Anda di halaman 1dari 11

Tugas.

1
MANAJEMEN PERUBAHAN

NAMA : ARDHIANA SUSANTY HUSNI


NIM : 041800195
POKJAR : PUTERA CENDEKIA MADIUN

Silahkan Kerjakan tugas berikut, serta upload pada tempat yang sudah disediakan!
Soal: 1
PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk atau Telkom Indonesia merupakan salah satu
perusahaan telekomunikasi yang terbesar di Indonesia. Pada tahun 2018, Telkom Indonesia
berhasil mencapai penjualan sebesar Rp130,78 triliun dengan laba yang cukup tinggi, yaitu
sebesar Rp18,56 triliun. Salah satu prestasi yang membanggakan adalah keberhasilan Telkom
Indonesia sebagai salah satu perusahaan terbesar di dunia versi Forbes PT Telkom Indonesia
(Persero) Tbk, biasa disebut Telkom Indonesia. Telkom adalah
perusahaan informasi dan komunikasi serta penyedia jasa dan jaringan telekomunikasi secara
lengkap di Indonesia. Telkom mengklaim sebagai perusahaan telekomunikasi terbesar di
Indonesia, dengan jumlah pelanggan telepon tetap sebanyak 15 juta dan pelanggan telepon
seluler sebanyak 104 juta.
Berdasarkan wacana di atas :
1. Jelaskan seberapa besar peran sumber daya manusia sebagai faktor internal perusahaan,
sehingga menjadikan PT Telkom menjadi salah satu perusahaan terbesar di Indonesia dan
tetap eksis di tengah persaingan industri telekomunikasi saat ini !
2. Jelaskan 4 kriteria keberhasilan perubahan organisasi !

Soal: 2
Pandemi covid 19 menyebar sejak akhir tahun 2019 hingga kini di beberapa wilayah dengan
masa berbeda, terhitung 193 negara telah berjuang melawan serangan Covid yang tidak pandang
bulu. Wuhan adalah salah satu kota di China sebagai tempat domisili penderita covid yang
pertama kali ditemukan sebelum virus ini berstatus pandemi. Berita dan informasi pergerakan
penyebaran virus tersebut telah mewarnai berbagai laman media karena jalur sebarannya kian
hari semakin massif. Setiap negara yang telah lebih dulu diserang covid 19 menjadi model bagi
negara lain dalam melakukan tindakan preventif penyebaran covid 19, meskipun terdapat
perbedaan tatanan politik, sosial, budaya, ekonomi dan pendidikan pada setiap negara tersebut.
Pemerintah Indonesia telah banyak mengeluarkan kebijakan terkait pencegahan penyebaran
Covid 19 yang berdampak pada kondisi internal dan eksternal wilayah pemerintahan Indoneisa.
Salah satu keputusan pemerintah yang memberi dampak luas adalah kebijakan pada segmen
pendidikan, baik pada komponen praktisi maupun pada komponen regulative dan lingkungan.
Kebijakan dari hulu ke hilir tersebut bersinergi dengan kebutuhan dan kepentingan pencegahan
penyebaran Covid 19. Dampak ini saling bersinggungan antar segmen dalam kehidupan
beragama, bermasyarakat dan bernegara.
Pelaksaan sistem pembelajaran pada satuan pendidikan mengalami perubahan bentuk
operasional yang digeneralisasi melalui kebijakan pembelajaran dan mengikut pada kebijakan
sosial, yaitu instruksi social distancing hingga berujung pada himbauan lockdown. Respon
masyarakat terhadap kebijakan tersebut sangat variatif, pada awalnya terbatas pada kondisi
sensitisasi, menurut Hebb kondisi ini dapat membuat setiap individu akan lebih responsif
terhadap aspek tertentu pada lingkungan. Aspek tersebut adalah perubahan yang dilahirkan oleh
pembatasan sosial tersebut. Menilik teori generalisasi dan diskriminasi maka respon tersebut
terpetakan secara alami.

Social distancing memberi pembatasan ruang dan waktu terhadap segenap kegiatan rutin dalam
sistem pembelajaran pada setiap jenjang pendidikan, mulai pra sekolah, sekolah dasar dan
menengah hingga pendidikan tinggi. Banyak hal yang terlihat jelas setelah menyimak perubahan
sistem pembelajaran pada setiap jenjang tersebut. Pembelajaran lasimnya berlangsung di ruang
kelas dengan jadwal tertentu berubah menjadi pembelajaran di ruang masing-masing dengan
waktu yang tidak praktis sesuai jadwal pembelajaran. Inilah yang lahir sebagai dampak dari
himbauan pembatasan sosial, selanjutnya menciptakan pembatasan operasional pendidikan.
Kondisi ini lebih popular dengan istilah pembelajaran “daring” (pembelajaran dalam jaringan)
yang sebelumnya juga sudah sangat familiar dan sering dilakukan, namun sebagai alternatif di
antara beberapa bentuk pembelajaran yang lebih efektif.
Respon dan tanggapan beberapa unsur ini mengindikasikan bahwa perubahan itu adalah
keniscayaan, setiap individu harus dapat menyiapkan diri untuk menghadapi perubahan.
Perubahan sistem pembelajaran di masa pandemi ini adalah wujud transformasi tidak terduga
dan selanjutnya akan mewarnai perkembangan dinamika pembelajaran pada seluruh jenjang di
masa mendatang saat badai Covid 19 telah berlalu. Pada akhirnya, setiap individu akan terbiasa
dengan kondisi ini dan bahkan menjadikan momentum pandemi ini sebagai titik permulaan
untuk membudayakan kebiasaan baru dan bernilai positif dalam dunia pendidikan, khususnya
dalam kegiatan belajar dan pembelajaran. Bentuk pendidikan di lingkungan keluarga lebih
bermakna dari kondisi bermakna sebelumnya karena setiap anggota inti keluarga dapat
memediasi kebutuhan belajar dan interaksi personal, intrapersonal dan interpersonal lebih
terwujud dalam suasana pendidikan keluarga.
Pembelajaran “daring” sebagai pilihan tunggal dalam kondisi pencegahan penyebaran covid
19memberi warna khusus pada masa perjuangan melawan virus ini. Bahkan bentuk pembelajaran
ini juga dapat dimaknai pembatasan akses pendidikan. Pendidikan yang lumrah berlangsung
dengan interaksi langsung antar unsur (pendidik dan tenaga kependidikan dan peserta didik)
beralih menjadi pembelajaran interaksi tidak langsung. Pembatasan interaksi langsung dalam
pendidikan terkadang terjadi pada situasi tertentu namun tidak dalam rangka pembatasan sosial
seperti yang masyarakat jalani sebagai upaya pencegahan penyebaran virus. Pembatasan ini
membawa dampak potitif dan negatif dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Pembatasan sosial
memberi dampak pada kebijakan penyelenggaraan pendidikan, pembelajaran harus diupayakan
tetap berlangsung dengan berbagai konsekuensi yang ditimbulkan. Hal ini sangat berpengaruh
pada masa adaptasi akibat perubahan mekanisme dan sistem pembelajaran tersebut.

Pertama; dampak positif dapat dimaknai dari kondisi praktisi pendidikan melaksanakan kegiatan
akademik dengan bekerja dari rumah(work from home). WFH membuat setiap individu yang
melakukan aktivitasnya menjadi lebih mandiri dalam memaksimalkan pemanfaatan teknologi
dan informasi. Sebelumnya, tidak semua individu memiliki kebiasaan bekerja berbasis IT,
namun kondisi ini membuat mereka bisa lebih terbiasa dan terampil menyelesaikan pekerjaan
dengan IT. Betapa tidak, praktisi pendidikan dibenturkan pada kondisi yang memaksa dan
mengharuskan mereka menjadi mahir secara instan. Beberapa pengakuan positif praktisi tersebut
menunjukkan momen social distancing ini membuahkan hasil peningkatan kreativitas dan
kompetensi dalam pelaksanaan tugas masing-masing.
Berdasarkan wacana di atas,
-  Jelaskan perubahan evolutif yang bersifat natural dan hybrids!
-  Pilih salah satu mekanisme perubahan yang sesuai dengan wacana di atas, berikan alasan !

JAWABAN

1. a. Peran sumber daya manusia sebagai faktor internal dalam perubahan yang dilakukan
perusahaan sangatlah penting karena manusia (karyawan dan manajer) merupakan penggerak
utama dalam sebuah organisasi/perusahaan atau dengan kata lain organisasi/perusahaan tidak
akan bergerak ataupun berubah jika tidak digerakkan oleh manusia yang ada dalam perusahaan
itu sendiri. Namun, perlu diingat juga bukan berarti karena ada beberapa karyawan yang
resisten terhadap perubahan membuat perubahan yang direncanakan oleh para manajer
menjadi gagal. Seperti yang dilakukan oleh PT Telkom di atas, perusahaan tersebut melakukan
perubahan dimana melihat bahwa telepon kabel sudah mulai tidak bisa mengikuti zaman lagi,
maka Telkom sudah mempersiapkan dengan anak perusahaannya yakni Telkomsel. Perubahan
yang terjadi pada awal pembentukan Telkomsel tentu tidaklah mudah.
Manajer perusahaan tentu sudah merancang dan mengeksekusi sedemikian rupa agar
perubahan yang akan dialami karyawan nanti tidak menimbulkan resistensi dan menghambat
perubahan yang akan terjadi dan berujung mengganggu kinerja perusahaan dan merugikan
karyawan itu sendiri nantinya. Hal ini tentu sudah terbukti berhasil dengan menjadi pemimpin
pasar telekomunikasi. Bukti lainnya terlihat pada laba total yang diperoleh PT Telkom sebesar
Rp18,56 triliun ditambah dengan pelanggan telepon seluler sebanyak 104 juta. Hal ini memang
berbanding jauh dengan pelanggan telepon kabel biasa karena memang jaman sudah berganti
ke zaman telepon seluler yang praktis dengan berbagai fitur canggih dan tentu menunjang
aktivitas bisnis bagi perorangan. Namun, hal ini menjadi sebuah investasi terbesar untuk Telkom
karena bisa mengikuti dan beradaptasi dengan perubahan. Tentu saja kemampuan beradaptasi
dengan zaman ini tidak berasal dari para manajer saja tetapi semua manusia yang ada dalam
tubuh perusahaan Telkom. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa apapun bentuk
perusahaannya dan bagaimana perubahan yang akan dilakukan perusahaan, itu ada di tangan
manusia yang ada di dalamnya sehingga SDM merupakan hal terpenting dalam menciptakan
perubahan.
b. Kriteria keberhasilan perubahan organisasi secara umum adalah sebagai berikut.
(1) Karyawan memiliki kemauan melakukan perubahan dalam hal keterampilan, perilaku, dan
kinerja untuk menyesuaikan tuntutan perubahan yang dilakukan perusahaan.
(2) Keterampilan dan pengalaman karyawan meningkat seiring dengan perubahan yang terjadi
dalam perusahaan
(3) Karyawan menjadi lebih fleksibel dan mampu beradaptasi dengan perubahan yang
dilakukan perusahaan
(4) Karyawan memiliki komitmen yang kuat terhadap perusahaan.
2. a. Perubahan evolutif yang bersifat natural merupakan perubahan yang secara alami dilakukan
tanpa sadar oleh seseorang, perusahaan, atau organisasi. Sebagai contoh sebuah perusahaan
kecil suatu saat akan menjadi besar, maka secara tidak langsung perusahaan kecil tersebut
melakukan perubahan agar dapat menyesuaikan kapasitas kemampuan yang dibutuhkan untuk
memperbesar aktivitas agar perusahaan tersebut berkembang. Begitupun yang dialami oleh
seseorang dimana perubahan secara alami terjadi ketika seseorang bersekolah dari SD hingga
perguruan tinggi tentu akan mengalami perubahan yang tidak disadari untuk menyesuaikan
tuntutan aktivitas yang semakin kompleks. Sedangkan perubahan evolutif bersifat hybrids
merupakan perubahan yang dilakukan dengan membiarkan kondisi lama sembari diberikan
perubahan sedikit-demi sedikit atau bisa disebut perubahan dengan adaptasi perlahan. Oleh
karena itu, untuk melakukan perubahan seperti ini dibutuhkan orang yang berkarismatik dan
diterima oleh banyak orang di dalam organisasi untuk dapat memberikan penjelasan perubahan
yang akan dialami semua orang karena perusahaan harus berubah demi bertahan di persaingan
bisnis.
b. Berdasarkan wacana diatas mengenai kondisi masyarakat di tengah wabah covid ini saya
memilih mekanisme perubahan hybrids. Karena menurut saya, adanya wabah covid ini bukanlah
sesuatu yang bisa diantisipasi dan cenderung cepat dalam memberikan dampak pada kehidupan
semua aspek manusia. Oleh karena itu, dibutuhkan orang-orang berkarisma di setiap daerah dan
mengerti bahwa kondisi ini harus segera ditangani dengan benar untuk memberikan keamanan
dan menekan angka mortalitas akibat wabah ini. Namun, menurut saya, hanya beberapa daerah
saja yang memiliki orang berkarismatik dan membuat masyarakat mau menerima keputusan
yang dibuat dari pemerintah pusat sehingga menurunkan keoptimalan perubahan. Hal ini
terlihat dari dampak negatif yang ditimbulkan dengan tingginya tingkat kematian di awal
pandemi melanda. Apabila secara khusus melihat pada aspek pendidikan, perubahan hybrids
harus dilakukan secara bertahap guna memastikan para pembelajar tidak kehilangan rasa akan
pentingnya ilmu pengetahuan yang digabung dengan era teknologi. Karena saya merasa setiap
anak mulai generasi Z sudah mengenal teknologi sehingga menuntut perubahan pada tenaga
pendidik dalam memberikan pendidikan yang harus menyesuaikan zaman juga agar para
generasi di zaman ini tidak kehilangan semangat belajar dan belajar bukan hanya menggunakan
teknologi sesuka hati tanpa melihat value yang lebih besar dan berguna untuk kehidupannya.
3. a. Berikut ini beberapa alasan karyawan dapat resisten terhadap perubahan yang dilakukan oleh
perusahaan :
(1) Tidak suka perubahan. Hal yang lumrah ketika seorang karyawan menolak perubahan. Hal ini
disebabkan oleh rasa nyaman berada dalam zona nyaman dan aman yang sudah dirasakan oleh
sang karyawan. Mereka yang cenderung menolak perubahan mungkin disebabkan oleh rasa
takut mereka bahwa perubahan yang dilakukan perusahaan akan membawa kerugian bagi
mereka. Namun, penolakan akan perubahan ini tentu tidak menjadi sifat dasar karena pasti
tidak semua karyawan memiliki sifat yang nyaman di zona nyaman dan ingin melakukan
perubahan seperti misalnya mendapatkan tugas baru atau naik jabatan. Jadi, walaupun ada
alasan tidak suka pada perubahan hal ini hanya berasal dari individu dan tidak setiap individu
memiliki rasa tidak ingin berubah demi masa depan lebih baik.
(2) Tidak nyaman dengan ketidakpastian. Tentu semua orang pasti memiliki rasa tidak nyaman
dengan sesuatu yang tidak pasti meski selevel manajer sekalipun. Oleh karena itu, setiap
karyawan tentu memiliki alasan yang kuat ketika dihadapkan pada rasa tidak nyaman akan
ketidakpastian. Namun kembali lagi bahwa tidak semua karyawan memiliki sikap seperti ini.
Hofstede (1997) mengelompokkan menjadi dua kelompok masyarakat dalam merespons
ketidakpastian. Kelompok pertama disebut high uncertainty avoidance dan kelompok kedua
disebut low uncertainty avoidance. Pada kelompok pertama memiliki rasa yang sangat tinggi
untuk menghindari sebuah ketidakpastian sehingga dapat dipastikan akan menolak adanya
perubahan akan terjadi karena setiap perubahan pasti menghadirkan ketidakpastian sedangkan
kelompok kedua lebih mudah untuk menerima perubahan. Oleh karena itu, apabila pihak
manajemen tidak mampu memberikan penjelasan yang baik kepada karyawan kelompok
pertama ini maka mustahil perubahan dapat dilakukan. Adanya kejelasan arah tujuan yang
diberikan oleh pihak manajemen maka situasi akan kembali terkendali dan kelompok dengan
high uncertainty avoidance ini akan berubah.
(3) Persepsi terhadap dampak negatif perubahan bagi kepentingan karyawan. Kepentingan
karyawan yang dimaksud disini adalah otoritas, status, kesempatan berkarya, keamanan kerja,
dan paling utama gaji yang memberikan keamanan ekonomi bagi keluarga mereka. Karyawan
pada umumnya akan meletakkan persepsi ini di depan sebelum mereka memutuskan akan
menerima sebuah perubahan. Namun, apabila kepentingan yang karyawan inginkan ini tidak
terancam maka mereka akan cenderung menyetujui perubahan yang dilakukan oleh
perusahaan.
(4) Keterikatan dengan budaya berjalan. Pada konteks ini, perusahaan bisa dimetaforakan
sebagai sebuah sistem budaya yang terdiri atas keyakinan, nilai-nilai, dan berbagai budaya.
Budaya yang berkembang di dalam suatu organisasi/perusahaan tentu akan mempengaruhi
perilaku seorang karyawan. Apabila sang karyawan semakin nyaman dengan budaya yang ada di
perusahaan tempat ia bekerja maka akan menjadi penghambat dalam melakukan perubahan.
Hal ini terjadi karena karyawan tersebut merasa terikat dengan budaya yang telah berjalan dan
membuat dia nyaman. Oleh karena itu, faktor budaya ini sendiri telah menjadi penghambat
secara tidak langsung pada perubahan yang akan dilakukan.
(5) Persepsi tentang pelanggaran kontrak psikologis. Persepsi kontrak psikologis ini secara tidak
langsung sudah terjadi saat awal mula karyawan diterima pada sebuah perusahaan. Pada
kontrak kerja tersebut menyiratkan sebuah kontrak psikologis bahwa sang pemberi kerja
berharap karyawan bekerja semaksimal mungkin dan sebaliknya karyawan juga diberikan
imbalan yang sesuai dengan apa yang telah ia kerjakan. Pada umumnya apabila perusahaan
mengumumkan akan ada perubahan maka secara psikologis akan muncul penolakan terhadap
perubahan tersebut apabila karyawan merasa pemberi kerja melanggar kontrak psikologis di
awal ketika ia bekerja. Persepsi kontrak psikologis inilah yang menyebabkan resistensi terhadap
perubahan.
(6) Tidak yakin bahwa perubahan memang dibutuhkan. Apa yang diyakini karyawan ini dapat
disebabkan oleh rasa zona nyaman yang sudah didapatkan oleh karyawan. Karyawan yang
sudah merasa nyaman dengan pekerjaannya dan juga merasa tidak melakukan kesalahan akan
cenderung merespons negatif segala bentuk usulan perubahan yang disampaikan pihak
perusahaan. Oleh karena itu, pihak perusahaan harus berusaha melihat waktu yang tepat agar
resistensi ini tidak menimbulkan hambatan apabila perusahaan memang membutuhkan
perubahan.
(7) Tidak jelas apa yang diharapkan dari perubahan. Alasan ini biasanya timbul persepsi
karyawan dimana dia tidak mendapatkan informasi yang jelas dari pihak manajemen tentang
bagaimana dan apa tujuan dilakukannya perubahan oleh perusahaan. Sebenarnya, apabila pihak
manajemen perusahaan memberikan kejelasan informasi tersebut maka bisa jadi usulan
perubahan yang ingin dilakukan perusahaan akan didukung oleh karyawan.
(8) Ada keyakinan bahwa perubahan yang diusulkan tidak tepat. Alasan ini biasanya muncul
disertai perdebatan antar karyawan. Setelah usulan perubahan dijelaskan oleh manajemen
maka akan muncul perbedaan pendapat diantara para karyawan apakah usulan perubahan
tersebut tepat atau tidak. Sebagian mereka ada yang setuju dan ada pula yang tidak setuju.
Kedua kelompok ini tentu memiliki alasan tersendiri dan biasanya hal ini yang akan menjadi
sebuah resistensi perubahan karena membutuhkan waktu untuk mencari titik tengah dari
berbagai alasan karyawan.
(9) Keyakinan bahwa waktu perubahan tidak tepat. Alasan ini muncul karena para karyawan
merasa kalau waktu untuk melakukan usulan perubahan belum tepat. Hal ini bisa disebabkan
mungkin karena secara operasional masih baik-baik saja dan tidak mengalami masalah. Jadi,
bukan berarti karyawan menolak untuk melakukan perubahan namun hanya waktunya saja yang
tidak tepat.
(10) Perubahan dianggap berlebihan. Hal ini muncul karena perubahan yang dilakukan oleh
perusahaan dilakukan secara besar-besaran, dimana bukan satu atau dua saja perubahan
melainkan menjalankan berbagai macam perubahan sekaligus. Perubahan ini juga tidak saling
terkait satu sama lain sehingga membuat karyawan harus banyak mengalami perubahan dari
biasanya. Hal ini akan berlebihan apabila tidak dilakukan evaluasi terlebih dahulu terhadap satu
perubahan yang telah lalu namun terus melakukan perubahan dan cenderung menjadi tidak
konsisten.
(11) Dampak menyeluruh perubahan terhadap kehidupan pribadi. Sesungguhnya karyawan dan
pekerjaannya merupakan satu kesatuan kehidupan yang menyangkut kehidupan pribadi.
Apabila ada perubahan yang signifikan dalam pekerjaannya maka hal ini akan mempengaruhi
keadaan pribadi mereka masing-masing. Sebagai contoh apabila ada karyawan yang harus
mengalami PHK karena perusahaan sudah tidak mampu lagi memberikan gaji yang sesuai.
Padahal apabila dilihat secara pekerjaan, karyawan ini tidak mengalami masalah yang berkaitan
dengan skill, atau tuntutan kemampuan lain dalam bekerja, namun dia harus tetap menerima
PHK karena kondisi perusahaan. Hal ini tentu akan menyebabkan dampak perubahan yang besar
bagi kehidupan karyawan. Mungkin karyawan tersebut berharap bahwa dia masih mendapatkan
pekerjaan dan gaji walaupun hanya sedikit. Alasan ini yang menurut saya paling berat dan
penyebab resistensi terbesar padahal secara ekonomi perusahaan sedang tidak baik.
(12) Dianggap berbenturan dengan etika. Para karyawan mungkin memiliki persepsi bahwa
usulan yang dikeluarkan perusahaan berbenturan dengan etika berlaku. Hal ini akan menjadi
sebuah resistensi perubahan karena sebenarnya karyawan tidak akan menolak perubahan.
Namun, mereka berusaha memegang teguh etika yang berlaku.
(13) Pengalaman perubahan sebelumnya. Karyawan yang mengalami pengalaman buruk pada
perubahan sebelumnya tentu akan resisten terhadap perubahan. Jadi, walaupun perusahaan
berusaha melakukan penjelasan dan meyakinkan maka sang karyawan akan tetap resisten
karena pengalaman buruk yang mereka terima.
(14) Tidak sepakat dengan cara mengelola perubahan. Hal ini muncuul karena karyawan melihat
bahwa perubahan yang dilakukan perusahaan tidak dieksekusi dengan baik. Kasus seperti ini
kadang terjadi pada perubahan transformasional seperti downsizing, merger, atau akuisisi.
Perubahan transformasional yang diusulkan mungkin sangat baik dan menjanjikan masa depan
yang cerah bagi perusahaan, tapi mungkin perbedaan budaya antar perusahaan yang akan
merger misalnya, akan menyebabkan resistensi karena dianggap cara eksekusinya kurang baik.

b. Metode pengelolaan resistensi menurut Kotter & Schlesinger (1979) saya tampilkan dalam
sebuah tabel berikut.

Anda mungkin juga menyukai