Anda di halaman 1dari 10

SEBARAN ALAMI SERTA KARAKTERISTIK SIFAT DASAR

NYAMPLUNG (Calophylum inophyllum L.) DARI PROPINSI BALI DAN NTB

Oleh:

Retno Agustarini, Anita Apriliani D.R, I Komang Surata


Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu,
Email : retno.agustarini@gmail.com; anita_forester03@yahoo.co.id

ABSTRAK

Keberadaan benih unggul menjadi isu pokok baik untuk pelaksanaan rehabilitasi maupun
untuk pengelolaan hutan tanaman dengan silvikultur intensif dan menjadi komitmen Balitbang
Kehutanan untuk menghasilkan benih berkualitas. Namun ternyata pengembangan nyamplung
(Calophyllum inophyllum L.) sebagai salah satu bahan baku alternatif energi berbasis bahan
bakar nabati/ biofuel masih terkendala ketersediaan bahan baku baik jumlah maupun kualitas
biji yang digunakan. Perlu upaya penanaman dan penyediaan sumber benih unggul agar dapat
memenuhi kebutuhan biji sebagai bahan baku biofuel berbasis nyamplung. Bali dan NTB
menyimpan potensi alami sebaran nyamplung. Penelitian ini dilakukan untuk menghasilkan
informasi awal sebaran alami nyamplung di Bali dan NTB serta informasi karakteristik sifat
dasar nyamplung hasil eksplorasi dari karakter buah dan bibit di persemaian. Lokasi penelitian
dilakukan di Bali dan NTB, laboratorium GIS BPTHHBK dan KHDTK Rarung. Metode yang
dilakukan adalah survei pada sebaran nyamplung yang lokasinya dipilih secara purposive
sampling, overlay peta administrasi dengan hasil pengukuran posisi geografis, analisa secara
deskriptif dan kuantitatif untuk karakter sifat dasar (morfologi, dimensi buah dan berat 1000
butir). Untuk pertumbuhan bibit di persemaian, pengujian menggunakan rancangan acak
lengkap, 8 perlakuan (provenan) dengan 50 ulangan. Analisa data semai dilakukan pada umur 7
bulan. Data dan sifat yang diamati di lapangan: koordinat posisi geografis, lebar dan panjang
buah, berat 100 butir buah, sedangkan sifat yang diamati di persemaian: persen jadi semai,
tinggi dan diameter semai serta jumlah daun. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tegakan
nyamplung di Bali dan NTB berada di sekitar pantai dan aliran sungai. Sebaran nyamplung
cenderung mengelompok sehingga dibagi dalam 8 kelompok lokasi sebaran (provenan) yaitu :
Bali Barat, Bali Timur, Nusa Penida, Lombok Barat, Lombok Timur dan Tengah, Sekongkang,
Kilo dan Kempo. Sifat dasar buah dari pertumbuhan semai nyamplung asal Bali dan NTB
bervariasi. Diantara 8 provenan tersebut, provenan Bali Timur mempunyai karakter yang yang
lebih baik dibandingkan lainnya.

Kata Kunci : Bali & NTB, nyamplung, sebaran alami, sifat dasar buah-biji.

I. PENDAHULUAN

Keberadaan benih unggul menjadi isu pokok, baik untuk pelaksanaan


rehabilitasi maupun untuk pengelolaan hutan tanaman dengan penerapan silvikultur
intensif. Selama ini beberapa kendala utama perbenihan yang terdeteksi antara lain:
1) masyarakat belum menggunakan benih unggul tanaman hutan, 2) pemilik/pengelola
sumber benih kelompok tani/perorangan cukup banyak (25%) namun belum ada
kejelasan pemasarannya dan belum ada insentif pemerintah sehingga rawan untuk
beralih fungsi, 3) Pengelola sumber benih atau pengada/pengedar benih belum memiliki
tempat penyimpanan benih sehingga pada saatu diperlukan benih tidak tersedia

Prosiding Seminar Nasional Peranan Hasil Litbang HHBK Dalam Mendukung Pembangunan Kehutanan | 259
mengingat musim panen tidak sama untuk setiap jenis tanaman, 4) Keberadaan sumber
benih unggul tanaman hutan juga masih terbatas baik jumlah maupun kualitasnya, 5)
Kualitas dan keragaman genetik tanaman hutan juga belum banyak diverifikasi melalui
teknik molekular (Santoso, 2011). Oleh karena itu diperlukan upaya pembangunan
sumber benih untuk menghasilkan benih-benih unggul. Hal ini membutuhkan
keseriusan, konsistensi dan komitmen dari semua pihak untuk menunjang keberhasilan
program tersebut. Komitmen untuk mampu menghasilkan benih-benih unggul,
direalisasikan Balitbang Kehutanan melalui SK Badan Litbang nomor :
04/VIII/P3HT/2011 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Sumber Benih Untuk
Mendukung Pembangunan Kehutanan.
Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) pada tiga tahun belakangan ini mulai
menjadi perhatian di kalangan peneliti dan praktisi kehutanan. Hal ini dikarenakan sejak
terjadinya krisis energi pada tahun 2008, jenis tersebut berpotensi menjadi salah satu
bahan baku alternatif energi berbasis bahan bakar nabati/ biofuel (Bustomi, dkk., 2008).
Jenis tersebut dapat digunakan sebagai bahan substitusi minyak tanah (biokerosene) dan
substitusi minyak solar (biodiesel) dengan memanfaatkan bijinya (Sopamena, 2007).
Pemanfaatan biji nyamplung sebagai bahan baku biofuel termasuk dalam kategori
energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan, dapat diperbaharui (renewable energy)
dan dalam pemanfaatannya tidak berkompetisi dengan kepentingan pangan.
Secara teknis pemanfaatan nyamplung sebagai biofuel sudah tidak menjadi
masalah, akan tetapi ketersediaan bahan baku biji nyamplung masih menjadi kendala
utama karena sampai saat ini masih mengandalkan hutan alam dan tanaman (yang
semula bertujuan sebagai pemecah angin/ wind breaker di pantai) sebagai sumber bahan
baku biofuel nyamplung. Dengan demikian masih terdapat keterbatasan baik dalam
jumlah maupun kualitas biji yang dihasilkan (Leksono dkk., 2010).
Terkait dengan hal tersebut, diperlukan upaya untuk melakukan penanaman dan
menyediakan sumber benih unggul agar dapat memenuhi kebutuhan biji sebagai bahan
baku biofuel berbasis nyamplung. Bali dan NTB menyimpan potensi alami sebaran
nyamplung dan penelitian ini dilakukan untuk menghasilkan informasi awal sebaran
alami nyamplung di Bali dan NTB serta informasi sifat dasar nyamplung hasil
eksplorasi dari sifat buah sampai dengan pertumbuhan bibit di persemaian.

II. BAHAN DAN METODE

A. Lokasi dan waktu penelitian


Penelitian dilakukan di 4 pulau besar yang berada di wilayah Indonesia Tengah
yaitu: Lombok dan Sumbawa (Provinsi NTB) serta Bali dan Nusa Penida (Provinsi
Bali). Lokasi penelitian di pulau Lombok dilaksanakan di 3 Kabupaten (Kabupaten
Lombok Barat, Lombok Tengah dan Lombok Timur), di pulau Sumbawa berada di 2
Kabupaten (Kabupaten Dompu dan Kabupaten Sumbawa Bagian Barat), di pulau Bali
di 2 Kabupaten (Bali Barat dan Bali Timur) dan di pulau Nusa Penida di 1 kabupaten

260 | Prosiding Seminar Nasional Peranan Hasil Litbang HHBK Dalam Mendukung Pembangunan Kehutanan
(Nusa Penida). Penelitian dilaksanakan selama 1 tahun dari mulai Juli 2011 – Juni 2012.
Lokasi persemaian nyamplung berada di KHDTK Rarung, Kabupaten Lombok Tengah.

B. Bahan penelitian
Bahan yang dipakai adalah tegakan alam nyamplung pada berbagai umur yang
terdapat di masing-masing lokasi, biji nyamplung dari masing-masing lokasi, serta
semai nyamplung umur 7 bulan di persemaian.

C. Metode penelitian
Penelitian dibagi menjadi beberapa tahapan kegiatan yaitu: survei dan pemetaan
sebaran, pengunduhan buah, pengukuran sifat dasar benih, penyemaian benih dan
evaluasi.
1. Survei dan pemetaan sebaran nyamplung
Pengumpulan data dilakukan melalui survei dengan pengamatan dan pengukuran
langsung. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive sampling. Variabel yang diamati
dan diukur meliputi tinggi, diameter, posisi geografis. Dari pengukuran terhadap posisi
geografis masing-masing lokasi kemudian dibuat peta sebaran nyamplung.
2. Pengumpulan buah
Buah nyamplung dikumpulkan dari masing-masing lokasi yaitu buah-buah yang
sudah masak yang jatuh di bawah tegakan pohon induknya. Kondisi buah yang sudah
masak ditandai dengan warna kulit buah yang kekuningan. Masing – masing lokasi
dikumpulkan 1000 butir.
3. Pengukuran sifat dasar benih
Sifat yang diukur adalah berat 1000 butir serta dimensi buah (panjang dan lebar
buah). Berat benih berdasarkan peraturan ISTA (International Seed Testing Association)
dilakukan terhadap 1000 butir benih dengan menimbang benih sebanyak 10 ulangan
(Thomsen and Diklev, 2004). Banyaknya ulangan secara efisien ditentukan berdasarkan
nilai koefisien keragaman (Ck). Berat 1000 butir benih ditimbang dari benih murni.
Penentuan berat benih nyamplung dihitung dengan menggunakan rumus:

Keterangan :
B1000 : berat 1000 butir benih
X : berat rata-rata seratus butir benih
Xi : berat 100 butir benih setiap ulangan

Penentuan berat 1000 benih harus diulang jika koefisien keragaman lebih dari 4.
rumus yang digunakan adalah :

Prosiding Seminar Nasional Peranan Hasil Litbang HHBK Dalam Mendukung Pembangunan Kehutanan | 261
Keterangan :
Ck : koefisien keragaman,
S : galat baku (standar deviasi),
X : berat rata - rata seratus butir benih,
Xi : berat 100 butir benih setiap ulangan,
N : ulangan

4. Penyemaian benih dan pengamatan


Sebanyak 1000 biji disemaikan dengan rancangan acak lengkap menggunakan 8
perlakuan (provenan). Setelah umur 1 bulan diukur tinggi dan jumlah daun serta jumlah
semai yang hidup dan mati. Kemudian dipindahkan masing-masing sebanyak 50
ulangan untuk pengujian lebih lanjut. Rancangan menggunakan acak lengkap, 8
perlakuan provenan dan 50 ulangan. Setelah 7 bulan diukur tinggi, diameter dan jumlah
daun.

D. Analisis data
Kegiatan pemetaan sebaran nyamplung dilakukan di laboratorium GIS Balai
penelitian hasil hutan bukan kayu (BPTHHBK) Mataram dengan bahan-bahan berupa
data dan informasi hasil survey sebaran pohon nyamplung dari masing-masing lokasi.
Kegiatan pemetaan dilakukan dengan melakukan overlay antara peta administrasi
dengan data geografis masing-masing titik sampling (Gambar 1).

Gambar 1. Proses pembuatan peta sebaran alami nyamplung (C. inophyllum L.)

Analisis data dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif untuk pengamatan sifat
dasar benih. Untuk evaluasi semai di persemaian umur 7 bulan dianalisis dengan
analisis varian dan apabila terdapat perbedaan yang nyata dilakukan uji lanjutan
Duncan Multiple range test (DMRT). Analisis data menggunakan SPSS ver 15.0
(Trihendradi, 2007).

262 | Prosiding Seminar Nasional Peranan Hasil Litbang HHBK Dalam Mendukung Pembangunan Kehutanan
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sebaran Alami Nyamplung di Propinsi Bali dan NTB


Dua propinsi yang berada di wilayah Indonesia Tengah ini terdiri atas 4 pulau
besar yaitu: Bali dan Nusa Penida (Provinsi Bali) serta Lombok dan Sumbawa (Provinsi
NTB). Berdasarkan hasil eksplorasi terhadap tegakan-tegakan yang diperoleh, kemudian
dibuat peta sebaran alami nyamplung sebagaimana tersaji pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta sebaran alami nyamplung di Propinsi Bali dan NTB

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nyamplung di Bali dan NTB tersebar di


sepanjang pantai dan sungai. Nyamplung umumnya ditemukan di daerah dengan
ketersediaan air yang cukup yaitu dari daerah yang berair tawar hingga daerah pantai
yang salin. Air menjadi media penyebaran populasi, selain oleh kelelawar. Seperti
terlihat di Pulau Sumbawa, nyamplung banyak ditemukan di sepanjang garis pantai baik
di daerah Kilo dan Kempo (Kabupaten Dompu) maupun di Sekongkang (Kabupaten
Sumbawa Bagian Barat). Sedangkan di Pulau Lombok, penyebarannya di sepanjang
pantai (Lombok Barat) serta sekitar aliran sungai (Lombok Tengah dan Timur). Sebaran
yang sama di pulau Bali, nyamplung banyak ditemukan tersebar di sekitar pantai
(Gilimanuk, Bali Barat dan Karangasem, Bali Timur). Kondisi yang agak berbeda
terdapat di Pulau Nusa Penida, selain ditemukan di sepanjang pantai, nyamplung juga
ditemukan di daerah dataran tinggi yang berair tawar. Kemungkinan besar kelelawar
menjadi media penyebaran nyamplung di Nusa Penida.
Seperti diketahui bahwa tujuan pemuliaan nyamplung adalah menghasilkan biji
yang mempunyai kandungan minyak tinggi sebagai bahan bakar nabati. Sehingga
strategi pemuliaan untuk penyediaan sumber benih unggul yang sesuai adalah dengan
melakukan uji provenan untuk melihat potensi dari masing-masing populasi. Dari
informasi tersebut dapat dibangun sumber benih dalam klasifikasi tegakan benih
provenan. Strategi ini cukup efektif dalam arti mendapatkan benih dalam waktu singkat,
dalam jumlah yang cukup dan biaya yang relatif murah dengan kualitas benih yang

Prosiding Seminar Nasional Peranan Hasil Litbang HHBK Dalam Mendukung Pembangunan Kehutanan | 263
lebih baik. Jika dilihat dari sebaran geografiknya di Bali dan NTB, maka sebaran
nyamplung dapat dikelompokkan menjadi 8 provenan yaitu: Bali Barat, Bali Timur,
Nusa Penida, Lombok Barat, Lombok Timur dan Tengah, Sekongkang, Kilo dan
Kempo.

B. Sifat dasar benih


1. Morfologi dan Dimensi buah
Buah nyamplung berbentuk bulat seperti peluru, tebal, keras, berwarna hijau saat
muda dan kekuningan sampai coklat dilindungi tempurung biji. Tempurung tersebut
keras mirip deengan tempurung kelapa berwarna coklat yang melindungi inti biji yang
mengandung minyak. Inti biji berbentuk bulat mancung berwarna kuning gading
(Gambar 2). Hasil pengukuran dimensi ukuran buah (panjang dan lebar) terhadap 8
provenan yang diuji menunjukkan adanya variasi. Umumnya bentuk buah bulat dengan
ukuran antara panjang dan lebar tidak begitu berbeda. Buah yang berasal dari Pulau Bali
cenderung berukuran lebih besar dibandingkan buah dari Pulau Lombok dan Sumbawa.
Ukuran buah diduga dipengaruhi oleh faktor genetik individu pohon nyamplung serta
habitatnya (Gambar 3).

Buah kering

Gambar 2. Buah dan biji nyamplung

35
Panjang Lebar
28
Ukuran (mm)

21

14

0
1 2 3 4 5 6 7 8
Provenan

Keterangan : 1=Bali Barat, 2=Bali Timur, 3=Nusa Penida, 4=Lombok Barat,


5=Lombok Tengah + Timur, 6=Sekongkang, 7=Kilo, 8=Kempo

Gambar 3. Dimensi buah nyamplung (panjang dan lebar)


dari 8 provenan nyamplung di Propinsi Bali dan NTB

264 | Prosiding Seminar Nasional Peranan Hasil Litbang HHBK Dalam Mendukung Pembangunan Kehutanan
2. Berat 1000 butir
Penentuan berat 1.000 butir berguna dalam menduga jumlah benih setiap 1
kilogramnya. Hasil pengujian berat 1000 butir benih nyamplung dapat dilihat pada
Tabel 1. Hasil pengujian menunjukkan adanya variasi diantara provenan yang diuji,
dengan berat terendah provenan Nusa Penida. Berdasarkan sifat dasar buah terlihat
bahwa buah yang berasal dari Nusa Penida mempunyai karakter buah yang secara fisik
lebih kecil dibanding 7 provenan lain (Gambar 3 dan Tabel 1). Karena penghitungan
Ck di bawah 4, maka penghitungan tidak perlu diulang lagi.

Tabel 1. Hasil pengujian berat 1.000 butir dari 8 provenan nyamplung nyamplung di
Bali dan NTB
Berat rerata S Ck Berat
Provenan
100 butir (kg) (Galat baku) (Koef. keragaman) 1000 butir (kg)
1. Bali Barat 0,65 0,02 3,63 6,50
2. Bali Timur 0,69 0,02 3,06 6,90
3. Nusa Penida 0,28 0,01 3,30 2,80
4. Lombok Barat 0,40 0,02 4,00 3,95
5. Loteng + Lotim 0,40 0,02 4,00 3,95
6. Kilo 0,31 0,01 3,31 3,12
7. Kempo 0,51 0,02 3,23 5,07
8. Sekonkang 0,51 0,02 3,13 5,05

Berdasarkan pengujian karakter fisik tersebut terlihat bahwa provenan yang


memperlihatkan karakter biji yang lebih berat dibanding provenan lain adalah Bali
Timur dan Bali Barat dengan urutan : Bali Timur, Bali Barat, Kilo, Kempo, Lombok
Tengah + Timur, Lombok Barat, Sekongkang dan Nusa Penida.

C. Penyemaian benih dan evaluasi


Penyemaian benih dilakukan di KHDTK Rarung dengan media perkecambahan
pasir. Setiap provenan disemaikan 1.000 butir. Hasil evaluasi pada umur 1 bulan dan 7
bulan adalah sbb.:
1. Evaluasi 1 bulan persemaian
Hasil pengujian terhadap daya kecambah semai umur 1 bulan nyamplung pada
uji provenan di persemaian menunjukkan bahwa daya kecambah semai > 70% yaitu
sebesar 81.14% dengan jumlah semai yang hidup 811 semai dan 189 semai mati. Rerata
tinggi semai umur 1 bulan adalah 4,9 cm dengan rerata jumlah daun sebanyak 2. Secara
lengkap hasil pengamatan daya semai umur 1 bulan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Daya kecambah dan tinggi semai nyamplung umur 1 bulan dari 8 provenan di
Propinsi Bali dan NTB
Daya Jumlah
Provenan Hidup Mati Total Tinggi
Kecambah daun
1. Bali Barat 801 199 1000 80,06 4,1 2

Prosiding Seminar Nasional Peranan Hasil Litbang HHBK Dalam Mendukung Pembangunan Kehutanan | 265
Daya Jumlah
Provenan Hidup Mati Total Tinggi
Kecambah daun
2. Bali Timur 808 192 1000 80,85 5,7 2
3. Nusa Penida 803 197 1000 80,30 5,1 2
4. Lombok Barat 759 241 1000 75,87 4,9 2
5. Loteng + Lotim 928 72 1000 92,77 4,9 3
6. Kilo 767 233 1000 76,71 4,7 2
7. Kempo 814 186 1000 81,36 5,4 2
8. Sekonkang 812 188 1000 81,19 4,4 2
Rerata 811 189 1000 81,14 4,9 2

2. Evaluasi 7 bulan di persemaian


Setelah 7 bulan disemaikan, sifat yang diukur adalah tinggi, diameter dan jumlah
daun. Data selengkapnya dapat di lihat di pada Lampiran 1. Berdasarkan hasil
pengukuran menunjukkan adanya perbedaan diantara 8 provenan yang diuji dari 3
karakter tersebut. Hasil analisi varian dapat dilihat pada Tabel 3.
Untuk mengetahui provenan yang mempunyai performa pertumbuhan yang
terbaik dilakukan uji lanjutan Duncan. Dari ketiga karakter yang diukur (tinggi,
diameter dan jumlah daun) memperlihatkan bahwa semai yang berasal dari provenan
Bali Timur mempunyai pertumbuhan yang terbaik. Hasil uji lanjutan Duncan dapat
dilihat pada Gambar 4.

Tabel 3. Analisis varian terhadap 3 sifat yang diukur pada semai nyamplung umur 7
bulan dari 8 provenan di Bali dan NTB
Karakter db KT JK Nilai F Nilai P
Tinggi Provenan 7 3255,777 465,111 25,545 0,0001**
Eror 392 7137,220 18,207
Total 399 10392,998
Diameter Provenan 7 61,840 8,834 17,684 0,0001**
Eror 392 195,833 0,500
Total 399 257,672
Jumlah daun Provenan 7 643,477 91,925 2,080 0,045*
Eror 392 17322,500 44,190
Total 399 17965,978
Keterangan : **) berbeda nyata pada taraf uji 0,01;
*) berbeda nyata pada taraf uji 0,05

Tabel 4. Rata-rata pertumbuhan terhadap 3 sifat yang diukur pada semai nyamplung
umur 7 bulan dari 8 provenan di Bali dan NTB
Karakter
Provenan
Tinggi Diameter Jumlah daun
1. Bali Barat 26,65 cd 5,53 c 12,10 a b c
2. Bali Timur 33,44 a 6,58 a 13,26 a

266 | Prosiding Seminar Nasional Peranan Hasil Litbang HHBK Dalam Mendukung Pembangunan Kehutanan
Karakter
Provenan
Tinggi Diameter Jumlah daun
3. Nusa Penida 29,18 b 5,85 b 9,74 b c
4. Lombok Barat 27,34 cd 5,94 b 12,36 a b c
5. Loteng + Lotim 28,27 b c 6,60 a 12,54 b c
6. Sekonkang 26,31 d 4,47 c 9,52 c
7. Kilo 29,32 b 6,05 b 10,76 a b c
8. Kempo 34,51 a 5,86 b 11,66 a b c
Keterangan : Rata-rata yang dihubungkan dengan huruf yang tidak sama, berbeda nyata
pada taraf uji 0,05.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sbb.:


1. Nyamplung di provinsi Bali dan NTB tersebar di sepanjang pantai dan sungai.
Berdasarkan sebaran geografik nyamplung di kedua propinsi tersebut, dapat
dikelompokkan menjadi 8 provenan, yaitu: Bali Barat, Bali Timur, Nusa Penida,
Lombok Barat, Lombok Timur dan Tengah, Sekongkang, Kilo dan Kempo.
2. Bentuk buah nyamplung pada umumnya bulat dengan ukuran panjang dan lebar
tidak begitu berbeda. Buah yang berasal dari Pulau Bali cenderung berukuran lebih
besar dibandingkan buah dari Pulau Lombok dan Sumbawa.
3. Hasil evaluasi terhadap daya kecambah semai nyamplung pada umur 1 bulan
dengan rerata sebesar 81,14% dan rerata tinggi semai 4,9 cm serta rerata jumlah
daun 2 lembar. Pada umur semai 7 bulan menunjukkan perbedaan diantara provenan
yang diuji terhadap 3 sifat yang diukur (tinggi, diameter dan jumlah daun), dengan
provenan terbaik dari Bali Timur.

DAFTAR PUSTAKA

Bustomi, S., Rostiwati, R., Sudrajat, Leksono, B., Kosasih, S., Anggraini, I.,
Syamsuwida, D., Lisnawati, Y., Mile, Y., Djaenudin, D., Mahfudz, Rachman, E.
2008. Nyamplung (Calophyllum inophyllum L) sumber energi biofuel yang
potensial. Badan Litbang Kehutanan. Jakarta.
Leksono, B., Lisnawati, Y., Rahman, E., Putri, KP. 2010. Potensi tegakan dan
karakteristik lahan pada 6 populasi nyamplung (calopyllum inophyllum l.) di jawa
untuk pembangunan hutan tanaman dan sumber benih unggul (Prosiding
Workshop Sintesa Hasil Penelitian Hutan Tanaman 2010), Bogor 30 Nopember -1
Desember 2010 (in press)
Santoso, H. 2011. Kebijakan Sumber Benih Dan Potensi Kebutuhan Benih Untuk
Mendukung Penanaman Satu Milyar Pohon. Makalah Seminar Nasional
Pembangunan Sumber Benih. Yogyakarta, 30 Juni 2011.

Prosiding Seminar Nasional Peranan Hasil Litbang HHBK Dalam Mendukung Pembangunan Kehutanan | 267
Sopamena, C.H.A. 2007. Hitaullo (Calophyllum inophyllum L.): sumber energi bahan
bakar nabati (BBN) dan tanaman konservasi. BAPINDO. Bandung.
Badan Litbang. 2011. SK. Badan Litbang nomor : 04/VIII/P3HT/2011 tentang Pedoman
Teknis Pembangunan Sumber Benih Untuk Mendukung Pembangunan
Kehutanan.
Thomsen, K. dan Diklev, S. 2004. Manual Laboratorium untuk Studi Dasar-dasar Benih
Pohon. Indonesia Forest Seed Project. Bandung.
Trihendradi, C. 2007. Statistik Inferen : Teori Dasar dan Aplikasinya Menggunakan SPSS. CV.
Andi Offset. Yogyakarta

268 | Prosiding Seminar Nasional Peranan Hasil Litbang HHBK Dalam Mendukung Pembangunan Kehutanan

Anda mungkin juga menyukai