/20tangan.
htm
27

a. Adanya calon mempelai (suami-istri)

b. Adanya wali (ayah kandung calon pengantin wanita sebagai pihak yang

melakukan ijab)

c. Adanya saksi-saksi yaitu dua orang laki-laki yang adil

d. Adanya ijab kabul (akad nikah)

Mahar di sisi lain, tidak termasuk dalam syarat pernikahan, karena waktu

Rasulullah menikahi seorang wanita dan wanita itu melepaskan haknya atas

mahar.55

Hukum pernikahan siri sah menurut agama, namun dalam Undang-Undang

Perkawinan No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 2 bahwa setiap

perkawinan dicatatkan secara resmi pada Kantor Urusan Agama (KUA).

Sedangkan instansi yang dapat melaksanakan perkawinan adalah Kantor Urusan

Agama (KUA) untuk yang agama Islam dan Kantor Catatan Sipil untuk yang

agama Non Islam atau agama selain Islam.56

B. Pernikahan Siri menurut Kompilasi Hukum Islam ( KHI )

1. Pengertian Kompilasi Hukum Islam (KHI)

KHI adalah singkatan dari Kompilasi Hukum Islam. Istilah “Kompilasi”

diambil dari perkataan “compilare” yang mempunyai arti mengumpulkan

bersama-sama, seperti misalnya, mengumpulkan peraturan-peraturan yang

tersebar diberbagai tempat. Istilah ini kemudian dikembangkan sehingga menjadi

“compilation” dalam bahasa Inggris dan “compilate” dalam bahasa Belanda.

55
Vivi Kurniawati, Nikah Siri, ( Jakarta; Perpustakaan Nasional ;Katalog Dalam Terbitan
(KTD) 2019 M), h. 13
56
Happy Susanto, Nikah Siri Apa Untungnya ?, (Jakarta : Visimedia, 2007), Cet. 1, h. 22
28

Selanjutnya, istilah ini digunakan dalam bahasa Indonesia menjadi “kompilasi”57

yang berarti kumpulan yang tersusun secara teratur ( tentang daftar informasi

karangan-karangan dan sebagainnya).58

Dari segi bahasa, kompilasi adalah kegiatan mengumpulkan dokumen

ketetapan tetang suatu persoalan atau masalah dari berbagai buku yang tersebar

pada tempat yang berlainan. Kegiatan pengumpulan bahan ini dilakukan dengan

mengambil dari berbagai sumber dari beberapa penulis yang berbeda untuk ditulis

kembali ataupun diringkas dalam sebuah buku tertentu dengan tujuan untuk

memudahkan penemuan bahan /peraturan yang diperlukan terhadap suatu

masalah.59 Dengan kata lain, kompilasi adalah kumpulan pendapat dan pandangan

hukum yang berbeda yang telah berkembang dalam dunia pemikiran yang telah

dikuratori dengan cermat sehingga layak untuk dianggap sebagai pendapat yang

terbaik.

Kompilasi Hukum Islam ( KHI ) merupakan kegiatan pengumpulan dokumen

(aturan/teks) dalam hukum Islam mengenai sejumlah permasalahan, di mana hasil

dari kompilasi tersebut dapatlah dijadikan pedoman dibidang hukum materil bagi

hakim di lingkungan Pengadilan Agama di Indonesia. Sedangkan dilihat dari

produk hukum, Kompilasi Hukum Islam (KHI) merupakan kumpulan pasal-pasal

hukum Islam yang ditulis dan disusun secara beraturan.60

57
Abdurrahman , Kompilasi Hukum di Indonesia .( Jakarta : Akademi Pressindo, 2007 M)
edisi pertama , cet.ke 5. h.10
58
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa . Kamus Bahasa Indinesia . ( Jakarta : Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional.2008 M), h.743
59
Abdurrahman , Kompilasi Hukum di Indonesia .( Jakarta : Akademi Pressindo, 2007 M)
edisi pertama , cet.ke 5. h.11
60
A. Hamid S. Attamimi, Kedudukan Kompilasi Hukum Islam Sistem Hukum Nasional ,
Suatu Tinjauan dari Sudut Teori Perundang-undangan Indonesia, h. 15
29

Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa “untuk menjamin ketertiban

masyarakat muslim, setiap perkawinan harus dicatat”. Sedangkan menurut akal

sehat, suatu perkawinan dikatakan sah apabila telah memenuhi syarat dan rukun

perkawinan secara lengkap. Menurut mazhab Syafi'i, yang termasuk rukun nikah

adalah akad (siqah ijab qabul), mempelai pria dan calon mempelai wanita, saksi

dan wali. Selain itu, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1947 sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan juga

mengatur bahwa perkawinan adalah sah jika dilakukan menurut hukum masing-

masing agama dan kepercayaan.61

Secara fungsional, KHI adalah fiqh Indonesia karena disusun dengan

memperhatikan legitimasi kebutuhan umat Islam Indonesia. Fiqh Indonesia,

sebagaimana yang dahulu dicetuskan oleh Hazairin dan Hasbi Ash-Shiddieqy,

sebelumnya berdasarkan fiqh lokal seperti Fiqh Hijazy, dibentuk atas dasar adat

dan 'urf yang berlaku di Hijaz, maka lahirlah Fiqh Misry berdasarkan kebiasaan

orang Mesir. penduduknya, Fiqh Hindu, juga terbentuk atas dasar adat.62

Kompilasi Hukum Islam terdiri dari tiga kitab, yaitu: 1. Tentang pernikahan

2. Tentang Warisan 3. Tentang Wakaf. Pembagian dalam ketiga kitab tersebut

hanya sekelompok bidang hukum yang dibahas, yaitu bidang hukum perkawinan

(munakahat), bidang hukum waris (Faraid) dan bidang hukum wakaf.63

Pasal 2 dalam Kitab Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang perkawinan

mendefinisikan perkawinan atau pernikahan menurut hukum Islam sebagai akad

61
Umar Haris Sanjaya Aunur Rahim Faqih. Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, (
Yogyakarta : Gama Media, 2017).h. 2
62
Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia. ( Jakarta : Raja Grafindo Persada,1995 M), cet.
ke-1. h. 20-21
63
H. Abdurrahman, S.H. M.H, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta : Akademika Pressindo,
2010 M), Edisi Pertama, h. 63
30

yang sangat ketat atau mitsaqan ghalizan menaati perintah Allah dan

menjalankannya sebagai ibadah.64

Pasal 4 KHI mengatur bahwa perkawinan adalah sah jika dilakukan menurut

hukum Islam, sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1947 tentang Perkawinan. Pasal ini hanya mendukung pasal 2 ayat (1) UU

Perkawinan, karena KHI membenarkan aturan perkawinan yang berlaku dalam

undang-undang.

Pasal 5 KHI menyatakan bahwa untuk menjamin ketertiban perkawinan bagi

umat Islam, semua perkawinan harus dicatat. Pencatatan perkawinan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh badan pencatatan perkawinan sesuai

dengan ketentuan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946 dan Undang-Undang

Nomor. 32 tahun 1945. Jika kita melihat Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pasal 5

berarti wajib, seperti dalam hukum Islam. Dengan demikian, menurut KHI,

perkawinan yang tidak dicatatkan dan dilakukan di luar pengawasan Badan

Pencatatan Perkawinan tidak mempunyai kekuatan hukum.65

2. Dasar-dasar Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Kompilasi Hukum Islam penyusunan hukum Islam hadir dalam hukum

Indonesia melalui perangkat hukum berupa Instruksi Presiden No: 1 tahun 1991,

10 Juni 1991 dan diharapkan secara organik dengan keputusan Menteri Agama

No. 154, 1991 tanggal 22 Juli 1991. Terpilihnya perangkat hukum Inpres tersebut

mengungkap dilema tata kelola yuridis. Di satu sisi, pengalaman independen

menjadi efektif dan memiliki kekuatan regulasi dalam legislasi nasional yang

64
Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam, ( Bandung :Humaniora Utama Press,1991
M).h. 18
65
H. A. Badruddin. Diktat Mata Kuliah Kompilasi Hukum Islam. ( Tangerang : PSP
Nusantara Press 2018 M).h, 97-98
31

aktif. Di sisi lain, Instruksi Presiden tidak dianggap sebagai salah satu instrumen

hukum negara republik Indonesia. UUD 1945 dan termasuk konvensi produk

tradisi ketatanegaraan. dalam berbagai administrasi publik.

Dilihat dari sistem hukum nasional, penyusunan syariat Islam menghadapi

dua pandangan yang berlawanan. Pertama, sebagai hukum tidak tertulis yang

ditunjukkan dengan penggunaan Inpres yang tidak termasuk dalam rangkaian

peraturan perundang-undangan Republik Indonesia, merupakan sumber hukum

tertulis. Kedua, Kompilasi Hukum Islam dapat digolongkan sebagai hukum

tertulis. Asal mula hadirnya Kompilasi Hukum Islam dalam bentuk Inpres di atas

mengisyaratkan bahwa Kompilasi Hukum Islam terdiri dari peraturan perundang-

undangan yang pada gilirannya diangkat menjadi undang-undang melalui

intervensi kebijaksanaan penguasa.66

66
Ali Masykuri Haidar, Selayang Pandang Gambaran dan Cara Memahami Kompilasi
Hukum Islam. ( Pontianak : Artikel 12 Januari 2018 M ). h, 3
32

BAB IV
PANDANGAN HUKUM NIKAH SIRI MENURUT FIKIH
ISLAM DAN KHI DI INDONESIA

A. HUKUM NIKAH SIRI MENURUT FIKIH ISLAM

Para ahli fikih berbeda pendapat mengenai sahnya nikah siri, sebagaimana

pendapat ulama‟ Syafi‟iyah dan Hanafiyah berpendapat bahwa para saksi

merahasiakan nikah tidak berpengaruh terhadap sahnya akad nikah, karena adanya

saksi telah mencegah pernnikahan tersebut dicatatkan ( menjadi nikah „alaniyah ).

Semetara ulama lain seperti imam malik dan ulama sependapat dengannya,

mereka berpendapat bahwa pesan merahasiakan pernikahan berarti bahwa

kesaksian ditarik dari tujuannya, terutama menyatakan („ilan) sehingga nikahnya

menjadi tidak sah. Mazhab Hanabilah menyatakan bahwa nikah siri hukumnya

makruh.67

Nikah siri menurut pendapat Ibnu Hazm adalah nikah yang hanya kurang dari

dua orang yang mengetahuinya, pernikahan itu tidak rahasia lagi (siri) kalau lebih

dari dua orang yang mengetahuinya. Dan kalau ada pernikahan yang telah dihadiri

oleh lima orang maka pernikahan tersebut tidak lagi dinamakan nikah siri. Yaitu

calon suami ( an-nakih ) calon istri ( al-mankhuhah), wali ( al-munkih ) dan dua

orang saksi tidak lagi dinamakan siri.68

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa pada mei 2006

mengatakan bahwa nikah siri hukumnya sah menurut hukum agama, dan

dipandang secara syariat nikah siri hukumnya sah apabila telah memenuhi syarat

67
Wahbah Az-Zuhaili, Al- fiqh Al-Islami wa Adillatuhu ( Beirut : Dar al-fikr, 1984 M), VII :
h. 71
68
Ibnu Hazm , Al-Muhalla, ditahqiq oleh Muahmmad Syakir , Juz IX : h. 465 -166

32
33

dan rukunnya. Sesungguhnya nikah siri sama persis pernikahan pada umumnya.

Perbedaanya adalah tercatat dan tidak tercatatnya di Kantor Urusan Agama

(KUA).69

Sedangkan fatwa MUI tentang pernikahan di bawah tangan juga

mengesahkan pernikahan ini. Dalam ketentuan hukumnya MUI mengatakan

“pernikahan di bawah tangan hukumnya sah karena terpenuhi syarat dan rukun

nikah, tetapi haram jika terdapat mudarat”. Selain itu MUI juga menekankan

bahwa pernikahan harus dicatatkan secara resmi pada instansi berwenang sebagai

langkah preventif untuk menolak dampak negatif.70 Fatwa tersebut merupakan

hasil keputusan ijtima‟ ulama se-Indonesia II, di Pondok Pesantren Modern

Gontor, Ponorogo, Jawa Timur yang berlangsung 25-28 Mei 2006. Ma‟ruf

menjelaskan nikah siri adalah pernikahan yang telah memenuhi syarat dan rukun

yang ditetapkan dalam fiqih (hukum Islam), namun tanpa pencatatan resmi di

instansi berwenang sebagaimana diatur oleh peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Dan ma‟ruf amin mengatakan perkawinan siri tidak memenuhi syarat

Undang-undang dan sering kali menimbulkan dampak negatif terhadap istri dan

anak yang dilahiran terkait dengan hak-hak mereka seperti nafkah ataupun hak

waris. Tuntutan pemenuhan hak-hak tersebut seringkali menimbulkan sengketa.

Sebab tuntutan akan sulit terpenuhi karena tidak adanya bukti catatan resmi

perkawinan yang sah. Namun demikian, untuk menghindari kemudharatan,

70
Ma‟ruf Amin dkk, Fatwa MUI sejak 1975. ( Jakarta : Penerbit Erlangga, 2011 M) . h. 534.
34

peserta ijtima‟ ulama sepakat bahwa pernikahan harus dicatatkan secara resmi

pada instansi berwenang.71

Abdul Moqsith Ghazali Wakil Bahstul Masail PBNU berpendapat, bahwa

nikah siri tidak dikenal di dalam Islam, karena Islam sangat menganjurkan setiap

pernikahan mesti tercatat di lembaran Negara. Sesuai Pasal 4 Kompilasi Hukum

Islam, bahwa pernikahan dianggap sah apabila dilakukan sesuai hukum Islam

seperti di atur di dalam Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Nikah

siri yang selama ini dikenal di Indonesia adalah untuk membedakan antara nikah

yang dicatatkan kepada Negara dengan nikah yang tidak dicatat oleh Negara.

Lebih tegas ia mengatakan bahwa nikah siri banyak kerugiannya yang akan

ditanggung akibatnya, contohnya anak lahir dari nikah siri tidak bisa mendapatkan

akta kelahiran, karena syarat untuk mengajukan akta kelahiran harus ada akta

nikah. Sehingga akses untuk mendapatkan pendidikan dan kesehatan sulit

terpenuhi. Dengan alasan itulah Islam selalu menyarankan agar pernikahan harus

tercatat di Negara.72

Fatwa Tarjih Muhammadiyah tentang nikah siri atau nikah yang dirahasiakan

memang dikenal dikalangan para ulama, paling tidak sejak masa imam malik bin

anas. Hanya saja nikah siri yang dikenal pada masa dahulu berbeda pengertiannya

dengan nikah siri pada masa sekarang. Pada masa dahulu yang dimaksud dengan

nikah siri yaitu pernikahan yang memenuhi unsur-unsur atau rukun-rukun

perkawinan dan syaratnya menurut syari‟at, yaitu adanya mempelai laki-laki dan

71
M. Musthafa Luthfi Mulyadi Luthfy R. Nikah Siri Membahas Tuntas Definisi, Asal-usul,
Hukum, Serta Pendapat Ulama Salaf dan Khalaf, (Surakarta: Wacana Ilmiah Press 2010 M)
h.101-102
72
Abu Mansur Al-Asy‟ari, Hukum Nikah Siri ,Ringkasan Panduan Nikah Resmi di KUA,
(Yogyakarta : Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA :2019 M), h, 43-44
35

perempuan, adanya ijab qabul yang dilakukan oleh wali dengan mempelai laki-

laki dan disaksikan oleh dua orang saksi, hanya saja sisaksi diminta untuk

merahasiakan atau tidak memberitahukan terjadinya pernikahan tersebut kepada

masyarakat banyak dan tidak ada i‟lan nikah atau walimatul „ursy atau pun

bentuk yang lain. Adapun nikah siri yang dikenal masyarakat Indonesia sekarang

yaitu pernikahan yang dilakukan dihadapan petugas pencatat nikah sebagai aparat

resmi pemerintah atau perkawinan yang tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama

bagi yang beragama Islam atau di Kantor Catatan Sipil bagi yang beragama selain

Islam, sehingga dengan tidak mempunyai Akta Nikah yang dikeluarkan oleh

pemerintah inilah yang dimaksud dengan nikah siri sekarang ini. Sesuai dengan

pasal 2 Undang-undang No1 tentang perkawinan yaitu perkawinan sah apabila

dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu. Dan

tiap-tiap perkawinan dicatat menurut Undang-undang yang berlaku. Dari

ketentuan perundangan-undangan diatas dapat diketahui bahwa tidak mengatur

materi perkawinan, bahkan dilandaskan bahwa perkawinan sah apabila dilakukan

menurut agama masing-masing dan hanya mengatur dari formalitasnya saja.

Dengan demikian mencatatkan perkawinan mengandung manfaat dan

kemaslahatan, kebaikan yang besar bagi masyarakat. Atas dasar pertimbangan

tersebut maka warga muhammadiyah, wajib hukumnya mencatatkan perkawinan

yang dilakukannya. Hal ini juga diperkuat dengan naskah keperibadian

Muhammadiyah sebagaimana diputuskan bahwa diantara sifat Muhammadiyah

ialah mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan serta dasar falsafah

negara yang sah.73

73
Fatwa Tarjih Tentang Nikah Siri, Https://suaramuhammadiyah.id/2016/05/22/fatwa-tarjih-
tentang-nikah-siri/amp/. Di akses pada waktu 17.00 hari sabtu 16 Juli 2022 M.
36

B. Hukum Nikah Siri menurut Kompilasi Hukum Islam ( KHI )

Kompilasi Hukum Islam (KHI), sebagai perantara hukum positif negara bagi

umat Islam di Indonesia, tidak mengenal istilah nikah siri. KHI hanya mengenal

nikah yang dicatat dan nikah yang tidak dicatat. Sebagaimana dinyatakan pasal 2

ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa “Tiap-

tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”,

KHI mengatur keharusan pencatatan nikah dalam pasal 5 sebagai berikut :

1. Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam, setiap perkawinan

harus dicatat.

2. Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1) dilakukakn oleh Pegawai

Pencatat Nikah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun

1946 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954.74

Dalam pasal 4 KHI menyebutkan bahwa perkawinan adalah sah apabila

dilakukan menurut hukum Islam, sesuai dengan pasal 2 (1) UU No.1 Tahun 1947

tetang perkawinan. Pasal ini hanya sebagai pendukung dari pasal 2 ayat (1)

Undang-Undang Perkawinan, karena KHI membenarkan mengenai aturan

perkawinan yang berlaku dalam undang-undang tersebut.

Dalam pasal 5 Kompilasi disebutkan agar terjaminnya ketertiban perkawinan

bagi masyarakat Islam “harus” dicatat. Pencatatan dilakukan oleh Pegawai

Pencatat Nikah sebagaimana yang diatur dalam UU No. 22 Tahun 1946 . UU No.

32 Tahun 1954. Pasal 6 ayat 1 mengulangi pengertian pencatatan dimaksud dalam

artian setiap perkawinan “ harus” dilangsungkan dihadapan dan dibawah

pengawasan Pegawai Pencatat Nikah. Sebagaimana dari kalimat “harus” berarti


74
Siti Faizah , Dualisme Hukum Islam Di Indonesia Tentang Nikah Siri, Jurnal Studi
Hukum Islam, Vol. 1 No. 1 ( Jepara 2014 M), h. 4
37

makna “wajib” menurut pengertian hukum Islam. Oleh karena itu perkawinan

yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah seperti Nikah siri

atau di bawah tangan tidak mempunyai kekuatan hukum. Sedangkan pasal 7 ayat

1 menyebutkan perkawinan “hanya” dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang

dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah. Sedangkan pernikahan siri tidak tercatat di

KUA dan tidak mendapatkan Akta Nikah yang di buat oleh Pegawai Pencatat

Nikah dengan demikian, mencatatkan perkawinan adalah kewajiban bagi mereka

yang akan melangsungkan perkawinan. Dengan demikian berarti nikah siri bisa

dianggap sah hanya saja tidak memiliki kekuatan hukum. Karena sahnya suatu

pernikahan apabila sudah terpenuhinya menurut syari‟at Islam.75

75
H. Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, ( Jakarta ; Akademika
Pressindo : 2010 M ) ,h. 68
38

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pandangan Hukum Nikah Siri menurut Fikih Islam dan Kompilasi Hukum

Islam (KHI) di Indonesia

a. Hukum Nikah Siri menurut Fikih Islam

Hukum nikah siri dalam pandangan agama secara umum adalah sah atau

legal dan dihalalkan atau dibolehkan jika memenuhi syarat dan rukun nikahnya

pada saat pelakasanaan nikah siri dilaksanakan. Madzhab Asy-Syafi‟iyah

menyatakan bahwa rukun nikah harus terpenuhi agar suatu perkawinan dikatakan

sah ada beberapa syaratnya yaitu ; Adanya kedua mempelai yakni calon suami

dan istri, ada wali yaitu ayah kandung calon pengantin perempuan sebagai pihak

yang melakukan ijab, ada saksi dua orang laki-laki yang adil, dan adanya ijab

kabul yaitu akad nikah. Hukum Nikah siri menurut Kompilasi Hukum Islam yaitu

sebagai perantara hukum positif negara bagi umat Islam di Indonesia, dan juga

tidak mengenal nikah siri yang ada yaitu pernikahan yang tercatat dan yang tidak

tercatat di Pegawai Pencatat Nikah sesuai dengan aturan Undang-undang

perkawinan. Perkawinan harus tercatat di Pegawai Pencatat Nikah, supaya

memiliki kekuatan hukum dan mendapatkan Akta Nikah bisa mengurus Kartu

Keluarga. Sedangkan pernikahan siri tidak mendapatkan hal tersebut oleh karena

itu tidak memiliki kekuatan hukum. Status hukum nikah siri menurut fiqih Islam

yaitu sah apabila dilaksanakan sesuai syari‟at Islam yaitu rukun dan syaratnya

terpenuhi maka pernikahan tersebut sah.

38
39

b. Hukum Nikah Siri menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Hukum nikah siri menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) tidak mengenal

nikah siri yang adanya yaitu nikah tercatat dan yang tidak tercatat saja. Karena

KHI menyebutkan bahwa agar terjamin pernikahan tersebut maka harus tercatat

oleh Pegawai Pencatat Nikah. Karena perkawinan yang dilakukan diluar

pengawasan Pegawai Pencatat Nikah seperti perkawinan siri atau nikah di bawah

tangan tidak mempunyai kekuatan hukum karena tidak adanya Akta pernikahan

dan akan sulit membuat Kartu Keluarga, Akta kelahiran anak dan lainnya.

2. Faktor dari nikah siri

a. Kurang kesadaran masyarakat tentang hukum

b. Hamil di luar Nikah

c. Menghindari Tuntutan Hukum

d. Ketentuan Pencatatan Pernikahan Yang Kurang jelas

e. Faktor Ekonomi

f. Tidak adanya izin bepoligami dari istri pertama

B. Saran

Untuk kaum laki-laki menikahlah sesuai dengan aturan syari‟at Islam dan

negara. Karena kalau pernikahan tercatat oleh Kantor Urusan Agama (KUA).

Pasti dengan mudah mengurus berkas seperti Akta kelahiran anak, Kartu Keluarga

dan lainnya. Dan jika terpaksa melakukan pernikahan siri, maka jangan ada niat

buruk terhadap perempuan yang nikahi tersebut seperti hanya memuaskan nafsu

belaka, karena pernikahan adalah sesuatu yang suci dan bertujuan baik yaitu

menyempurnakan separuh agama dan penentraman jiwa dalam meraih keluarga

sakinah mawaddah dan warahmah.


40

Bagi perempuan carilah laki-laki yang bertanggung jawab jangan sampai

kamu dinikahi karena nafsunya belaka. Dan hendaknya perempuan menyelidiki

terlebih dahulu apakah seorang laki-laki tersebut bertanggung jawab atau tidak,

siapa keluarganya dan apakah ia termasuk laki-laki baik dan apakah dia tipe laki-

laki yang main cerai seenaknya saja serta lari dari kewajiban atau tidak. Supaya

tidak menyesal pada akhirnya.

Bagi para wali harus juga menyelidiki calon menantu yang dipilih oleh

anaknya apakah keturunan orang baik atau bukan dan orang bertanggung jawab

Dan sebaiknya menikahlah secara aturan syariat Islam dan sesuai aturan negara

agar terjamin dan ada kekuatan hukumnya.


41

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, Edisi 1, (Jakarta: Akademika Pressindo,


1992 M)
Al-Asy‟ari, Abu Mansyur Hukum Nikah Siri ,Ringkasan Panduan Nikah Resmi
di KUA, (Yogyakarta : Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA :2019
M), A. Badruddin. Diktat Mata Kuliah Kompilasi Hukum Islam. (
Tangerang : PSP Nusantara Press 2018 M).
A. Kholid, Agus Jaya, Bekal Abadi Muslim (Trilogi Ibadah, Do’a dan Dzikir)
(Indralaya Ogan Ilir Sumatera Selatan, 2011)
Al-Fitri, Kertas dibaca pada, Dampak Yuridis Pelaksanaan Nikah Siri, ( Hakim
Pratama Madya Pengadilan Agama Tanjung Padang )
Al-Hanafi, Ibnu Abidin Al-Dimasaqi Darru al-Mukhtar fi Darri al-
Mukhtar.(Bairut: Darru al-fikr: 1992 M),
Al-Hamdani, Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam, cet 2, (Jakarta: Pustaka
Amani, 2002 M)
Al Malibary ,Zainuddin bin Abdul Aziz, “Fathul Mu‟in”,Jilid 3,diterjemahkan
oleh Aliy As‟ad , ( Kudus: Menara Kudus, 1979 M).
Al-Quran Terjemahan dan Tajwid. Kementrian Agama RI,. PT. Syisma. 2014 M
Al-rummi, Jamaluddin. al-Inayah Syarah al-Hidayah, Bairut : Darut fikr, t.t, juz,
3
Al-Syurbaji, Ali Musthafa Al-bugha, Musthafa Al-khan, Fikih Lengkap Manhaji
Imam Asy-yafi’i, (Yogyakarta, Darul Urwah, 2012,jilid 1).
An Nury, As-sayyid Abu Al-Ma‟aaty Kitab Baqi’ Musnad Ahmad, („Amman:
Diar Alami Kutub, 1419 M),
Amir Syarifuddin, “hukum Perkawinan Islam di Indonesia”,( jakarta : Kencana
2007 M )
Amin, Ma‟ruf dkk, Fatwa MUI sejak 1975. ( Jakarta : Penerbit Erlangga, 2011)
Argiansyah, Hijar Cahaya. Tinjauan Yuridis Tentang Perkawinan Siri Dalam
Perspektif Hukum Islam dan Undang-Undang No.1 Tahun 1974
Tentang perkawinan,
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek. ( Jakarta :
Rineka Cipta ,1990 M )
Ashubli, Muhammad. Sanksi Pidana Bagi Pelaku Nikah Siri di Negara
Muslim.:Studi Komperatif Indonesia dan Malaisya.( Skripsi
Fakultas Syaria‟ah dan Hukum UIN Jakarta : 2011)
42

Attamimi, A. Hamid S Kedudukan Kompilasi Hukum Islam Sistem Hukum


Nasional , Suatu Tinjauan dari Sudut Teori Perundang-undangan
Indonesia, dalam Amrullah
Az-Zuhaili, Wahbah,.al-fiqh al-islamiy wa Adillatuhu. Suriyah-Damsyik: 1405
H/1985 M Dar al-Fikr
Az-Zuhaili, Wahbah, al Fiqh al-islami wa Adilatuhu, vol 9, (Damaskus: Dar al-
Fikr,2004 M),
Azzam, Abdul Aziz Muhammad dan Abdul Wahab Sayyed Hawwas, Fiqih
Munakahat, Amzah, Jakarta, 2009 M
A Zahri, “Argumentasi Yuridis Pencatatan Perkawinan Dalam Persekutif Hukum
Islam”
http://badilag.net/data/ARTIKEL/Argumentasi%20Yuridis%20Pen
catatan%20Perkawinan%dlam%20Perspektif%Hukum%20Islam.p
df. Diakses pada Pukul:12.25 Tgl.29.03.2022 M.
Basyir, Ahmad Azhar, Hukum Perkawinan Islam, Universitas Indonesia,
Yogyakarta:1989 M
Bungin, Burhan. (Ed), Metodologi Penelitian Kualitatif , aktualisasi metodologis
ke Arah Ragam Varian Kontemporer (Jakarta : PT Raja Grapindo
Persada, 2004 M ).
Darmawati, “ Nikah Siri, nikah dibawah tang an dan status anaknya”. Ar-
risalah, Vol. 10 .No. 1( Mei 2010 M).
Dimayati, Ayat dan M.Sar‟an, Hadits Ahkam Keluarga ,( Bandung : Raja Wali,
2008 M),
Faizah , Siti. Dualisme Hukum Islam Di Indonesia Tentang Nikah Siri, Jurnal
Studi Hukum Islam, Vol. 1 No. 1 ( Jepara 2014 M),
Fatwa Tarjih Tentang Nikah Siri, Https://suaramuhammadiyah.id/2016/05/22/fatwa-
tarjih-tentang-nikah-siri/amp/. Di akses pada waktu 17.00 hari sabtu 16
Juli 2022 M.

Ghojali, Abdul Rahman, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2008 M),


Ghazali, Abdul. Rahman, Fiqh Munakahat, Cet.1, (Bogor : Prenada Media, 2003
M),
Hadits shahih, Sunan AL-Baihaqi, Jilid VII, : Sunan Ath-Thabrani, jild.VII,

Haidar, Ali Masykuri Selayang Pandang Gambaran dan Cara Memahami


Kompilasi Hukum Islam. ( Pontianak : Artikel 12 Januari 2018
M ).
43

Hasan, Muhammad Ali, Pedoman Hidup Rumah Tangga dalam Islam, Cet ke.1
(Jakarta: Prenada Media, 2003),
Hazm , Ibnu . Al-Muhalla, ditahqiq oleh Muahmmad Syakir , Juz IX
Hukum Online,” Nikah dibawah tangan: Pencatatan Nikah Akan Memperjelas
Status
Hukum”.http://www.hukumonline.com/berita/baca/ho115651/pen
catatan –nikahakan- memperjelas-status-hukum. Diakses pada
Pukul:12.30. Tgl. 29.03.2022 M
Ibnu Ali al-Syahiri, Muhammad Ibnu Faramizi Darruhukam Syarah Gharru al-
ahkam, Bairut : Darru ihya al-Kutubi al-Arabi, Juz ,1.
Ismai‟l, Didi Jubaidi, Membina Rumah Tangga Islam di bawah Ridho Allah,
(bandung: Pustaka Setia 2000),
Kurniawati, Vivi. Nikah Siri, ( Jakarta; Perpustakaan Nasional ;Katalog Dalam
Terbitan (KTD) 2019 M),
Krippendorff, Klaus . Analisis isi : pengantar Teori dan metodologi. Terjemahan
.Farid wajidi ( Jakarta : Citra Niaga Rajawali Press, 1993 M ),
Lembaga Bantuan Hukum APIK, Dampak Pernikahan di Bawah Tangan Bagi
Perempuan. Artikel diakses pada hari selasa 7 juni 2022 dari
:hpp://www.lbh-apik.or.id/fact51-bwh/20tangan.htm
Luthfy R, M. Musthafa Luthfi Mulyadi, Nikah sirri membahas tuntas
definisi,asal-usul, hukum, serta pendapat ulama salaf dan khalaf,
(Surakarta : Wacana Ilmiah Press, 2010 M),
Matnuh, Harpani. “Perkawinan dibawah tangan dan Akibat hukumnya Menurut
Hukum perkawinan nasional” jurnal Pendidikan
Kewarganegaraan. 2016 M.
Muftisany, Hafidz. Hukum Menafsirkan Mimpi Hingga Status Anak Dari Nikah
Siri, ( Karanganyar: CV. Intera : 2021 M )
Prakoso, Djoko, I Ketut Murtika , Azas-azas Hukum Perkawinan di
Indonesia.Jakarta : PT. Bina Aksara, 1987 M
Hadi, Abdul., Fiqh Munakahat, CV. Karya Abadi Jaya, Semarang, 2015 M.
Ghazaly, Abdul Rahman, “Fiqih Munakahat” Cet.ke 8 (Jakarta :kencana 2003
M)
Rahim Faqih, Umar Haris Sanjaya Aunur, Hukum Perkawinan Islam Di
Indonesia, ( Yogyakarta : Gama Media, 2017 M )
Ramulyo, M Idris .” Suatu Perbandingan antara Ajaran Syafi’i Hazairin dan
Wasiat Wajib di Mesir Tentang Pembagian Harta Warisan untuk
44

Cucu Menurut Islam”. Majalah Hukum Pembangunan. Nomor 2


Tahun XII ( Maret 2000 M ).
Rofiq, Ahmad Hukum Islam Di Indonesia. ( Jakarta : Raja Grafindo Persada,1995
),cet.ke-1.h.20-21
Rusyd, Ibnu Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtasid, Cet. 12,
terjemahaan.Imam Ghazali Sa‟id Ahmad Zaidun, (Jakarta : Pustaka
Amani,2002 M),
Samuji “ Perkawinan Persekutif Hukum Islam” Jurnal Paradigma. (Magetan:
2015 M ), Volume 2 ,Nomor 1
Shihab, Qurais Wawasan al-Qur’an : Tafsir Maudhu’i Atas Berbagai Persoalan
Umat (Cet. VIII; jakarta : Mizan, 1998 M),
Suma, Muhammad Amin, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta, 2004
M),
Syarifuddin,Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (jakarta, kencana, juli
2014 M),
Syarifuddin, Amir, Garis-garis Besar Fiqh, ( Bogor : Kencana, 2003 M),
S. Burhanuddin . “Menjawab Semua Pertanyaan tentang Nikah Siri” .Pustaka
Yustisia : Yogyakarta 2012 M.
Susanto, Happy Nikah Siri Apa Untungnya ?, (Jakarta : Visimedia, 2007), Cet.
1,
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa . Kamus Bahasa Indinesia . ( Jakarta :
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.2008 M),
Wasin, Abdullah, Akibat Hukum Perkawinan Siri (tidak dicatatkan) terhadap
Kedudukan Istri, Anak dan Harta Kekayaan Tinjauan Hukum Islam dan Undang-
Undang Perkawinan, (Tesis S2 Program Studi Magister Kenotariatan Universitas
Diponegoro, Semarang 2010 M),
Yunus, Mahmud. Kamus Bahasa Arab-Indonesia (Jakarta: Hidakarya Agung,
1990 M), Luwis Ma‟luf, Al-Munjid fi-Lughoti wa al-a’lam, Bairut :
Darul masyruq, 1998 M,
45

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

EFRIN dilahirkan Desa Tanjung Miring Kecamatan

Sungai Rotan Kabupaten Muara Enim Provinsi

Sumatera Selatan. Pada tanggal 27 November 1996 dari

pasangan bapak Nangamit dan ibu Emi dan peneliti

merupakan anak kedua dari 3 bersaudara. Adapun

pendidikan yang telah ditempuh oleh peneliti yakni : SD Negeri Tanjung Miring,

Kecamatan Sungai Rotan Kabupaten Muara Enim, lulus pada tanggal 20 juni

2009. Pada tahun 2009 peneliti melanjutkan pendidikan di MTs Nurul Iman

Modong, lulus pada tanggal 02 juni 2012. Pada tahun itu juga peneliti

melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantern Al-Ittifaqiah Indralaya Ogan Ilir

Sumatera Selatan, lulus pada tanggal 15 Mei 2015. Kemudian peneliti

melanjutkan pendidikan pada tahun 2015 di Ma‟had Al-Birr Universitas

Muhammadiyah Makassar (Unismuh), (D2 Pendidikan Bahasa Arab dan Studi

Islam) lulus pada tahun 2018. Pada tahun itu juga peneliti melanjutkan pendidikan

di Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Makassar, Jurusan

Ahwal Syakhshiyah (Hukum Keluarga) Ma‟ had Al-Birr.

45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57

Anda mungkin juga menyukai