Anda di halaman 1dari 99

Cheng Hwa Lie Hiap 1 0

CHENG HWA LIE HIAP


(Pendekar Bunga Cinta)
Karya : KHU LUNG
Saduran : Boe Beng Tjoe
Jilid ke 1

m
ONGOLIA yang pada mulanya dianggap sebagai Suatu negara kecil oleh
pemerintah kerajaan Cina, kemudian ternyata justeru berhasil menjajah
negeri cina, yakni pada permulaan abad ke-13 oleh seorang Khan yang
bernama Temudsyin atau Jengis Khan (Khan/yang besar) .
Alangkah dahsyatnya penyerbuan tentara berkuda bangsa Mongolia itu, sebanyak
tidak kurang dari 20.000 orang prajurit pilihan dan dipimpin oleh seorang Khan yang
ketangkasannya tiada taranya! Tembok besar Ban-lie yang dibangun untuk dijadikan
pelindung negri cina, ternyata tidak dapat menahan penyerbuan tentara berkuda itu,
yang ternyata sangat kejam, membunuh tentara cina yang menjadi musuh mereka,
bahkan juga merampok rakyat jelata, membakar rumah-rumah dan memusnahkan kota
yang mereka lalui sambil mereka perdengarkan pekik yang bergemuruh, sehingga
sejarah mencatat sebagai suatu kekejaman yang tidak ada taranya atau tidak ada
bandingannya, bahkan ditambah dengan ceritera dongeng bahwa Temudsyin atau
Jengis Khan yang dilahirkan dengan segumpal darah beku di tangannya, mengakibatkan
benar-benar dia menjadi seorang-orang yang haus darah, bahkan boleh dianggap
sebagai iblis penyebar maut !
Ada empat orang puteranya Temudsyin atau Khan yang besar itu, di waktu dia
sudah berhasil menjajah sebagian negeri cina. Keempat putera Jengis Khan itu adalah
Juji, Jagatai, Ogotai dan Tuli.
Pada waktu Temudsyin wafat selagi negeri Cina terbagi menjadi dua, maka Juji yang
putera tertua telah berebut kekuasaan dengan putera kedua, sementara putera ketiga
kelihatan acuh seperti juga dengan si bungsu Tuli. Akan tetapi Ogotai ini yang kemudian
menjadi raja oleh bantuan Tuli yang melakukan perang dalam membantu kakaknya dan
oleh karena Tuli yang ramah dan berbudi luhur, ternyata sangat pandai bergaul di
berbagi kalangan, bahkan dikalangan orang-orang cina sehingga Tuli sangat disukai

Cheng Hwa Lie Hiap 1 1


tidak hanya oleh kawan, juga oleh pihak lawan. Sehingga Kwee-Ceng yang waktu itu
bertugas menjaga perbatasan negeri cina sebelah selatan yang masih dikuasai oleh
pihak pemerintah bangsa cina, telah mengangkat saudara dengan Tuli yang dalam
tugas negara merupakan seorang musuh!
Selagi negara berada dalam keadaan perang, belakangan Ogotai mendapat penyakit
yang berat dan yang sukar disembuhkan. Tuli yang sangat menyintai kakak yang ketiga
itu, tidak bosan-bosan melakukan upacara sembayang dihadapan patung malaikat yang
waktu itu di pujanya, bahkan dengan kerelaannya untuk mencari cara apapun asal
Ogotai bisa sembuh dan meneruskan memegang kekuasaan yang saat itu sudah
berhasil menguasai negeri cina.
Dengan bantuan seorang Mongolia, akhirnya Tuli berhasil juga menemukan obat
dan ternyata Ogotai akhirnya sembuh dari penyakitnya.
Sudah tentu Ogotai merasa berhutang budi bahkan berhutang nyawa terhadap si
bungsu yang sangat menyintai dia. Selama hidupnya, Ogotai menjamin dan member
kecukupan bagi jandanya Tuli berikut anak-anaknya, bahkan menjelang akhir hayatnya,
Ogotai meninggalkan pesan supaya pimpinan kerajaan diserahkan kepada Mangu,
putera pertama dari Tuli.
Akan tetapi, selekas Ogotai wafat, pimpinan kerajaan justeru dikuasai oleh
permaisuri (lsterinya Ogotai) yang merasa tak puas dan tak menyetujui keputusan
suaminya, yang membelakangi atau melupakan anak-anaknya sendiri.
Beberapa tahun lamanya permaisuri mengabaikan wasiat dan mengangkat diri
menjadi ratu, menunggu puteranya cukup umur untuk meneruskan menjadi raja, yang
akhirnya tahun 1246 kerajaan dipimpin puteranya yang bernama Kuyuk. Belum cukup
3 tahun Kuyuk menjadi raja, 1248 dia telah wafat muda, dan terjadi sedikit kekacauan
di kerajaan sebab permaisurinya ternyata mengambil alih lagi pucuk pemerintahan,
dan untuk yang kedua kalinya mengangkat diri menjadi raja, mengakibatkan menteri-
menteri yang tinggi kedudukannya mengadakan konperensi tingkat tinggi, yang harus
mereka lakukan secara berulangkali bahkan secara rahasia, sebab takut pihak
permaisuri yang kejam takut ikut mengetahui. Akhirnya konperensi tingkat tinggi itu
berhasil mengeluarkan keputusan mengangkat Mangu yang putera Tuli untuk
menggantikan menjadi raja. Peristiwa ini terjadi ditahun 1251, sehingga selama tiga
tahun keadaan istana dan keadaan negara menjadi bertambah kacau selama
permaisuri mengambil alih kekuasaan dan terjadi pertentangan dikalangan pejabat
tinggi, sampai dikalangan rakyat jelata.

Cheng Hwa Lie Hiap 1 2


Dalam konperensi tingkat tinggi itu segala usaha memperjuangkan Mangu agar
ditetapkan menjadi raja, yang paling berjasa ternyata adalah Kubilay, sehingga waktu
di tahun 1259 sribaginda Mangu wafat, maka yang menerima tampuk kerajaan adalah
Kubilay Khan yang juga merupakan cucu dari Jengis Khan.
Kubilay Khan menjadi raja di tahun 1260 sampai tahun 1294, cukup lama dan cukup
waktu buat dia meneruskan cita-cita Jengis Khan, sehingga berhasil bangsa Mongolia
menjajah diseluruh daratan negeri cina !
Dan Kubilay Khan ternyata pandai memerintah bahkan pandai bergaul dan
menyelami adat kebiasaan orang-orang cina, berhasil dia mengamankan negara
jajahannya dari berbagai kekacauan, sampai kemudian segala kerusakan-kerusakan
akibat peperangan diperbaiki dan diperindah, mengakibatkan arus lalu lintas menjadi
ramai dalam keadaan aman-tenteram, sedangkan bangsa cina sudah tidak merasa
rendah diri lagi untuk bergaul dengan bangsa Mongol bahkan sudah banyak terjadi
pernikahan antara dua suku bangsa itu tanpa adanya perbedaan.
Akan tetapi saat Kubilay Khan wafat di tahun 1294, penggantinya ternyata tidak
mempunyai kemampuan memegang pemerintahan, bahkan mudah dihasut sehingga
negeri cina kembali dilanda oleh berbagai kekacauan, baik yang berupa keganasan
kaum perampok, maupun akibatnya terjadinya pertentangan di kalangan istana,
terutama akibat adanya 13 pangeran yang saling bertentangan dan saling berlomba
ingin menggantikan menjadi raja, meskipun harus dilakukan dengan cara-cara yang
keji dan kejam, bahkan sampai membunuh sanak-saudara sendiri.
Dan ditengah kekacauan yang sedang melanda negeri cina itu, justeru muncul
seorang pendekar perempuan gagah perkasa yang kemudian dikenal dengan nama
"Tjeng-hwa Liehiap atau pendekar Bunga - Cinta !
ooOOoo
SATU
SEMENTARA itu di kota perbatasan Gan-bun-koan, berkuasa seorang gubernur yang
arif-bijaksana, sehingga kota itu kelihatan aman dan tenteram, bahkan sampai didesa
para kaum tani hidup tenang melakukan pekerjaannya. Semua penduduk dari desa
sampai ke kota tidak ada yang bermalas-malasan, semua rajin bekerja hidup dari hasil
jerih-usaha mereka untuk memupuk keluarga. Di wajah mereka kelihatan semangat
kegairahan bekerja, membanggakan hasil-karya mereka tanpa ada rasa iri. Tidak ada
waktu untuk bermalas-malasan yang dapat mendatangkan rasa iri menjurus ke arah
tindakan sesat. Tak ada waktu untuk berjudi atau melakukan perbuatan maksiat, tak ada

Cheng Hwa Lie Hiap 1 3


waktu untuk berpikiran jahat untuk melakukan perbuatan mencuri atau merampok,
semua taat dengan hukum pemerintahan yang berlaku, juga taat pada hukum alam.
Kwee Su Liang adalah nama gubernur yang arif bijaksana itu, menjalankan
tugasnya dengan adil serta penuh wibawa, disertai wataknya yang menyintai
sesamanya. Adil tetapi keras dalam memberantas kejahatan, meskipun umur Kwee Su
Liang masih cukup muda, baru tiga puluh tahun lebih. Namun dia menjadi contoh
teladan yang baik bagi kaum pejabat pemerintah yang memegang kekuasaan, yang
mengabdi untuk negara dan untuk rakyat jelata, disamping dia rajin bekerja demi
kebahagiaan keluarganya, juga demi kebahagiaan masyarakat disekitarnya, rela
membelakangi kepentingan sendiri.
Tidak banyak orang yang mengetahui, bahwa Kwee Su Liang sesungguhnya
memiliki ilmu kepandaian silat dan pernah berkelana dikalangan rimba persilatan
sebelum dia menjabat kedudukan gubernur, di perbatasan kota Gan-bun-koan adalah
tempat kediamannya, Kwe Su Liang menetap dengan isterinya yang masih tetap cantik-
jelita, Lie Gwat Hwa, yang juga mahir ilmu-silatnya.
Pasangan muda yang gagah perkasa dan hidup penuh bahagia ini, juga telah
memiliki seorang anak laki-laki yang sudah berusia 10 tahun, yang mereka beri nama
Bun San.
Kecuali anak dan isterinya, dirumahnya Kwee Su Liang juga ikut menetap dua orang
bibiknya yang sudah janda. Kwee hujin yang merupakan bibik-dalam dari Kwee Su
Liang, memiliki seorang anak perempuan, Kwee Giok Cu yang waktu itu sudah berumur
11 tahun, dan Sie-hujin yang merupakan bibik-luar dari Kwee Su Liang, memiliki seorang
anak perempuan, Sie Pek Lian yang waktu itu sudah berumur 12 tahun. Baik Kwee hujin
maupun Sie hujin yang waktu itu umurnya sekitar 40 tahun, dua-duanya bukan
merupakan perempuan lemah, akan tetapi juga memilliki kepandaian silat yang sakti,
sehingga Kwee Giok-Cu maupun Sie Pek Lian menerima didikan ilmu silat.
Pagi itu saat matahari bersinar cerah, disaat para petani baru saja mengalami
musim panen, sehingga tugas pekerjaan mereka menjadi ringan, hanya menjaga dan
merawat tanaman mereka agar tidak kekurangan mau pun kelebihan air, maka hari itu
Kwee Su Liang mengajak puteranya berburu.
Mereka mengajak belasan tentara berkuda sebagai pengawal dan membantu
berburu, dan saat itu Kwee Su Liang menunggang kuda berbulu putih, tanpa memakai
pakaian seragam sebagai pejabat pemerintah, namun kelihatan tampan dan gagah
perkasa, membekal senjata berupa pedang dan anak panah.

Cheng Hwa Lie Hiap 1 4


Dengan menjalankan kudanya perlahan-lahan, berulang kali Kwee Su Liang
memerlukan melirik puteranya, Kwee Bun San yang juga menunggang seekor kuda
bulu coklat, ikut menjalankan kudanya perlahan-lahan disampingnya. Puteranya itu
walau baru berumur 10 tahun lebih, namun kelihatan gagah dan memiliki sifat kalem,
duduk tenang dipunggung kuda seperti seorang ahli dan ikut membawa senjata berupa
sebatang pedang pendek,sebuah busur dan anak panah yang khusus berukuran kecil.
Tanpa terasa berulang kali Kwee Su Liang tersenyum seorang diri, merasa bangga
memiliki putera yang tampan dan gagah.
Masih teringat oleh Kwee Su Liang, bahwa pagi tadi sebelum berangkat berburu,
berulang kali isterinya memesan agar berhati-hati menjaga puteranya, sebab Kwee Bun
San baru pertama kali itu diajak pergi memburu, apalagi yang diburu justeru merupakan
binatang harimau yang terkenal galak dan buas. "Sebenarnya Bun jie masih terlalu kecil

berusaha mencegah niat suaminya, namun Kwee Su Liang tertawa dan membelai
isterinya, lalu berkata dengan kata-kata mesra membujuk,
"Bun-jie telah cukup besar dan harus dapat mandiri, moay-moay jangan terlalu
khawatir, dia harus belajar menghadapi kenyataan hidup dan harus tabah menghadapi
berbagai macam ancaman bahaya. Lagipula aku yang mendampingi, mungkinkah aku
membiarkan Bun-
"Ah, siangkong mengapa mengucapkan kata-
Gwat Hwa yang buru-buru menelusupkan kepalanya dibagian dada suaminya yang
bidang. Meskipun dia merupakan seorang perempuan yang gagah-perkasa dan sering
menghadapi ancaman bahaya maut, akan tetapi dalam menghadapi keluarga dan
puteranya yang tercinta, Lie Gwat Hwa tak luput dari rasa cemas dari seorang ibu
umumnya. Kadang-kadang bahkan dia berlaku lembut, begitu manja sehingga kadang-
kadang dia berhasil membikin Kwee Su Liang lupa bahwa isterinya gagah-perkasa,
bahkan pernah membunuh sesama manusia yang menjadi lawan atau musuhnya!
Sementara itu Kwee Su Liang tertawa lagi, tetap sambil membelai rambut isterinya
yang kepalanya berada didadanya dan selembut itu juga dia berkata:
"Moay-moay, apakah kau lupa dahulu, selagi kau masih kecil, kita suka bermain di
hutan, dan bahkan kita sering bersama-sama menunggang seekor kerbau yang cukup
besar ?"
Lie Gwat Hwa yang tetap cantik jelita, yang mukanya selalu cerah seperti sinar
bulan yang sesuai dengan namanya, saat itu berulang berlaku manja. Dia memukul

Cheng Hwa Lie Hiap 1 5


lembut bagian dada suaminya dengan sepasang kepalan tangannya yang kecil dan
putih-halus kulitnya, sementara mukanya kelihatan berobah merah, tetapi sewaktu
dilihatnya suaminya tetap perdengarkan suara tawa, maka Lie Gwat Hwa mencubit
hidung suaminya, cukup keras dan cukup membikin suaminya berhenti tertawa, bahkan
sempat berteriak mengaduh manja, tangannya masih memegang hidung yang bekas
dicubitnya, berhasil membikin Lie Gwat Hwa ikut tertawa, menganggap perbuatan
suaminya jenaka.
Sekali lagi Kwee Su Liang tersenyum seorang diri selagi dia menjalankan kudanya
perlahan mendampingi puteranya yang berhasil diajak berburu, dan teringat lagi
dengan kenangan tempo dulu, selagi dia belum menjabat kedudukan sebagai gubernur
di kota perbatasan, dan selagi dia berkelana dikalangan rimba persilatan, sampai
akhirnya dia memperoleh Lie Gwat Hwa menjadi isterinya, padahal waktu itu Lie Gwat
Hwa sejak kecil sudah ditunangkan dengan laki-laki lain, akan tetapi laki-laki itu
kemudian tewas didalam suatu pertempuran, dan Kwee Su Liang berhasil merebut
kasih sayang Lie Gwat Hwa. Terlalu banyak kenangan tempo dulu yang saat itu sempat
Kwee Su Liang pikirkan. Terlalu banyak pengalaman penuh bahaya yang dia hadapi,
namun kadang-kadang terasa nikmat dapat mengalami kehidupan sebagai seorang
pendekar tanpa mendapat cidera, bahkan berhasil memperoleh seorang isteri yang
cantik jelita dan gagah perkasa.
Tempo dulu, yang saat itu Kwee Su Liang sedang renungkan selagi dia melakukan
perjalanan santai menuju tempat perburuan. Tempo dulu yang penuh dengan
pengalaman pahit maupun pengalaman yang manis dulu yang kadang-kadang sesuatu
yang perlu dirahasiakan, sebab hampir setiap orang memiliki rahasia hidup masing-
masing yang kalau mungkin akan tetap dirahasiakan sampai di-akhir hayat, juga dia
memiliki rahasia hati, juga isterinya, tentunya.
Berulang kali Kwee Su Liang tersenyum seorang diri, teringat dengan rahasia hati
yang disimpannya, dan teringat isterinya juga mungkin masih menyimpan rahasia hati,
yang selalu dirisaukan oleh Kwee Su Liang. Mengapa harus risau ? Dan Kwee Su Liang
menambah senyumnya, teringat bahwa dia merasa risau sebab dia merasa cemburu,
dan dia merasa cemburu sebab dia teringat dengan rahasia hatinya sendiri.
Mungkinkah rahasia yang disimpan didalam hati isterinya, sama seperti rahasia yang
dia simpan didalam hatinya ? Hal inilah yang merisaukan dia, setiap saat, setiap waktu.
Dari dulu, sampai sekarang setelah mereka memperoleh seorang putera yang sudah
berumur 10 tahun lagi !

Cheng Hwa Lie Hiap 1 6


Tanpa terasa mereka telah tiba di kaki gunung Touw-bok-san dimana terdapat
sebuah hutan yang lebat dan liar, penuh binatang-binatang seperti harimau, kelinci,
kijang, babi dan lain-lain binatang buruan. Yang diutamakan Kwee Su Liang adalah
memburu harimau dan memburu kijang. Memburu harimau lebih menggembirakan hati,
karena diliputi oleh suasana yang tegang. Kalau bertemu dengan harimau, para
pengawal menggiring dan mengurungnya, kemudian Kwee Su Liang akan menghadapi
dengan sepasang tangan tanpa memakai senjata, membunuhnya dengan berbagai
pukulan maut. Ini merupakan suatu latihan baginya, disamping kegembiraannya
memperoleh kulit dan daging harimau. Akan tetapi bila harimau itu terlalu gesit
sehingga tidak mungkin digiring apalagi dikurung oleh para pengawal, maka Kwee Su
Liang akan menggunakan anak panahnya. Sedangkan kijang mempunyai daging lezat,
dan untuk memburu kijang, maka Kwee Su Liang memakai anak panah.
Akan tetapi hari itu, sudah setengah harian mereka memburu, tapi hanya beberapa
ekor kijang yang mereka peroleh, mereka belum memperoleh harimau yang
menghilang tidak kelihatan, suatu hal yang cukup mengherankan bagi Kwee Su Liang,
sebab biasanya ditempat itu terdapat banyak harimau liar.
Jelas Kwee Su Liang merasa kesal dan kecewa, akan tetapi Kwee Bun San yang
baru pertama kali ini ikut berburu, kelihatan riang-gembira. Pekerjaan memburu itu
merupakan suatu permainan yang menarik hati buat dia, terlebih bila menghadapi
suasana tegang, sebab dua kali mereka pernah bertemu dengan ular-ular yang besar
dan mengandung bisa, namun dengan cekatan para pengawal menggunakan panah
dan menewaskan ular-ular itu. Mereka menguliti dan mengambil kulit-kulit ular itu yang
berwarna indah.
"Kita teruskan memasuki rimba belukar ini . . " akhirnya Kwee Su Liang mengajak
putera dan rombongannya, sebab dia merasa penasaran belum memperoleh harimau,
dan para perajurit menurut meskipun dengan hati resah, sebab hari sudah mulai senja
sehingga mengingatkan mereka akan kegelapan didalam hutan yang belukar. Kalau
mereka tersesat, pasti kemalaman pulang, sedangkan Kwee Su Liang belum pernah
melakukan pemburuan sampai malam apalagi kalau sampai menginap, sehingga sudah
pasti akan merisaukan orang-orang yang menunggu dirumah.
Selama memasuki hutan yang makin belukar lebat dengan berbagai tanaman liar,
para pengawal bergerak dibagian depan, dibagian kiri dan kanan, juga dibagian
belakang. Mereka seringkali harus membabat berbagai rintangan yang merupakan
pohon alang-alang yang liar dan berduri, bahkan juga menebang pohon-pohon yang

Cheng Hwa Lie Hiap 1 7


tidak terlalu besar, untuk Kwee Su Liang berdua puteranya yang berjalan dibagian
tengah para pengawal itu.
Sementara itu secara tiba-tiba kuda Kwee Su Liang meringkik dan menghentikan
langkahnya. Kwee Su Liang tersenyum karena dia sudah mengenal dengan watak
kudanya, dan kuda itu pasti sudah mencium bau tajam dari seekor harimau. Sesaat
kemudian, benar-benar terdengar adanya auman seekor harimau, suatu suara aum
yang keras yang menggetarkan rimba tempat mereka berada. Tergetar hati Kwee Bun
San yang ikut mendengarnya, lalu mendekati kudanya dengan tempat ayahnya, dan dia
ikut turun dari kudanya selekas dilihatnya ayahnya turun, juga para pengawal. Sepasang
mata Kwee Bun San yang jernih tajam mengawasi sekitar tempat itu, mencari-cari asal
suara aum harimau itu terdengar, akan tetapi gema suara aum harimau itu seolah-olah
terdengar disekeliling tempat mereka berada, sehingga sukar untuk menentukan
dimana letak tempat harimau itu berada. Para pengawal sudah persiapkan berbagai
macam senjata yang mereka bawa, dan mereka mulai menyebar, menyelinap diantara
semak belukar, berusaha mengurung harimau yang mereka duga sedang umpatkan
diri di tempat yang lebat dengan tumbuh-tumbuhan alang-alang. Mereka mengambil
batu-batu dan menimpuk, juga membikin berbagi gerak suara dengan tombak dan
berbagai senjata mereka. Kemudian terdengar lagi suara aum harimau itu, lalu tiba-tiba
kelihatan kepala seekor harimau yang amat besar. Kwee Bun San ikut mengawasi
dengan sepasang mata membelalak. Itulah saat pertama dia melihat harimau hidup di
alam bebas, bukan dalam keadaan mati atau dalam keadaan terkurung dalam
kerangkeng.
Terasa jantungnya berdebar bertambah keras, bukan sebab merasa takut, akan
tetapi karena merasa tegang. Dia sudah cukup digembleng oleh ayahnya untuk memiliki
ketabahan, sehingga saat itu dia tidak merasa takut. Betapapun besarnya harimau itu
dan betapapun galaknya, akan tetapi dia berada di tempat yang banyak pengawal-
pengawal, bahkan ayahnya berada didekatnya. Ayah yang gagah-perkasa, pasti dengan
mudah dapat memukul mati harimau itu. Suatu kesempatan bagi dia melihat dan
membuktikan kegagahan ayahnya, dan mempelajari gerakan-gerakan ayahnya untuk
menghadapi harimau galak itu. Akan tetapi, tiba-tiba dia terkejut sehingga dia bersuara
tanpa terasa :
"Dia membawa anak . . !!" demikian kata Kwee Bun San yang tidak dapat menahan
kata-katanya, yang dia ucapkan keras-keras ketika dilihatnya kepala harimau itu
menunduk waktu melenyapkan dirinya dalam semak-semak yang belukar, tapi sempat
dilihatnya, mulut harimau itu menggigit bagian punggung seekor anak harimau, seperti
seekor kucing yang membawa anaknya!

Cheng Hwa Lie Hiap 1 8


Tidak ada kesempatan buat Kwee Su Liang mencegah puteranya bersuara karas-
keras. Harimau itu kaget dan mempercepat larinya, bahkan melompat jauh ke sebelah
depan. Seorang pengawal yang menjaga dibagian itu, berusaha mencegah dan
berusaha mengusir supaya harimau itu kembali ke tempatnya semula, dengan
menusukkan tombaknya. Akan tetapi harimau yang besar itu menggerakan kaki
depannya, menyepak dan berhasil membikin tombak pengawal itu patah menjadi dua,
sedangkan pengawal itu robon terpelanting, dan harimau itu meneruskan lari.
Kwee Su Liang siapkan sebatang anak panah, diincarnya leher harimau itu, akan
tetapi pada saat itu harimau menunda larinya, mengawasi kepada Kwee Su Liang:
sehingga oleh geraknya panah Kwee Su Liang berobah sasaran sehingga yang kena
dipanah adalah bagian perut dari anak-harimau yang sedang digigit oleh induk-
harimau, Anak-harimau itu kelihatan berkelejat seperti meronta, sehingga lepas gigitan
induk-harimau dan harimau yang besar itu melompat lari menghilang dengan
meninggalkan anaknya yang kena di panah, tetapi sempat harimau itu meninggalkan
bunyi suara aum bagaikan menyimpan dendam !
Kwee Bun San lari mendekati anak harimau yang kena dipanah oleh ayahnya.
Dilihatnya anak-harimau itu rebah tewas berlumuran darah, dengan sepasang mata
masih membelalak membentang.
"Ayah, mengapa ayah membunuh anaknya selagi ayahnya
datang mendekati, nada suaranya terdengar mengharukan dan menyesal merasa
kecewa.
Kwee Su Liang memegang sebelah pundak anaknya, dan berkata perlahan :
"Bukan maksud ayah hendak membunuh anaknya. Tadi ayah mengincar bagian
leher induk-harimau, tetapi secara mendadak induk harimau itu membalikkan kepala,
mengawasi ayah sehingga sasarannya menjadi berobah, dan yang kena adalah anak
harimau ini"
Kwee Bun San terdiam tak bersuara, akan tetapi sepasang matanya merah
menyimpan haru dan rasa kecewa, hilang seleranya untuk pemburuan, juga ayahnya.
Karena cuaca pun sudah berobah mulai gelap, maka Kwee Su Liang mengajak
rombongannya pulang, membawa hasil buruan yang berupa 4 ekor kijang, ditambah
anak harimau yang bernasib malang itu.
Ditengah perjalanan itu, mendadak mereka mendengar bunyi suara harimau lain,
bunyi suara aum yang lebih keras dari aum induk harimau yang anaknya tewas kena
dipanah, bunyi suara aum yang benar-benar sangat menggetarkan tempat disekeliling

Cheng Hwa Lie Hiap 1 9


mereka berada, sehingga mengakibatkan semua kuda, juga kuda Kwee Su Liang terdiam
berdiri gemetar, ikut menjadi ketakutan, bahkan ada beberapa ekor kuda yang meronta-
ronta dan berdiri dengan kaki bagian belakang, merubuhkan penunggangnya. Juga kuda
tunggangan Kwee Bun San ikut berdiri dengan dua kaki belakang, meringkik ketakutan
dan melompat jauh berlari-lari, membikin Kwee Bun San harus erat-erat memegang
tali kendali dan ikut dibawa kabur oleh kuda itu, tanpa dia mampu mengendalikan atau
menguasai kudanya yang mendadak menjadi liar.
"Bun-jie ! Bun-jie !!" Kwee Su Liang berteriak memanggil anaknya, namun untuk
sejenak dia gugup, tak tahu apa yang harus dia perintahkan terhadap anaknya.
"Ayah ! Ayah !" Kwee Bun San ikut berteriak.
Semua pengawal menjadi bingung bahkan ada yang ikut menjadi ketakutan.
Kudanya jadi liar berusaha kabur simpang siur tak bisa dikuasai, lalu dengan
mengerahkan ilmu lari cepat ia berusaha mengejar anaknya yang baru dibawa lari oleh
kuda tunggangannya.
Akan tetapi waktu itu Kwee Bun San dan kudanya sama sekali sudah tidak kelihatan,
sehingga Kwee Su Liang lari mengejar pada arah yang dilihatnya kuda itu kabur. Terus
dia mengejar memasuki hutan belantara yang lebat dan liar.
Sementara itu Kwee Bun San tetap berpegangan erat diatas punggung kuda
tunggangannya, sehingga dia tidak sampai terjatuh, namun tetap dibawa lari tanpa arah
tujuan menentu, sampai mendadak dari dalam semak-semak belukar muncul seekor
harimau yang menghadang. Seekor harimau yang jauh lebih besar kalau dibandingkan
dengan induk harimau yang anaknya kena dipanah tadi, dan harimau besar itu berdiri
menghadang dengan memperdengarkan bunyi suara aum yang menggetarkan,
sehingga kuda Kwee Bun San berhenti dengan kaki gemetar ketakutan, bahkan terjatuh
lemas tak bertenaga, sehingga Kwee Bun San buru buru lompat berdiri.
Menghadapi harimau yang begitu besar dan menyeramkan, untuk pertama kalinya
Kwee Bun San merasa ketakutan, sehingga sepasang lututnya ikut tergetar. Bulu bulu
harimau itu putih panjang, dan Kwee Bun San merasa takut sebab saat itu dia berada
sendirian, tanpa pengawal bahkan tanpa ayahnya disisi-nya. Akan tetapi darah
pendekar yang mengalir ditubuhnya, membikin dia bagaikan tanpa sadar telah
menghunus pedang pendek bekalnya, yang dipegangnya erat-erat pada tangan
kanannya, siap buat dia pakai membela diri kalau harimau itu menerkam dia !

Cheng Hwa Lie Hiap 1 10


Harimau berbulu putih itu berdiam mengawasi Kwee Bun San, sepasang matanya
liar, sementara kaki bagian depan bergerak tak hentinya menggaruk-garuk tanah yang
diinjaknya, sambil dia perdengarkan suara aum yang menyeramkan.
Sejenak hilang rasa takut Kwee Bun San, siap dia buat melakukan perlawanan, buat
membela diri dari ancaman maut. Sepasang kakinya bergerak memasang kuda-kuda,
sesuai seperti yang telah diajarkan ayahnya, sampai kemudian teringat pada busur dan
anak-panah yang dibawanya, sehingga terpikir olehnya bahwa sebaiknya dia
menggunakan anak panah selagi ada kesempatan buat dia untuk mengatur persiapan.
Sebelah tangan kirinya bergerak perlahan-lahan, meraba busur dan anak panah
yang berada dibagian punggungnya, sementara tangan kanannya tetap siap memegang
pedang pendek, siap dia gunakan kalau secara mendadak harimau itu mendahulukan
menyerang.
Sepasang mata Kwee Bun San tak pernah lepas memperhatikan setiap gerak
harimau besar itu, selagi sebelah tangan kirinya meraba dan mengambil busur berikut
anak panah, sampai kemudian berhasil dia melakukannya, lalu pedangnya dia gigit
dibagian mulutnya, selagi tangan kanannya dia perlukan buat mempersiapkan busur
berikut anak panah. Siap sudah Kwee Bun San menarik tali busur, siap untuk
melepaskan anak panah yang sasarannya dia incar pada sepasang mata harimau itu.
Harimau berbulu putih tidak kelihatan takut menghadapi seorang bocah, masih
sebelah kaki depannya menggaruk-garuk tanah, lalu dia melangkah tambah mendekati,
tenang langkah kakinya bagaikan dia bukan bermaksud menyerang atau menerkam
Kwee Bun San. Akan tetapi Kwee Bun San langsung melepaskan anak panahnya,
menuju sasaran yang diincarnya. Memang kecil ukuran anak panah itu, anak panah itu
untuk digunakan oleh seorang bocah, bukan untuk seorang dewasa, akan tetapi mata
anak panah itu tetap tajam dan terbungkus bahan timah, kalau tepat mencapai sasaran
pada bagian antara sepasang mata harimau dan menembus kebagian kepala,
memungkinkan harimau itu akan tewas.
Akan tetapi, harimau putih itu ternyata sangat gesit dan tangkas, kelihatan tenang
tetapi cepat gerak sebelah kaki depan harimau itu. Bergerak bukan untuk menghalau
anak panah yang menyambar, sebaliknya bergerak mencengkeram anak panah itu.
Hebat, bagaikan seorang-orang yang menangkap anak panah yang sedang meluncur !
Sejenak Kwee Bun San berdiri terpukau mengawasi dengan sepasang mata
membelalak kemudian sempat dilihatnya harimau itu membuang anak panahnya, lalu
bergerak lagi tambah mendekati, membikin Kwee Bun San tersadar dan buru-buru

Cheng Hwa Lie Hiap 1 11


membuang busur yang sudah tak ada gunanya buat dipakai, sebaliknya tangan
kanannya kembali siap dengan sebatang pedang pendek.
"Pergi ! Hush, pergi !" Kwee Bun San berusaha mengusir atau menghalau harimau
putih yang sedang melangkah mendekati dia.
Akan tetapi harimau putih itu membandel dan terus mendekati, membikin Kwee
Bun San tambah erat memegang pedangnya, bertekad hendak melawan harimau yang
besar itu, sampai tiba-tiba dia yang mendahulukan menyerang, sebelum dia diserang
oleh harimau itu. Menyerang dengan sebuah tikaman pedang, memakai gerak tipu
burung belibis menangkap ikan, seperti yang diajarkan ayahnya, menyerang mengarah
bagian mata harimau. Akan tetapi sekali lagi harimau putih itu mengangkat sebelah
kaki depannya, menangkis dan menyampok sehingga pedang pendek itu menyeleweng,
bahkan terlempar lepas dari pegangan Kwee Bun San, bahkan tubuhnya ikut terhuyung
miring, dan sekali lagi sebelah kaki depan harimau itu bergerak dengan cepat bagaikan
memukul, kena bagian leher Kwee Bun San, membikin bocah itu rebah terkulai tak
sadar diri, pingsan kena tamparan harimau itu.
Harimau putih itu tidak menerkam juga tidak mencakar tubuh Kwee Bun San yang
sudah rebah tidak sadar, sebaliknya dengan hidungnya harimau putih itu mencium,
mengendus-endus muka Kwee Bun San, lalu dia membuka mulutnya lebar-lebar,
mengigit lembut baju Kwee Bun San di bagian punggung, dan dibawanya bocah yang
sedang pingsan itu.
Lambat perlahan gerak kaki harimau putih itu yang sedang membawa tubuh Kwee
Bun San, sampai kemudian dia percepat langkah kakinya, dan berlari memasuki hutan
belantara, lalu mendaki gunung Touw-bok san.
SEMENTARA itu Kwee Su Liang masih menghadapi kesukaran dalam mencari dan
mengejar puteranya yang dibawa lari kuda, sampai kemudian Kwee Su Liang naik ke
atas sebuah pohon yang cukup tinggi, mengawasi dan meneliti keseluruh tempat dia
berada, sampai mendadak dia ikut mendengar bunyi suara aum harimau putih itu. Dia
turun dari atas pohon dan mendekati arah suara aum harimau tadi, sampai mendadak
dia menemukan busur berikut pedang pendek milik puteranya, akan tetapi tidak
dilihatnya puteranya, juga harimau itu, sehingga mendadak terasa pedih hati Kwee Su
Liang, merasa yakin puteranya memperoleh cidera bahkan mungkin sudah tewas
menjadi mangsa harimau ganas, dan mayat puteranya telah dilarikan oleh harimau itu.
Kemana??
- -keras, cemas tetapi penuh harap semoga
puteranya berhasil menghindari ancaman harimau, dan sedang umpatkan diri entah di

Cheng Hwa Lie Hiap 1 12


mana. Akan tetapi, tak ada suara puteranya yang didengarnya, sehingga bertambah dia
gelisah dan cemas, lalu dia melompat naik lagi ke atas pohon yang terdekat, dan sekali
lagi dia mengerti sehingga sempat dilihatnya harimau putih itu yang sedang berlari-
lari dengan membawa tubuh puteranya yang tidak diketahui nasibnya.
, tapi selekas itu juga dia lompat
turun dari pohon dan berusaha mengejar harimau putih yang sedang mendaki gunung
Touw bok san. Pada saat itu, Kwee Su Liang melupakan semua pengawalnya, yang
diingatnya cuma puteranya yang dia harapkan selamat nyawanya.
- siang-
di atas rumput, tubuhnya melesat bagaikan dia benar-benar terbang, sebab dengan
caranya yang khas, dia lompat melesat dan sebelah kakinya ganti berganti menyentuh
setiap pohon yang dilewatinya sehingga tubuhnya melesat lagi dengan sangat
cepatnya.
Ketika tiba di bagian lereng gunung Touw bok san, saat itu hari sudah semakin
bertambah senja, semakin menjadi gelap keadaan di sekelilingnya, sehingga semakin
menambah kegelisahan hati Kwee Su Liang, sampai kemudian secara mendadak dia
menemukan seekor harimau-putih itu dan sedang setengah rebah tengkurap,
sedangkan tubuh Kwee Bun San juga rebah di tanah, di dekat mulut harimau itu, yang
terdiam tengkurap tanpa bergerak, bagaikan tetap mengawasi Kwee Su Liang yang
kian mendekati.
Dalam keadaan gugup dan cemas, Kwee Su Liang tidak sempat memperhatikan
keadaan di sekeliling tempat dia berada. Dia menunda langkah kakinya, akan tetapi
sepasang matanya tak lepas dari harimau putih itu, bagaikan dia khawatir bergerak
mengagetkan harimau itu, yang kemungkinan akan menggigit puteranya.
Dalam keadaan seperti itu, Kwee Su Liang bahkan tidak menyadari adanya sesuatu
bayangan putih yang bagaikan sedang umpatkan diri di balik sebuah pohon yang cukup
lebat. Bayangan putih di balik pohon itu bagaikan sedang memperhatikan segala gerak-
gerik Kwee Su Liang, tanpa dia perdengarkan bunyi suara.
Sementara itu dengan gerak yang tenang Kwee Su Liang mempersiapkan diri,
memasang kuda-kuda, dengan sebelah tangan kanannya memegang sebatang tombak
bekas milik pengawalnya. Diincarnya bagian leher harimau itu, diarahkannya
tombaknya supaya jangan sampai nyasar dan kena tubuh puteranya sendiri seperti
yang dia lakukan tadi dengan anak panah, yang mengakibatkan kena anak harimau,
sedangkan harimau putih itu tetap diam setengah tengkurap bagaikan mendekam,
tanpa bergerak meskipun dia melihat semua gerak Kwee Su Liang.

Cheng Hwa Lie Hiap 1 13


Tombak meluncur dengan amat pesatnya, yakin Kwee Su Liang bahwa tombaknya
tidak akan meleset dari sasaran, apalagi menyentuh tubuh anaknya, akan tetapi
bagaikan kena ilmu gaib secara mendadak tombak itu menyeleweng, merobah arah
membikin Kwee Su Liang hampir perdengarkan pekik-suaranya, tetapi untungnya
tombak itu menyeleweng dan menancap di tanah, bukan pada tubuh puteranya sendiri.
Mengapa bisa terjadi begitu ? Tak hentinya Kwee Su Liang tak habis berpikir. Dia
merasa begitu terkejut, dia merasa begitu heran, seumur hidupnya ia belum pernah dia
menghadapi kejadian seperti itu, melepas tombak mengarah harimau yang mendekam
tanpa bergerak, tetapi mendadak arah tombak yang meluncur bisa berobah arah.
Mungkinkah ia sedang berhadapan dengan seekor harimau-jejadian? Dewa harimau
malaikat penunggu gunung? Dan Kwee Bun San, apakah puteranya itu masih hidup,
atau sudah mati?
- tau
pukulan udara kosong, lalu dia lompat menerkam harimau itu menyertai pukulannya
yang dahsyat. Terasa telak kena pukulannya, tetapi bukan kena di bagian kepala
harimau yang dituju, sebaliknya kena sesuatu benda yang cukup lunak tetapi kokoh-
kuat, dan benda lunak itu ternyata telapak tangan seorang laki-laki tua yang memakai
pakaian seperti orang desa, atau seorang petani, dengan kumis dan jenggot yang sudah
putih semua.
Yakin Kwee Su Liang bahwa dia sedang berhadapan dengan seorang tua sakti,
yakin dia bahwa tombaknya tadi menyeleweng, juga hasil perbuatan orang tua sakti
itu, yang pada mulanya sama sekali tidak terpikir olehnya akan adanya seseorang yang
umpatkan diri di sekitar tempat itu. Dan orang tua yang sakti itu mendahulukan
bertanya, selagi Kwee Su Liang belum mampu mengucap kata- -jin, apa sebab
-diam Kwee Su Liang merasa terkejut. Jelas
orang tua yang sakti itu sudah mengetahui tentang dirinya yang gubernur penguasa
daerah itu, meskipun dia tidak memakai pakaian dinas. Akan tetapi pada waktu itu
perhatian Kwee Su Liang lebih dia utamakan terhadap puteranya yang masih rebah
tidak bergerak. Diliriknya dan diperhatikannya, sehingga dia yakin bahwa puteranya
cuma pingsan, tidak mati.
Lega hatinya dan ganti dia mengawasi laki-laki tua yang sakti itu, akan tetapi oleh
karena saat itu dianggapnya laki-laki tua itu berpihak atau membela harimau itu, maka
-jinkee, tidakkah anda melihatnya di dekat harimau itu ada seorang
bocah? Bocah itu adalah anakku yang dibawa lari oleh harimau itu. Apakah tidak

Cheng Hwa Lie Hiap 1 14


terdengarnya kata-kata Kwee Su Liang, akan tetapi mengandung nada penasaran.
Laki-laki tua itu perlihatkan senyumnya. Kelihatannya ramah tetapi sepasang
matanya bersinar penuh wibawa, bagaikan dia tidak merasa gentar menghadapi
seorang pejabat pemerintahan yang menguasai daerah itu, seorang gubernur!!
-jin, apakah tidak boleh macan itu membawa lari putera anda, untuk dia jadikan
makanannya? Mengapa tay-jin harus membunuh dia?"

pendekar yang sudah biasa berkelana di kalangan rimba persilatan, sudah biasa dia
menghadapi berbagai kejadian aneh, sudah biasa dia menghadapi lagak seseorang
yang memperolok seseorang lainnya. Andaikata dia hanya teringat akan kedudukannya
sebagai sebagai seorang gubernur kepala daerah, sudah pasti dia akan menangkap
laki-Iaki tua itu, atau setidaknya laki-laki itu tidak dibolehkan berada di daerah
kekuasaannya.
"Sebagai seorang ayah, tidakkah wajib aku melindungi anakku dan membela dia

menyabarkan diri. Laki-laki tua itu mendengarkan suara tawanya. Tawa halus tetapi
cukup nyaring menggema di daerah yang sunyi itu. Wajar suara dia berkata, waktu dia
menjawab Kwee Su Liang. "Ah Tay-jin, tahukah anda apa arti jahat? Dan tahukah anda
bahwa sesungguhnya anda ternyata Iebih bodoh daripada macan ini? Anda baru saja
membicarakan tentang kejahatan, siapakah yang lebih jahat, anda atau macan ini?"
Sadar Kwee Su Liang bahwa dia sedang dipermainkan oleh laki-laki tua itu, Dia
yang kedudukannya sebagai seorang bangsawan atau pejabat pemerintah, dia yang
disebut Tay-jin (istilah buat seorang pejabat pemerintah yang berpangkat gubernur
tetapi laki-laki tua itu 'berani' menyebutnya lebih bodoh daripada macan maka untuk
sesaat Kwee Su Liang teringat akan kebiasaan orang-orang di kalangan rimba
persilatan. Dengan geram dia berkata buat menjawab perkataan laki-Iaki itu tadi: "Lo-
jinkee apa maksud anda mengatakan aku lebih Jahat dan lebih bodoh daripada harimau

Laki-laki tua yang sakti itu tetap perlihatkan senyumnya, mungkin dia dapat
menyelami perasaan Kwee Su Liang, dan dia tetap berkata ramah, meskipun sepasang
matanya tetap bersinar tajam mengandung wibawa. "Tay-jin, sebelum bertemu dengan
anda, sudah seringkali aku mendengar nama anda yang katanya melakukan tugas
jabatan secara adil, akan tetapi setelah sekarang aku bertemu dengan anda, ingin aku
bertanya, di mana rasa keadilan anda? Baru saja anda melakukan pembunuhan

Cheng Hwa Lie Hiap 1 15


terhadap anak macan ini tanpa anak macan itu mempunyai dosa atau bersalah
terhadap anda, tetapi sebaliknya, waktu macan ini membawa lari putera anda, yang
dibawanya ini apalagi membunuhnya. Ternyata anda hendak membunuh dia. Apakah
ini disebut suatu keadilan?"
Sekali lagi Kwee Su Liang kelihatan terkejut, tidak diduganya bahwa harimau ini
merupakan harimau jantan yang anaknya dia bunuh tadi, tidak disangkanya bahwa laki-
laki tua itu mengetahui perbuatannya. Entah sejak kapan laki-laki tua itu memperhatikan
segala perbuatannya.
-kee tidak salah
perkataan anda bahwa aku telah membunuh anak harimau ini, bahwa aku tidak
memiliki rasa keadilan terhadap harimau ini. Akan tetapi lupakah anda bahwa harimau
ini adalah golongan binatang sedangkan aku adalah manusia? Mungkinkah kedudukan
manusia disamakan dengan kedudukan binatang?"
Laki-laki tua yang sakti itu menambah senyumnya, bahkan dia menggangguk
bagaikan membenarkan perkataan Kwee Su Liang, akan tetapi di luar dugaan Kwee Su
Liang, laki-laki tua itu berkata Iagi: "Tay-jin, anda gemar memburu binatang, memburu
harimau. Apakah anda hendak makan dagingnya, apakah anda tidak mampu membeli
makanan lain?, atau di tempat anda sedang kekurangan pangan? Atau anda hanya
menggemari kulit harimau untuk anda jadikan sekedar sebagai benda hias? Jelas anda
berburu hanya karena menurutkan nafsu hati atau mencari kesenangan belaka,
sebaliknya harimau ini, dia bagaikan sudah ditakdirkan oleh sang dewata, bahwa dia
harus berburu untuk menyambung hidupnya dan memupuk keluarganya. Tanpa
berburu dia tidak mungkin makan, tidak mungkin menyambung hidup. Berburu
merupakan pekerjaannya seperti pekerjaan manusia di bidang mencari nafkah buat
menyambung hidup dan memupuk keluarga. Masihkah anda berpendapat bahwa anda

Sekali lagi Kwee Su Liang terdiam tidak mampu mengucap apa-apa, terasa begitu
tertusuk perasaannya, cukup lama dia terdiam berpikir setelah itu baru dia berkata

derajatnya. Aku hanya melakukan berdasarkan kebiasaan yang dilakukan oleh semua
orang"
Laki-laki tua itu perdengarkan lagi suara tawanya, tetap seperti tadi, seperti
menggema di tempat yang sunyi itu. Setelah itu baru dia berkata lagi: "Tay-jin, seorang
laki-laki yang berjiwa besar seperti anda mengapa sekarang anda bagaikan mencari
perlindungan terhadap kebiasaan orang-orang. Mengapa anda harus mencontoh

Cheng Hwa Lie Hiap 1 16


perbuatan seorang-orang yang berjiwa pengecut? Apakah memang begini yang anda
pelajari dari guru anda, tayhiap Pek Ban Tong atau dari ayah anda, Kwee Cun Gie, si
mahasiswa-sakti yang terkenal arif-bijaksana?"
Pucat muka Kwee Su Liang waktu orang tua itu menyebut nama guru dan nama
ayahnya, bertambah dia yakin bahwa dia sedang berhadapan dengan seorang
locianpwee atau dia seorang dedengkot dari kaum rimba persilatan. Cepat-cepat Kwee
Su Liang berlutut memberi hormat:

kesalahanku dan kalau boleh aku menanya, siapa gerangan nama locianpwee?"
Untuk yang kesekian kalinya laki-laki tua itu perdengarkan suara tawanya,
bertambah lembut-ramah waktu dia mengucap kata-kata: "Tay-jin, jangan anda
merendahkan diri di hadapan aku seorang petani biasa. Aku bukan pendeta, bukan
petapa, aku cuma seorang petani biasa, namaku Lauw Tong Sun, Silahkan anda bangun
dan kita bicara."
Sementara itu Kwee Bun San tersadar dari pingsannya, dan teringat dia dengan
peristiwa yang baru dialami. Ternyata dia masih hidup dan dilihatnya harimaa-yang dia
tempur tadi, sedang mendekam diam didekat dia, tanpa perlihatkan sikap galak atau
buas, sebaliknya dilihat amat indahnya, mengeluarkan sinar yang berwarna seperti
hijau, sementara bulunya lembut seperti bulu seekor kucing.
Datang keberanian Kwee Bun San, lalu didekati harimau itu, diraihnya dan-
dielusnya bagian leher harimau itu, yang ternyata kelihatan jinak bahkan menjilat-j-i-lat
tangan Kwee Bun San, membikin Kwee Bun San tersenyum lalu mengawasi ayahnya
yang sedang bicara dengan seorang kakek tua, dan dia berkata ,
"Ayah, kau lihat. Harimau ini besar dan bagus sekali, ternyata dia tidak galak dan
tidak buas, sedang tadinya aku pikir dia akan membunuhku . . .
Kwee Su Liang menunda bicara dengan- lelaki itu, mengawasi anaknya dengan
sinar mata haru pengganti rasa cemas, dan dia lalu memanggil puteranya untuk diajak
memberi hormat kepada si kakek.
"Lauw lo-cianpwee, hari ini aku berjanji dihadapan anda, mulai saat ini aku tak akan
melakukan perburuan terhadap harimau, juga terhadap binatang lain.. ."
Si kakek Louw Tong Sun memperlihatkan senyumnya.
"Pekerjaan berburu merupakan pekerjaan yang cukup baik, asal untuk kebutuhan.
Tuhan memang menciptakan segala sesuatu untuk menyenangkan hati umat manusia

Cheng Hwa Lie Hiap 1 17


yang dikasihinya, tetapi janganlah melakukan sesuatu yang melampaui batas. Kalau
manusia lapar dan membunuh harimau untuk dimakan, itu wajar, sewajar seekor
harimau menangkap kelinci untuk dimakannya. Tetapi bila membunuh sekedar
membunuh, itu keji namanya, tak wajar dan bersifat merusak. Alangkah bodohnya
merusak segala ciptaan Tuhan yang memang diciptakan untuk kita, bukan untuk
dimusnahkan. Disamping itu, pertemuan kita ini memang sudah ditentukan oleh sang
dewata, bahwa putera anda akan ikut bersamaku ke puncak gunung Leng-san, untuk
menuntut ilmu. Anda harus tega melepaskannya, tay-jin
Terkejut Kwee Su Liang waktu mendengar perkataan itu. Mungkinkah dia
melepaskan putera tunggalnya? bagaimana dengan isterinya yang begitu menyayangi
anaknya. Yakin dia bahwa Lie Gwat Hwa pasti tidak akan menyetujui.
Seperti takut Kwee Su Liang memegang sebelah tangan anaknya erat-erat,
bagaikan dia merasa takut untuk terlepas. Dan kepada Lauw Tong Sun dia berkata :
"Lauw lo-cianpwee, bukan aku tak menyukai 3un-jie menuntut ilmu di bawah
pengawasan Lauw lo-cianpwee, tetapi terasa berat buatku berpisah dengan puteraku
yang cuma satu-satunya. Terlebih dengan ibunya anak ini, yang begitu menyintai, begitu
menyayangi putera kami . ."
Hilang senyum Lauw Tong Sun, dan orang yang sakti ini bahkan memerlukan
menarik napas panjang, dia seperti merasa menyesal dan kecewa. Sejenak dia berpikir,
setelah itu baru ia berkata : "Tay-jin, kau harus menyadari kehendak sang dewata yang
tak bisa dirobah oleh kita kaum manusia. Perbuatan anda hari ini, rasanya akan
mendatangkan mala petaka bagi anda dan terutama anak anda ini. Merupakan syarat
buat anak ini menghindarkan diri dari malapetaka itu, yakni dia akan ikut dengan aku,
untuk selama waktu 5 tahun. Dia akan menjadi muridku dan akan menjadi sahabat si
putih yang sudah kehilangan anaknya, wajib anak anda menghibur si putih, pasti dia
akan hidup merana. Aku tidak memaksa dan sebaliknya aku hanya memberi jalan yang
baik buat anda dan keluarga anda, apalagi pada saat mendatang, anda akan banyak
melakukan perjalanan jauh meninggalkan rumah dan meninggalkan keluarga, alangkah
baiknya bila putera anda dititipkan kepadaku
"Maaf Lauw lo-cianpwee. Tak mungkin puteraku kulepaskan sebelum mendapat
persetujuan dari ibunya."
Sekali lagi Lauw Tong Sun memerlukan menarik napas panjang. Kelihatan pedih
hatinya waktu ia mengelus bagian kepala harimau berbulu putih yang berada disisinya,
dan diajaknya harimau itu bicara :

Cheng Hwa Lie Hiap 1 18


"Putih, kau harus terima kenyataan ini. Memang tak ada makhluk didunia ini yang
begitu mementingkan dirinya sendiri, selain dari manusia," dan kepada Kwee Su Liang,
maka Lauw Tong Sun menambahkan perkataannya:
"Tay-jin bila memang sudah demikian keputusan anda, biarlah kita serahkan kepada
takdir Ulahi. Begitu pun juga, si putih sewaktu-waktu dapat mengantar puteramu
ketempatku. Nah, selamat berpisah . ., "
Lauw Tong Sun lalu melangkah perlahan-lahan meninggalkan tempat Kwee Su
Liang berdua puteranya, sedangkan si putih mengikuti dengan langkah lesu dibagian
belakang si kakek itu !
"Lo-pek, tunggu.. " tiba-tiba Kwee Bun San berteriak memanggil, dan bocah ini berlari-
lari menyusul, lalu dia merangkul harimau putih itu yang menghentikan langkahnya
bagaikan menunggu, dan harimau itu ikut-ikut menjilat tangan bahkan muka Kwee Bun
San yang sedang membelai dia. "Macan yang baik, sebaiknya kau ikut dengan aku . . "
kata Kwee Bun San, terdengar mengharukan suaranya, bahkan ada sedikit air mata
yang berlinang keluar. Harimau putih itu perdengarkan suara gerengan tertahan,
bagaikan dia ikut merasa terharu, akan tetapi waktu diketahuinya si kakek sudah
meneruskan langkah kakinya maka harimau itu mengejar meninggalkan Kwee Bun San
yang masih berdiri terdiam, dan bertambah banyak air-mata yang dikeluarkannya.
Kwee Su Liang mendekati puteranya, membelai bagian kepalanya dan
perdengarkan suara tarikan napas panjang, menyadari betapa rasa kecewa dan rasa
terharu dari puteranya.
"Hari sudah hampir malam, mari kita pulang sebab ibu cemas memikirkan.. "
akhirnya Kwee Su Liang berkata kepada putranya, dan Kwee Bun San bagaikan
tersentak waktu didengarnya kata-kata 'ibu'. Ya, ibu yang menyayangi dan ibu yang dia
sayangi. Ibu pasti akan ikut girang dan ikut merasa heran kalau dia menceritakan
tentang pengalaman pertemuannya dengan harimau berbulu-putih itu, pikir Kwee Bun
San didalam hati, dan dia membiarkan ayahnya menuntun dia, hendak diajak pulang.
Ketika tiba ditempat kediamannya, Kwee Su Liang disambut rasa cemas oleh
keluarganya, terlebih oleh isterinya. Kemudian Kwee Su Liang dan puteranya
menceritakan tentang pertemuan dengan si kakek Lauw Tong Sun, dihadapan Lie Gwat
Hwa, juga dihadapan kedua bibinya yang ikut mendengarkan.
Mendengar cerita suaminya bahwa si kakek Lauw Tong Sun hendak mengambil
puteranya untuk dijadikan murid, kelihatan pucat muka Lie Gwat Hwa. Tidak ada

Cheng Hwa Lie Hiap 1 19


kerelaan hatinya untuk melepas puteranya, akan tetapi dihadapan kedua bibiknya, Lie
Gwat Hwa tidak mengucap apa apa.
Sementara itu, Sie hujin yang ibunya Sie Kim Lian, kelihatan berpikir lalu dia berkata:
"Lauw Tong Sun. Serasa pernah aku mendengar nama Lauw Tong Sun ini. Ya aku
ingat, dahulu ketika aku masih berkumpul dengan ayah, pernah ayahku menyebut nama
ini sebagai salah seorang tokoh sakti yang tidak pernah mau mencampuri urusan dunia,
hidup sebagai petani biasa diatas gunung Leng-san di Ciauw-leng, ditapal batas propinsi
Hok-kian. Ada orang-orang yang menganggap Lauw Tong Sun memiliki ilmu kesaktian
yang berasal dari golongan Siao-lim, akan tetapi yang dia robah dan bercampur baur
dengan ilmu yang diciptakannya. Siapa kira hari ini kalian bertemu dengan dia dan
bahkan hendak mengambil Bun-jie sebagai murid. Hemmm " Sie hujin tidak
melengkapi perkataannya, akan tetapi Kwee Su Liang yakin dari pandang mata bibiknya,
bahwa bibiknya menganggap hal itu amat baik buat Kwee Bun San.
"Orang yang dapat memelihara seekor harimau putih yang besar, tentu merupakan
seorang yang memiliki kesaktian luar-biasa.
Tetapi aku sendiri belum pernah mendengar nama Lauw Tong Sun.. " Kwee hujin
ikut bicara, dan ibunya Kwee Giok Cu ini juga terkenal sakti ilmunya.
Malam harinya dan setelah berada berdua dengan suaminya didalam kamar, maka
Lie Gwat Hwa menangis, mengeluarkan segala kekhawatirannya, membikin sejenak
Kwee Su Liang menjadi bingung dan menghibur ,
"E-eh, moay- -mesra, dan dirangkulnya
isteri kesayangannya itu.
Lie Gwat Hwa makin terisak. Sejenak dia lupa dengan jiwa pendekar yang
dimilikinya, akan sebaliknya dia bersikap sebagai seorang yang lemah-lembut manja,
sehingga dia menerima perlakuan yang mesra dari suaminya, maka dia jadi semakin
terisak, menempatkan kepalanya dibagian dada suaminya yang bidang, sebuah tempat
yang dia anggap paling aman didalam dunia ini dan diantara suara isak tangisnya dia
berkata:
"Siangkong.. .aku.. .aku khawatir sekali.. ."
Tambah erat Kwee Su Liang merangkul dan membelai rambut ikal isterinya, dan
selembut itu juga dia berkata:
"Apa yang moay-moay khawatirkan ? Tentang anak kita, Bun-jie.. . ?" Lie Gwat Hwa
mengangguk dan berkata dalam rangkulan suaminya: "Tentang kata kata Lauw Tong

Cheng Hwa Lie Hiap 1 20


Sun lo-cianpwee itu, dan tentang akan ada hukuman kalau anak kita tidak dibawanya.
Entah apa maksud perkataannya, akan tetapi aku benar-benar ngeri, siangkong.. "
Kwee Su Liang yang amat mencintai isterinya itu memerlukan mengecup sebelah
pipi isterinya, menghibur dan berkata untuk menghilangkan rasa khawatir isterinya :
"Apa yang harus ditakutkan bila aku di sini, moay-moay. Kalau aku berada disini,
siapakah yang akan berani mengganggu Bun-jie atau kita ? Disamping itu, moay-moay
juga bukan merupakan seorang ibu yang boleh dipandang ringan, belum lagi kedua
bibik yang dulu di kalangan rimba persilatan terkenal galak. Siapa berani main-main
hendak mengganggu anak kita.. ?"
Terasa Lie Gwat Hwa terhibur mendengar perkataan suaminya, berbareng bangkit
juga jiwa pendekar yang dimilikinya. Adakah seorang-orang yang hendak coba-coba
bermain gila dihadapannya ? Sejenak berkurang rasa khawatirnya, tetapi mendadak dia
pun teringat dengan perkataan Lauw Tong Sun tentang suaminya yang katanya akan
banyak melakukan perjalanan meninggalkan rumah: "Tetapi siang-kong, tentang
kepergian siangkong seperti yang dikatakan oleh.. "
Dan Kwee Su Liang buru-buru memutus perkataan isterinya:
"Sudahlah moay-moay, tidak akan aku pergi meninggalkan rumah dan
meninggalkan kalian, itu cuma gertak belaka dari Lauw lo cianpwee yang menghendaki
mengambil anak kita buat dijadikan muridnya. Dianggapnya kita akan ketakutan kalau
mendengar gertakannya itu.. ."
Akan tetapi, didalam hati Kwee Su Liang ikut merasa cemas dan ikut memikirkan
perkataan Lauw Tong Sun. Mungkinkah Lauw Tong Sun pandai meramalkan sesuatu
yang bakal terjadi ? Sejenak jiwanya terasa bergetar, sehingga tanpa terasa dia
mempererat rangkulannya bagaikan dia mencari tempat perlindungan kepada isterinya,
isteri yang sangat dicintainya.
Percakapan mereka pun menjadi terhenti, sebab keduanya bagai sedang tenggelam
dan membiarkan diri terbawa hanyut oleh kasih-mesra yang telah lama mereka cinta
akan merupakan suatu kehancuran bila . . pikir Kwee Su Liang selagi saling-rangkul
dengan isterinya. Dan, rahasia yang selama ini mereka simpan didalam hati
sanubarinya, apakah merupakan rahasia hati yang untuk kesekian kalinnya menghantui
hatinya. Ia buru-buru mengusir rasa hati yang menjadi risau kalau dia teringat dengan
rahasia hati. Rahasia hati yang menjadi rahasia hidup isterinya, dan rahasia hatinya
sendiri.

Cheng Hwa Lie Hiap 1 21


Alangkah lemah hatinya kalau dia menghadapi seorang perempuan, padahal dia
merupakan seorang pendekar yang terkenal gagah perkasa, biasa menghadapi
kekerasan dan biasa menentang maut.
Akan tetapi kalau berhadapan dengan seorang perempuan ??
Berulang lagi Kwee Su Liang teringat dengan kejadian lama, kejadian tempo dulu.
Akh mengapa justeru Lie Gwat Hwa yang berhasil dia persunting menjadi isterinya,
isteri kesayangannya ? Mengapa bukan.. . Akh, entah dimana dia sekarang. Mungkin dia
juga sudah menikah, mungkin dia juga sudah mempunyai anak.
Dan, satu demi satu bintang-bintang menghilang dari angkasa, bagaikan takut dan
umpatkan diri di balik awan hitam.
Apalagi yang harus ditakuti ? Sunyi, yang begitu pedih. Ada sedikit air mata yang
berlinang di sepasang mata Kwee Su Liang, waktu dia teringat dengan kejadian tempo
dulu, untung isterinya tidak terlihat.
ESOK PAGINYA selagi Kwee Su Liang baru saja selesai menghadapi sarapan
bersama isterinya, datang seorang pelayan yang mengabarkan, bahwa di kantor sudah
ditunggu utusan dari kota-raja, dari istana sri baginda maharaja !!
Sejenak Kwee Su Liang terdiam mengawasi pelayan itu, lalu ganti mengawasi
isterinya. Jelas Kwee Su Liang merasa terkejut juga isterinya. Tidak biasa pihak istana
mengirim utusan langsung, buat dia yang berkedudukan diperbatasan kota. Ada apakah
gerangan? Serasa tidak pernah dia melakukan sesuatu kesalahan, daerah kekuasaan
dalam keadaan aman tenteram. Sebaliknya dibeberapa daerah lain justeru sering terjadi
kekacauan, baik yang berkorupsi, perampok yang meraja-lela, di beberapa tempat lagi
terdengar adanya perbuatan makar atau niat untuk melakukan berontak untuk
melawan pemerintah yang berkuasa.
Daerah kekuasaan Kwee Su Liang memang berbatasan dengan negara Watzu,
Tartar, dan Kwee Su Liang menyadari bahwa suku-bangsa Watzu sedang menyebar
pengaruh, menyusun kekuatan. Pengaruh suku-bangsa Watzu bahkan sudah menjalar
sampai kebagian Asia-tengah, dekat dengan perbatasan dengan negara Iran, Persia,
akan tetapi selama itu, Kwee Su Liang tak merasakan adanya sesuatu ancaman dari
pihak suku-bangsa Watzu, tiada tanda-tanda bahwa mereka akan melakukan
penyerangan memasuki wilayah negeri cina yang sedang dijajah oleh bangsa Mongolia.
Suasana kelihatan tenang, mengapa tiba-tiba datang utusan dari kota-raja, bahkan dari
pihak istana kerajaan?

Cheng Hwa Lie Hiap 1 22


Sementara itu Lie Gwat Hwa buru-buru menyediakan pakaian dinas suaminya, dan
dia membantu suaminya ganti pakaian, setelah itu dengan hati risau Lie Gwat Hwa
meninggalkan dia, buat menemui utusan yang sudah menunggu.
Setelah siap menerima utusan dari kota raja, maka Kwee Su Liang menjadi tambah
terkejut, oleh karena yang datang ternyata adalah seorang menteri, bukan seorang
utusan biasa, sehingga semakin bertambah yakin Kwee Su Liang tentang adanya
sesuatu urusan yang sangat penting. Menteri yang diutus oleh sri baginda raja, ternyata
adalah menteri urusan kesejahteraan negara, Toan Teng Hong, sudah tua orangnya,
sudah SO tahun lebih umurnya dan sudah putih semua rambutnya, juga kumis dan
jenggotnya yang tidak panjang.
Menteri Toan Teng Hong membawa sepucuk surat dari istana kerajaan, disamping
itu menteri Toan Teng Hong menambahkan keterangannya secara lisan.
Ternyata di kota raja sedang terjadi sesuatu peristiwa yang menghebohkan.
Peristiwa itu bahkan merupakan peristiwa berdarah yang meminta korban nyawa
manusia.
Dikatakan oleh menteri bahwa menteri pertahanan ikut tewas menjadi korban
diantara banyaknya korban lain dari istana kerajaan. Pelaku peristiwa pembunuhan itu
pada mulanya tidak diketahui perbuatan siapa gerangan, akan tetapi korban keganasan
yang luka-luka maupun yang tewas, ternyata terkena senjata rahasia berbentuk bunga
ceng-hwa atau bunga cinta, yang mengandung bisa racun maut. Senjata rahasia
berbentuk bunga Ceng hwa itu sudah tidak asing lagi buat orang-orang yang biasa
berkelana di kalangan rimba persilatan, suatu senjata yang khas menjadi miliknya Ceng
hwa liehiap Liu Giok-Ing ! !
Ya, Ceng hwa liehiap Liu Giok Ing, si pendekar bunga-cinta, dan baru semalam Kwee
Su Liang teringat dengan kejadian lama. Baru semalam, untuk yang kesekian kalinya
dia mengalirkan air mata, terasa pedih, begitu pedih.
Dan satu demi satu bintang-bintang menghilang dari angkasa, bagaikan takut, dan
umpatkan diri dibalik awan hitam.
Kwee Su Liang bagaikan ikut merasakan menghadapi suatu pertempuran antara
Kwee Su Liang melawan si pendekar bunga-cinta Liu Giok Ing. Takut menghadapi suatu
pertempuran yang bakal dilakukan antara dua jago pedang kenamaan. Mengapa
mereka harus bertempur, kenapa ? Apa sebab benci tapi rindu ?
Dan Kwee Su Liang menjadi lebih terkejut lagi, ketika diketahuinya dari menteri
kesra Toan Teng Hong, bahwa Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing sebenarnya sudah menikah

Cheng Hwa Lie Hiap 1 23


dengan pangeran Giok Lun yang bertempat kediaman di kota raja. Sudah 10-tahun
mereka menikah dan Kwee Su Liang tidak mengetahui, dia bahkan menganggap si
pendekar bunga-cinta masih merana dan berkelana dikalangan rimba persilatan. Dia
bahkan masih memikirkan, masih merisaukan dan masih mengalirkan air mata, kalau
dia teringat dengan kejadian lama.
Sementara itu menteri kesra menyambung pembicaraannya yang berhubungan
dengan maksud kedatangannya :
Nama Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing sudah tidak asing lagi di kota raja, dan sri
baginda raja sudah mengetahui bahwa Ceng hwa liehiap Liu Giok Ing adalah muridnya
Touw-liong cuncia yang terkenal sangat gemar bergaul dengan Suku bangsa Biauw
yang masih liar sehingga Touw-liong cuncia sangat pandai mengolah berbagi macam
bisa racun, bahkan menguasai ilmu hitam yang berasal dari suku bangsa Biauw.. ."

(Bersambung ke Jilid 2)

Cheng Hwa Lie Hiap 1 24


Cheng Hwa Lie Hiap 2 0
CHENG HWA LIE HIAP
(Pendekar Bunga Cinta)
Karya : KHU LUNG
Saduran : Boe Beng Tjoe
Jilid ke 2

A
KAN tetapi, mengingat Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing sudah menikah dan
menjadi isterinya pangeran Gin Lun, maka pada mulanya sri baginda raja tidak
yakin kalau peristiwa pembunuhan itu dilakukan oleh Ceng-hwa liehiap Liu
Giok Ing, sampai kemudian diterima laporan oleh sri baginda raja tentang
Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing yang katanya telah melakukan penyerangan terhadap
istana pangeran Gin Lun, sehingga terjadi pertempuran antara Ceng-hwa liehiap Liu
Giok Ing melawan pasukan pengawal istana pangeran Gin Lun, bahkan pangeran Gin
Lun ikut bertempur dan mendapat cidera . .
"Jelas sri baginda raja menjadi sangat marah waktu menerima laporan itu, apalagi
waktu diterimanya bahwa Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing hendak melakukan makar,
melawan pemerintah dengan mempergunakan pengaruh suaminya, Giok Lun Hoat-ong,
menghasut suaminya supaya merebut kekuasaan dan mengangkat diri menjadi raja.
Sri baginda raja mengeluarkan perintah penangkapan terhadap Giok Lun Hoat-ong dan
isterinya, tetapi ternyata cuma Giok Lun Hoat-ong yang berhasil ditangkap dan ditahan,

" . . Kemudian sri baginda raja juga mengetahui tentang adanya sengketa antara
Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing dan anda, Kwee tay-jin, sehingga sri baginda raja
mengutus aku untuk datang di tempat anda, memerintah anda melakukan penangkapan
terhadap Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing, dan membawanya ke kota-raja setelah anda
berhasil melakukan tugas ini . ."
Terbelalak sepasang mata Kwee Su Liang setelah menteri kersa Toan Teng Hong
menyudahi perkataannya, jelas perintah raja tidak mungkin untuk dihindari oleh Kwee
Su Liang. Mengapa dia yang ditugaskan untuk menangkap Ceng-hwa liehiap Liu Giok
Ing? Mengapa sri baginda ikut mengetahui tentang adanya sengketa antara dia dan Liu
Giok Ing ? Sengketa apa ?
Jelas ada seseorang yang telah berbicara atau memberitahu 'sengketa' itu kepada
sri baginda raja, jelas seseorang itu telah menghasut sri baginda raja, entah siapa

Cheng Hwa Lie Hiap 2 1


seseorang itu, dan entah berupa 'sengketa' apa yang di beritahukan kepada sri baginda
raja !
Untuk yang kesekian kalinya, terbayang lagi oleh Kwee Su Liang dengan kejadian
lama, terbayang semua pengalamannya waktu tempo dulu, apakah nasib yang hendak
mempertemukan lagi antara dia dan Liu Giok Ing, setelah lebih dari 10-tahun lamanya
mereka terpisah? Dan, ah ! Mendadak Kwee Su Liang pun teringat dengan
pertemuannya dan dengan pembicaraan si orang-tua sakti Lauw Tong Sun. Apakah
akan menjadi kenyataan atas ramalan yang diucapkan oleh orang itu?
"Baiklah Toan tayjin, tolong beri kabar kepada sri baginda raja bahwa aku Kwee Su
Liang menerima tugas yang diperintahkan. Dalam waktu secepatnya aku akan
berangkat, akhirnya kata Kwee Su Liang kepada menteri kesra Toan Teng Hong.
Akan tetapi, selekas Kwee Su Liang sudah berkumpul lagi dengan isterinya jelas
tidak mudah buat dia mengajak isterinya bicara. Haruskah dia mengatakan secara
terus-terang tentang perintah sri baginda raja ? Haruskah dia memberitahukan bahwa
sri baginda raja memerintahkan dia menangkap Ceng-hwa lie hiap Liu Giok Ing ? Jelas
Liu Gwat Hwa akan tertawa kalau suaminya mengatakan hal itu. Tawa yang bukan
wajar tertawa, tawa sebab Lie Gwat Hwa juga mengetahui tentang sengketa tempo dulu
antara Kwee Su Liang dan Liu Giok Ing ! Dan mengenai rahasia hati isterinya ? Untuk
yang kesekian kalinya Kwee Su Liang menjadi risau kalau dia teringat dan meraba-
raba tentang rahasia hati isterinya!
"Suko, setiap orang tentu memiliki rahasia yang tersimpan didalam hatinya." itulah
kata-kata Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing yang sukar dilupakan oleh Kwee Su Liang,
disaat dahulu mereka cukup akrab bergaul.
"Cuma orang yang bodoh yang mau melakukan hal-hal yang bertentangan dengan
hasrat hatinya.." dan inilah kata-kata Kwee Su Liang yang pernah dia ucapkan
dihadapan Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing.
Giok moay seharusnya aku girang mendengar kau sudah menikah dengan Giok Lun
Hoat-ong.. bisik Kwee Su Liang didalam hati, akan tetapi, mengapa terjadi peristiwa
seperti yang diceritakan oleh menteri kesra Toan Teng Hong. Kenapa? Jelas Kwee Su
Liang harus melakukan perjalanan meninggalkan rumah dan meninggalkan anak
isterinya. Bukan buat menangkap Ceng hwa liehiap Liu Giok Ing, akan tetapi untuk
bertemu, untuk menanyakan dan untuk memperoleh penjelasan. Setelah itu ? Ya, setelah
itu apa yang harus dia laporkan kepada sri baginda raja ?

Cheng Hwa Lie Hiap 2 2


Hampir semalaman suntuk Kwee Su Liang harus melakukan pembicaraan dengan
isterinya, juga dengan kedua bibiknya, membicarakan tentang tugas yang dia terima
dari sri baginda raja, akan tetapi tidak dia jelaskan tentang adanya senjata- rahasia
'bunga cinta', apalagi tentang Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing yang tidak dia sebut-sebut
namanya, selagi dia bicara dengan isteri dan kedua bibiknya. Yang dia bicarakan justeru
lebih banyak tentang hatinya yang merasa risau, karena harus meninggalkan isteri dan
anaknya, di saat dia baru saja bertemu dan melakukan pembicaraan dengan si kakek
Lauw Tong Sun, "Akan terjadi malapetaka.. " kata si kakek Lauw Tong Sun, "dan anda
akan banyak melakukan perjalanan jauh meninggalkan rumah dan meninggalkan
keluar.. ."
"Akh, mengapa begitu cepatnya ramalan itu menjadi suatu kenyataan.. .?" pikir Kwee
Su Liang didalam hati, dan tentang malapetaka itu? Benar-benar sangat merisaukan
hati Kwee Su Liang: sehingga berbalik isterinya yang harus menghibur dan
membesarkan hati Kwee Su Liang, juga kedua bibiknya yang berjanji akan memperketat
melakukan penjagaan, selama Kwee Su Liang tidak berada ditempat.
Maka terjadilah Kwee Su Liang meninggalkan kota perbatasan Gan-bun-koan
meninggalkan rumah dan meninggalkan isteri serta anaknya, juga meninggalkan kedua
bibiknya dan kedua keponakannya, Kwee Giok Cu dan Sie Pek Lian.
Peristiwa apakah yang sebenarnya telah terjadi di kota raja ?? Biasanya, setiap
malam tanggal limabelasan merupakan malam sang rembulan bersinar terang, akan
tetapi malam itu rembulan kelihatan bersinar suram, agak gelap menyeramkan.
Terlebih karena banyaknya asap dupa dan hio yang tertiup angin sepoi-sepoi dari
hampir setiap rumah di kota raja, bagaikan menambah suasana menjadi remang-
remang menyeramkan.
Kemudian cuaca pun ikut berobah menjadi hitam pekat, mendung menandakan
hujan akan segera turun, sehingga tiada banyak orang yang keluar berkeluyuran
sebaliknya mereka cepat-cepat pulang ke rumah masing-masing, bersiap-siap
menghindar dari curahan air hujan yang hendak turun.
Akan tetapi, sang hujan tak kunjung turun membasahi bumi meskipun malam kian
bertambah larut, dan keadaan bertambah sepi sebab awan hitam masih tetap
menyelubungi kota raja bagaikan sang hujan selalu mengancam akan turun sewaktu-
waktu. Tidak ada suara orang yang bernyanyi-nyanyi, tidak ada suara orang yang
berlalu-lintas, cuma sisa suara burung malam dan burung hantu yang perdengarkan
suara, menambahkan keadaan semakin jadi menyeramkan.

Cheng Hwa Lie Hiap 2 3


Justeru disaat yang sedang sesunyi itu, disaat tiada sinar rembulan yang tertutup
dengan gumpalan awan-awan hitam, maka secara tiba-tiba kesunyian itu terpecahkan
karena terdengarnya pekik suara banyak orang, pekik suara dari orang-orang yang
menjadi penghuni rumah menteri pertahanan dan keamanan Wie Kok Ceng, sebab
malam itu menteri hankam Wie Kok Ceng tewas, menjadi korban keganasan yang
kesekian kalinya senjata rahasia berbentuk bunga Ceng-hwa yang mengandung bisa
racun maut !! Sudah cukup banyak nyawa yang menjadi korban keganasan senjata
rahasia yang mengandung bisa racun itu, mula pertama peristiwa itu terjadi dikalangan
para pengawal istana kerajaan, disusul kemudian terhadap beberapa menteri yang
terkenal setia terhadap raja dan negara, mereka semua tewas terkena senjata rahasia
yang berbentuk bunga Ceng-hwa, atau bunga cinta, namun tak ada seorang pun yang
melihat pelakunya. Cuma dikatakan memakai pakaian malam serba hitam dan serba
ketat, tinggi langsing bentuk tubuhnya dan pesat cepat gerak tubuhnya, seolah-olah si
pelaku itu dapat terbang di udara, tidak kena sasaran anak panah yang semakin
bertambah ketat melakukan penjagaan, melindungi keselamatan sri baginda raja yang
sewaktu-waktu ikut terancam nyawanya !!
Memang sudah tidak asing lagi buat orang-orang dikalangan rimba persilatan,
bahwa senjata rahasia berbentuk bunga Ceng hwa itu merupakan senjata yang khas
dari Ceng hwa liehiap Liu Giok Ing, hal ini juga diketahui oleh orang-orang yang bertugas
menjadi pengawal istana kerajaan, bahkan juga oleh sri baginda maharaja. Lebih dari
10 tahun yang lalu, Ceng hwa liehiap Liu Giok-Ing pernah "mengacau" di kota raja, bahkan
didalam istana kerajaan, dan kemudian liehiap Liu Giok Ing menikah dengan pangeran
Giok Lun, dan sejak itu Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing menghilang dari kalangan rimba
persilatan. Oleh karenanya, sri baginda raja ikut meragukan, entah apa yang
menyebabkan sehingga Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing mulai melakukan kegiatan lagi,
bahkan melakukan pembunuhan terhadap para pengawal istana kerajaan, dan
melakukan pembunuhan terhadap para menteri yang diketahui setia mengabdi
terhadap raja dan negara. Mungkinkah bukan Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing yang
melakukannya, ataukah ada maksud tidak baik dari pangeran Giok Lun yang kepingin
melakukan perbuatan makar?
Sri baginda maharaja merasa cukup bijaksana untuk segera tidak mengeluarkan
perintah penangkapan terhadap Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing, juga terhadap pangeran
Giok Lun yang merupakan puteranya.
Sementara itu, Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing ikut menjadi terkejut ketika mendengar
berita tentang peristiwa pembunuhan itu, padahal sesungguhnya bukan dia yang
melakukannya.

Cheng Hwa Lie Hiap 2 4


Senjata rahasia berbentuk bunga ceng-hwa atau bunga-cinta, memang merupakan
senjata rahasia yang khas menjadi milik dia. Dengan sebatang pedang pusaka dan
dengan senjata rahasia yang berbentuk bunga ceng-hwa itu, untuk banyak tahun
lamanya dia berkelana dan merajalela dikalangan rimba-persilatan, sehingga berhasil
dia memperoleh julukan sebagai Ceng-hwa liehiap. Cuma sebuah nama julukan atau
semacam 'gelar' dia pergunakan untuk segala perbuatannya yang mempertaruhkan
nyawa, cuma sebuah 'gelar' buat ganti sekian banyaknya nyawa yang tewas sebagai
korban pedang dan senjata-rahasia berbentuk bunga ceng-hwa. Melulu untuk sebuah
'gelar' dia bahkan harus menghadapi berbagai macam penderitaan dan kepedihan,
suatu kepedihan yang terasa begitu menyakitkan hatinya, yang tak mudah dia lupakan
selama hidupnya.
Setelah 10-tahun lamanya dia menikah dengan pangeran Giok Lun, dan setelah 10-
tahun lamanya dia menghilang dari segala kegiatan sebagai seorang pendekar, maka
sekarang secara tiba-tiba ada seorang-orang lain yang meraja-lela memakai senjata-
rahasia berbentuk bunga ceng-hwa. Dalam hati Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing
menyadari adanya seseorang yang melakukan perbuatan itu, sengaja melakukan
pembunuhan-pembunuhan memakai senjata rahasia yang khas menjadi miliknya,
dengan maksud mencemarkan bahkan memfitnah dia. Jelas bahwa orang-orang itu
merupakan seorang musuh yang masih menyimpan dendam terhadap dia, tetapi
siapakah orang-orang itu, siapa musuh itu?
Sekilas Liu Giok Ing teringat dengan seseorang. Seseorang yang pernah
menyakitkan hatinya, begitu sakitnya sehingga dia bagaikan hidup merana untuk waktu
yang cukup lama. Seseorang yang pernah dia tempur, seseorang yang dia benci tetapi
juga yang dia rindukan.
"Liang-ko, mengapa kau begitu kejam? kata-kata ini terlalu sering dia ucapkan di
dalam hati, dulu dan sekarang, setelah 10-tahun lamanya dia menjadi isterinya
pangeran Giok Lun, putera ketiga dari sri baginda maharaja yang saat itu sedang
berkuasa. Entah sudah berapa banyak air-mata yang dia keluarkan, meskipun kadang-
kadang dia tersenyum kalau dia teringat lagi dengan Liang-ko yang dia benci dan yang
dia rindukan. Juga sekarang, setelah dia menjadi mantu seorang raja, juga sekarang,
selagi dia menghadapi peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh seseorang.
Seseorang yang sengaja memfitnah dia, yang berhasil membakar semangatnya, dan
berhasil membikin dia penasaran.
Giok Lun Hoat-ong juga mendengar tentang adanya peristiwa yang menggegerkan
itu, dan pangeran ini juga menyadari bahwa isterinya sedang difitnah oleh seseorang.

Cheng Hwa Lie Hiap 2 5


Difitnah, oleh karena pangeran ini tahu benar bahwa perbuatan keji itu bukan dilakukan
oleh isterinya sebab isteri tersayang itu tidak pernah lepas dari rangkulannya, dan tidak
pernah meninggalkan dia.
Sempat pangeran Giok Lun memperhatikan keadaan isterinya yang mendadak
berobah, suka perlihatkan sikap marah-marah dan penasaran, setelah diketahuinya
tentang adanya peristiwa pembunuhan keji itu. Sempat pangeran Giok Lun menyediakan
waktu, pada waktu senja maupun pada waktu malam hari, buat menghibur isteri
kesayangannya. Dirangkulnya tak sudahnya dikecupnya sepasang pipi isteri
kesayangannya, yang kulitnya putih bersih halus seperti batu pualam, bahkan
dipangkuannya yang lalu membelai dengan berbagai kata dan perbuatan mesra. Begitu
besar kasih-sayangnya terhadap isterinya, yang tak mudah dia persunting dan dia
peroleh. Sepuluh tahun lebih dia menjadi suami dari Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing, yang
dahulu terkenal sebagai 'macan betina yang galak', tetapi yang begitu lemah lembut
dan begitu manja setelah mereka berada diranjang.
Lemah lembut manja, benarkah ini? Akh ! Kadang-kadang Giok Lun Hoat-ong
meragukan. Cuma didalam hati dan cuma merupakan rahasia hati, sebab pangeran ini
cukup mengetahui, ada lelaki lain yang berhasil 'mencuri' hati isterinya sebelum dia
menjadi suaminya. Dan rahasia hati itu tetap dia simpan didalam hatinya, sepuluh tahun
mereka hidup menjadi suami isteri, sepuluh tahun Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing rela
menyerahkan diri, tetapi mengapa selama 10 tahun itu tidak kelihatan sang bayi nongol
buat bukti nyata kasih sayang mereka ??
Giok Lun Hoat ong merupakan putera salah seorang selir dari sri baginda maharaja
yang sedang berkuasa. Dalam buku pelajaran sejarah bangsa dan negara Cina dikelas
es-em-pe, tidak disebutkan entah berapa banyak selir yang dimiliki oleh sri baginda
maharaja ini, mungkin sampai puluhan disamping seorang permaisuri, tetapi menurut
ceritera sana-sini, dari sekian banyaknya selir-selir itu, sri baginda maharaja
mempunyai 13 orang putera. Cap-sha tay po, kalau menurut istilah ki-dalang wayang-
boneka yang di kelenteng toa-se-bio.
Dan ketiga belas orang pangeran ini, sudah tentu suaminya memiliki rahasia hidup
masing-masing yang tidak akan mungkin diketahui orang, kalau rahasia hidup atau
rahasia mati itu tidak mereka uraikan dihadapan seorang-orang yang tekun mencatat,
sehingga di kemudian hari diketahui tentang mereka. Ada yang bermaksud, dengan
melakukan perbuatan makar, dan menyimpan dendam terhadap ayahnya sendiri, ada
yang merindukan sang ibu tiri dan ada juga yang senang hidup menyendiri.

Cheng Hwa Lie Hiap 2 6


Sebagai seorang putera-raja, meskipun cuma dari seorang selir, Giok Lun Hoat-ong
yang dalam urutan merupakan putera ketiga dari sri baginda maharaja, memperoleh
pendidikan yang sempurna, mengerti ilmu surat, ilmu silat dan sedikit menggambar
sehingga ada lukisan sketsa wajah-muka sang isteri tercinta yang sempat menghias
kulit halaman muka buku-buku ceritera-silat.
Tentang isteri tersayang yang mahir ilmu-silatnya itu memang sudah diketahui Giok
Lun Hoat-ong bahwa isterinya merupakan murid-tunggal dari Touw-liong cuncia,
seorang laki-laki yang tinggi ilmu dan hidup menyendiri dekat perbatasan Inlam, Tali,
bahkan di bagian pedalaman, ditempat yang masih banyak dihuni oleh suku-bangsa
3iauw yang liar, yang gemar makan daging orang. Isteri tersayang yang cantik-jelita
dan mahir ilmu-silatnya itu bahkan dikenal orang sebagai 'macan betina yang galak'
disamping gelar 'Ceng-hwa liehiap' atau pendekar bunga-cinta, dan isteri tersayang ini
pernah menyebar maut dikalangan rimba-persilatan bahkan di kota-raja dan di dalam
istana kerajaan. Menyebar maut dikalangan orang-orang yang jahat, tetapi kalau
menurut pengakuan isteri tersayang itu, dan Giok Lun Hoat-ong cuma manggut-
manggut mesra kalau mereka membicarakan lagi urusan itu. Berdua, dalam kamar,
akan tetapi, apakah 'orang orang jahat' itu tidak mempunyai sanak? Mungkin sang isteri
tersayang lupa, waktu itu sebaliknya Giok Lun Hoat-ong tidak lupa dan tidak pernah
melupakan, bahwa diantara sekian banyaknya 'orang orang jahat' itu, ada yang
menyimpan dendam dan benci terhadap isteri kesayangannya. Bahkan mungkin ada
yang menyimpan rindu, seperti laki laki perkasa yang pernah 'mencuri' hati isterinya.
Dulu ! Sekarang tibalah saatnya buat seorang 'orang jahat' itu untuk melakukan balas
dendam terhadap isteri kesayangannya itu.
Balas dendam memakai cara memfitnah, mencemarkan nama isterinya dan
menyebar berita bahwa sang isteri tersayang bermaksud menggunakan pengaruh
kedudukan suaminya, hendak melakukan perbuatan makar, menggulingkan pemerintah
yang sekarang sedang berkuasa, dalam arti kata hendak menggeser bahkan mungkin
membunuh ayah mertuanya !
Jelas Giok Lun Hoat ong harus cepat-cepat menghadap ayah tercinta, perlu
memberikan penjelasan, tetapi Giok Lun Hoat ong tidak mudah untuk menemui sang
ayah tercinta bahkan tak mudah memperoleh kesempatan buat menghadap, selalu ada
rintangan dari pihak istana, rintangan yang sengaja diatur dan direncanakan pihak
orang orang yang juga ikut dendam terhadap Giok Lun Hoat ong. Dikatakannya sang
ayah tercinta sedang sibuk, di istana bukan tempat melakukan kegiatan pemerintahan,
tetapi sibuk entah ditempat selir yang keberapa !

Cheng Hwa Lie Hiap 2 7


Giok Lun Hoat ong pusing menghadapi masalah itu, tetapi dihadapan isteri
tersayang, dia berusaha menghibur, selalu dia membelai dengan kata-kata dan
perbuatan mesra, seperti pada senja itu selagi mereka berdua duduk di dalam ruangan
yang berdekatan dengan taman bunga.
Untuk yang kesekalian kalinya, sempat Giok Lun Hoat-ong merangkul pinggang
isterinya yang ramping, sempat dia memangku sang isteri tersayang, sempat dia
mengecup pada bagian pipi, lalu pindah kebagian leher, dekat daun telinga sehingga
sang isteri tersayang bergelinjang dan merengek manja, setelah itu baru Giok Lun Hoat-
ong berkata :
"Moay-moay, mengapa kau kelihatan muram? Apa yang sedang kau pikirkan . ."
Begitu halus, begitu lembut Giok Lun Hoat-ong mengucap kata-kata, dan selembut
itu juga dia membelai rambut ikal isteri kesayangannya, sehingga sekilas Liu Giok Ing
merasa bagaikan tersentak.
Hilang lenyap rasa gelinjang bekas kena sentuh dan kecup suaminya, dan begitu
tiba-tiba ada sedikit air mata yang menggenang disepasang matanya yang biasanya
bersinar jernih tajam. Air mata yang untuk kesekian kalinya tak jemu-jemu membasahi
mukanya. Mengapa ? Pasti dan selalu suaminya akan menanya, tetapi tahukah
suaminya apa sebab air-mata itu tak bosan-bosan membasahi mukanya, tahukah
suaminya untuk siapa air-mata itu dia keluarkan? Akh ! Suami yang malang dan suami
tersayang.
"Moay-moay, mengapa kau mengeluarkan air-mata . . ?" dan buru-buru Giok Lun Hoat
ong mengeringkan air-mata itu memakai jari-jari tangannya, lembut mesra dia
melakukannya, sehingga berhasil menambah derasnya air-mata itu keluar, untuk yang
kesekian kalinya, berulang lagi seperti biasa.
Dan Giok Lun Hoat-ong cukup menyadari, cukup mengetahui. Air-mata pertama
yang isterinya keluarkan, merupakan air-mata yang isterinya keluarkan buat laki-laki
yang pernah mencuri hati isterinya, dan yang masih tetap dikenang oleh isterinya,
akibat kata-kata suaminya yang lembut-mesra, seperti yang pernah diucapkan oleh
laki-laki pencuri hati itu yang sangat berkesan dihati isterinya. Sedang air mata
berikutnya Liu Giok Ing keluarkan buat suaminva yang begitu menyayangi dia, begitu
mencintai, cumbu merayu, ingin memperoleh cinta kasih sepenuhnya. Mungkinkah itu??
"Siang-kong, betapa aku tidak merasa risau, aku bahkan merasa marah dan
penasaran karena perbuatan seorang yang sedang memfitnah aku. Bukan kepada
siang-kong aku marah-marah, dari itu maafkan.. "

Cheng Hwa Lie Hiap 2 8


Cepat-cepat Giok Lun Hoat-ong menutup mulut isterinya memakai jari tangannya,
tidak dibiarkannya isterinya melengkapi perkataannya, lalu ganti dia yang berkata:
"Moay-moay, aku dapat mengerti perasaan kau. Esok pagi akan kuperintahkan Lim
ciang-kun buat melakukan penyelidikan dan penangkapan terhadap si pelaku itu."
Liu Giok Ing melepaskan diri dari rangkulan suaminya, pindah duduk dari atas
pangkuan suaminya, memilih sebuah kursi yang letaknya berhadapan dengan
suaminya itu.
"Siang-kong, sesungguhnya aku bukan tidak menghargai ilmu kepandaian Lim
ciangkun. Akan tetapi seseorang yang melakukan perbuatan keji itu, pasti merupakan
seseorang yang tinggi ilmu kepandaiannya. Siang-kong tentu menyadari betapa tinggi
ilmu yang dimiliki oleh menteri hankam, seorang menteri yang mengatur pertahanan
dan keamanan negara. Rumahnya bahkan dijaga ketat, akan tetapi ternyata dia tewas.
Dari itu perkenankanlah siang-kong, perkenankanlah untuk sekali ini aku sendiri yang
akan melakukan penyelidikan. Hal ini perlu aku lakukan, bukan melulu buat kepentingan
aku, tetapi kepentingan kita, sebelum sri baginda . . " dan mendadak Liu Giok Ing
menghentikan perkataannya, tanpa suaminya mencegah untuk dia meneruskan
perkataannya. Tetapi, suami itu kelihatan menunduk lesu, dan ada air mata yang
membasahi mukanya. Kenapa??
Buru-buru Liu Giok Ing bangun lagi dari tempat duduknya, mendekati dan berlutut
di dekat suaminya, dengan sepasang tangan berada diatas pangkuan sang suami:
"Siang-kong, mengapa siang-kong mengeluarkan air mata . .?
Ikut Liu Giok Ing mengeluarkan air mata. Untuk yang kesekian kalinya, dia bagaikan
kehilangan jiwa pendekar yang dimilikinya, menghadapi sang suami yang bersikap
lemah lembut.
"Moay-moay.. " Giok Lun Hoat-ong bersuara dan memerlukan menghapus air mata
isteri kesayangannya, sebaliknya membiarkan air matanya sendiri yang masih
membasah di mukanya, lalu dia meneruskan berkata:
".. Kalau aku memberikan perkenan, jelas moay-moay akan mengulang perbuatan
seperti dulu, dan moay-moay akan pergi meninggalkan aku.. ."
Terisak menangis Liu Giok Ing waktu didengarnya perkataan suaminya, begitu
lembut, begitu mesra, menyimpan rasa takut ditinggalkan. Dan Liu Giok Ing
menelungkupkan kepalanya diatas pangkuan suaminya, belakangan kepalanya.

Cheng Hwa Lie Hiap 2 9


Cukup jelas Liu Giok Ing mengetahui dan menyadari betapa besar kasih sayang
suaminya terhadap dirinya. Suaminya tidak membolehkan dia hidup berkelana
menyambung nyawa, suaminya takut dia mendapat cedera dan takut kehilangan dia,
bahkan takut dia bakal bertemu lagi dengan laki-laki 'pencuri-hati' itu. Tetapi tahukah
suaminya bahwa dia masih menyimpan rasa benci tetapi rindu terhadap laki-laki itu ??
Akh, suami yang malang !! Dan buru-buru Liu Giok Ing mengangkat kepalanya, sebelum
air mata berikutnya sempat dia keluarkan, dia mengawasi muka suaminya dan dia
berkata:
"Siang-kong, meskipun tidak aku ucapkan, akan tetapi didalam hati aku sudah
berjanji, bahwa aku tidak bakal meninggalkan kau, tidak bakal kembali hidup berkelana
seperti dulu. Aku cuma minta perkenan supaya dibolehkan melakukan penyelidikan dan
penangkapan terhadap manusia keji itu. Aku cuma keluar malam untuk melakukan
penyelidikan setelah itu aku akan kembali lagi berada disini siangkong .
"Jadi, moay-moay bukan bermaksud pergi lama meninggalkan rumah dan mening.. ."
"Tentu tidak, siangkong.,. " sahut Liu Giok Ing yang memutus perkataan suaminya,
berhasil dia membikin suami itu merangkul lagi, mengecup lagi dan mengulang lagi
dengan belaian kasih- mesra.
MEMANG cuma malam yang memungkinkan buat Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing
melakukan penangkapan terhadap si pelaku pembunuhan keji itu, sebab si pembunuh
tentu akan umpatkan diri diwaktu siang. Akan tetapi, tetap bukan merupakan suatu
pekerjaan yang mudah buat Liu Giok Ing menemukan jejak si pembunuh, apalagi
menangkap basah selagi si pembunuh melakukan kejahatannya. Liu Giok Ing bahkan
harus menghindar dari petugas pemerintah yang mencurigai dia, dan yang
diperintahkan mematai dia oleh sri baginda raja. Jelas akan terjadi pertempuran antara
pihak sendiri, andaikata pihak petugas pemerintah menemukan dia yang sedang
berkeliaran diwaktu malam, jelas pihak pemerintah akan tambah mencurigai sebagai
perbuatannya semua pembunuhan itu. Oleh karenanya, Liu Giok Ing bahkan harus
memakai tutup-muka dengan sehelai kain warna hitam diwaktu dia melakukan
penyelidikan hendak menangkap si pembunuh yang hendak memfitnah dia.
Di malam pertama Liu Giok Ing mulai melakukan usahanya mencari jejak si
pembunuh, yakni sesaat setelah dia bicara dengan suaminya, maka terasa sangat
gelisah hati Giok Lun Hoat-ong yang melepas isterinya. Gelisah dan cemas oleh karena
dengan setulus- ikhlas dia menyintai isterinya. Ingin dia memerintahkan Lim ciangkun
buat membayangi dan memberikan perlindungan bagi isterinya, akan tetapi isteri
tersayang itu justeru menertawakan Lim ciangkun, isteri tersayang itu mengatakan

Cheng Hwa Lie Hiap 2 10


bahwa kemungkinan justeru dia yang harus melindungi Lim ciangkun, andaikata Lim
ciangkun ditugaskan ikut mencari jejak si pembunuh bukan tandingan Lim ciangkun . "
kata isterinya sambil tertawa jenaka, waktu membicarakan tentang ilmu kepandaian si
penjahat. Dan perkataan isteri tersayang itu, sudah tentu menambah rasa cemas Giok
Lun Hoat-ong, khawatir kalau-kalau isterinya akan mendapat cidera diwaktu
menghadapi penjahat itu. Tetapi apa daya dan yang harus dilakukannya. Isteri
tersayang itu terkenal 'keras-kepala' kalau sudah membawakan peranan sebagai
seorang pendekar, seorang jago-pedang yang tidak pernah mengenal rasa takut !
Kembali berulang Giok Lun Hoat-ong membayangkan kejadian lama, selagi dulu
Ceng hwa liehiap Liu Giok Ing belum menjadi isterinya. Dua-kali pantatnya kena tendang
'macan-betina yang galak' itu. Pertama kali pada waktu Giok Lun Hoat-ong menerima
perintah dari ayahnya, sri baginda maharaja, buat menangkap 'macan betina yang
galak' itu, yang waktu itu sedang mengacau di kota raja. Giok Lun Hoat-ong menerima
perintah tanpa mengenal rasa 'takut' meskipun sudah dia ketahui betapa macan betina
itu sangat galak. Ikut Giok Lun Hoat-ong menyaksikan pasukannya mengepung 'macan-
betina yang galak' itu, bahwa ikut Giok Lun Hoat-ong majukan diri, siap tempur melawan
'macan betina yang liar' itu. Pakai pedang pusaka, dia waktu itu, tapi cuma sekali sentuh,
pedangnya hilang entah kemana dibawa terbang dan tahu-tahu pedang pusaka itu
sudah berada di tangan kiri 'macan- betina yang pandai terbang' itu.
"Pedang yang bagus . . !" macan-betina yang galak itu berkata jenaka, lalu seenaknya
dia bawa pergi pedang-pusaka itu, membikin Giok Lun Hoat-ong marah-marah waktu
itu. Berteriak Giok Lun Hoat-ong berusaha mengejar 'macan-betina yang maling pedang'
itu. Cepat-cepat lari 'macan-betina yang maling' itu, dan cepat-cepat Giok Lun Hoat-ong
berusaha mengejar, meninggalkan pasukannya, sisa dia sendirian yang masih terus
melakukan pengejaran. Sampai disuatu tempat yang sunyi, disebelah barat tembok
kota-raja, 'Macan betina yang maling pedang' itu duduk menunggu dia, duduk seenaknya
diatas rumput menyandar dahan pohon beringin. Ngomel- ngomel Giok Lun Hoat-ong,
nuding-nuding pakai jari tangannya yang lurus tegak tetapi gemetar menahan rasa
marah, waktu itu, tetapi 'macan betina yang maling pedang' itu tenang-tenang
bersenyum simpul dan mengunyah kwaci.
Bertambah marah Giok Lun Hoat-ong. Menambah ngomel-ngomel dan menambah
nuding-nuding, dan macan betina yang maling itu mencegah dengan menggoyang-
goyang sebelah tangannya, sementara mulutnya perdengarkan suara menirukan bunyi
suara cecak, lalu menambah dengan kata-kata :
"Mau apa nguber nguber . . ?"

Cheng Hwa Lie Hiap 2 11


"Mau pedang . .!" cukup keras suara Giok Lun Hoat-ong berteriak, akan tetapi 'macan
galak' itu berobah menjadi 'macan jenaka' : "Nih, ambil . ." katanya dan menyertai
seberkas senyum jenaka- manja.
Buru-buru Giok Lun Hoat-ong melangkah tambah mendekati, kesandung sebelah
kakinya pada akar pohon beringin yang tidak dilihatnya, terjerumus tubuhnya bagaikan
ingin menerkam 'macan jenaka' yang masih duduk tenang, dengan sebelah tangannya
menyodorkan pedang pusaka.
Kaget pangeran Giok Lun yang muda dan sangat tampan itu: takut dia menyentuh
tubuh macan jenaka dan takut dia dianggap sebagai laki-laki yang tidak sopan. Hampir
dia berteriak memerintahkan macan jenaka itu cepat-cepat minggir menghindar jangan
sampai kena dia terkam. Tetapi sia-sia dan sepasang tangannya sudah merangkul.
Merangkul dahan pohon beringin sebab 'macan jenaka' itu sudah terbang entah kemana,
tetapi tahu-tahu pantatnya kena tendang, dan "macan yang jenaka" itu menghilang,
meninggalkan suara tawa yang merdu jenaka, tetap membawa lari pedang pusaka yang
dicurinya tadi.
Itulah saat yang pertama kali Giok Lun-Hoat-ong kena tendang 'macan betina yang
galak" itu, dan yang kedua kali terjadi di rumah pangeran muda yang tampan itu, sebab
diluar dugaan, 'macan betina yang maling' itu datang 'mengaduk-aduk' rumah pangeran
Giok Lun, bertempur dan melukai entah berapa banyak pasukan 'sie-wie' yang
ditugaskan menjaga keselamatan rumah dan nyawa pangeran yang anak raja, namun
yang tidak berdaya menghadapi dan mencegah niat 'macan betina yang maling' itu,
yang katanya hendak bertemu dengan pangeran Giok Lun.
"Mau apa nguber-nguber ??" tanya pangeran Giok Lun, meminjam istilah 'macan
betina yang galak' itu, waktu dibawah pohon beringin dulu.
"Eh, aku bukan nguber-nguber . . " bantah macan betina yang galak itu, mengulang
bersenyum jenaka seperti dulu.
"Mau apa nyari-nyari ?" Giok Lun Hoat-ong meralat pertanyaan marah suaranya,
meskipun bernada menanya.
'Macan betina yang jenaka' itu menambah senyumnya, berobah menjadi 'macan
betina yang memikat', berhasil membetot sebelah hati pangeran muda yang tampan
itu, sampai terasa berguncang- guncang. Akan tetapi cepat pangeran Giok Lun tersadar,
waktu didengarnya suara 'macan betina yang memikat' itu berkata .
"Mau kembalikan pedang.." dan sebelah tangan kiri 'macan betina yang memikat' itu
memberikan pedang pangeran Giok Lun yang dahulu dia bawa lari.

Cheng Hwa Lie Hiap 2 12


"Tidak perlu . ." pangeran Giok-Lun seperti ngambek-ngambek, ogah menerima
pedang pusaka yang hendak dikembalikan.
"Aku juga tidak perlu . ." kata 'macan-betina yang memikat' itu, lembut merdu
suaranya dan tetap menyertai seberkas senyum yang memikat, namun berhasil
membikin pangeran Giok Lun marah, merasa diejek, merasa dihina, terlebih sebab
mendadak dia teringat bahwa dia pernah kena tendang pertama. Cepat-cepat dia
berkata, balas mengejek: "Ambil saja dan anggap saja sebagai tanda mata . ." "Tanda
mata . .?" ulang macan betina yang memikat itu merasa tidak mengerti, berpikir dan
hilang lenyap senyum yang menghias mukanya.
"Ya, tanda mata. Buat aku lamar kau menjadi bini ..."
Marah 'macan betina yang memikat' itu, berobah dia menjadi 'macan betina yang
galak'. Disodoknya ke perut pangeran Giok Lun memakai tangan kirinya yang
memegang pedang pusaka milik pangeran muda yang tampan itu. Gerak tangan kiri itu
seperti gerak ular belang melepas bisa, tetapi gerak tangan ini begitu lembut-lambat,
sehingga tidak sukar buat pangeran Giok Lun menghindar, bahkan dia berhasil
memegang pedang pusaka yang masih terbungkus dalam sarung, yang sedang
mengarah bagian perut.
Tetapi, selekas sebelah tangan pangeran Giok Lun memegang pedang pusaka itu,
maka secepat itu juga Liu Giok Ing melepaskan pegangannya, bagaikan dia sengaja
mengembalikan pedang pusaka itu, lalu dia lompat hendak meninggalkan pangeran
Giok-Lun. Bertambah marah pangeran Giok Lun yang merasa kena tipu, berteriak dia
keras-keras:
"Tangkap dia . .!!"
Meluruk semua pasukan sie-wie yang ada, cuma mengurung, cuma merintang, takut
dekat-dekat, takut kena pedang kalau 'macan- betina yang galak' itu mengamuk-ngamuk
lagi. Sedangkan pangeran Giok Lun yang merasa penasaran, lompat tinggi dan jatuh
memakai ilmu 'burung belibis menyeberang pantai'. Sedikit lewat dia hinggap berdiri
membelakangi Liu Giok Ing yang lagi jalan tenang- tenang mau pulang, lalu sebelah
kaki Liu Giok Ing menendang pantat pangeran itu yang dia anggap melintang di jalan.
Itulah saat yang kedua kali pangeran Giok Lun kena tendang 'macan betina yang galak'
itu, yang sekarang menjadi isterinya.
Seorang diri Giok Lun Hoat ong tersenyum karena teringat dengan kejadian tempo
dulu, selagi dia duduk menunggu isterinya yang sedang keluar malam. Kemana? Entah,
dia juga tidak tahu. Yang jelas isteri tersayang itu sedang mengejar seorang lelaki,

Cheng Hwa Lie Hiap 2 13


seorang lelaki yang sedang menyebar maut dan memfitnah suaminya, seorang lelaki?
Akh ! Buru buru Giok Lun Hoat ong menghapus rasa cemburu, karena mendadak dia
teringat dengan 'rahasia hati' yang disimpannya. Rahasia hati' tentang lelaki yang
pernah 'mencuri' hati isterinya. Dia menghapus rasa cemburu itu, sebab dia tahu lelaki
itu sudah menikah, dan juga sudah mempunyai seorang anak yang umur 10-tahun lebih
dan lelaki 'pencuri hati' istrinya sekarang bertugas jauh diperbatasan kota Gan-bun koan,
yang berbatasan dengan orang-orang Manchuria !
Dan selagi pangeran Giok Lun terbawa hanyut dalam lamunan kejadian lama, maka
tidak diketahui olehnya bahwa sejak tadi seorang pelayan perempuan berdiri
menunggu dia.
Pelayan perempuan itu masih muda usianya, baru 16 tahun lebih sedikit, manis
mukanya dan putih halus kulitnya, tubuhnya sedang tumbuh merangsang, terutama
pada bagian badan yang membusung segar.
Siu Lan nama perawan yang bekerja sebagai pelayan itu. Sejak tadi dia menunggu
majikannya yang sedang ditinggal pergi oleh isterinya, sering dia mencuri lihat muka
tampan sang pangeran yang masih kelihatan muda dan mendadak dia tersipu malu
ketika pandangan matanya bertemu dengan pangeran Giok Lun yang sekilas melirik
dia.
"Eh, Siu Lan. Mengapa kau masih berdiri disitu.. ?" tanya pangeran Giok Lun yang
baru menyadari.
Cepat-cepat Siu Lan berlutut, seperti biasa sesuai dengan peraturan yang berlaku,
menunduk dia tak berani mengangkat muka mengawasi sang pangeran, dan agak
gemetar suaranya waktu dia berkata,
"Ampun ong-ya. Hamba masih menunggu perintah ong-ya. Mungkin ong-ya masih
membutuhkan sesuatu yang dapat hamba lakukan "
Sejenak pangeran Giok Lun terdiam mengawasi Siu Lan yang tugasnya sebagai
pelayan, sempat dilihatnya Siu Lan melirik, begitu tajam lirikan matanya. Dan, mulutnya
yang karena gin-cu, benar-benar merangsang seperti mulut isterinya yang sudah
seringkali dia gigit lembut-mesra. Tetapi akh ! Mengapa dia harus membiarkan diri
terbawa hanyut oleh sebuah lirikan mata Siu Lan yang pelayan ? Tidak pernah dia
memikirkan perempuan lain, dan sama sekali tidak pernah dia mempunyai niat buat
membagi kasih-sayang kepada perempuan lain. Cuma Giok Ing yang berhak menerima
kasih sayangnya, cuma Giok Ing yang dia cintai setulus hatinya. Dia bahkan terkenang
dan bagaikan terdengar lagi kata-kata ayahnya yang pernah diucapkan dihadapannya:

Cheng Hwa Lie Hiap 2 14


"Giok-jie, sudah kau pikirkan benar-benar tentang pilihan kau? Tidak kau menyadari
siapa dia ?"
"Dia akan berobah menjadi seekor 'macan betina yang jinak', pie-he," sahut pangeran
Giok Lun yang sempat mengajak ayahnya bergurau, berhasil membikin sri baginda
maharaja ikut bersenyum, sementara pangeran Giok Lun berkata lagi :
"Bagaikan dua batu pualam yang dipersatukan, pasti akan menghasilkan seorang
anak yang berupa Giok-Giok !"
Sekali lagi sri baginda maharaja ikut bersenyum menghadapi lagak-jenaka
puteranya. Akan tetapi setelah 10-tahun menikah dan sang Giok-Giok tak kunjung nongol,
maka ganti ayahnya yang berkata :
"Mana Giok-Giok yang kau harapkan ?"
Terdiam pangeran Giok Lun menunduk malu dan ayahnya yang berkata lagi :
"Mungkin isterimu mandul !"
Ingin pangeran Giok Lun membantah, akan tetapi batal dia lakukan, sebab waktu itu
dilihatnya ayahnya sedang marah- marah. Bukan marah-marah kepada sang putera
yang ketiga akan tetapi marah-marah sebab salah seorang selirnya ketangkap basah,
ada main dengan seorang sie-wie, seorang perwira pengawal istana !
"Kau harus cari bini muda !" ayahnya lagi yang berkata, masih bernada marah-
marah, batal pangeran Giok Lun membantah meskipun mulutnya sudah terbuka, dan
sang ayah lagi yang nyerobot bicara.
"Ambil selir, sebanyak-banyaknya. Kalau kurang di kota-raja, cari dipelosok kota dan
di desa-desa!"
"Cukup ! Aku masih sibuk dengan urusan lain.. ." dan ayahnya mengusir dia pulang,
sebab ayahnya sedang sibuk mengurusi bini-bini yang tak terhitung banyaknya.
Cari selir, cari bini-muda. He-he-he.. kata pangeran Giok Lun didalam hati, dan
tertawa juga didalam hati, teringat dengan kata-kata ayahnya, sebaliknya terlupa
dengan Siu Lan yang masih berlutut, belum berani bangun sebelum mendapat perintah
untuk bangun, sesuai dengan peraturan yang berlaku. "Eh, Siu Lan. Tidak Siu Lan, aku
tidak perlu apa-apa. Silahkan kau istirahat sebab saya juga mau tidur.. ." dan pangeran
Giok Lun melangkah lesu menuju ke kamar tidur. Lesu sebab bakal tidur sendirian selagi
isteri tersayang keluyuran.

Cheng Hwa Lie Hiap 2 15


Lembut perlahan Siu Lan bangun berdiri, lesu, dia masih berdiri waktu dilihatnya
sang pangeran sudah memasuki kamar tidur. Hasrat hatinya, ingin benar dia diajak
tidur oleh sang pangeran, yang sejak lama dirindukan, dan sejak lama dia tunggu-
tunggu supaya dia diambil menjadi selir. Kenapa?
Mengapa tak ada sedikit pun perhatian pangeran terhadap dirinya ? Kurang cantik
atau kurang daya-tarik ? Akh ! menurut juru masak kepala, kau cantik dan memiliki
tubuh yang merangsang, Siu Lan . .
Atau karena nio-cu yang menyebabkan pangeran takut mengambil bini muda ?
Nio-cu memang terkenal galak, sebab dulu biasa ngebelangsak dikalangan
gelandangan, tidur diatas pohon pun jadi. Sekarang nio-cu sudah menjadi isteri seorang
pangeran, sudah hidup senang diatas kasur yang empuk hangat, mungkin dia
bertambah galak diranjang, sebab dihadapan orang-orang kelihatannya nio-cu bersikap
ramah, lembut, mesra terhadap suaminya.
Apa kelebihan nio-cu kalau dibanding dengan aku . . ? pikir Siu Lan didalam hati.
Aku bahkan bisa bikin anak, bukan seperti nio-cu yang mandul tidak pernah bisa bikin
anak, meskipun sudah 10 tahun menikah !
Jelas Siu Lan merasa penasaran, masih dia berdiri diam didekat kamar tidur
majikannya. Ingin dia nekad membuka pintu kamar tidur majikannya dan membuka
pakaiannya, supaya majikannya membuka mata, melihat betapa mulus tubuh yang
dimilikinya.
Akan tetapi batal dia lakukan, takut dia pecat, bukan diajak tidur !
Tambah lesu langkah kaki Siu lan, waktu dia melangkah menuju tempatnya,
diruangan sebelah belakang. Dia melangkah lesu perlahan sambil menunduk, sehingga
tidak diketahuinya bahwa diatas kaso rumah, sedang meringkuk seorang yang
berpakaian serba hitam, juga memakai tutup muka dengan secarik kain warna hitam.
Seseorang yang meringkuk setengah rebah diatas kaso rumah, dibagian sudut yang
gelap, tidak terlihat oleh Siu Lan bahkan tidak terlihat oleh petugas-petugas yang
sedang meronda.
Sementara itu Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing keluyuran tanpa tujuan menentu.
Sengaja dia menunggu sampai keadaan sudah cukup larut dan cukup sunyi, lalu dia
lompat melesat diatas genteng sebuah rumah yang cukup tinggi. Yakin dia bahwa dia
harus berlaku waspada, terhadap musuh yang dicarinya dan terhadap petugas negara
yang meronda.

Cheng Hwa Lie Hiap 2 16


Angin malam yang sepoi-sepoi meniup lembut rambutnya yang dibungkus rapih
membangkitkan semangat dan gairah, bahkan membangkitkan kenangan lama selagi
dia biasa berkelana dikalangan rimba-persilatan. Naluri seorang pendekar yang
dimilikinya, kembali dikuasainya seperti 10-tahun yang lalu, waspada terhadap setiap
gerak dan suara.
Sepuluh tahun dia hidup mengabdi sebagai seorang isteri, sepuluh-tahun dia dibelai
oleh kasih-sayang suaminya, seorang pangeran yang tampan dan kaya-raya, anak dari
seorang raja meskipun dari seorang selir. Waktu masa-remaja dahulu, dia hidup begitu
bebas, kadang-kadang seperti liar, mengikuti naluri hati remaja, setelah itu dia hidup
bagaikan dalam kerangkeng didalam istana seorang pangeran. Ternyata dia mampu
mengendalikan diri, mampu menguasai dorongan hati dan bahkan berlaku sebagai
seorang isteri yang bijaksana, meskipun kadang-kadang dia suka teringat dan
mengenangkan kejadian lama. Terasa bagaikan dalam mimpi kalau dia mengenangkan
tempo dulu, kemudian di saat lain dia tersenyum seorang diri, kalau dia sedang berada
didalam rangkulan suaminya.
Terasa dia begitu kecil, begitu lemah, kalau dia sedang hanyut dibelai kasih sayang
suaminya. Kadang-kadang dia bahkan bagaikan merasa kehilangan kepercayaan
terhadap diri dan kemampuan sendiri, dia merasa bagaikan cuma suaminya yang
mampu memberikan perlindungan baginya.
'Tempat berlindung' ! dia berkata seorang diri yang lalu dia bantah. Lebih tepat
sebagai tempat pelarian, bukan tempat pelindung. Pelarian dari apa ?
Dan, satu demi satu bintang-bintang menghilang dari angkasa. 'Tempat pelarian . .'
Memang tepat kalau dia mengatakan sebagai tempat pelarian. Tempat pelarian
didalam rangkulan seorang suami yang begitu menyintai dia.
"Suamiku yang malang " bisik Liu Giok Ing didalam hati,
untuk yang kesekian kalinya, yang tak bosan-bosan dia lakukan. Sama banyaknya
seperti dia membisik: "Liang-ko, mengapa kau begitu kejam.. ?"
Cinta memang aneh. Tetapi, adakah seorang-orang yang dapat menghindar dari
cinta?
"Tidak Giok moay. Kita tidak dapat menghindar dari cinta sebab cinta merupakan
sebagian dari asal manusia dan cinta adalah bahan-alam yang diperintah oleh khayal... "
Tersenyum Liu Giok Ing kalau dia teringat lagi dengan kata-kata Kwee Su Liang
yang sudah berhasil 'mencuri' hatinya. Padahal, siapakah Kwee Su Liang ?? Dan dia, si

Cheng Hwa Lie Hiap 2 17


pendekar bunga-cinta yang juga terkenal sebagai 'macan betina yang galak'. Dia bahkan
yang sudah membunuh ibunya Kwee Su Liang ! "Liang-ko.. ."
"Giok-moay.. "
"Kau tahu apa itu cinta.. .?"
"Kelemahan manusia yang tak dapat diberi ampun, itulah "
Cinta memang indah kalau pandai memupuknya, akan tetapi cinta merupakan suatu
kehancuran, kalau ...
Ada air mata yang berlinang keluar kalau Liu Giok Ing teringat lagi dengan cinta.
Terasa sakit, begitu pedih. Padahal dia bukan seorang yang lemah hati, dia sudah
menerima ajaran dari gurunya yang terkenal keras hati. Membunuh atau dibunuh, inilah
yang bakal kau hadapi dalam menempuh hidup di alam nyata. Sebab alam nyata sangat
kejam !
"Alam nyata terlalu kejam, Liang-ko, aku lebih senang hidup di alam khayal,
membayangkan . ."
Ada bayangan hitam yang lompat melesat dari suatu sudut gelap, yang cukup jauh
terpisah dari tempat Liu Giok Ing berada.
Gesit dan pesat gerak bayangan hitam itu, dan secepat itu juga Liu Giok Ing melesat
menyusul meninggalkan alam khayal yang sedang dia bayangkan.
Sejenak Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing harus menunda niatnya buat mengejar
bayangan itu, ketika dia tiba ditempat bekas bayangan itu melarikan diri. Rumah menteri
pertanian Siauw Cu Leng, dan ada pekik teriak yang didengar oleh Liu Giok Ing : "Tangkap
si pembunuh! Kejar . .!"
Jelas malam itu telah terjadi lagi peristiwa pembunuhan, dan menteri pertanian
Siauw Cu Leng yang mendapat giliran. Seorang menteri yang sudah cukup tua usianya,
seorang menteri yang terkenal setianya terhadap sri baginda raja yang sekarang
sedang berkuasa!
Tak dapat Liu Giok Ing menghindar dari suatu pertempuran yang harus
dilaksanakan, pertempuran melawan petugas pengawal dirumah menteri pertanian
Siauw Cu Leng, yang berhasil menemui dia selagi dia berdiri terpaku.
Sukar buat Liu Giok Ing memberikan penjelasan kepada para petugas pengawal
yang sedang mengepung dia, sebab dia menyadari bahwa dia memang sedang
dicurigai. Dicurigai sebagai pelaku pembunuhan yang sedang meraja-lela di kota-raja !

Cheng Hwa Lie Hiap 2 18


Terpaksa Liu Giok Ing harus melakukan pertempuran itu, akan tetapi tidak ada niatnya
untuk melukai orang-orang yang mengepung dia, apalagi membunuhnya. Dia hanya
bertempur buat mencari jalan menghindar dan melarikan diri dari tempat itu. Pedang
Ku-te kiam atau pedang besi hitam yang dipegangnya ditangan kirinya, tetap berada
didalam sarung, dan dia gunakan pedang itu hanya untuk menangkis setiap serangan
senjata orang-orang yang mengepung dia, sedangkan kepalan tangan kanannya
menghantam setiap lawan yang berusaha mendekat atau merintangi dia.
Cukup beberapa orang yang dia hajar rebah terkulai, setelah itu terbuka kesempatan
buat dia lompat keatas genteng rumah, lalu melesat lagi memilih arah bayangan hitam
tadi menghilang. Semakin marah dan semakin penasaran Liu Giok Ing menghadapi si
pembunuh yang keji itu. Terus dia melakukan pengejaran tanpa dia perhatikan arah
yang ditempuhnya, entah kesebelah barat entah kesebelah selatan, sampai tahu-tahu
dia berada diatas genteng rumahnya sendiri, rumah pangeran Giok-Lun.
Ada suara ribut-ribut dihalaman rumahnya itu, suara teriak orang-orang 'tangkap
si-pembunuh' seperti yang didengarnya dirumah menteri pertanian tadi. Keadaan
dihalaman rumah itu kelihatan kacau balau karena banyaknya petugas yang sedang
lari tanpa arah menentu, bergegas mencari si pembunuh yang tidak diketahui jejaknya,
dan keadaan menjadi tambah kacau ketika Liu Giok Ing melesat turun ditengah-tengah
mereka, sebab mereka langsung melakukan penyerangan sambil berteriak tambah
keras 'tangkap pembunuh.'
Terpaksa Liu Giok Ing harus menghalau setiap serangan yang dilakukan oleh orang-
orangnya sendiri, tetapi Liu Giok Ing cepat menyadari, bahwa dia sedang memakai tutup
muka dengan secarik kain warna hitam, sehingga orang-orang itu tidak mengenali dia.
"Tahan . .!" teriak Liu Giok Ing sambil dia melepaskan tutup muka yang dipakainya,
sehingga perbuatannya itu mengakibatkan semua orang-orang menjadi kaget
bercampur- heran.
Ternyata si pelaku pembunuhan adalah sang nyonya majikan, seperti berita yang
pernah mereka dengar . . pikir orang-orang itu yang serentak terdiam tidak bersuara,
terpaku dan tidak tahu apa yang harus mereka lakukan, sampai Lim ciangkun yang
memberitahukan, bahwa ada seseorang yang berusaha hendak membunuh pangeran
Giok Lun.
Liu Giok Ing terkejut bagaikan disambar halilintar, dia lompat melesat meninggalkan
Lim ciangkun tanpa mengucap apa-apa, dan dia tiba dikamar tidur, menemukan
suaminya terluka dibagian sebelah kaki dan sebelah tangan, sementara Siu Lan sibuk
berusaha untuk menolong sang majikan.

Cheng Hwa Lie Hiap 2 19


"Siangkong . . !!" Liu Giok berteriak dan melompat bagaikan hendak menerkam
suaminya, berhasil membikin Siu Lan menjerit ketakutan, menganggap sang nio-cu mau
membunuh majikannya, padahal Liu Giok Ing turut cemas melihat keadaan suaminya.
"Moay-moay, cepat kau kejar pembunuh keji itu.. .!" kata pangeran Giok Lun selekas
dilihatnya isterinya yang lompat memasuki kamar. Nada suaranya marah bercampur
penasaran, sedangkan sebelah tangannya masih memegang pedang pusaka, bekas dia
gunakan buat bertempur melawan seseorang yang berusaha hendak membunuh dia.
"Tetapi siangkong terluka," kata Liu Giok Ing yang sejenak menjadi ragu-ragu.
Terpaksa Liu Giok Ing tinggalkan suaminya. Dia bahkan tidak sempat melihat luka
yang diderita oleh suaminya, entah terkena senjata apa padahal pada sebelah tangan
suaminya, ada dua butir senjata rahasia berbentuk bunga-cinta yang dipegangnya,
senjata melukai sebelah kaki dan sebelah tangannya.
Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing melakukan pengejaran berdasarkan arah yang
diberitahukan oleh Lim ciangkun dan Lim ciangkun bahkan ikut melakukan pengejaran,
meskipun dia tertinggal sangat jauh oleh sang nio-cu, sebab saat itu Liu Giok Ing sedang
mengerahkan ilmu lari cepat 'pat-pou kan-sian' atau delapan langkah mengejar dewa.
Ceng hwa liehiap Liu Giok Ing menyadari bahwa tidak mudah buat dia melakukan
pengejaran, sebab dia sudah ketinggalan waktu selama tadi dia bicara dengan
suaminya, sedangkan si penjahat sudah melarikan diri. Tetapi, disuatu saat secara
mendadak dia diserang oleh senjata rahasia. Telinganya yang memang sudah terlatih,
dan sepasang matanya yang tajam, cepat mengetahui datangnya serangan gelap itu.
Dia berkelit dan menangkis memakai pedang ku-te kiam ditangan kirinya, yang masih
tetap berada didalam sarung.
Sempat Liu Giok Ing melihat adanya bayangan hitam yang lompat melesat, selagi
dia menunda langkah kakinya sehabis berkelit dan menangkis serangan gelap.
Dengan gerak 'yan-cu coan-in' atau burung walet menembus angkasa, Liu Giok Ing
melompat dengan melesat mengejar bayangan hitam itu, lalu dengan tiga kali lompatan
dan tubuhnya jungkir balik diudara bebas, maka pada detik berikutnya dia telah
menghadang arah lari bayangan hitam itu. "Berhenti !" bentaknya, dan nada suaranya
penuh wibawa, kembali seperti 10-tahun yang lalu, sementara sepasang kakinya siap
memasang kuda-kuda, sedangkan tangan kiri siap dengan pedang ku-tie kiam,
meskipun masih berada didalam sarungnya. Bayangan hitam itu tertawa. Dia tidak
memakai tutup muka sehingga mudah dilihat oleh Liu Giok Ing bahwa orang itu adalah
seorang laki-laki, yang seingatnya belum pernah dia temui dan tidak dia kenal.

Cheng Hwa Lie Hiap 2 20


"Liu Giok Ing, setelah sekian lamanya menunggu, ternyata malam ini aku berhasil
'memancing' kau keluar dari kerangkeng l" Sepasang mata Liu Giok Ing bersinar tajam
menyimpan rasa marah. Dia meneliti, akan tetapi tetap dia merasa tidak kenal dengan
laki-laki itu ,
"Siapa kau dan mengapa kau melakukan perbuatan keji dengan memfitnah aku ?"
"Ha-ha-ha ! Liu Giok Ing. Namamu dulu begitu menyemarak di kalangan rimba
persilatan: sayang waktu itu aku belum mempunyai kesempatan untuk menghadapi
kau. Tetapi sekarang, setelah 10-tahun kau menghilang dan mendengar perkataan dari
perkataan kamu, maka aku menganggap nama kau sebagai Ceng-hwa liehiap ternyata
kosong belaka. Apa arti senjata rahasia yang berbentuk bunga ceng-hwa itu? Bagiku
hanya merupakan benda permainan belaka, sehingga sesungguhnya aku tidak
mengerti, entah apa yang menyebabkan sehingga dengan senjata mainan itu kau
berhasil menyemarak di kalangan rimba persilatan. Aku bukan hendak memfitnah kau,
Liu Giok Ing, aku cuma hendak memancing kau keluar membebaskan diri dari rangkulan
suamimu. Ketahuilah olehmu bahwa masih banyak orang yang menyimpan dendam
terhadap kau. juga aku, juga Gin Lun Hoat ong . ."
"Gin Lun Hoat-ong?" Liu Giok Ing bersuara tanpa terasa, berhasil sejenak memutus
perkataan lelaki itu, dan lelaki itu tertawa sambil berkata :
"Ha-ha-ha ! Liu Giok Ing, Liu Giok Ing. Mengapa kau lupakan Gin Lun Hoat ong dan
cuma teringat pada Giok Lan Hoat-ong ? Mengapa kau justeru memilih pangeran Giok
Lun yang harus kau jadikan suami, bukan kau pilih pangeran Gin Lun yang lebih gagah
dan lebih berbakat untuk menjadi raja? Dahulu pangeran Gin Lun ingin memilih kau
buat dijadikan isterinya, buat menjadi calon seorang permaisuri raja, tetapi kau justeru
memilih pangeran Giok Lun dan membiarkan pangeran Gin Lun menyimpan dendam
terhadap kau, juga terhadap pangeran Giok Lun. Sekarang sedang terbuka kesempatan
buat pangeran Gin Lun yang bakal menggantikan jadi raja, menggantikan si tua yang
sudah tidak berguna akan tetapi yang masih gila perempuan. Pangeran Gin Lun
sekarang sedang menyusun kekuatan dan menyebar pengaruh, juga didalam kalangan
istana kerajaan, dan pangeran Gin Lun memerintahkan aku dan beberapa orang teman,
buat membunuh orang orang yang dianggap masih setia terhadap raja sekarang yang
sudah tua tidak berguna, termasuk suami kau, sedangkan terhadap kau, pangeran Gin
Lun masih berbelas kasihan dan menyimpan rindu. Kau masih akan diterima menjadi
selir, kalau kau mau ikut berpihak dengan pangeran Gin Lun, sebaliknya kalau kau . ."

Cheng Hwa Lie Hiap 2 21


"Teruskan.. !" kata Liu Giok Ing bagaikan menantang, sebab dilihatnya lelaki itu tidak
meneruskan perkataannya, sementara itu didalam hati, terlalu banyak yang Liu Giok Ing
sedang pikirkan.
"Kalau kau menolak, maut adalah menjadi bagian kau . .l" dan laki-laki itu menyudahi
perkataannya, dengan menyertai serangannya yang berupa tikaman memakai golok.
Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing berkelit menghindar, tetapi serangan lelaki itu
ternyata saling-susul sebanyak, sebab dia sedang mengerahkan jurus 'sin-liong jip-hay'
atau naga-sakti bermain dilaut.
Lelaki itu menganggap dia sudah melakukan penyerangan yang serba cepat, juga
gerak serangannya yang saling-susul amat gesit dan pesat, akan tetapi lawannya
ternyata dapat bergerak gesit dan lincah, sebab Liu Giok Ing juga sedang mengerahkan
ilmu 'coan-hwa jiauw-sie' menembus bunga, melibat pohon, suatu ilmu kelincahan
tubuh.
Dengan ilmu 'coan-hwa jiauw-sie' atau menembus bunga, melibat pohon yang
mengutamakan kelincahan tubuh itu, Liu Giok Ing berhasil berkelit menghindar dari tiga
serangan golok yang datang saling susul. Masih Liu Giok Ing belum mengeluarkan
pedang ku-tie kiam yang tetap berada didalam sarungnya, meskipun diketahuinya
bahwa laki-laki lawannya sedang merasa penasaran, dan mengulang serang golok
yang saling menyusul, kali ini dengan menggunakan jurus 'lian-hoan sam-to' atau tiga
golok saling susul.
Tetapi Liu Giok Ing berlaku cepat dan gesit mengandalkan kelincahan tubuhnya,
sehingga berhasil lagi dia menghindar dari serangan golok yang datang saling susul,
membikin laki-laki lawannya menjadi semakin penasaran bahkan sampai perdengarkan
pekik suara marah, setelah itu laki laki ini mengulang serangannya mengerahkan ilmu
kim-kee co-siok atau ayam mas mematuk gabah, disambung dengan serangan
memakai gerak tipu co-yu hong-goan atau dari kiri-kanan bertemu sumber,
mengakibatkan goloknya menyambar seperti membabat dari arah sebelah kiri maupun
dari arah sebelah kanan.
"Bagus !" seru Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing yang untuk sekilas berhasil dibikin
sibuk, sekaligus berhasil membangkitkan semangat tempurnya seperti 10-tahun yang
lalu. Laki-laki yang tidak dikenal itu juga memperhebat serangannya, bahkan dia
menyerang lagi secara berantai memakai goloknya, menggunakan jurus 'lian-goan
sam-ki' atau tiga tikaman yang berantai. Akan tetapi Liu Giok Ing tetap melawan dengan
mengerahkan ilmu 'toan-hwa jiauw-sie' yang mengutamakan kelincahan tubuhnya,
masih belum mau dia menggunakan pedang ku-tie kiam yang terkenal ampuh dan

Cheng Hwa Lie Hiap 2 22


tajam, sampai dia merobah geraknya menggunakan ilmu 'soan-hong sin hoat' atau
gerakan angin puyuh, yang mengakibatkan gerak tubuhnya semakin bertambah gesit
dan pesat, seolah-olah berada disekitar lawan bahkan dua kali dia berhasil menendang
pantat laki-laki lawannya, sempat membikin laki-laki itu berteriak mengaduh dan
berteriak marah-marah :
"Sialan !" laki-laki itu berteriak marah.
"Dukk !" kena dia pukulan jurus 'pek-poh sin-kun' atau kepalan sakti seratus langkah.
Terasa sakit muka laki-laki itu, sedangkan tubuhnya berputar tanpa dapat dia
kendalikan.
"Sialan !" laki-laki itu berteriak kesakitan.
"Dukk ! Duk !" dua kali duk-duk, bukan duduk, sebab dua-dua kepalan Liu Giok Ing
bekerja, menghantam dengan jurus 'tong-cu cin-hiang' atau kacung dewa
bersembahyang.
Habis sudah daya perlawanan laki-laki itu, dia rubuh terjengkang rebah celentang
dan dia tewas tanpa dia mampu berteriak memaki ataupun menjerit kesakitan,
sedangkan dibagian kepalanya membenam tiga butir senjata rahasia berbentuk bunga
ceng hwa !
Hampir-hampir Ceng hwa liehiap Liu Giok Ing yang berteriak kaget, waktu dilihatnya
senjata berbentuk bunga cinta itu yang membikin laki-laki itu tewas. Bukan dia yang
melakukannya sebab dia memang tidak bermaksud membinasakan laki-laki itu yang
hendak dia ajak bicara lagi, memaksa mencari keterangan. Ceng hwa liehiap Liu Giok
Ing mengawasi arah sekelilingnya selagi dia setengah berlutut didekat mavat laki-laki
itu, meneliti dan mencari arah datangnya serangan gelap tadi, dan berhasil dia melihat
adanya sesuatu bayangan hitam yang sedang lari menjauhkan diri dari tempat itu.
, bergerak pesat menyusul, melupakan
laki-laki bekas lawannya yang sudah tewas.
Yakin Liu Giok Ing bahwa seseorang yang sedang dikejarnya itu memiliki ilmu yang
begitu lebih tinggi dari pada laki-laki itu yang sudah tewas, terbukti orang itu berhasil
melepas serangan gelap tanpa dia mengetahui kehadiran orang itu yang umpatkan diri.
Mengapa ? Mengapa orang itu harus umpatkan diri, mengapa orang itu bukan ikut
bertempur ?
Terlalu pesat dan terlalu cepat lari orang yang dikejarnya itu, dan Liu Giok Ing
semakin penasaran dan semakin mengerahkan ilmu pat-pou kan sian atau delapan-

Cheng Hwa Lie Hiap 2 23


langkah mengejar dewa. Entah iblis, entah dewa, tetapi kali ini benar-benar Liu Giok Ing
harus memeras tenaga buat melakukan pengejaran.
Terus orang itu melarikan diri, terus Liu Giok Ing melakukan pengejaran, tanpa
menghiraukan mereka sekarang sudah keluar dari pintu perbatasan kota-raja disebelah
selatan dan masih Liu Giok Ing melakukan pengejaran meskipun sudah jauh dia
meninggalkan kota-raja !
ooOoo
SESAAT setelah Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing melakukan pengejaran terhadap
seseorang yang melepas senjata berbentuk bunga-cinta, maka ditempat bekas
terjadinya pertempuran tadi, datang rombongan orang orang yang naik kuda. Sebanyak
tiga belas orang semuanya.
Seorang laki-laki berpakaian seragam perwira tentara kerajaan, yang agaknya
merupakan pimpinan dari rombongan itu, lompat turun dari kudanya dan mendekati
mayat laki-laki yang pecundang Ceng hwa liehiap Liu Giok Ing.
Dua orang laki-laki lain, secara tiba-tiba muncul dari suatu sudut yang cukup jelas.
Kedua laki-laki yang baru muncul ini, tidak memakai pakaian seragam sebagai tentara
kerajaan, tetapi mereka langsung mendekati perwira yang sedang meneliti mayat bekas
pecundang liehiap Liu Giok Ing.
"Sie ciangkun, kami Ma Kong berdua Ma Kiang siap memberikan laporan . ." kata
salah seorang dari kedua laki-laki yang baru muncul itu, sambil dia memberi hormat
secara militer kepada si perwira yang dia sebut Sie ciangkun, atau panglima Sie, yang
pangkatnya sebenarnya adalah kapten.
Kaptan Sie atau Sie ciangkun yang nama lengkapnya Sie Pek Hong, ikut berdiri
sehabis begitu tadi dia jongkok, dan ikut memberi hormat secara militer, setelah itu
baru dia berkata , "Jie-wie Ma-heng, silahkan kalian bicara !"
"Sesuai dengan perintah dan sesuai dengan rencana, kami berdua sudah menunggu
disini selagi Nie ciangkun berhasil membawa Liu Giok Ing ketempat ini, sampai mereka
berdua bertempur lalu kelihatan jelas Nie ciangkun terdesak bakal kalah, sedangkan
kami lalu melepaskan serangan gelap memakai senjata yang berbentuk bunga-cinta,
sementara Liu Giok Ing mengejar Oey ciangkun yang sengaja melarikan diri menuju
kota San hay koan."

(Bersambung ke Jilid 3)

Cheng Hwa Lie Hiap 2 24


Cheng Hwa Lie Hiap 3 0
CHENG HWA LIE HIAP
(Pendekar Bunga Cinta)
Karya : KHU LUNG
Saduran : Boe Beng Tjoe
Jilid ke 3

B
AGUS, akan tetapi apakah Nie ciangkun sempat bicara dengan Liu Giok Ing,
sebelum dia tewas kena senjata kalian tanya ciang Sie Pek Hong yang
perlihatkan senyumnya, menambah wajahnya semakin tampan meskipun
umurnya sudah tiga-puluh tahun lebih, dan dia bersenyum sebab
mengetahui rencananya telah dilaksanakan oleh para pembantunya, meskipun mereka
harus mengorbankan nyawa seorang teman-sejawat!
"Tidak akan kami membunuh Nie ciang-kun, kalau dia belum sempat bicara dengan
Liu Giok Ing, sesuai seperti rencana dan perintah ciangkun " sahut Ma Kong yang
kakaknya Ma Kiang, sedangkan umur mereka berdua, sedikit lebih tua dari umur Sie
ciangkun.
"Ha-ha-ha . . !" Sie Pek Hong tertawa girang, lalu dia memanggil seorang
pembantunya yang lain, seorang laki-laki yang sudah 40-tahun lebih umurnya.
"Thia-
Sesuai dengan namanya Thio Hek, laki-laki yang bertubuh tinggi penuh otot itu
memiliki kulit yang agak hitam, akibat terlalu banyak kena sinar matahari atau mungkin
akibat terlalu sering bermain api. Suaranya seperti guntur waktu dia berkata : "Mungkin
lupa, akan tetapi kalau aku membicarakan urusan tempo dulu, aku yakin dia pasti akan
teringat . ."
, lalu dia menghadapi semua anak-
buahnya dan berkata lagi :
"Sekarang kalian semua dengarkan baik-baik, kita atur rencana berikutnya.. ."
Semua orang mendengarkan rencana yang dibicarakan oleh ciangkun Sie Pek
Hong, memperhatikannya benar-benar, kemudian semuanya menanggalkan pakaian
militer yang mereka pakai, mengganti dengan pakaian lain, setelah selesai mengatur
rencana mereka tinggalkan tempat itu, meninggalkan mayat Nie ciangkun yang juga
sudah diganti pakaiannya.

Cheng Hwa Lie Hiap 3 1


Sementara itu, hari sudah mendekati subuh waktu Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing
memasuki kota San-hay koan dalam usahanya melakukan pengejaran.
Kota San hay koan yang letaknva disebelah selatan kota raja, merupakan tempat
tinggalnya Gin Lun Hoat-ong, putera ke-5, dari sri baginda maharaja, juga dari seorang
selir. Saudara seayah dengan Giok Lun Hoat-ong, bukan seibu !
Bayangan hitam yang dikejar oleh liehiap Liu Giok Ing, ternyata benar-benar
memasuki rumah pangeran Gin Lun yang mirip seperti istana, dan hal ini memang
sudah diduga oleh liehiap Liu Giok Ing, setelah sempat dia mendengar keterangan yang
diberikan lelaki pecundangnya yang tewas tadi ! Sesungguhnya liehiap Liu Giok Ing tak
pernah menduga, bahwa Gin Lun Hoat-ong merupakan dalang dari si pelaku yang
melakukan pembunuhan biadap, yang memfitnah nama dia, sebab pembunuhnya itu
sengaja dipakai senjata rahasia berbentuk bunga ceng-hwa yang khas menjadi senjata
rahasia yang biasa dia gunakan. Dulu, sebelum dia menjadi isterinya pangeran Giok Lun.
Sehabis Liu Giok Ing mendengar keterangan yang diberikan oleh lelaki
pecundangnya, sebenarnya dia ingin membicarakan kepada suaminya. Ingin dia
memberitahukan meskipun dia yakin bahwa suaminya takkan mempercayai
keterangan itu. Tidak mungkin pangeran Giok Lun mau melakukan perbuatan yang
sekeji itu, dan tak mungkin pangeran Giok Lun mempunyai etikad melakukan
pemberontakan terhadap ayahnya sendiri !
Sekarang, sesudah liehiap Liu Giok Ing mengejar bayangan hitam yang lari
menghilang didalam istana pangeran Gin Lun, maka liehiap Liu Giok Ing bertekad hendak
bertemu dan berbicara dengan pangeran Gin Lun. Ingin dia untuk memaksanya supaya
pangeran yang pengecut itu mengakui perbuatannya, dan kalau mungkin, ingin dia
bawa pangeran itu menghadap kepada sri baginda raja agar ikut mengetahui kejadian
yang sebenarnya, lalu memberikan hukuman terhadap pangeran Gin Lun.
Akan tetapi, kedatangan liehiap Liu Giok Ing ke istana Gin Lun itu bagaikan memang
sudah diketahui, sudah siap ditunggu- tunggu, dan sudah tersedia perangkap buat dia !
Suasana dipenjagaan kelihatan tenang-tenang sewaktu Liu Giok Ing memasuki
bagian halaman dari istana itu tanpa ada seseorang yang mengetahui. Tetapi selekas
itu juga, lalu terdengar pekik-teriak dari banyak orang, dan penuh petugas pengawal
yang langsung mengurung dia rapat rapat !
"Tangkap pembunuh ! Tangkap pembunuh ! teriak para petugas itu, dan beberapa
macam senjata tajam langsung digunakan buat menyerang Liu Giok Ing.

Cheng Hwa Lie Hiap 3 2


Sejenak liehiap Liu Giok Ing terkejut menghadapi kejadian itu, akan tetapi kemudian
dia menyadari tentang adanya perangkap yang memang sudah disediakan buat dia.
Jelas liehiap Liu Giok Ing bertambah marah terhadap pangeran Gin Lun, dan bertambah
yakin dia tentang adanya etikad tidak baik dari pangeran Gin Lun, yang hendak
melakukan pemberontakan, sekaligus hendak membunuh dia dan suaminya.
Mulai liehiap Liu Giok Ing mengamuk, menghunus pedang ku-tie kiam yang terkenal
ampuh dan tajam, mengakibatkan banyak senjata dari petugas pengawal yang putus
menjadi dua, menyusul kemudian mayat-mayat mulai bergelimpangan, disamping
banyaknya petugas yang terluka parah terkena senjata pedang yang ampuh dan tajam
itu.
Seorang perwira yang sudah cukup tua usia dan sudah cukup lama mengabdi
dengan setia kepada pangeran Gin Lun, menjadi marah waktu menyaksikan perbuatan
liehiap Liu Giok Ing, sehingga dia berteriak memaki:
"Liu Giok Ing, ternyata kau benar-benar seperti iblis yang haus darah. Kau pembunuh
pengecut di kota raja, dan kini kau menyebar maut didalam istana pangeran Gin-Ong !!"
Sejenak liehiap Liu Giok Ing seperti terpukau waktu mendengar perkataan perwira
yang cukup tua itu, yang kenal dengan nama Cia Tiong Gok, yang dulu pernah dia
tempur, 10 tahun yang lalu.
"Cia lo ciangkun. Bukan aku, sebaliknya Gin Lun Hoat ong yang sebenarnya
merupakan . . "
,
dan ciangkun tua ini bahkan mendahului menyerang memakai tombaknya,
menggunakan jurus lt wie touw kang' dengan sebatang galah menyeberang telaga.
Berulangkali tombak yang cukup panjang itu berusaha hendak menikam liehiap Liu-
Giok Ing, tetapi liehiap Liu Giok Ing selain berhasil menghindar berkelit, tidak melakukan
perlawanan terhadap perwira yang cukup tua usianya itu, sebaliknya pedang ku-tie
kiam berulangkali berhasil melukakan beberapa petugas lain yang ikut mengepung dan
ikut melakukan penyerangan.
Bertambah marah dan menjadi penasaran perwira Cia Tiong Gok yang tidak berhasil
mencapai niatnya, masih seperti dulu, dan dia merobah gerak serangannya, memakai
ilmu 'hwee-tauw sie-an,' memutar kepala, melihat gili-gili, dan gerak tombak itu
kelihatan bertambah galak mencari sasaran dibagian kepala liehiap Liu Giok Ing.

Cheng Hwa Lie Hiap 3 3


Sementara itu, bayangan hitam yang tadi dikejar oleh liehiap Liu Giok Ing sempat
menanggalkan dan menganti pakaian, lalu menghilang ditengah kesibukan orang orang
yang hendak menangkap atau membunuh liehiap Liu Giok Ing !
Sebaliknya pangeran Gin Lun yang mengetahui kedatangannya Liu Giok Ing yang
sedang mengamuk, ikut keluar dan ikut melihat, sehingga dia terlihat oleh liehiap Liu-
Giok Ing, meskipun nyonya muda yang perkasa itu sedang sibuk menghadapi serangan
kepungan para petugas lain.
Semakin marah dan penasaran liehiap Liu Giok Ing yang sempat melihat kehadiran
pangeran Gin Lun, ingin dia lompat menerkam dan mencekik mampus pangeran itu,
namun tak mudah dia melaksanakan niatnya.
Maka terdengar pekik suara yang luar biasa kerasnya. Pekik suara Ceng hwa liehiap
Liu Giok Ing yang meluap rasa benci dan rasa dendam seperti dulu, lebih dari 10 tahun
yang dulu, waktu meluap rasa benci dan rindu terhadap si pendekar tanpa bayangan
Kwee Su Liang !!
Sepasang tangan Ceng hwa liehiap Liu-Giok Ing kelihatan gemetar, juga jiwanya
terasa bergetar sebab dia sedang mengerahkan tenaga Eng jiauw kang, tenaga kuku
garuda yang luar biasa, sehingga waktu sepasang tangan itu bergerak, maka
tombaknya ciangkun Cia Tiong Gok patah tiga, sementara sarung pedang ku-tie kiam
ditangan kiri berhasil membikin tiga orang pengawal menjadi lumpuh. Kemudian
dengan suatu gerak yang indah dan pesat, tubuh liehiap Liu Giok Ing melesat tinggi dan
jauh, sehingga dengan tiga kali gerak lompatan memakai landasan kepala manusia,
maka berhasil dia berada di dekat tempat pangeran Gin Lun berdiri.
Akan tetapi, sejenak liehiap Liu Giok Ing berdiri seperti terpukau, tanpa dia mampu
bersuara mengucap kata-kata, sebab dilihatnya disisi Gin Lun Hoat ong ikut berdiri
seorang perempuan muda cantik dan gagah perkasa, Kang-lam liehiap Soh Sim Lan
yang teman-baik Liu Goat Go, adiknya Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing.
Ya, Kang-lam liehiap Soh Sim Lan dara dari wilayah utara, yang namanya cukup
menyemarak dikalangan rimba persilatan, yang kegagahannya pernah dia saksikan
waktu dara yang perkasa itu tembus menjelajah kewilayah selatan. Mengapa dara yang
perkasa dan berjiwa pendekar itu sekarang berada di sisi pangeran Gin Lun? Mengapa
dia kesudian membantu seorang manusia yang keji bahkan pengecut? Atau,
mungkinkah Kang-lam liehiap sudah jadi isteri Gin Lun Hoat-ong ?
Cuma sejenak Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing sempat berpikir, cuma dua kali dia
sempat menarik napas panjang bagaikan menyesal, setelah itu ciangkun Cia Tong Gok

Cheng Hwa Lie Hiap 3 4


sudah mulai melakukan penyerangan memakai senjata golok, sebab ciangkun yang tua-
usia ini sudah turut mengejar, menyimpan rasa marah dan penasaran, disamping
merasa cemas memikirkan keselamatan sang pangeran.
Ciangkun Cia Tong Gok menyerang memakai senjata golok, sebagai pengganti
senjata tombak yang telah patah menjadi tiga dan Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing
menyadari bahwa ciangkun yang tua-usia itu memiliki ilmu silat golok golongan Pat-
kwa to, disamping ilmu tombak Gak-hui yang sakti.
Serangan pertama yang dilakukan oleh perwira tua Cia Tong Gok memakai jurus
'tay-san ap-teng' atau gunung tay san menindih, golok yang tajam dan cukup berat itu
bergerak dari arah atas menuju bagian bawah bagaikan angin membelah tubuh liehiap
Liu Giok Ing. Akan tetapi dengan berkelit kesamping, liehiap Liu Giok Ing berhasil
menghindar dari serangan itu, bahkan sebelah kakinya bergerak menendang, kena
lengan kanan ciangkun Cia Tong Gok yang sedang memegang golok, mengakibatkan
golok itu terbang menghilang lepas dari pegangan, sementara ciangkun Cia Tong Gok
meringis menahan rasa sakit.
Segera terdengar suara pekik halus dari Kanglam liehiap Soh Sim Lan, yang ikut
melakukan penyerangan terhadap liehiap Liu Giok Ing, menyerang memakai pedang
dan menggunakan jurus 'dewi-cantik persembahkan buah-tho', menikam bagian dada.
-cepat
bergerak mundur kebelakang tiga langkah.
Terasa pedih hati liehiap Liu Giok Ing, sangat pedih. Kanglam liehiap Soh Sim Lan
yang kakak seperguruan dari adiknya, yang teman akrabnya, sekarang ikut menyerang
dia melulu sebab urusan pangeran Gin Lun.
Sekali lagi liehiap Liu Giok Ing harus menghindar dari serangan Kanglam liehiap
Soh Sim Lan, yang menikam seperti tadi, cuma jurusnya ganti memakai jurus 'cia-bwe
keng-hud' atau mempersembahkan bunga untuk sang toapekong. Tetapi pada saat itu
lo-ciangkun Cia Tong Gok menendang tanpa tahu liehiap Liu Giok ing, kena dibagian
betis sehingga terasa sakit dan pedih, sehingga bagaikan diluar kesadarannya, pedang
ku-tie kiam bergerak dan berhasil membuntungkan sebelah kaki ciangkun tua yang
sudah cukup lama mengabdi kepada Gin Lun Hoat-ong ! Berteriak pangeran Gin Lun
sekeras-kerasnya. Teriak haru dan teriak marah. Dikarenakan melihat pengawalnya
yang setia kehilangan sebelah kaki dan marah menganggap perbuatan Liu Giok Ing
terlalu kejam ! Sekilas terpikir oleh pangeran Gin Lun, entah apa kesalahannya sehingga
sang kakak-ipar itu memusuhi dia entah apa sebabnya sehingga sang kakak-ipar itu
mengulang perbuatannya seperti 10-tahun yang lalu, membunuh dan mengacau kota-

Cheng Hwa Lie Hiap 3 5


raja, bahkan didalam istana-kerajaan: untung ada 'seorang' yang memberi khabar
kepadanya tentang malam itu sang kakak ipar akan mendatangi tempatnya, hendak
membunuh dia !
Sebatang pedang pusaka siap ditangan pangeran Gin Lun, ingin dia menyabung
nyawa dengan sang kakak ipar yang galak dan kejam itu, akan tetapi perbuatannya
didahului oleh Kanglam liehiap Soh Sim Lan yang sudah menyerang terhadap sang
kakak ipar itu.
Cuma sekali liehiap Liu Giok Ing menangkis serangan Kanglam liehiap Soh Sim Lan,
menangkis memakai sarung pedang ku tie kiam. Terdengar bunyi suara benturan yang
cukup keras, lalu dua duanya tersentak mundur merasakan tenaga tekanan yang cukup
besar, sedangkan liehiap Liu Giok Ing sengaja meminjam tenaga benturan tadi, buat dia
langsung menjauhkan diri dari tempat itu. Dengan gerak 'tui-rek sam-cia' dan dengan
tiga kali lompatan memakai landasan kepala manusia, liehiap Liu Giok Ing menghilang
dari halaman istana pangeran Gin Lun !
Ingin Ceng-hwa liehiap menangis setelah dia berhasil menghilang dari istana
pangeran Gin Lun. Gagal segala usahanya yang hendak menangkap pangeran Gin Lun
buat diajak menghadap kepada sri baginda maharaja, bahkan langkah kakinya timpang
selagi dia melakukan perjalanan menuju kota raja, ingin pulang mengadu kepada sang
suami yang besar kasih sayangnya terhadap dia.
Tidak mungkin lagi buat Ceng hwa liehiap Liu Giok Ing menggunakan ilmu lari cepat
buat menuju pulang, sebab matahari sudah nongol dan lalu-lintas sudah cukup ramai.
Kemungkinan orang-orang akan menganggap dia gila, kalau dia lari timpang di jalan-
raya !
Terpaksa Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing harus jalan kaki perlahan-lahan, seperti
orang-orang lain, cuma bedanya langkah kakinya timpang bekas kena tendang !
ooOoo
"SIAO KOUWNIO, siapa nama kau dan apa keperluan kau datang menghadap ?" tanya
menteri kehakiman Pauw Goan Leng, sambil dia mengawasi Siu Lan yang sedang
berlutut. Sepasang mata menteri kehakiman yang tua usia sebenarnya masih
mengantuk, akan tetapi wajah cantik dan tubuh merangsang yang dimiliki oleh Siu Lan,
berhasil membikin sepasang mata itu kelihatan segar seperti disiram air.
Sementara itu Siu Lan yang sedang berlutut dengan tubuh gemetar, bahkan mau
menangis sebab menahan rasa takut, didalam hati dia merasa penasaran sebab
menteri kehakiman memakai istilah 'siao-kouwnio' atau nona kecil, waktu bicara tadi.

Cheng Hwa Lie Hiap 3 6


Tidakkah menteri yang tua tetapi kelihatan galak itu mengetahui, betapa dia memiliki
tubuh yang segar dan sudah pandai bikin anak ? Akan tetapi, karena rasa takutnya itu,
Siu Lan berkata dengan nada suara gemetaran :
"Nama hamba Siu Lan, hamba bekerja sebagai pelayan dari pangeran Giok Lun."

matanya ogah meram, asyik menikmati bagian dada Siu Lan yang tiga empat, kalau
menurut perkiraan dia. "Ampun tay-jin. Hamba terpaksa menghadap tay-jin pagi-pagi,
sebab hamba perlu cepat-cepat balik lagi. Hamba tahu tay-jin masih ngantuk meskipun
sepasang mata tay-jin ogah ditutup. Hamba ingin melaporkan tentang peristiwa
mengerikan yang terjadi semalam . . "
Kaget juga menteri kehakiman Pauw Goan Leng sampai kepalanya ikut geleng-
geleng. Memang semalam tidurnya sudah terganggu karena adanya laporan tentang
peristiwa pembunuhan dirumahnya menteri pertanian dan menteri pertanian itu tewas
dibunuh oleh seorang yang menggunakan senjata rahasia berbentuk bunga- cinta.
Buru-buru Pauw Goan Leng memerintahkan kepala polisi Hamutu buat melakukan
pemeriksaan dan penyelidikan, bukan untuk menangkap sebab yakin sipembunuh
sudah kabur.
Kepala polisi Hamutu memang terkenal pandai menyelidik, sejak dulu waktu masih
menetap digurun pasir Gobi, waktu dia sering mendapat tugas menyelidik onta-onta
yang kabur lari, sampai kemudian dia tersesat diatas gunung Gobi, bertemu seorang
tua sakti bertemu dengan onta yang lari. Dan dari orang tua yang sakti itu dia berhasil
menambah ilmu, lalu pindah ke kota raja sebab bercita-cita ingin menjadi raja, tetapi
untuk sementara dia cuma memperoleh kerja sebagai kepala polisi.
Sesuai dengan perintah menteri kehakiman, tengah malam buta dia terpaksa buka
mata, meninjau dan memeriksa berbagai macam bibit tanaman dirumah menteri
pertanian sebab buat urusan pembunuhan sudah dia ketahui siapa pelakunya atau si
pemilik senjata rahasia berbentuk bunga-cinta. Ceng hwa liehiap Liu Giok Ing yang
cantik jelita dan pandai menyebar cinta, akan tetapi sukar didekati sebab galaknya
seperti macan betina ! Bergegas Hamutu ingin buru-buru pulang, ingin buru-buru
menyusun laporan, dua lembar sekaligus, yang satu buat menteri kehakiman dan yang
satu lagi buat sri baginda maharaja, yang hendak dia serahkan sendiri, dengan harapan
dia bakal menerima jasa dipungut mantu, supaya tambah cepat dia bisa menggantikan
jadi raja.
Akan tetapi, belum sempat dia mencapai rumah, sudah datang laporan lain yang
mengatakan ada keributan dirumah pangeran Giok Lun.

Cheng Hwa Lie Hiap 3 7


"Heh, berkelahi dia ?" tanya Hamutu kepada pembantunya yang membawa laporan.
"Iya . ." sahut sang pembantu yang serba tangkas.
"Lawan lelakiny ."
"Bukan ! Lawan maling yang sudah berhasil melukai pangeran Giok Lun !"
Bergegas Hamutu memimpin rombongannya pulang, bukan memeriksa dirumah
pangeran Giok Lun, takut bertemu 'macan betina yang galak' !
Lupa Hamutu menulis surat laporan, sebab buru-buru dia naik ke atas tempat tidur,
menarik selimut menutupi seluruh tubuhnya. "Siangkoan sakit ?" tanya isteri Hamutu,
lembut-mesra-manja suaranya.
"Huuuuhh ! Habis nguber macan !" dan buru-buru Hamutu meram, kepingin buru-
buru tidur tetapi kagak bisa pulas, mikirin macan betina yang cantik jelita tetapi
galaknya kagak tahan. Akan tetapi, belum sempat Hamutu pulas tertidur, bininya sudah
goyang-goyang ranjang membangunkan dia. Mau marah hamutu, tapi batal, sebab ada
seorang cewek yang mencari dia, katanya. Bergegas Hamutu buru-buru turun dari atas
ranjang, menuju kantor meskipun sepasang matanya masih meram-meram, hampir
membentur dinding tembok. Akan tetapi sepasang matanya itu cepat berobah menjadi
melek-melek waktu dilihatnya Siu Lan yang cari dia.
"Mau apa ?" tanya Hamutu lembut-lembut mesra-mesra, tetapi ternyata Siu Lan
datang membawa laporan tentang 'macan betina yang galak', yang semalam
membunuh orang katanya.
Bergegas dan buru-buru Hamutu menarik sebelah tangan Siu Lan, untuk diajak
menghadap menteri kehakiman, akan tetapi sempat membikin janji, 'habis melapor, kita
jalan-jalan dulu.' Bergegas dan buru-buru menteri kehakiman Pauw Goan Leng
mengusap sepasang matanya, supaya tetap melek habis mengingat-ingat peristiwa
semalam, sedangkan kepada Siu Lan lalu dia berkata, tetap dengan suara galak-galak
lembut :
"Hemm bocah manis. Jangan kau anggap perbuatan main-main datang menghadap
kepadaku, aku masih mengantuk, kalau kau mau tahu. Tetapi, coba kau ceritakan
semuanya. Kalau cerita kau enak didengar, akan kuberi hadiah, sebaliknya kalau cerita
kau menjengkelkan aku, akan kusimpan kau didalam kamar tahanan.
Tersenyum Siu Lan waktu mendengar perkataan menteri tua-tua keladi itu. Cukup
manis senyumnya dan cukup bikin jantung laki laki tua itu goyang-goyang mau copot.

Cheng Hwa Lie Hiap 3 8


"Ampun lo ya. Eh, tay jin. Tetapi semalam hamba menyaksikan sendiri perbuatan
itu, perbuatan menyeramkan yang dilakukan oleh Hoat ong nio cu Liu Giok Ing . ."
Sekilas Pauw Goan Leng tersenyum waktu mendengar Siu Lan meralat 'istilah' lo-
ya (tuan-tua), senang dia, dianggap belum tua. Akan tetapi segera dia menjadi kaget
waktu Siu Lan menyebut nama Liu Giok Ing yang isteri Giok Lun Hoat-ong, yang
dikatakan sebagai si pelaku dari perbuatan pembunuhan itu, terlebih ketika selanjutnya
Siu Lan menceritakan tentang kejadian semalam. Dikatakannya bahwa Siu Lan melihat
Ceng-hwa liehiap terbang memasuki kamar memakai kain warna hitam. Ditangannya
sudah siap dengan pedang yang tajam, menerkam suaminya sehingga Siu Lan yang
menjerit-meram ketakutan setelah itu Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing pergi lagi, kagak
pulang pulang sebaliknya diterima berita dirumah menteri pertanian terjadi ribut-ribut
dan menteri pertanian mati dibunuh. Pasti dilakukan oleh nio-cu.. " Siu Lan
menambahkan dan menyudahi perkataannya.
Sekilas sepasang mata Pauw Goan Leng meram-meram, cuma sekilas sebab dia
merasa perlu berpikir, akan tetapi sayang membuang kesempatan melek-melek
mengawasi tubuh Siu Lan. Setelah itu bergegas dia bangun dari tempat duduknya,
dijinjingnya di bagian bawah pakaiannya yang gombrang gombrang lalu didekati Siu
Lan yang masih berlutut, pegal tentunya bocah manis itu. Dituntunnya Siu Lan supaya
bangun berdiri, lembut perlahan-lahan sampai dia bersenyum, sehingga berhasil dia
menambah senyum Siu Lan yang kelihatan makin manis, makin mesra. Setelah itu,
keras-keras dia berkata kepada Hamutu : "Tangkap bocah ini dan simpan didalam
kamar, eh, kamar tahanan!"
Bergegas dan buru-buru Hamutu mematuhi perintah atasannya, ingin dia ganti
meraih dan memegang sebelah tangan Siu Lan, akan tetapi batal dia lakukan sebab
dibentak oleh atasannya. Terpaksa Hamutu menuntun Siu Lan memakai sebatang
pedang yang dia pegang dan yang dipegang oleh Siu Lan. Jalan mereka iring- mengiring
dan digiring oleh sepasukan polisi yang menjadi bawahannya Hamutu.
Bergegas dan buru-buru menteri kehakiman Paow Leng segera meninggalkan
kantor, menuju istana kerajaan hendak memberikan laporan kepada sri baginda
maharaja.
Bergegas dan buru-buru sri baginda maharaja meninggalkan selir kesayangannya,
sebab ada laporan menteri kehakiman datang menghadap. Ngomel-ngomel sri baginda
maharaja dihadapan menteri kehakiman Pauw Goan Leng, hampir-hampir Pauw Goan
Leng lupa laporan yang hendak diberikan. Cuma sepotong-sepotong yang Pauw Goan
Leng bisa ceritakan tentang kejadian semalam, sebab sri baginda raja tetap ngomel-

Cheng Hwa Lie Hiap 3 9


ngomel tanpa dia dengar apa yang dilaporkan oleh Pauw Goan Leng sebab sepasang
mata maharaja agung itu masih meram-meram, menikmati belaian lembut mesra dari
selir kesayangannya. Pauw Goan Leng cuma mendengar raja memerintahkan dia untuk
menangkap pangeran Giok Lun juga bininya. Dua-duanya harus ditangkap. Memang
tidak sukar menangkap pangeran Giok Lun setelah ada perintah dari sri baginda
maharaja, tetapi untuk menangkap 'macan-betina yang galak', bisa tobat-tobat menteri
kehakiman yang tua-tua keladi itu.
"Eh, itu Siu Lan yang membawa laporan, apa benar-benar dia bocah manis . ." tanya
sri baginda maharaja yang agung, yang mendadak sepasang matanya melek-melek
mengawasi Pauw Goan Leng.
Kaget juga Pauw Goan Leng sebab secara mendadak sri baginda maharaja yang
agung itu mengalihkan bahan pembicaraan. Agak takut dia melihat sri baginda raja
yang melek-melek mengawasi, ada kesempatan buat dia untuk bicara, dan merocos dia
bicara, selangit memberikan pujian tentang kecantikan Siu Lan. "He-he-he . . !" tiga kali
he sri baginda maharaja yang agung itu tertawa sebaliknya pangeran Giok Lun kaget
dan bingung waktu pagi itu dia menerima kedatangan menteri kehakiman Pauw Goan
Leng.
Pangeran Giok Lun memang sedang bingung bahkan cemas. Semalaman suntuk
dia tidak tidur, menunggu sang isteri tercinta yang keluar malam-malam dan tidak
pulang-pulang. Lupa dia dengan sebelah kaki dan sebelah lengannya yang terluka,
sebaliknya dia lebih memikirkan nasib sang isteri tercinta, takut kalau kalau sang isteri
mendapat cedera.
Lim ciangkun yang diminta mengikuti perjalanan isterinya, hanya berhasil
menemukan mayat manusia yang tewas kena senjata rahasia berbentuk bunga-cinta.
Siapa yang membunuh orang itu ? Mungkin isterinya, mungkin juga bukan isterinya,
meskipun orang itu tewas terkena senjata rahasia yang biasanya digunakan oleh
isterinya.
Nah ! Senjata rahasia berbentuk bunga-cinta yang memang sedang dia risaukan,
setelah dia mengetahui ada orang lain yang juga menggunakan senjata itu, yang
bahkan sedang menyebar maut di kota raja, khususnya di istana kerajaan, Siapakah
orang itu ? Senjata rahasia yang berbentuk bunga-cinta itu, bahkan hampir-hampir
merenggut nyawa Giok Lun Hoat-ong, kalau dia tidak menyimpan obat yang khas buatan
isterinya.
Isteri kesayangan itu sekarang sedang mengejar si pelaku atau si penyebar maut
itu, dan isteri kesayangan itu kagak pulang- pulang, meskipun sampai matahari nongol

Cheng Hwa Lie Hiap 3 10


keluar. Kenapa ? Jelas dia memikirkan dan merisaukan, khawatir isteri kesayangannya
mendapat cedera, sehingga sekali lagi dia memerintahkan Lim ciangkun mencari
isterinya.
Justeru selagi dia sedang risau dan bingung datang menteri kehakiman Pauw Goan
Leng, dan menteri yang tua usia ini tidak langsung mengeluarkan surat perintah
penangkapan yang dia terima dari sri baginda maharaja, sebaliknya dia hanya
mengatakan bahwa sri baginda maharaja memanggil sang pangeran dan isterinya buat
menghadap.
Bertambah bingung pangeran Giok Lun yang mengetahui maksud kedatangannya
menteri kehakiman. Haruskah dia beritahukan bahwa isterinya belum pulang, bekas
semalam pergi meninggalkan rumah ? Kemana ? Repot juga pangeran Giok-Lun,
kemungkinan isterinya akan mendapat tambahan fitnah dianggap biasa keluyuran
diwaktu malam sampai pagi belum pulang.
"Pauw-heng, sesungguhnya aku sangat menyesal bahwa sekali ini aku tidak
mungkin memenuhi panggilan hu-ong. Bukan sebab aku sengaja tidak mentaati
panggilan hu-ong akan tetapi sesungguhnya isteriku sedang pergi dan belum pulang."
"Pergi kemana ?" tanya Pauw Goan Leng tanpa terasa, sebab tidak seharusnya dia
berani melakukan pertanyaan semacam itu.
"Keluar kota !" sahut pangeran Giok Lun singkat, seperti merasa tersinggung.
Sejenak hening tidak ada yang bicara, akan tetapi kepala menteri kehakiman itu
mengangguk-angguk sambil dia perlihatkan senyumnya. Senyum yang susah diartikan
oleh pangeran Giok Lun. Mungkinkah menteri yang tua usia ini sudah mendengar perihal
fitnah mengenai isterinya ? Atau mungkinkah menteri-kehakiman ini justeru ikut
menduga atau menuduh isterinya yang melakukan pembunuhan-pembunuhan itu ?
Disaat menteri-kehakiman Pauw Goan-Lang membuka mulut hendak bicara,
mendadak dia harus menunda sebab seorang pelayan datang membawa laporan,
mengatakan Sui Lan pergi menghilang sejak pagi-pagi tadi.
"Akh . . !" pangeran Giok Lun bersuara tertahan cuma itu: lalu cepat-cepat dia
perintahkan pelayan itu pergi tanpa dia perdulikan soal menghilangnya Sui Lan.
Pikirannya sedang dia pusatkan terhadap persoalan isterinya dan urusan panggilan
sang ayah yang begitu tiba-tiba.
Sementara itu, menteri kehakiman Pauw-Goan Leng yang tadi batal bicara,
kemudian dia mengeluarkan surat perintah yang dia terima dari sri baginda maharaja,
sehingga sudah tentu pangeran Giok lun menjadi semakin bertambah kaget dan

Cheng Hwa Lie Hiap 3 11


bingung. Tetapi seorang anak yang berbakti kepada ayahnya, lagipula dia merasa tidak
bersalah, maka dengan tenangkan diri akhirnya dia ikut menteri kehakiman, untuk
dibawa menghadap kepada sri baginda maharaja.
Dilain pihak, dengan langkah kaki yang masih pincang, disaat hari sudah mulai
malam, Ceng hwa liehiap Liu Giok Ing yang sedang menempuh perjalanan seorang diri,
sudah hampir tiba di pintu kota raja sebelah selatan.
Sejenak Ceng hwa liehiap Liu Giok Ing berdiri diam bersandar pada sebuah pohon
beringin. Terlalu letih keadaan Ceng hwa liehiap Liu Giok Ing waktu itu, sepasang
matanya redup, sayu dia mengurung diri dalam rangkulan suaminya, tidak pernah
melakukan perjalanan yang sejauh itu, tidak membegal uang-saku sehingga tidak
mungkin dia menyewa sebuah kereta kuda.
Sepuluh tahun lebih dia tidak pernah berkecimpung lagi didalam kalangan rimba
persilatan, bahkan sudah tidak dia perhatikan lagi. Sekarang, secara tiba-tiba dia harus
berlari, melawan sekian banyak orang yang mengepung dia, bahkan Kanglam liehiap
Soh Sim Lan ikut-ikut menentang dia, kenapa? Terasa pedih dan sakit hatinya kalau dia
teringat lagi dengan kejadian itu, sehingga dendamnya terhadap pangeran Gin Lun
menjadi kian bertambah, pangeran Gin Lun yang sudah memfitnah dia, dan pangeran
Gin Lun yang menghasut orang orang yang memusuhi dia, termasuk Kanglam liehiap
Soh Sim Lan, yang satu perguruan dengan adiknya, Liu Goat Go.
"Moay-moay, dimana kau berada . .?" Ceng hwa liehiap Liu Giok Ing berkata perlahan,
teringat dengan adiknya yang tidak dia ketahui jejaknya sehingga bertambah dia
penasaran dengan Kanglam liehiap Soh-Sim Lan. Andaikata tadi mereka sempat bicara,
ingin benar dia menanyakan perihal adiknya itu.
Lesu bagaikan kehilangan gairah, liehiap Liu Giok Ing melangkah lagi hendak
mencapai pintu kota raja, tetap timpang langkah kakinya, dan mendadak dia menunda
lagi langkah kakinya, sebab telinganya yang memang sudah terlatih, mendadak
mendengar suara yang tidak wajar.
Segera Ceng hwa liehiap Liu Giok Ing memusatkan alat pendengarannya, sehingga
sesaat kemudian dia merasa yakin bahwa suara yang didengarnya adalah suara
rintihan seseorang. Suara rintihan seseorang yang sedang menahan rasa sakit, dan
seseorang itu adalah seorang laki-laki.
Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing meneliti lalu mendekati arah suara rintihan itu
terdengar, sehingga dilain saat dia menemukan Lim ciangkun yang rebah terluka parah
dekat sebuah selokan.

Cheng Hwa Lie Hiap 3 12


"Lim ciangkun !M liehiap Liu Giok Ing bersuara kaget.
"Nio-cu . " Lim ciangkun bersuara lemah, terlalu parah luka yang dideritanya.
"Lim ciangkun, mengapa kau terluka ?" tanya liehiap Liu Giok Ing, yang terpaksa
harus setengah berlutut memeriksa luka perwira yang tugasnya sebagai pelindung
dirumahnya.
"Nio-cu, ong-ya ditangkap . ."
"Heh !" kaget liehiap Liu Giok Ing, dan bersusah payah Lim ciangkun menceritakan
peristiwa yang terjadi.
Siang tadi Lim ciangkun pulang sehabis sia-sia mencari liehiap Liu Giok Ing, akan
tetapi dia sangat terkejut ketika mengetahui bahwa Giok Lun Hoat-ong sudah ditangkap
oleh menteri kehakiman, berdasarkan perintah dari sri baginda maharaja.
Lim ciangkun bergegas meninggalkan rumah, hendak mencari keterangan tempat
ditahannya Giok Lun Hoat-ong, sampai kemudian diketahui olehnya bahwa pangeran itu
ditahan didalam istana raja, dibagian bawah tanah. Kaget dan cemas Lim ciangkun
sebab dia tidak berdaya buat memberikan pertolongan, dan dia menjadi lebih kaget lagi,
ketika pihak istana-kerajaan sudah mengetahui bahwa liehiap Liu Giok Ing melakukan
pengacauan dirumahnya pangeran Gin Lun, di kota San hay koan, sehingga liehiap Liu
Giok Ing juga sedang dicari oleh pihak kerajaan untuk ditangkap !
Semakin Lim ciangkun menjadi kaget bahkan menjadi gugup, terlebih ketika ada
seorang dari pihak istana kerajaan yang melihat dia, dan mengenali dia sebagai perwira
yang bertugas dirumah Giok Lun Hoat-ong dan orang itu lalu memanggil kawan-kawan
mereka, untuk menangkap Lim ciangkun dengan harapan mendapat jasa dari sri
baginda maharaja.
Dalam gugupnya Lim ciangkun melakukan perlawanan, sehingga semakin lama
semakin banyak tentara-kerajaan yang mengepung dia, dan mereka bahkan berteriak
'tangkap pembunuh' setelah Lim ciangkun melukai beberapa orang yang hendak
menangkap dia. Terpaksa Lim ciangkun berlari-lari dan bertempur karena dia terus
dikejar, sampai akhirnya dia terluka parah tetapi dia berhasil menghilang dari para
pengejarnya, lalu sengaja dia menuju ke pintu kota raja sebelah selatan, bermaksud
menunggu kedatangannya sang nio-cu, yang katanya sedang dalam perjalanan habis
melakukan pembunuhan dirumahnya pangeran Gin Lun di kota San-hay koan !
Berhasil Lim ciangkun bertemu dengan isteri majikannya, dan berhasil Lim
ciangkun menceritakan peristiwa itu, tetapi setelah itu dia mati dekat kaki isteri
majikannya.

Cheng Hwa Lie Hiap 3 13


Menangis liehiap Liu Giok Ing didekat mayat Lim ciangkun, menangis bukan buat
yang mati, akan tetapi buat sang suami yang ikut menderita karena perbuatan dia.
Jelas Gin Lun Hoat ong sudah memberikan laporan ke istana- kerajaan, dan yang
membawa laporan itu tentu naik kuda, sehingga mendahului liehiap Liu Giok Ing yang
jalan pincang- pincang.
"Siangkong, oh siangkong . ." liehiap Liu Giok Ing mengeluh diantara isak-tangisnya,
untung tidak ada orang yang mendengarnya. Andaikata ada yang mendengar atau
melihat, tentu dianggapnya bahwa Lim ciangkun yang tewas adalah suaminya liehiap
Liu Giok Ing.
Bertekad liehiap Liu Giok Ing mencari suaminya, tak perduli dia harus
mempertaruhkan nyawa, tak perduli dia harus menyebar maut lagi!! Sekali ini dia akan
berkelahi, untuk suami dan untuk dirinya sendiri.
Sepasang matanya bersinar menyala waktu dia bangun berdiri, lalu didalam hati
dia mengucap kata-kata 'maaf' kepada Lim ciangkun, sebab dia tidak bisa mengurus
jenazah perwira yang setia itu, dan dia harus cepat-cepat berusaha menolong
suaminya.
ooOoo
MALAM SUDAH CUKUP waktu Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing tiba di istana kerajaan,
tetapi dia menjadi terkejut ketika melihat penjagaan yang begitu ketat, bagaikan sudah
direncanakan bila dia bakal datang mengacau ketempat itu.
Dengan gerak 'yan-cu coan-in' atau burung walet menembus angkasa, tubuh liehiap
Liu Giok Ing lompat pesat mencapai bagian tembok halaman istana: dan sekali lagi dia
lompat lalu hinggap pada sebuah pohon yang lebat, tanpa ada seorang petugas penjaga
yang melihat dan mengetahui.
Sejenak liehiap Liu Giok Ing terdiam berpikir, lupa dia dengan betisnya yang masih
terasa sakit disebabkan bekas kena ditendang, sebaliknya sempat dia menikmati
lembutnya belaian angin malam, yang bagaikan belaian tangan-tangan suaminya.
Memang bakal repot kalau dia harus bertempur selagi dia belum berhasil menolong
suaminya, dia harus mengatur siasat supaya kedatangannya jangan sampai diketahui
oleh pihak tentara yang bertugas, setelah berhasil menolong sang suami, boleh dia
berpesta menyebar maut !!
Lompat lagi liehiap Liu Giok Ing keatas genteng yang terdekat, lalu pindah pada
genteng yang tertinggi, dan pindah-pindah lagi sampai berhasil dia mencapai bagian
belakang dari istana kerajaan yang besar dan luas itu, lalu dia mencari ruang dapur

Cheng Hwa Lie Hiap 3 14


dan mulai dia melepas api, bukan di satu tempat, tetapi di beberapa tempat yang
terpisah cukup jauh, dia melepas api membikin terjadinya kebakaran !!
Ribut tentara-kerajaan yang bertugas menjaga, berteriak mereka 'ada kebakaran'
dan lari-lari berusaha memadamkan api. "Kebakaran dimana 1" tanya seorang perwira
yang 'nyelip' keluar dari cela-cela daun pintu kamar salah satu selir raja. "Di dapur !"
sahut seorang tentara yang gugup lari.
"Kurang ajar !" perwira itu memaki, ingin masuk lagi kedalam kamar selir raja, akan
tetapi batal dia lakukan ketika seorang tentara lain memberitahukan tentang adanya
kebakaran. "Kebakaran dimana 1" tanya perwira itu marah-marah.
"Di kandang kuda !"
"Sialan !" tetapi buru-buru perwira itu lari menuju kandang kuda, takut kudanya
terbakar.
Dalam keadaan yang kacau-balau yang semacam itu, liehiap Liu Giok Ing berhasil
melukai seorang tentara kerajaan, dan korban itu kemudian dia tarik-tarik mencapai
sudut tempat yang cukup gelap. Dilepaskannya semua pakaian tentara itu yang lalu dia
pakai, sehingga dilain saat liehiap Liu Giok Ing berobah menjadi seorang tentara, yang
lari pincang-pincang diantara banyaknya tentara yang sedang lari-lari. Akan tetapi,
liehiap Liu Giok Ing bukan lari mendekati tempat kebakaran, sebaliknya lari ketempat
penjara dibawah tanah, yang memang sudah dia ketahui letak tempatnya, sebab dulu
pernah dia ubrak-abrik berantakan !
Ada sebuah lubang angin diantara sekian banyaknya lubang-angin yang berangka
tulang-besi, akan tetapi pedang ku-tie kiam mudah saja membabat putus tulang-tulang
besi itu, dan nyeplos masuk tubuh liehiap Liu Giok Ing kedalam ruangan penjara
dibawah tanah, akan tetapi selekas itu juga kehadirannya diketahui oleh dua orang
petugas penjaga penjara.
"Eh, ngapain kau masuk dari lubang angin.. " tanya salah seorang petugas penjara
itu, menganggap liehiap Liu Giok Ing adalah tentara yang bertugas menjaga dibagian
luar.
Tanpa mengucap kata-kata, liehiap Liu Giok Ing 'menyapu' memakai pedang ku-tie
kiam, sehingga bergelundungan jatuh dua kepala manusia yang mati penasaran !
Datang lagi dua orang petugas penjara yang sempat melihat kejadian itu, mereka
berteriak kaget, tetapi cuma sempat sekali menangkis pedang ku-tie kiam yang datang
menyambar, lalu senjata mereka putus menjadi dua dan tulang iga mereka ikut putus,
sehingga ajal menjadi bagian mereka.

Cheng Hwa Lie Hiap 3 15


"Siangkong -i i" liehiap Liu Giok Ing berteriak haru ketika dilihatnya suaminya sedang
rebah meringkuk didalam kamar tahanan berpintu dan bertulang besi.
"Moay-moay -!" pangeran Giok Lun bersuara lemah tetapi girang, melihat
kedatangan isteri tersayang yang selalu dia pikirkan, yang dia merasa cemas, khawatir
isteri tersayang mendapat cedera.
Sepasang mata liehiap Liu Giok Ing basah dengan air mata, melihat keadaan
suaminya yang ikut menderita, lalu pedang ku-tie kiam merusak pintu tempat tahanan,
dan Liu Giok Ing masuk lalu merangkul dan menangis.
"Siangkong, maafkan.. " kata Liu Giok Ing diantara suara isak tangisnya, tetapi
suaminya cepat-cepat memutus perkataannya: "Huuuuusssh, jangan menangis moay-
moay." dan pangeran Giok Lun membelai rambut isteri kesayangannya.
"Siangkong, kita harus cepat-cepat lari dari sini . ." kata liehiap Liu Giok Ing dalam
rangkulan suaminya.
Terdiam Giok Lun Hoat-ong tidak segera memberi jawaban, sehingga liehiap Liu
Giok Ing melepas diri dari pelukan suaminya mengawasi dengan sepasang mata basah
dan bersinar redup-haru.
"Moay-moay, kakiku masih sakit, lukanya membengkak sehingga tidak mungkin aku
bisa lari !"
"Akan kugendong !" terlalu cepat liehiap Liu Giok Ing menjawab, dan dia bahkan
langsung bangun berdiri, siap dengan bagian punggung buat tempat sang suami.
"Sebelah tanganku masih sakit, tak mungkin aku ikut bertempur."
"Siang-kong tidak perlu ikut berkelahi.. " Liu Giok Ing memaksa, sehingga pangeran
Giok Lun bagaikan terpaksa, membiarkan diri digendong oleh 'macan betina
kesayangannya' itu.
Hilang rasa sakit pada sebelah kaki liehiap Liu Giok Ing yang bekas kena tendang,
sebab dia menyadari bahwa dia harus menolong dan melindungi suaminya, terlalu
pesat gerak tubuhnya waktu dia lompat keluar dari penjara dibawah tanah, bagaikan
dia tidak merasa terintang meskipun harus menggendong sang suami.
Tetapi, selekas dia berada dihalaman istana kerajaan, maka secepat itu juga dia
dikurung dan dikepung oleh sejumlah tentara kerajaan.
"Tangkap ! ada orang bongkar penjara..!" mereka berteriak- teriak, mengakibatkan
beberapa orang perwira ikut melibatkan diri dalam pengepungan itu.

Cheng Hwa Lie Hiap 3 16


"Siang-kong, berpeganglah yang erat.. " bisik liehiap Liu Giok Ing dekat muka
suaminya, sadar bahwa dia harus melakukan pertempuran yang berat.
"Baik moay-moay, tetapi berhati-hatilah kau . . "
Tersenyum liehiap Liu Giok Ing mendengar kata-kata suaminya, untuk yang
kesekian kalinya, dia menyadari betapa suaminya menyintai dia, dan yang selalu
mengharapkan mendapat cinta-kasih dia.
Akan tetapi, cinta-kasih yang diharapkan oleh suaminya, sudahkah dia berikan ?
Sepuluh tahun mereka menikah dan menjadi suami-isteri, sepuluh-tahun suaminya
memberikan kasih sayang yang begitu besar, tetapi mengapa dia masih tidak bisa
melupakan laki-laki si 'pencuri-hati' ? Dan lelaki itu bahkan sudah melupakan dia, sudah
menikah dan sudah mempunyai anak. Mengapa masih dia pikirkan, seolah-olah masih
dia harapkan?
Tak sempat liehiap Liu Giok Ing berpikir lama, sebab waktu itu dia harus sudah
mulai mengamuk, membuka 'jalan darah' berusaha menerobos kepungan, ingin
menyelamatkan suami tersayang. Dia suami tersayang. Mulai malam itu, mulai detik itu,
Giok Lun Hoat-ong adalah suami tersayang, yang akan dia berikan semua cinta
kasihnya, meskipun cuma sisa !
Gesit dan lincah gerak tubuh liehiap Liu Giok Ing yang mengamuk ditengah
kepungan sekian banyaknya tentara kerajaan, juga Giok Lun Hoat ong ikut melakukan
penyerangan dan pembelaan diri, memakai sebatang tombak yang berhasil dia rampas
dari seorang tentara kerajaan, tetapi gerak pangeran itu sudah tentu tidak sebebas
seperti dia berdiri diatas dua kakinya sendiri.
Pedang ku-tie kiam yang terkenal ampuh dan tajam, berhasil membikin putus
berbagai macam senjata yang kena menyentuh, mayat mayat semakin banyak yang
bergelimpangan, di samping mereka yang terluka parah maupun ringan. Tetapi pasukan
yang mengurung dan mengepung bukan menjadi berkurang, bahkan bertambah
banyak, juga menteri kehakiman ikut-ikut mengirim bantuan berupa tenaga polisi yang
membawa pentungan besi. "Siangkong, buang tombak yang kau pegang dan tutuplah
erat-erat sepasang telinga siangkong.. " sekali lagi liehiap Liu Giok Ing membisik dekat
telinga suami tersayang.
Meskipun pangeran Giok Lun tidak tahu dengan maksud isterinya, akan tetapi dia
percaya penuh dengan kesaktian isterinya, maka itu dia menurut apa yang diminta
isterinya, sehingga pada detik berikutnya terdengarlah suara pekik yang keras dari
liehiap Liu Giok Ing, pekik suara yang dapat memecah perhatian orang-orang.

Cheng Hwa Lie Hiap 3 17


Bertepatan dengan itu, sebelah tangan kiri liehiap Liu Giok Ing bergerak menyebar
senjata rahasia berbentuk bunga-cinta, begitu cepat gerak tangan kirinya, sehingga
suaminya tidak sempat melihat waktu isterinya meraup segenggam senjata rahasia itu
dari kantong bajunya, lalu menyebarkan senjata- rahasia yang berbentuk bunga-cinta
ke arah para-pengepung, sebab liehiap Liu Giok Ing bergerak menggunakan ilmu
'memetik-daun menerbangkan-bunga'.
Kemudian dengan mengerahkan tenaga Eng-jiauw kang, sebelah tangan kanan
liehiap Liu Giok Ing yang memegang pedang ku-tie kiam tetapi yang sudah masuk
kedalam sarung, bergerak bagaikan memukul udara kosong, tetapi mengakibatkan
beberapa orang tentara terpental dengan mulut mengeluarkan darah-segar, bahkan
tanah ikut kena tergempur berhamburan !
Menggunakan kesempatan pihak pengepung sedang terpukau ketakutan, maka
dengan gerak 'yan-cu coan-in' atau burung-walet menembus angkasa tubuh liehiap Liu
Giok Ing melesat keatas genting, menyusul kemudian tubuhnya melayang lompat
kearah sebelah luar halaman istana, menggunakan ilmu 'peng-see lok-gan' atau burung-
belibis hinggap di pasir, tanpa dia menghiraukan betapa derasnya hujan anak-panah
yang lewat disekeliling tubuhnya, juga dibagian sebelah bawah, juga dibagian sebelah
atas!
Setelah berada dibagian luar halaman istana kerajaan, maka liehiap Liu Giok Ing
mengerahkan ilmu 'pat-pou kan-siang' atau delapan langkah mengejar-dewa, kabur
cepat cepat menuju arah sebelah selatan.
"Kita selamat, siangkong.. " kata liehiap Liu Giok Ing selagi dia masih lari ngos-ngosan,
menggendong sang suami tersayang dibagian punggung, dan berhasil sudah dia
melewati pintu kota raja sebelah selatan.
"Hu uh..," sahut sang suami tersayang, terdengar lemah suaranya, akan tetapi
bagaikan tersentak Liu Giok Ing, sewaktu dia merasakan seluruh tubuh suaminya
seolah-olah menegang. "Siangkong, kau kenapa . . ?" tanya Liu Giok Ing yang mendadak
merasa cemas, tetapi sambil tetap lari.
Sejenak suami tersayang itu tidak memberikan jawaban, sampai sesaat kemudian,
barulah Liu Giok Ing mendengar perkataan suaminya.
"Moay-moay tentu letih, sebaiknya kau istirahat dulu , ." Tersenyum liehiap Liu Giok
Ing mendengar perkataan suaminya yang tidak menjawab pertanyaannya, sebaliknya
memikirkan sang isteri yang nanti keletihan. Untuk yang kesekian kalinya, suami
tersayang itu perlihatkan kasih sayangnya kepada isterinya, sehingga lupa Liu Giok Ing

Cheng Hwa Lie Hiap 3 18


dengan rasa cemasnya tadi dan lupa juga dengan rasa letih yang sedang dia derita.
Terlalu berat perjuangannya selama dua hari itu, dia bahkan tidak tidur, tidak makan,
cuma minum air sungai waktu diperjalanan tadi. Dan yang lebih berat lagi, dia menderita
kegoncangan jiwa akibat berbagai peristiwa yang terjadi begitu tiba-tiba. Urusan fitnah
atas dirinya, urusan Kanglam liehiap Soh Sim Lan yang ikut memusuhi dia, urusan
pangeran Gin Lun yang menjadi dalang dari semua peristiwa itu, dan urusan suaminya
yang ikut menderita, yang bahkan menjadi tahanan didalam penjara atas perintah
ayahnya sendiri !!
"Moay-moay, istirahatlah dulu. Aku.. "
Sekali lagi liehiap Liu Giok Ing menjadi terisak waktu mendengar suara suaminya,
yang tidak melengkapi kalimat perkataannya, hilang-lenyap semua yang dipikirkannya,
sebaliknya kembali dihantui oleh rasa cemas.
"Kenapa ? Apakah suaminya . . ?"
"Siangkong, kau kenapa-?" sekali lagi liehiap Liu Giok Ing menanya, dan
memperlambat larinya.
"Aku, aku terluka . . "
Bagaikan hilang lenyap tenaga liehiap Liu Giok Ing waktu didengarnya perkataan
suami tersayang itu, berhenti dia lari dan berhati-hati dia menurunkan suami tersayang
dari bagian punggungnya, setelah itu, hampir-hampir dia berteriak, sebab dilihatnya ada
dua batang anak panah yang membenam dibagian punggung suaminya!
"Siangkong, kau . . . ,
lembut dan berhati-hati dia merebahkan tubuh suaminya, rebah miring sehingga
sempat dia melihat, betapa dalamnya anak panah itu membenam didalam tubuh
suaminya. Begitu dalam sehingga dia yakin akan sia-sia dia berusaha mencabut anak
panah itu dari tubuh suaminya. Tiada harapan lagi buat dia menolong nyawa suami
tersayang itu - "Siang-kong, oh siang-kong . ."
Lembut dan lemah pangeran Giok Lun perlihatkan senyumnya, dan selemah itu juga
sebelah tangannya bergerak hendak memegang sebelah tangan sang isteri tersayang,
yang waktu itu sedang berlutut didekat tubuhnya.
"Moay-moay, mengapa kau- mengeluarkan air mata . . .?
Terisak liehiap Liu Giok Ing menangis, dan ikut dia rebahkan tubuhnya supaya dia
bisa umpatkan kepalanya dibagian dada sang suami tersayang.
"Siang-kong, oh siang-kong . . . " cuma itu yang sanggup dia katakan.

Cheng Hwa Lie Hiap 3 19


Lembut dan lemah pangeran Giok Lun membelai rambut isterinya, lalu dia membisik
lemah dekat telinga isteri tersayang itu. "Moay-moay, apakah kau lupa waktu dulu kita
membicarakan perihal takdir. Hidup dan mati manusia berada ditangan Tuhan."
Bergerak Liu Giok Ing mengangkat mukanya dari bagian dada suaminya, mukanya
basah dengan air mata dan sepasang matanya redup haru waktu mengawasi muka
suaminya.
"Tidak siangkong, kau tidak akan mati." dan dikecupnya bibir sang suami tersayang,
yang sedang perlihatkan senyum:, senyum yang begitu lembut, senyum yang begitu
lemah.
Tak ada kesanggupan lagi buat Giok Lun Hoat-ong ikut merangkul sang isteri
tersayang dan tak ada kekuatan lagi buat dia balas mencium isterinya, sehingga
isterinya yang berkata lagi s- "Siangkong. Tak sangka bahwa siangkong bakal menderita
seperti ini, akibat . . . "
Bagaikan mendapat tambahan tenaga tenaga gaib, sebelah tangan Giok Lun Hoat-
ong sanggup menutup mulut isterinya, dan bagaikan mendapat tambahan tenaga gaib,
Giok Lun Hoat-ong sungguh mengucap kata kata ,
"Tidak moay-moay, jangan kau menyesali diri dan tak pernah aku menyalahkan kau
untuk-apapun yang kau-lakukan."
Bertambah deras liehiap Liu Giok Ing mengalirkan air matanya. Ketika didengarnya
perkataan suaminya itu, dan sekali lagi dia merangkul suaminya, lalu dia berkata
diantara isak tangisnya "Siangkong, maafkan aku,"
"Tidak moay-moay, tidak ada yang harus aku maafkan sebab tidak ada kesalahan
yang kau perbuat, aku hanya merisaukan kau, moay-moay, sebab setelah aku mati, kau
akan sebatang kara, entah dimana sekarang adikmu berada."
"Tidak siangkong, aku akan ikut mati. Kita mati bersama sama," terlain cepat liehiap
Liu Giok Ing untuk mengeluarkan kata kata itu, begitu tiba-tiba dia memutuskan, setelah
dia menyadari betapa besar kasih sayang suaminya terhadap dirinya. "Tidak ! Tidak !"
Giok -Lun Hoat-ong membantah dan dia menyambung lagi perkataannya, setelah
berhasil dia memisah diri dari rangkulan isterinya.
"Memang berat hatiku meninggalkan kau moay-moay, terasa hancur hatiku oleh
pemisahan kita. Akan tetapi, aku tidak rela membiarkan kau bunuh diri !
Liehiap Liu Giok Ing memaksakan dirinya buat perlihatkan senyumnya, dan sekali
lagi dikecupnya bibir suaminya, setelah itu baru dia berkata lagi

Cheng Hwa Lie Hiap 3 20


"Siangkong, aku cinta padamu. Aku tak mau berpisah dengan siangkong . ."
Terbelalak sepasang mata Giok Lun Hoat-ong, meskipun sepasang mata itu sudah
redup sayu. Sudah sepuluh tahun mereka menikah sudah sepuluh tahun mereka hidup
bersama sebagai suami isteri, baru hari ini dia mendengar pernyataan bahwa isterinya
menyintai dia ! Oh Tuhan, dan dia mengucapkan terima kasih Tuhan . . ' dan cepat-cepat
Giok Lun Hoat ong berkata kepada isteri tersayang itu :
"Moay-moay, kalau benar kau menyintai aku seperti aku menyintai kau, seperti aku
menyayangi kau, maka berjanjilah kau, jangan kau lakukan bunuh diri supaya jiwaku
tenang . ." Terasa begitu pedih, sangat pedih, waktu Liu Giok Ing mendengar permintaan
suami tersayang itu. Air matanya semakin deras yang mengalir keluar, suaranya
bagaikan membisik waktu dia memberikan janjinya, demi suami tersayang :
"Aku berjanji, siangkong." dan sekali lagi dia merangkul suaminya, sekali lagi dia
terisak menangis.
"Terimakasih, moay-moay," Giok Lun Hoat ong bersuara lemah, membiarkan dirinya
dirangkul oleh isteri kesayangannya, lalu selemah itu juga dia berkata lagi :
"Moay-moay, masih ingatkah moay-moay dengan tempo dulu, disaat kita
menghadapi bulan-bulan yang penuh madu . . ?
"Tentu siangkong, tentu.." sahut Liehiap Liu Giok Ing, tanpa dia menyadari apa
maksud perkataan suami tersayang itu.
"Waktu itu, waktu mula-mula, Moay-moay seperti merasa tidak rela, seperti merasa
"Siangkong . . ! " buru-buru Liehiap Liu Giok Ing memutus perkataan suaminya dan
dia bahkan melepaskan rangkulannya, mengawasi suaminya yang waktu itu sedang
bersenyum, meskipun kelihatan seperti meringis menahan rasa sakit, da-n suami itu
kemudian memaksa untuk bicara lagi:
"Aku tahu, waktu itu moay-moay menikah dengan aku tanpa kau menyertai cinta,
sebab ada laki-laki lain yang kau cintai.
Akan tetapi aku berusaha hendak memperoleh cinta kau, moay-moay, sebab aku
benar-benar menyintai kau. Sedangkan laki laki yang kau cintai itu, aku tahu dia sudah
lebih dahulu menikah bahkan kemudian dia memperoleh seorang putera. Aku sengaja
memberitahukan kepada kau, moay-moay, bukan maksud aku menyakiti hatimu, tetapi
aku menghendaki supaya kau jangan terus merana, supaya kau jangan terus
memikirkan dia. Aku . aku . ."
"Siang kong . . .

Cheng Hwa Lie Hiap 3 21


Sekali lagi liehiap Liu Giok Ing merangkul, ketika dilihatnya suaminya bagaikan tak
sanggup lagi meneruskan perkataannya. "Giok moay, ciumlah aku. Peluklah aku . Giok
moay . ."
Liehiap Liu Giok Ing memenuhi permintaan suaminya, tanpa menyadari bahwa
sudah habis napas suaminya, selekas suaminya menyelesaikan perkataannya.
"Siang-kong i Oh siang-kong ! " tambah keras isak tangis liehiap Liu Giok Ing, ketika
diketahuinya suaminya- sudah mati, bahkan berulangkali dia masih mencium mulut
suaminya, sampai tiba-tiba dia merasakan ada darah yang keluar dari mulut suaminya,
darah suaminya yang ikut melekat dimulutnya yang mencium suaminya.
SEMALAMAN SUNTUK Ceng hwa liehiap Liu Giok Ing merangkul tubuh suaminya
yang sudah menjadi mayat, yang tewas dipinggir jalan raya, dan kemudian mayat itu
dibawa oleh liehiap Liu Giok Ing, berhasil menemukan sebuah rumah gubuk kecil didekat
sawah.
Tak hentinya liehiap Liu Giok Ing menangisi mayat suaminya, disertai dengan peluk
cium yang tak bosan-bosan dia lakukan, bahkan sampai sejenak dia pulas tertidur, lalu
menangis lagi dan tertidur lagi.
Pagi harinya liehiap Liu Giok Ing tersentak bangun, sebab mendengar pekik teriak
dari banyaknya suara orang-orang : "Tangkap ! Pembunuhnya ada disini !"
Bagaikan seekor macan betina yang galak Liu Giok Ing lompat bangun dari sisi
mayat suaminya, langsung keluar dari rumah gubuk yang kecil itu lalu dilihatnya ada
belasan tentara kerajaan, yang sedang mendekati dan berusaha hendak mengurung
rumah gubuk itu.
Sepasang mata Liu Giok Ing bersinar menyala, menyimpan dendam sebab
suaminya justeru mati ditangan tentara kerajaan.
Segera terdengar pekik suaranya yang nyaring menggetarkan sekitar tempat itu,
lalu tubuhnya lompat melesat mendekati tentara kerajaan itu, langsung mengamuk
tanpa menggunakan pedang ku-tie kiam yang tetap berada didalam sarung, namun
sepasang tangannya bagaikan menyimpan tenaga yang maha besar, sebab memang
dia sedang mengerahkan ilmu Eng-jiauw kang, atau ilmu pukulan 'cakar elang' yang
terkenal dahsyat dikalangan rimba persilatan.
Dalam waktu yang cukup singkat, belasan tentara kerajaan itu rebah
bergelimpangan menjadi mayat, sementara perhatian Liu Giok Ing pindah kepada rakyat
jelata yang ikut berkumpul, sebab mereka mendengar suara ribut-ribut tentara yang
hendak menangkap pembunuh, dan Liu Giok Ing yang jiwanya memang sedang

Cheng Hwa Lie Hiap 3 22


terguncang, merasa begitu tertekan. Sehingga dia salah mengerti menganggap orang-
orang itu hendak membawa lari mayat suaminya, sehingga sekali lagi dia mengamuk,
mengakibatkan orang-orang itu berteriak mengatakan 'ada orang gila ngamuk' dan
teriakan mereka itu justeru membangkitkan kemarahan Liu Giok Ing, sehingga semakin
mengganas dia mengamuk !
Perbuatan Ceng hwa liehiap Liu Giok Ing saat itu, jelas dia lakukan diluar
kesadarannya, dan semua perbuatannya itu, tanpa diketahuinya diintai oleh
serombongan orang orang yang dipimpin oleh ciangkun Sie Pek Hong, perwira yang
mengabdi pada pangeran Kim Lun di kota Oei-kee tin, yang letaknya disebelah timur
dari kota raja.
Dahulu, lebih dari 10 tahun yang lalu, ciangkun Sie Pek Hong menjadi perwira yang
mengabdi pada sri baginda maharaja di kota raja, tetapi dia pernah ketangkap basah
'ada main' dengan salah seorang selir sri baginda maharaja, sehingga dia kabur
menyimpan dendam terhadap orang-orang yang memusuhi dia, termasuk pangeran
Giok Lun!
Kemudian Sie Pek Hong mengabdi pada pangeran Kim Lun di kota Oei-kee tin, dan
putera sri baginda raja yang ke delapan ini, memang menyimpan dendam terhadap
pangeran Giok Lun, sebab diam-diam dia menyintai liehiap Liu Giok Ing tetapi kalah
serobot dengan sang kakak yang lain ibu itu.
Setelah menerima Sie Pek Hong yang dijadikan perwira pada pasukan pelindung
yang dimilikinya, dan setelah mengetahui bahwa Sie Pek Hong juga menyimpan
dendam terhadap pangeran Giok Lun, maka mereka mengatur rencana hendak
mencelakai pangeran Giok Lun, sekaligus mencelakai liehiap Liu Giok Ing. Sementara
itu, Sie Pek Hong yang memang pandai menghasut, berhasil membikin pangeran Kim
Lun berminat untuk melakukan perbuatan makar, ingin menjadi raja memakai cara
kekerasan, sebab dia mengetahui bahwa tidak ada kemungkinan kursi raja diwariskan
kepada dia !
Jelas merupakan perbuatan Sie Pek Hong, yang sengaja melepas anak buah
menyebar maut di kota-raja dan didalam istana kerajaan, dengan menggunakan senjata
rahasia berbentuk bunga- cinta, sehingga liehiap Liu Giok Ing terkena fitnah dan ikut
menyebar maut, bahkan sampai di kota San-hay koan, di tempat pangeran Gin Lun,
sehingga terjadi salah mengerti antara pihak Gin Lun Hoat-ong dan Giok Lun Hoat-ong,
disusul kemudian dengan tindakan sri baginda maharaja yang menangkap Giok Lun
Hoat ong, mengakibatkan Giok Lun Hoat-ong tewas.

Cheng Hwa Lie Hiap 3 23


Semua perbuatan yang dilakukan Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing, sudah tentu tak
lepas dari pengawasan ciangkun Sie Pek Hong yang menyebar anak buahnya, dan
betapa ciangkun merasa kagum waktu menyaksikan kegagahan liehiap Liu Giok Ing
yang mengamuk di istana-kerajaan. Rencana semula yang hendak membunuh liehiap
Liu Giok Ing, batal dia lakukan sebab 'ngeri' menghadapi 'macan-betina yang galak',
sebaliknya diam diam dia 'jatuh cinta' melihat kecantikan liehiap Liu Giok Ing, meskipun
setelah 10 tahun liehiap itu menikah dan menjadi isteri pangeran Giok Lun.
Sepuluh tahun yang lalu, ciangkun Sie Pek Hong memang berada di kota raja dan
mengabdi sri baginda maharaja, akan tetapi selama itu dia belum pernah melihat
kecantikan liehiap Liu Giok Ing dan tak pernah menyaksikan kegagahan 'macan betina
yang galak' itu. Cuma kabar-kabar angin yang mengatakan betapa cantiknya dan betapa
gagahnya liehiap Liu Giok Ing. Sekarang, setelah dia melihat dengan sepasang matanya
sendiri, amboi, kagak tahan dia dan gedebak-gedebuk jantungnya berontak mau copot,
sehingga buru-buru dia membatalkan niat hendak membunuh, sebaliknya mengatur
siasat 'mengasah otak,' ingin menangkap hidup kalau perlu membawa lari 'macan betina
yang janda' itu, tanpa perduli Kim Lun Hoat-ong mengharap-harap angin.

(Bersambung ke Jilid 4)

Cheng Hwa Lie Hiap 3 24


Cheng Hwa Lie Hiap 4 0
CHENG HWA LIE HIAP
(Pendekar Bunga Cinta)
Karya : KHU LUNG
Saduran : Boe Beng Tjoe
Jilid ke 4

J IE-WIE MA CIANGKUN . . . !" dia berteriak memanggil Ma Kong berdua Ma Kiang,


selekas dia merasa sudah menemukan 'cara' memberikan umpan buat 'macan-
betina yang dia rindukan'.
"Siap !" Ma Kong, Ma Kiang bersuara, selekas mereka sudah mendekati dan memberi
hormat secara militer.
"Tangkap macan betina itu.. .!" perintah ciangkun Sie Pek Hong.
"Siap !" Ma Kong berdua Ma Kiang berbareng, dan berdiri tegak kagak bergerak.
Ngeri disuruh nangkap macan galak.
"Jalan!" Sie Pek Hong bersuara galak, melihat dua pembantunya berdiri mematung.
"Ke mana . ,?" sengaja Ma Kong menanya, menghambur waktu. "Tangkap macan
betina itu!"
"Ciangkun kagak ikut?" Ma Kiang yang berani menanya, sebab pernah 'nyogok
cewek' buat atasannya itu.
"Entar, aku nyusul belakangan !"
"Sebaiknya ciangkun duluan, kami yang melindungi dari sebelah belakang." Ma
Kiang lagi bicara.
"Kalian takut menghadapi macan betina itu?" sengaja Sie Pek Hong menanya,
mengatasi rasa ngeri yang menghantui diri.
"Bukan takut, tetapi tugas kami adalah melindungi ciangkun. Sukar mencari ganti
kalau ciangkun mati, ciangkun seorang yang berbudi baik hati." Ma Kong ikut ikutan
bicara.
"He he . . !" dua kali he ciangkun Sie Pek Hong tertawa, merasa senang punya
pembantu setia. Dua langkah dia berjalan maju dan berhenti lagi, teringat ingin ganti
baju militer yang dipakainya, tetapi sayang tidak membawa bekal.

Cheng Hwa Lie Hiap 4 1


Terpaksa ciangkun Sie Pek Hong maju lagi, perlahan-lahan, berlaku waspada bakal
menghadapi 'macan betina yang janda tetapi tetap galak'. Ma Kong berdua Ma Kiang
mengikuti, juga perlahan waspada langkah kaki mereka, siap kabur !
"Tok-tok tok." ciangkun Sie Pek Hong mengetuk pintu, perlahan- lahan, bersenyum,
selagi liehiap menangis-nangis didekat mayat suaminya.
Merah menyala sepasang mata liehiap Liu Giok Ing, waktu dilihatnya ada tiga orang
perwira yang berdiri didekat pintu rumah gubuk. Tanpa mengucap apa-apa, tubuhnya
bergerak menggunakan ilmu 'peng-see lok-gan', terbang macam burung belibis pindah
tempat, sementara kepalan tangan kanannya menyodok bagian perut ciangkun Sie Pek
Hong menggunakan jurus 'dewi cantik memberikan hadiah buah tho'.
Kaget ciangkun Sie Pek Hong, akan tetapi cepat dia bergerak menggunakan jurus
'mengganti ujut, berpindah tempat', tubuhnya miring sedikit kesebelah kiri, sementara
sebelah tangan- kanannya bergerak memakai ilmu 'tek-seng ciu', atau memetik-
bintang, sebab tangan kanan sudah terbiasa ingin menjamah bagian yang tiga-lima.
Sayangnya tubuh liehiap Liu Giok Ing meluncur terlalu cepat, hinggap ditanah dengan
sepasang kaki siap kuda-kuda meskipun tubuh membelakangi Sie Pek Hong.
Ma Kong berdua Ma Kiang yang sudah lebih dulu bergerak menyisi, sebab menduga
bahwa liehiap Liu Giok Ing bakal 'numpang lewat' , sehingga nyaris mereka kena terjang.
Setelah itu mereka melihat liehiap Liu Giok Ing berdiri membelakangi mereka.
'Kesempatan . .' pikir mereka, seperti sudah janji, dua bersaudara ini bergerak berbareng,
membacok pakai dengan gerak tipu 'tay-san ap-teng atau gunung tay-san menindih,
ingin membelah empat tubuh liehiap Liu Giok Ing, lupa perintah menangkap hidup.
Cuma sedikit liehiap Liu Giok Ing bergerak, tubuhnya melesat ke udara seperti
'burung walet menembus angkasa'.
Dua golok Ma Kong dan Ma Kiang, membenam ditanah bekas tempat Liu Giok Ing
tadi berdiri seperti patung. Dua bersaudara ini masih nungging waktu tubuh liehiap Liu
Giok Ing meluncur turun, dan sepasang kaki 'macan betina yang hendak ditangkap' itu
bergerak menendang selagi tubuhnya masih berada diudara bebas, kena pantat-pantat
Ma Kong dan Ma Kiang, mengakibatkan tubuh Ma Kong berdua Ma Kiang terjerumus
'ngusruk' tengkurap, kena cium 'gituan' punya kerbau !
Ngomel-ngomel dua bersaudara Ma Kong dan Ma Kiang, selagi mereka berdua
bangun berdiri dan mengusap-usap muka, sehingga waktu mereka bisa melek, sempat
mereka melihat sang ciangkun sedang berkelahi melawan sang 'macan betina yang
sangat pintar nendang' itu !

Cheng Hwa Lie Hiap 4 2


"Hebat juga ciangkun kita " pikir Ma Kong berdua Ma Kiang, sebab sempat melihat,
sarung-pedang dilawan dengan sarung-pedang, sedangkan pedang yang tajam dilawan
dengan pedang yang tajam juga. Tangan kiri yang memegang sarung- pedang, selalu
bergerak memakai jurus 'tek-seng ciu' selalu ingin menyentuh bagian yang tiga-lima,
sedangkan tangan kanan memegang pedang tajam, bergerak silih berganti memakai
Jurus 'hiu hie liang pou' atau ikan hiu menerjang gelombang, mencari sasaran dibagian
pusar. Akan tetapi buru-buru ganti jurus kalau melihat pedangnya mau dibabat buntung,
ganti memakai jurus 'kie hwee siao-thian' atau lepas api mau bakar langit, kepingin
babat putus pembungkus kepala Liu Giok Ing.
Liehiap Liu Giok Ing buru-buru melompat mundur dua langkah kebelakang, tetapi
Sie-Pek Hong telah menyerang lagi memakai pedangnya, menggunakan jurus pek-wan
hian-ko' atau monyet-putih persembahkan buah, lurus-lurus pedangnya bergerak
menikam bagian pusar, akan tetapi buru-buru pedang itu menghilang kalau mau
dibabat buntung.
Sebaliknya sarung pedang ditangan kiri Sie Pek Hong, menyusul bergerak memakai
jurus 'sian-wan cek-tho' atau sun-go-kong nyolong buah-tho, sebab sarung-pedang itu
mau nyontek bagian tiga-lima.
Berteriak liehiap Liu Giok Ing marah-marah selagi mundur lagi tiga langkah
kebelakang, sempat bikin Sie Pek Hong bengong ngawasin seperti terpukau, atau seperti
sedang mikir-mikir, 'repot juga kalau punya bini yang suka berteriak semacam itu'.
Untung Sie Pek Hong cepat tersadar, sebab sempat melihat sepasang tangan liehiap
Liu Giok Ing berkepal seperti tegang. Yakin dia bahwa 'macan-betina yang pintar
menjerit' itu sedang mengerahkan tenaga dalamnya, entah berdasarkan aliran atau
golongan sebelah mana, tetapi ogah Sie Pek Hong diajak ngadu tenaga seperti itu, yang
bisa bikin darah segar ngocor keluar. Dengan terburu-buru dia mundur kebelakang,
habis sudah lupa yang tadi dia peroleh, lalu dia lompat tinggi-tinggi dan jauh seperti
'burung gagak mencari perlindungan diatas pohon-pohon beringin', tepat di saat liehiap
Liu Giok Ing menyerang dengan menggunakan tenaga Eng-jiauw kang, mengakibatkan
gempur berantakan tanah bekas tempat Sie Pek Hong tadi berdiri. Dan Sie Pek Hong
harus buru-buru lompat lagi, turun mendekati tempat Ma Kong berdua Ma Kiang berdiri
nonton, dan gerak lompat Sie Pek Hong tadi, memakai jurus 'ho-lip kee-kun' atau burung-
bango hinggap di tempat anak-anak ayam.
Gempur berantakan daun-daun pohon beringin bekas Sie Pek Hong tadi berlindung,
dan buru-buru Sie Pek Hong ngomel terhadap Ma Kong berdua Ma Kiang :
"Mengapa kalian cuma nonton . ."

Cheng Hwa Lie Hiap 4 3


"Bukan nonton, kami sedang berdiri untuk berjaga-jaga, siap melindungi kalau
ciangkun terluka atau binasa . ." sahut Ma Kiang yang buru-buru lari ke sebelah selatan,
sebab dilihatnya gerak tangan liehiap Liu Giok Ing yang ingin menyerang lagi, dan Ma
Kong ikut kabur ke sebelah utara sebab melihat adiknya mendahului kabur, sedangkan
ciangkun Sie Pek Hong ikut kabur sambil dia berteriak :
"Thio heng cepat keluar !"
Keluar si tinggi hitam Thio Hek dari tempat semak-semak yang banyak pohon
alang-alang, gatal sepasang kaki dan sepasang tangannya, sehingga ia merasa perlu
menggaruk-garuk selagi dia mendekati liehiap Liu Giok Ing, disaat macan betina yang
galak' itu habis menggempur tanah-tanah yang lumpur.
"Eh, siao- sengaja
perlihatkan muka kaget dan heran.
Terbelalak sepasang mata liehiap Liu Giok Ing mengawasi si tinggi hitam yang
suaranya serak-serak basah seperti Louis Armstrong dan terpukau dia waktu
mendengar istilah 'siao- kouwnio' atau nona kecil. Siapa si tinggi hitam ini ?' pikir liehiap
Liu Giok Ing didalam hati, merasa tidak kenal : "Siapa kau ?" tanyanya dan bersikap
galak.
"Eh, Siao-kouwnio. Apakah kau benar-benar lupa dengan aku ? Aku adalah Thio si
hitam."
menyebut nama. "Benar, Thio Hek yang
dulu mengabdi pelayan suhu, Touw-liong cuncia diatas gunung Ouw bong-
Teringat liehiap Liu Giok Ing dengan kejadian lama, dan terbayang lagi olehnya
betapa si paman Thio Hek memberikan kasih-sayangnya, sering dia diajak bermain,
sering dia digendong dulu, waktu dia masih kecil. Dan sekarang, selagi dia merasa
kehilangan kasih sayang suaminya, secara mendadak dia bertemu lagi dengan paman
Thio yang menyayangi dia. Segera dia terisak menangis didalam rangkulan si tinggi
hitam Thio Hek seperti dulu.

"Ah, bocah manis. Mengapa kau jadi begini, siao kouwnio. Mengapa kau harus
berkelahi melawan orang-orang sendiri." Ceng hwa liehiap Liu Giok Ing bagaikan tidak
mendengar perkataan Thio Hek, dia tetap terisak menangis didalam rangkulan lelaki
tinggi hitam itu, membikin sempat Thio Hek membelai rambut yang hitam ikal, yang
masih dibungkus oleh kain penutup rambut, namun cukup banyak rambut yang nongol,
kemudian ganti dia membelai bagian punggung liehiap Liu Giok Ing, tetapi batal dia

Cheng Hwa Lie Hiap 4 4


memukul dibagian pantat, seperti dulu. Setelah berkurang isak tangis liehiap Liu Giok
Ing, maka Thio Hek berkata lagi, terdengar lembut, haru dalam telinga liehiap Liu Giok
Ing, meskipun suara itu serak-serak basah! "Siao kouwnio, jangan kau menangis lagi,
ingin kuperkenalkan kau dengan teman-teman yang kau tempur tadi. Setelah suhu
tewas dan kita terpisah, aku hidup merantau tak menentu, sampai aku bekerja
mengabdi pada pangeran Kim Lun yang baik budi, mendampingi ciangkun Sie Pek Hong
yang baik hati, alangkah baiknya kalau kauikut mengabdi pada pangeran Kim Lun dan

Liehiap Liu Giok Ing melepas diri dari rangkulan Thio Hek, bertepatan dengan
kehadiran ciangkun Sie Pek Hong yang datang mendekati.
"Liehiap, maafkan kejadian tadi. Aku telah berlaku tidak sopan sebab tidak menduga
berhadapan dengan liehiap yang kenamaan." kata Sie Pek Hong yang memberi hormat
dan perlihatkan senyum. Ceng hwa liehiap Liu Giok Ing ikut memberi hormat.
"Bukan ciangkun yang bersalah, sebaliknya aku yang telah bertindak diluar sadar
sebab suamiku, " tak sanggup liehiap Liu Giok Ing melengkapi perkataannya, menyebut
suaminya sudah mati, dan Sie Pek Hong yang ganti bicara lagi.
"Seperti dikatakan oleh Thio-heng tadi, kami merupakan pasukan dari kota Oei-kee
tin. Pangeran Kim Lun ikut mendengar perihal peristiwa yang terjadi di kota raja,
sehingga kami ditugaskan untuk menyelidiki dan kami berhasil memperoleh
keterangan, bahwa pangeran Gin Lun yang menjadi dalang peristiwa itu, sehingga
liehiap kena fitnah yang mengakibatkan Giok Lun ongya ikut jadi korban kena bencana.
Kami bermaksud melaporkan kejadian ini kepada Kim Lun Hoat ong, sehingga alangkah
baiknya kalau liehiap ikut menghadap Kim Lun Hoat ong, setelah itu kita menyusun
rencana buat liehiap melakukan balas dendam. Aku yakin Kim Lun Hoat ong akan
berpihak kepada liehiap, sebab Kim Lun Hoat ong lebih akrab dengan Giok Lun ong ya."
Sejenak liehiap Liu Giok Ing terdiam mendengarkan perkataan Sie Pek Hong. Dia
memang menyimpan dendam terhadap Gin Lun Hoat ong yang hendak dia bunuh mati,
dan dia memang telah menyadari bahwa tidak mudah buat dia melaksanakan niat itu
selagi dia cuma sendirian. Akhirnya liehiap Liu Giok Ing menerima saran Sie Pek Hong,
setelah Thio Hek juga turut membujuk.
Dengan demikian liehiap Liu Giok Ing turut dalam rombongan Sie Pek Hong yang
menuju ke kota Oei-kee tin, hendak menghadap pangeran Kim Lun, dekat perbatasan
luar kota raja sebelah selatan,

Cheng Hwa Lie Hiap 4 5


DENGAN MEMAKAI kuda-putih kesayangannya, si pendekar tanpa- bayangan Kwee
Su Liang melakukan perjalanan seorang diri, jauh dari perbatasan kota Gan-bun koan
yang berbatasan dengan suku-bangsa Watzu, Tartar, menuju kota-raja untuk memenuhi
panggilan sri baginda maharaja.
Perjalanan j arak-jauh yang harus dia tempuh melewati pegunungan dan hutan-
belukar memberikan kesempatan buat Kwee Su Liang membayangkan lagi kejadian
lama yang pernah dia alami, selagi dia menjelajah kalangan rimba persilatan sehingga
berhasil dia memperoleh gelar 'bo-im kiamhiap' atau pendekar pedang tanpa bayangan,
berkat kelincahan dan kegesitan gerak tubuh, ditambah ilmu pedang 'pek-ban kiam-
hoat yang khusus diciptakan oleh gurunya, tayhiap Pek Ban Tong. Begitu cepat gerak
ilmu pedang 'pek-ban kiam-hoat', sehingga sukar dilihat oleh mata, bagaikan gerak
sejuta pedang!
Kemudian Bo-im kiamhiap Kwee Su Liang sempat teringat lagi dengan saat-saat
waktu dia berkumpul bersama Ceng hwa liehiap Liu Giok Ing. Bahu membahu berkelahi
melawan musuh, bahu membahu menghadapi berbagai rintangan dan ancaman mara
bahaya. Dalam melakukan pertempuran melawan musuh, ilmu silat mereka bahkan
pedang-pedang mereka, dapat bersatu-padu bagaikan memiliki jiwa, akan tetapi dua-
hati mereka, mengapa sukar bersatu meskipun setiap hari bertemu ?
"Giok Ing terlalu keras kepala", ini yang seringkali dikatakan oleh 'hati kecil' Kwee Su
Liang, sukar dibantah oleh Kwee Su Liang !
'Su Liang terlalu tinggi hati', ini yang seringkali dikatakan oleh 'hati kecil' Liu Giok
Ing, sukar dibantah oleh Liu Giok Ing.
Dan, ayahnya Liu Giok Ing dibunuh oleh ibunya Kwee Su Liang ! Dan, ibunya Kwee
Su Liang dibunuh oleh Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing !
Dan, satu demi satu bintang-bintang menghilang dari angkasa, bagaikan ketakutan,
umpatkan diri waktu dua pendekar muda-perkasa ini saling berhadapan, berkelahi
antara hidup dan mati. Saling mencari keadilan, katanya, saling melunaskan hutang-
dendam !
"Alam nyata terlalu kejam, Liang-ko," bisik Ceng hwa liehiap Liu Giok Ing, waktu
sempat saling rangkul dengan Bo-im kiamhiap Kwee Su Liang. Dalam suasana yang
damai tentunya, dalam suasana mesra tentunya.
Mesra, tanpa dua hati mereka 'mau' bersatu. Kenapa ?
Dan mereka berkelahi lagi, mereka berbaik lagi, bahkan saling mengangkat saudara.

Cheng Hwa Lie Hiap 4 6


Giok-moay, kau merupakan adik tersayang, kata Kwee Su Liang merangkul sang
adik, sehabis mereka mengangkat saudara. "Liang-ko, kau merupakan kakak tersayang,"
sahut Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing.
Kemudian Bo-im kiamhiap Kwee Su Liang menikah dengan Hui-thian liong-lie Lie
Gwat Hwa si puteri naga terbang yang mahir ilmu ringan tubuh 'liok-tee hui heng' yang
pesat seperti terbang, dan Ceng hwa liehiap Liu Giok Ing hidup merana banjir air mata,
tanpa setahu Kwee Su Liang !
Giok-moay, aku girang waktu mengetahui kau sudah menikah dengan pangeran
Giok Lun. , untuk yang kesekian kalinya Kwee Su Liang berkata seorang diri, cuma
didalam hati. Akan tetapi, mengapa terjadi peristiwa seperti yang diceritakan oleh
menteri kesra Toan Teng Hong. Kenapa ? 'Mengapa kau harus menyebar maut lagi di
kota raja ?'
Jelas Kwee Su Liang belum mengetahui tentang adanya peristiwa pembunuhan dan
si pelaku menggunakan senjata rahasia berbentuk bunga cinta, dan yang biasa
menyebar 'bunga cinta' cuma sang adik angkat yang 'binal'.
Akan tetapi ketika Bo-im kiamhiap Kwee Su Liang sudah tiba didekat perbatasan
kota raja, maka didengarnya berita bahwa Liu Giok Ing mengacau dan menyebar maut
di kota Sam hay koan, bahwa Giok Lun ditangkap kemudian ditolong oleh isterinya yang
mengacau dan menyebar maut di istana kerajaan, kemudian hilang jejak Liu Giok Ing
yang membawa lari suaminya.
Semakin pusing Kwee Su Liang mendengar perbuatan sang adik angkat yang binal
itu, kemana harus dia cari ?
Terpaksa dia menemui menteri kesra Toan Teng Hong, dan menteri yang tua usia
itu, yang memang sudah tiba lebih dahulu di kota raja, menceritakan tentang kejadian
Liu Giok Ing 'membongkar penjara' membawa lari suaminya, dan menteri Toan Teng
Hong menambah keterangannya, mengatakan bahwa di luar kota raja, dekat pintu kota
sebelah selatan, telah diketemukan belasan tentara kerajaan yang tewas. Ada dugaan
bahwa mereka tewas akibat perbuatan Liu Giok Ing, terbukti didekat tempat kejadian
itu, terdapat sebuah makam darurat yang kemudian dibongkar, dan diketahui sebagai
tempat makam jenazah Giok Lun Hoat Ong, sehingga atas perintah sri baginda maharaja,
maka jenazah Giok Lun Hoat Ong sudah dipindah di-tempat pemakaman kerajaan di
kota raja.
Ah Giok-moay, kau sekarang menjadi seorang janda yang sebatang kara . . Kwee
Su Liang mengeluh didalam hati, hampir mengeluarkan air mata.

Cheng Hwa Lie Hiap 4 7


Dari tempat menteri kesra Toan Teng Hong kemudian Kwee Su Liang diperintahkan
menghadap menteri kehakiman Pauw Goan Leng, akan tetapi tidak ada sesuatu
tambahan keterangan apa apa yang dia peroleh, juga tentang Siu Lan yang datang
melapor, tidak diberitahukan oleh menteri Pauw Goan Leng, sebaliknya menteri yang
tua-tua keladi itu mengajak Kwee Su Liang menghadap sri baginda maharaja.
Marah-marah sri baginda raja waktu menerima kedatangan menteri Pauw Goan
Leng yang membawa Kwee Su Liang, sebab dia lagi asyik nonton 'tari perut' di dalam
kamar selir yang ke enam belas. Ngomel-ngomel raja kepada menteri Pauw Goan Leng
juga kepada Kwee Su Liang yang dia tahu pernah 'berpacaran' dengan liehiap Liu Giok
Ing.
"Mana macan-betina itu . . !" tanya sri baginda maharaja membentak.
Menteri Pauw Goan Leng dan Kwee Su-Liang saling mengawasi, tidak tahu raja
menanya kepada siapa. Akhirnya Pauw Goan Leng yang bicara :
"Dia bukan lakinya si macan-betina . ."
"Aku tahu. Siapa bininya . ." tanya raja, rusak bahan bicara. "Hui-thian liong-lie Gwat
Hwa . . "
"Haayaaa ! Batal kawin sama macan, ganti kawin sama naga . ." Pusing raja
memikirkan kehidupan orang-orang kalangan rimba- persilatan, dan pusing Kwee Su
Liang yang mengabdi pada seorang raja yang cuma ingat kawin, lebih pusing lagi waktu
dia disuruh pulang, tetapi tetap diperintah menangkap macan betina, hidup atau mati !
Melamun Kwee Su Liang waktu keluar meninggalkan istana kerajaan, tetapi naluri
hatinya menuntun dia melakukan perjalanan ke arah sebelah selatan, sehabis dia
berpisah dengan menteri kehakiman Pauw Goan Leng. Kesebelah selatan, sebab disitu
orang menemukan jenazahnya Giok Lun Hoat-ong waktu dimakamkan secara darurat.
Pasti hasil kerja sang adik yang binal, pikir Kwee Su Liang yang membayangkan
seorang diri Liu Giok Ing harus menggali lubang kuburan.
Kemudian sempat Kwee Su Liang menanyakan keterangan kepada penduduk yang
terdekat, berhasil dia mengetahui tentang adanya 'perempuan sinting' yang ngamuk-
ngamuk menyebar maut, di kalangan tentara kerajaan, juga di kalangan rakyat yang
sedang nonton waktu 'perempuan sinting' itu mau ditangkap.
Mengeluh Kwee Su Liang atas perbuatan sang adik yang binal, tetapi bingung dia
waktu didengarnya 'perempuan sinting' itu akhirnya pergi mengikuti serombongan
tentara negeri sehabis mengubur jenazah yang ditangisi oleh 'perempuan sinting' itu.
"Tentara negeri dari mana ?" tanya Kwee Su Liang, akan tetapi sia-sia sebab penduduk

Cheng Hwa Lie Hiap 4 8


desa itu tidak mengerti tentang tanda-tanda kesatuan militer, entah dari mana kesatuan
mana, entah dari batalyon mana.
Terpaksa Kwee Su Liang meneruskan perjalanannya menuju ke arah selatan, tetap
memakai kuda putih kesayangannya, dan bertamu dia di istana pangeran Gin Lun,
sehingga sempat pangeran Gin Lun bercerita tentang liehiap Liu Giok Ing yang
mengacau dan menyebar maut ditempat kediamannya, tanpa dia mengetahui entah
apa kesalahannya.
Lesu keadaan Kwee Su Liang waktu dia meninggalkan istana pangeran Gin Lun,
tambah dia menyesali perbuatan liehiap Liu Giok Ing tanpa dia mengetahui kejadian
yang sebenarnya, dan dia lebih menyesal lagi sebab dia tidak sempat bertemu dengan
Kang-lam liehiap Soh Sim Lan, yang katanya pernah singgah di istana pangeran Gin
Lun, bahkan ikut bertempur melawan liehiap Liu Giok Ing.
Mengapa harus terjadi begini . . Kwee Su Liang mengeluh didalam hati, merasa
sangat penasaran bahwa sang adik yang binal jadi bertempur dengan Kanglam liehiap
Soh Sim Lan yang saudara seperguruan dengan Liu Goat Go, sedangkan Liu Goat Go
adalah adik kandung Liu Giok Ing.
Terpikir oleh Kwee Su Liang bahwa dia harus mencapai Liu Goat Go yang adiknya
Liu Giok Ing, akan tetapi kemana dia harus mencari? Mencari Liu Goat Go sama sukarnya
dengan mencari Liu Giok Ing, sehingga batal dia lakukan niatnya yang hendak mencari
Liu Goat Go.
Hanya dengan mengikuti naluri hatinya, dia larikan kudanya menuju ke arah sebelah
timur, menuju Oei-kee tin tanpa melalui kota raja, akan tetapi melintas jalan lewat hutan
belantara dan daerah pegunungan.
Entah berapa hari sudah melakukan perjalanan itu dengan hati risau, cuma
dibeberapa tempat yang membawa kenangan lama dia berhenti beristirahat. Cuma
kenangan lama yang bisa mendekatkan dia dengan sang adik yang binal, cuma
kenangan lama yang bisa membikin dia tersenyum, akan tetapi kadang-kadang
mengalirkan air mata.
Terbayang lagi oleh Kwee Su Liang dengan saat-saat waktu sang adik yang binal
itu marah-marah manja, ogah dibagi roti kering meskipun waktu itu hujan sedang lebat
turun, selagi mereka meneduh ditempat yang sekarang Kwee Su Liang duduk seorang
diri.
"Kalau kau tidak mau makan, aku juga tidak mau makan," kata Kwee Su Liang waktu
itu dan sempat dia melirik sang adik yang binal, waktu sang adik yang binal itu sedang

Cheng Hwa Lie Hiap 4 9


menelan air liur, mungkin merasa lapar tetapi diam tidak bicara. Ngambek-manja
seperti biasa.
"Cuma orang yang bodoh, yang mau melakukan hal-hal yang bertentangan dengan
hasrat hatinya," Kwee Su Liang yang bicara lagi waktu itu berhasil membikin sang adik
yang binal jadi tersenyum, ujarnya :
"Kau memang bodoh, kau merasa lapar tetapi kau tidak mau makan," kata sang adik
yang binal, mempertahankan sikap ngambek manja waktu itu.
"Kau juga lapar tetapi kau tidak mau makan, sebaliknya kau ngambek marah," mulai
ngomel Kwee Su Liang waktu itu.
"Tentu aku ngambek, tentu aku marah," sahut sang adik yang binal.
"Kenapa ?"
"Sebab kau tinggi hati !"
"Dan kau keras kepala !" balas Kwee Su Liang.
"Dan kau yang bodoh, mau melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hasrat
hati."
Terdiam Kwee Su Liang waktu itu. Berpikir dia seorang diri.
"Mau melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hasrat hati," kalimat kata yang
pernah dia ucapkan dan yang dikembalikan oleh sang adik yang manja dan binal itu.
"Kalau kau tidak mau makan, aku juga tidak mau makan", ini yang dikatakan oleh
Kwee Su Liang kepada adik yang binal itu, mengapa bukan dia mengucap kata-kata
yang sesuai dengan hasrat-hati :
"Giok-moay, aku risau kalau melihat kau tidak mau makan, sebab aku cinta padamu."
"Ahk !" Kwee Su Liang membantah, sehabis sejenak dia membesarkan diri dibawa
hanyut oleh alam-khayal.
"Jangan coba mengharap terlalu banyak, jangan coba mengemis cinta, sudah
untung dia mau berbaik, sudah untung dia mau mengangkat saudara," bisik hati kecil
Kwee Su Liang yang selalu merintang kalau Kwee Su Liang hendak menyentuh soal
cinta, dan Kwe Su Liang selalu merasa takut kalau-kalau sang adik yang binal menolak
kasihnya, sehingga tak berani dia menyatakan cintanya. Selalu dia menghadapi
kesukaran buat mempersatukan hati mereka, selalu dia merasa jauh dan asing
meskipun mereka sering berada berdekatan.

Cheng Hwa Lie Hiap 4 10


Ada bunyi suara yang tidak wajar yang sempat didengar oleh Kwee Su Liang,
setelah dia sadar dari alam khayal. Tersentak Kwee Su Liang bangun berdiri dari tempat
dia beristirahat, semacam sebuah goa dekat tebing yang curam didaerah pegunungan
yang sunyi.
Hari sudah mendekati subuh ketika Kwee Su Liang meneliti keadaan disekitarnya,
mencari asal bunyi suara itu terdengar, bunyi suara keluhan nyaring seorang-orang
yang seperti sedang menderita kesakitan, kalau dia tidak salah duga.
Berindap-indap Kwee Su Liang melangkahkan kakinya, sampai kemudian dia
mempercepat ketika suara keluhan itu terdengar berulang.
Ditepi sebuah jurang yang dalam, disitu Kwee Su Liang merasa bertambah jelas dia
mendengar suara keluhan orang itu, seorang laki-laki, mungkin terjatuh kedasar jurang
yang gelap tidak kelihatan sesuatu.
Sengaja Kwee Su Liang perdengarkan pekik teriaknya, menghadap ke dasar jurang,
setengah berlutut dia melakukannya. Tiada suara jawaban yang didengarnya, bahkan
suara keluhan tadi menjadi terhenti, yakin Kwee Su Liang bahwa seorang itu
mendengar pekik suaranya, akan tetapi tak sanggup memberikan jawaban. Pasti terluka
parah orang itu dan dia merasa wajib memberikan pertolongan.
Bersusah payah Kwee Su Liang merambat menuruni dasar jurang itu, meskipun dia
pandai ilmu 'pek hou yu chong' atau cecak merambat ditembok, keadaan di dalam
jurang itu amat gelap, hanya sedikit sinar bintang-bintang yang tinggi diangkasa, tiada
bulan sedangkan matahari belum waktunya buat perlihatkan ujud.
Akhirnya Kwee Su Liang berhasil menemukan sesosok tubuh manusia yang
nyangkut di antara dahan pohon yang tinggi dan lebat, pohon yang tumbuh didasar
jurang, dan sekali lagi Kwee Su Liang harus bersusah payah menolong orang itu yang
memiliki tubuh tinggi besar, yang terluka parah bekas terbanting tergelincir jatuh.
Berhasil Kwee Su Liang membawa orang itu turun kedasar jurang, akan tetapi
diantara sinar yang remang-remang, Kwee Su Liang terkejut karena merasa kenal
dengan lelaki yang ditolongnya itu. Siapa? atau dimana ia pernah bertemu dengan lelaki
itu? Lemah keadaan lelaki itu yang terluka parah banyak mengeluarkan darah, bekas
dia jatuh terbanting, bahkan ada bagian-bagian tulang yang retak atau patah.
Yakin Kwee Su Liang bahwa sudah tidak mungkin lagi buat lelaki itu menyambung
hidup, akan tetapi mendadak Kwee Su Liang teringat, ya, teringat dan tak mungkin dia
salah lagi, laki laki itu berkulit hitam.
"Susiok, bukankah kau Thio . . Thio susiok . ."

Cheng Hwa Lie Hiap 4 11


Laki-laki bertubuh tinggi besar dan berkulit hitam itu memang Thio Hek, keadaannya
sangat lemah disamping dia menderita rasa sakit, tak mampu dia menjawab
pertanyaan penolongnya, cuma sepasang matanya lemah mengawasi, merasa
bagaikan dia juga kenal dengan si penolong itu, akan tetapi dia yang sudah lupa.
Meskipun merasa yakin tidak mungkin menolong nyawa Thio Hek, namun Kwee Su
Liang merasa perlu mengajak bicara. Thio-Hek adalah pelayan yang mengabdi pada
Touw-liong cuncia adalah liehiap Liu Giok Ing. Mengapa Thio Hek terjatuh, sebab dia
memiliki ilmu meskipun dia bodoh, sering kali diganggu oleh sang adik yang binal selagi
dulu mereka masih berkumpul diatas gunung Ouw-bong san.
Dan teringat lagi Kwee Su Liang dengan kejadian tempo dulu. Dahulu dia sedang
berkelana berdua liehiap Liu Giok Ing, lalu bertemu Liu Goat Go yang adiknya Liu Giok
Ing, dan Liu Goat Go memberitahukan kakaknya, bahwa Touw-liong cuncia sedang sakit,
sehingga buru-buru Liu Giok Ing menempuh perjalanan ke kota An-hui, jauh
diperbatasan propinsi Inlam, Tali, ditempat yang banyak berkeliaran suku-bangsa 3iauw.
Waktu itu Kwee Su Liang tetap mendampingi liehiap Liu Giok Ing, dan sang macan-
betina yang waktu itu belum menjadi adiknya, ngambek-manja memaksa Kwee Su
Liang turut mendaki gunung Oew-bong san, bahkan turut menemui Touw liong cuncia
yang gurunya liehiap Liu Giok Ing.
Ternyata waktu itu Touw-liong cuncia sakit karena kena bisa-racun laba-laba dari
India, yang dia terima sebagai hadiah dari temannya, dan Touw liong cuncia yang
terkenal sebagai 'si biang racun', berhasil mengatasi penyakitnya, sehingga dengan
lagak manja liehiap Liu Giok Ing perkenalkan Kwee Su Liang dihadapan gurunya :
"Suhu, aku membawa seorang teman."
Touw-liong cuncia kelihatan kaget sebab dia tahu, justeru ibunya Kwee Su Liang
yang membunuh ayahnya Liu Giok Ing, sehingga untuk yang pertama kalinya terjadi
pertempuran antara Kwee Su Liang melawan Liu Giok Ing, selekas Touw-liong cuncia
memberitahukan kepada Liu Giok Ing.
Bertempur mereka diatas gunung Ouw bong san, dan Touw-liong cuncia cuma bisa
nonton sebab dia belum bisa bangun akibat kena bisa-racun laba-laba dari India,
kemudian Thio Hek yang hitam bertubuh tinggi besar, ikut mengepung Kwee Su Liang,
akan tetapi dua kali kena tendang sang 'macan betina yang galak', sebab liehiap Liu
Giok Ing tidak mau dibantu dalam menghadapi 'musuh bebuyutan' itu.
Kabur Kwee Su Liang ngos-ngosan menyusuri gunung Ouw bong san, bahkan untuk
waktu yang cukup lama dia umpatkan diri menghilangkan dari liehiap Liu Giok Ing,

Cheng Hwa Lie Hiap 4 12


bukan sebab takut akan tetapi tidak mau dia berkelahi melawan 'macan betina yang
galak' itu, sebab waktu itu dia sedang setengah mati jatuh cinta kepada Liu Giok Ing,
akan tetapi merasa belum mendapat kesempatan buat menyatakan cintanya,
sebaliknya dan tanpa diketahui oleh Kwee Su Liang, sejak saat itu liehiap Liu Giok Ing
bagaikan merasa merana menyimpan benci tetapi rindu.
Dan sekarang Kwee Su Liang menemukan Thio Hek yang terluka parah, sehingga
dia memerlukan menyalurkan tenaga dalamnya, berhasil membikin ada sedikit
kekuatan buat Thio Hek bicara, akan tetapi si tinggi hitam langsung ngomel-ngomel
waktu mengetahui bahwa yang menolong dia adalah 'musuh bebuyutan' dari sang siao
kouwnio kesayangannya.
Repot Kwee Su Liang akan tetapi berhasil dia memberikan suatu penjelasan kepada
Thio Hek, bahwa sekarang dia sudah menjadi kakak angkat dari liehiap Liu Giok Ing,
sedangkan Thio Hek kemudian bercerita, bahkan sampai dia mengucurkan air-mata.
Thio Hek dungu atau bodoh, akan tetapi dia merupakan seorang laki-laki yang jujur,
dia memperoleh pekerjaan didalam istana pangeran Kim Lun, tugasnya dibagian dapur,
cuci-piring dan belah-kayu.
Oleh karena kejujurannya itu, maka dia berkata sejujurnya waktu diajak bicara oleh
ciangkun Sie Pek Hong, yang waktu itu sedang 'ngontrol' dapur mencari pelayan-sexy,
sehingga diketahui oleh ciangkun Sie Pek Hong bahwa Thio Hek bekas pelayan Touw-
liong cuncia yang sudah marhum, dan menjadi orang yang disayang oleh liehiap Liu
Giok Ing.
Waktu hendak melaksanakan rencana yang sudah disusun matang, maka Sie Pek
Hong mengajak Thio Hek yang diangkat menjadi perwira katanya, dan diberikannya
seperangkat pakaian dinas, sehingga Thio Hek jadi kegirangan merasa diri gagah
perkasa.
Dan dia menjadi lebih girang ketika diberitahukan hendak diajak menemui sang siao
kouwnio yang katanya sudah menjadi isterinya Giok Lun Hoat ong di kota raja. Jelas
tidak diketahuinya bahwa tugas Sie ciangkun adalah untuk membunuh sang siao
kouwnio. Setelah bertemu dengan sang siao kouwnio, bertambah girang Thio Hek dan
merasa sangat berterima kasih terhadap Sie ciangkun yang dianggap sangat besar
budinya, tetapi Thio Hek menjadi sangat terkejut waktu Sie ciangkun minta bantuannya
bicara dan membujuk supaya sang siao kouwnio mau jadi bininya Sie ciangkun, dan
siao kouwnio itu bahkan disimpan di rumah Sie ciangkun, bukan diajak bertemu dengan
Kim Lun Hoat ong seperti rencana semula yang dia beritahu. Sedangkan Thio Hek turut

Cheng Hwa Lie Hiap 4 13


pindah bekerja di rumah Sie ciangkun, dibagian dapur, jadi tukang cuci piring dan belah
kayu, balik asal !
Thio Hek jujur merasa tak keberatan ditugaskan jadi tukang cuci piring dan tukang
belah kayu, akan tetapi dia ogah diperintah membujuk sang kouwnio, sehingga dua kali
dia kena hukum cambuk yang dilakukan oleh Sie ciangkun, akan tetapi ketika yang
ketiga kalinya dia hendak dihukum lagi, maka dia melakukan perlawanan, tanpa setahu
sang siao kouwnio tentunya.
Sudah tentu Thio Hek tidak sanggup melawan Sie ciangkun yang tinggi ilmunya,
sehingga dia kabur akan tetapi dikejar Sie ciangkun yang membawa belasan anak
buahnya. Terus Thio Hek diuber-uber meskipun dia sudah berteriak sambil dia lari,
seperti anjing geladak yang kena pentung, sampai akhirnya dia terjatuh kedalam jurang
dengan tubuh luka-luka, bekas kena pentung dan bacokan, ditambah lagi dia terbanting-
banting waktu jatuh ke dalam jurang, akan tetapi menyangkut didahan pohon, berhasil
ditemukan dan ditolong oleh Kwee Su Liang, akan tetapi nyawanya tetap melayang
sehabis dia menceritakan semua yang diketahui, termasuk urusan pangeran Gin Lun
dan pangeran Kim Lun, yang dia dengar dari pembicaraan Ma Kong berdua Ma Kiang.
Jelas sudah bagi Kwee Su Liang tentang semua peristiwa yang dialami dan diderita
oleh liehiap Liu Giok Ing. Jelas sang adik yang binal kena fitnah dan jelas semua
perbuatan itu adalah Kim Lun Hoat-ong yang menjadi dalang, dibantu oleh ciangkun
Sie Pek Hong yang biang keladi. Kasihan nasib sang adik yang binal itu, dan sang adik
yang binal itu sekarang sedang dikurung didalami goa harimau !
Bertekad Bo im kiamhiap Kwee Su Liang hendak menolong sang adik yang binal
itu, tidak peduli dia harus menerjang bahaya, tidak peduli dia harus menyebar maut,
seorang diri dia akan menyerbu kedalam istana pangeran Kim Lun, setelah itu baru
memberikan laporan kepada sri baginda maharaja.
ooOoo
SETELAH tiba di kota Oei-kee tin, Ceng hwa liehiap Liu Giok Ing merasa heran karena
dia tidak langsung diajak menghadap kepada Kim Lun Hoat-ong, sebaliknya ditempatkan
dirumahnya Sie Pek Hong, akan tetapi sebelum dia sempat menanya, maka dikatakan
oleh ciangkun yang banyak akalnya itu, bahwa selama berada dalam keadaan berduka
cita, sebaiknya liehiap Liu Giok Ing istirahat dulu dirumah ciangkun itu, untuk kemudian
baru diajak menghadap sang pangeran.
Ceng hwa liehiap Liu Giok Ing menurut, terlebih setelah diketahui bahwa Thio Hek
juga ikut dipindah tugasnya kerumah ciangkun Sie Pek Hong, ditempatkan dibagian

Cheng Hwa Lie Hiap 4 14


dapur sebagai tukang cuci-piring dan belah-kayu, sehingga tidak banyak kesempatan
buat liehiap Liu Giok Ing bertemu dan mengajak Thio Hek bicara.
Dalam suasana berduka-cita dan menyimpan dendam, terlalu banyak liehiap Liu
Giok Ing harus berpikir, dan berusaha menyabarkan diri buat melakukan balas-dendam
terhadap perbuatan pangeran Gin Ong. Terlalu banyak air-mata yang dia keluarkan,
kalau dia teringat dengan kasih sayang suaminya. 'Suami yang malang', ini yang
seringkali Liu Giok Ing ucapkan seorang diri didalam hati, selagi suaminya masih
mendampingi. Tetapi setelah sekarang suaminya tewas, dia benar-benar merasakan
kehilangan.
Kehilangan orang yang menyintai dia dan kehilangan tempat dia bersandar,
sehingga dia merasa sebatang kara. Memiliki seorang adik yang dia tidak ketahui
jejaknya, sedangkan lelaki yang pernah mencuri hatinya, sudah melupakan dia.
Terasa terlalu sunyi, terlalu sepi, selagi dia merenungi nasibnya seorang diri. Cuma
ciangkun Sie Pek Hong yang kadang- kadang menemani dia, mengajak dia bicara
dengan menghibur, melimpahkan kata-kata manis mengandung harapan. Bukankah
ciangkun Sie Pek Hong sudah menikah? Mengapa istrinya tidak diperkenalkan dan tidak
ditemukan kepada dia? Sekilas terpikir oleh liehiap Liu Giok Ing tentang perwira yang
baik hati itu, akan tetapi saat itu dia lebih cenderung memikirkan nasibnya sendiri,
sehingga dia merasa tidak perlu memikirkan keadaan keluarga ciangkun Sie Pek Hong.
Pagi hari itu, ciangkun Sie Pek Hong mengajak liehiap Liu Giok Ing menghadap
kepada pangeran Kim Lun, ada yang ingin dibicarakan oleh pangeran itu, kata ciangkun
Sie Pek Hong kepada liehiap Liu Giok Ing. Dan liehiap Liu Giok Ing merasa cukup kaget,
ketika menemui sang pangeran dikelilingi oleh segenap perwira dan para pembantunya,
ketika Kim Lun Hoat ong menerima kedatangan liehiap Liu Giok Ing.
Kim Lun Hoat ong menyadari tidak ada kemungkinan buat dia mengharapkan
kedudukan menjadi raja, sebagai pengganti ayahnya yang sudah tua. Terlalu banyak
saudara-saudaranya yang lebih pandai dan lebih banyak kesempatan menjadi
ahliwaris, tetapi dia bertekad ingin menjadi raja, sehingga diam-diam dia merencanakan
perbuatan makar, ingin merebut pemerintahan dengan cara kekerasan.
Oleh karena itu Kim Lun Hoat ong merasa perlu menyusun kekuatan dan menyebar
pengaruh, dan untuk maksud ini dia sengaja mengundang banyak orang dari kalangan
rimba persilatan, khususnya dari golongan hitam yang mau mengabdi karena
mengharapkan bayaran dan kedudukan, disamping Kim Lun Hoat-ong menyebar
pengaruh dan menempatkan orang-orang kepercayaannya di kota-raja buat
mempengaruhi sri baginda maharaja dan memperlemah kedudukan pertahanan serta

Cheng Hwa Lie Hiap 4 15


mengacaukan keadaan keamanan, antara lain dengan cara membunuhi pejabat
pemerintahan yang dianggap setia terhadap sri baginda maharaja, menjadi perintah
yang menentang gerakannya.
Dalam usaha menyebar pengaruh, Kim Lun Hoat-ong bahkan menghubungi pihak
pemerintah kerajaan Tartar, atau negara Watzu yang berkedudukan disebelah barat
daya negeri cina, bahkan juga mendekati pihak pemerintah kerajaan Jepang dibagian
tenggara. Mengenai Liu Giok Ing, memang sejak lama Kim Lun Hoat-ong sudah
mendengar tentang kegagahannya dan kecantikannya, akan tetapi Kim Lun Hoat-ong
menjadi kecewa ketika kemudian diketahuinya Liu Giok Ing menikah dengan Giok Lun
Hoat-ong yang merupakan salah seorang yang menentang niat Kim Lun Hoat-ong yang
hendak merebut kekuasaan negara. Kemudian dengan siasat ciangkun Sie Pek Hong,
maka dilakukan berbagai perbuatan pembunuhan dikota raja yang bahkan di dalam
istana kerajaan, kemudian dengan menyebar fitnah sebagai perbuatan lie hiap Liu Giok
Ing, sehingga menghasilkan tewasnya pangeran Giok Lun tanpa liehiap Liu Giok Ing
mengetahui bahwa dalang perbuatan itu justeru adalah Kim Lun Hoat ong.
Dipihak liehiap Liu Giok Ing, dia merasa terkejut ketika melihat sekian banyaknya
perwira yang menemani Kim Lun Hoat ong, di saat dia menghadap buat memenuhi
undangan pangeran itu. Sekilas terpikir oleh liehiap Liu Giok Ing bahwa pangeran Kim
Lun merasa khawatir kalau-kalau dia akan mengacau akan tetapi waktu itu liehiap Liu
Giok Ing lebih terpengaruh sebab melihat diantara sekian banyaknya perwira yang
mengabdi kepada Kim Lun Hoat ong, kebanyakan merupakan orang-orang yang sudah
dia kenal sebagai orang-orang dari kalangan rimba persilatan golongan hitam, seperti
Toan-lo sin-koay Kong Tek Liang, si tongkat sakti yang pernah merajalela sebagai begal
tunggal di wilayah propinsi Siamsay sebelah utara, kemudian ada seorang imam yang
liehiap Liu Giok Ing cuma kenal dengan nama Kim Wan tauw-to, yang entah dari
golongan agama apa akan tetapi yang diketahui memiliki tenaga raksasa sebab dia
mahir ilmu 'tay-lek kim-kong chiu' .
Jelas Ceng-hwa liehiap Liu Giok Ing tidak menyadari bahwa adalah menjadi maksud
Kim Lun Hoat-ong yang hendak menyaksikan sendiri tentang kegagahan Liu Giok Ing,
sehingga sengaja dia mengumpulkan perwira-perwira utama buat menghadiri
pertemuan itu, ingin memberikan kesempatan kepada mereka buat 'mencoba'
kemampuan Liu Giok Ing.
Didepan Ceng-hwa liehiap Liu Gok Ing, sengaja Kim Lun Hoat-ong mengucap kata-
kata yang membakar semangat Liu Giok Ing buat melakukan balas dendam terhadap
pangeran Gin Lun dan untuk maksud ini pangeran Kim Lun menugaskan sepasukan

Cheng Hwa Lie Hiap 4 16


tentara berikut beberapa orang perwira, yang akan dipimpin oleh Liu Giok Ing dan
secara menyamar melakukan penyerangan ke istana pangeran Gin Lun. Akan tetapi,
seperti yang sudah direncanakan, maka Siamsay jie-liong Coa Keng dan Coa Beng yang
diperintahkan melaksanakan tugas itu, perlihatkan sikap membangkang, merasa rendah
diri melakukan tugas dibawah perintah liehiap Liu Giok Ing yang belum mereka ketahui
tentang kemampuannya.
Siamsay jie liong Coa Keng berdua Coa-Bang merupakan lelaki muda yang menjadi
keponakan murid Toanlo sin-koay Kong Tek Liang. Mereka memperoleh pekerjaan
sebagai perwira muda yang mengabdi pada pangeran Kim Lun berdasarkan bantuan
dari Kong Tek Liang, sehingga pangeran Kim Lun belum pernah menyaksikan tentang
kepandaian dua lelaki muda itu. Jelas merupakan suatu kesempatan buat pangeran Kim
Lun membuktikan kegagahan mereka, di samping kemampuan liehiap Liu Giok Ing yang
belum pernah dia lihat sendiri.
"Kim Lun ong-ya, untuk membuktikan kegagahanku, sudah tentu aku bersedia
melayani bertanding semua perwira yang ada disini," liehiap Liu Giok Ing memaksa diri
untuk bicara dan memakai suatu istilah 'ong-ya', selagi dia membendung rasa marah
melihat sikap dua laki-laki muda yang banyak lagak ini, dan kata-kata liehiap Liu Giok
Ing itu, sudah tentu membangkitkan rasa tidak puas bagi 'Toan lo sin-koay' Kong Tek
Liang, juga Si imam Kim Wan tauw-to, terlebih Siamsay jie liong Coa Keng berdua Coa
Beng yang merasa ditantang langsung.
Kim Lun Hoat-ong perdengarkan suara tawa, meskipun didalam hati dia ikut merasa
penasaran waktu mendengar kata-kata menantang dari liehiap Liu Giok Ing, segera dia
memberikan persetujuan untuk dilakukan semacam pertandingan persahabatan, dan
untuk maksud ini segera disiapkan ruangan latihan untuk dijadikan tempat melakukan
'pie bu'.
Pertandingan 'pie-bu' itu dilakukan tanpa menggunakan senjata tajam, sehingga
Siamsay jie-liong Coa Keng berdua Coa Beng mengerahkan ilmu 'siam-say ciang-hoat'
yang khas dari golongan Siam-say sebelah utara, masing-masing bergerak dari sebelah
kiri dan sebelah kanan liehiap Liu Giok Ing. Akan tetapi dengan pergunakan kegesitan
dan kelincahan gerak tubuhnya, dengan mudah liehiap Liu Giok Ing dapat menghindar
dan membebaskan diri dari serangan dua-saudara itu.
Coa Keng yang kakak Coa Beng merasa gusar. Dengan gerak 'poan-liong jiauw-po'
atau naga bertindak, dia bergerak cepat menyusul kearah samping kanan Liu Giok Ing,
lalu dengan gerak 'oiw-liong jiauw-cu' atau naga hitam melibat tiang, sepasang

Cheng Hwa Lie Hiap 4 17


lengannya bergerak bagaikan ingin merangkul pinggang yang langsing dari Liu Giok
Ing, sebab dia bermaksud menghancurkan tulang pinggang Liu Giok Ing.
Akan tetapi, sekali lagi Liu Giok Ing bergerak dengan perlihatkan kelincahan gerak
tubuhnya menghilangkan Coa Keng yang sedang menyerang, sebaliknya dengan jurus
'sin chiu pa-houw atau tangan sakti menggempur macan, ditangkis serangan tangan
Coa Beng yang ikut melakukan penyerangan, sehingga membikin Coa Beng berteriak
kesakitan, sampai tiga langkah dia terdorong mundur kebelakang.
Untung bagi Coa Beng bahwa liehiap Liu Giok Ing tidak sempat meneruskan
melakukan penyerangan, sebab Coa Keng sudah bergerak mengulang melakukan
penyerangan, memakai gerak-tipu 'tui-chung bong-goat' mendorong daun jendela ingin
melihat bulan, sehingga sekali lagi liehiap Liu Giok Ing bergerak menghindar dari
sepasang kepalan tangan Coa Keng, namun sebelah kaki Coa Keng kena dibagian betis
sehingga Coa Keng ikut berteriak kesakitan seperti adiknya, bahkan sampai dia
melangkah terpincang-pincang.
Toan-lo sin-koay Kong Tek Liang berteriak seperti guntur, tubuhnya bergerak
lompat mendekati liehiap Liu Giok Ing, sementara sebelah kepalan tangannya
menghantam bagian kepala dengan gerak-tipu 'tay-san ap-teng' atau gunung tay-san
menindih, sedangkan sebelah tangan kanannya ikut bergerak menyerang memakai
gerak-tipu 'ki-hwee siauw-hoan' atau angkat-obor membakar langit, sehingga dengan
demikian sekaligus dia dapat melakukan penyerangan memakai dua jurus maut. Akan
tetapi, waktu dilihatnya Liu Giok Ing bergerak menghindar dengan perlihatkan
kelincahan tubuhnya, maka Kong Tek Liong menendang memakai kakinya.
"Bagus l" seru Liu Giok Ing, sementara tubuhnya dengan lincah dan kelihatan ringan,
lompat tinggi sampai melewati kepala Kong Tek Liang, sehingga dua-lawan ini saling
berdiri membelakangi, akan tetapi dengan cepat Toan-lo sin-koay Kong Tek Liang sudah
memutar, disaat Liu Giok Ing juga ikut memutar tubuh. Lalu Kong Tek Liang melakukan
dua serangan maut seperti tadi, akan tetapi kali ini mengarah bagian dada dan iga. Dua
serangan maut secara berantai memakai jurus beng-houw kwie-san atau harimau
galak pulang ke gunung, dan 'sam yang kay-tay' atau sembahyang permulaan tahun.
Sekali lagi Liu Giok Ing mengeluarkan suara memuji, sedangkan semangat
tempurnya menjadi bangkit karena merasa menghadapi lawan yang cukup kuat.
Dengan menggunakan gerak tipu 'pek-pie leng wan' atau kera seratus tangan, Liu
Giok Ing melakukan perlawanan menghalau setiap serangan Toan lo sin koay Kong Tek
Liang, bahkan sepasang kakinya secara silih berganti sempat balas menendang,
mengerahkan ilmu wan-yo lian-hoan tui', atau tendangan berantai burung wanyo.

Cheng Hwa Lie Hiap 4 18


Dengan ilmu menendang secara berantai itu, sempat Liu Giok Ing membikin
lawannya repot harus menghindar, bahkan berhasil membikin tubuh Kong Tek Liang
sampai bergulingan dilantai seperti keledai malas mandi di pasir, lalu secara tiba-tiba
tubuhnya lompat melesat seperti ikan gabus meletik lee-hie ta-teng , sementara
dengan jurus 'sin liong tam jiauw' atau naga sakti perlihatkan kuku, maka ke sepuluh
jari-jari tangannya tegang bagaikan cakar naga hendak mencengkeram bagian dada
Liu Giok Ing, berhasil membikin Liu Giok Ing menghentikan serangan tendangannya,
bahkan dia harus lompat mundur buat menghindar dari serangan lawan yang berlaku
nekad !
Sekali lagi Toan-lo sin-koay Kong Tek Liang berteriak sekeras bunyi suara guntur,
oleh karena untuk yang kesekian kalinya serangannya tidak mencapai sasaran, apalagi
waktu liehiap Liu Giok Ing memperlihatkan jurus ilmu kesaktiannya yang berupa kim
eng liuhie' atau kenari kuning bermain dicabang pohon yang-liu, sehingga terasa sukar
buat Kong Tek Liang melakukan penyerangan, sebab gerak tubuh liehiap Liu Giok Ing
amat pesat dan gesit.
Siamsay jie liong Coa Keng berdua Coa Beng ingin bergerak membantu paman guru
mereka, akan tetapi sekilas pandang mata mereka bertemu dengan Kim Lun Hoat-ong
yang kelihatan seperti bersenyum memuji kegagahan liehiap Liu Giok Ing, sehingga
batal Coa Keng berdua Coa Beng memberikan bantuan buat mengepung liehiap Liu Giok
Ing.
Sementara itu Toan lo sin koay Kong Tek Liang merasa kecewa dan penasaran
karena tidak dapat mengalahkan liehiap Liu Giok Ing. Baru sekarang dia menyadari
betapa kegagahan dan kelincahan tubuh Liu Giok Ing sehingga dalam hati dia mengeluh
sebab tidak mendapatkan kesempatan buat perlihatkan ilmu tongkatnya yang sakti,
mengingat perjanjian dalam pie-bu itu tidak diperkenankan memakai senjata. Dua kali
dia nyaris kena pukulan tangan liehiap Liu Giok Ing, dan berulangkali dia harus
bergulingan menggunakan ilmu 'keledai malas mandi dipasir' buat menghindar dari
tendangan kaki liehiap Liu Giok Ing, bahkan berulangkali sia-sia dia berusaha balas
menendang sambil rebah bergulingan, atau hendak menangkap kaki liehiap Liu Giok
Ing yang sedang menendang, menggunakan ilmu 'tee-tong-kun' selagi tubuhnya masih
bergulingan dilantai. Kelihatannya bagaikan tidak ada kesempatan buat Kong Tek Liang
bangkit berdiri, tetapi tak sia-sia pengalamannya yang puluhan tahun menjelajah
dikalangan rimba persilatan. Walaupun umurnya sudah mendekati lima puluh tahun,
akan tetapi tubuhnya masih lincah dan gesit, sehingga disuatu saat Kong Teng Liang
perdengarkan suara menggeram bagaikan seekor lembu-hutan, lalu tubuhnya lompat
bangun dan menyeruduk badan liehiap Liu Giok Ing bagaikan lembu hutan yang mau

Cheng Hwa Lie Hiap 4 19


pulang ke-goa, oleh karena dia bergerak memakai jurus 'ya-gu-kwie-tong. Akan tetapi
waktu liehiap Liu Giok Ing berkelit menyingkir, lalu sebelah tangannya liehiap Liu Giok
Ing hendak memukul memakai gerak-tipu 'ke-san pa houw, diantara gunung memukul
harimau, maka sepasang tangan Kong Tek Liang bergerak bagaikan mengibas,
menggunakan jurus kek-bok cong-po' atau mengangkat kepala mengawasi gelombang,
sehingga sempat Kong Tek Liang menangkis mengakibatkan tangan-tangan mereka
saling bentur, membikin liehiap Liu Giok Ing terdorong kesamping, sedangkan tubuh
Kong Tek Liang terjerumus hampir jatuh. Dengan demikian, dalam hal tenaga dalam
ternyata liehiap Liu Giok Ing dapat menandingi Toan lo sin-koay Kong Tek Liang !
Bertepatan pada saat itu, Kim Lun Hoat ong berteriak perdengarkan suaranya,
memerintah pie bu itu dihentikan, sebab pangeran itu merasa cukup sudah
menyaksikan kegagahan liehiap Liu Giok Ing, tanpa pangeran itu menghiraukan Kim
Wan tauw-to perlihatkan muka tidak puas, sebab si imam belum mendapatkan giliran
untuk mengadu kepandaian dengan liehiap Liu Giok Ing. Setelah menyudahi acara pie-
bu itu, maka Kim Lun Hoat-ong mengajak liehiap Liu Giok Ing bicara, cuma ditemani
oleh ciangkun Sie Pek Hong. Dalam pembicaraan itu mereka menyusun rencana buat
melakukan penyerangan secara rahasia terhadap istana pangeran Gin Lun, tanpa pihak
pangeran Gin Lun akan mengetahui bahwa penyerangan itu dilakukan oleh orang-orang
dari pihak Kim Lun Hoat ong.
Ceng hwa liehiap Liu Giok Ing menyetujui usul itu, oleh karena yang dia pikirkan
adalah urusan membalas dendam suaminya yang tewas sebagai akibat dari perbuatan
pangeran Gin Lun yang telah memfitnah dia.
Akan tetapi, selagi rencana penyerangan terhadap istana pangeran Gin Lun belum
sempat dilaksanakan, maka Bo-im kiamhiap Kwee Su Liang sudah memasuki kota Oei-
kee tin, bahkan berhasil memperoleh keterangan bahwa liehiap Liu Giok Ing sudah
mengabdi kepada Kim Lun Hoat-ong dan untuk sementara liehiap Liu Giok Ing masih
berkediaman dirumah ciangkun Sie Pek-Hong.
Bo-im kiamhiap Kwee Su Liang merasa sangat cemas memikirkan nasib sang adik
yang binal, sebab dia cukup mengetahui tentang ciangkun Sie Pek Hong yang dahulu
pernah melarikan diri dari kota raja, sebagai akibat perbuatan serong yang dilakukan
terhadap salah seorang selir sri baginda maharaja. Jelas Sie Pek Hong merupakan
seorang laki-laki perayu yang sangat berbahaya buat kaum wanita yang lemah !
Disamping itu, Kwee Su Liang juga sudah mengetahui tentang perbuatan Kim Lun
Hoat ong yang telah memfitnah Liu Giok Ing, sehingga terjadi kesalahan mengerti antara

Cheng Hwa Lie Hiap 4 20


pihak Liu Giok Ing dengan pihak pangeran Gin Lun, yang bahkan sampai terjadi
pangeran Giok Lun tewas dan sang adik yang binal menjadi seorang janda muda.
Oleh karena itu Kwee Su Liang merasa perlu untuk bertemu dan mengajak bicara
Liu Giok Ing, memberikan penjelasan agar salah mengerti itu jangan makin mendalam,
sebab musuh yang sebenarnya adalah Kim Lun Hoat ong, yang didalam hal ini dibantu
oleh ciangkun Sie Pek Hong!
Waktu memasuki kota Oei-kee tin, sengaja Bo im kiamhiap Kwee Su Liang
berpakaian semacam orang-orang yang biasa berkelana di kalangan rimba persilatan,
tidak memakai pakaian dinas sebagai pejabat pemerintah. Dia bahkan sengaja memilih
sebuah tempat penginapan yang letaknya tidak jauh terpisah dengan gedung tempat
kediaman ciangkun Sie Pek Hong, yang kelihatannya dijaga ketat seperti tempat
kediaman seorang jenderal. Malam sudah cukup larut waktu Bo-im kiamhiap Kwee Su
Liang mendatangi gedung tempat kediaman ciangkun Sie Pek Hong. Bo-im kiamhiap
Kwee Su Liang bergerak cepat dan ringan bagaikan tidak meninggalkan bayangan,
hingga tidak sukar buat dia melewati barisan penjagaan yang ketat hingga tanpa pihak
yang bertugas menjaga mengetahui tentang kedatangannya. Akan tetapi untuk
mengetahui dimana tepatnya tempat atau kamar yang dihuni oleh liehiap Liu Giok Ing
ternyata tidak mudah buat Kwee Su Liang mengetahui. Bangunan gedung milik
ciangkun Sie Pek Hong ternyata cukup besar dan luas, bahkan banyak terdapat ruangan
dan kamar, sampai tiba-tiba ada dua orang peronda yang sempat melihat Kwee Su
Liang yang sedang mengintai dekat jendela sebuah kamar.
Dua orang peronda itu tidak memiliki ketabahan untuk melakukan penangkapan,
tetapi mereka segera perdengarkan bunyi alat tabuhan mereka, sehingga dalam waktu
sekejap terdengar suara ribut-ribut karena banyaknya tentara yang datang mendekati,
siap dengan senjata mereka.
Bu-im kiamhiap Kwee Su Liang merasa tidak ada gunanya bertempur dengan pihak
tentara yang bertugas menjaga, sehingga dia melesat lompat keatas genteng hendak
menghindari tempat itu. Akan tetapi dua bersaudara Ma Kong dan Ma Kiang ikut lompat
naik ke atas genteng, bermaksud mengejar, sedangkan Ma Kiang bahkan melepas
sebatang pisau mengarah bagian punggung Kwee Su Liang.
Dengan sebuah sampokan memakai pedang yang masih berada didalam
sarungnya, Kwee Su Liang menangkis pisau yang mengarah bagian punggungnya,
sehingga pisau itu terlempar hilang entah kemana, kemudian sebelah kaki langsung
menendang Ma Kong yang sedang terbang dan hinggap didekat dia, membuat tubuh
Ma Kong yang cukup besar terlempar balik, melayang turun dari atas genteng.

Cheng Hwa Lie Hiap 4 21


Ma Kiang berteriak marah melihat kakaknya menjadi pecundang sebelum terjadi
perkelahian. Dia langsung menyerang memakai goloknya, bergerak bagaikan hendak
membelah gunung tay-san, akan tetapi dengan mudah Kwee Su Liang berkelit
menyingkir, membikin golok Ma Kiang membelah angin, sementara kaki kanan Kwee
Su Liang bergerak menendang lagi dan kena bagian betis Ma Kiang, sehingga Ma Kiang
roboh terguling diatas genteng, bahkan terus terguling sampai menyangkut dekat tiang
kaso.
Ceng hwa liehiap Liu Giok Ing ikut lompat keatas genteng, selekas diketahuinya ada
seseorang yang datang mengacau. Tubuhnya bergerak lincah dan sangat ringan
bagikan seekor burung walet menembus angkasa sedangkan sepasang kepalannya
langsung menyerang Kwee Su Liang memakai jurus 'tong cu cin hian' (kacung-dewa
sembahyang) akan tetapi sepasang kepalannya itu mendadak bagaikan berontak, ketika
diantara sinar remang- remang dilihat orang yang diserangnya.
"Moay-moay, aku . ." ingin Kwee Su Liang mengucap kata-kata memberikan
penjelasan tentang maksud kedatangannya, akan tetapi Liu Giok Ing mendadak marah
sampai merah sepasang matanya.
Kembali jiwa Liu Giok Ing berobah seperti dulu, lebih dari sepuluh tahun yang lalu.
Pemarah dan mudah tersinggung.
Mengapa secara mendadak Kwee Su Liang muncul dihadapannya ? Pertanyaan ini
yang sekilas menghantui dia, dan terpikir olehnya bahwa Kwee Su Liang yang bertugas
jauh di perbatasan, pasti telah dipanggil oleh sri baginda raja, dipanggil dan ditugaskan
buat menangkap dia.
Kwee Su Liang, mengapa kau masih kesudian mengabdi kepada raja yang lalim
itu? liehiap Liu Giok Ing mengeluh di dalam hati, bagaikan merasa kecewa dan putus
asa, sebab mendadak dia pun teringat dengan Kanglam liehiap Soh Sim Lan yang
kesudian mengabdi kepada pangeran Giok Lun. Jelas mereka yang dianggap kawan,
bahkan yang dicintai, sekarang menantang dia.
Dengan geraknya yang begitu cepat, tanpa sempat dilihat oleh seseorang, liehiap
Liu Giok Ing menghunus pedang Ku tie kiam, lalu secepat itu juga dia menyerang Kwee
Su Liang dengan suatu tikaman yang mengarah bagian hati, bagaikan seekor naga
hendak merebut mutiara.
"Moay-moay, tunggu . . ! Kwee Su Liang berteriak dengan kaget selagi dia melompat
menghindar dari tikaman, tetapi liehiap Liu Giok Ing mengulang melakukan
penyerangan bagaikan dia tidak mendengar teriak suara Kwee Su Liang.

Cheng Hwa Lie Hiap 4 22


Kwee Su Liang bergegas menghindar lagi, akan tetapi waktu dia hendak mengucap
kata-kata, sempat dilihatnya Ma Kong berdua Sie Pek Hong ikut mendekati tempat itu,
sehingga dengan mengerahkan ilmu 'bo in sin-kang dia melompat menghilang bagaikan
asap yang menghilang diudara, lalu pada lompatan berikutnya dia tinggalkan gedung
tempat kediaman ciangkun Sie Pek Hong, tanpa dia menghiraukan Sie Pek Hong berdua
Ma Kong mengejar.
SEORANG diri didalam kamarnya liehiap Liu Giok Ing rebah tengkurap diranjang dan
menangis. "Kwee Su Liang . . Kwee Su Liang . berulangkali dia menyebut nama itu
perlahan. Kwee Su Liang yang sudah 'mencuri' hatinya, Kwee Su Liang yang dicintai,
meskipun setelah menjadi isterinya pangeran Gin Lun dan Kwee Su Liang menikah
dengan lain perempuan. Tetap Liu Giok Ing tidak bisa melupakan Kwee Su Liang,
sebaliknya mengapa Kwee Su Liang mau menangkap dia, untuk memenuhi tugas
perintah sri baginda yang lalim itu? Mengapa Kwee Su Liang terlalu kejam kepada yang
mencintai?
Dan Liu Giok Ing mengalirkan air mata, menangis karena teringat dengan Kwee Su
Liang, sekaligus dia pun teringat dengan almarhum suaminya, yang begitu besar kasih-
sayangnya, namun yang dia anggap cuma sebagai suatu tempat pelarian, tempat dia
merana mengalirkan air mata. Sedangkan kasih sayang suaminya yang begitu besar,
dia anggap sebagai kasih sayang seorang ayah yang menghibur dia. Betapa sekarang
menyesalkan, menyesal bahwa dia tidak bisa menghapus bayang-bayang Kwee Su
Liang, dan menyerahkan hatinya kepada suaminya.
Sia-sia sekian lamanya dia menyimpan rasa-cinta terhadap Kwee Su Liang, sebab
ternyata laki-laki itu sedikitpun tidak memikirkan dia. Memiliki kedudukan baik sebagai
gubernur yang menguasai daerah perbatasan, memiliki seorang isteri yang cantik dan
gagah-perkasa, sebaliknya dia yang sekian lamanya hidup bagaikan merana, kini
bagaikan sebatang kara kehilangan suami.
Justeru selagi liehiap Liu Giok Ing merasa sedih memikirkan nasibnya, maka tiba-
tiba didengarnya ada seseorang yang mengetok pintu kamarnya.
Dihapusnya air matanya yang membasahi mukanya, juga dirapihkannya rambutnya
yang tadi dia biarkan lepas terurai, setelah itu dia membuka pintu dan mengetahui
bahwa ciangkun Sie Pek Hong yang melakukannya.
"Maaf, aku . . aku tidak berhasil mengejar penjahat yang datang mengacau tadi, dan
apakah liehiap tidak apa-apa ?" kata Sie Pek Hong, terdengar gugup suaranya.

(Bersambung ke Jilid 5)
Cheng Hwa Lie Hiap 4 23

Anda mungkin juga menyukai