Anda di halaman 1dari 11

Zhuge Liang, Sang Naga yang Tertidur

Jonathan Rizki
Zulkarnain F1231211010
Pendidikan Sejarah

Fakultas Keguruan dan Ilmu


Pendidikan Universitas Tanjungpura
Kata Pengantar

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan yang
Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan
Essay mengenai : Zhuge Liang, Sang Naga yang Tertidur. Penulisan Essay ini
memiliki tujuan untuk memenuhi tugas dari Mata Kuliah Sejarah Asia Timur
yang diampu oleh Ibu Ika Rahmatika Chalimi, M.Pd. Penulis sendiri menyadari
bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan Essay ini, sehingga kritik dan
saran yang membangun akan penulis apresiasi. Dalam penulisan Essay ini, tidak
dapat dipungkiri bahwa ada banyak pihak yang memberikan dukungan dan
dorongan, maka dari pada itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
seluruh pendukung penulis.
A. Latar Belakang
Zhuge Liang, umumnya dikenal dengan gayanya, Kongming, lahir sekitar tahun
180, putra seorang pejabat provinsi di kemudian hari-hari dinasti Han. Pada saat
itu, dinasti itu benar-benar jorok, hampir empat ratus tahun dan di ambang
kehancuran. Untuk sebagian besar kehidupan dewasanya, Zhuge Liang
memainkan peran utama dalam perebutan kekuasaan dan perang saudara yang
mengikuti kematian Han kuno (Citra, n.d.). Zhuge Liang (181-234 M) adalah
karakter utama yang paling brilian. Berkat strateginya yang luar biasa, taktiknya
yang fleksibel, manuver yang cerdas, ketabahan yang tak kenal gentar, dan
kesetiaan yang tak terbatas, dia menyelamatkan kelompok Liu Bei dari
kehancuran, membantunya mendirikan Kerajaan Shu, dan mengkonsolidasikan
kerajaan dengan mengirimkannya dari banyak kesulitan dan bahaya. Baik di
medan perang atau di kamar, ia muncul dengan penuh kemenangan dan
kemenangan (Shui-Cai, 1989). Salah satu sumber populer sejarah mengenai
Zhuge Liang, proses jatuhnya Dinasty Han hingga berlangsungnya Masa Tiga
Kerajaan adalah karya-karya para sejarawan yang lebih awal seperti Hou Han Shu
(Kitab Sejarah Dinasty Han) karya Fan Ye, San Guo Zhi (Kitab Catatan Tiga
Negara) karya Chen Shou, serta Hou Han Yan Yi karya Cai Dongfan (Hikayat
Dinasty Han). Berdasarkan catatan-catatan sejarah tersebut lahir lah sumber
sejarah baru tentang masa Dinasty Han hingga masa Tiga Kerajaan dalam bentuk
roman sejarah yang dikarang oleh Luo Guanzhong dengan judul San Guo Yan Yi
(No Title, n.d.).

B. Kehidupan Awal
Zhuge Liang lahir pada tahun 181 M dengan nama Kong Ming di Yang Du,
sekarang telah menjadi Yinan, provinsi Shang Du, dia terlahir dalam keluarga
yang kurang beruntung, ibunya meninggal saat dia masih berumur 9 tahun dan
disusul ayahnya pada umur 12 tahun. Dia diasuh oleh pamannya sepeninggal
orang tuanya, dia terus mengikuti pamannya yang merupakan seorang pejabat
negara. Sepeninggal pamannya, Zhuge Liang menjadi petani, selain itu dia juga
menuntut ilmu, dia pun diberi julukan Wu Long alias Naga yang Tidur oleh
gurunya, Sima Wei.
C. Perjodohan dengan Huang Yue Ying
Ada beberapa versi bagaimana Zhuge Liang bertemu dengan istrinya yang
dikenal sebagai Nyonya Huang. Banyak orang menyorot kisah cinta ini sebagai
penghargaan atas kecerdasan ketimbang kecantikan fisik.
Kala itu, kira-kira Zhuge Liang baru berusia 17 hingga 18 tahun saat dirinya
menetap di Wolong Gang, Kota Nanyang, dan membangun sebuah pondok
jerami. Ia membajak ladang dan belajar dengan giat.
Seorang pengawal bernama Huang Chengyan yang tinggal di bawah Wolong
Gang Ridge mengagumi sosok Zhuge yang bijaksana dan lurus. Seringkali Zhuge
mencari nasihat Huang dan memintanya untuk membaca tulisanya.
Huang lantas menawarkan seorang putri untuk dinikahkan dengan Zhuge.
Namun, ia tidak langsung menerima tawaran itu karena mendengar kabar bahwa
putri Huang berwajah jelek. Zhuge juga tidak langsung menolaknya, lamaran
pernikahanya pun ditunda (Muhammad, 2020). Seiring berjalannya waktu, Zhuge
Liang terus berpikir hingga akhirnya dia membulatkan tekadnya dan menikahi
Huang Yue Ying yang sebenarnya seorang gadis cantik dan pintar.
D. Zhuge Liang dan Shu Han
Ia mengikuti Liu Bei setelah Liu Bei dan kedua saudara kandung yang lebih muda
naikkannya menciptakan tiga lawatan untuk menjemputnya dijadikan pakar
strategi negeri Shu. Terharu dengan keikhlasan dan kemurnian hati Liu Bei yang
menangis karena mengenangkan nasib rakyat pada zaman peperangan itu,
karenanya ia menghambakan diri kepada Liu Bei. Nasihat pertama yang
diberikannya secara pribadi kepada Liu Bei merupakan "Longzhong Plan", yaitu
tentang pendirian tiga negara akbar di tanah Tiongkok, yaitu Wei, Wu dan Shu.
Nasihat pertama Zhuge Liang ini dijadikan kenyataan setelah beberapa tahun
membantu Liu Bei di dalam peperangan untuk menegakkan Dinasti Han yang
telah rapuh.
Zhuge Liang merupakan seorang pakar strategi dan advisor dari Shu, ia sering
dipanggil ”Sleeping Dragon” atau Naga Tidur. Ia jenius dalam banyak urusan,
adun itu domestik dan urusan ke luar.
Setelah Liu Bei wafat, Liu Bei mengamanatkan padanya untuk memulihkan
kembali kekuasaan Dinasti Han dan ’mengambil’ alih kekuasaan seandainya anak
Liu Bei, Liu Chan, tidak becus dalam menjalankan negara. Walaupun Liu Chan
terbukti tidak cakap, Zhuge Liang sedang menghargainya sbg kaisarnya.
Hal pertama yang ia lakukan merupakan mengamankan daerah Nanman. Dan
pada tahun 225 AD ia menginvasi daerah Nanman dan sukses menangkap
pemimpinnya, Meng Huo. Zhuge Liang kesudahan menegosiasikan status aliansi
kepada Nanman yang kesudahan tidak diterima oleh Meng Huo. Setelah Zhuge
Liang menangkap dan melepaskan Meng Huo sejumlah tujuh kali, akhir-akhirnya
Meng Huo bersedia menerima penawaran itu dan dijadikan aliansi untuk Shu.
Setelah mengamankan daerah selatan dan memastikan tidak akan aci
pemberontakkan dari Nanman karenanya kampanye utara pun dilaksanakan. Pada
tahun 227 AD Zhuge Liang menginvasi Tian Shui dan sukses merekrut seorang
prajurit Wei yang cakap, Jiang Wei, untuk bergabung dengan Shu. Jiang Wei
kesudahan ditunjuk dijadikan penerus Zhuge Liang.
Tahun 228 AD Ia mengirimkan anak buahnya, Ma Su untuk mengambil daerah
Jie Ting. Dan perang selang Shu yang dikomandani oleh Ma Su dengan Wei yang
dikomandani oleh Sima Yi terjadi. Ma Su yang telah dilarang oleh Zhuge Liang
untuk mendirikan perkemahan di puncak gunung bersikeras melakukannya
dengan argumen supaya lebih gampang menghancurkan perkemahan musuh.
Namun, tak terpikirkan oleh Ma Su, ternyata hal itu malah menciptakan Wei
dijadikan gampang menyerang. Pasukan Wei dipimpin oleh Zhang He menaiki
bukit menuju perkemahan Shu yang menciptakan Ma Su mundur dan kalah telak.
Pada akhir-akhirnya, Ma Su yang dijadikan penjahat negara dieksekusi mati oleh
atasannya sendiri, Zhuge Liang.
Tahun 229 AD Zhuge Liang kembali mengambil alih komando perang, kali ini di
Chen Cang. Chen Cang yang merupakan daerah Wei yang dilindungi oleh Sima
Yi. Lagi-lagi perang selang Zhuge Liang dan Sima Yi terjadi. Alhasil, walaupun
Chen Cang yang terutama gerbang utamanya itu sangat terlindungi, namun
dengan segala perlengkapan berat Shu, Chen Cang akhir-akhirnya jatuh ke tangan
Zhuge Liang (Unkris, n.d.).
E. Akhir dari Zhuge Liang
Zhuge Liang melancarkan 5 ekspedisi di bagian utara untuk
menaklukkan negara Cao Wei yang dipimpin anak dari Cao Cao, Cao
Pi. Pada ekspedisi pertama di tahun 228 M, Shu Han mengalami
kekalahan, pada ekspedisi kedua Shu Han kembali kalah dikarenakan
Cao Wei mendapatkan bala bantuan, ekspedisi ketiga berhasil
dimenangkan Shu Han, ekspedisi keempat Shu Han terpaksa mundur
karena masalah logistik, dan pada 234 M Zhuge Liang meluncurkan
ekspedisi kelima sekaligus terakhir, di mana pada ekspedisi itu lah
Zhuge Liang tutup usia pada umur 54 tahun. Pada saat itu, Sima Yi
sebagai ahli strategi Cao Wei memanfaatkan momen tersebut untuk
melakukan serangan di Gunung Ding Jun, namun melihat pasukan Shu
Han yang menyerang balik, membuat Sima Yi ragu jika Zhuge Liang
benar benar telah meninggal, akhirnya Sima Yi mundur karena takut
tertipu oleh kematian Zhuge Liang. Sima Yi merasa jika kematian
Zhuge Liang hanya tipu muslihat dan sebenarnya Zhuge Liang masih
hidup dan akan melakukan penyergapan saat pasukan Cao Wei
menyerbu. Zhuge Liang dimakamkan di Gunung Ding Jun sebagai
penghormatan karena dia tetap dapat menghalau pasukan Cao Wei
untuk menyerbu meskipun saat itu dia telah wafat.
F. Menjadi Penemu Bakpao
Penemuan bakpao bermula pada saat Zhuge Liang ditugaskan untuk menumpas
pemberontak yang dipimpin oleh Meng Huo. Jika Meng Huo ditangkap dan
dibunuh, maka akan ada banyak tokoh lain yang menggantikannya memimpin
pasukan pemberontak. Akan lebih baik jika Zhuge Liang membujuk Meng Huo
berpihak kepadanya. Oleh sebab itu, Zhuge Liang selalu melepaskan Meng Huo
setelah berhasil menangkapnya selama 7 kali.
Pada penangkapan ketujuh, Zhuge Liang berhasil membunuh hampir semua
pasukan Meng Huo. Keberhasilannya ini tidak membuatnya senang. “Jasaku
sangat besar kepada negara, namun dosaku juga sangat besar kepada Surga.
Semoga Surga berkenan mengampuniku karena aku hanya menjalankan
kewajiban menjaga keamanan negara”.
Akhirnya Meng Huo menyerah dan mengikuti Zhuge Liang. Dalam perjalanan
mereka kembali ke Cheng Du (Ibukota Shu), mereka harus melewati sungai yang
selalu dilanda badai dan gelombang besar. Menurut Meng Huo, siapapun yang
ingin melewati sungai ini harus mempersembahkan 50 kepala manusia kepada roh
sungai. Zhuge Liang yang sudah letih melihat pertumpahan darah menyuruh
pasukannya memasak daging untuk dimasukkan ke dalam kue yang dibentuk
menyerupai kepala manusia dari tepung terigu. Zhuge Liang bermaksud untuk
menggantikan kepala manusia dengankue ini. Setelah mempersembahkan kue ini,
Zhuge Liang, Meng Huo dan seluruh pasukan dapat melewati sungai dengan
selamat (Aditya, 2013).
G. Beberapa Isi dari Buku Zhuge Liang, The Way of The General
i) The Authority of Military Leadership
Military authority, directing the armed forces, is the matter of the authoritative
power of the
leading general.
If the general can hold the authority of the military and operate its power, he
oversees his
subordinates like a fierce tiger with wings, flying over the four seas, going
into action whenever
there is an encounter.
If the general loses his authority and cannot control the power, he is like a
dragon cast into a
lake, he may seek the freedom of the high sea, but how can he get there ?
ii) Knowing People
Nothing is harder to see into people’s natures. Though good and bad are
different, their conditions
and appearances are not always uniform.
• There are some people who are nice enough but steal.
• Some people are outwardly respectful while inwardly making fools of
everyone.
• Some people are brave on the outside yet cowardly on the inside.
• Some people do their best but are not loyal.
• Hard though it be to know people, there are ways.
• First is to question them concerning right and wrong, to observe their ideas.
• Second is to exhaust all their arguments, to see how they change.
• Third is to consult with them about strategy, to see how perceptive they are.
• Fourth is to announce that there is trouble, to see how brave they are.
• Fifth is to get them drunk, to observe their nature.
• Sixth is to present them with the prospect of gain, to see how modest they
are.
• Seventh is to give them a task to do within a specific time, to see how
trustworthy they are.
iii) Loyalty In Generals
“Weapons are instruments of ill omen”; generalship is a dangerous job.
Therefore if one is inflexible
there will be breakdowns, and when the job is important there will be danger.
This is why a good general does not rely or presume on strength or power. He
is not pleased
by favor and does not fear vilification. He does not crave whatever material
goods he sees, and
he does not rape whatever women he can. His only intention is to pursue the
best interest of the
country
iv) Inspiring Soldiers
Honor them with titles, present them with goods, and soldiers willingly come join
you. Treat them courteously, inspire them with speeches, and soldiers willingly die.
Give them nourishment and rest so that they do not become weary, make the code of
rules uniform, and soldiers willingly obey. Lead them into battle personally, and
soldiers will be brave. Record evena little good, reward even a little merit, and
soldiers will be encouraged (Citra, n.d.).
H. Potongan Tanggapan Zhuge Liang terhadap Buku Art of War Sun Tzu
Pada survei mempelajari strategi kehidupan dan menerapkannya dalam praktik,
dalam situasi apa pun dan dalam situasi apa pun
waktu, dari zaman kuno tertarik
filosof dan pemikir politik
semua budaya besar. Di Cina, yang tanahnya melahirkan salah satu yang paling
kuno peradaban hidup, filsuf era klasik berpikir tentang
bagaimana seseorang dapat bertahan hidup dan memenuhi kebutuhannya?
keamanan dalam menghadapi konstan
gerakan dan perubahan. banyak guru
kebijaksanaan waktu yang jauh ini adalah
pengrajin dan ilmuwan yang memikirkan sifat dan nasib manusia
berharap menemukan strategi baru untuk eksistensi; yang lain memegang yang
tertinggi
pos pemerintah dan militer, dan karena itu mau tidak mau mereka harus belajar
masalah paling sulit dari seni perang manusia Tiongkok
masyarakat yang mereka temui
dalam kegiatan mereka (Huang et al., 2013).
Daftar Rujukan

Aditya, J. (2013). Zhuge Liang sang Penemu Bakpao. Wordpress.


https://jnathanaditya.wordpress.com/2013/06/07/zhuge-liang-sang-penemu-bakpao/

Citra, M. (n.d.). Zhuge Liang Way Of General.

Huang, J., Zimmermann, T., Nagapan, N., Harrison, C., & Phillips, B. C. (2013).
Mastering the art of war. 695–704. https://doi.org/10.1145/2470654.2470753

Muhammad, F. (2020). Legenda Zhuge Liang Mencari Pendamping Hidupnya yang


Berwajah Buruk. National Geographic Indonesia.
https://nationalgeographic.grid.id/read/132296838/legenda-zhuge-liang-mencari-
pendamping-hidupnya-yang-berwajah-buruk?page=all

No Title. (n.d.). 1–6.

Shui-Cai, Z. (1989). A Semiotic Study of Zhuge Liang. Semiotica, 73(3–4), 263–274.


https://doi.org/10.1515/semi.1989.73.3-4.263

Unkris. (n.d.). Zhuge Liang. Unkris. http://p2k.unkris.ac.id/id3/3065-2962/Zhuge-


Liang_61958_p2k-unkris.html

Anda mungkin juga menyukai