Anda di halaman 1dari 3

Yu yang Agung 

(Hanzi: 大禹; Pinyin: Dà Yǔ; Han Kuno: *lˤa[t]-s [ɢ]ʷ(r)aʔ, skt. 2200 – 2100 SM)


[1] merupakan seorang penguasa legendaris di Tiongkok Kuno yang terkenal karena
pengenalannya tentang Pengendalian banjir, yang meresmikan pemerintahan dinasti di
Tiongkok dengan mendirikan Dinasti Xia, dan untuk sifatnya yang bermoral tinggi.[2][3]

Menurut beberapa sumber catatan, Yu merupakan cicit kedelapan Kaisar Kuning: ayahanda


Yu bernama Gǔn adalah salah satu tokoh suku Xià

Yu konon dilahirkan di Gunung Wen (汶山), yang sekarang Beichuan, Sichuan,


[11] meskipun ada yang memperdebatkan bahwa ia sesungguhnya lahir di Shifang.
[12] Ibunda Yu berasal dari marga Youxin yang bernama Nüzhi (女志) atau Nüxi (女
嬉).
Ketika Yu masih kecil, ayahanda Gun memindahkan orang-orang timur
menuju Zhongyuan. Kaisar Yao menawarkan Gun sebagai kepala daerah di Chong,
karena kaisar Yao bermaksud mencari orang yang dapat mengontrol banjir sehingga meminta nasihat
kepada penasihat -atau para penasihatnya dan terpilih Gun namun Gun gagal menjalankan tugas dalam
menangani banjir besar karena pada masa pemerintahan Kaisar Yao, terjadi suatu banjir yang sangat luas
sehingga tidak ada sejengkal pun daerah kekuasaan Yao yang terhindar, dan lembah Sungai Kuning maupun
lembah Yangtze keduanya terbanjiri. Gun berusaha selama 9 tahun untuk mengendalikan banjir dengan
teknik membangun bendungan dan dan tanggul namun air bah masih terus mengganas sehingga
menyebabkan berbagai jenis gangguan sosial yang terjadi semakin bertambah. Dampak lainnya adalah
proses administrasi kekaisaran menjadi semakin sulit. Dan pada masa kepemimpinan Kaisar Shun akhirnya
Gun di asingkan di gunung Bulu dan di hukum mati krn selain gagal mengatasi banjir ia juga dipandang
sebagai orang yang keras kepala dan kolot.

Yu tumbuh di lereng Gunung Song, sebelah selatan Sungai Kuning.[13] Ia kemudian


menikahi seorang wanita asal Gunung Tu (Hanzi: 塗山) yang biasanya disebut
Tushan-shi (塗山氏; 'Nyonya Tushan').[14] Mereka memiliki seorang putra yang
bernama Qi, yang berarti "wahyu".[14
Ketika Kaisar Shun menunjuk Yu menjalankan tugas menggantikan ayahnya
Yǔ bukan hanya tidak menunjukkan rasa dendam, malahan tetap
menghormati Shun, dan mendapatkan kepercayaan dari Shùn. Shùn menyerahkan tugas mengendalikan
banjir kepada Yǔ. Yǔ memperbaiki cara ayahnya mengendalikan banjir dengan cara lebih fokus kepada
pembuatan saluran air. Dia secara pribadi bepergian ke seluruh pelosok kerajaan
dengan sekelompok asisten untuk mempelajari struktur geografi, mengukur
ketinggian, dan mencatat saluran sungai. Dia bersama-sama penduduk ikut
mengeruk dasar sungai, yang memperlancar aliran sungai dan mengarahkan air bah
mengalir ke laut. Dia juga membangun sistem kanal sehingga air bisa mengairi
sawah petani.

Bekerja sama dengan Houji, ia berhasil merancang sistem kendali banjir yang penting
di dalam membangun kemakmuran di jantung kota Tiongkok.
Yu terus melanjutkan pekerjaan ini selama 13 tahun. Dikisahkan bahwa dia bekerja
di bawah terik sinar matahari begitu lama sehingga kulitnya terbakar dan berwarna
coklat gelap; dan ia mengeruk dasar sungai begitu lama, sampai tangannya berkapal
hingga tidak dapat dikenali lagi.

Menurut cerita dari sumber yg lain juga mengisahkan ketika ia meninggalkan rumah
untuk memenuhi tugasnya, Yu baru menikah selama empat hari. Selama bertahun-
tahun ia melakukan perjalanan lintas daerah di kerajaan tersebut, tercatat ia pernah
berada di dekat rumahnya selama tiga kali. Namun Yu tidak sekalipun menengok
keluarganya karena takut akan menunda tugasnya-bahkan saat ia mendengar
tangisan anak laki-laki yang baru dilahirkan

Namun setelah jerih payah selama 13 tahun, banjir yang menjadi masalah selama
dua generasi berhasil dikendalikan.

Kegigihan dan ketekunannya dalam melaksanakan tugas mendapat penghargaan dari banyak kalangan,
sekaligus juga merupakan salah satu faktor dari bersatunya berbagai suku terdekat lainnya.
Oleh karena Yǔ berhasil mengendalikan banjir dan mengembangkan pertanian, sehingga kekuatan suku Xià
menjadi kuat, menjadi pemimpin dari gabungan berbagai suku. Kemudian Shùn mengutus Yǔ untuk
menyerang suku Sānmiáo. Yǔ mengusir suku Sānmiáo kedaerah perairan Dānjiāng dan Hànshuǐ, serta
berhasil mengkokohkan kekuatan kerajaan
Lalu kaisar Shun mewariskan singgasana kepada Yǔ karena di masa itu pemerintahan dapat diganti tanpa
melalui satu garis keturunan.

Ketika Yu menjadi kaisar, Ia mendirikan ibu kotanya di Anyi yang sekarang adalah Xiaxian di
selatan Shanxi,dia juga ingin kekuasaanya diteruskan ke keturunannya dan berdirilah sebuah dinasty
pertama di tiongkok yaitu Dinasty Xia.

Yu juga membagi Tiongkok menjadi sembilan  provinsi. Provinsi-provinsi tersebut


dinamakan Jizhou (冀州), Yanzhou (兗州) s, Qingzhou (青州), Xuzhou (徐州), Yangzhou (揚
州), Jingzhou (荊州), Yuzhou (豫州), Liangzhou (梁州) dan Yongzhou (雍州).

Namun pada suatu pertemuan antar suku di gunung Guji salah satu pemimpin suku bernama fangfeng waktu
pertemuan datang terlambat dan dihukum mati oleh Yǔ. Ini membuktikan bahwa suku Xià pada awal
pengukuhan kekuasaannya telah muncul sifat monarki atas kekuasaan. Menyusul dengan semakin kuatnya
kekuasaan gabungan suku bangsa dengan suku Xià yang merupakan keturunan dari suku Húangdì sebagai
inti kekuatan, hubungan ekonomi berbagai daerah juga semakin kuat. Dalam catatan sejarah kuno sering
terdapat catatan tentang Yǔ menentukan pembayaran upeti sesuai dengan jarak negara-negara upetinya, ini
juga membuktikan pengendalian ekonomi suku Xià terhadap suku-suku lain disekitarnya.

Dalam catatan literatur kuno juga sering diceritakan nafsu Yǔ atas kekuasaan pada usia tuanya. Walaupun
Yǔ ingin mempertahankan kekuasaan pemerintahan dalam suku Xià sendiri, tetapi tetap harus
mempertimbangkan tradisi Chánràng yaitu tidak bisa mewariskan kekuasaan melalui satu garis keturunan.
sehingga ia menerapkan suatu siasat yang efektif. Yǔ pada mulanya mengangkat Gāotáo dari suku
Yǒuyǎnshì yang memiliki reputasi tinggi sebagai ahli warisnya, guna menunjukkan penghargaan Yǔ terhadap
tradisi Chánràng. Tetapi Gāotáo lebih tua dari Yǔ, sehingga belum sempat mewarisi singgasana sudah
meninggal. Kemudian Yǔ memilih Yì dari suku Dōngyí yang tidak begitu berpengaruh menjadi ahli waris. Pada
waktu itu banyak suku yang tidak mendukung Yì, dan malahan mendukung putra dari Yǔ, Qǐ. Yǔ berharap jika
kelak Yì tidak mendapat dukungan dari masyarakat, maka akan mewariskan singgasana kepada putranya Qǐ.

Yu memerintah Dinasti Xia selama lima puluh lima tahun dan, menurut Yue Jueshu (越絕書),


ia meninggal karena sakit.[24][25] Konon ia meninggal di Gunung Kuaiji, wilayah bagian
selatan yang sekarang adalah Shaoxing, di dalam sebuah acara berburu ke perbatasan timur
kerajaannya, lalu ia dimakamkan disana. Mausoleum Yu (大禹陵) yang dikenal sekarang
pertama kali dibangun pada abad ke-6 M (di dalam periode Dinasti Selatan dan Utara) untuk
menghormatinya.[26] Berlokasi empat kilometer selatan kota Shaoxing. [26] Sebagian besar
struktur dibangun kembali berkali-kali pada periode berikutnya. Tiga bagian utama dari
makam tersebut adalah makam Yu (禹陵), kuil (禹廟) dan tugu peringatan (禹祠).[27] Di
dalam banyak patungnya ia terlihat menenteng sebuah cangkul kuno (耒耜). Sejumlah kaisar
pada zaman kekaisaran pergi kesana dan melakukan upacara untuk menghormatinya

Anda mungkin juga menyukai