Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PRAKTIKUM

PROSES MANUFAKTUR
Pengelasan

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 2

Haris suseno F33118050


Moh. Fadilah ichan F33118003
San valentino sailana F33118004
Akin F33117012
Aqsal Dilham F33118015
Vihar agustiawan Adriani F33118006
Arya chaerul ramadhan F33118029
Muhamad Rizal F33118034
Rahmanstune F33118158
Martinus rispan kibo rompon F33118041
Delsiyana chelsia Magdalena tarindje F33118043
Andri F33118057
Dani saputra F33118064
Ahmad yusup F33118072
Anhar kurniawan F33118132
Oka anggriawan F33118154

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK MESIN


JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TADULAKO
2020
BAB l
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses manufaktur adalah kegiatan mengubah benda kerja dari bahan
baku (raw material) atau bahan setengah jadi (unfinished material) menjadi
bahan jadi atau bentuk lain yang memiliki nilai tambah (added value)
menggunakan mesin, dan tools, dengan berbagai macam metode. Frais (Milling),
Bubut (Turning), Pengecoran (Casting), Pembentukan (Metal Forming),
Pengelasan (Welding), merupakan contoh-contoh dari proses manufaktur dalam
dunia industri.
Pengelasan adalah salah satu proses manufaktur yang banyak digunakan
terutama dalam dunia industri. Las adalah proses penyambungan 2 dan atau
lebih logam padat dengan memanfaatkan titik lebur dari logam itu sendiri
maupun dari logam lainnya. Pengelasan merupakan bagian yang tidak dapat
terpisahkan dari pertumbuhan peningkatan industri karena memegang peranan
utama dalam rekayasa dan reparasi produksi logam. Hampir tidak mungkin
pembangunan suatu pabrik tanpa melibatkan unsur pengelasan. Pada era
industri, dewasa ini teknik pengelasan telah banyak dipergunakan secara luas
pada penyambungan batang-batang pada konstruksi bangunan baja dan
konstruksi mesin. Luasnya pengguanaan teknologi ini disebabkan karena
bangunan dan mesin yang dibuat dengan teknik  penyambungan menjadi ringan
dan lebih sederhana dalam proses pembuatanya. Lingkup penggunaan teknik
pengelasan dalam bidang konstruksi sangat luas, meliputi perkapalan, jembatan,
rangka baja, pipa saluran dan lain sebagainya. Di samping itu proses las dapat
juga dipergunakan untuk reparasi misalnya untuk mengisi lubang-lubang pada
coran, membuat lapisan keras pada perkakas,mempertebal bagian-bagian yang
sudah aus dan lain-lain. Pengelasan bukan tujuan utama dari konstruksi, tetapi
merupakan sarana untuk mencapai pembuatan yang lebih baik. Karena itu
rancangan las harus sangat diperhatikan dalam kesesuaian antara sifat-sifat las
yaitu kekuatan dari sambungan dan memperhatikan jenis sambungan yang akan
dilas, sehingga hasil dari pengelasan sesuai dengan yang diharapkan. Dalam
memilih proses pengelasan harus dititik beratkan pada proses yang paling sesuai
untuk tiap-tiap sambungan las yang ada pada konstruksi.
1.2 Rumusan Masalah
a) Bagaimana pengaplikasian dasar teori pengelasan ?
b) Bagaimana melakukan proses pengelasan dengan las busur listrik ?
c) Bagaimana memahami jenis elektroda yang sesuai untuk jenis pengelasan
tertentu ?

1.3 Tujuan Praktikum


a) Mahasiswa mampu mengaplikasikan dasar teori pengelasan.
b) Mahasiswa mampu melakukan proses pengelasan dengan las busur listrik.
c) Mahasiswa mampu memahami jenis elektroda yang sesuai untuk jenis
pengelasan tertentu.

1.4 Manfaat
a) Mengetahui cara atau teknik mengelas
b) Meningkatkan keterampilan untuk melaksanakan proses pengelasan dasar
dengan baik dan benar
c) Mengetahui jenis elektroda yang sesuai untuk jenis pengelasan tertentu.
d) Mengetahui arus yang digunakan untuk setiap pengelasan.
BAB II
TEORI DASAR

2.1 Proses Pengelasan


Pengelasan (welding) adalah salah satu teknik penyambungan logam
dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau
tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam penambah dan menghasilkan
sambungan yang kontinu. Lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam
kontruksi sangat luas, meliputi perkapalan, jembatan, rangka baja, bejana tekan,
pipa pesat, pipa saluran dan sebagainya. Disamping untuk pembuatan, proses
las dapat juga dipergunakan untuk reparasi misalnya untuk mengisi nlubang-
lubang pada coran. Membuat lapisan las pada perkakas mempertebal bagian-
bagian yang sudah aus, dan macam –macam reparasi lainnya.

2.2 Pengelasan Tempa

Proses pengelasan tempa adalah pengelasan yang dilakukan dengan cara


memanaskan logam yang kemudian ditempa (tekan) sehingga terjadi
penyambungan. Pemanasan dilakukan di dalam dapur kokas atau pada dapur
minyak ataupun gas. Sebelum disambung, kedua ujung dibentuk terlebih dahulu,
sedemikian sehingga bila disambungkan keduanya akan bersambung ditengah-
tengah terlebih dahulu. Penempaan kemudian dilakukan mulai dari tengah
menuju sisi, dengan demikian oksida-oksida atau kotoran-kotoran lainnya
tertekan ke luar. Proses ini disebut scarfing. Jenis logam yang banyak digunakan
dalam pengelasan tempa adalah baja karbon rendah dan besi tempa karena
memiliki daerah suhu pengelasan yang besar.(Asyari, Diktat Proses Produksi)

2.3 Pengelasan Dengan Gas


Pengelasan dengan gas adalah proses pengelasan dimana digunakan
campuran gas sebagai sumber panas. Nyala gas yang banyak digunakan adalah
gas alam, asetilen dan hidrogen yang dicampur dengan oksigen.

a. Nyala Oksiasetilen
Dalam proses ini digunakan campuran gas oksigen dengan gas asetilen.

o
Suhu nyalanya bisa mencapai 3500 C. Pengelasan bisa dilakukan dengan atau
tanpa logam pengisi. Oksigen berasal dari proses hidrolisa atau pencairan udara.
Oksigen disimpan dalam silinder baja pada tekanan 14 MPa. Gas asetilen (C2H2)
dihasilkan oleh reaksi kalsium karbida dengan air dengan reaksi sebagai berikut :

Bentuk tabung oksigen dan asetilen diperlihatkan pada gambar berikut :

Gambar 2.1 Tabung asitilen dan oksiasitilen pada pengelasan asitilen

Agar aman dipakai gas asetilen dalam tabung tekanannya tidak boleh
melebihi 100 kPa dan disimpan tercampur dengan aseton. Tabung asetilen diisi
dengan bahan pengisi berpori yang jenuh dengan aseton, kemudian diisi dengan
gas asetilen. Tabung asetilen mapu menahan tekanan sampai 1,7 MPa.
Pada nyala gas oksiasetilen bisa diperoleh 3 jenis nyala yaitu nyala netral,
reduksi dan oksidasi. Nyala netral diperlihatkan pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.2 Nyala api netral dan suhu ujung pembakar


Pada nyala netral kerucut nyala bagian dalam pada ujung nyala
memerlukan perbandingan oksigen dan asetilen kira-kira 1 : 1 dengan reaksi
serti yang bisa dilihat pada gambar. Selubung luar berwarna kebiru-biruan
adalah reaksi gas CO atau H2 dengan oksigen yang diambil dari udara.
Nyala reduksi terjadi apabila terdapat kelebihan asetilen dan pada nyala
akan dijumpai tiga daerah dimana antara kerucut nyala dan selubung luar akan
terdapat kerucut antara yang berwarna keputih-putihan. Nyala jenis ini
digunakan untuk pengelasan logam Monel, Nikel, berbagai jenis baja dan
bermacam-macam bahan pengerasan permukaan nonferous.
Nyala oksidasi adalah apabila terdapat kelebihan gas oksigen. Nyalanya
mirip dengan nyala netral hanya kerucut nyala bagian dalam lebih pendek dan
selubung luar lebih jelas warnanya.Nyala oksidasi digunakan untuk pengelasan
kuningan dan perunggu.

b. Pengelasan Oksihidrogen
o
Nyala pengelasan oksihidrogen mencapai 2000 C, lebih rendah dari
oksigen-asetilen. Pengelasan ini digunakan pada pengelasan lembaran tipis dan
paduan dengan titik cair yang rendah.

c. Pengelasan Udara – Asitilen


Nyala dalam pengelasan ini mirip dengan pembakar Bunsen. Untuk nyala
dibutuhkan udara yang dihisap sesuai dengan kebutuhan. Suhu pengelasan lebih
rendah dari yang lainnya maka kegunaannya sangat terbatas yaitu hanya untuk
patri timah dan patri suhu rendah.

d. Pengelasan Gas Bertekanan


Sambungan yang akan dilas dipanaskan dengan nyala gas menggunakan

o
oksiasetilen hingga 1200 C kemudian ditekankan. Ada dua cara penyambungan
yaitu sambungan tertutup dan sambungan terbuka.
Pada sambungan tertutup, kedua permukaan yang akan disambung
ditekan satu sama lainnya selama proses pemanasan. Nyala menggunakan nyala
ganda dengan pendinginan air. Selama proses pemanasan, nyala tersebut diayun
untuk mencegah panas berlebihan pada sambungan yang dilas. Ketila suhu yang
tepat sudah diperoleh, benda diberi tekanan. Untuk baja karbon tekanan
permulaan kurang dari 10 MPa dan tekanan upset antara 28 MPa. (Asyari, Diktat
Proses Produksi)

2.4 Las Resistansi Listrik


Pengelasan ini mula-mula dikembangkan oleh Elihu Thompson diakhir
abad 19. Pada proses ini digunakan arus listrik yang cukup besar yang dialirkan
ke logam yang disambung sehingga menimbulkan panas kemudian sambungan
ditekan dan menyatu. Arus listrik yang digunakan akan dirobah tegangannya
menjadi 4 sampai 12 volt dengan menggunakan transformator dengan
kemampuan arus sesuai kebutuhan. Bila arsu mengalir didalam logam, maka
akan timbul panas ditempat dimana resistansi listriknya besar yaitu pada batas
permukaan kedua lembaran lkogam yang akan dilas. Besar arus daerah

2
sambungan berkisar antara 50 sampai 60 MVA/m dengan tenggang waktu
sekitar 10 detik. Tekanan yang diberikan berkisar antara 30 sampai 55 MPa.
Ada tiga faktor yang perlu diperhatikan sesuai dengan rumus : jumlah

2
panas = A Ω t, dimana A adalah arus pengelasan (dalam Ampere), Ω tahanan
listrik antara elektroda (ohm) dan t waktu. Untuk memperoleh hasil lasan yang
baik ketiga faktor tersebut perlu diperhatikan dengan cermat dimana besarannya
tergantung dari tebal, jenis bahan serta ukuran serta jenis elektroda yang
digunakan. Proses pengelasan resistansi listrik meliputi : las titik, las
proyeksi, las kampuh, las tumpul, las nyala dan las perkusi.

a. Las Titik

Las titik adalah pengelasan memakai metode resistansi listrik dimana pelat
lembaran dijepit dengan dua elektroda. Ketika arus dialirkan maka terjadi
sambungan las pada posisi jepitan. Siklus pengelasan titik dimulai ketika
elektroda menekan pelat dimana arus belum dialirkan. Waktu proses ini disebut
waktu tekan. Setelah itu arus dialirkan ke elektroda sehingga timbul panas pada
pelat di posisi elektroda sehingga terbentuk sambungan las. Waktu proses ini
disebut waktu las.
Gambar 2.3 Diagram alat las titik
Setelah itu arus dihentikan namun tekanan tetap ada dan proses ini disebut
waktu tenggang. Kemudian logam dibiarkan mendingin sampai sambungan
menjadi kuat dan tekanan di hilangkan dan pelat siap dipindahkan untuk
selanjutnya proses pengelasan dimulai lagi untuk titik yang baru.

b. Pengelasan Proyeksi
Pengelasan ini mirip dengan pengelasan titik hanya bagian yang dilas dibuat
proyeksi/tonjolan terlebih dahulu. Ukuran tonjolan mempunyai diameter yang
sama dengan tebal pelat yang dilas dengan tinggi tonjolan lebih kurang 60% dari
tebal pelat. Hasil pengelasan biasanya mempunyai kualitas yang lebih baik dari
pengelasan titik.

Gambar 2.4 Skema las proyeksi


c. Las Kampuh (Seam Weld)
Las kampuh merupakan proses las untuk menghasilkan lasan yang
kontinyu pada pelat logam yang ditumpuk. Sambungan terjadi oleh panas yang
ditimbulkan oleh tahanan listrik. Arus mengalir melalui elektroda ke pelat sama
seperti pengelasan titik. Metode ini sebenarnya merupakan pengelasan titik yang
kontinyu. Tiga jenis las kampuh yang sering dilakukan pada industri, yaitu las
kampuh tumpang, las kampuh tindih dan las kampuh yang mulus.

Gambar 2.5 Jenis las kampuh resistansi listrik

d. Las Tumpul (Butt Weld)


Dua batang logam saling tekan dan arus mengalir melalui sambungan
batang logam tersebut dan menimbulkan panas. Panas yang terjadi tidak sampai
mencairkan logam namun menimbulkan sambungan las dimana sambungannya
akan menghasilkan tonjolan. Tonjolan bisa dihilangkan dengan pemesinan.
Kedua logam yang disambung sebaiknya mempunyai tahanan yang sama agar
terjadi pemanasan yang rata pada sambungan.
Gambar 2.6 Skema Pengelasan Tumpul

2.5 Las Busur Listrik

Las busur listrik umumnya disebut las listrik adalah salah satu cara


menyambung logam dengan jalan menggunakan nyala busur listrik yang
diarahkan ke permukaan logam yang akan disambung. Pada bagian yang terkena
busur listrik tersebut akan mencair, demikian juga elektrode yang menghasilkan
busur listrik akan mencair pada ujungnya dan merambat terus sampai habis.
Logam cair dari elektrode dan dari sebagian benda yang akan disambung
tercampur dan mengisi celah dari kedua logam yang akan disambung, kemudian
membeku dan tersambunglah kedua logam tersebut.

Mesin las busur listrik dapat mengalirkan arus listrik cukup besar tetapi dengan
tegangan yang aman (kurang dari 45 volt). Busur listrik yang terjadi akan
menimbulkan energi panas yang cukup tinggi sehingga akan mudah mencairkan
logam yang terkena. Besarnya arus listrik dapat diatur sesuai dengan keperluan
dengan memperhatikan ukuran dan type elektrodanya.

Pada las busur, sambungan terjadi oleh panas yang ditimbulkan oleh busur listrik
yang terjadi antara benda kerja dan elektrode. Elektrode atau logam pengisi
dipanaskan sampai mencair dan diendapkan pada sambungan sehingga terjadi
sambungan las. Mula-mula terjadi kontak antara elektrode dan benda kerja
sehingga terjadi aliran arus, kemudian dengan memisahkan penghantar
timbullah busur. Energi listrik diubah menjadi energi panas dalam busur dan
suhu dapat mencapai 5500 °C.
Ada tiga jenis elektrode logam, yaitu elektrode polos, elektrode fluks dan
elektrode berlapis tebal. Elektrode polos terbatas penggunaannya, antara lain
untuk besi tempa dan baja lunak. Biasanya digunakan polaritas langsung. Mutu
pengelasan dapat ditingkatkan dengan memberikan lapisan fluks yang tipis pada
kawat las. Fluks membantu melarutkan dan mencegah terbentuknya oksida-
oksida yang tidak diinginkan. Tetapi kawat las berlapis merupakan jenis yang
paling banyak digunakan dalam berbagai pengelasan komersial.

Gambar 2.7 Skema nyala busur

Berikut ini dijelaskan beberapa jenis pengelasan dengan menggunakan


pengelasan busur.
a. Pengelasan Busur Hidrogen
Proses pengelasan ini adalah dimana dua elektroda tunsten dialirkan
busur arus bolak-balik dan hidrogen dialirkan ke busur tersebut. Ketika hidrogen
mengenai busur, molekulnnya pecah menjadi atom yang kemudian bergabung
kembali menjadi molekul hidrogen diluar busur. Reaksi ini diiringi oleh pelepasan

o
panas yang bisa mencapai suhu 6100 C. Logam lasan dapat ditambahkan dama
bentuk batang/kawat las. Skema dari pengelasan jenis ini diperlihatkan pada
gambar berikut :
Gambar 2.8 Las busur hidrogen atomik

b. Las busur gas dengan pelindung gas mulia


Proses pengelasan ini sambungan dibentuk oleh panas yang ditimbulkan
oleh busur yang dibangkitkan diantara elektroda dan benda kerja dimana busur
dilindungi oleh gas mulia seperti argon, helium atau bahkan gas CO2 atau
campuran gas lainnya. Ada dua jenis pengelasan dengan cara ini yaitu : las TIG
(tungsten inert gas) atau disebut juga pengelasan menggunakan elektroda
wolfram dengan logam pengisi, dan las MIG (metal inert gas) atau disebut juga
pengelasan menggunakan elektroda terumpan. Kedua jenis pengelasan ini bisa
dilakukan secara manual ataupun otomatik serta tidak memerlukan fluks ataupun
lapisan kawat las untuk melindungi sambungan.

Las busur yang menggunakan elektroda wolfram (elektroda tak terumpan)


dikenal pula dengan sebutan las busur wolfram gas.Pada proses ini las dilindungi
oleh selubung gas mulia yang dialirkan melalui pemegang elektroda yang
didinginkan dengan air. Berikut skema pengelasan menggunakan elektroda
wolfram.(Asyari, Diktat Proses Produksi)
Gambar 2.9 Las busur wolfram gas mulia

Pengelasan ini bisa menggunakan arus bolak-baliok ataupun arus searah,


dimana pemilihan tergantung pada jenis logam yang dilas. Arus searah polaritas
langsung digunakan untuk pengelasan baja, besi cor, paduan tembaga dan baja
tahan karat, sedangkan polaritas terbalik jarang digunakan. Untuk arus bolak-
balik banyak digunakan untuk pengelasan aluminium, magnesium, besi cor dan
beberapa jenis logam lainnya. Proses ini banyak dilakukan untuk pengelasan
pelat tipis karena biayanya akan mahal jika digunakan untuk pengelasan pelat
tebal.
2.5.1 Menyalakan Busur Listrik
Untuk menyalakan atau membuat nyala busur listrik perludiperhatikan
mesin las yang digunakan. Jika mesin las yang digunakan adalah mesin las AC,
maka menyalakan dengan menggoreskan elektroda yang sudah terjepit pada
penjepit elektroda, pada benda kerja yang sudah terhubung dengan kabel
massa. Arah penggoresan elektroda membentuk busur atau seperti cara
menggoreskan korek api, seperti terlihat pada gambar (A), adapun cara
menyalakan las DC dengan cara menggoreskan dengan arah naik turun, seperti
terlihat pada gambar (B), elektroda digerakkan lurus kebawah sampai
menyentuh benda kerja kemudian diangkat diameter elektroda.Setelah nyala
busur listrik terjadi, maka posisi elektroda harus tetap dijaga pada jarak tertentu
dari benda kerja agar nyala busur listrik yang terjadi dapat menyala secara
kontinyu. Selama elektroda menyala, makaelektroda akan berkurang sehingga
jarak ujung elektroda (panjang busur nyala) dengan benda kerja akan semakin
renggang. Untuk menjaga agarpanjang busur nyala tetap sama, maka pemegang
elektroda harusditurunkan secara perlahan-lahan

Gambar 2.10 Menyalakan Busur Dengan Menggoreskan Elektroda

Gambar 2.11 Menyalakan Busur Dengan Cara Mengetuk/Menyentuh

2.5.2 Mematikan Busur Listrik

Setelah satu bagian pengelasan selesai maka nyala busur listrikharus


dimatikan. Cara mematikan nyala busur harus hati-hati, karenamematikan busur
nyala berarti mengakhiri proses pengelasan yangberada pada ujung rigi las.Agar
ujung akhir pengelasan tidak keropos dan terlalu tinggi ataurendah, maka cara
mematikan nyala busur harus benar. Untukmemutuskan dan mematikan
lengkung listrik las dari benda kerja dapatdilakukan dengan dua cara, yaitu :
Cara Pertama :
Elektroda diangkat dan diturunkan sedikit kemudian ditarik keluar.
Gambar 2.12 Mematikan Dengan Menarik Keluar

Cara Kedua :
Elektroda diangkat sedikit dan diturunkan kembali sambil dilepas dengan cara
mengayunkan ke kiri atas. (perhatikan gambar)

Gambar 2.13 Mematikan Dengan Menarik ke Kiri Atas

2.5.3 Menyambung Alur pada Las


Bila elektroda harus diganti sebelum pengelasan selesai, maka untuk
menyambung pengelasan , busur perlu dinyalakan lagi, menyalakan busur
kembali ini dilakukan pada tempat kurang lebih 25 mm di muka las berhenti
(lihat gambar). Elektroda digerakkan kebawahlas dan diisi hingga sama besar
dengan alur sebelumnya.

Gambar 2.14 Menyambung Pada Alur Las


2.5.4 Pengaruh Kecepatan Elektroda terhadap Hasil Las
Untuk menghasilkan rigi–rigi las yang rata dan halus, kecepatan tangan
menarik atau mendorong elektroda waktu mengelas harus stabil. Apabila
elektroda di gerakkan:

a) tepat dan stabil, maka menghasilkan daerah perpaduan dengan bahan


dasar dan perembesan luasnya baik

Gambar 2.15 Kecepatan Las Tepat dan Stabil

b) terlalu cepat, menghasilkan perembesan las yang dangkal karena


pemanasan bahan bakar dasar

Gambar 2.16 Kecepatan Las Terlalu Cepat

c) terlalu lambat, menghasilkan alur yang lebar (lihat gambar). Hal ini dapat
menimbulkan kerusakan sisi las, terutama bila bahan dasar yang dilas
tipis

Gambar 2.17 Kecepatan Las Terlalu Lambat


Gambar 2.18 Contoh-contoh Kecepatan dan Alur dalam Pengelasan

2.6 Jenis Elektroda


Elektroda yang digunakan pada pengelasan jenis ini ada 3 macam yaitu :
elektroda polos, elektroda fluks dan elektroda berlapis tebal. Elektroda polos
adalah elektroda tanpa diberi lapisan dan penggunaan elektroda jenis ini terbatas
antara lain untuk besi tempa dan baja lunak. Elektroda fluks adalah elektroda
yang mempunyai lapisan tipis fluks, dimana fluks ini berguna melarutkan dan
mencegah terbentuknya oksida-oksida pada saat pengelasan. Kawat las berlapis
tebal paling banyak digunakan terutama pada proses pengelasan
komersil.Berikut ini tabel Diameter Elektroda dan Kuat arus.

Tabel 2.1 Diameter Elektroda dan Kuat arus


Abraham, Lewis H, et al, Standard handbook for
Mechanical Engineers. New York: McGraw-Hill
(1967)

Lapisan pada elektroda berlapis tebal mempunyai fungsi :


1. Membentuk lingkungan pelindung.
2. Membentuk terak dengan sifat-sifat tertentu untuk melindungi logam cair.
3. Memungkinkan pengelasan pada posisi diatas kepala dan tegak lurus.
4. Menstabilisasi busur.
5. Menambah unsur logam paduan pada logam induk.
6. Memurnikan logam secara metalurgi.
7. Mengurangi cipratan logam pengisi.
8. Meningkatkan efisiensi pengendapan.
9. Menghilangkan oksida dan ketidakmurnia.
10. Mempengaruhi kedalaman penetrasi busur.
11. Mempengaruhi bentuk manik.
12. Memperlambat kecepatan pendinginan sambungan las.
13. Menambah logam las yang berasal dari serbuk logam dalam lapisan
pelindung.

Fungsi-fungsi yang disebutkan diatas berlaku umum yang artinya belum


tentu sebuah elektroda akan mempunyai kesemua sifat tersebut. Komposisi
lapisan elektroda yang digunakan bisa berasal dari bahan organik ataupun bahan
anorganik ataupun campurannya. Unsur-unsur utama yang umum digunakan
adalah :

1. Unsur pembentuk terak : SiO2 , MnO2 , FeO dan Al2O3 .


2. Unsur yang meningkatkan sifat busur : Na2O, CaO, MgO dan TiO2 .
3. Unsur deoksidasi : grafit, aluminium dan serbuk kayu.
4. Bahan pengikat : natrium silikat, kalium silikat dan asbes.
5. Unsur paduan yang meningkatkan kekuatan sambungan las : vanadium,
sirkonium, sesium, kobal, molibden, aluminium, nikel, mangan dan tungsten.
2.6.1 Pembacaan Kode Elektroda
Elektroda memiliki kode spesifikasi yang dapat kita lihat pada kardus
pembungkusnya. Berdasarkan peraturam American Welding Society (AWS),
Spesifikasi kawat las terbungkus untuk Mild Steel diatur dalam AWS A5.1 yang
ditandai dengan huruf 'E' dan diikuti 4 digit angka dibelakang. Serta AWS A5.5
untuk low alloy steel dengan menambahkan 4 huruf dan angka dibelakang yang
menunjukkan unsur paduan. E menyatakan elektroda busur listrik XX (dua
angka) sesudah E menyatakan kekuatan tarik deposit las dalam ribuan Ib/in²
lihat table. X (angka ketiga) menyatakan posisi pangelasan. angka 1 untuk
pengelasan segala posisi. angka 2 untuk pengelasan posisi datar di bawah
tanganX (angka keempat) menyataken jenis selaput dan jenis arus yang cocok
dipakai untuk pengelasan lihat table. 
Contoh :
a. Elektroda Untuk Mild Steel
Kawat las smaw jenis ini ditunjukkan dengan kode Exxxx (4 angka).
Sebagai contoh kawat las E6012,cara membacanya adalah:
 E = Elektroda untuk jenis las SMAW
 E60xx = Dua digit pertama (angka 60) menunjukan kekuatan tariknya dalam
Ksi (kilopound-square–inch). Angka 60 berarti kekuatan tariknya 60
ksi, jika angkanya 70 berarti 70 ksi. Kalau dibaca dalam ukuran 'psi
(pound square inch)' sama dengan 70000 psi, dimana 1 Ksi =
1000psi.
 Exx1x = digit ketiga (angka 1) adalah posisi pengelasan.
kode angka 1 – untuk semua posisi
kode angka 2 – untuk posisi flat dan horizontal
kpde angka 3 – hanya untuk posisi flat.
 Exxx2 = digit keempat (angka 2) menunjukkan:
- jenis salutan
- penetrasi busur
- arus las
- serbuk besi (%)
Contoh lain misalnya jenis kawat las E7018, artinya:
- Elektroda
- kekuatan tarik 70000psi
- dapat digunakan semua posisi (datar,horisontal,vertikal dan overhead)
- penetrasi las sedang,daya AC/DC,kandungan selaputnya serbuk besi 25%-40%,
hidrogen tendah. Dengan kekuatan tarik yang cukup kuat,elektroda (kawat las)
jenis E70xx banyak diaplikasikan untuk Pengelasan Pipa pressure, furnace,
konstruksi dan lain-lain.Sedangkan jenis E60xx karena daya tariknya hanya
60.000psi Biasanya Hanya Untuk Tagweld dan pengelasan non pressure,
misalnya pagar tralis dan lain-lain.

b.Elektroda Low Alloy Steel


Spesifikasi kawat las terbungkus untuk Low Alloy Steel diatur pada AWS
A5.5. Dengan kode yang sama seperti elektroda mild steel diikuti dengan garis
(dash) dan huruf serta angka sebagai unsur paduan,yaitu:
A = ditambahkan unsur carbon molybdenum
B = ditambahkan unsur chromium molybdenum
C = ditambahkan unsur nickel steel
D = ditambahkan unsur manganese molybdenum molybdenum
G = ditambahkan unsur lainnya
R akhir kode = mengindikasikan ketahanan terhadap serapan uap (moisture
pickup) (80% humidity, 80ºF, 9 jam).
Contoh elektroda antara lain: E7018-H8R, E8018 - B2H4R dan lain-lain. Cara
membaca :
Kawat las E7018-H8R artinya kekuatannya 70ksi,  mengandung “iron
powder-iron oxide-iron powder-iron oxide”, mengandung sedikit hidrogen (low
hydrogen), ketahanan terhadap uap air dan untuk dipakai pada pengelasan mild
steel. Kawat Las : E8018-B2H4R artinya kekuatannya 80ksi , mengandung, iron
powder iron oxide, dipadu  dengan chrome moly serta low hydrogen, ketahanan
terhadap uap air serta digunakan untuk mengelas paduan baja chrome moly.
c. Elektroda Steinless Steel

Spesifikasi kawat las terbungkus untuk Stainless Steel diatur dalam AWS
A5.4. Tiga (3) digit pertama adalah nomor tipe AISI dari stainless steel.Kemudian
diikuti dengan garis dan 2 angka.Contoh : E316-16,E308-16,E309-16 dan lain-
lain.

Dua angka dibelakang mengandung arti:


- Angka 15 = lapisannya mengandung CaO,TiO2& arusnya DCRP.
- Angka 16 = lapisannya mengandung TiO& K2O & arusnya DCRP atau AC.
- Angka 17 = lapisannya mengandung CaO,TiO2 K2O SiO O SiO2& arusnya DCRP
atau AC
Berdasarkan semua penjelasan tersebut di atas mengenai cara membaca
arti kode pada kawat las,kita bisa menarik kesimpulan dan mengaplikasikan
untuk pengelasan di lapangan/site.Dan terjawab sudah,kenapa pengelasan
konstruksi,pipa dan industri baja lain menggunakan elektroda jenis E70xx dan
bukan E60xx.

2.7 Daerah Pengaruh Panas


Logam akan mengalami pengaruh pemanasan akibat pengelasan dan
mengalami perubahan struktur mikro disekitar daerah lasan. Bentuk struktur
mikro bergantung pada temperatur tertinggi yang dicapai pada pengelasan,
kecepatan pengelasan dan laju pendinginan daerah lasan. Daerah logam yang
mengalami perubahan struktur mikro akibat mengalami pemanasan karena
pengelasan disebut daerah pengaruh panas (DPP), atau Heat Affected Zone
(HAZ) yang ditunjukan pada Gambar 2.8.
Gambar 2.19 Daerah pengaruh panas pada sambungan las

Keterangan :

1. Logam Las (Weld Metal) adalah daerah dimana terjadi pencairan logam dan
dengan cepat kemudian membeku.

2. Fusion Line Merupakan daerah perbatasan antara daerah yang mengalami


peleburan dan yang tidak melebur. Daerah ini sangat tipis sekali sehingga
dinamakan garis gabungan antara weld metal dan H A Z.

3. H A Z merupakan daerah yang dipengaruhi panas dan juga logam dasar yang
bersebelahan dengan logam las yang selama proses pengelasan mengalami
siklus termal pemanasan dan pendinginan cepat, sehingga terjadi perubahan
struktur akibat pemanasan.

4. Logam Induk (Parent Metal) merupakan logam dasar dimana panas dan suhu
pengelasan tidak menyebabkan terjadinya perubahan struktur dan sifat.

Daerah HAZ merupakan daerah paling kritis dari sambungan las, karena
selain mengalami perubahan struktur mikro juga mengalami perubahan sifat
mekanik pada daerah itu karena dipengaruhi lamanya pendinginan dan
komposisi kimia logam induk itu sendiri.

Pada proses pengelasan terjadi suatu siklus termal las yaitu proses
pemanasan dan pendinginan yang terjadi pada daerah lasan atau dapat
dikatakan proses perubahan panas yang bersifat lokal, tidak seperti proses
perubahan panas pada umumnya. Untuk melihat fenomena proses tersebut
dapat dilihat pada grafik siklus termal las pada Gambar 2.9. sebagai berikut.
Gambar 2.20 Siklus termal las (Wiryosumarto, 2004)

2.8 Diagram Continuous Cooling Transformation (CCT)

Pada proses pengelasan, transformasi austenit menjadi ferit merupakan


tahap yang paling penting karena akan mempengaruhi struktur logam las, hal ini
disebabkan karena sifat-sifat mekanis material ditentukan pada tahap tersebut
(Aljufri, 2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi transformasi austenit menjadi
ferit adalah masukan panas, komposisi kimia las, kecepatan pendinginan dan
bentuk sambungan las. Struktur mikro dari baja pada umumnya tergantung dari
kecepatan pendinginannya dari suhu daerah austenit sampai suhu kamar. Karena
perubahan struktur ini maka dengan sendirinya sifat-sifat mekanik yang dimiliki
baja juga akan berubah. Hubungan antara kecepatan pendinginan dan struktur
mikro yang terbentuk biasanya digambarkan dalam diagram yang
menghubungkan waktu, suhu dan transformasi, diagram tersebut dikenal dengan
diagram CCT yang bisa dilihat pada Gambar 2.9.
Gambar 2.21 Diagram CCT untuk baja ASTM 4340 (Aljufri, 2008)

Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa bila kecepatan pendinginan naik
berarti waktu pendinginan dari suhu austenit turun, struktur akhir yang terjadi
berubah campuran ferit-perlit ke campuran ferit-perlit-bainit-martensit, ferit-
bainit martensit, kemudian bainit-martensit dan akhirnya pada kecepatan yang
tinggi sekali struktur akhirnya adalah martensit (Wiryosumarto, 2000).

2.9 Struktur mikro Sambungan Las

Daerah sambungan las terdiri dari tiga bagian yaitu: daerah logam las,
daerah HAZ dan logam induk yang tak terpengaruhi panas seperti ditunjukan
pada Gambar 2.12. Daerah logam las adalah bagian dari logam yang pada waktu
pengelasan mencair dan kemudian membeku. Komposisi kimia logam las terdiri
dari komponen logam induk dan bahan tambah dari elektroda yang
menyebabkan terjadinya struktur yang tidak homogen. Struktur mikro di logam
las dicirikan dengan adanya struktur berbutir panjang (columnar grains). Struktur
ini berawal dari logam induk dan tumbuh ke arah tengah daerah logam las untuk
arah pembekuan yang diperlihatkan pada Gambar 2.10. sebagai berikut.
Gambar 2.22 Arah pembekuan dari logam las

Penambahan unsur paduan pada logam las menyebabkan struktur mikro


cenderung berbentuk bainit dengan sedikit ferit batas butir, kedua macam
struktur mikro tersebut juga dapat terbentuk, jika ukuran butir austenitnya
besar. Waktu pendinginan yang lama akan meningkatkan ukuran batas butir ferit
pada struktur mikro logam las yang merupakan kombinasi dari struktur mikro
yang ditunjukkan pada Gambar 2.10.1

Gambar 2.23 Struktur makro daerah sambungan las (Sonawan, 2004)

Menurut Abson dan Pargeter (1986), struktur mikro dari las biasanya
kombinasi dari struktur mikro terdiri dari :

a. Ferit Batas Butir


Ferit batas butir terbentuk pertama kali pada transformasi γ - α, biasanya
terbentuk sepanjang bats austenit pada suhu 1000°C – 650°C
b. Ferit Widmanstatten
Jika suhunya lebih rendah maka akan terbentuk ferit
Widmanstatten.Ukurannya besar dan pertumbuhannya cepat sehingga akan
memenuhi permukaan butirnya (Thewlis,1992). Struktur mikro ini terbentuk
pada suhu 750°C – 650°C disepanjang batas butir austenit. Ferit
widmanstatten mempunyai ukuran besar dengan orientasi arah yang hampir
sama sehingga memudahkan terjadinya perambatan retak.
c. Ferit Acicular
Ferit acicular berbentuk intragranular dengan ukuran yang kecil dan
mempunyai orentasi arah yang acak (Dallam dkk, 1985). Jika terjadi retak
hasil las dengan struktur mikro ferit acicular, maka retak tersebut tidak akan
cepat merambat karena orientasi arahnya acak. Karena hal tersebut maka
bentuk struktur mikro ferit acicular mempunyai ketangguhan paling tinggi
dibanding strutur mikro yang lain. Biasannya ferit aciculat terbentuk sekitar
suhu 650°C
d. Bainit
Bainit merupakan ferit yang tumbuh dari batas butir austenit dan berupa
pelat-pelat sejajar dengan Fe3C diantara pelat-pelat tersebut atau didalam
pelat. Bainit mempunyai kekerasan yang lebih tinggi dibanding ferit, tetapi
lebih rendah dari pada martensit.
e. Martensit
Martensit akan terbentuk pada proses pengelasan dengan pendinginan sangat
cepat, mempunyai sifat sangat keras dan getas sehingga kekuatan tarik dan
ketangguhannya rendah.
Pembentukan fasa-fasa terjadi pada proses pendinginan sesuai dengan
temperatur sebagai urutan berikut :

1. Batas butir ferit, terbentuk pertama kali pada transformasi austenit-ferit


biasanya terbentuk sepanjang batas austenit pada suhu 1000-650 ̊C.

2. Ferit Widmanstatten atau ferrite with aligned second phase yang


diperlihatkan pada Gambar 2.14. Struktur mikro ini terbentuk pada suhu
750-650 ̊C di sepanjang batas butir austenite.

3. Ferit acicular, berbentuk intragranular dengan ukuran yang kecil dan


mempunyai orientasi arah yang acak dan terbentuk sekitar suhu 650 ̊C.

4. Bainit, merupakan ferit yang tumbuh dari batas butir austenit dan
terbentuk pada suhu 400-500 ̊C.

5. Martensit akan terbentuk, jika proses pengelasan dengan pendinginan


sangat cepat, struktur ini mempunyai sifat sangat keras dan getas.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat Dan Bahan


 Gambar alat

a. Mesin las
Mesin las atau travo berfungsu sebagai alat utama dalam proses
pengelasan. Mesin las ini terdapat kabel utama, tombol power,
pengatur tekanan arus.

Gambar 3.1. Gambar Mesin las (welding machine).

b . Palu terak
Palu terak berfungsi untuk membersihkan terak yang ada pada specimen
benda kerja.

Gambar 3.2 Gambar palu kerak


c . Sikat baja
Sikat baja ini berfungsi hamper sama dengan palu terak yaitu
untuk membersihkan terak-terak pada spesimen, hanya saja sikat baja ini
untuk membersihkan terak yang ringan-ringan saja.

Gambar 3.3 Sikat baja

d . Penjepit massa ( Ground ) pada mesin las


Penjepit ini berfungsi sebagai penyambung massa dari kabel
menuju ke meja kerja. Tujuan agar lebih menyambungkan kabel massa
ke meja kerja.

Gambar 3.4 penjepit kabel massa benda kerja


e . penjepit elektroda

berfungsi untuk menjepit elaktroda las, sekaligus meneruskan


arus listrik dari mesin las menuju elektroda las.

Gambar 3.5 penjepit elektroda las

f . Elektroda las
Elektroda las berfungsi sebagai penghantar arus listrik dari tang
elektroda ke busur yang terbentuk setelah bersentuhan dengan benda
kerja. Elektroda juga berfungsi memberikan gas perlindungan pada
spesimen, membentuk lapisan terak, mencrgah proses pendinginan dan
mengontrol stabilitas busur.

Gambar 3.6 Elektroda las


g . Meja las
Meja las berfungsi untuk meletakan benda kerja sekaligus
meneruskan arus ground pada penjepit ground.

Gambar 3.7 Meja las


h. Kabel las
kabel las berfungsi meneruskan arus pada mesin las agar sampai
ke tang penjepit massadan penjepit elektroda las.

Gambar 3.8 kabel las

i . Tang
Tang berfungsi untuk memindahkan benda kerja yang panas pada
saat pengelasan.
Gambar 3.9 Tang

J . Spesimen atau benda kerja.


Berfungsi sebagai media pengelasan.

Gambar 3.10 Spesimen


3.2. Alat K3
a. Baju praktikum kerja
Baju ini berfungsi sebagai pelindung tubuh pekerja agar tidak kena
percikan api, panas, dan hal lain yang dapat membahayakan tubuh pekerja pada
saat pengelasan berlangsung.

Gambar 3.11 baju praktikum


b. Kacamata / Topeng las
Berfungsi sebagai pelindung wajah dan mata pada saat proses
pengelasan berlangsung.

Gambar 3.12 Kacamata las

c. Sepatu
Berfungsi sebagai pelindung kaki dari benda yang jatuh misalnya
spesimen las dan benda yang dapat membahayakan.

Gambar 3.13 Sepatu safety


d. kaos tangan
Berfungsi untuk melindungi tangan dari panas ataupun hal-hal yang
membahayakan tangan pekerja.

Gambar 3.14 Sarung tangan

Berikut ini alat dan bahan yang digunakan pada praktikum pengelasan.
1. Plat setebal 3 mm sebagai bahan yang akan dilas dengan arus 80A dan
tegangan 12 volt
2. Mesin las (welding machine).
3. Elektroda RD 460 AWS A5. E 6013,ø 2,6 x 350 mm
4. Penjepit spesimen las.
5. Palu las

3.3 Prosedur Praktikum


1. Sediakan bahan ( plat ) yang akan dilas,dengan :
- Panjang
- Tebal
- Lebar
2. Sediakan alat- alat yang akan dipakai dalam pengelasan.
3. Baju praktek.
4. Nyalakan mesin las dan atur arusnya (80 ampere) sesuai dengan besar
diameter elektroda yang akan dipakai dan tegangan yang di pakai 12 volt
5. Apabila bahan dan alat telah tersedia, maka selanjutnya siap untuk
melakukan proses pengelasan.
6. Pengelasan dilakukan dengan memanaskan material sampai melebur.
7. Setelah benda kerja dilas, dan telah mengalami pendinginan maka
selanjutnya plat ditempa untuk menghilangkan terak-terak yang
menempel pada benda kerja.

3.4 Rumus yang digunakan

1. Head input ( P )

P=V . I . cos ᾱ

Dimana :

V= Tegangan ( volt )

I= Besar arus amper

cos ᾱ=Faktor daya

2. Kekuatan las.

Pὀ=2. h·L . ᾱ

Dimana :

h= Tebal las

L= Panjang pengelasan ( mm )

ᾱ= Tegangan geser yang di izinkan ( kg/mm )

Anda mungkin juga menyukai