Anda di halaman 1dari 107

RADIOFARMASI

Nurfijrin Ramadhani
Capaian Pembelajaran
 Setelah mengikuti kuliah, mahasiswa
dapat menjelaskan tentang pengertian
dasar radioaktivitas sebagai penunjang
radiofarmasi
Pokok Pembahasan
 Pengertian sediaan radiofarmasi,
 kegunaan sediaan radiofarmasi,
 aplikasi sediaan di rumah sakit,
 Kebijakan penggunaan radioisotope
Pengertian Radiofarmasi
 Apa Radiofarmasi ?

 tempat dimana sediaan obat radioaktif


dipersiapkan dan didispensing.
 Tempat dimana bahan radioaktif dan
non radioaktif disimpan
 pusat investigasi klinis, penggunaan tracer
radioaktif
PENGGUNAAN RADIOFARMASI
 pendidikan mahasiswa radiofarmasi,
 mahasiswa teknologi nuklir,
 residen kedokteran nuklir atau radiologi
 pusat research dalam pengembangan
radioaktif baru pelacak
 Radiofarmasi bertanggung jawab atas
kualitas kontrol radiofarmasi. Prosedur
persiapan rutin sering kali digabungkan uji
kendali mutu untuk keperluan radiokimia
sediaan radiofarmasi
 Kegunaan sediaan radiofarmasi

 Diagnostic radiopharmuceuticals.
tritium, carbon 14, or phosphorus 32
 Therapeutic radiopharmaceuticals
iodide I3 I untuk thyroid ablation pada
pasien yang hyperthyroid
 Regular drugs labeled with a radioactive
tracer misal biodistribution
Pekerjaan radiofarmasi di RS
 pekerjaan radiofarmasi menjadi dua
aktivitas utama:
 dispensing dan klinis.
 Termasuk juga kegiatan dalam
menyiapkan dan mengirimkan ke klinik
tracer radioaktif untuk studi pasien
SINGLE DOSE

MULTIPLE DOSE
 Radiofarmaka didispensing dalam bentuk keduanya yaitu
dosis tunggal (atas) atau sebagai multi dosis (bawah)
 Dosis tunggal biasanya disiapkan dalam kondisi telah di
prekalibrasi siap untuk disuntikkan –preparasi injeksi iv.
 Larutan multidosis biasanya berisis kebutuhan radiofarmaka
dalam sehari. Yang mana bisa beberapa atau sepuluh atau
lebih dosis terutama bagi klinik pengobatan nuclear.
 Pada waktu lain, kapsul dihitung, atau larutan oral
diukur, menjadi cup sekali pakai atau wadah lain
yang sesuai.
 Ini jugamemerlukan uji radioaktivitas, pelabelan
dosis, dan menyimpannya dalam pelindung
radiasi untuk transportasi ke pasien.
 Dalam beberapa kasus pasien dibawa ke
radiofarmasi sehingga pelacak dapat diberikan
kepada pasien oleh radiofarmasis
 Sering dilakukan dan merupakan cara teraman
untuk memberikan larutan oral radioiodine yang
digunakan untuk terapi
 Radiofarmasi juga dapat mengeluarkan
beberapa non radioaktif obat-obatan
seperti perklorat, atropin, larutan iodida,
atau faktor intrinsik.
 obat-obatan ini tambahan digunakan
untuk meningkatkan penyerapan,
mengubah biodistribusi, atau membantu
dalam mengendalikan biorouting
radioaktivitas.
 Penggunaan Radioisotop Bidang
Kesehatan
 Untuk terapi radiasi, seperti terapi
kelainan tiroid dan terapi polisitemia vera
dan leukemia.
 untuk diagnosis seperti diagnosis fungsi
dan anatomi organ tubuh, serta studi
sirkulasi dan kehilangan darah.
 Radiofarmasi bertanggung jawab atas
kualitas pengendalian radiofarmaka.
Rutinitas prosedur persiapan rutin
memasukkan tes kontrol kualitas
kemurnian radiokimia.
 Ketika biodistribusi" pelacak (tracer) didistribusikan pada
pasien dengan cara yang tidak dapat dijelaskan secara
patologi pasien atau berbeda signifikan dari apa yang
biasanya diharapkan,maka kinerja pelacak menjadi
mencurigakan.
 Untuk menegakkan diagnosis, dokter kedokteran nuklir
sering membutuhkan informasi tambahan yang diperoleh
dari kontrol kualitas atau jenis kinerja tes lainnya.
 Terkadang melibatkan berbicara dengan pasien untuk
mengetahui riwayat obat, memeriksa hasil pasien lain yang
telah diberikan pelacak yang sama, dan bahkan mungkin
memerlukan melakukan studi distribusi jaringan pada
hewan.
 Kegiatan pemecahan masalah ini merupakan bagiandari
apa yang disebut radiofarmasi klinis.
Supply of radioactive drugs and troubleshooting of
radioactive tracer studies are major radiopharrnucy
functions.
 Seringkali rumah sakit yang memiliki
kedokteran nuklir layanan akan lebih memilih
untuk memiliki radiofarmasi rumah sakit sendiri
terletak di dalam departemen.
 Radiofarmasi ini biasanya merupakan
subdivisi dari klinik kedokteran nuklir. Dalam
banyak kasus, penanggung jawab
radiofarmasi dapat memiliki sedikit
keterlibatan dengan farmasi rumah sakit
biasa.
 Di beberapa rumah sakit ada radiofarmasi berada
di bawah kendali administratif bersama keduanya
farmasi rumah sakit dan kedokteran nuklirklinik.
 Ini memiliki keuntungan menjaga radiofarmasi
yang bekerja langsung di obat nuklir tetapi
membiarkannya memanfaatkan personel yang
tersedia di apotek rumah sakit dan menggunakan
beberapa layanan dan fasilitas tersedia di apotek
rumah sakit.
 Ketika radiofarmasi rumah sakit terletak diklinik
kedokteran nuklir, biasanya berada di bawah
pengawasan langsung kedokteran nuklirdokter
atau ilmuwan kedokteran nuklir
radiofarmaka
 Apa itu radiofarmaka?
 Syarat yang secara hukum didefinisikan
dalam Daftar Federal Amerika Serikat
adalah obat radioaktif.
 Radiofarmaka adalah senyawa bertanda
radioaktif dan memenuhi persyaratan
farmakologis yang digunakan dalam
diagnostik, terapi dan penelitian medik
klinik di kedokteran nuklir (BAPETEN)
Radiofarmaka diagnostik.
 Iniadalahobat radioaktif yang digunakan
untuk tujuan diagnostiksebagai pelacak
radioaktif pada pasien.
 Obat-obatan ini menyiarkan posisi
mereka di dalam tubuh dengan emisi
sinar gamma mereka.
 Dengan memantau siaran ini kita dapat
menyimpulkan konsentrasinyadari bahan
pelacak di organ yang berbeda
Radiofarmaka diagnostik.
 Menggunakan sinyalnya, kita bahkan bisa
mendapatkan resolusi rendah gambar organ.
 Dengan memantau ini siaran sebagai fungsi
waktu, kita bisa belajar kinetika dan
metabolisme obat dalam tubuh.
 Alat pemantau biasanya berupa:
detektor sinar gamma eksternal terkolimasi.
Dengan demikian,radiofarmaka diagnostik
diberikan kepada pasien untuk membedakan
normal dari biokimia, fisiologi, atau anatomi
abnormal.
Radiofarmaka terapeutik.
 Zat Radioaktif dapat diberikan kepada
pasien untuk tujuan menghantarkan radiasi
ke tubuh jaringan secara internal.
 Contoh terbaik dari ini adalah pemberian
iodida I3 I untuk tujuan tersebut ablasi tiroid
pada pasien yang hipertiroid.
 Tiroid diiradiasi secara internal oleh yodium
radioaktif yang konsentrat.
 Selain itu radiofarmaka digunakan dalam
terapi kanker
Obat biasa berlabel pelacak
radioaktif

 Jenis radiofarmasi lainnya adalah label obat


biasanya dengan jumlah kecil zat radioaktif.
 Mereka dikelola untuk pasien, bukan untuk
tujuan diagnostik namun untuk mempelajari
metabolisme dan kinetik (yaitu,biodistribusi)
obat yang pada akhirnya dapat digunakan
dalam bentuk non radioaktif. Jenis
radiofarmasi ini digunakan terutama untuk
tujuan riset.
Radiofarmasi
 bertanggung jawab untuk pengisian dan pemberian resep
untuk pelacak radioaktif dan untuk aspek klinis
radiofarmasi.
 Untuk menjalankan fungsi-fungsi tersebut, radiofarmasi
perlu dilatih dalam
 (1) teknik radioaktif pelacak,
 (2) penanganan yang aman dari bahan radioaktif, dan
 (3) persiapan dan pengendalian mutu persiapan obat
untuk pemberian untuk manusia.
 Orang-orang ini juga diperlukan untuk memahami prinsip-
prinsip dasar kedokteran nuklir agar dapat berfungsi
secara efisien bagaimana memecahkan masalah klinis
melibatkan kegagalan kinerja pelacak radioaktif pada
pasien
Radiofarmasi
 Radiofarmasi pertama biasanya tidak apoteker,
tetapi individu yang terlibatdalam penciptaan
spesialisasi kedokteran nuklir
 individu yang tertarik pada penerapan teknik
pelacak untuk diagnosisdan manajemen pasien.
 Berasal dari bidang ilmu terkait seperti kimia,
radiokimia, fisika,teknik kimia, dan biologi.
 Pelatihan mereka biasanya mencakup beberapa
kursus formal, dengan sebagian besar pelatihan
berada di tempat kerja.
 pelatihan ini terutama penanganan bahan
radioaktif dan aplikasinya teknik pelacak untuk
masalah diagnostik.
TERIMAKASIH
Radiation therapy with
radiopharmaceuticals
Nurfijrin Ramadhani
131 I

• Sejauh ini terapi radiasi paling banyak dalam kedokteran nuklir


dilakukan dengan 131 I.
• Terapi yodium dilakukan pada pasien yang menderita hipertiroidisme,
bukan pasien terminal yang dirawat secara paliatif tetapi orang-orang
yang memiliki umur panjang yang memiliki harapan sembuh.
• Mereka harus dirawat dengan hati-hati untuk menghindari
kemungkinan kankerinduksi dan kerusakan genetik.
• Dalam situasi apa pun seorang wanita hamil tidak boleh diobati
karena yodium melewati plasenta penghalang dan secara tidak
sengaja dapat memapar tiroid janin, meninggalkannya menjadi
atiroid.
• Terapi yodium juga digunakan untuk mengobati kanker tiroid,
biasanya setelah operasi.
• Berguna untuk menghilangkan sisa jaringan tiroid dan untuk
mengobati metastasis jaringan tiroid.

• Iodium digunakan dalam iodide bentuk ion, tanpa pembawa
tambahan. Tiroid dapat distimulasi sebelum dosis diberikan pada
pasien kanker tiroid.
• yodiummerupakan konstituen normal dari tiroid dan hormon,
sehingga mekanisme penyerapan terapi sama dengan penggabungan
yodium lainnya menjadi hormon tiroid.
• Banyak sinar gamma 131I menciptakan bahaya radiasi untuk orang-
orang di sekitar pasien. 125 I juga telah digunakan dalam terapi tiroid.
32P natrium fosfat
• Fosfor 32 adalah pemancar beta murni denganwaktu paruh 14,3 hari.
Ini telah digunakan dalam bentuk natrium fosfat larut untuk
perawatan kondisi hematologi sveral seperti:leukemia dan polisitemia
vera.
• Diberikan baik secara oral atau intravena dan konsentrat dalam
prekursor sel darah dari sumsum di mana ada proliferasi cepat
darisel.
• Ada beberapa bukti bahwa pengobatan dapat menyebabkan
leukemia pada orang yang tidak dan perawatan kemoterapi dan
lainnya mungkin lebih disukai.
koloid
• Fosfor 32 dalam bentuk koloid tidak larutdari kromat fosfat dan 198
AU sebagai koloid telah digunakan untuk mengobati efusi, kedua
membran sinovial pada rheumatoid arthritis dan rongga peritoneum
sering setelah operasi inkomplit.
• Koloid, diencerkan dalam garam untukmengisi ruang, ditanamkan ke
dalam rongga yang bersangkutan.
• Dosis disampaikan ke permukaan rongga tempat koloid melekat.
Dalam peritoneum berangsur-angsur mungkin 198 Au memberikan
dosis yang kurang berbahaya untuk struktur lain dipasien; karena
waktu paruhnya yang lebih pendek, menghabiskan lebih banyak masa
pakainya di rongga yang benar dan kurang sebagai koloid yang telah
melewatipermukaan diafragma dan masuk ke dalamhati.
• 32P, di sisi lain, adalah beta murniemitor, sedangkan emas
memancarkan sinar gammapada 410 kev, yang menimbulkan bahaya
bagi sekitar jaringan.
• Semua koloid berperilaku sama,meskipun tidak identik karena
partikel perbedaan ukuran.
• Hal ini dimungkinkan untuk mencitrakan rongga di mana koloid 32P
akan ditanamkan dengan memberikan dosis pelacak belerang koloid
99mTc sebelum prosedur 32P
https://pionas.pom.go.id/ioni/ba
b-18-radiofarmaka
TERIMAKASIH
RADIO
FARMASI
Afra Wafiqah Azhar (F1G020001)
Point Pembahasan

“Pencegahan dan “Protokol Untuk “Peran Radiologi


Pengobatan Efek Pencegahan dan Diagnostik dan
Samping Induksi Pengobatan Terapeutik di
Radioterapi” Gejala Sisa Oral Bidang Kesehatan
Akibat Terapi Masyarakat”
Radiasi Kepala
dan Leher”
“Pencegahan dan
Pengobatan Efek
Samping Induksi
Radioterapi”
PENDAHULUAN
Radioterapi tetap menjadi andalan pengobatan kanker,
digunakan pada sekitar 50% pasien. Ketepatan dosis radiasi yang
dapat disampaikan dengan cepat meningkat. Presisi ini
memungkinkan penargetan dosis radiasi yang lebih akurat ke
tumor dan mengurangi jumlah jaringan normal di sekitarnya yang
terpapar. Meskipun hal ini sering mengurangi efek samping
radioterapi yang tidak diinginkan, kita masih perlu lebih
meningkatkan kualitas hidup pasien dan meningkatkan dosis
radiasi ke tumor bila diperlukan. Radioterapi presisi tinggi
memaksa seseorang untuk memilih organ atau substruktur organ
fungsional mana yang harus diselamatkan. Untuk dapat membuat
pilihan seperti itu, kita sangat perlu untuk lebih memahami
mekanisme molekuler dan fisiologis dari respons jaringan normal
terhadap radioterapi. Saat ini, pendekatan yang terlalu
disederhanakan menggunakan batasan pada dosis rata-rata, dan
volume jaringan normal yang diiradiasi digunakan untuk
merencanakan perawatan dengan risiko efek samping radiasi yang
diminimalkan.
EFEK SAMPING RADIASI
Radiasi mengaktifkan kaskade perbaikan kerusakan pada
jaringan normal. Kaskade ini dimulai dengan respon kerusakan DNA
yang mencakup apoptosis, kematian sel mitosis, dan penuaan seluler
dan diikuti oleh kaskade sitokin abadi, yang menginduksi inflamasi
dan matriks ekstraseluler yang berlebihan (ECM) dan deposisi
kolagen, proses yang sebagian besar dimodulasi oleh
ketidakseimbangan oksigen reaktif dan spesies nitrogen (ROS/RNS)
dan hipoksia jaringan. Efek samping radioterapi pada jaringan
normal dapat dibagi menjadi respon awal (atau akut) dan respon
lambat, sebagian besar tergantung pada waktu pergantian jaringan
dan modulasinya oleh proses yang menyerupai respon penyembuhan
luka. Efek samping awal (atau akut) terjadi selama, segera setelah,
atau segera setelah (dalam beberapa minggu) pengobatan
radioterapi. Efek samping awal sering reversibel ketika dosis terbatas
dan pergantian jaringan tinggi, seperti di mukosa mulut dan usus,
atau sebagian reversibel, seperti di paru-paru.
Kelenjar
Ludah
Sebagian besar pasien kanker kepala dan leher
(HNC) diobati dengan radioterapi saja, atau dalam kombinasi
dengan kemoterapi dan/atau pembedahan. Hal ini sering
mengakibatkan co-iradiasi yang tidak dapat dihindari dari
posisi perifer kelenjar ludah. Empat puluh persen pasien HNC
yang menerima IMRT akan mengalami xerostomia sedang atau
berat ('sindrom mulut kering'), akibat hiposalivasi, yang
menyebabkan perubahan dalam bicara dan rasa, kesulitan
dengan pengunyahan dan deglutisi, dan peningkatan risiko
terkena infeksi mulut dan karies gigi. Gejala sisa ini sangat
menghambat kualitas hidup pasien yang terkena.
Pengobatan kanker toraks dengan radioterapi dapat
menimbulkan efek samping. Secara tradisional, kerusakan paru dini dan
kerusakan jantung lanjut telah mendapat perhatian paling besar. Gejala sisa
klinis dari cedera paru radiasi biasanya dimulai dengan onset akut
pneumonitis radiasi pada 2-6 bulan setelah radioterapi dengan gejala yang
berkisar dari batuk, demam, dan dispnea bahkan kematian akibat gagal
napas. Fibrosis paru akibat radiasi sering berkembang secara subklinis dari
beberapa bulan hingga tahun setelah radioterapi. Pada hewan pengerat,
gejala toksisitas bermanifestasi sebagai peningkatan frekuensi pernapasan.
Beberapa respon inflamasi yang diprakarsai oleh radiasi dan kerusakan
akibat radiasi berkontribusi terhadap pneumonitis radiasi. Peradangan
alveolar dan interstisial akut menyebabkan hilangnya sel epitel tipe I dan sel
endotel, sementara menginduksi proliferasi sel epitel tipe II. Peristiwa ini
memulai kaskade sitokin inflamasi, yang memainkan peran penting dalam
pneumonitis radiasi. Hal ini dapat diperburuk dengan pengobatan
kombinasi dengan agen kemoterapi.
Otak
Kesimpulan
Dalam tinjauan ini, kita telah membahas bagaimana
perkembangan terkini dalam memahami bagaimana
radioterapi menyebabkan toksisitas pada jaringan
normal dapat dipahami dengan menggambarkan tiga
jaringan normal yang berisiko toksisitas tersebut.
Meningkatnya ketersediaan radioterapi presisi tinggi
mengubah cara kita melihat efeknya pada jaringan
normal. Perubahan distribusi dosis dan peningkatan
pengetahuan kita tentang efek lokal dan nonlokal dari
radioterapi pada jaringan normal memerlukan
penggunaan pendekatan yang berbeda untuk mencegah
dan/atau mengobati efek ini.
“Protokol Untuk Pencegahan
dan Pengobatan Gejala Sisa
Oral Akibat Terapi Radiasi
Kepala dan Leher”
Terapi radiasi memainkan peran penting dalam
perawatan pasien dengan kanker kepala dan leher. Karena
lokasi tumor primer atau metastasis kelenjar getah bening,
kelenjar ludah, rongga mulut, dan rahang sering dimasukkan
dalam portal pengobatan. Akibatnya, perubahan yang
disebabkan oleh paparan radiasi terjadi pada jaringan ini;
Perubahan ini dapat menyebabkan mukositis, hiposalivasi, vasi,
karies radiasi, kehilangan rasa, trismus, nekrosis jaringan lunak
dan osteoradionekrosis (ORN). Sekuel oral ini dapat
menyebabkan masalah substansial selama dan setelah terapi
radiasi dan merupakan faktor utama dalam menentukan
kualitas hidup pasien. Eksaserbasi akut infeksi fokal, misalnya,
infeksi periapikal dan periodontal, dan mukositis berat kadang-
kadang mungkin memerlukan penyesuaian atau penghentian
jadwal perawatan radiasi. Untuk alasan ini, komplikasi oral
harus dicegah atau dikurangi seminimal mungkin.
Pencegahan dan Pengobatan
Protokol tersebut dapat dibagi menjadi tiga fase perawatan pasien, yaitu sebelum paparan radiasi,
selama paparan radiasi, dan setelah paparan radiasi. Isu utama perawatan pasien sebelum paparan
radiasi adalah skrining, pengobatan konsekuensial, penjelasan, motivasi pasien, dan inisiasi tindakan
pencegahan. Manajemen selama terapi radiasi ditandai dengan pencegahan dan pengobatan
komplikasi akut yang disebabkan oleh paparan radiasi dan konseling komprehensif. Setelah radiasi
terapi, pencegahan dan pengobatan komplikasi kronis dan lanjut dalam hubungannya dengan
tindak lanjut yang dekat adalah masalah utama perawatan pasien.

Perawatan Pasien Sebelum Terapi Radiasi


Semua pasien dentulous dan edentulous yang bagian rahang, kelenjar ludah utama, atau rongga
mulut akan ditempatkan di bidang radiasi harus menerima evaluasi gigi komprehensif sebelum terapi
radiasi. Tujuan evaluasi adalah untuk mengidentifikasi faktor risiko untuk perkembangan komplikasi
mulut, khususnya yang dapat mengganggu pengobatan radiasi, seperti eksaserbasi infeksi periapikal
dan periodontal;. Kinerja pengobatan dan profilaksis yang diperlukan untuk mengurangi
kemungkinan komplikasi oral selama dan setelah terapi radiasi; memulai program perawatan
pencegahan yang komprehensif.. Pemeriksaan Fisik dan Radiografi terdiri dari : pertumbuhan gigi,
kebersihan mulut, kesadaran dan motivasi gigi, mukosa mulut dan proses diveolar, gigi palsu,
pembukaan mulut, flora mulut, dan pemeriksaan radiografi.
Pengobatan dan Profilaksis
Setelah pemeriksaan mulut dilakukan, rencana perawatan gigi dibuat. Pada prinsipnya,
pemeliharaan gigi sebanyak mungkin, pencegahan perlunya pencabutan setelah terapi radiasi, dan
pencegahan komplikasi akut yang dapat mengganggu perawatan radiasi adalah tujuan utama.
Semua gigi dengan prognosis yang meragukan harus dicabut sebelum terapi radiasi. Untuk
keputusan pencabutan sebelum terapi radiasi atau pemeliharaan gigi, beberapa faktor penting.
Mereka termasuk motivasi pasien dan kemampuan untuk mematuhi rejimen pencegahan.
Kurangnya motivasi dari pasien harus mengarah pada keputusan untuk mencabut gigi sebelum
terapi radiasi. Jenis paparan radiasi, bidang, dan dosis juga penting. Risiko perkembangan ORN
maksimal setelah dosis kumulatif ke tulang yang melebihi ini terutama berlaku untuk daerah molar
mandibula.
Perawatan pasien selama perawatan
Pemeliharaan kebersihan mulut yang optimal, tindakan pencegahan, dan menghilangkan
ketidaknyamanan mulut adalah perhatian utama selama periode pengobatan radiasi. Selama waktu
ini, pasien harus menjalani pemeriksaan oleh terapis radiasi dan harus diperiksa oleh anggota tim
gigi setidaknya seminggu sekali. Selama kunjungan skrining ini, situasi mulut, kebersihan mulut, dan
tindakan pencegahan harus diperiksa, dievaluasi, dan jika perlu diperkuat. Tindakan tambahan
dapat dimulai, tergantung pada status lisan dan keluhan.
Perawatan Pasien setelah Terapi Radiasi
Selain menghilangkan kekeringan mulut dan ketidaknyamanan, tujuan utama dari
protokol setelah terapi radiasi adalah pencegahan karies radiasi, penyakit periodontal, ekstraksi,
dan dengan demikian ORN. Kebersihan mulut harus dipertahankan pada tingkat tinggi tanpa batas
pada semua pasien, sedangkan aplikasi fluoride topikal harus dilanjutkan seumur hidup pada
sebagian besar pasien dentulous. Risiko ketidakpatuhan meningkat seiring waktu setelah terapi
radiasi. Pasien harus ditempatkan pada jadwal kunjungan ulang gigi yang teratur dan
ditindaklanjuti dengan bijaksana selama sisa hidup mereka. Ini diperlukan untuk memeriksa,
mengevaluasi, dan memperkuat rejimen kebersihan mulut, untuk mendorong pasien untuk
mematuhi protokol, dan untuk menasihati kemungkinan pengurangan dalam penggunaan fluor.
Sebagai aturan umum, kunjungan tindak lanjut harus dilakukan setiap minggu selama bulan
pertama, setiap tiga bulan selama tahun berikutnya, dan lebih jarang setelahnya; namun, jadwal
mungkin berbeda, tergantung pada tingkat kebersihan mulut, derajat hiposalivasi, dan apakah
pasien dentulous atau edentulous. Untuk alasan kemanjuran, kunjungan tindak lanjut harus
dikombinasikan dengan penarikan kembali onkologi. Dokter gigi pasien, bila diinstruksikan dengan
benar, dapat memainkan peran penting pada periode setelah terapi radiasi dengan merawat
pasien selama kunjungan ini atau bekerja dengan tim gigi.
Penutup
Sebuah protokol untuk pencegahan dan pengurangan sebagian besar
gejala sisa oral akibat terapi radiasi kepala dan leher telah diusulkan. Protokol
ini terutama berlaku di pusat-pusat yang beroperasi dengan tim gigi, yang
idealnya terdiri dari ahli bedah mulut dan maksilofasial, dokter gigi rumah sakit,
dan ahli kebersihan mulut, yang dikhususkan untuk mencakup berbagai tindakan
pencegahan dan pengobatan. Tim ini harus dilibatkan pada saat diagnosis
kanker awal sehingga rejimen pencegahan merupakan bagian integral dari
rejimen pengobatan kanker secara keseluruhan. Peran dokter gigi keluarga
sebelum dan selama terapi radiasi mungkin terbatas karena kompleksitas
skrining mulut dan perawatan mulut, kemungkinan komplikasi selama terapi
radiasi, dan fakta bahwa sebagian besar dokter gigi keluarga jarang
berhadapan dengan pasien jenis ini. Menurut pendapat kami, peran dokter gigi
keluarga terbatas pada perawatan pasien dengan penyakit tanpa komplikasi
setelah mereka menerima terapi radiasi. Dengan penerapan jadwal paparan
radiasi baru dalam terapi radiasi kepala dan leher (efek samping yang lebih dini
terkait dengan hiperfraksinasi dan pengobatan yang dipercepat) dan
meningkatnya jumlah pasien dentulous yang berusia lanjut, pencegahan yang
memadai merupakan masalah yang semakin penting. .
“Peran Radiologi Diagnostik
dan Terapeutik di Bidang
Kesehatan Masyarakat”
Penyakit serebrovaskular adalah salah satu dari 10 penyebab utama kematian di 31
negara, dan penyakit jantung iskemik adalah salah satunya penyebab di semua negara
kecuali Dominika, Haiti, dan Honduras. Di antara pria, kanker prostat adalah salah satu
dari 10 penyebab utama kematian di 17 negara. Selain itu, penyakit kronis bagian bawah
saluran pernapasan, gagal jantung dan komplikasinya juga merupakn penyebab
kematian terbesar. Dalam konteks ini, penerapan teknologi radiologi membutuhkan
banyak pengawasan. Diagnosis penyakit serebrovaskular, anomali jantung, dan
neoplasma dibuat lebih mudah berkat radiologi diagnostik; lebih-lebih lagi, pengobatan
pilihan tertentu untuk penyakit ini adalah berdasarkan radiologi intervensi. Banyak jenis
radiasi yang digunakan di kedua radiologi konvensional dan computed tomography
bersifat pengion; lainnya, seperti yang digunakan dalam ultrasound dan pencitraan
resonansi magnetik, adalah non-ionisasi. Beberapa teknologi bergantung pada
penggunaan radiasi yang dihasilkan oleh peralatan sinar-X, sedangkan yang lain
berdasarkan visualisasi zat radioaktif yang diberikan kepada pasien dan diserap oleh
tubuh. Radioterapi dapat melibatkan penggunaan peralatan pembangkit radiasi, seperti
linear akselerator, atau sumber radioaktif dalam kobalt yaitu teleterapi dan sumber
cesium-137 yang disegel digunakan dalam aplikasi ginekologi.
Tujuan utama dari radiologi ini teknik adalah untuk memperpanjang
hidup pasien dan untuk menurunkan morbiditas. Saat penggunaannya
meningkat, teknologi menjadi lebih kompleks. yang efisien dan penggunaan
prosedur diagnostik dan terapeutik yang aman melibatkan sumber radiasi
mengharuskan staf melakukan prosedur harus dididik dan dilatih dengan
tepat. Dokter, ahli radiologi, ahli onkologi radiasi dan spesialis kedokteran
nuklir, fisikawan medis, teknologi, dan keperawatan semua staf merupakan
bagian dari interdisipliner yang besar ini tim tenaga kesehatan pelayanan
radiologi. Southon menganalisis manfaat memiliki akses ke jaringan
profesional yang dapat mendukung kebijakan nasional seputar layanan
kesehatan yang mencakup layanan radiologi dan meningkatkan kualitas
pemberian layanan kesehatan. Tomografi emisi positron (PET), salah satu
teknologi yang lebih baru, tidak hanya merevolusi pengetahuan kita
tentang fungsi manusia otak tetapi juga menjadi alat yang sangat
diperlukan untuk melokalisasi dan membatasi neoplasma.
Untuk menyembuhkan tumor dengan radiasi, sangat
diperlukan radiasi dosis besar. Pencitraan baru teknik
memungkinkan untuk memvisualisasikan volume situs yang
membutuhkan perawatan sehingga radiasi dapat diterapkan hanya
pada jaringan yang terkena dampak tumor. Namun, terlepas dari
kemajuan, tidak mungkin untuk mencegah jaringan sehat di sekitar
tumor dari yang diiradiasi, meskipun pada dosis yang lebih rendah.
Dalam radioterapi sangat penting bahwa dosis diberikan
kepada pasien sesuai dengan dosis yang ditentukan. Pada tahun
1969 Badan Energi Atom Internasional dan Organisasi Kesehatan
Dunia mendirikan program audit dosis pos yang memungkinkan
untuk memverifikasi apakah unit radioterapi energi tinggi
dikalibrasi dengan benar. Di Wilayah Amerika program ini
dijalankan oleh PAHO
Kapan radiasi dianggap berlebihan?

● Dosis yang digunakan untuk radioterapi adalah 1.000 kali lipat lebih tinggi daripada yang
digunakan untuk tujuan diagnostik.
● Apakah mereka semua berbahaya?
● Bagaimana kementerian kesehatan dapat memastikan bahwa pasien tidak menerima dosis
yang berbahaya?
● Siapa yang mengendalikan sumber radiasi?
● Siapa yang mengizinkan unit radiologi diimpor atau dibangun di negara tertentu?
Jaringan, organ embrio dan janin termasuk yang paling sensitif terhadap radiasi.
Ketakutan irasional terhadap radiasi menyebabkan banyak wanita hamil yang telah menjalani
tes radiologis atau perawatan khawatir tentang efek radiasi pada bayi mereka yang sedang
berkembang dan mempertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan mereka. Orang takut tidak
hanya radiasi pengion, tetapi juga radiasi non-pengion yang dihasilkan oleh medan
elektromagnetik listrik, seperti yang berasal dari ponsel. Setiap radiasi, apakah itu pengion
atau non-pengion, harus tunduk pada aturan dan standar. Teknologi radiologi adalah area
yang berkembang, lebih banyak kontribusi pada topik tambahan dapat diminta untuk edisi
khusus ini untuk menggambarkan berbagai aspek radiologi diagnostik dan terapeutik.
Radiologi menawarkan harapan dan prospek yang lebih baik di masa depan.
Thanks
CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo, and
includes icons by Flaticon, and infographics & images by Freepik
RANCANGAN
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
NOMOR … TAHUN …
TENTANG
KESELAMATAN RADIASI DALAM PRODUKSI RADIOISOTOP
UNTUK RADIOFARMAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 huruf i dan
Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2008 tentang
Perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan
Nuklir perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pengawas
Tenaga Nuklir tentang Keselamatan Radiasi dalam Produksi
Radioisotop untuk Radiofarmaka;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang
Ketenaganukliran (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3676);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang
Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber
Radioaktif (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4730);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2008 tentang
Perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan
Nuklir (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4839);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perizinan Instalasi Nuklir dan Pemanfaatan Bahan Nuklir
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5496);

jdih.bapeten.go.id
5. Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 4
Tahun 2013 tentang Proteksi dan Keselamatan Radiasi
Dalam Pemanfaatan Tenaga Nuklir (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 672)
6. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 tentang
Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 122);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR


TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PRODUKSI
RADIOISOTOP UNTUK RADIOFARMAKA

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini,
yang dimaksud dengan:
1. Badan Pengawas Tenaga Nuklir yang selanjutnya disingkat
BAPETEN adalah instansi yang bertugas melaksanakan
pengawasan melalui peraturan, perizinan, dan inspeksi
terhadap segala kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir.
2. Keselamatan Radiasi Pengion yang selanjutnya disebut
Keselamatan Radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk
melindungi pekerja, anggota masyarakat, dan lingkungan
hidup dari bahaya radiasi.
3. Produksi Radioisotop adalah proses menghasilkan
radioisotop untuk radiofarmaka mulai dari bahan mentah
atau nuklida target sampai dengan bungkusan yang
diperlukan untuk transportasi dan pengiriman ke pengguna.

jdih.bapeten.go.id
4. Radiofarmaka adalah senyawa bertanda radioaktif dan
memenuhi persyaratan farmakologis yang digunakan dalam
diagnostik, terapi dan penelitian medik klinik di kedokteran
nuklir.
5. Proteksi Radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk
mengurangi pengaruh radiasi yang merusak akibat paparan
radiasi.
6. Jaminan Mutu Radiofarmaka yang selanjutnya disebut
Jaminan Mutu adalah kegiatan yang dilakukan terkait
dengan penyiapan radioisotop menjadi radiofarmaka sesuai
dengan Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) yang
menjadi tanggung jawab radiofarmasis.
7. Nilai Batas Dosis adalah dosis terbesar yang diizinkan oleh
BAPETEN yang dapat diterima oleh pekerja radiasi dan
anggota masyarakat dalam jangka waktu tertentu tanpa
menimbulkan efek genetik dan somatik yang berarti akibat
pemanfaatan tenaga nuklir.
8. Pemegang Izin adalah orang atau badan yang telah
menerima izin pemanfaatan tenaga nuklir dari BAPETEN.
9. Siklotron adalah peralatan yang digunakan untuk
mempercepat gerak partikel bermuatan, secara
elektromagnetik, dalam lintasan berbentuk spiral, partikel
berenergi tinggi yang dihasilkannya dapat digunakan untuk
iradiasi sasaran guna memperoleh zat radioaktif.
10. Daerah Pengendalian adalah daerah kerja yang memerlukan
tindakan proteksi dan ketentuan keselamatan khusus untuk
mengendalikan paparan normal atau mencegah penyebaran
kontaminasi selama kondisi kerja normal dan untuk
mencegah atau membatasi tingkat paparan potensial.
11. Daerah Supervisi adalah daerah kerja di luar Daerah
Pengendalian yang memerlukan peninjauan terhadap
paparan kerja dan tidak memerlukan tindakan proteksi atau
ketentuan keselamatan khusus.

jdih.bapeten.go.id
12. Hot Laboratory adalah laboratorium yang didesain untuk
memproses bahan radioaktif secara aman, dan biasanya
berisi satu atau lebih hot cell.
13. Hot Cell adalah ruang yang dirancang memiliki dinding
dengan kerapatan dan ketebalan tertentu untuk
mengungkung zat radioaktif dan dilengkapi dengan
manipulator untuk penanganan jarak jauh bahan radioaktif
dengan aktivitas dan paparan tinggi.
14. Petugas Proteksi Radiasi adalah petugas yang ditunjuk oleh
Pemegang Izin dan oleh BAPETEN dinyatakan mampu
melaksanakan pekerjaan yang berhubungan dengan Proteksi
Radiasi.
15. Pekerja Radiasi adalah setiap orang yang bekerja di instalasi
nuklir atau instalasi Radiasi Pengion yang diperkirakan
menerima dosis tahunan melebihi dosis untuk masyarakat
umum.
16. Supervisor Fasilitas Produksi Radioisotop untuk
Radiofarmaka yang selanjutnya disebut Supervisor adalah
orang yang bertanggung jawab terhadap pengoperasian dan
perawatan fasilitas Produksi Radioisotop untuk
Radiofarmaka.
17. Rekaman adalah dokumen yang menyatakan hasil yang
dicapai atau memberi bukti pelaksanaan kegiatan dalam
pemanfaatan tenaga nuklir.
18. Paparan Darurat adalah paparan yang diakibatkan
terjadinya kondisi darurat nuklir atau radiologik.
19. Kecelakaan Radiasi adalah kejadian yang tidak
direncanakan termasuk kesalahan operasi, kerusakan, atau
kegagalan fungsi alat, atau kejadian lain yang menimbulkan
dampak atau potensi dampak yang tidak dapat diabaikan
dari aspek Proteksi dan Keselamatan Radiasi.
20. Intervensi adalah setiap tindakan untuk mengurangi atau
menghindari paparan atau kemungkinan terjadinya paparan

jdih.bapeten.go.id
kronik dan Paparan Darurat.
21. Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap
orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib
amdal atau upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya
pemantauan lingkungan hidup (UKL-UPL) dalam rangka
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai
prasyarat memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.

Pasal 2
(1) Peraturan Kepala BAPETEN ini mengatur mengenai
persyaratan izin, persyaratan Keselamatan Radiasi,
Intervensi, dan Rekaman dan laporan dalam Produksi
Radioisotop untuk Radiofarmaka.
(2) Produksi Radioisotop untuk Radiofarmaka sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dihasilkan dari:
a. reaktor; dan
b. Siklotron.
(3) Ketentuan mengenai Produksi Radioisotop yang dihasilkan
dari reaktor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
diatur dengan peraturan perundang-undangan mengenai
perizinan instalasi nuklir dan pemanfaatan bahan nuklir.

BAB II
PERSYARATAN IZIN

Pasal 3
(1) Setiap badan yang akan melakukan Produksi Radioisotop
untuk Radiofarmaka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) wajib memiliki izin Produksi Radioisotop dari Kepala
BAPETEN.
(2) Izin Produksi Radioisotop untuk Radiofarmaka sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diterbitkan secara bertahap, meliputi:
a. izin konstruksi;

jdih.bapeten.go.id
b. izin komisioning;
c. izin operasi; dan
d. izin penutupan.

Pasal 4
(1) Untuk memperoleh izin konstruksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a, pemohon harus mengajukan
permohonan secara tertulis dengan mengisi formulir dan
melampirkan dokumen persyaratan izin konstruksi kepada
Kepala BAPETEN.
(2) Dokumen persyaratan izin konstruksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. identitas pemohon izin berupa fotokopi Kartu Tanda
Penduduk (KTP) bagi pemohon izin berkewarganegaraan
Indonesia, atau Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) dan
paspor bagi pemohon izin berkewarganegaraan asing;
b. fotokopi akta pendirian badan usaha atau fotokopi akta
badan hukum bagi pemohon izin yang berbentuk badan
hukum;
c. fotokopi izin dan/atau persyaratan yang ditetapkan
instansi lain yang berwenang, antara lain:
1. surat keterangan domisili perusahaan;
2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
3. Surat Izin Usaha Industri (IUI) yang diterbitkan oleh
menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perindustrian, gubernur,
atau bupati/walikota;
4. Izin Usaha Tetap (IUT) dari Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) atau Badan Koordinasi
Penanaman Modal Daerah (BKPMD); dan
5. Izin Lingkungan yang diterbitkan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,

jdih.bapeten.go.id
gubernur, atau bupati/walikota;
d. surat keterangan lokasi Produksi Radioisotop untuk
Radiofarmaka;
e. gambar desain fasilitas yang meliputi:
1. denah fasilitas; dan
2. ukuran ruangan.
f. dokumen konstruksi, berisi data:
1. perhitungan ketebalan dinding dan pintu ruang
Produksi Radioisotop; dan
2. jenis material dan densitas dinding dan pintu ruang
Produksi Radioisotop.

Pasal 5
(1) Untuk memperoleh izin komisioning sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b, pemohon harus mengajukan
permohonan secara tertulis dengan mengisi formulir dan
melampirkan dokumen persyaratan izin komisioning kepada
Kepala BAPETEN.
(2) Dokumen persyaratan izin komisioning sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. laporan pelaksanaan konstruksi;
b. program komisioning;
c. program jaminan mutu komisioning;
d. prosedur Produksi Radiosotop untuk Radiofarmaka;
e. prosedur kendali mutu Radioisotop untuk Radiofarmaka;
f. dokumen program Proteksi dan Keselamatan Radiasi;
g. fotokopi sertifikat kalibrasi surveymeter gamma dan netron
yang masih berlaku dari laboratorium uji yang
terakreditasi;
h. fotokopi Surat Izin Bekerja (SIB) Petugas Proteksi Radiasi
Industri Tingkat 1;
i. fotokopi Surat Izin Bekerja (SIB) operator fasilitas Produksi
Radioisotop;

jdih.bapeten.go.id
j. fotokopi Surat Izin Bekerja (SIB) petugas perawatan
fasilitas Produksi Radioisotop; dan
k. laporan pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup.
(3) Dalam hal Produksi Radioisotop untuk Radiofarmaka
dihasilkan dari Siklotron sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (2) huruf b, selain harus memenuhi dokumen
persyaratan izin komisioning sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a sampai dengan huruf k, juga harus dilengkapi
dokumen:
a. fotokopi spesifikasi teknis Siklotron;
b. sertifikat mutu Siklotron sesuai Standar Nasional
Indonesia (SNI) atau standar lain yang tertelusur yang
diterbitkan oleh pihak pabrikan atau laboratorium
terakreditasi di negara asal; dan
c. prosedur pengoperasian Siklotron.
(4) Spesifikasi teknis Siklotron sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf a meliputi:
a. nama pabrikan;
b. merk;
c. model;
d. dimensi atau ukuran;
e. energi maksimum; dan
f. arus maksimum.

Pasal 6
(1) Untuk memperoleh izin operasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (2) huruf c, pemohon harus mengajukan
permohonan secara tertulis dengan mengisi formulir dan
melampirkan dokumen persyaratan izin operasi kepada
Kepala BAPETEN.
(2) Dokumen persyaratan izin operasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:

jdih.bapeten.go.id
a. laporan pelaksanaan komisioning;
b. program jaminan mutu operasi;
c. laporan pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup selama komisioning; dan
d. sertifikat Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB).

Pasal 7
(1) Untuk memperoleh izin penutupan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (2) huruf d, pemohon harus mengajukan
permohonan secara tertulis dengan mengisi formulir dan
melampirkan dokumen persyaratan izin penutupan kepada
Kepala BAPETEN
(2) Dokumen persyaratan izin penutupan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. laporan kondisi akhir fasilitas, meliputi:
1. hasil pemantauan radiasi dan kontaminasi di sekitar
ruang Produksi Radioisotop untuk Radiofarmaka;
2. jumlah radioisotop dan Radiofarmaka yang masih
tersedia; dan
3. jenis dan jumlah limbah radioaktif.
b. prosedur dekontaminasi hingga mencapai tingkat klirens
jika ada kontaminasi; dan
c. rencana penanganan limbah radioaktif.
(3) Dalam hal izin penutupan Produksi Radioisotop yang
dihasilkan dari Siklotron, selain harus memenuhi
persyaratan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
pemohon harus membuat dokumen penanganan akhir
Siklotron.

Pasal 8
(1) Izin Produksi Radioisotop untuk Radiofarmaka sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dapat diperpanjang sesuai
dengan jangka waktu berlakunya izin.

jdih.bapeten.go.id
(2) Untuk memperoleh perpanjangan izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pemohon harus mengajukan
permohonan perpanjangan izin secara tertulis dengan
mengisi formulir dan melampirkan dokumen perpanjangan
izin kepada Kepala BAPETEN.
(3) Persyaratan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) meliputi:
a. dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2),
Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 6 ayat (2);
b. dokumen tindak lanjut laporan hasil inspeksi BAPETEN;
dan
c. hasil pengukuran lepasan (release).

Pasal 9
Dalam hal petugas operator dan perawatan fasilitas Produksi
Radioisotop sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf
i dan huruf j merupakan pindahan dari badan usaha atau badan
hukum lain, pemohon harus memenuhi persyaratan izin
tambahan, meliputi:
a. hasil evaluasi pemantauan dosis perorangan selama bekerja di
badan usaha atau badan hukum sebelumnya;
b. dokumen hasil pemantauan kesehatan selama bekerja di
badan usaha atau badan hukum sebelumnya; dan
c. surat keterangan berhenti bekerja dari badan usaha atau
badan hukum sebelumnya.

Pasal 10
(1) Dalam hal Pemegang Izin operasi melakukan distribusi dan
peredaran Radiofarmaka, Pemegang Izin operasi harus
memenuhi ketentuan persyaratan mengenai pengalihan zat
radioaktif untuk keperluan medik.
(2) Pengalihan zat radioaktif untuk keperluan medik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam

jdih.bapeten.go.id
peraturan perundang-undangan mengenai:
a. perizinan pemanfaatan sumber radiasi pengion dan
bahan nuklir; dan
b. ketentuan izin edar produk obat dari instansi yang
berwenang.

BAB III
PERSYARATAN KESELAMATAN RADIASI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 11
(1) Setiap badan yang akan melakukan kegiatan Produksi
Radioisotop untuk Radiofarmaka wajib memenuhi persyaratan
Keselamatan Radiasi.
(2) Persyaratan Keselamatan Radiasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. persyaratan manajemen;
b. persyaratan Proteksi Radiasi;
c. persyaratan teknik; dan
d. verifikasi keselamatan.

Bagian Kedua
Persyaratan Manajemen
Pasal 12
Persyaratan manajemen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
ayat (2) huruf a meliputi:
a. penanggung jawab Keselamatan Radiasi;
b. personil; dan
c. pelatihan Proteksi dan Keselamatan Radiasi.

jdih.bapeten.go.id
Paragraf 1
Penanggung Jawab Keselamatan Radiasi
Pasal 13
(1) Penanggung jawab Keselamatan Radiasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 huruf a adalah Pemegang Izin dan
personil.
(2) Pemegang Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki
tanggung jawab atas Proteksi dan Keselamatan Radiasi di
fasilitas yang meliputi:
a. menyusun, menetapkan, mengembangkan, melaksanakan
dan mendokumentasikan program Proteksi dan
Keselamatan Radiasi;
b. menyusun, menetapkan, mengembangkan, melaksanakan
dan mendokumentasikan program jaminan mutu
Produksi Radioisotop untuk Radiofarmaka;
c. memverifikasi secara sistematis bahwa hanya personil
yang sesuai dengan kompetensi yang dapat bekerja dalam
Produksi Radioisotop untuk Radiofarmaka;
d. melakukan pengawasan selama proses Produksi
Radioisotop untuk menjamin bahwa produk yang
dihasilkan memenuhi persyaratan Keselamatan Radiasi;
e. memfasilitasi pelatihan Proteksi dan Keselamatan Radiasi;
f. menyelenggarakan pemantauan kesehatan bagi pekerja
radiasi; dan
g. menyediakan perlengkapan Proteksi Radiasi bagi pekerja
radiasi.
(3) Program Proteksi dan Keselamatan Radiasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Kepala BAPETEN ini.

jdih.bapeten.go.id
Paragraf 2
Personil
Pasal 14
Personil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b meliputi:
a. Petugas Proteksi Radiasi Industri Tingkat 1;
b. operator;
c. petugas perawatan;
d. Supervisor; dan
e. personil jaminan mutu.

Pasal 15
Petugas Proteksi Radiasi Industri Tingkat 1 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 huruf a memiliki tugas dan tanggung
jawab sebagai berikut:
a. membantu Pemegang Izin dalam menyusun, mengembangkan,
dan melaksanakan program Proteksi dan Keselamatan
Radiasi;
b. memantau aspek operasional program Proteksi dan
Keselamatan Radiasi;
c. memastikan bahwa perlengkapan Proteksi Radiasi tersedia
dan berfungsi dengan baik;
d. memantau penggunaan perlengkapan Proteksi Radiasi;
e. memberikan konsultasi yang terkait dengan Proteksi dan
Keselamatan Radiasi;
f. berpartisipasi dalam mendesain fasilitas Produksi Radioisotop
untuk Radiofarmaka;
g. mengelola rekaman pelaksanaan program Proteksi dan
Keselamatan Radiasi dan laporan verifikasi keselamatan;
h. melaksanakan penanggulangan keadaan darurat dan
pencarian fakta dalam hal terjadi Kecelakaan Radiasi;
i. melaporkan kepada Pemegang Izin setiap kejadian yang
berpotensi menimbulkan Kecelakaan Radiasi; dan
j. menyiapkan laporan tertulis mengenai pemantauan

jdih.bapeten.go.id
Keselamatan Radiasi.

Pasal 16
Operator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b
memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:
a. melaksanakan semua ketentuan Keselamatan Radiasi;
b. mengetahui dan memahami pengoperasian peralatan
Produksi Radioisotop untuk Radiofarmaka;
c. menyiapkan target untuk Produksi Radioisotop;
d. melaksanakan pembuatan Radiofarmaka sesuai dengan
persyaratan dalam pedoman Cara Pembuatan Obat Yang
Baik (CPOB);
e. melaporkan segera kepada Petugas Proteksi Radiasi bila
terjadi kecelakaan radiasi;
f. melakukan Rekaman terhadap jenis dan aktivitas Radioisotop
yang telah digunakan untuk pembuatan Radiofarmaka;
g. melakukan Rekaman terhadap jumlah Radioisotop dan
Radiofarmaka yang tidak digunakan; dan
h. melakukan dekontaminasi daerah kerja di bawah
pemantauan Petugas Proteksi Radiasi apabila terjadi
kontaminasi.

Pasal 17
Petugas perawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
huruf c memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:
a. melaksanakan semua ketentuan keselamatan radiasi;
b. melaksanakan perawatan berkala pada peralatan Produksi
Radiosiotop;
c. melakukan perbaikan pada peralatan Produksi Radiosiotop;
d. menggunakan perlengkapan Proteksi Radiasi ketika
melakukan perawatan pada peralatan Produksi Radioisotop;
e. memastikan bahwa peralatan Produksi Radioisotop berfungsi
dengan baik; dan

jdih.bapeten.go.id
f. membuat laporan hasil perawatan, analisis kerusakan, dan
tindakan perbaikan terhadap peralatan Produksi Radioisotop.

Pasal 18
(1) Kualifikasi Supervisor sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 huruf d harus memiliki:
a. latar belakang pendidikan paling kurang S1 (strata satu)
teknik atau sains yang berhubungan dengan radiasi;
dan
b. sertifikat pelatihan operator Fasilitas Produksi
Radioisotop dan Radiofarmaka dari lembaga pelatihan
yang terakreditasi.
(2) Supervisor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki
tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:
a. melaksanakan semua ketentuan keselamatan kerja
radiasi;
b. menyusun dan mengembangkan prosedur
pengoperasian dan perawatan peralatan Produksi
Radioisotop;
c. melakukan evaluasi dan koreksi apabila terdapat
ketidaksesuaian pengoperasian dan perawatan peralatan
Produksi Radiosiotop untuk Radiofarmaka;
d. menggunakan perlengkapan Proteksi Radiasi sesuai
prosedur;
e. melaporkan setiap kejadian kecelakaan radiasi kepada
Petugas Proteksi Radiasi;
f. memantau pengoperasian dan perawatan peralatan
Produksi Radiosiotop untuk Radiofarmaka;
g. menyusun rencana pengoperasian dan perawatan
peralatan Produksi Radiosiotop untuk Radiofarmaka;
dan
h. melaporkan kepada Pemegang Izin mengenai semua
ketidaksesuaian pengoperasian dan perawatan peralatan

jdih.bapeten.go.id
Produksi Radioisotop untuk Radiofarmaka.
(3) Supervisor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
merangkap sebagai Petugas Proteksi Radiasi sebagai
dimaksud dalam Pasal 14 huruf a jika telah memiliki Surat
Izin Bekerja (SIB) sebagai Petugas Proteksi Radiasi Industri
Tingkat 1.

Pasal 19
(1) Personil jaminan mutu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 huruf e adalah radiofarmasis.
(2) Personil jaminan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:
a. melaksanakan semua ketentuan Keselamatan Radiasi;
b. mengetahui dan memahami prosedur Produksi
Radiosotop untuk Radiofarmaka;
c. melaksanakan kegiatan jaminan mutu;
d. berperan dalam pengembangan proses jaminan mutu;
e. membuat dan memelihara rekaman kegiatan jaminan
mutu; dan
f. melakukan evaluasi dan koreksi terhadap mutu
Radioisotop dan Radiofarmaka.

Paragraf 3
Pelatihan Proteksi dan Keselamatan Radiasi
Pasal 20
(1) Pemegang Izin harus memfasilitasi pelatihan Proteksi dan
Keselamatan Radiasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (2) huruf e terhadap setiap personil sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 huruf b.
(2) Pelatihan Proteksi dan Keselamatan Radiasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus ditujukan untuk
meningkatkan kemampuan personil yang bekerja di fasilitas
Produksi Radioisotop untuk Radiofarmaka dan

jdih.bapeten.go.id
menumbuhkan pemahaman tentang:
a. tanggung jawab dalam Proteksi dan Keselamatan
Radiasi; dan
b. pentingnya menerapkan Proteksi dan Keselamatan
Radiasi selama melaksanakan pekerjaan yang terkait
dengan radiasi.
(3) Pelatihan Proteksi dan Keselamatan Radiasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling kurang mencakup materi:
a. peraturan perundang-undangan ketenaganukliran;
b. efek biologi radiasi;
c. prinsip Proteksi dan Keselamatan Radiasi;
d. teknologi peralatan Produksi Radiosiotop untuk
Radiofarmaka; dan
e. tindakan dalam keadaan darurat.
(4) Pelatihan Proteksi dan Keselamatan Radiasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan secara in
house training oleh Pemegang Izin.

Bagian Ketiga
Persyaratan Proteksi Radiasi
Pasal 21
Persyaratan Proteksi Radiasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (2) huruf b meliputi:
a. justifikasi;
b. limitasi dosis; dan
c. penerapan optimisasi Proteksi dan Keselamatan Radiasi.

Paragraf 1
Justifikasi
Pasal 22
Justifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a untuk
penggunaan peralatan Siklotron, harus mempertimbangkan:
a. jumlah kebutuhan radioisotop;

jdih.bapeten.go.id
b. teknologi Siklotron yang andal dan teruji;
c. ketersediaan personil untuk pengoperasian dan perawatan;
d. ketersediaan bahan baku; dan
e. pengelolaan limbah radioaktif.

Paragraf 2
Limitasi Dosis
Pasal 23
(1) Limitasi dosis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
huruf b harus mengacu pada Nilai Batas Dosis.
(2) Nilai Batas Dosis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
boleh dilampaui dalam kondisi operasi normal.
(3) Nilai Batas Dosis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku untuk:
a. pekerja radiasi; dan
b. anggota masyarakat.

Pasal 24
Nilai Batas Dosis untuk pekerja radiasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23 ayat (3) huruf a tidak boleh melampaui:
a. dosis efektif sebesar 20 mSv (duapuluh milisievert) pertahun
rata-rata selama 5 (lima) tahun berturut-turut;
b. dosis efektif sebesar 50 mSv (limapuluh milisievert) dalam 1
(satu) tahun tertentu;
c. dosis ekivalen untuk lensa mata sebesar 20 mSv (duapuluh
milisievert) per tahun rata-rata selama 5 tahun berturut-
turut dan 50 mSv (limapuluh millisievert) dalam 1 (satu)
tahun tertentu; dan
d. dosis ekivalen untuk tangan dan kaki, atau kulit sebesar 500
mSv (limaratus milisievert) dalam 1 (satu) tahun.

Pasal 25
Nilai Batas Dosis untuk anggota masyarakat sebagaimana

jdih.bapeten.go.id
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) huruf b tidak boleh melebihi:
a. dosis efektif sebesar 1 mSv (satu milisievert) dalam 1 (satu)
tahun;
b. dosis ekivalen untuk lensa mata sebesar 15 mSv (limabelas
milisievert) dalam 1 (satu) tahun; dan
c. dosis ekivalen untuk kulit sebesar 50 mSv (limapuluh
milisievert) dalam 1 (satu) tahun.

Pasal 26
(1) Pemegang Izin dalam memastikan agar Nilai Batas Dosis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dan Pasal 25 tidak
terlampaui, wajib melakukan:
a. pembagian daerah kerja;
b. pemantauan paparan radiasi dan/atau kontaminasi
radioaktif di daerah kerja; dan
c. pemantauan dosis yang diterima pekerja radiasi.
(2) Pemegang Izin dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), harus menyediakan perlengkapan
Proteksi Radiasi.

Pasal 27
(1) Pembagian daerah kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal
26 ayat (1) huruf a meliputi:
a. Daerah Pengendalian; dan/atau
b. Daerah Supervisi.
(2) Ketentuan mengenai kriteria pembagian daerah kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tindakan Proteksi
dan Keselamatan Radiasi yang diperlukan untuk bekerja di
Daerah Pengendalian dan Daerah Supervisi diatur dalam
Peraturan Kepala BAPETEN tentang Proteksi dan Keselamatan
Radiasi dalam Pemanfaatan Tenaga Nuklir.

jdih.bapeten.go.id
Pasal 28
Daerah Pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
ayat (1) huruf a meliputi:
a. ruang Hot Laboratory;
b. fasilitas penyimpanan radioisotop dan Radiofarmaka; dan
c. ruang Siklotron untuk Produksi Radioisotop yang dihasilkan
dari Siklotron.

Pasal 29
Selain Daerah Pengendalian sebagaimana dimaksud Pasal 28,
Pemegang Izin dapat menetapkan Daerah Pengendalian
berdasarkan kriteria:
a. potensi penerimaan dosis radiasi melebihi 3/10 (tiga
persepuluh) Nilai Batas Dosis pekerja radiasi; dan/atau
b. adanya potensi kontaminasi radioaktif.

Pasal 30
(1) Pemegang Izin harus melakukan tindakan Proteksi dan
Keselamatan Radiasi di Daerah Pengendalian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf a.
(2) Tindakan Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Daerah
Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. menandai dan membatasi Daerah Pengendalian yang
ditetapkan dengan tanda fisik yang jelas atau tanda
lainnya;
b. memasang atau menempatkan tanda radiasi atau
petunjuk pada titik akses dan lokasi lain yang dianggap
perlu;
c. memasang instruksi yang tepat pada pintu masuk dan
lokasi lain yang diperlukan;
d. memastikan akses ke Daerah Pengendalian:
1. hanya untuk pekerja radiasi; dan
2. pengunjung yang masuk ke Daerah Pengendalian

jdih.bapeten.go.id
didampingi oleh Petugas Proteksi Radiasi;
e. memberikan informasi dan instruksi yang memadai
pada pengunjung sebelum mereka memasuki Daerah
Pengendalian;
f. menyediakan sarana pada pintu masuk, meliputi:
1. pakaian Proteksi Radiasi;
2. peralatan pemantauan; dan
3. tempat penyimpanan untuk pakaian pribadi;
g. meninjau ulang secara berkala kondisi yang ada untuk
menentukan pengembangan program Proteksi dan
Keselamatan Radiasi, prosedur keselamatan, atau
batasan di Daerah Pengendalian; dan
h. menyediakan sarana pada pintu keluar Daerah
Pengendalian, meliputi:
1. peralatan pemantauan kontaminasi tubuh, pakaian
dan benda yang dipindahkan dari Daerah
Pengendalian;
2. fasilitas dekontaminasi; dan/atau
3. tempat penyimpanan untuk benda atau peralatan
yang terkontaminasi.

Pasal 31
Daerah Supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1)
huruf b meliputi:
a. fasilitas penerimaan dan penyimpanan bahan baku; dan
b. fasilitas lain yang tidak termasuk Daerah Pengendalian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dan Pasal 29.

Pasal 32
Selain Daerah Supervisi sebagaimana dimaksud Pasal 31,
Pemegang Izin dapat menetapkan Daerah Supervisi berdasarkan
kriteria:
a. potensi penerimaan dosis radiasi lebih dari Nilai Batas Dosis

jdih.bapeten.go.id
anggota masyarakat dan kurang dari 3/10 (tiga persepuluh)
Nilai Batas Dosis Pekerja Radiasi; dan
b. bebas kontaminasi radioaktif.

Pasal 33
(1) Pemegang Izin harus melakukan tindakan Proteksi dan
Keselamatan Radiasi di Daerah Supervisi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf b.
(2) Tindakan Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Daerah
Supervisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. menandai dan membatasi Daerah Supervisi yang
ditetapkan dengan tanda yang jelas;
b. memasang tanda di titik akses masuk Daerah
Supervisi;
c. melakukan pengawasan terhadap pengunjung yang
masuk; dan
d. meninjau ulang secara berkala kondisi yang ada untuk
menentukan pengembangan program Proteksi dan
Keselamatan Radiasi, prosedur keselamatan, atau
batasan di Daerah Supervisi.

Pasal 34
(1) Pemegang Izin tidak boleh menempatkan:
a. pekerja yang berumur kurang dari 18 (delapan belas)
tahun di Daerah Pengendalian;
b. pekerja radiasi wanita dalam kondisi hamil di Daerah
Pengendalian dan Daerah Supervisi;
c. pekerja radiasi wanita dalam kondisi menyusui di
Daerah Pengendalian dengan resiko kontaminasi
radioaktif; dan/atau
d. pekerja magang untuk pelatihan kerja, pelajar, atau
mahasiswa yang berumur dibawah 16 (enam belas)
tahun di Daerah Pengendalian dan Daerah Supervisi.

jdih.bapeten.go.id
(2) Pekerja radiasi wanita dalam kondisi hamil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b harus melaporkan
kondisinya sejak yang bersangkutan mengetahui
kehamilannya kepada Pemegang Izin.

Pasal 35
(1) Pemegang Izin harus melakukan pemantauan paparan
radiasi dan/atau kontaminasi radioaktif di daerah kerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf b
secara berkala dan sewaktu-waktu.
(2) Periode pemantauan secara berkala dan sewaktu-waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh
Pemegang Izin dengan mempertimbangkan jenis atau risiko
kegiatan Produksi Radioisotop untuk Radiofarmaka.
(3) Pemantauan paparan radiasi dan/atau kontaminasi
radioaktif di daerah kerja sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi pemantauan:
a. paparan radiasi eksterna;
b. kontaminasi permukaan; dan/atau
c. kontaminasi udara.

Pasal 36
(1) Pemantauan dosis yang diterima pekerja radiasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf c
meliputi pemantauan dosis yang berasal dari paparan
radiasi eksterna dan paparan radiasi interna.
(2) Dalam hal Pekerja Radiasi berpotensi menerima paparan
radiasi interna sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemegang Izin harus menyelenggarakan pemantauan dosis
melalui pengukuran:
a. in-vivo dengan whole body counter; dan/atau
b. in-vitro dengan teknik bioassay.

jdih.bapeten.go.id
Pasal 37
Selain melakukan pemantauan dosis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 ayat (1), Pemegang Izin harus melakukan
pemantauan dosis radiasi secara terpisah terhadap pekerja
radiasi pada saat:
a. komisioning;
b. pengujian setelah dilakukan modifikasi fasilitas atau instalasi
dan perubahan prosedur operasi;
c. penutupan; dan/atau
d. penanggulangan terhadap kondisi abnormal.

Pasal 38
(1) Perlengkapan Proteksi Radiasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 ayat (2) meliputi:
a. surveymeter radiasi gamma;
b. surveymeter netron;
c. alat ukur kontaminasi;
d. alat cacah radiasi beta/gamma tingkat rendah;
e. dosimeter perorangan pembacaan langsung;
f. pemantau radioaktivitas cerobong;
g. dosimeter pembacaan tak langsung yang antara lain film
badge, thermoluminisence dosimeter (TLD) badge,
dan/atau Optical Stimulated Luminisence (OSL); dan
h. peralatan protektif.
(2) Peralatan protektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf h meliputi:
a. pakaian Proteksi Radiasi antara lain:
1. apron; dan/atau
2. jas laboratorium;
b. peralatan protektif pelindung pernafasan;
c. sarung tangan;
d. glove box;
e. kacamata Pb; dan/atau

jdih.bapeten.go.id
f. tanda radiasi.

Pasal 39
Perlengkapan Proteksi Radiasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 38 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf f harus memenuhi
kriteria yang meliputi:
a. respon energi yang sesuai;
b. rentang pengukuran yang cukup dengan tingkat radiasi yang
diukur;
c. ketidakpastian pengukuran tidak lebih dari 25% (dua puluh
lima persen); dan
d. terkalibrasi.

Paragraf 3
Penerapan Optimisasi Proteksi dan Keselamatan Radiasi
Pasal 40
(1) Pemegang Izin harus menerapkan optimisasi Proteksi dan
Keselamatan Radiasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
huruf c agar pekerja radiasi dan anggota masyarakat
menerima paparan radiasi serendah mungkin.
(2) Penerapan prinsip optimisasi Proteksi dan Keselamatan
Radiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
melalui pembatas dosis untuk pekerja radiasi dan anggota
masyarakat.

Pasal 41
(1) Pembatas dosis untuk Pekerja Radiasi dan anggota
masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2)
diterapkan dalam:
a. mendesain fasilitas Produksi Radioisotop untuk
Radiofarmaka; dan
b. merencanakan pengoperasian fasilitas Produksi
Radioisotop untuk Radiofarmaka.

jdih.bapeten.go.id
(2) Pembatas dosis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditentukan oleh Pemegang Izin dengan persetujuan Kepala
BAPETEN.
(3) Pembatas dosis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
boleh melebihi:
a. 10 mSv (sepuluh millisievert) dalam 1 (satu) tahun
untuk pekerja radiasi; dan
b. 0,3 mSv (nol koma tiga millisievert) dalam 1 (satu) tahun
untuk anggota masyarakat.
(4) Pembatas dosis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus:
a. diuraikan secara lengkap dalam program Proteksi dan
Keselamatan Radiasi; dan
b. ditetapkan berdasarkan hasil evaluasi pemantauan dosis
Pekerja Radiasi maksimum selama 1 (satu) tahun.

Bagian Keempat
Persyaratan Teknik

Pasal 42
Persyaratan teknik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
ayat (2) huruf c meliputi persyaratan:
a. fasilitas;
b. proses Produksi Radioisotop untuk Radiofarmaka;
c. persyaratan produk Radiofarmaka;
d. program jaminan mutu Radiofarmaka; dan
e. pengelolaan limbah radioaktif.

Pasal 43
Fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf a,
meliputi:
a. fasilitas yang terkait dengan Produksi Radiosotop untuk
Radiofarmaka yang dihasilkan dari reaktor; dan
b. fasilitas yang terkait dengan Produksi Radiosotop untuk

jdih.bapeten.go.id
Radiofarmaka yang dihasilkan dari Siklotron.

Paragraf 1
Fasilitas yang terkait dengan Produksi Radioisotop untuk
Radiofarmaka yang dihasilkan dari reaktor
Pasal 44
Fasilitas yang terkait dengan Produksi Radiosotop untuk
Radiofarmaka yang dihasilkan dari reaktor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43 huruf a, paling kurang memiliki fungsi
sebagai:
a. penerimaan dan penyimpanan bahan baku;
b. Produksi Radioisotop untuk Radiofarmaka; dan
c. penyimpanan radioisotop dan Radiofarmaka.

Pasal 45
(1) Fasilitas yang memiliki fungsi penerimaan dan penyimpanan
bahan baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf a,
berfungsi untuk melakukan penyiapan bahan baku.
(2) Bahan baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. dikemas dalam wadah container atau enkapsulasi yang
sesuai sebelum diiradiasi;
b. tidak mudah meledak, terbakar dan berubah menjadi gas
atau uap;
c. memiliki sifat stabil ketika diiradiasi; dan
d. memiliki bentuk kimia yang mudah diproses atau diolah
setelah diiradiasi.
(3) Metode dan pengemasan wadah container atau enkapsulasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disesuaikan
dengan:
a. bentuk fisik bahan baku;
b. karakteristik bahan baku;
c. lamanya iradiasi;

jdih.bapeten.go.id
d. tipe pendingin yang digunakan di reaktor;
e. penanganan setelah irradiasi; dan
f. penggunaan akhir radioisotop.

Pasal 46
(1) Fasilitas yang memiliki fungsi Produksi Radioisotop untuk
Radiofarmaka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf b
didesain berdekatan dengan reaktor untuk memudahkan
transportasi bahan baku dari reaktor ke fasilitas produksi
Radiofarmaka dan juga sebaliknya.
(2) Fasilitas yang memiliki fungsi Produksi Radioisotop untuk
Radiofarmaka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. ruang Hot Laboratory;
b. peralatan untuk pemisahan dan pemurnian radionuklida
dan sintesa Radiofarmaka ; dan
c. peralatan kendali mutu.

Pasal 47
Ruang Hot Laboratory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
ayat (2) huruf a harus memenuhi persyaratan meliputi:
a. desain struktur; dan
b. mekanik.

Pasal 48
Persyaratan desain struktur sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 47 huruf a paling kurang meliputi:
a. mampu menahan kejadian fenomena alam;
b. mampu menahan beban mati dan beban hidup; dan
c. memiliki kestabilan dalam menahan beban.

Pasal 49
Persyaratan mekanik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47
huruf b paling kurang meliputi:

jdih.bapeten.go.id
a. ventilasi dan pengkondisian udara;
b. sistem pemantau dan pelindung dari bahaya kebakaran;
c. sistem distribusi air yang mampu mensuplai ruangan dan
area produksi;
d. sistem saluran limbah radioaktif cair;
e. sistem saluran sanitari; dan
f. sistem udara tekan.

Pasal 50
Fasilitas yang memiliki fungsi penyimpanan radioisotop dan
Radiofarmaka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf c
harus memenuhi persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a. laju dosis di luar tempat penyimpanan tidak boleh melebihi
10 μSv/jam (sepuluh mikrosievert per jam) pada jarak 10 cm
dari permukaan dinding terluar;
b. disesuaikan dengan jumlah radioisotop dan Radiofarmaka;
dan
c. diberi tanda radiasi yang jelas.

Paragraf 2
Fasilitas yang terkait dengan Produksi Radioisotop untuk
Radiofarmaka yang dihasilkan dari Siklotron
Pasal 51
Fasilitas yang terkait dengan Produksi Radiosotop untuk
Radiofarmaka yang dihasilkan dari Siklotron sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43 huruf b, meliputi:
a. fasilitas penerimaan dan penyimpanan bahan baku;
b. fasilitas Siklotron; dan
c. fasilitas produksi Radiofarmaka.

Pasal 52
Fasilitas Siklotron sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51
huruf b yang digunakan untuk tujuan Produksi Radioisotop

jdih.bapeten.go.id
meliputi:
a. ruang Siklotron;
b. peralatan Siklotron; dan
c. sistem pengoperasian Siklotron.

Pasal 53
(1) Ruang Siklotron sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52
huruf a harus:
a. dilengkapi dengan perisai pada dinding ruangan yang
berhubungan dengan anggota masyarakat sehingga
Dosis Efektif yang diterima anggota masyarakat tidak
melampaui 0,5 mSv/tahun (nol koma lima milisievert
per tahun);
b. dilengkapi dengan perisai pada dinding ruangan yang
berhubungan dengan daerah kerja sehingga Dosis
Efektif yang diterima oleh pekerja radiasi tidak
melampaui 10 mSv/tahun (sepuluh milisievert per
tahun);
c. didesain dengan mempertimbangkan produksi netron
dalam merancang perisai radiasi untuk Siklotron;
d. menerapkan asumsi konservatif sebagai berikut:
1. beban kerja maksimum;
2. faktor penggunaan dan okupansi diperhitungkan
lebih besar dari yang ada; dan
3. laju paparan radiasi atau kebocoran radiasi dianggap
maksimum;
e. dilengkapi sistem pertahanan berlapis dalam
mengantisipasi keadaan darurat;
f. dirancang dengan memperhitungkan hasil penyelidikan
tanah, perhitungan beban kontruksi, beban gempa, dan
bebas banjir;
g. dilengkapi dengan hanya satu pintu masuk Daerah
Pengendalian;

jdih.bapeten.go.id
h. dilengkapi dengan alat pemeriksaan kontaminasi,
tempat pencucian/pemandian untuk dekontaminasi,
dan penyiram untuk dekontaminasi pada pintu masuk
Daerah Pengendalian;
i. dilengkapi dengan sistem penguncian elektrik dan
mekanik (manual) pada pintu masuk Siklotron;
j. dilengkapi dengan sistem interlock;
k. dilengkapi dengan indikator operasi Siklotron;
l. dilengkapi tombol penghenti kedaruratan;
m. didesain dengan permukaan tiap ruangan terbuat dari
bahan PVC atau dicat untuk mencegah Radioisotop
menembus beton;
n. dilengkapi dengan ventilasi udara di Daerah
Pengendalian;
o. dilengkapi dengan sistem filtrasi udara buang Siklotron;
p. dilengkapi detektor kebakaran; dan/atau
q. dilengkapi dengan ruang dan penahan radiasi untuk
penyimpanan material yang teraktivasi.
(2) Sistem filtrasi udara buang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf o harus memenuhi persyaratan:
a. memiliki jarak yang cukup antara sistem filter dan sensor
radiasi, dan/atau memiliki penahan radiasi antara
sensor dengan filter;
b. memiliki jarak yang sesuai dengan ketentuan penahan
radiasi, tergantung pada kondisi yang ada dengan
mempertimbangkan:
1. nilai yang terukur harus berada dalam standar nilai
deviasi latar; dan
2. dalam hal radioisotop cair menempel pada sensor
akibat kondensasi, perhitungan jumlah maksimum
radioisotop cair yang menempel berdasarkan laju
hamburan dan nilai maksimum penggunaan; dan
c. nilai latar yang digunakan pada sistem filtrasi udara

jdih.bapeten.go.id
buang Siklotron harus merupakan rata-rata nilai
pengukuran yang dilakukan dalam beberapa hari atau
dalam situasi tidak ada dosis radiasi kecuali radiasi
alam.

Pasal 54
Peralatan Siklotron sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52
huruf b harus memenuhi Sertifikat Produk Penggunaan Tanda
SNI (SPPT SNI) atau sertifikat yang sesuai standar lain yang
setara dan tertelusur dengan standar internasional.

Pasal 55
Sistem pengoperasian Siklotron sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 52 huruf c meliputi persyaratan:
a. sistem air pendingin;
b. sistem udara bertekanan;
c. sistem vakum;
d. beam run di Siklotron;
e. irradiasi target; dan
f. sistem interlock.

Pasal 56
Sistem air pendingin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55
huruf a harus:
a. mengandung air demineral yang memenuhi standar minimal
sesuai dengan spesifikasi yang direkomendasikan oleh
pabrikan Siklotron yang meliputi:
1. konsentrasi pengotor padatan;
2. hambatan jenis air pendingin; dan
3. temperatur dan tekanan air pendingin;
b. memiliki level air demineral yang cukup;
c. memiliki katup (valve) yang harus terbuka dan tertutup
sesuai dengan fungsinya; dan

jdih.bapeten.go.id
d. memiliki pompa pada sistem air pendingin.

Pasal 57
(1) Sistem vakum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55
huruf c harus dilengkapi dengan:
a. pompa vakum, terdiri dari:
1. pompa mekanik (rotari); dan
2. pompa difusi atau turbo; dan
b. manometer vakum, terdiri dari:
1. manometer termokopel ; dan
2. manometer ionisasi katoda dingin.
(2) Sistem vakum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memiliki fungsi sistem interlock antar komponen yang terdiri
atas:
a. filamen pompa difusi yang terinterlock dengan sensor
panas; dan
b. filamen panas pompa difusi yang terinterlock dengan
manometer.

Pasal 58
Fasilitas produksi Radiofarmaka sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 51 huruf c paling kurang meliputi:
a. ruang Hot Laboratory;
b. peralatan untuk pemisahan dan pemurnian radionuklida dan
sintesa Radiofarmaka; dan
c. peralatan kendali mutu.

Pasal 59
Ruang Hot Laboratory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
ayat (2) huruf a dan Pasal 58 huruf a harus memiliki:
a. sarana untuk mencegah orang yang tidak berkepentingan
masuk;
b. peralatan sehingga ruang Hot Laboratory bebas kontaminasi

jdih.bapeten.go.id
(aseptis);
c. tempat penyimpanan limbah radioaktif sementara;
d. penahan radiasi untuk melindungi personil;
e. tempat untuk mencuci peralatan yang terkontaminasi;
f. tempat khusus untuk memakai, melepaskan dan menyimpan
pakaian protektif;
g. tempat cuci tangan, kamar mandi darurat untuk
dekontaminasi; dan
h. monitor kontaminasi.

Pasal 60
Peralatan untuk pemisahan dan pemurnian radionuklida dan
sintesa Radiofarmaka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
ayat (2) huruf b dan Pasal 58 huruf b, paling kurang meliputi:
a. lemari asam (fume hood);
b. glove box;
c. manipulator box; dan
d. Hot Cell.

Pasal 61
Hot Cell sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf d harus
memenuhi persyaratan:
a. memiliki sistem ventilasi sehingga memiliki tekanan negatif
dengan daerah luar untuk mencegah kontaminasi radioaktif;
b. dilengkapi dengan filter High Efficiency Particulate Air (HEPA)
untuk aliran udara yang masuk (inlet) dan keluar (outlet);
c. memiliki sistem interlock yang berfungsi dengan baik;
d. dilengkapi dengan saluran desinfektan untuk membersihkan
bagian dalam Hot Cell;
e. memiliki isolator yang menjaga kondisi kedap udara untuk
menghindari mengisap udara dari sekitarnya; dan
f. dinding Hot Cell dilapisi perisai radiasi sehingga Dosis Efektif
yang diterima oleh Pekerja Radiasi tidak melampaui 10

jdih.bapeten.go.id
μSv/jam (sepuluh mikrosievert per jam) pada jarak 10 cm
dari permukaan dinding terluar.

Pasal 62
Peralatan kendali mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
ayat (2) huruf c dan Pasal 58 huruf c meliputi:
a. alat ukur kemurnian radioisotop;
b. alat ukur kemurnian radiokimia;
c. alat ukur aktivitas;
d. alat penentu bebas pirogen;
e. alat uji sterilitas; dan
f. alat ukur pH.

Paragraf 3
Proses Produksi Radioisotop Untuk Radiofarmaka
Pasal 63
(1) Proses Produksi Radioisotop untuk Radiofarmaka
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf b harus
memenuhi persyaratan pedoman Cara Pembuatan Obat Yang
Baik (CPOB).
(2) Ketentuan mengenai pedoman CPOB sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan tentang Penerapan Pedoman
Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB).

Paragraf 4
Persyaratan Produk Radiofarmaka
Pasal 64
(1) Radiofarmaka yang dihasilkan dari Produksi Radioisotop,
harus memenuhi persyaratan produk Radiofarmaka
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf c, meliputi:
a. keselamatan (safety); dan
b. kemanjuran (efficacy).

jdih.bapeten.go.id
(2) Keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. apirogenik;
b. sterilitas;
c. radiotoksisitas; dan
d. toksisitas kimia.
(3) Kemanjuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. spesifisitas;
b. sensitivitas; dan
c. biodistribusi.

Paragraf 5
Program Jaminan Mutu Radiofarmaka
Pasal 65
(1) Program jaminan mutu Radiofarmaka sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42 huruf d harus dilakukan berdasarkan tahapan
kegiatan yang dimulai dari penerimaan bahan baku, proses
Produksi Radioisotop untuk Radiofarmaka sampai dengan
pengujian produk.
(2) Pengujian produk sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. kemurnian radioisotop;
b. kemurnian radiokimia;
c. konsentrasi radioaktif;
d. kemurnian kimia;
e. ukuran partikel;
f. derajat keasaman (pH);
g. distribusi biologis;
h. studi stabilitas;
i. uji sterilitas; dan
j. uji endotoksin bakteri.

jdih.bapeten.go.id
(3) Program jaminan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan bagian dari sistem manajemen.
(4) Ketentuan mengenai sistem manajemen sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Kepala
BAPETEN mengenai Sistem Manajemen Fasilitas dan Kegiatan
Pemanfaatan Tenaga Nuklir.

Paragraf 6
Pengelolaan Limbah Radioaktif
Pasal 66
(1) Pemegang Izin wajib mengelola limbah radioaktif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf e yang
dihasilkan dari kegiatan Produksi Radioisotop untuk
Radiofarmaka.
(2) Ketentuan mengenai pengelolaan limbah radioaktif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan
limbah radioaktif.

Bagian Kelima
Verifikasi Keselamatan
Pasal 67
(1) Pemegang Izin wajib melakukan verifikasi keselamatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf d.
(2) Verifikasi keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan melalui:
a. pengkajian keselamatan sumber; dan
b. pemantauan dan pengukuran parameter keselamatan.
(3) Pengkajian keselamatan sumber sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a dilakukan oleh Pemegang Izin pada
tahap komisioning, operasi dan penutupan.

jdih.bapeten.go.id
Pasal 68
(1) Pengkajian keselamatan sumber sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 67 ayat (2) huruf a wajib dilakukan untuk
memastikan Produksi Radioisotop untuk Radiofarmaka
memenuhi tingkat keselamatan.
(2) Pengkajian keselamatan sumber sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan melalui pengujian pemenuhan persyaratan
produk Radiofarmaka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65
ayat (2).

Pasal 69
Pemantauan dan pengukuran parameter keselamatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) huruf b meliputi
pemantauan dan pengukuran paparan radiasi dan/atau
kontaminasi di fasilitas yang terkait Produksi Radioisotop untuk
Radiofarmaka.

BAB IV
INTERVENSI

Pasal 70
(1) Pemegang Izin harus melakukan Intervensi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) terhadap Paparan Darurat
berdasarkan rencana penanggulangan keadaan darurat sesuai
dengan program Proteksi dan Keselamatan Radiasi
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala BAPETEN ini.
(2) Rencana penanggulangan keadaan darurat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling kurang meliputi:
a. identifikasi kejadian yang dapat menyebabkan kedaruratan
dan tindakan penanggulangannya;
b. struktur organisasi penanggulangan kedaruratan dan
tanggung jawab setiap unsur dalam organisasi

jdih.bapeten.go.id
penanggulangan kedaruratan;
c. peralatan untuk melaksanakan tindakan penanggulangan
kedaruratan;
d. program pelatihan atau geladi kedaruratan; dan
e. rekaman dan laporan.

Pasal 71
(1) Setelah melakukan Intervensi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 70 ayat (1), Pemegang Izin harus melakukan pencarian
fakta yang meliputi:
a. perhitungan atau perkiraan dosis yang diterima pekerja
radiasi;
b. analisis penyebab terjadinya paparan darurat; dan
c. analisis dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya
Paparan Darurat.
(2) Berdasarkan hasil pencarian fakta sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Pemegang Izin harus melakukan tindakan
korektif yang diperlukan untuk mencegah terulangnya
kejadian serupa dan melakukan pemutakhiran program
Proteksi dan Keselamatan Radiasi.
(3) Dalam melakukan pencarian fakta sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Pemegang Izin dapat meminta bantuan pada
pihak lain yang berkompeten.
(4) Dalam hal Pemegang Izin meminta bantuan pada pihak lain
yang berkompeten sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
kecukupan dan kebenaran hasil pencarian fakta sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tetap menjadi tanggung jawab
Pemegang Izin.

jdih.bapeten.go.id
BAB V
REKAMAN DAN LAPORAN
Pasal 72
(1) Pemegang Izin harus membuat, memelihara, dan
menyimpan Rekaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1).
(2) Rekaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. data inventarisasi jumlah radioisotop dan Radiofarmaka;
b. data riwayat operasi, perawatan dan perbaikan Siklotron
untuk Produksi Radioisotop yang dihasilkan dari
Siklotron;
c. hasil pemantauan kesehatan pekerja radiasi;
d. hasil evaluasi pemantauan dosis yang diterima pekerja
radiasi;
e. hasil pemantauan paparan radiasi dan kontaminasi
permukaan dan udara serta lepasan (release) di fasilitas;
f. hasil kalibrasi alat ukur radiasi;
g. hasil pencarian fakta akibat Paparan Darurat;
h. data pelatihan yang paling kurang memuat informasi:
1. nama pekerja radiasi;
2. tanggal dan jangka waktu pelatihan;
3. topik yang diberikan; dan
4. fotokopi sertifikat pelatihan;
i. hasil kaji ulang program Proteksi dan Keselamatan
Radiasi; dan
j. pengelolaan limbah radioaktif.

Pasal 73
(1) Pemegang Izin harus menyusun laporan tertulis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) mengenai hasil pelaksanaan:
a. program Proteksi dan Keselamatan Radiasi;
b. verifikasi keselamatan; dan
c. Produksi Radioisotop untuk Radiofarmaka.

jdih.bapeten.go.id
(2) Hasil pelaksanaan Produksi Radioisotop untuk Radiofarmaka
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c paling kurang
meliputi jumlah Radiofarmaka yang diproduksi.
(3) Laporan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
disampaikan kepada Kepala BAPETEN paling kurang sekali
dalam 1 (satu) tahun.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 74
Peraturan Kepala BAPETEN ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Kepala BAPETEN ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal…….
KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR ,
ttd.
JAZI EKO ISTIYANTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal…
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
YASONNA H. LAOLY

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN………NOMOR…………

jdih.bapeten.go.id
LAMPIRAN I
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA
NUKLIR
NOMOR ……. TAHUN…….
TENTANG
KESELAMATAN RADIASI DALAM PRODUKSI
RADIOISOTOP UNTUK RADIOFARMAKA

PROGRAM PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI

Program Proteksi dan Keselamatan Radiasi bertujuan untuk menunjukkan


komitmen dan tanggung jawab Pemegang Izin dalam Proteksi dan
Keselamatan Radiasi melalui penerapan struktur manajemen, kebijakan,
dan prosedur yang sesuai dengan sifat dan tingkat risiko.
Program ini juga menjelaskan penerapan terhadap seluruh persyaratan
manajemen, Proteksi Radiasi, teknik dan verifikasi keselamatan.
Program Proteksi dan Keselamatan Radiasi merupakan dokumen yang
dinamis sehingga sangat terbuka untuk dimutakhirkan secara periodik.
Pemutakhiran dilakukan atas inisiatif Pemegang Izin atau masukan yang
disampaikan oleh BAPETEN. Sistematika program Proteksi dan
Keselamatan Radiasi, meliputi:

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Latar belakang memuat pemikiran dan alasan-alasan perlunya
penyusunan program Proteksi dan Keselamatan Radiasi termasuk
pernyataan komitmen Pemegang Izin dalam menyelenggarakan
program Proteksi dan Keselamatan Radiasi.

jdih.bapeten.go.id
B. Tujuan
Tujuan memuat sasaran yang diharapkan dari penyusunan
program Proteksi dan Keselamatan Radiasi. Sebagai contoh, tujuan
penyusunan program Proteksi dan Keselamatan Radiasi adalah
penyediaan panduan dalam pelaksanaan Proteksi dan Keselamatan
Radiasi dalam rangka menjamin keselamatan pekerja, masyarakat,
dan lingkungan.

C. Ruang lingkup
Ruang lingkup memuat cakupan pembahasan yang terdapat
dalam program Proteksi dan Keselamatan Radiasi dalam kegiatan
Produksi Radioisotop untuk Radiofarmaka.

D. Definisi
Definisi memuat istilah-istilah penting dan pengertiannya yang
digunakan dalam dokumen program Proteksi dan Keselamatan
Radiasi.

BAB II. PENYELENGGARA PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI


A. Struktur Penyelenggara Proteksi dan Keselamatan Radiasi
Struktur penyelenggara Proteksi dan Keselamatan Radiasi
memuat bagan struktur penyelenggara Proteksi dan Keselamatan
Radiasi, yang dilengkapi dengan garis komando dan koordinasi baik
dalam keadaan operasi normal maupun dalam hal terjadi keadaan
darurat.

B. Tugas dan Tanggung Jawab


Tugas dan tanggung jawab memuat tugas dan tanggung
jawab unsur/elemen yang berada dalam struktur penyelenggara
Proteksi dan Keselamatan Radiasi termasuk personil yang terlibat
dalam kegiatan Produksi Radioisotop untuk Radiofarmaka.

jdih.bapeten.go.id
C. Pelatihan
Pelatihan memuat informasi mengenai program pelatihan
yang disediakan untuk memenuhi dan meningkatkan kompetensi
personil yang terlibat dalam kegiatan Produksi Radioisotop untuk
Radiofarmaka.

BAB III. DESKRIPSI RADIOFARMAKA, FASILITAS TERKAIT PRODUKSI


RADIOISOTOP UNTUK RADIOFARAMAKA, TEMPAT PENYIMPANAN,
PEMBAGIAN DAERAH KERJA, DAN PERLENGKAPAN PROTEKSI RADIASI
A. Deskripsi Radiofarmaka
Deskripsi radiofarmaka memuat penjelasan tentang
nama, jenis (bentuk), aktivitas dan jumlah (volume)
radiofarmaka yang akan diproduksi.

B. Deskripsi Fasilitas Produksi


Deskripsi fasilitas produksi memuat penjelasan tentang
ruangan/area produksi yang dilengkapi dengan denah, ukuran,
dan desain shielding yang mengikuti ketentuan Proteksi dan
Keselamatan Radiasi serta peralatan Produksi Radioisotop
untuk Radiofarmaka.

C. Deskripsi Tempat Penyimpanan


Tempat penyimpanan dapat berupa ruangan atau area
yang disesuaikan dengan jenis dan jumlah (volume) radioisotop
dan Radiofarmaka. Tempat penyimpanan dapat terbagi atas
tempat penyimpanan bahan baku, produk jadi Radiofarmaka,
limbah radioaktif. Deskripsi ini memuat penjelasan tentang
ruangan atau area penyimpanan yang dilengkapi dengan
denah, ukuran, dan/atau desain shielding yang mengikuti
ketentuan Proteksi dan Keselamatan Radiasi.

jdih.bapeten.go.id
D. Deskripsi Pembagian Daerah Kerja
Deskripsi pembagian daerah kerja memuat penjelasan
dalam menetapkan pembagian daerah kerja yang terdiri atas
daerah pengendalian dan/atau daerah supervisi. Deskripsi ini
juga memuat uraian mengenai penandaan dan pembatasan
seperti tanda fisik dan tanda peringatan atau petunjuk pada
titik akses.

E. Deskripsi Perlengkapan Proteksi Radiasi


Deskripsi perlengkapan proteksi radiasi memuat
penjelasan mengenai ketersediaan perlengkapan proteksi
radiasi yang dimiliki meliputi surveymeter, alat ukur
kontaminasi, dosimeter perorangan pembacaan langsung,
dosimeter pembacaan tak langsung, dan/atau peralatan
protektif.

BAB V. PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI


Bab ini memuat penjelasan tentang aspek administratif dan
teknis pelaksanaan Proteksi dan Keselamatan Radiasi dalam
Produksi Radioisotop untuk Radiofarmaka termasuk prosedur yang
terkait dengan kegiatan produksi, antara lain meliputi:
a. Penetapan pembatas dosis;
b. Proses produksi;
c. Prosedur penyimpanan;
d. Prosedur pemantauan paparan radiasi dan kontaminasi;
e. Prosedur pemantauan dosis perorangan;
f. Prosedur pengangkutan radiofarmaka;
g. Prosedur pengelolaan limbah radioaktif yang disebabkan oleh
kegiatan Produksi Radioisotop untuk Radiofarmaka; dan
h. Rencana penanggulangan keadaan darurat.
Penjelasan dan uraian aspek administratif dan teknis
termasuk prosedur tersebut di atas dapat disajikan pada lampiran

jdih.bapeten.go.id
dokumen program Proteksi dan Keselamatan Radiasi atau diuraikan
dalam bab ini.

BAB VI. REKAMAN DAN LAPORAN


Bab ini memuat uraian sistem perekaman dan pelaporan
seluruh kegiatan Proteksi dan Keselamatan Radiasi baik dalam
keadaan operasi normal maupun dalam kedaruratan. Sistem
perekaman dan pelaporan antara lain mencakup pengelola,
metode, dan periode.

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

ttd.

JAZI EKO ISTIYANTO

jdih.bapeten.go.id
Machine Translated by Google

Ikhtisar pengantar

Peran radiologi diagnostik dan terapeutik


di bidang kesehatan masyarakat

Mencari menghapus, 1 koordinator edisi khusus ini

Health in the Americas edisi 2002 (1), seri sekutu yang dan kondisi jantung yang tidak jelas termasuk di antara
diterbitkan oleh Pan American Health penyebab utama kematian di 14 negara. Di
Organization (PAHO), berisi refleksi tentang wanita, influenza dan pneumonia termasuk di antara
demografi, sosial ekonomi, dan epidemiologi 10 penyebab utama kematian di 30 negara;
perubahan yang telah terjadi di Amerika pada penyakit jantung iskemik, pada 28; dan gagal jantung, dalam
beberapa tahun terakhir, dan mendokumentasikan peningkatan kehidupan 25. Kanker payudara dan rahim terus peringkat
harapan untuk rata-rata saat ini lebih dari 70 di antara 10 penyebab utama kematian di 16 negara, diikuti
tahun di semua negara di Kawasan (tidak termasuk oleh kanker usus besar di 6 negara, dan
Haiti) (1). Menurut edisi online 2006 dari kanker trakea, bronkus, dan paru-paru di 5
Statistik Kesehatan dari Amerika (2), lainnya negara (2).
Publikasi PAHO yang menyajikan data untuk 37 negara, Dalam konteks ini, penerapan
harapan hidup saat lahir untuk lima tahun teknologi radiologi membutuhkan banyak
periode 2005 hingga 2010 pada kedua jenis kelamin pentingnya. Diagnosis penyakit serebrovaskular, anomali
diperkirakan berkisar antara 65,4 tahun (di Guyana) hingga 80,7 jantung, dan neoplasma dibuat
tahun (di Kanada), dengan rata-rata 73,3 tahun dan lebih mudah berkat radiologi diagnostik; lebih-lebih lagi,
standar deviasi 5,17 tahun (kecuali dalam pengobatan pilihan tertentu untuk penyakit ini adalah:
Haiti, di mana perkiraan harapan hidup adalah 53,5 berdasarkan radiologi intervensi. Banyak jenis
bertahun-tahun). Penuaan populasi yang stabil mewakili radiasi yang digunakan di kedua radiologi konvensional
tantangan yang cukup besar bagi kementerian kesehatan dalam dan computed tomography bersifat pengion;
Amerika sebagai prevalensi penyakit kronis, yang lainnya, seperti yang digunakan dalam ultrasound dan
mempengaruhi orang tua dalam populasi, adalah pencitraan resonansi magnetik, adalah non-ionisasi. Beberapa
meningkat. teknologi bergantung pada penggunaan radiasi yang
Menurut statistik untuk tahun 2006, 10 dihasilkan oleh peralatan sinar-X, sedangkan yang lain
penyebab utama kematian di 31 negara di berdasarkan visualisasi zat radioaktif yang diberikan kepada
Wilayah menyumbang antara 43,1% dan 59,8% dari pasien dan diserap
semua kematian yang tercatat di negara-negara ini (2). oleh tubuh. Radioterapi dapat melibatkan penggunaan
Penyakit serebrovaskular adalah salah satu dari 10 peralatan pembangkit radiasi, seperti linear
penyebab utama kematian pada kedua jenis kelamin di akselerator, atau sumber radioaktif dalam kobalt
unit teleterapi dan sumber cesium-137 yang disegel
semua 31 negara, dan penyakit jantung iskemik adalah salah satunya.
penyebab di semua negara kecuali Dominika, Haiti, digunakan dalam aplikasi ginekologi.
dan Honduras. Di antara pria, kanker prostat adalah Tujuan utama dari radiologi ini
salah satu dari 10 penyebab utama kematian di 17 negara. teknik adalah untuk memperpanjang hidup pasien dan untuk
Selain itu, penyakit kronis bagian bawah menurunkan morbiditas. Saat penggunaannya meningkat,
saluran pernapasan, gagal jantung dan komplikasinya teknologi menjadi lebih kompleks. yang efisien dan
penggunaan prosedur diagnostik dan terapeutik yang aman
melibatkan sumber radiasi mengharuskan staf
melakukan prosedur harus dididik dan dilatih dengan tepat.
1 Kirim korespondensi ke: Cari Borrás, 1501 Fourty-fourth Street,
NW, Washington, DC 20007, Amerika Serikat; email: Dokter, ahli radiologi, ahli onkologi radiasi dan spesialis
cariborras@starpower.net kedokteran nuklir,

84 Rev Panam Public Health/ Pan Am J Public Health 20(2/3), 2006


Machine Translated by Google

Borrás • Peran radiologi diagnostik dan terapeutik Ikhtisar pengantar

fisikawan medis, teknologi, dan keperawatan nance dan kedokteran nuklir. Teknologi terakhir ini
semua staf merupakan bagian dari interdisipliner yang besar ini berdasarkan visualisasi zat radioaktif di dalam tubuh
tim tenaga kesehatan pelayanan radiologi. pasien, memungkinkan studi fisiologis dan morfologis.
Southon (3) menganalisis manfaat memiliki akses
ke jaringan profesional yang dapat mendukung Tomografi emisi positron (PET), salah satu
kebijakan nasional seputar layanan kesehatan— teknologi yang lebih baru, tidak hanya merevolusi
yang mencakup layanan radiologi—dan meningkatkan pengetahuan kita tentang fungsi manusia
kualitas pemberian layanan kesehatan. otak tetapi juga menjadi alat yang sangat diperlukan
Dalam peran normatif dan regulasi mereka, untuk melokalisasi dan membatasi neoplasma. Sedikit PET
kementerian kesehatan bertanggung jawab untuk mengawasi unit beroperasi di Amerika Latin dan
dan menjamin mutu pelayanan radiologi. Karibia. Seperti yang dijelaskan oleh Robilotta (7), Brasil adalah
Salah satu cara untuk menyelesaikan tugas ini adalah melalui salah satu negara paling maju di bidang ini.
program akreditasi. Artikel oleh Jiménez et Perlu ditegaskan bahwa kemajuan teknologi
Al. (4) mengkaji karakteristik potensial dari tidak hanya terjadi di bidang
program semacam itu di negara berkembang, khususnya pencitraan diagnostik. Seperti kejadian kanker
dalam konteks layanan pencitraan dasar seperti: di seluruh dunia meningkat, bentuk-bentuk baru dari
seperti radiografi, fluoroskopi, mamografi, dan pengobatan sedang dicari. Bersama dengan operasi
USG, melalui kombinasi fisik dan kemoterapi, radioterapi menawarkan kemungkinan
dan fitur klinis. pengobatan kuratif atau paliatif yang dapat
Ini adalah fakta yang diakui bahwa radiologi memperpanjang kelangsungan hidup dan mengurangi morbiditas.
prosedur harus tunduk pada kontrol kualitas Castellanos (8) melaporkan kebutuhan dan tantangan
program yang mencakup keamanan radiasi yang kuat saat ini di bidang radioterapi.
komponen. Program-program ini tidak diragukan lagi Untuk menyembuhkan tumor dengan radiasi, sangat
meningkatkan kualitas gambar radiologis dan diperlukan dosis radiasi yang besar. Pencitraan baru
mengurangi dosis radiasi yang diterima oleh teknik memungkinkan untuk memvisualisasikan volume
pasien dan operator. Tapi lakukan program seperti itu situs yang membutuhkan perawatan sehingga radiasi
meningkatkan akurasi diagnostik? Pertanyaan ini adalah dapat diterapkan hanya pada jaringan yang terkena dampak.
diselidiki oleh kelompok peneliti yang, dengan dukungan tumor. Namun, terlepas dari kemajuan
dari PAHO, menilai kualitas layanan radiologi diagnostik dijelaskan oleh Castellanos, tidak mungkin untuk
di lima negara di mencegah jaringan sehat di sekitar tumor
Wilayah yang sangat berbeda dalam karakteristik sosial dari yang diiradiasi, meskipun pada dosis yang lebih rendah. Itu
dan teknologinya: Argentina, Bolivia, efek radiasi pada jaringan ini ditangani
Kolombia, Kuba, dan Meksiko. Fleitas dkk. (5) oleh Hendry dkk. (9), yang mengukur risiko yang terkait
menyajikan hasil penelitian ini, yang menunjukkan dengan dosis yang berbeda.
bahwa pelatihan dan pengalaman ahli radiologi Dalam radioterapi sangat penting bahwa dosis
dan teknisi radiologi sangat penting dalam diberikan kepada pasien sesuai dengan dosis yang ditentukan.
meningkatkan akurasi diagnostik. Penelitian ini Pada tahun 1969 Badan Tenaga Atom Internasional
melibatkan skrining dan mamografi diagnostik, di antara dan Organisasi Kesehatan Dunia mendirikan a
jenis layanan radiologi lainnya. program audit dosis pos yang memungkinkan untuk
Melakukan mamografi pada semua wanita memverifikasi apakah unit radioterapi energi tinggi
melampaui usia tertentu, termasuk tanpa gejala dikalibrasi dengan benar. Di Wilayah
perempuan, merupakan strategi kesehatan masyarakat untuk Amerika program ini dijalankan oleh PAHO. Saya zewska
deteksi kanker payudara yang telah menimbulkan dkk. (10) melaporkan hasil audit yang dilakukan
kontroversi substansial. Dalam edisi khusus ini, Feig antara tahun 1969 dan 2003 di negara-negara Latin
(6) menunjukkan bahwa manfaat dari strategi ini melebihi Amerika dan Karibia dan menyimpulkan bahwa
keterbatasan sensitivitas rendah teknik dan risiko yang langkah besar telah dibuat.
terkait dengan dosis radiasi yang diterima. Saat ini, Sayangnya, kesalahan kalibrasi unit perawatan
mamografi tetap bukan satu-satunya sumber dosimetri
satu-satunya teknik penyaringan yang diakui untuk kesalahan pada pasien yang menjalani radioterapi.
mendeteksi kanker payudara. Borrás (11) menjelaskan kesalahan overexposure di 28
Teknik pencitraan mungkin diagnostik atau pasien di Panama yang dihasilkan dari penggunaan yang
intervensional. Teknik diagnostik memungkinkan untuk tidak tepat dari sistem perencanaan pengobatan
memperoleh informasi morfologis (statis) atau fisiologis terkomputerisasi. Dia juga menjelaskan langkah-langkah yang
(dinamis). Diantara diambil oleh fasilitas perawatan di Panama
sumber daya yang sekarang tersedia untuk tujuan ini dan oleh PAHO untuk mencegah kesalahan serupa
adalah radiologi konvensional, ultrasound, reso dari terjadi di masa depan.

Rev Panam Public Health/ Pan Am J Public Health 20(2/3), 2006 85


Machine Translated by Google

Ikhtisar pengantar Borrás • Peran radiologi diagnostik dan terapeutik

Kapan iradiasi dianggap berlebihan? radiasi pengion, berdasarkan praktik saat ini di Argentina.
Dosis yang digunakan untuk radioterapi adalah 1.000 kali lipat
lebih tinggi daripada yang digunakan untuk tujuan diagnostik. Karena teknologi radiologi adalah area yang
Apakah mereka semua berbahaya? Bagaimana kementerian kesehatan berkembang, lebih banyak kontribusi pada topik tambahan
dapat memastikan bahwa pasien tidak menerima dosis yang berbahaya? dapat diminta untuk edisi khusus ini untuk menggambarkan
Siapa yang mengendalikan sumber radiasi? Siapa yang berbagai aspek radiologi diagnostik dan terapeutik. Tujuan
mengizinkan unit radiologi diimpor atau dibangun di negara dari artikel yang dipilih untuk masalah ini adalah untuk
tertentu? Arias (12) melaporkan perkembangan program mengarahkan perhatian pembaca Revista Panamericana de
proteksi radiologi dan menguraikan peran badan pengatur di Salud Pública/ Pan American Journal of Public Health menuju
bidang ini. bidang menarik yang mungkin sedikit diketahui tetapi
Menurut Arias, jaringan dan organ embrio dan janin menawarkan potensi besar yang tidak terpikirkan hanya
termasuk yang paling sensitif terhadap radiasi. Ketakutan beberapa tahun. yang lalu. Berkat teknologi yang diterapkan
irasional terhadap radiasi menyebabkan banyak wanita hamil di bidang ini, pasien tidak perlu lagi menjalani rawat inap yang
yang telah menjalani tes radiologis atau perawatan khawatir lama di rumah sakit dan dapat menikmati kehidupan yang
tentang efek radiasi pada bayi mereka yang sedang lebih lama dan lebih baik.
berkembang dan mempertimbangkan untuk mengakhiri
kehamilan mereka. Brent (13) menjelaskan beberapa kasus Radiologi menawarkan harapan dan prospek yang
ini dan hasil konseling yang diberikan untuk wanita dalam lebih baik di masa depan. Artikel dan laporan dalam edisi
situasi seperti itu. khusus ini dimaksudkan untuk mendorong pembaca untuk
menggali lebih dalam bidang inovatif ini. Saya sangat
Orang takut tidak hanya radiasi pengion, tetapi berterima kasih kepada semua penulis yang, atas permintaan
juga radiasi non-pengion yang dihasilkan oleh medan saya, mengirimkan kontribusi asli pada topik tertentu untuk
elektromagnetik listrik, seperti yang berasal dari ponsel. Setiap masalah ini.
radiasi, apakah itu pengion atau non-pengion, harus tunduk Berkat kemurahan hati mereka dan upaya editor yang terlibat,
pada aturan dan standar. Skvarca dkk. (14) menjelaskan mungkin di suatu tempat di Amerika kehidupan seseorang
batas paparan dan protokol pengukuran untuk non akan diselamatkan atau ditingkatkan.

REFERENSI

1. Organisasi Kesehatan Pan Amerika. radiologi di lima negara Amerika Latin. Karibia: tren tahun 1969–2003. Pdt
Kesehatan di Amerika, edisi 2002. Pdt Kesehatan Masyarakat Panama. Kesehatan Masyarakat Panama.
Washington, DC: PAHO; 2002. 2006;20(2/3)::113–24. 2006;20(2/3): 161–72.
(Publikasi Ilmiah dan Teknis No. 587). 6. Fei SA. Skrining mamografi: inisiatif 11. Borrás C. Paparan berlebihan pasien terapi
kesehatan masyarakat yang sukses. radiasi di Panama: pengenalan masalah
2. Organisasi Kesehatan Pan Amerika. Pdt Kesehatan Masyarakat Panama. dan tindakan tindak lanjut. Pdt. Panama
Statistik kesehatan dari Amerika, edisi 2006; 20(2/3):125–33. Salud Publica. 2006;20(2/3)::173–87.
2006. Washington, DC: PAHO; 2006. 7. Robilotta CC. Tomografi emisi positron:
Tersedia dari: http://www.paho.org/English/ modalitas baru dalam kedokteran nuklir 12. Arias CF. Pengaturan proteksi radiologi
dd/ais/hsa 2006.htm. Diakses pada 9 Brasil. dan peran otoritas kesehatan. Pdt
Agustus 2006. Pdt Kesehatan Masyarakat Panama. Kesehatan Masyarakat Panama.
3. Southon G. Peran jaringan profesional 2006; 20(2/3):134–42. 2006;20(2/3)::188–97.
dalam pelayanan radiologi. Pdt. Panama 8. Kastilia AKU. Teknologi baru: kebutuhan 13. Brent RL. Konseling pasien terpajan
Salud Publica. 2006;20(2/3): 99-103. dan tantangan dalam radioterapi di radiasi pengion selama kehamilan. Pdt.
Amerika Latin. Pdt Kesehatan Masyarakat Panama Salud Publica. 2006;20(2/3)::198–
4. Jimenez P, Erasure C, Fleitas I. Panama. 2006;20(2/3): 143–50. 204.
Akreditasi layanan pencitraan diagnostik 9. Hendry JH, Jeremiac B, Zubizarreta EH. 14. Skvarca J, Aguirre A. Norma dan standar
di negara berkembang. Komplikasi jaringan normal setelah terapi yang berlaku untuk medan elektromagnetik
Pdt Kesehatan Masyarakat Panama. radiasi. Pdt. Panama Salud Publica. frekuensi radio di Amerika Latin: panduan
2006; 20(2/3)::104–12. 2006;20(2/3)::151–60. batas paparan dan protokol pengukuran.
5. Fleitas I, Caspani CC, Borrás C, Plazas MC, 10. Iÿzewska J, Vatnitsky S, Shortt KR. Pdt Kesehatan Masyarakat Panama.
Miranda AA, Brandan ME, dkk. Kualitas Audit dosis pos untuk pusat radioterapi di 2006;20(2/3)::205–12.
layanan Amerika Latin dan

86 Rev Panam Public Health/ Pan Am J Public Health 20(2/3), 2006

Anda mungkin juga menyukai