Anda di halaman 1dari 22

KEANEKARAGAMAN HAYATI DI INDONESIA

NAMA: AI SRI MONIKA


KELAS: E - 3

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA BARAT DINAS


PENDIDIKANCABANG DINAS PENDIDIKAN WILAYAH VI SEKOLAH
MENENGAH ATAS NEGERI 1 BOJONGPICUNG CIANJUR
Jalan Jati Desa Jati Kecamatan Bojongpicung Kabupaten Cianjur KodePos 43283 email:
sman1bojongpicung@gmail.com
Daftar Isi

I. Tujuan…………………………………………………………1

II. Flora Khas Indonesia………………………………………..2


a. Mangga Kasturi
b. Cendana
c. Daun Sirih
d. Anggrek Hitam
e. Salak Condet
f. Kenanga
g. Sedap Malam
h. Cengkeh
i. Cempaka Putih
j. Tenggaring
III. Fauna Khas Indonesia……………………….………………6
a. Anoa
b. Orang Utan
c. Binturong
d. Burung Cendrawasih
e. Badak Jawa
f. Burung Kakak Tua
g. Gajah Sumatera
h. Harimau Jawa
i. Jalak Bali Putih
j. Bekantan
IV. Flora Endemik Khas Indonesia…………………………….10
a. Rafflesia arnoldi
b. Edelweiss Jawa
c. Sawo kecik
d. Ketapang
e. Kayu hitam
V. Fauna Endemik Khas Indonesia……………………………12
a. Harimau Sumatera
b. Komodo
c. Badak sumatera
d. Monyet Hitam Sulawesi
e. Badak Bercula Satu
VI. Tempat Pelestarian In Situ………………………………….14
a. Hutan Lindung
b. Taman Nasional
c. Taman Safari
d. Cagar alam
e. Kebun Botani
VII. Tempat Pelestarian Ex Situ………………………………….17
a. Kebun Raya Bogor
b. Kebun Binatang Surabaya
c. Kebun Raya Bedugul Bali
d. Kebun binatang Gembira Yogyakarta
e. Taman Nasional Tanjung Puting
I. Tujuan

Tujuan dibuatnya makalah ini untuk melengkapi tugas remedial mata


pelajaran biologi. Dengan dibuatnya makalah ini saya berharap tugas
remedial saya terpenuhi.
II. Flora Khas Indonesia

a. Mangga Kasturi

Pohon mangga kasturi bisa mencapai tinggi 25 m dengan diameter batang ± 40–115 cm. Kulit kayu
berwarna putih keabu-abuan sampai cokelat terang, kadangkala terdapat retakan atau celah kecil ± 1
cm berupa kulit kayu mati dan mirip dengan Mangifera indica. Daun bertangkai, berbentuk lanset
memanjang dengan ujung runcing dan pada kedua belah sisi tulang daun tengah terdapat 12 – 25
tulang daun samping. Daun muda menggantung lemas dan berwarna ungu tua.
Bunga majemuk berkelamin ganda dengan bentuk bunga rasemos dan kerapkali berambut rapat.
Panjang tangkai bunga ± 28 cm dengan anak tangkai sangat pendek, yaitu 2 – 4 mm. Daun kelopak
bulat telur memanjang dengan panjang 2 – 3 mm. Daun mahkota bulat telur memanjang dan bunga
berbau harum. Benang sari sama panjang dengan mahkota, staminodia sangat pendek dan seperti
benang sari yang tertancap pada tonjolan dasar bunga.

b.Cendana

Cendana (Santalum album L.) umumnya dijumpai pada daerah-daerah dengan kisaran curah hujan
tahunan antara 600-2.000 mm; cendana dapat tumbuh optimal pada kisaran curah hujan 850–1350
mm per tahun, dan masih toleran sampai curah hujan 2500 mm per tahun, akan tetapi harus dengan
sistem drainase yang baik. Habitat asli tempat tumbuh cendana biasanya mempunyai musim kering
yang lama dan musim hujan yang pendek, 2- 3 bulan per tahun.[2] Pohon cendana tidak menyukai
daerah yang tergenang air, khususnya sewaktu pohonnya masih muda, meski hal ini agak kurang
berpengaruh terhadap pohon yang sudah dewasa atau tua. Daerah-daerah yang selalu basah kurang
baik untuk pertumbuhan cendana.

c.Daun Sirih
Sirih adalah tanaman asli Indonesia yang tumbuh merambat atau bersandar pada batang pohon lain.[1]
Sirih dikenal dalam masing-masing bahasa dengan nama yang khas, yaitu: suruh (Jawa), sireh
(Melayu), bido (Ternate), base (Bali), dan amo (Ambon).[2] Sebagai budaya daun dan buahnya biasa
dikunyah bersama gambir, pinang, tembakau dan kapur. Namun mengunyah sirih telah dikaitkan
dengan penyakit kanker mulut dan pembentukan squamous cell carcinoma yang bersifat malignan.
Juga kapurnya membuat pengerutan gusi (periodentitis) yang dapat membuat gigi tanggal, walaupun
daun sirihnya yang mengandung antiseptik pencegah gigi berlubang.[3]

d. Anggrek Hitam

Anggrek hitam (Coelogyne pandurata) adalah spesies anggrek yang tumbuh di Semenanjung Malaya,
Kalimantan, dan Sumatra.[1][2] Anggrek hitam adalah maskot flora Provinsi Kalimantan Timur. Saat
ini, habitat asli anggrek hitam mengalami penurunan jumlah yang cukup besar karena semakin
menyusutnya luas hutan di Kalimantan namun masih bisa ditemukan di Cagar Alam Kersik Luway
dalam jumlah yang sedikit. Diperkirakan jumlah yang lebih banyak berada di tangan para kolektor
anggrek.
e. Salak Condet

Dari namanya, buah ini berasal dari kawasan Condet, Jakarta Timur. Keberadaan buah ini memang tak
lepas dari kawasan Condet yang berasal dari kata Ci Ondet yang merupakan anak Sungai Ciliwung.
Lokasinya yang berada di daerah aliran sungai membuat tanahnya subur dan cocok untuk berkebun
serta bertani.
f. Kenanga

Kenanga (Cananga odorata) adalah nama bagi sejenis bunga dan pohon yang menghasilkannya. Ada
2 kelompok utama kenanga yang dibudidayakan yaitu kelompok Cananga (forma marcophylla
Steeins) dan Ylang-ylang (forma genuina Steeins).Cananga memiliki cabang tegak lurus terhadap
batang sedangkan Ylang-ylang memiliki cabang yang terkulai dan daun lebih kecil.
g. Sedap Malam

Sedap malam (Polianthes tuberosa, bahasa Melayu: sundal malam) adalah tumbuhan hijau abadi dari
suku asmat Minyak dari bunga ini digunakan dalam pembuatan parfum. Nama tuberosa menunjukkan
bahwa tumbuhan ini memiliki umbi (tuber). Saat ini dikenal sekitar 12 spesies dari genus Polianthes.
Bunga sedap malam biasa mekar di malam hari. Tanaman ini diperkirakan berasal dari Meksiko.
Bangsa Astek mengenalnya dengan nama omixochitl, "bunga tulang".
Nama bunga ini di India bagian timur adalah ratkirani, yang berarti "ratu malam". Di Singapura
bunga ini dinamakan xinxiao, yang berarti "tempat ngengat hinggap".

h. Cengkeh

Cengkih atau cengkeh (Syzygium aromaticum) adalah kuncup bunga kering beraroma dari keluarga
pohon Myrtaceae. Cengkih adalah tanaman asli Indonesia, banyak digunakan sebagai bumbu masakan
pedas di negara-negara Eropa,[3] dan sebagai bahan utama rokok kretek khas Indonesia. Cengkih
ditanam terutama di Indonesia dan Madagaskar; selain itu juga dibudidayakan di Zanzibar, India, dan
Sri Lanka. Cengkih umumnya memiliki musim panen yang bervariasi di negara-negara
penghasilnya.[4] Tumbuhan ini adalah flora identitas Provinsi Maluku Utara.

i. cempaka Putih

Cempaka putih atau kantil (Magnolia × alba (D.C.) Figlar & Noot.) adalah salah satu anggota suku
Magnoliaceae. Tumbuhan ini dikenal di Indonesia dan beberapa negara tetangganya karena kuncup
bunganya sering kali dipakai dalam upacara-upacara tradisional atau ritual tertentu. Secara botani, ia
adalah hibrida (hasil persilangan) antara M. champaca dan M. montana.
j. Tenggaring

Pohon Tenggaring Identitas Kalimantan - Tenggaring atau dikenal juga dengan nama
Kapulasan adalah Flora yang merupakan identitas dari Kalimantan Tengah. Tenggaring atau
kapulasan ini terlihat sangat mirip dengan rambutan (Nephelium lappaceum) sebab memang
masih memiliki hubungan kerabat yang dekat. dan juga tenggaring memang adalah jenis
rambutan hutan yang banyak ditemukan dan tumbuh alami di hutan Kalimantan Tengah.Di
Indonesia tumbuhan ini dikenal pula sebagai kapulasan, pulasan (Sunda), tenggaring
(Kalimantan Tengah), tukou biawak (Kubu), Molaitomo (Gorontalo), mulitan (Toli-toli).
Selain kerap disebut dengan nama rambutan kafri dan juga rambutan paroh.Pohon tenggaring
(Nephelium ramboutan-ake) memiliki kemiripan dengan pohon rambutan sebab masih
termasuk ke dalam 1 marga. Tinggi pohon Kapulasan normalnya lebih pendek dari rambutan
walaupun dapat mencapai tinggi sampai 20 meter.
III. Fauna Khas Indonesia

a. Anoa

Anoa (Bubalus sp.) adalah mamalia terbesar dan endemik yang hidup di daratan Pulau Sulawesi dan
Pulau Buton.[3] Banyak yang menyebut anoa sebagai kerbau kerdil.[4] Anoa merupakan hewan yang
tergolong fauna peralihan.[5] Anoa merupakan mamalia tergolong dalam famili bovidae yang tersebar
hampir di seluruh pulau Sulawesi. Kawasan Wallacea yang terdiri atas pulau Sulawesi, Maluku,
Halmahera, Kepulauan Flores, dan pulaupulau kecil di Nusa Tenggara. Wilayah ini unik karena
banyak memiliki flora dan fauna yang endemik dan merupakan kawasan peralihan antara benua Asia
dan Australia.
b. Orang Utan

Orang utan (bentuk tidak baku: orangutan) atau mawas adalah salah satu jenis kera besar dengan
lengan panjang dan berbulu kemerahan atau cokelat, yang hidup di hutan tropis Indonesia dan
Malaysia, khususnya di Pulau Kalimantan dan Sumatra. Secara etimologi, istilah "orangutan" diambil
dari perkataan dalam bahasa Melayu dan bahasa Indonesia,[3] yaitu terdiri dari kata gabungan ourang
yang berarti orang dan utan yang merupakan kata untuk hutan.
c. Binturong

Binturung (Arctictis binturong) adalah sejenis musang bertubuh besar, anggota suku Viverridae.
Beberapa dialek Melayu menyebutnya binturong, menturung atau menturun. Dalam bahasa Inggris,
hewan ini disebut Binturong, Barangkali karena omnivora berbulu hitam lebat ini bertampang mirip
beruang yang berekor panjang, sementara juga berkumis lebat dan panjang seperti kucing (bear:
beruang; cat: kucing).
d. Burung Cendrawasih

Burung Cenderawasih merupakan anggota famili Paradisaeidae dari ordo Passeriformes.


Cendrawasih biasanya ditemukan di Indonesia seperti di bagian Timur Papua, Papua Nugini,
pulau-pulau selat Torres, dan Australia timur. Burung anggota keluarga ini dikenal karena bulu burung
jantan pada banyak jenisnya, terutama bulu yang sangat memanjang dan rumit yang tumbuh dari
paruh, sayap atau kepalanya. Ukuran burung Cenderawasih mulai dari Cenderawasih raja pada 50
gram dan 15 cm hingga Cenderawasih paruh-sabit Hitam pada 110 cm dan Cenderawasih manukod
jambul-bergulung pada 430 gram.
e. Badak Jawa

Badak jawa (Rhinoceros sondaicus), disebut juga Badak sunda (sesuai dengan nama latinnya) atau
badak bercula satu kecil, adalah sebuah anggota famili Rhinocerotidae dan merupakan salah satu dari
lima spesies badak yang masih ada. Badak India, yang berbagi genus yang sama, memilki kulit
bermosaik yang menyerupai baju baja, yang walaupun lebih besar, bermiripan dengan badak Jawa.
Badak Jawa dapat memiliki badan dengan panjang 3,1–3,2 m dan tinggi 1,4–1,7 m.
f. Burung Kakak Tua

Kakatua (suku Cacatuidae) adalah jenis burung hias yang memiliki bulu yang indah dengan
lengkingan suara yang cukup nyaring. Spesies ini termasuk salah satu burung dengan kecerdasan yang
cukup bagus, sehingga sering digunakan untuk acara-acara hiburan di kebun binatang atau tempat
hiburan lainnya.
g. Gajah Sumatera

Gajah sumatra (bahasa Latin: Elephas maximus sumatranus) adalah subspesies dari gajah asia yang
hanya berhabitat di Pulau Sumatra. Gajah sumatra berpostur lebih kecil daripada subspesies gajah
india. Populasinya semakin menurun dan menjadi spesies yang sangat terancam. Sekitar 2000 sampai
2700 ekor gajah sumatra yang tersisa di alam liar berdasarkan survei pada tahun 2000. Sebanyak 65%
populasi gajah sumatra lenyap akibat dibunuh manusia, dan 30% kemungkinan dibunuh dengan cara
diracuni oleh manusia. Sekitar 83% habitat gajah sumatra telah menjadi wilayah perkebunan akibat
perambahan yang agresif.

h. Harimau Jawa

Dibandingkan dengan jenis-jenis harimau di Benua Asia, harimau jawa terhitung bertubuh kecil.
Namun harimau ini mempunyai ukuran tubuh yang lebih besar daripada harimau bali dan kurang lebih
sama besar dengan harimau sumatera. Harimau jawa jantan mempunyai berat 100-140 kg, sementara
yang betina berbobot lebih ringan, antara 75–115 kg. Panjang kepala dan tubuh hewan jantan sekitar
200-245 cm; hewan betina sedikit lebih kecil.

i. Jalak Bali Putih

Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) adalah sejenis burung pengicau berukuran sedang, dengan panjang
lebih kurang 25cm,[1] dari suku Sturnidae. Ia turut dikenali sebagai Curik Ketimbang Jalak.[2] Jalak
Bali hanya ditemukan di hutan bagian barat Pulau Bali dan merupakan hewan endemik Indonesia.
Burung ini juga merupakan satu-satunya spesies endemik Bali dan pada tahun 1991 dinobatkan
sebagai lambang fauna Provinsi Bali.
j. Bekantan

Bekantan (nama ilmiah: Nasalis larvatus) adalah jenis monyet berhidung panjang dengan rambut
berwarna coklat kemerahan dan merupakan satu dari dua spesies dalam genus Nasalis. Bekantan
merupakan hewan endemik pulau Kalimantan yang tersebar di hutan bakau, rawa dan hutan pantai.
Ciri utama yang membedakan bekantan dari monyet lainnya adalah hidung panjang dan besar yang
hanya ditemukan di spesies jantan.
Bekantan merupakan fauna identitas provinsi Kalimantan Selatan.[note 1] Hewan ini dikenal dengan
berbagai nama, misalnya proboscis monkey atau long-nosed monkey dalam bahasa Inggris, kera
bekantan dalam bahasa Malaysia, bangkatan untuk Brunei, sementara penduduk sekitar juga
menyebutnya monyet belanda atau kera belanda, pika, bahara bentangan, raseng, dan kahau.[2][3]
Bekantan termasuk jenis mamalia yang dilindungi dari ancaman kepunahan akibat dari konversi lahan
hutan dan degradasi habitat. Berdasrkan hal ini, Bekantan temasuk satwa dengan status terancam
punah (Endangered) dalam daftar merah IUCN.[4] Spesies ini dilindungi baik oleh organisasi dunia
maupun pemerintah Indonesia.[note 2] Ia ditempatkan dalam CITES apendiks I.
IV. Flora Endemik Khas Indonesia

a. Rafflesia Arnoldi

Padma raksasa (bahasa Latin: Rafflesia arnoldii) adalah tumbuhan parasit obligat yang terkenal
karena memiliki bunga berukuran sangat besar, bahkan merupakan bunga terbesar di dunia ke-2.
Bunga Raflesia dikatakan bunga yang unik karena hanya berupa bunga mekar tanpa daun, akar dan
tidak memiliki batang.[1] Rafflesia memiliki jaringan yang mirip seperti fungsi akar yang disebut
haustorium.
b. Edelweiss Jawa

Anaphalis javanica, yang dikenal secara populer sebagai Edelweiss jawa (Javanese edelweiss) atau
Bunga Senduro, adalah tumbuhan endemik zona alpina/montana di berbagai pegunungan tinggi
Nusantara.[1] Tumbuhan ini dapat mencapai ketinggian 8 meter dan dapat memiliki batang sebesar
kaki manusia walaupun umumnya tidak melebihi 1 meter. Tumbuhan ini sekarang dikategorikan
sebagai langka.
c. Sawo Kecik

Sawo kecik (Manilkara kauki) adalah sejenis tanaman penghasil buah pangan anggota suku
sawo-sawoan atau Sapotaceae. Tumbuhan berbentuk pohon ini biasanya berfungsi sebagai tanaman
hias pekarangan dan pelindung. Pohon ini menyukai dataran rendah hingga sedang. Selain buahnya,
batang kayu sawo kecik ini ternyata juga bisa dimanfaatkan. Di Indonesia, Sawo Kecik (Manilkara
kauki) sudah mulai langka karena mulai jarang yang membudidayakan. Di DIY, Sawo Kecikbiasa
disebut Sawo Jawa yang dijadikan tanaman pertanda bahwa orang yang menanamnya adalah abdi
dalem kraton. Sawo Kecik berasal dari kata sarwo becik yang berarti serta baik.
d. Ketapang

Ketapang atau katapang (Terminalia catappa) adalah nama sejenis pohon tepi pantai[2] yang rindang.
Lekas tumbuh dan membentuk tajuk indah bertingkat-tingkat, ketapang kerap dijadikan pohon
peneduh di taman-taman dan tepi jalan. Selain nama ketapang dengan pelbagai variasi dialeknya
(misalnya Bat.: hatapang; Nias: katafa; Mink.: katapiĕng; Teupah: lahapang; Tim.: ketapas; Bug.:
atapang; dll.), pohon ini juga memiliki banyak sebutan seperti talisei, tarisei, salrisé (Sulut); tiliso,
tiliho, ngusu (Maluku Utara); sarisa, sirisa, sirisal, sarisalo (Mal.); lisa (Rote); kalis, kris (Papua
Barat); dan sebagainya. Dalam bahasa Inggris tumbuhan ini dikenal dengan nama-nama Bengal
almond, Indian almond, Malabar almond, Singapore almond, Tropical almond, Sea almond, Beach
almond, Talisay tree, Umbrella tree, dan lain-lain.

e. Kayu Hitam

Kayu-hitam sulawesi adalah sejenis pohon penghasil kayu mahal dari suku eboni-ebonian
(Ebenaceae). Nama ilmiahnya adalah Diospyros celebica, yakni diturunkan dari kata "celebes"
(Sulawesi), dan merupakan tumbuhan endemik daerah itu (Palu, Sulawesi Tengah). Pohon, batang
lurus dan tegak dengan tinggi sampai dengan 40 m. Diameter batang bagian bawah dapat mencapai 1
m, sering dengan banir (akar papan) besar. Kulit batangnya beralur, mengelupas kecil-kecil dan
berwarna coklat hitam. Pepagannya berwarna coklat muda dan di bagian dalamnya berwarna putih
kekuning-kuningan. Daun tunggal, tersusun berseling, berbentuk jorong memanjang, dengan ujung
meruncing, permukaan atasnya mengkilap, seperti kulit dan berwarna hijau tua, permukaan bawahnya
berbulu dan berwarna hijau abu-abu. Bunganya mengelompok pada ketiak daun, berwarna putih.
Buahnya bulat telur, berbulu dan berwarna merah kuning sampai coklat bila tua. Daging buahnya
yang berwarna keputihan kerap dimakan monyet, bajing atau kelelawar; yang dengan demikian
bertindak sebagai agen pemencar biji. Bijinya berbentuk seperti baji yang memanjang, coklat
kehitaman.
V. Fauna Endemik Khas Indonesia

a. Harimau Sumatera

Harimau sumatra adalah populasi Panthera tigris sondaica[2] yang mendiami pulau Sumatera,
Indonesia dan satu-satunya anggota subspesies harimau sunda yang masih bertahan hidup hingga saat
ini. Ia termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam punah (critically endangered) dalam
daftar merah spesies terancam yang dirilis Lembaga Konservasi Dunia IUCN. Populasi liar
diperkirakan antara 400-500 ekor, terutama hidup di Pegunungan Bukit Barisan jama sejarah
taman-taman nasional di Sumatera jaman prasejarah.
b. Komodo

Komodo atau lengkapnya biawak komodo (Varanus komodoensis), adalah spesies biawak besar yang
terdapat di Pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili Motang, dan Gili Dasami di Provinsi Nusa Tenggara
Timur, Indonesia.[1][2] Biawak ini oleh penduduk asli pulau Komodo juga disebut dengan nama
setempat ora.[3] Nama lain dari komodo adalah buaya darat, walaupun komodo bukanlah spesies
buaya.[4] Komodo merupakan spesies terbesar dari familia Varanidae, sekaligus kadal terbesar di
dunia, dengan rata-rata panjang 2-3 meter dan beratnya bisa mencapai 100 kg.

c. Badak Sumatera

Badak sumatra, juga dikenal sebagai badak berambut atau badak Asia bercula dua (Dicerorhinus
sumatrensis),[5] merupakan spesies langka dari famili Rhinocerotidae dan termasuk salah satu dari
lima spesies badak yang masih lestari. Badak sumatra merupakan satu-satunya spesies yang tersisa
dari genus Dicerorhinus. Spesies ini merupakan jenis badak terkecil, meskipun masih tergolong
hewan mamalia yang besar. Tingginya 112-145 cm sampai pundak, dengan panjang keseluruhan
tubuh dan kepala 2,36-3,18 m, serta panjang ekor 35–70 cm.

Yaki atau Monyet wolai atau Monyet hitam sulawesi (Macaca nigra) adalah satwa endemik
Indonesia yang hanya terdapat Pulau Sulawesi bagian utara dan beberapa pulau di sekitarnya. Yaki
merupakan jenis monyet makaka terbesar yang ada di Pulau Sulawesi. Cirinya yang khas dari yaki
adalah warna seluruh tubuhnya yang hitam dan memiliki rambut berbentuk jambul di atas kepalanya,
serta memiliki pantat berwarna merah muda.

e. Badak Bercula Satu

Badak jawa (Rhinoceros sondaicus), disebut juga Badak sunda (sesuai dengan nama latinnya) atau
badak bercula satu kecil, adalah sebuah anggota famili Rhinocerotidae dan merupakan salah satu dari
lima spesies badak yang masih ada. Badak India, yang berbagi genus yang sama, memiliki kulit
bermosaik yang menyerupai baju baja, yang walaupun lebih besar, bermiripan dengan badak Jawa.
Badak Jawa dapat memiliki badan dengan panjang 3,1–3,2 m dan tinggi 1,4–1,7 m. Badak Jawa
memiliki ukuran cula terkecil dibandingkan dengan cula spesies-spesies badak lainnya sedangkan
badak Jawa betina tidak memiliki cula sama sekali.
VI. Tempat Pelestarian In Situ

a. Hutan Lindung

Hutan lindung (protected forest) adalah kawasan hutan yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau
kelompok masyarakat tertentu untuk dilindungi, agar fungsi-fungsi ekologisnya—terutama
menyangkut tata air dan kesuburan tanah—tetap dapat berjalan dan dinikmati manfaatnya oleh
masyarakat di sekitarnya. Undang-undang RI no 41/1999 tentang Kehutanan menyebutkan:[1]
„Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan
sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi,
mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.“
Dari pengertian di atas tersirat bahwa hutan lindung dapat ditetapkan di wilayah hulu sungai
(termasuk pegunungan di sekitarnya) sebagai wilayah tangkapan hujan (catchment area), di sepanjang
aliran sungai bilamana dianggap perlu, di tepi-tepi pantai (misalnya pada hutan bakau), dan
tempat-tempat lain sesuai fungsi yang diharapkan.
Dalam hal ini, undang-undang tersebut juga menjelaskan bahwa yang dimaksud sebagai kawasan
hutan dalam pengertian di atas adalah.

b. Taman Nasional

Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan
sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang
budidaya, pariwisata, dan rekreasi.[1] Taman nasional merupakan salah satu jenis kawasan konservasi
karena dilindungi, biasanya oleh pemerintah pusat, dari perkembangan manusia dan polusi.
Taman nasional merupakan kawasan yang dilindungi (protected area) oleh World Conservation Union
Kategori II. Taman nasional terbesar adalah Taman Nasional Greenland Timur Laut, yang didirikan
sejak tahun 1974.
c. Taman Safari

Taman Safari Indonesia dibangun pada tahun 1980 pada sebuah perkebunan kina yang sudah tidak
produktif lagi seluas 50 hektar. Taman ini ditetapkan sebagai Objek Wisata Nasional oleh Soesilo
Soedarman, Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi pada masa itu dan diresmikan menjadi Pusat
Penangkaran Satwa Langka di Indonesia oleh Hasyrul Harahap, Menteri Kehutanan pada masa itu,
pada tanggal 16 Maret 1990. Kini, luas Taman Safari telah berkembang menjadi 168 hektare dan
dilengkapi dengan berbagai sarana edukasi dan rekreasi serta mengadakan safari malam pada saat
akhir pekan dan libur panjang. Taman Safari Indonesia adalah tempat wisata keluarga berwawasan
lingkungan yang berorientasi pada habitat satwa di alam bebas. Taman Safari Indonesia terletak di
Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat atau yang lebih dikenal dengan
kawasan Puncak. Taman ini berfungsi menjadi penyangga Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
di ketinggian 900-1800 m di atas permukaan laut, serta mempunyai suhu rata-rata 16 - 24 derajat
Celcius.

d. Cagar Alam

Cagar alam adalah suatu kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan
tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan
perkembangannya berlangsung secara alami. Contoh kawasan yang dijadikan cagar alam di Indonesia
adalah Cagar Alam Pananjung Pangandaran di Jawa Barat, Cagar Alam Nusakambangan Barat dan
Cagar Alam Nusakambangan Timur di Jawa Tengah. Di Indonesia, cagar alam adalah bagian dari dari
kawasan konservasi (Kawasan Suaka Alam), maka kegiatan wisata atau kegiatan lain yang bersifat
komersial, tidak boleh dilakukan di dalam area cagar alam. Sebagaimana kawasan konservasi lainnya,
untuk memasuki cagar alam diperlukan SIMAKSI (Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi).
SIMAKSI bisa diperoleh di kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat. Dengan
dibangunnya cagar alam maka sumber daya alam berupa flora dan fauna dapat dilindungi dengan baik
oleh negara.
e. Kebun Botani

Kebun botani atau kebun raya adalah suatu lahan yang ditanami berbagai jenis tumbuhan yang
ditujukan untuk keperluan koleksi, penelitian, dan konservasi ex-situ (di luar habitat). Selain untuk
penelitian, kebun botani dapat berfungsi sebagai sarana wisata dan pendidikan bagi pengunjung.
Arboretum adalah semacam kebun botani yang mengkoleksi pepohonan.
Dalam taman botani, tumbuhan koleksi dipelihara dan diberi keterangan nama dan beberapa informasi
lainnya yang berguna bagi pengunjung. Dua tambahan penting bagi suatu kebun botani adalah
perpustakaan dan herbarium. Keduanya diperlukan untuk kegiatan penelitian dan dokumentasi.
Identifikasi/klasifikasi adalah hal yang umum dilakukan di kebun botani. Kebun botani dapat pula
memiliki bangunan khusus untuk menumbuhkan koleksi yang tidak dapat hidup pada iklim alami
tempat itu atau memerlukan perawatan khusus. Bangunan khusus ini dapat berupa rumah kaca atau
klimatron dan iklim buatan dapat dibuat di dalamnya.
Umumnya kebun botani dapat dikunjungi umum. Pemilik kebun botani dapat suatu lembaga tertentu,
negara, maupun perorangan. Namun, tidak semua kebun botani dibuka untuk umum, contohnya
Chelsea Physic Garden.
VII. Tempat Pelestarian Ex Situ

a. Kebun Raya Bogor

Pada awal 1800-an Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles, yang mendiami Istana Bogor dan
memiliki minat besar dalam botani, tertarik mengembangkan halaman Istana Bogor menjadi sebuah
kebun yang cantik. Dengan bantuan para ahli botani, W. Kent, yang ikut membangun Kew Garden di
London, Raffles menyulap halaman istana menjadi taman bergaya Inggris klasik. Inilah awal mula
Kebun Raya Bogor dalam bentuknya sekarang. Pada tahun 1814 Olivia Raffles (istri dari Gubernur
Jenderal Thomas Stamford Raffles) meninggal dunia karena sakit dan dimakamkan di Batavia.
Sebagai pengabadian, monumen untuknya didirikan di Kebun Raya Bogor. Ide pendirian Kebun Raya
bermula dari seorang ahli biologi yaitu Abner yang menulis surat kepada Gubernur Jenderal
G.A.G.Ph. van der Capellen. Dalam surat itu terungkap keinginannya untuk meminta sebidang tanah
yang akan dijadikan kebun tumbuhan yang berguna, tempat pendidikan guru, dan koleksi tumbuhan
bagi pengembangan kebun-kebun yang lain.

b. Kebun Binatang Surabaya

Kebun Binatang Surabaya (KBS) pertama kali didirikan berdasarkan SK Gubernur Jenderal Hindia
Belanda tanggal 31 Agustus 1916 No. 40, dengan nama Soerabaiasche Planten-en Dierentuin (Kebun
Botani dan Binatang Surabaya) atas jasa seorang jurnalis bernama H.F.K. Kommer yang memiliki
hobi mengumpulkan binatang. Dari segi finansial H.F.K Kommer mendapat bantuan dari beberapa
orang yang mempunyai modal cukup. Susunan pengurus pertama Kebun Binatang Surabaya:
● Ketua: J.P Mooyman
● Sekretaris: A.H. de Wildt
● Bendahara: P Egos, dibantu 6 orang anggotanya yaitu:
1. F.C. Frumau
2. A. Lenshoek
3. H.C. Liem
4. J. Th. Lohmann
5. smanEda. H. So
6. M.C. Valk
Lokasi KBS yang pertama di Kaliondo, pada tahun 1916. Kemudian pada tanggal 28 September 1917
pindah di Jalan Groedo. Dan pada tahun 1920 pindah ke daerah Darmo untuk areal kebun binatang
yang baru atas jasa Oost-Java Stoomtram Maatschappij atau Maskapai Kereta Api yang
mengusahakan lokasi seluas 30.500 m2.

c. Kebun Raya Bedugul Bali

Kebun Raya "Eka Karya" Bali atau kadang disebut Kebun Raya Bedugul adalah sebuah kebun botani
terbesar di Indonesia[1] yang terletak di Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan,
Bali berjarak sekitar 60 km dari Denpasar. Kebun ini merupakan kebun raya pertama yang didirikan
oleh putra bangsa Indonesia.[2] Pengelolaannya dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) dan secara struktur organisasi berada di bawah pembinaan Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun
Raya Bogor. Kebun ini didirikan pada 15 Juli 1959. Pada awalnya Kebun Raya Eka Karya Bali hanya
diperuntukkan bagi tetumbuhan runjung. Seiring dengan perkembangan dan perubahan status serta
luas kawasannya, kebun yang berada pada ketinggian 1.250–1.450 m dpl ini kini menjadi kawasan
konservasi ex-situ bagi tumbuhan pegunungan tropika Kawasan Timur Indonesia. Luas kawasan
Kebun Raya semula hanya 50 ha, tetapi saat ini luas kebun raya menjadi 157,5 ha.

d. Kebun Binatang Gembira Yogyakarta

Secara harfiah, Gembira Loka berarti tempat bahagia. Syahdan, hampir setengah abad yang lalu Sri
Sultan Hamengkubuwana IX mewujudkan keinginan pendahulunya untuk mengembangkan ‘Bonraja’
tempat memelihara satwa kelangenan raja menjadi suatu kebun binatang publik. Maka didirikanlah
Gembira Loka di atas lahan seluas 22 hektare yang separuhnya berupa hutan lindung. Disitu terdapat
lebih dari 100 spesies satwa di antaranya 61 spesies flora.
Letaknya di daerah aliran Sungai Gajah Wong. Akses menuju Gembira Loka sangat mudah dengan
angkutan kota dan kendaraan. Pada awalnya dimulai dari beberapa hewan macan tutul yang berhasil
ditangkap penduduk setempat karena mengganggu desa dan sebagian berasal dari lereng Gunung
Merapi yang hutannya terbakar akibat awan panas.
e. Taman Nasional Tanjung Puting

Taman nasional ini letaknya berada di semenanjung barat daya Kalimantan Tengah. Taman nasional
ini dikenal sebagai kawasan konservasi orangutan terbesar yang ada di dunia. Jumlah orangutan yang
hidup di taman nasional Tanjung Puting berkisar lebih dari 30.000 ekor.
Selain melindungi dan memelihara orangutan, kawasan taman nasional ini juga menjadi salah satu
cagar biosfer. Didalamnya terdapat vegetasi flora tumbuhan insektivora atau pemakan serangga yaitu
kantong semar. Area taman nasional ini memiliki luas sebesar 415.040 hektar. Kawasan tersebut
meliputi wilayah tropika dataran rendah, hutan rawa air tawar, hutan tanah kering, hutan rawa gambut,
hutan bakau atau hutan mangrove, hutan sekunder, dan hutan pantai.

Anda mungkin juga menyukai