Keputusan Kepala Daerah Digugat Ke PTUN Oleh Masyarakat
Keputusan Kepala Daerah Digugat Ke PTUN Oleh Masyarakat
Keputusan Kepala Daerah digugat ke PTUN oleh masyarakat, dan oleh PTUN
tuntutan masyarakat dikabulkan. Pertanyaannya, Dapatkah seorang Kepala Daerah
yang kalah di PTUN membuat keputusan baru menggantikan keputusan yang telah
dianulir oleh PTUN, dengan objek yang masih sama.
Jawaban: .
1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya
2. Menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan Kepala Daerah Tersebut
3. Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Kepala Daerah
4. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini
1. Bahwa sesuai ketentuan Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara (UU PTUN) dinyatakan :
Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu
Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan
yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang
disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan
ganti rugi dan / atau direhabilitasi ;
2. Bahwa dengan demikian, yang dapat mengajukan gugatan atas Keputusan Tata
Usaha Negara hanyalah orang atau badan hukum perdata
4. Bahwa dalam syarat materiil, Badan Hukum harus memenuhi unsur / memiliki :
a. Harta kekayaan terpisah ;
b. Tujuan yang ideal ;
c. Kepentingan; dan ;
d. Pengurus ;
5. Bahwa sedangkan syarat formil Badan Hukum adalah terdaftar sebagai badan
hukum Jimly Asshiddiqie dalam artikelnya tersebut menyatakan :
“ Dalam sistem hukum Indonesia suatu badan hukum selain memenuhi empat unsur
seperti disebutkan di atas juga perlu didaftarkan sebagai badan hukum. Sebelum
didaftarkan sebagai badan hukum, organisasi itu secara formal belum dapat diakui sah
sebagai badan hukum. Perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan oleh pengurus
suatu badan hukum yang belum didaftarkan dianggap sebagai perbuatan pribadi
pengurus. Oleh karena itu timbul persoalan, apakah pendaftaran sebagai badan hukum
juga dapat disebut sebagai unsur kelima dari badan hukum ? Sesuai tuntutan
perkembangan modern, pendaftaran badan hukum sekurang-kurangnya dapat dilihat
sebagai syarat formil, sedang empat syarat terdahulu disebut syarat materiil.
Meskipun pendaftaran badan hukum sebagai syarat formil, dalam praktek acapkali
sahnya suatu badan hukum berkaitan dengan tanggung jawab hukum pengurus.
Dalam hal perbuatan-perbuatan perdata tanggung jawab pengurus badan hukum yang
sah sebatas tanggung jawab pengurus yang menjadi tanggung jawabnya menurut
AD/ART. Sebaliknya jika badan hukumnya belum sah, maka tanggung jawabnya
bersifat pribadi dari orang-orang yang duduk sebagai pengurus”
7. Bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor 6 Tahun
2014 tentang Pengesahan Badan Hukum Perkumpulan, dalam diktum Menimbang
Huruf a menyebutkan : “ bahwa perkumpulan untuk dapat melakukan kegiatan hukum
keperdataan harus mendapatkan pengesahan badan hukum perkumpulan dari Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia” ;
8. Bahwa di dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor 6
Tahun 2014 tersebut telah dengan tegas diatur tata cara permohonan pengesahan
badan hukum Perkumpulan yang diajukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia ;
9. Bahwa Penggugat dalam perkara a quo hanya menyebutkan Akta Notaris sebagai
dasar hukumnya dan sama sekali tidak menyebutkan adanya Pengesahan sebagai
badan hukum dari Menteri Hukum dan HAM RI, dengan demikian dapat disimpulkan
Penggugat bukanlah Perkumpulan yang berbadan hukum ;
10. Bahwa oleh karena Penggugat bukan badan hukum maka sesuai dengan
ketentuan Pasal 53 ayat (1) UU PTUN Penggugat tidak punya kapasitas untuk
mengajukan gugatan a quo sehingga sudah sepatutnya gugatan Penggugat dinyatakan
tidak dapat diterima
11. Bahwa sesuai ketentuan Pasal 53 ayat (1) UU PTUN, dinyatakan :“ Orang atau
badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan
Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang
berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang
disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan
ganti rugi dan/atau direhabilitasi” Penjelasan Pasal 53 ayat (1) UU PTUN :
“Selanjutnya hanya orang atau badan hukum perdata yang kepentingannya terkena
oleh akibat hukum Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan dan karenanya
yang bersangkutan merasa dirugikan dibolehkan menggugat Keputusan Tata Usaha
Negara”
12. Bahwa menurut S.F. Marbun dalam bukunya “Peradilan Administrasi Negara dan
Upaya Administratif di Indonesia, terbitan Liberty, Yogyakarta, Edisi Pertama,
cetakan I, 1997, hlm. 226”, menyatakan kepentingan Penggugat yang dirugikan harus
bersifat langsung terkena, artinya kepentingan tersebut tidak boleh terselubung
dibalik kepentingan orang lain (rechtstreeks belang) sesuai adagium yang menyatakan
point d’interest, point d’action ;
13. Bahwa berdasarkan pendapat S.F. Marbun tersebut pihak yang dapat menggugat
adalah pihak yang kepentingannya langsung terkena atas keluarnya suatu keputusan
tata usaha Negara
1.Bahwa dalil Para Penggugat yang menyatakan Keputusan Kepala Daerah in casu
objek gugatan bertentangan dengan :
a. Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 ;
b. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007
c. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 40/PRT/M/ 2007
2. Apa perbedaan perwakilan politik dan perwakilan fungsional. dan beri contoh yang
ada di Indonesia.