PERKAWINAN
Oleh:
NURHALIZA HAZAIRIN
04020190636
melakukan penelitian
FAKULTAS HUKUM
MAKASSAR
2022
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Stambuk : 04020190636
Putusan Nomor
1484/Pdt.G/2007/PA.JS)
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Dachran S.Bustami, SH., MH. Dr. Agussalim A.Gadjong, SH., MH.
Mengetahui,
An. Dekan
Wakil Dekan I
ii
DAFTAR ISI
C. Tujuan Penelitian........................................................................................... 8
iii
Peradilan Agama ......................................................................................... 38
iv
BAB I
PENDAHULUAN
secara sah antara seorang pria dengan seorang wanita untuk hidup
bersama dalam bentuk sebuah rumah tangga dimana, dalam rumah tangga
sunnatullah yang bersifat alami dan berlaku umum pada setiap makhluk
Terjemahan :
semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri
1
Pada dasarnya perkawinan memiliki peran penting dalam terbentuknya
ibu dan anak-anak yang masih belum menikah disebut Keluarga Batin.
suatu kebahagiaan karena anak merupakan suatu amanah dan karunia dari
Tuhan Yang Maha Esa serta merupakan tunas, potensi dan generasi muda
tangan dari kedua orang tua untuk mengasuh, membesarkan, mendidik dan
Perkawinan, yang tidak hanya melihat dari segi perjanjian lahiriah saja,
tetapi juga merupakan suatu ikatan batin antara suami isteri yang ditujukan
untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, tanpa berakhir dengan
2
"Perkawinan ialah suatu ikatan lahir batin antara seorang pria
ibadah."
dapat dipelajari dan ditiru dengan mudah sehingga dapat merubah kaedah-
hasrat untuk hidup pantas dan teratur, akan tetapi pandangan mengenai
kehidupan yang pantas dan teratur tidaklah selalu sama antara pribadi yang
satu dengan yang lainnya. Pedoman atau patokan tersebut adalah kaedah-
kaedah yang menjadi pengarah hidup pribadi dan hidup antar pribadi.
terjadinya hubungan seks pranikah atau seks bebas antara pria dan wanita
3
yang menjadi gaya hidup di kalangan masyarakat modern, khususnya
hal tersebut, salah satunya adalah kehamilan di luar nikah. Bilamana terjadi
kehamilan sebagai akibat hubungan seks pranikah atau seks bebas maka
seks pranikah atau seks bebas, dalam masyarakat yang masih memegang
teguh kaidah-kaidah bila terjadi hal tersebut dianggap sebagai suatu aib
melahirkan anak tersebut dengan seorang calon ayah yang bukan pemilik
4
Kawin paksa dari pria dengan wanita yang menunjuknya sebagai
malu.1
Tidak jarang pula wanita yang hamil karena hubungan seks pranikah
anak dari hubungan tersebut. Hal ini dapat terjadi dikalangan masyarakat
perkawinan itu tidak lebih dari suatu aktivitas biasa. Bahkan ada anggapan
kurangnya rasa saling menghormati antara suami dan isteri. Hal ini akan
1
Sudiyat, Imam. 1981. Hukum Adat Sketsa Asas. Liberty, Yogyakarta. Hlmn 91-92
5
sayang dalam institusi keluarga. Perhatian dan kasih sayang terhadap anak
fisik sang anak tanpa mempedulikan kebutuhan psikologisnya. Hal ini akibat
asing yang tidak sejalan dengan budaya bangsa dan agama, yang turut
sebagaimana mestinya.
Namun tidak semua anak yang lahir dalam perkawinan menjadi anak yang
6
sah, karena ada anak–anak yang kurang beruntung, karena disangkal atau
akan menempatkan posisi anak tersebut sebagai anak luar kawin, yang
mana akan membawa kesulitan besar pada diri dan kehidupan selanjutnya
180 hari setelah lahirnya anak atau 360 hari setelah putusnya perkawinan,
anak seperti yang terdapat dalam perkara No. 1484/PDT. G/2007/PA. JS.
7
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
JS.
D. Kegunaan Penelitian
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Perkawinan
bentuk perzinaan.
bahwa:
2
Idris Ramulyo, Mohd. 2004. Hukum Perkawinan Islam. Sinar Grafika, Jakarta. Hlmn 1
9
Sebagai salah satu perbuatan hukum, perkawinan mempunyai
dan kewajiban antara suami istri secara timbal balik, tanggung jawab
ketiga.
perkawinan.
10
Menurut syariat Islam bahwa perkawinan setidak-tidaknya akan:
sosial.
11
Dengan demikian jelaslah, bahwa menurut KUH Perdata,
sebagai berikut:
yang lama.
Perkawinan.
Maha Esa.
12
2. Syarat-Syarat Perkawinan
Syarat yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan
beragama Islam.3
berikut.
1. beragama Islam;
2. laki-Laki;
3. jelas orangnya;
1. beragama Islam;
2. perempuan;
3. jelas orangnya;
3
M.A. Tihami dan Sohari Sahrani. 2009. Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap. Raja
Grafindo Persada, Jakarta. Hlmn 12
13
5. tidak terdapat halangan perkawinan.
(suami istri), baik dari pihak perempuan maupun pihak laki-laki yang
mempelai.
kepercayaannya.
14
3. Untuk melangsungkan perkawinan seseorang yang belum
dewasa.
4. Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua meninggal dunia
maka izin tersebut cukup diperoleh dari orang tua yang mampu
menyatakan kehendaknya.
atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria
15
Hal ini adalah penting sekali untuk mewujudkan tujuan
6. Bagi suami dan isteri yang telah cerai dan kawin lagi satu
dengan yang lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya, maka
lain.
ke atas;
16
2) Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping,
dari seorang;
Perkawinan)
orang lain tidak dapat kawin lagi, kecuali dalam hal yang
8) Apabila suami dan isteri yang telah cerai kawin lagi satu
17
9. Memenuhi tata cara pelaksanaan perkawinan, yaitu bahwa
Perkawinan
penting.
wakilnya.
18
Pada prinsipnya, kehendak untuk
beragama Islam.
19
halangan perkawinan menurut Undang-Undang
Perkawinan.
genap 21 tahun;
isteri;
20
perceraian, bagi perkawinan untuk kedua kali
atau lebih;
untuk itu.
melangsungkan perkawinan.
21
pemberitahuan untuk melangsungkan
22
Pasal 4 Kompilasi Hukum Islam
Islam."
Nikah."
oleh calon mempelai yang telah mencapai umur, yaitu calon suami
2. Orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu
23
3. Wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai
kehendaknya, atau;
tegas dan nyata dalam tulisan, lisan, atau isyarat, tetapi dapat
juga berupa diam dalam arti selama tidak ada penolakan yang
1. Wali Nasab
24
3. Kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki
mereka;
lakilaki muslim, adil, akil baligh, tidak terganggu ingatan dan tidak
tuna rungu atau tuli. Saksi harus hadir dan menyaksikan secara
D. Akad Nikah, ialah rangkaian ijab yang diucapkan oleh Wali dan
Islam).
3. Larangan Perkawinan
4
Idris Ramulyo, Mohd. 2004. Hukum Perkawinan Islam. Sinar Grafika, Jakarta. Hlmn 35
25
1. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah
ataupun ke atas;
ibu/bapak tiri;
dari seorang;
Pasal 44.
4. Asas-Asas Perkawinan
26
bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang
tentang perkawinan.
Tahun 1954.
27
2. Hilangnya akta nikah;
perkawinan;
28
bahwa isterinya telah berzina dan anak itu akibat dari
perzinahan tersebut"
mengandungnya si isteri;
c. Jika ia telah ikut hadir tatkala akta kelahiran dibuat dan akta
yang nyata, suami tak dapat mengingkari bahwa anak itu adalah
anaknya.
29
f. Berdasarkan atas perbuatan zina, suami tak dapat mengingkari
30
Hak untuk melakukan penyangkalan ini diberikan kepada:
1) Suami dari isteri yang melahirkan anak yang disangkal, hal ini
ayat 2.
hanya dapat dilakukan oleh suami tetapi oleh sanak keluarga yang
31
yang dilahirkan, dimana penyangkalan itu hanya dapat dilakukan
akibat perzinahan yang dilakukan oleh isteri dengan laki- laki yang
berwenang.
2) Bila akte kelahiran tersebut dalam ayat (1) pasal ini tidak ada,
32
"Seorang suami yang mengingkari sahnya anak, sedang
dalam jangka waktu 180 hari sesudah hari lahirnya atau 360 hari
Agama.
Li’an terjadi karena suami menuduh isteri berbuat zinah dan atau
cara li’an yang dilakukan oleh suami serta penyangkalan oleh isteri
33
atas tuduhan tersebut. Adapun ketentuan Pasal 127 sebagaimana
tersebut benar”.
4) Apabila tata cara huruf a tidak diikuti dengan tata cara huruf b,
2) Bila akta kelahiran atau alat bukti lainnya tersebut dalam ayat (1)
34
3) Atas dasar ketetapan Pengadilan Agama tersebut ayat (2), maka
tiba–tiba melahirkan;
umur;
c) Bayi lahir sesudah lebih dari empat tahun dan si isteri tidak
dijima’ suaminya.
35
Sejarah lahirnya Kompilasi Hukum Islam adalah suatu
masyarakat.5
pada bulan Mei 1998 sampai tahun 2007. Di antara isu yang muncul
pada masa reformasi ini adalah usulan mencabut PP No. 10 tahun 1983
undangan tersebut.
Perkawinan.
5
Nasution, Khoiruddin. 2009. Hukum Perdata (Keluarga) Islam Indonesia dan Perbandingan
Hukum Perkawinan di Dunia Muslim. Hlmn 64-65
36
kekuasaan pengadilan agama berarti bertambah tiga, yakni: (1) zakat,
(2) infaq, dan (3) ekonomi Syari’ah. Kehadiran UU No. 3 tahun 2006
Belanda.
lagi dengan pembaruan di bidang Hukum Keluarga dalam arti yang lebih
37
D. Tinjauan Umum Mengenai Alat Bukti Dalam Hukum Acara Peradilan
Agama
sebagai berikut6 :
6
A. Rasyid, Roihan. 1991. Hukum Acara Peradilan Agama. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hlmn
10
38
perundang-undangan, bahkan juga Acara dalam hukum tidak tertulis
bersumber (garis besarnya) kepada dua aturan, yaitu: (1) yang terdapat
Peradilan Umum.
Kekuasaan Kehakiman.
39
Pembuktian di muka Pengadilan adalah merupakan hal yang
Umum.
Umum ditemui dala HIR, RBg, dan BW dan itu berarti bahwa HIR, RBg,
40
mereka yang tidak mempunyai bukti lain) dapat mengingkarinya
41
jenis alat bukti, sehingga harus juga dijadikan patokan dalam penerapan
sistem pembuktian7.
keadilan), alat bukti artinya adalah alat atau upaya yang bisa
perkara, alat bukti artinya adalah alat atau upaya yang bisa
sebagai pembuktian.
b) Akta Otentik
7
Harahap, M. Yahya. 2005. Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Pesidangan, Penyitaan,
Pembuktian Dan Putusan Pengadilan. Cetakan Ketiga. Sinar Grafika, Jakarta. Hlmn 497
42
Akta di bawah tangan atau akta bukan otentik ialah segala tulisan
dibuat dihadapan atau oleh pejabat yan berwenang untuk itu dan
surat- surat bukan akta, sekalipun yang difotokopi itu adalah akta
dilegalisir.
43
bahasa artinya “istri” atau “hubungan” atau “pertalian”, sedangkan
satu pihak atau kuasa sahnya mengaku secara tegas tanpa syarat
“di muka sidang” bahwa apa yang dituntut oleh pihak lawannya
adalah benar.
a. Sumpah Tambahan
b. Sumpah Pemutus
44
Sumpah pemutus yaitu sumpah yang diucapkan oleh salah
satu pihak atas permintaan pihak lainnya disini telah tidak ada alat
“saksi ahli”."
45
Sehubungan dengan alat bukti yang diajukan oleh Tergugat dalam
perkara No. 1484/PDT. G/2007/PA. JS yakni berupa hasil tes DNA dari
Hal ini dikarenakan untuk menghindari unsur syubhat dari DNA itu sendiri.
46
BAB III
METODE PENDEKATAN
A. Tipe Penelitian
Undang Perkawinan dan Pasal 99, 100, dan 102 pada KHI, dengan
47
yang diperlukan dalam penelitian. Dalam hal ini penulis menggunakan
D. Analisis Data
48
DAFTAR PUSTAKA
M.A. Tihami dan Sohari Sahrani. 2009. Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah
Lengkap. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Undang-Undang
49