Anda di halaman 1dari 9

BAB SABAR

Allah ‫ ﷻ‬berfirman:

َ ‫۞يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اصْ بِرُوا َو‬


۞‫صابِرُوا‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu.”
(QS. Âli 'Imrân: 3: 200)

Allah ‫ ﷻ‬berfirman:

ِ ُ‫ال َواَأْل ْنف‬


ِ ‫س َوالثَّ َم َرا‬
۞ َ‫ت ۗ َوبَ ِّش ِر الصَّابِ ِرين‬ ِ ‫ص ِمنَ اَأْل ْم َو‬ ِ ‫ف َو ْالج‬
ٍ ‫ُوع َونَ ْق‬ ِ ْ‫َي ٍء ِمنَ ْال َخو‬
ْ ‫۞ َولَنَ ْبلُ َونَّ ُك ْم بِش‬
“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit perasaan takut, kelaparan, kekurangan
harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang
sabar.” (QS. Al-Baqarah: 2: 155)

Allah ‫ ﷻ‬berfirman:

ٍ ‫۞ِإنَّ َما يُ َوفَّى الصَّابِرُونَ َأجْ َرهُ ْم بِ َغي ِْر ِح َسا‬


۞‫ب‬
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa
batas.” (QS. Az-Zumar: 39: 10)

Allah ‫ ﷻ‬berfirman:
‫ُأْل‬ َ ِ‫صبَ َر َو َغفَ َر ِإ َّن ٰ َذل‬
ِ ‫ك لَ ِم ْن ع َْز ِم ا ُم‬
۞‫ور‬ َ ‫۞ َولَ َم ْن‬
“Tetapi orang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk
hal-hal yang diutamakan.”
(QS. Asy-Syûrâ: 42: 43)

Allah ‫ ﷻ‬berfirman:

۞ َ‫صاَل ِة ۚ ِإ َّن هَّللا َ َم َع الصَّابِ ِرين‬ َّ ‫۞ا ْستَ ِعينُوا بِال‬


َّ ‫صب ِْر َوال‬
“Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya Allah bersama
orang-orang yang sabar.”
(QS. Al-Baqarah: 2: 153)

Allah ‫ ﷻ‬berfirman:

۞ َ‫۞ َولَنَ ْبلُ َونَّ ُك ْم َحتَّ ٰى نَ ْعلَ َم ْال ُم َجا ِه ِدينَ ِم ْن ُك ْم َوالصَّابِ ِرين‬
“Dan sesungguhnya, Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang
yang berjihad dan bersabar di antara kamu.”
(QS. Muhammad: 47: 31)

Ayat mengenai perintah untuk bersabar dan penjelasan tentang keutamaannya cukup banyak
dan sudah diketahui.

Penjelasan.

Sabar secara bahasa (etimologi) berarti menahan, sementara, secara istilah (terminologi) sabar
berarti menahan diri dari tiga hal:

Pertama, sabar dalam ketaatan kepada Allah. 


Kedua, sabar dari hal-hal yang diharamkan oleh Allah.

Ketiga, sabar terhadap takdir Allah yang tidak menyenangkan.

Itulah macam-macam sabar yang disebutkan oleh ulama.

Mengenal Jenis-Jenis Sabar.

1. Sabar dalam ketaatan kepada Allah.

Hendaknya manusia sabar dalam ketaatan kepada Allah, kerana ketaatan itu berat dirasakan
hati dan sulit dijalankan oleh manusia. Kadang terasa berat secara fisik, kerana dalam
menjalani ketaatan, manusia bisa letih dan lelah. Terkadang juga di dalam ketaatan terdapat
rasa berat secara finansial, kerana kadang ketaatan memerlukan harta seperti zakat dan haji.

Kesimpulannya bahwa dalam ketaatan itu terdapat kesulitan yang dirasakan hati dan badan,
maka dibutuhkan kesabaran. 

Allah Ta'ala berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu.”


(QS. Âli 'Imrân: 3: 200)

2. Sabar dari hal-hal yang diharamkan oleh Allah.

Manusia dalam hal ini harus menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang diharamkan
oleh Allah. Kerana nafsu amarah senantiasa mengajak kita untuk melakukan hal yang buruk,
maka hendaklah manusia sabar menahan nafsunya. Seperti dusta dan curang dalam muamalah,
memakan harta dengan cara yang batil seperti riba, berzina, mencuri dan dosa besar lainnya
yang serupa.

Hendaklah manusia menahan diri dari hal-hal tersebut, jangan sampai melakukannya. Ini perlu
kerja keras dan juga perlu menahan hawa nafsu.

3. Sabar terhadap takdir Allah.

Hendaknya manusia sabar terhadap takdir Allah yang tidak menyenangkan, kerana takdir Allah
atas makhluk-Nya ada yang menyenangkan (sesuai dengan apa yang diharapkan), ada juga yang
tidak menyenangkan.

Takdir yang sesuai dengan selera perlu disyukuri. Syukur merupakan ketaatan dan sabar dalam
ketaatan adalah jenis sabar yang pertama.

Sedang takdir yang tidak menyenangkan yakni tidak sesuai dengan apa yang diinginkan
manusia, seperti ujian yang menimpa diri, harta, keluarga dan masyarakatnya.

Kesimpulannya bahwa ujian itu banyak macamnya dan perlu dihadapi dengan kesabaran.
Hendaknya manusia menahan nafsunya dari menampakkan kekecewaan terhadap takdir Allah,
baik dengan lisan, hati ataupun anggota badan lainnya.
Reaksi manusia saat ditimpa musibah ada empat sikap: marah, sabar, sedih, ridha dan
bersyukur. Keempat itulah yang akan dilakukan manusia tatkala dia ditimpa musibah.

a) Marah; dengan lisan, hati, ataupun dengan anggota badan lainnya.

Marah dengan hatinya, yakni dengan menyimpan perasaan kesal dan buruk sangka terhadap
Allah -naudzubillahi- atau hal lainnya yang serupa dengan itu. Dia merasa seakan-akan Allah
menzhalimi dirinya dengan musibah itu.

Sedang marah dengan lisan adalah seperti mencaci-memaki dan melaknat atau hal yang
serupa. 

Marah dengan anggota badan lain seperti menampar muka, membenturkan kepala, menjenggut
rambut dan merobek pakaiannya atau hal yang serupa. Inilah sikap marah, sikap yang serba
rugi, terhalang dari pahala dan tidak selamat dari musibah. Bahkan, dia berdosa. Hingga dia
mendapat dua musibah, musibah dalam agama, yaitu kerana sikap marahnya terhadap takdir
dan musibah duniawi, yakni berupa musibah menyakitkan yang menimpa dirinya.

b) Sabar terhadap musibah dengan menahan diri.

Dia benci dan tidak suka jika musibah itu terjadi, tetapi dia menahan diri. Tidak mengucapkan
perkataan yang membuat Allah murka, tidak melakukan sesuatu yang dapat membuat Allah
murka, dan tidak ada di dalam hatinya buruk sangka terhadap Allah. Dia harus sabar, walau dia
tidak suka terhadap hal itu.

c) Ridha.

Yakni berlapang hati terhadap musibah yang menimpanya dan ridha dengan sepenuh hati,
seakan-akan tidak terjadi apa-apa terhadap dirinya.

d) Bersyukur kepada Allah atas suatu musibah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila melihat sesuatu yang tidak disukai, baginda
mengucapkan, “Alhamdulillah 'alaa kulli haal.” (segala puji bagi Allah dalam segala keadaan).

Mengenai ayat yang kedua:

“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta,
jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” 
(QS. Al-Baqarah: 2: 155)

Di dalam ayat ini terdapat sumpah dari Allah, bahwa Allah akan menguji manusia dengan hal-
hal tersebut.

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu,” yakni Kami akan menguji kamu.
“Dengan sedikit ketakutan,” tidak dengan ketakutan yang menyeluruh, tetapi hanya dengan
sedikit rasa takut. Kerana rasa takut yang menyeluruh dapat menghancurkan dan mematikan,
tetapi hanya dengan sedikit rasa takut.

“Ketakutan” adalah kehilangan rasa aman, ini lebih dahsyat dari rasa lapar. Maka dari itu, Allah
menyebutkannya sebelum lapar. Orang yang lapar bisa pergi mencari sesuatu yang dapat
dimakannya walaupun daun pohon.

Berbeda dengan orang yang takut. Dia tidak akan tenang berada di rumahnya dan tidak juga di
pasar. Dan hal yang penting kita takuti adalah dosa-dosa kita. Kerana dosa merupakan
penyebab kehancuran dan penyebab siksa dunia dan akhirat.

“Dan kelaparan.” Yakni akan diuji dengan kelaparan.

Lapar mengandung dua makna:

1. Allah menimpakan kepada hamba-Nya wabah lapar, di mana orang makan tapi tidak pernah
merasa kenyang. Kejadian ini terjadi pada sebagian orang. Bahkan, pernah terjadi di negeri ini
pada tahun yang dikenal dengan kelaparan. Orang-orang menyantap makanan dalam jumlah
yang banyak, tetapi tidak merasa kenyang. Naudzubillah.

Kami pernah diceritakan bahwa orang-orang makan kurma dalam jumlah yang banyak, namun
tidak kenyang. Dan juga makan roti cukup banyak, tetapi juga tidak kenyang kerana penyakit.

2. Musim kering berkepanjangan, di mana binatang ternak tidak mengeluarkan susu, dan
pepohonan tidak tumbuh. Ini juga masuk dalam kategori lapar.

Firman-Nya, “Kekurangan harta.” Yakni lemah ekonomi, di mana umat tertimpa kekurangan


dan kemiskinan, pertumbuhan ekonominya terlambat, pemerintah menanggung banyak utang
dikeranakan satu sebab yang Allah takdirkan sebagai ujian dan bala atas mereka.

Dan firman-Nya, “Jiwa.” Yakni kematian, di mana masyarakat tertimpa wabah mematikan.


Musibah ini sering terjadi.

Siceritakan kepada kami bahwa dahulu pernah terjadi di Saudi Arabia sebuah peristiwa, yaitu
merajalelanya sebuah wabah penyakit. Tahun itu dikenal dengan tahun rahmah!! Jika wabah
tersebut masuk ke dalam rumah, maka penghuninya tidak akan tersisa; semuanya akan binasa.
Hadits 25.
ِ‫لح ْم ُد هللا‬ ْ ‫لطهُوْ ُر َش‬
َ ‫ َو ْا‬،‫ط ُر إِاْل ي َما ِن‬ ُّ َ‫ « ا‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ َ‫ ق‬:‫ض َي هللاُ َع ْنهُ قَا َل‬
َ ِ‫ال َرسُوْ ُل هللا‬ ِ ‫ي َر‬ ِّ ‫ص ٍم أَال ْش َع ِر‬
ِ ‫ث ْب ِن عَا‬ ِ ‫ك ْال َح‬
ِ ‫ار‬ ٍ ِ‫َوع َْن َأبِ ْي َمال‬
‫هّٰلِل‬
ُ‫ َو ْالقُرْ آن‬،‫ضيَا ٌء‬ِ ‫ص ْب ُر‬ ٌ ‫ص َدقَةُ بُرْ ه‬
َّ ‫ َوال‬،‫َان‬ َّ ‫ َوال‬،ٌ‫صاَل ةُ نُور‬ ِ ْ‫ت َواَألر‬
َّ ‫ َوال‬،‫ض‬ ِ ‫ٓالن َأوْ تَ ْمُٔاَل َما بَ ْينَ ال َّس َم َوا‬
ِ ‫تَ ْمُٔاَل ِن ْال ِميْزَ انَ َو ُس ْب َحانَ هللاِ َو ْال َح ْم ُد ِ تَ ْم‬
.‫ َأوْ ُموبِقُهَا » َر َواهُ ُم ْسلِ ٌم‬،‫ فَبَائ ٌع نَف َسهُ ف ُم ْعتِقُهَا‬، ْ‫اس يَ ْغ ُدو‬ َ ‫ك َأوْ َعلَ ْي‬
ِ َّ‫ ُكلُّ الن‬.‫ك‬ َ َ‫ُح َّجةٌ ل‬
Daripada Abu Malik Al-Harits bin Ashim Al-Asy'ari radhiyallahu anhu, dia berkata, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Kesucian (bersuci) adalah sebagian dari iman, ucapan “Alhamdulillah” dapat memenuhi


timbangan, ucapan “Subhanallah” dan “Alhamdulillah” keduanya dapat memenuhi semua
ruangan yang ada di antara langit dan bumi. Shalat itu adalah cahaya, sedekah itu bukti
keimanan, sabar itu adalah pelita, sedangkan Al-Qur'an sebagai hujjah bagimu (pembela
bagimu) atau sebagai hujjah atasmu (pencela, bumerang atasmu). Setiap orang pergi pada
waktu pagi, lalu dia menjual dirinya, kemudian ada yang membebaskan dirinya dan ada pula
yang membinasakan dirinya.”

[Shahih Muslim no. 223]

Penjelasan.

Telah dibicarakan sebelumnya mengenai ayat-ayat yang dipaparkan oleh Imam An-Nawawi


rahimahullah mengenai sabar dan pahalanya serta anjuran untuk melakukan hal itu. Kemudian
dia langsung menjelaskan beberapa hadits yang membicarkan hal ini.

Dia menyebutkan hadits Abu Malik Al-Asy'ari radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Membaca Subhanallah dan Alhamdulillah..” hingga
sabdanya, “Sabar adalah pelita.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam menerangkan dalam hadits
ini bahwa kesabaran adalah pelita, maksudnya sabar dapat menerangi manusia.

Kesabaran dapat meneranginya di saat gelap dan di saat musibah menimpa. Jika seseorang
bersabar, kesabaran itu merupakan penerang yang dapat menunjukinya kepada kebenaran.

Oleh kerana itu, Allah Ta'ala menyebutkannya sebagai salah satu dari hal yang dapat
dimintakan tolong. Dia adalah penerang hati manusia, jalan hidup dan amalnya. Kerana setiap
kali seseorang perjalan menuju kepada Allah Ta'ala di atas jalan kesabaran, Allah akan tambah
baginya hidayah dan penerang di hati dan pandangannya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam, “Kesucian itu bagian dari iman.” 

Demikian itu kerana iman dapat membersihkan dan menghiasi. Yaitu membersihkan diri dari
kesyirikan, kefasikan orang-orang musyrik dan orang-orang fasik. Dia terlepas dari kefasikan
yang ada pada mereka.

Itulah yang dimaksud dengan kesucian, yaitu hendaknya manusia bersuci secara jasmani dan
rohani dari segala sesuatu yang buruk. Maka dari itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjadikan kesucian setengah dari iman.
Mengenai sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam, “Membaca alhamdulillah dapat memenuhi
timbangan.” Ibnu Allan dalam ringkasannya menjelaskan, “Atau kalimat alhamdulillah
merupakan kalimat pujian yang paling mulia. Oleh kerana itu, Al-Qur'an banyak dimulai
ayatnya dengan kalimat tersebut.”

Alhamdulillah adalah pujian kepada Allah dengan keindahan yang murni dan tunduk kepada-
Nya serta ridha dengan ketetapan-Nya.

Makna yang hakiki dari kata “mizan” adalah sesuatu yang dengannya amal perbuatan
ditimbang, baik dengan menimbang jasadnya atau catatan amalnya, timbangan itu menjadi
ringan bila seseorang banyak berbuat buruk dan menjadi berat bila seseorang banyak berbuat
baik.

Kalimat ini mempunyai pahala besar hingga dapat memenuhi timbangan yang besar, kerana
amalan-amalan yang kekal lagi shalih termasuk di dalamnya. Sebab pujian itu kadang
berbentuk pengukuhan kesempurnaan, meniadakan kekurangan, pengakuan akan kelemahan
diri atau menempatkannya pada derajat yang tinggi. Huruf Alif dan laam kata
'alhamdu' mencakup seluruh jenis pujian. Pujian dengan yang kita ketahui dan tidak ketahui.
Siapa yang memiliki sifat tersebut berhak menjadi Ilah, maka semuanya tercantum dalam
kata, alhamdulillah.

Shalat juga akan menjadi cahaya di padang mahsyar saat hari kiamat, sebagaimana di
khabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa memelihara shalat,
maka shalat itu akan menjadi cahaya dan bukti (keimanan) baginya. Dan barangsiapa tidak
memelihara shalat, maka shalat itu tidak akan menjadi cahaya, bukti (keimanan) dan
penyelamat baginya pada hari kiamat, dan dia akan di kumpulkan bersama Fir'aun, Haman,
Qarun, Ubay bin Khalaf.”

[Hr. Ahmad no. 6540 dinilai Shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Miskât no. 578]

Shalat sebagai cahaya bagi manusia dalam berbagai keadaan. Ini menuntut agar manusia
menjaganya, memerhatikan, dan memperbanyaknya hingga banyak pula cahaya, ilmu dan
keimanannya.

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sedekah adalah bukti keimanan.” Sedekah


adalah mengeluarkan harta untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala, diberikan kepada
keluarga, orang-orang fakir miskin dan untuk kepentingan umum seperti, membangun masjid
dan yang lainnya. Ini adalah bukti.

Bukti atas keimanan seseorang hamba. Sebab, harta itu sangat dicintai oleh hati, dan hati itu
pada dasarnya kikir. Jika seseorang mahu membelanjakannya untuk Allah, maka perlu
diketahui bahwa manusia tidak akan membelanjakan sesuatu yang dia cintai, kecuali untuk
sesuatu yang lebih dicintai daripadanya. 

Oleh kerana itu, kamu dapati orang yang paling beriman kepada Allah adalah mereka yang
paling banyak bersedekah.

Adapun mengenai sabar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kesabaran itu


adalah dhiyaa' (pelita),” yakni cahaya yang disertai panas, sebagaimana firman Allah Ta'ala,

“Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya.” (QS. Yûnus: 10: 5)
Sinar itu berarti cahaya yang ada panasnya sedikit. Demikian pula kesabaran mesti ada panas
dan letihnya, kerana memang berat, maka dari itu ganjarannya tidak terhingga. 

Perbedaan antara cahaya pada shalat dan pelita pada kesabaran adalah bahwa pelita dalam
kesabaran disertai dengan panas (dhiyaa') kerana dalam menjalankannya perlu letih hati dan
kadang letih fisik juga. Sedangkan cahaya dalam shalat adalah cahaya dingin dan sejuk (nuur).

Hadits 26.

‫ار‬ِ ‫ص‬ َ ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ َما َأ َّن نَاسًا ِم َن أَاْل ْن‬ ِ ‫ي َر‬ َّ ‫ان ْال ُخ ْد ِر‬
ٍ َ‫َو َع ْن َأبِي َس ِع ْي ٍد ب ِْن َمالِ ِك ب ِْن ِسن‬
‫ َحتَّى نَفِ َد َما‬،‫ ثُ َّم َسَألُ ْوهُ فََأ ْعطَاهُ ْم‬،‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَأ ْعطَاهُ ْم‬ َ ِ‫َسَألُ ْوا َرس ُْو َل هللا‬
‫ َو َم ْن‬،‫ « َمايَ ُك ْن ِم ْن َخي ِْر فَلَ ْن َٔا َّد ِخ َرهُ َع ْن ُك ْم‬:‫ق ُك َّل َشي ٍء بِيَ ِد ِه‬ َ َ‫ال لَهُ ْم ِحي َْن َأ ْنف‬
َ َ‫ فَق‬،ُ‫ِع ْن َده‬
‫ َو َما ُأ ْع ِط َي َأ َح ٌد‬.ُ‫ُصبِّرْ هُ هللا‬ َ ‫صبَّرْ ي‬ َ َ‫ َو َم ْن يَت‬،ُ‫ف ي ُِعفَّهُ هللاُ َو َم ْن يَ ْستَ ْغ ِن يُ ْعنِ ِه هللا‬ْ ِ‫يَ ْستَ ْعف‬
.‫ق َعلَ ْي ِه‬ٌ َ‫صبْر » ُمتَّف‬ َّ ‫َعطَا ًء َخ ْيرًا َوَأ ْو َس َع ِم َن ال‬
Daripada Abu Said bin Malik bin Sinan Al-Khudri radhiyallahu anhuma, bahwa, ada beberapa
orang dari kalangan Ansar meminta-minta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu
baginda memenuhi permintaannya. Kemudian mereka meminta lagi, baginda memenuhi
permintaan mereka lagi hingga habis apa yang ada pada baginda. Kemudian baginda bersabda:

“Apa pun kebaikan yang ada padaku, aku tidak akan menyembunyikannya dari kalian.
Barangsiapa yang menjaga kehormatan diri (dari meminta-minta), maka Allah akan menjaga
kehormatan dirinya. Barangsiapa yang merasa cukup dengan apa yang sudah ada, maka Allah
akan mencukupkannya. Barangsiapa yang bersabar, Allah akan menganugerahkannya
kesabaran. Seseorang itu tidak dikaruniai sesuatu pemberian yang lebih baik dan lebih luas
selain daripada sabar.”

[Shahih Al-Bukhari no. 1469. Muslim no. 1053]

Penjelasan.

Perkataan Abu Said, “Ada beberapa orang dari kalangan Anshar meminta-minta


kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu baginda memenuhi permintaannya.
Kemudian mereka meminta lagi, baginda memenuhi permintaan mereka lagi sehingga habis
apa yang ada baginda.”

Di antara kemuliaan akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa baginda selalu
memberikan sesuatu yang baginda miliki kepada orang yang memintanya. Baginda tidak
pernah menolak orang yang meminta kepadanya, dan baginda senantiasa memberi
sebagaimana layaknya orang yang tidak takut miskin. Padahal, baginda sendiri hidup dalam
serba kekurangan. Terkadang baginda mengikat perutnya dengan batu untuk menahan lapar,
padahal baginda adalah manusia paling mulia dan paling pemberani.

Ketika apa yang ada padanya telah habis, maka baginda memberitahu kepada mereka
bahwa, “Apa pun kebaikan yang ada padaku, aku tidak akan menyembunyikannya dari
kalian.” Yakni, tidak mungkin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembunyikannya dan tidak
mahu memberikannya kepada mereka, tetapi kerana memang sudah habis.
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk menjaga harga diri, merasa
cukup dan bersabar, baginda bersabda, “Barangsiapa yang menjaga kehormatan diri, maka
Allah akan menjaga kehormatan dirinya. Barangsiapa yang merasa cukup dengan apa yang
sudah ada, maka Allah akan mencukupkannya. Barangsiapa yang bersabar, maka Allah
akan menganugerahkannya kesabaran. Seseorang itu tidak dikaruniai sesuatu pemberian
yang lebih baik dan luas selain daripada sabar.”

Dalam hal ini ada 3 perkara:

1). “Barangsiapa yang menjaga kehormatan diri, maka Allah akan menjaga kehormatan
dirinya.” Yakni, menjaga dari sesuatu yang diharamkan oleh Allah seperti, minum arak dan
lain-lain, niscaya Allah akan menjaganya.

Manusia yang menjadikan dirinya mengekor pada hawa nafsu, maka hawa nafsu itu akan
menghancurkannya. Kerana jika dia menuruti hawa nafsu, dia akan senantiasa mengejar-
mengejar wanita, dan ini akan menghancurkannya.

Zina mata, zina tangan, zina telinga, zina kaki dan akhirnya zina kemaluan. Hal ini merupakan
perbuatan keji. 

Jika dia menjaga dirinya hal yang diharamkan ini, Allah Ta'ala akan menjaga dan melindungi
dirinya serta keluarganya.

2). “Barangsiapa yang merasa cukup dengan apa yang sudah ada, maka Allah akan
mencukupkannya.” Yakni barangsiapa yang merasa cukup dengan apa yang diberikan oleh
Allah, hingga merasa tidak membutuhkan apa yang ada pada manusia, maka Allah akan
memberinya kecukupan. 

Adapun orang yang meminta-minta kepada manusia dan senantiasa menginginkan apa yang
ada pada orang lain, maka dia tetap fakir. Kekayaan hakiki adalah kekayaan hati. Apabila
seseorang merasa cukup dengan apa yang ada pada Allah Ta'ala dan merasa tidak
membutuhkan apa yang ada pada manusia, maka Allah akan jadikan dia tidak membutuhkan
orang lain dan Dia jadikan dirinya mempunyai harga diri, jauh dari meminta-minta.

3). “Barangsiapa yang bersabar, maka Allah akan menganugerahkannya kesabaran.” Yakni,


Allah akan memberikan kepadanya kesabaran. Apabila kamu menahan diri dari hal-hal yang
telah Allah haramkan dan kamu bersabar atas kebutuhan dan kemiskinanmu dan kamu tidak
mengemis-ngemis kepada orang lain. Maka Allah akan memberikan kesabaran kepadamu dan
menolongmu untuk bersabar.

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seseorang itu tidak dikaruniai


sesuatu pemberian yang lebih baik dan lebih luas selain daripada sabar.” Sebab, orang yang
sabar bisa tahan menghadapi apa pun. Jika ditimpa kesusahan dia sabar, jika setan merayunya
untuk melakukan perbuatan haram dia sabar, dan jika setan menghinanya kerana melakukan
perintah Allah dia pun tetap sabar. 

Oleh kerana itu, jika seseorang telah diberikan kesabaran oleh Allah, maka hal itu merupakan
pemberian yang paling baik dan paling agung yang diberikan kepada manusia. jika kamu
dapati, orang yang sabar jika diganggu orang, jika mendengar dari orang lain sesuatu yang tidak
dia sukai, jika orang lain menzhaliminya dia tetap bersikap tenang, tidak jengkel, dan tidak
emosi, Kerana dia sabar terhadap apa yang Allah ujikan atasnya, kamu dapati hatinya tenang
dan jiwanya tenteram. 

Hadits 27.
‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه‬
َ ِ‫ال َرس ُْو ُل هللا‬ َ َ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ ق‬
َ َ‫ ق‬:‫ال‬ ِ ‫ان َر‬ ٍ َ‫ب ب ِْن ِسن‬
ِ ‫صهَ ْي‬ ُ ‫َو َع ْن َأبِي يَحْ يَى‬
‫ ِإ ْن‬:‫ك َأِل َح ٍد ِإاَِّل لِ ْل ُمْؤ ِمن‬ َ ‫ َولَي‬،ٌ‫من ِإ َّن َأ ْم َرهُ ُكلَّهُ لَهُ خ ْير‬
َ ِ‫ْس َذل‬ ِ ‫ « َع َجبًا َأِل ْم ِر ْال ُمْؤ‬:‫َو َسلَّ َم‬
ُ‫ َر َواه‬.» ُ‫ان َخ ْيرًا لَه‬ َ ‫صبَ َر فَ َك‬
َ ‫ضرَّا ُء‬ َ ُ‫صابَ ْته‬ َ ‫ َوِإ ْن َأ‬،ُ‫ان َخ ْيرًا لَه‬َ ‫صابَ ْتهُ َسرَّا ُء َش َك َر فَ َك‬ َ ‫َأ‬
.‫ُم ْسلِ ٌم‬
Daripada Abu Yahya Shuhaib bin Sinan radhiyallahu anhu, dia mengatakan bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sungguh menakjubkan keadaan orang beriman (mukmin), segala urusan baginya selalu baik.
Dan hal itu tidak akan terjadi kecuali pada orang yang beriman. Jika dia mendapat kesenangan
dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Dan apabila tertimpa
kesulitan dia bersabar maka yang demikian itu pula merupakan kebaikan baginya.”

[Shahih Muslim no. 2999]

Penjelasan.

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sungguh menakjubkan keadaan orang


beriman (mukmin), segala urusan baginya selalu baik.” Yakni, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam menampakkan rasa kagum baginda terhadap urusan orang-orang beriman, urusan
mereka seluruhnya baik. Dan hal itu tidak akan terjadi kecuali pada orang yang beriman.

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan maksud dari segala urusannya
baik, “Jika dia mendapat kesenangan dia bersyukur maka yang demikian itu merupakan
kebaikan baginya. Dan apabila ia tertimpa kesulitan dia bersabar maka yang demikian itu
pula merupakan kebaikan baginya.” Inilah keadaan orang beriman.

Setiap manusia dalam keputusan dan takdir Allah terbagi dua; kesenangan dan kesulitan.
Dalam hal ini manusia terbagi dua; beriman dan tidak beriman. 

Orang yang beriman dalam segala kondisi apa pun, yang telah Allah takdirkan atasnya selalu
baik dalam pandangannya. Jika ditimpa kesulitan dia bersabar atas takdir Allah itu sambil
menanti jalan keluar dari Allah. Ini adalah hal baik dan dia akan mendapat ganjaran atas
kesabarannya dalam menghadapi hal ini.

Jika dia mendapatkan kenikmatan dalam urusan agama seperti ilmu dan amal shalih, juga
kenikmatan duniawi seperti harta, anak dan keluarga, dia mensyukurinya dengan
memperbanyak ketaatan. Kerana syukur bukan hanya sekadar mengatakan, “Saya bersyukur
kepada Allah,” akan tetapi harus melakukan ketaatan kepada Allah Ta'ala.

Bersyukur kepada Allah merupakan kebaikan baginya, sehingga dia punya dua kenikmatan;
nikmat agama dan nikmat dunia. Nikmat dunia yakni mendapatkan kebahagiaan dunia,
sementara nikmat agama yakni dengan sikap syukur tadi, inilah keadaan orang yang beriman.

Anda mungkin juga menyukai