m
ONGOLIA yang pada mulanya dianggap sebagai Suatu negara kecil oleh
pemerintah kerajaan Cina, kemudian ternyata justeru berhasil menjajah
negeri cina, yakni pada permulaan abad ke-13 oleh seorang Khan yang
bernama Temudsyin atau Jengis Khan (Khan/yang besar) .
Alangkah dahsyatnya penyerbuan tentara berkuda bangsa Mongolia itu, sebanyak
tidak kurang dari 20.000 orang prajurit pilihan dan dipimpin oleh seorang Khan yang
ketangkasannya tiada taranya! Tembok besar Ban-lie yang dibangun untuk dijadikan
pelindung negri cina, ternyata tidak dapat menahan penyerbuan tentara berkuda itu,
yang ternyata sangat kejam, membunuh tentara cina yang menjadi musuh mereka,
bahkan juga merampok rakyat jelata, membakar rumah-rumah dan memusnahkan kota
yang mereka lalui sambil mereka perdengarkan pekik yang bergemuruh, sehingga
sejarah mencatat sebagai suatu kekejaman yang tidak ada taranya atau tidak ada
bandingannya, bahkan ditambah dengan ceritera dongeng bahwa Temudsyin atau
Jengis Khan yang dilahirkan dengan segumpal darah beku di tangannya, mengakibatkan
benar-benar dia menjadi seorang-orang yang haus darah, bahkan boleh dianggap
sebagai iblis penyebar maut !
Ada empat orang puteranya Temudsyin atau Khan yang besar itu, di waktu dia
sudah berhasil menjajah sebagian negeri cina. Keempat putera Jengis Khan itu adalah
Juji, Jagatai, Ogotai dan Tuli.
Pada waktu Temudsyin wafat selagi negeri Cina terbagi menjadi dua, maka Juji yang
putera tertua telah berebut kekuasaan dengan putera kedua, sementara putera ketiga
kelihatan acuh seperti juga dengan si bungsu Tuli. Akan tetapi Ogotai ini yang kemudian
menjadi raja oleh bantuan Tuli yang melakukan perang dalam membantu kakaknya dan
oleh karena Tuli yang ramah dan berbudi luhur, ternyata sangat pandai bergaul di
berbagi kalangan, bahkan dikalangan orang-orang cina sehingga Tuli sangat disukai
berusaha mencegah niat suaminya, namun Kwee Su Liang tertawa dan membelai
isterinya, lalu berkata dengan kata-kata mesra membujuk,
"Bun-jie telah cukup besar dan harus dapat mandiri, moay-moay jangan terlalu
khawatir, dia harus belajar menghadapi kenyataan hidup dan harus tabah menghadapi
berbagai macam ancaman bahaya. Lagipula aku yang mendampingi, mungkinkah aku
membiarkan Bun-
"Ah, siangkong mengapa mengucapkan kata-
Gwat Hwa yang buru-buru menelusupkan kepalanya dibagian dada suaminya yang
bidang. Meskipun dia merupakan seorang perempuan yang gagah-perkasa dan sering
menghadapi ancaman bahaya maut, akan tetapi dalam menghadapi keluarga dan
puteranya yang tercinta, Lie Gwat Hwa tak luput dari rasa cemas dari seorang ibu
umumnya. Kadang-kadang bahkan dia berlaku lembut, begitu manja sehingga kadang-
kadang dia berhasil membikin Kwee Su Liang lupa bahwa isterinya gagah-perkasa,
bahkan pernah membunuh sesama manusia yang menjadi lawan atau musuhnya!
Sementara itu Kwee Su Liang tertawa lagi, tetap sambil membelai rambut isterinya
yang kepalanya berada didadanya dan selembut itu juga dia berkata:
"Moay-moay, apakah kau lupa dahulu, selagi kau masih kecil, kita suka bermain di
hutan, dan bahkan kita sering bersama-sama menunggang seekor kerbau yang cukup
besar ?"
Lie Gwat Hwa yang tetap cantik jelita, yang mukanya selalu cerah seperti sinar
bulan yang sesuai dengan namanya, saat itu berulang berlaku manja. Dia memukul
pendekar yang sudah biasa berkelana di kalangan rimba persilatan, sudah biasa dia
menghadapi berbagai kejadian aneh, sudah biasa dia menghadapi lagak seseorang
yang memperolok seseorang lainnya. Andaikata dia hanya teringat akan kedudukannya
sebagai sebagai seorang gubernur kepala daerah, sudah pasti dia akan menangkap
laki-Iaki tua itu, atau setidaknya laki-laki itu tidak dibolehkan berada di daerah
kekuasaannya.
"Sebagai seorang ayah, tidakkah wajib aku melindungi anakku dan membela dia
menyabarkan diri. Laki-laki tua itu mendengarkan suara tawanya. Tawa halus tetapi
cukup nyaring menggema di daerah yang sunyi itu. Wajar suara dia berkata, waktu dia
menjawab Kwee Su Liang. "Ah Tay-jin, tahukah anda apa arti jahat? Dan tahukah anda
bahwa sesungguhnya anda ternyata Iebih bodoh daripada macan ini? Anda baru saja
membicarakan tentang kejahatan, siapakah yang lebih jahat, anda atau macan ini?"
Sadar Kwee Su Liang bahwa dia sedang dipermainkan oleh laki-laki tua itu, Dia
yang kedudukannya sebagai seorang bangsawan atau pejabat pemerintah, dia yang
disebut Tay-jin (istilah buat seorang pejabat pemerintah yang berpangkat gubernur
tetapi laki-laki tua itu 'berani' menyebutnya lebih bodoh daripada macan maka untuk
sesaat Kwee Su Liang teringat akan kebiasaan orang-orang di kalangan rimba
persilatan. Dengan geram dia berkata buat menjawab perkataan laki-Iaki itu tadi: "Lo-
jinkee apa maksud anda mengatakan aku lebih Jahat dan lebih bodoh daripada harimau
Laki-laki tua yang sakti itu tetap perlihatkan senyumnya, mungkin dia dapat
menyelami perasaan Kwee Su Liang, dan dia tetap berkata ramah, meskipun sepasang
matanya tetap bersinar tajam mengandung wibawa. "Tay-jin, sebelum bertemu dengan
anda, sudah seringkali aku mendengar nama anda yang katanya melakukan tugas
jabatan secara adil, akan tetapi setelah sekarang aku bertemu dengan anda, ingin aku
bertanya, di mana rasa keadilan anda? Baru saja anda melakukan pembunuhan
Sekali lagi Kwee Su Liang terdiam tidak mampu mengucap apa-apa, terasa begitu
tertusuk perasaannya, cukup lama dia terdiam berpikir setelah itu baru dia berkata
derajatnya. Aku hanya melakukan berdasarkan kebiasaan yang dilakukan oleh semua
orang"
Laki-laki tua itu perdengarkan lagi suara tawanya, tetap seperti tadi, seperti
menggema di tempat yang sunyi itu. Setelah itu baru dia berkata lagi: "Tay-jin, seorang
laki-laki yang berjiwa besar seperti anda mengapa sekarang anda bagaikan mencari
perlindungan terhadap kebiasaan orang-orang. Mengapa anda harus mencontoh
kesalahanku dan kalau boleh aku menanya, siapa gerangan nama locianpwee?"
Untuk yang kesekian kalinya laki-laki tua itu perdengarkan suara tawanya,
bertambah lembut-ramah waktu dia mengucap kata-kata: "Tay-jin, jangan anda
merendahkan diri di hadapan aku seorang petani biasa. Aku bukan pendeta, bukan
petapa, aku cuma seorang petani biasa, namaku Lauw Tong Sun, Silahkan anda bangun
dan kita bicara."
Sementara itu Kwee Bun San tersadar dari pingsannya, dan teringat dia dengan
peristiwa yang baru dialami. Ternyata dia masih hidup dan dilihatnya harimaa-yang dia
tempur tadi, sedang mendekam diam didekat dia, tanpa perlihatkan sikap galak atau
buas, sebaliknya dilihat amat indahnya, mengeluarkan sinar yang berwarna seperti
hijau, sementara bulunya lembut seperti bulu seekor kucing.
Datang keberanian Kwee Bun San, lalu didekati harimau itu, diraihnya dan-
dielusnya bagian leher harimau itu, yang ternyata kelihatan jinak bahkan menjilat-j-i-lat
tangan Kwee Bun San, membikin Kwee Bun San tersenyum lalu mengawasi ayahnya
yang sedang bicara dengan seorang kakek tua, dan dia berkata ,
"Ayah, kau lihat. Harimau ini besar dan bagus sekali, ternyata dia tidak galak dan
tidak buas, sedang tadinya aku pikir dia akan membunuhku . . .
Kwee Su Liang menunda bicara dengan- lelaki itu, mengawasi anaknya dengan
sinar mata haru pengganti rasa cemas, dan dia lalu memanggil puteranya untuk diajak
memberi hormat kepada si kakek.
"Lauw lo-cianpwee, hari ini aku berjanji dihadapan anda, mulai saat ini aku tak akan
melakukan perburuan terhadap harimau, juga terhadap binatang lain.. ."
Si kakek Louw Tong Sun memperlihatkan senyumnya.
"Pekerjaan berburu merupakan pekerjaan yang cukup baik, asal untuk kebutuhan.
Tuhan memang menciptakan segala sesuatu untuk menyenangkan hati umat manusia
(Bersambung ke Jilid 2)
A
KAN tetapi, mengingat Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing sudah menikah dan
menjadi isterinya pangeran Gin Lun, maka pada mulanya sri baginda raja tidak
yakin kalau peristiwa pembunuhan itu dilakukan oleh Ceng-hwa liehiap Liu
Giok Ing, sampai kemudian diterima laporan oleh sri baginda raja tentang
Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing yang katanya telah melakukan penyerangan terhadap
istana pangeran Gin Lun, sehingga terjadi pertempuran antara Ceng-hwa liehiap Liu
Giok Ing melawan pasukan pengawal istana pangeran Gin Lun, bahkan pangeran Gin
Lun ikut bertempur dan mendapat cidera . .
"Jelas sri baginda raja menjadi sangat marah waktu menerima laporan itu, apalagi
waktu diterimanya bahwa Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing hendak melakukan makar,
melawan pemerintah dengan mempergunakan pengaruh suaminya, Giok Lun Hoat-ong,
menghasut suaminya supaya merebut kekuasaan dan mengangkat diri menjadi raja.
Sri baginda raja mengeluarkan perintah penangkapan terhadap Giok Lun Hoat-ong dan
isterinya, tetapi ternyata cuma Giok Lun Hoat-ong yang berhasil ditangkap dan ditahan,
" . . Kemudian sri baginda raja juga mengetahui tentang adanya sengketa antara
Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing dan anda, Kwee tay-jin, sehingga sri baginda raja
mengutus aku untuk datang di tempat anda, memerintah anda melakukan penangkapan
terhadap Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing, dan membawanya ke kota-raja setelah anda
berhasil melakukan tugas ini . ."
Terbelalak sepasang mata Kwee Su Liang setelah menteri kersa Toan Teng Hong
menyudahi perkataannya, jelas perintah raja tidak mungkin untuk dihindari oleh Kwee
Su Liang. Mengapa dia yang ditugaskan untuk menangkap Ceng-hwa liehiap Liu Giok
Ing? Mengapa sri baginda ikut mengetahui tentang adanya sengketa antara dia dan Liu
Giok Ing ? Sengketa apa ?
Jelas ada seseorang yang telah berbicara atau memberitahu 'sengketa' itu kepada
sri baginda raja, jelas seseorang itu telah menghasut sri baginda raja, entah siapa
(Bersambung ke Jilid 3)
B
AGUS, akan tetapi apakah Nie ciangkun sempat bicara dengan Liu Giok Ing,
sebelum dia tewas kena senjata kalian tanya ciang Sie Pek Hong yang
perlihatkan senyumnya, menambah wajahnya semakin tampan meskipun
umurnya sudah tiga-puluh tahun lebih, dan dia bersenyum sebab
mengetahui rencananya telah dilaksanakan oleh para pembantunya, meskipun mereka
harus mengorbankan nyawa seorang teman-sejawat!
"Tidak akan kami membunuh Nie ciang-kun, kalau dia belum sempat bicara dengan
Liu Giok Ing, sesuai seperti rencana dan perintah ciangkun " sahut Ma Kong yang
kakaknya Ma Kiang, sedangkan umur mereka berdua, sedikit lebih tua dari umur Sie
ciangkun.
"Ha-ha-ha . . !" Sie Pek Hong tertawa girang, lalu dia memanggil seorang
pembantunya yang lain, seorang laki-laki yang sudah 40-tahun lebih umurnya.
"Thia-
Sesuai dengan namanya Thio Hek, laki-laki yang bertubuh tinggi penuh otot itu
memiliki kulit yang agak hitam, akibat terlalu banyak kena sinar matahari atau mungkin
akibat terlalu sering bermain api. Suaranya seperti guntur waktu dia berkata : "Mungkin
lupa, akan tetapi kalau aku membicarakan urusan tempo dulu, aku yakin dia pasti akan
teringat . ."
, lalu dia menghadapi semua anak-
buahnya dan berkata lagi :
"Sekarang kalian semua dengarkan baik-baik, kita atur rencana berikutnya.. ."
Semua orang mendengarkan rencana yang dibicarakan oleh ciangkun Sie Pek
Hong, memperhatikannya benar-benar, kemudian semuanya menanggalkan pakaian
militer yang mereka pakai, mengganti dengan pakaian lain, setelah selesai mengatur
rencana mereka tinggalkan tempat itu, meninggalkan mayat Nie ciangkun yang juga
sudah diganti pakaiannya.
matanya ogah meram, asyik menikmati bagian dada Siu Lan yang tiga empat, kalau
menurut perkiraan dia. "Ampun tay-jin. Hamba terpaksa menghadap tay-jin pagi-pagi,
sebab hamba perlu cepat-cepat balik lagi. Hamba tahu tay-jin masih ngantuk meskipun
sepasang mata tay-jin ogah ditutup. Hamba ingin melaporkan tentang peristiwa
mengerikan yang terjadi semalam . . "
Kaget juga menteri kehakiman Pauw Goan Leng sampai kepalanya ikut geleng-
geleng. Memang semalam tidurnya sudah terganggu karena adanya laporan tentang
peristiwa pembunuhan dirumahnya menteri pertanian dan menteri pertanian itu tewas
dibunuh oleh seorang yang menggunakan senjata rahasia berbentuk bunga- cinta.
Buru-buru Pauw Goan Leng memerintahkan kepala polisi Hamutu buat melakukan
pemeriksaan dan penyelidikan, bukan untuk menangkap sebab yakin sipembunuh
sudah kabur.
Kepala polisi Hamutu memang terkenal pandai menyelidik, sejak dulu waktu masih
menetap digurun pasir Gobi, waktu dia sering mendapat tugas menyelidik onta-onta
yang kabur lari, sampai kemudian dia tersesat diatas gunung Gobi, bertemu seorang
tua sakti bertemu dengan onta yang lari. Dan dari orang tua yang sakti itu dia berhasil
menambah ilmu, lalu pindah ke kota raja sebab bercita-cita ingin menjadi raja, tetapi
untuk sementara dia cuma memperoleh kerja sebagai kepala polisi.
Sesuai dengan perintah menteri kehakiman, tengah malam buta dia terpaksa buka
mata, meninjau dan memeriksa berbagai macam bibit tanaman dirumah menteri
pertanian sebab buat urusan pembunuhan sudah dia ketahui siapa pelakunya atau si
pemilik senjata rahasia berbentuk bunga-cinta. Ceng hwa liehiap Liu Giok Ing yang
cantik jelita dan pandai menyebar cinta, akan tetapi sukar didekati sebab galaknya
seperti macan betina ! Bergegas Hamutu ingin buru-buru pulang, ingin buru-buru
menyusun laporan, dua lembar sekaligus, yang satu buat menteri kehakiman dan yang
satu lagi buat sri baginda maharaja, yang hendak dia serahkan sendiri, dengan harapan
dia bakal menerima jasa dipungut mantu, supaya tambah cepat dia bisa menggantikan
jadi raja.
Akan tetapi, belum sempat dia mencapai rumah, sudah datang laporan lain yang
mengatakan ada keributan dirumah pangeran Giok Lun.
(Bersambung ke Jilid 4)
"Ah, bocah manis. Mengapa kau jadi begini, siao kouwnio. Mengapa kau harus
berkelahi melawan orang-orang sendiri." Ceng hwa liehiap Liu Giok Ing bagaikan tidak
mendengar perkataan Thio Hek, dia tetap terisak menangis didalam rangkulan lelaki
tinggi hitam itu, membikin sempat Thio Hek membelai rambut yang hitam ikal, yang
masih dibungkus oleh kain penutup rambut, namun cukup banyak rambut yang nongol,
kemudian ganti dia membelai bagian punggung liehiap Liu Giok Ing, tetapi batal dia
Liehiap Liu Giok Ing melepas diri dari rangkulan Thio Hek, bertepatan dengan
kehadiran ciangkun Sie Pek Hong yang datang mendekati.
"Liehiap, maafkan kejadian tadi. Aku telah berlaku tidak sopan sebab tidak menduga
berhadapan dengan liehiap yang kenamaan." kata Sie Pek Hong yang memberi hormat
dan perlihatkan senyum. Ceng hwa liehiap Liu Giok Ing ikut memberi hormat.
"Bukan ciangkun yang bersalah, sebaliknya aku yang telah bertindak diluar sadar
sebab suamiku, " tak sanggup liehiap Liu Giok Ing melengkapi perkataannya, menyebut
suaminya sudah mati, dan Sie Pek Hong yang ganti bicara lagi.
"Seperti dikatakan oleh Thio-heng tadi, kami merupakan pasukan dari kota Oei-kee
tin. Pangeran Kim Lun ikut mendengar perihal peristiwa yang terjadi di kota raja,
sehingga kami ditugaskan untuk menyelidiki dan kami berhasil memperoleh
keterangan, bahwa pangeran Gin Lun yang menjadi dalang peristiwa itu, sehingga
liehiap kena fitnah yang mengakibatkan Giok Lun ongya ikut jadi korban kena bencana.
Kami bermaksud melaporkan kejadian ini kepada Kim Lun Hoat ong, sehingga alangkah
baiknya kalau liehiap ikut menghadap Kim Lun Hoat ong, setelah itu kita menyusun
rencana buat liehiap melakukan balas dendam. Aku yakin Kim Lun Hoat ong akan
berpihak kepada liehiap, sebab Kim Lun Hoat ong lebih akrab dengan Giok Lun ong ya."
Sejenak liehiap Liu Giok Ing terdiam mendengarkan perkataan Sie Pek Hong. Dia
memang menyimpan dendam terhadap Gin Lun Hoat ong yang hendak dia bunuh mati,
dan dia memang telah menyadari bahwa tidak mudah buat dia melaksanakan niat itu
selagi dia cuma sendirian. Akhirnya liehiap Liu Giok Ing menerima saran Sie Pek Hong,
setelah Thio Hek juga turut membujuk.
Dengan demikian liehiap Liu Giok Ing turut dalam rombongan Sie Pek Hong yang
menuju ke kota Oei-kee tin, hendak menghadap pangeran Kim Lun, dekat perbatasan
luar kota raja sebelah selatan,
(Bersambung ke Jilid 5)
Cheng Hwa Lie Hiap 4 23