Anda di halaman 1dari 5

Mengetahui halal dan haram bagi seorang muslim merupakan suatu keharusan agar tidak terjatuh

pada harta haram. Daging yang tumbuh dari harta haram akan mendapatkan bagian siksa di Neraka
dan berpengaruh terhadap tingkat kecenderungan untuk melakukan kemaksiatan serta merasa
enggan atau merasa malas untuk beribadah kepada Allah Ta’ala.
Islam sebagai ajaran yang sempurna tidak luput dari penjelasan halal dan haram, terlebih masalah
muamalah menyangkut kebutuhan hidup manusia. Adanya hukum halal dan haram dalam
muamalah adalah bentuk ujian hidup karena manusia diciptakan untuk ibadah dan ubudiyah
seseorang dibuktikan dengan ketundukan kepada aturan Rabb-Nya.
Berkaitan dengan wajibnya mnegetahui halal haram berawal dari perintah Allah Ta’ala untuk makan
dari yang halal lagi baik. Harta yang halal adalah halal secara dzat, cara memperolehnya dan halal
pula cara mengalokasikannya.

Allah Ta’ala berfirman:


‫ت مِ نَ ُكلُوا آ َ َمنُوا الَّذِينََ أَيُّ َها يَا‬ َ ‫لِل َواش ُك ُروا َرزَ قنَا ُكمَ َما‬
َِ ‫طيِبَا‬ ََِّ ِ َ‫ت َعبُدُونََ إِيَّاَهُ ُكنتُمَ إِن‬
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan
kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah.”
(QS. al-Baqoroh [2]: 172)
Ibn Katsir menjelaskan tafsir ayat tersebut bahwa Allah Ta’ala memerintahkan hamba-hamba-Nya
yang beriman untuk makan yang baik-baik dari yang telah Allah berikan kepada mereka, dan
hendaknya mereka bersyukur kepadanya jika mereka hamba-Nya. Makan dari yang halal merupakan
sebab diterimanya do’a dan ibadah, sebagaimana makan dari yang haram menghalangi
dikabulkannya do’a dan ibadah.[1]
Abdurahman ibn Nasir al-Sa’di berkata:
Ini merupakan perintah bagi orang-orang yang beriman secara khusus, setelah perintah secara
umum. Hal itu karena mereka adalah orang yang mengambil manfaat akan hakikat perintah dan
larangan karena keimanan mereka. Allah memerintahkan mereka untuk makan dari rezeki yang baik-
baik, bersyukur kepada Allah atas karunia nikmat-Nya dengan menggunakan kenikmatan tersebut
untuk ketaatan kepada-Nya.[2]
Dengan demikian, perintah untuk makan yang baik-baik merupakan perintah untuk mencari harta
yang halal dan menyalurkannya dengan cara yang halal pula. Perintah tersebut adalah dasar
kewajiban atas seorang hamba untuk hidup dari harta yang halal dan terbebas dari harta haram.
Urgensi mengkonsumi harta halal diperintahkan oleh Allah Ta’ala dalam banyak ayat-ayat-Nya.
Perintah ini bukan hanya untuk orang-orang beriman saja tapi seluruh ummat manusia, bahkan para
Rasul-rasul Allah pun sama diperintahkan untuk makan dari harta yang halal.
Allah Ta’ala berfirman:
‫اس أَيُّ َها يَا‬
َُ َّ‫ض فِي مِ َّما ُكلُوا الن‬ َ ِ ‫ل اْلَر‬ًَ ‫طيِبًا َح ََل‬َ ‫ل‬ََ ‫ت تَتَّبِعُوا َو‬ َِ ‫ط َوا‬ ُ ‫ان ُخ‬ َِ ‫ط‬َ ‫شي‬ َّ ‫عدُوَ لَ ُكمَ إِنَّ َهُ ال‬
َ َ‫ُمبِين‬
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah
kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata
bagimu.” (QS. al-Baqoroh [2]: 168)
‫ّللاُ َرزَ قَ ُك َُم مِ َّما َو ُكلُوا‬
ََّ ‫ل‬ ًَ ‫ط ِيبًا َح ََل‬ َََّ ‫ُمؤمِ نُونََ ِب َِه أَنتُمَ الَّذِي‬
َ ‫ّللا ََواتَّقُوا‬
“Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal dan baik dan
bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” (QS. al-Maidah [5]: 88)
‫ل أَيُّ َها يَا‬
َُ ‫س‬
ُ ‫الر‬ُّ ‫ت مِ نََ ُكلُوا‬ َّ ‫صا ِل ًحا َواع َملُوا‬
َِ ‫الطيِبَا‬ َ ‫علِيمَ ت َع َملُونََ بِ َما إِنِي‬ َ
“Wahai para Rosul! Makanlah dari (makanan) yang baik-baik dan kerjakanlah kebajikan. Sungguh,
Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Mu’minun [23]: 51)
Ayat-ayat di atas menunjukan betapa pentingnya kedudukan harta halal dalam Islam. Manusia
diperintahkan mengkonsumi makanan-makanan yang halal lagi baik, bekerja dengan cara yang halal
lagi baik dan mengalokasikannya dengan cara halal lagi baik pula.[3]
Ketentuan halal dan haram adalah hak Allah Ta’ala sebagai Rabb alam semesta. Tidak seseorang pun
tidak diperkenankan menentukan halal dan haram karena halal dan haram merupakan penetapan
syari’at dan bagian dari wewenang ranah ketuhanan.
Allah Ta’ala berfirman:
ََِّ ‫ج الَّتِي‬
َ‫ّللا ِزينَ َةَ َح َّر ََم ََمنَ قُل‬ ََ ‫ت ِل ِع َبا ِدَِه أَخ َر‬ َّ ‫ق مِ نََ َو‬
َِ ‫الط ِي َبا‬ ِ َ‫ِي قُل‬
َِ ‫الرز‬ ََ ‫ص َةً الدُّن َيا ال َح َياَِة فِي آ َ َمنُوا ِللَّذِينََ ه‬
َ ‫ل َكذَلِكََ ال ِق َيا َم َِة َيو ََم خَا ِل‬ ِ ‫نُف‬
َُ ‫َص‬
َ َ َ ُ َّ
َِ ‫يَعل ُمونََ ِلقومَ اْليَا‬. َ‫ي َح َّر ََم إِن َما قل‬
‫ت‬ ََ ِ‫ش َرب‬ َ َ
ََ ِ‫اْلث ََم بَطنََ َو َما مِ ن َها ظ َه ََر َما الف ََواح‬
ِ ‫ي َو‬ ََ ‫ق بِغَي َِر َوالبَغ‬ َ ُ
َِ ‫الِل تش ِركوا َوأنَ ال َح‬ ُ َ
ََِّ ِ‫بِ َِه يُن َِزلَ لمَ َما ب‬
َ ‫سل‬
‫طانًا‬ ُ َ‫علَى تَقُولُوا َوأَن‬ َ ِ‫ّللا‬
ََّ ‫ل َما‬ََ ََ‫ت َعلَ ُمون‬.
“Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk
hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?" Katakanlah:
"Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk
mereka saja) di hari kiamat. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang
mengetahui. Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak
atau pun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar,
(mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk
itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-
A’rof [7]: 32-33)
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu berkata, “Dahulu orang Quraisy thawaf di ka’bah, mereka telanjang,
bersiul dan bertepuk tangan, maka Allah menurunkan “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari
Allah”. Maka Allah memerintahkan mereka untuk mengenakan pakaian. “Katakanlah: Semuanya itu
(disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di
hari kiamat.”[4]
Mengenai ayat di atas Ibn Katsir rahimahullah berkata: “Allah ta’ala berfirman membantah siapa
yang mengharamkan suatu makanan, minuman, atau pakaian menurut pikiran dari dirinya sendiri,
tanpa berdasarkan syari’at dari Allah.”[5]
Abdurahman bin Nasir as-Sa’di rahimahullah dalam kitab tafsirnya juga menjelaskan ayat tersebut
seraya mengatakan:
Allah ta’ala berfirman mengingkari siapa yang membangkang dan mengharamkan apa-apa yang
telah dihalalkan Allah dari yang baik-baik “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang
telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya” Dari macam-macam pakaian dengan berbagai
macam jenisnya. Dan rezeki yang baik-baik dari makanan dan minuman dengan berbagai jenisnya,
atau: Siapakah gerangan yang berani mendahului apa-apa yang Allah berikan untuk hamba-Nya dan
siapakah gerangan yang mempersempit apa-apa yang telah Allah luaskan? Keluasan ini berasal dari
Allah untuk hamba-Nya dari yang baik-baik agar membantu peribadatan kepada-Nya maka Allah
tidak membolehkannya melainkan untuk hamba-hamba-Nya yang beriman.[6]
Firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Ar’raf ayat 23-24 tersebut memberikan faidah hukum bahwa
yang berhak menghalalkan dan mengharamkan hanyalah Allah Ta’ala. Manusia diharamkan
mengatakan halal haram tanpa dasar ilmu yang bersumber dari wahyu ilahi.
Allah berfirman:
ََ ‫ف ِل َما تَقُولُوا َو‬
‫ل‬ ِ ‫ِب أَل ِسنَت ُ ُك َُم ت‬
َُ ‫َص‬ ََ ‫علَى ِلت َفت َُروا َح َرامَ َو َهذَا َح ََللَ َهذَا ال َكذ‬ ََِّ ‫ِب‬
َ ‫ّللا‬ ََّ ‫علَى َيفت َُرونََ الَّذِينََ ِإ‬
ََ ‫ن ال َكذ‬ َ ‫ّللا‬ ََ ََ‫يُف ِل ُحون‬
ََ ‫ل ال َكذ‬
ََِّ ‫ِب‬
“Dan janganlah kalian mengatakan terhadap apa-apa yang disebut oleh lidah kalian secara dusta ‘ini
halal dan ini haram’ untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang
mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tidak beruntung.” (QS. an-Nahl [16]: 116)
Menurut imam Ibn Katsir bahwa termasuk ke dalam ayat ini setiap yang membuat bid’ah yang sama
sekali tidak memiliki landasan syar’i atau menghalalkan sesuatu yang telah diharamkan Allah Ta’ala
atau mengharamkan sesuatu yang dibolehkan oleh Allah berdasarkan pendapatnya belaka.[7]
Allah Ta’ala dan Rasul-Nya telah menjelaskan halal dan haram dengan jelas. Jika ada problematika
muamalah modern yang secara tekstual tidak tertera dalam al-Qur’an dan al-Sunnah maka para
ulama akan tetap bisa menemukan status hukumnya dalam al-Qur’an dan al-Sunnah karena kedua
kitab ini adalah penjelas segala sesuatu, dan dalil syar’i ada yang bersifat mutlak, muqayyad, mujmal,
mubayyan, ‘am, khas dan lain-lain sehingga tidak ada masalah di dunia ini yang luput dari bimbingan
syariat Islam.
‫ن ُمسلِمَ َر َوى‬ َِ ‫ع‬ َِ ‫ن النُّع َم‬
َ ‫ان‬ َِ ‫ل بَشِيرَ ب‬ ََ ‫قَا‬: َُ‫سمِ عت‬ َ ‫ل‬ ََ ‫ّللا َرسُو‬ ََِّ -‫وسلم عليه هللا صلى‬- ‫ل‬ َُ ‫ن « أُذُنَي َِه إِلَى بِإِصبََعَي َِه النُّع َمانَُ َوأَه َوى يَقُو‬ ََ َ‫بَيِنَ ال َحَل‬
ََّ ِ‫ل إ‬
ََ ‫لَ ُمشتَبِ َهاتَ َوبَينَ ُه َما بَيِنَ ال َح َر‬
ََّ ‫ام َو ِإ‬
‫ن‬ َ ‫ن‬ََّ ‫اس مِ نََ َكثِيرَ يَعلَ ُم ُه‬ َ ِ َّ‫ن الن‬ َِ ‫ت اتَّقَى فَ َم‬ ُّ ‫ض َِه ِلدِينِ َِه است َب َرَأ َ ال‬
َِ ‫شبُ َها‬ ِ ‫ت فِى َوقَ ََع َو َمنَ َوعِر‬ ُّ ‫َوقَ ََع ال‬
َِ ‫شبُ َها‬
‫ام فِى‬ َِ ‫َالراعِى ال َح َر‬ َّ ‫عى ك‬ َ ‫ل َير‬ ََ ‫لَ فِي َِه َيرت َ ََع أَنَ يُوشِكَُ الحِ َمى َحو‬ َ َ‫ن أ‬ ََّ ‫ل َو ِإ‬َِ ُ‫لَ حِ ًمى َملِكَ ِلك‬ َ َ‫ن أ‬
ََّ ‫ّللا حِ َمى َو ِإ‬
ََِّ ُ‫ار ُم َه‬ َ َ‫ن أ‬
ِ ‫لَ َم َح‬ ََّ ‫س َِد فِى َو ِإ‬ َ ‫ُمضغَ َةً ال َج‬
‫صلَ َحتَ ِإذَا‬ َ
‫ح‬ َ
َ َ َ َ َ‫ل‬‫ص‬ ُ
َ
‫د‬ ‫س‬ ‫ج‬ ‫ال‬ ُ َ
‫ه‬ ُّ ‫ل‬‫ك‬ُ ‫ا‬َ ‫ذ‬‫إ‬‫و‬ ‫ت‬
َ ‫د‬‫س‬
َِ ََ ََ َ َ َ ‫ف‬ َ
‫د‬ ‫س‬ َ ‫ف‬ ُ
َ
‫د‬ ‫س‬ َ
‫ج‬ ‫ال‬ ُ َ
‫ه‬ ُّ ‫ل‬ ُ
‫ك‬ َ َ
‫ل‬ َ ‫أ‬ َ
‫ِى‬
َ َ ‫ه‬ ‫و‬ َُ‫ب‬ ‫ل‬َ ‫ق‬‫ال‬ ».
Imam Muslim meriwayatkan dari al- Nu’man ibn Basyir radhiallahu ‘anhu dia berkata, Saya
mendengar Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda dan al-Nu’man sambil mengisyaratkan
dua telunjuknya ke telinganya, "Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara
keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang
banyak. Maka siapa yang takut terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan agamanya dan
kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam
perkara yang diharamkan. Sebagaimana penggembala yang menggembalakan hewan gembalaannya
di sekitar (ladang) yang dilarang untuk memasukinya, maka lambat laun dia akan memasukinya.
Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki larangan dan larangan Allah adalah apa yang Dia haramkan.
Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh
ini dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adalah hati.” (HR. al-
Bukhari dan Muslim)[8]
Ibn Daqiq al-Ied rahimahullah menjelaskan bahwa hadits ini adalah salah satu prinsip agung dari
prinsip-prinsip syari’at dan para ulama bersepakat besar kedudukannya dan banyaknya faidah.[9]
Para ulama sepakat akan keagungan yang terkandung dalam hadits ini, banyaknya faidah, dan
bahwa hadits ini adalah salah satu hadits yang menjadi poros Islam… Dan sebab keagungan hadits ini
terletak bahwa Shalallahu alaihi wasalam memberi peringatan di dalamnya akan makanan,
minuman, dan selainnya dan sudah seyogyanya untuk meninggalkan perkara syubhat karena
(meninggalkan syubhat) merupakan sebab menjaga agama dan kehormatan serta memberi
peringatan agar tidak terjatuh dalam perkara syubhat.[10]

Pengertian Halal dan Haram Menurut Ajaran Islam


July 17, 2010
By admin

Oleh: H. Sunhadji Rofi’i, Ketua LPPOM MUI

Hai Manusia, makanlah dari apa yang terdapat dibumi, yang halal dan yang thoyyib. Dan janganlah
kamu menuruti jejak setan (yang suka melanggar atau melampaui batas). Sesungguhnya setan itu
adalah musuh kamu yang nyata. (QS 2:128)

Diharamkan bagi kamu sekalian bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang disembelih dengan
tidak atas nama Allah, binatang yang tercekik, yang dipukul, yang terjatuh, yang ditanduk, yang
diterkam binatang buas kecuali kamu sempat menyembelihnya, dan diharamkan juga bagimu
binatang yang disembelih untuk dipersembahkan kepada berhala. (QS 5:3)

Halal artinya dibenarkan. Lawannya haram artinya dilarang, atau tidak dibenarkan menurut syariat
Islam. Sedangkan thoyyib artinya bermutu dan tidak membahayakan kesehatan.

Kita diharuskan makan makanan yang halal dan thoyyib, artinya kita harus makan makanan yang
sesuai dengan tuntunan agama dan bermutu, tidak merusak kesehatan.

Dalam ajaran Islam, semua jenis makanan dan minuman pada dasarnya adalah halal, kecuali hanya
beberapa saja yang diharamkan. Yang haram itupun menjadi halal bila dalam keadaan darurat.
Sebaliknya, yang halal pun bisa menjadi haram bila dikonsumsi melampaui batas.
Pengertian halal dan haram ini sesungguhnya bukan hanya menyangkut kepada masalah makanan
dan minuman saja, tetapi juga menyangkut perbuatan. Jadi ada perbuatan yang dihalalkan, ada pula
perbuatan yang diharamkan.

Pengertian makanan dan minuman yang halal meliputi:

Halal secara zatnya


Halal cara memprosesnya
Halal cara memperolehnya, dan
Minuman yang tidak halal

I. Makanan yang halal secara zatnya

Allah Maha Pemurah lagi Maha Pengasih. Terlalu banyak bahkan hampir semua jenis makanan
adalah halal dan dapat dikonsumsi. Sebaliknya terlalu sedikit jenis makanan yang diharamkan yang
tidak boleh dikonsumsi. Hikmah pelarangan tersebut jelas Allah yang Maha Mengetahui. Adapun
kebaikan dari adanya larangan tersebut jelas untuk kepentingan dan kebaikan bagi manusia itu
sendiri. Diantaranya, sebagai penguji ketaatannya secara rohaniah melalui makanan dan
minumannya dan agar manusia tahu/mau bersyukur.

Bangkai, darah dan babi secara tegas diharamkan oleh Allah, sesuai dengan ayat diatas. Selanjutnya
semua binatang yang mati tidak melalui proses penyembelihan hukumnya haram, disamakan
dengan bangkai. Termasuk binatang yang mati dalam pengangkutan sekalipun baru sebentar, tidka
boleh ikut disembelih dan dikonsumsi oleh manusia.

II. Makanan yang halal menurut cara prosesnya

Makanan yang halal tetapi bila diproses dengan cara yang tidak halal, maka menjadi haram.
Memproses secara tidak halal itu bila dilakukan:

Penyembelihan hewan yang tidak dilakukan oleh seorang muslim, dengan tidak menyebut atas
nama Allah dan menggunakan pisau yang tajam.
Penyembelihan hewan yang jelas-jelas diperuntukkan atau dipersembahkan kepada berhala
(sesaji)
Karena darah itu diharamkan, maka dalam penyembelihan, darah hewan yang disembelih harus
keluar secara tuntas, dan urat nadi lehar dan saluran nafasnya harus putus dan harus dilakukan
secara santun, menggunakan pisau yang tajam.
Daging hewan yang halal tercemar oleh zat haram atau tidak halal menjadi tidak halal. Pengertian
tercemar disini bisa melalui tercampurnya dengan bahan tidak halal, berupa bahan baku, bumbu
atau bahan penolong lainnya. Bisa juga karena tidak terpisahnya tempat dan alat yang digunakan
memproses bahan tidak halal.
Adapun ikan baik yang hidup di air tawar maupun yang hidup di air laut semuanya halal, walaupun
tanpa disembelih, termasuk semua jenis hewan yang hidup di dalam air.
Selain yang tersebut diatas, ada beberapa jenis binatang yang diharamkan oleh sementara
pendapat ulama namun dasarnya masih mengundang perbedaan pendapat.

III. Halal cara memperolehnya


Seorang muslim yang taat sangat memperhatikan makanan yang dikonsumsinya. Islam memberikan
tuntunan agar orang Islam hanya makan dan minum yang halal dan thoyyib, artinya makanan yang
sehat secara spiritual dan higienis.

Mengkonsumsi makanan yang diperoleh dengan cara yang tidak halal berarti tidak halal secara
spiritual akan sangat berpengaruh negatif terhadap kehidupan spiritual seseorang. Darah yang
mengalir dalam tubuhnya menjadi sangar, sulit memperoleh ketenangan, hidupnya menjadi
beringas, tidak pernah mengenal puas, tidak pernah tahu bersyukur, ibadah dan doanya sulit
diterima oleh Tuhan.

IV. Minuman yang tidak halal

Semua jenis minuman yang memabukkan adalah haram. Termasuk minuman yang tercemar oleh zat
yang memabukkan atau bahan yang tidak halal. Yang banyak beredar sekarang berupa minuman
beralkohol.

Kebiasaan mabuk dengan minum minuman keras itu rupanya sudah ada sejak lama dan menjadi
kebiasaan oleh hampir semua bangsa didunia. Pada jaman nabi Muhammad SAW, masyarakat Arab
juga mempunyai kebiasaan ini. Nabi memberantas kebiasaan jelek ini secara bertahap.

Pertama, melarang orang melakukan sholat selagi masih mabuk (QS 4:34). Berikutnya menyatakan
bahwa khamar atau minuman keras itu dosanya atau kejelekannya lebih besar dari manfaatnya atau
kebaikannya (QS 2:219). Terakhir baru larangan secara tegas, menyatakan bahwa minuman keras itu
adalah perbuatan keji, sebagai perbuatan setan, karena itu supaya benar-benar dijauhi (QS 5:90)

Surat Al Maidah ayat 3 :


َ‫علَي ُك َُم ُح ِر َمت‬َ ُ‫ير َولَح َُم َوٱل َّد َُم ٱل َميت َ َة‬
َِ ‫نز‬ ِ ِ‫ل َو َماَ ٱلخ‬ ََّ ‫ٱلِل ِلغَي َِر أ ُ ِه‬ََِّ ‫ل َو َماَ َوٱلنَّطِ ي َح َةُ َوٱل ُمت ََر ِديَ َة ُ َوٱل َموقُوذََة ُ َوٱل ُمن َخنِقَ َة ُ بِهِۦ‬ ََ ‫سبُ َُع أ َ َك‬
َّ ‫ل ٱل‬ ََّ ‫ذَ َّكيتُمَ َما ِإ‬
َ َٰ َٰ َّ
ََ ‫علَى ذُ ِب‬
‫ح َو َما‬ َ َ
‫ب‬
ِ ‫ص‬
ُ ُّ ‫ن‬‫ٱل‬ ‫ن‬ ‫أ‬‫و‬ ‫وا‬
َ
َ ُ ‫م‬‫س‬ِ ‫َق‬ ‫ت‬ ‫َس‬ ‫ت‬ َ
‫م‬ ِ َ ‫ل‬ ‫ز‬َ ‫ٱْل‬‫ب‬
ِ ‫م‬
َ ُ
‫ك‬ ‫ل‬
ِ َ ‫ذ‬ ‫ق‬
َ ‫ِس‬ ‫ف‬ َ
‫م‬ ‫و‬
َ َ َ َ‫ي‬‫ٱل‬ َ
‫ِس‬ ‫ئ‬ ‫ي‬ ََ‫ِين‬
‫ذ‬ ‫ل‬‫ٱ‬ ‫وا‬
َ ‫َر‬
ُ ‫ف‬‫ك‬َ ‫ن‬ ِ‫م‬ ‫م‬
َ ُ
‫ك‬ ‫ن‬
ِ ‫ِي‬
‫د‬ َ
‫َل‬َ َ ‫ف‬ ‫ُم‬
َ ‫ه‬ ‫َو‬
‫ش‬ ‫َخ‬ ‫ت‬ َ
‫ن‬
ِ ‫َو‬
‫ش‬ ‫ٱخ‬ ‫و‬ َ
‫م‬
َ َ َ ‫و‬ ‫ي‬ ‫ٱل‬ َُ‫ت‬ ‫ل‬‫م‬َ ‫دِينَ ُكمَ لَ ُكمَ أَك‬
َُ‫علَي ُكمَ َوأَت َممت‬ ‫ِي‬ ‫ت‬‫م‬ ‫ِع‬ ‫ن‬ َُ‫يت‬ ‫ض‬ ‫ر‬ ‫و‬ َ
‫م‬ ُ
‫ك‬ َ ‫ل‬ َ
‫م‬ َ ‫ل‬ َٰ ‫س‬ ‫ٱْل‬ ‫ا‬
َ ‫ِين‬
َ ‫د‬ َ
‫ن‬ ‫م‬ َ ‫ف‬ َ
‫ر‬ ُ
‫ط‬ ‫ٱض‬ ‫ِي‬ ‫ف‬ ‫ة‬
َ ‫ص‬ ‫م‬ ‫خ‬ ‫م‬ َ
‫ر‬ ‫َي‬
‫غ‬ ‫ِف‬
َ ‫ن‬ ‫ا‬‫ج‬ َ ‫ت‬‫م‬
َ ُ ِ ِ َ َّ‫م‬
َ ‫ث‬‫ْل‬ ِ َ
‫ن‬َّ ‫إ‬ َ ‫ف‬ َ
‫ٱلِل‬ ‫ور‬
َ ُ ‫ف‬‫غ‬َ ‫يم‬
َ ‫ر‬
ِ‫َّ ح‬
َ َ ِ َ َ ُ َ ِ ِ َ َّ َ َ َ َ .
Artinya :
Diharamkan bagimu (memakan) bang-kai, darah, daging ba-bi, (daging hewan) yang disembelih atas
nama selain Allah, yang terce-kik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang
buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk
berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak
panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang ka-fir telah putus asa untuk (mengalahkan)
agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini
telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan
telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa
sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang

Anda mungkin juga menyukai